of 32 /32
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM) 1. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary, 2009). 2. Etiologi Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi

LAPORAN PENDAHULUAN DM GERONTIK

  • Upload
    unusby

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of LAPORAN PENDAHULUAN DM GERONTIK

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM)

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang

kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di

tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah

(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau

merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan

hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi

insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan

fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam

darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam

darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis,

dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan

hipoglikemia. ( Mary, 2009).

2. Etiologi

Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya

umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi

untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah

yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.

Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan

dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya

massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,

disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi

insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas

60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini

masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia

lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama

pada post reseptor.

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan,

bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena

perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme

basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya

diabetes mellitus.

Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat

digolongkan ke dalam dua besar :

a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra

pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan

kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan

baik).

b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan,

jarang olahraga, minum alkohol, dan lain-lain.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga

dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain

itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat

menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia

untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada

malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering

merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak

diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena

mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses

penuaan itu sendiri.

3. Klasifikasi

a. Diabetes melitus tipe I

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun

idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

1.Mudah terjadi ketoasidosis

2.Pengobatan harus dengan insulin

3.Onset akut

4.Biasanya kurus

5.Biasanya terjadi pada umur yang masih muda

6.Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4

7.Didapatkan antibodi sel islet

8.10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

b. Diabetes melitus tipe II :

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang

predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi

insulin. Karakteristik DM tipe II :

1. Sukar terjadi ketoasidosis

2. Pengobatan tidak harus dengan insulin

3. Onset lambat

4. Gemuk atau tidak gemuk

5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun

6. Tidak berhubungan dengan HLA

7. Tidak ada antibodi sel islet

8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

9. ± 100% kembar identik terkena

4. Patofisiologi

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan

penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang

digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat

atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila

insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan

akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang

artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini

mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi

untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun

dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau

langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada

lansia, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor

insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang

sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan

glukosa dalam darah menjadi meningkat.

WOC DIABETES MELLITUS

DM Tipe 1 DMTipe 2

Reaksi Autoimun

Sel β pancreas

Defisiensi insulin

Idiopatik, usia, genetik,

Jumlah sel pancreas

Hiperglikemia Katabolisme protein

Liposis meningkat

Penurunan BBPembatasan DiitFleksibili

tas darah Intake tidakadekuat

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhanPelepasan

O2Poliuria

Hipoksia perifer

Perfusi jaringan perifer tidak efektif

5. Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia,

polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis

akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang

tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan

tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada

pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak

bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak

terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

Kekurangan volume cairan

Nyeri Akut

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah

dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat

proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari

kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang

luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan

penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai

serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada

tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia

lanjut yang sering ditemukan adalah :

a. Katarak

b. Glaukoma

c. Retinopati

d. Gatal seluruh badan

e. Pruritus Vulvae

f. Infeksi bakteri kulit

g. Infeksi jamur di kulit

h. Dermatopati

i. Neuropati perifer

j. Neuropati viseral

k. Amiotropi

l. Ulkus Neurotropik

m. Penyakit ginjal

n. Penyakit pembuluh darah perifer

o. Penyakit koroner

p. Penyakit pembuluh darah otak

q. Hipertensi

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi

2, yakni : penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan

secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis adalah

sebagai berikut:

a. Obat Hipoglikemik oral

1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat

dikombinasikan denagn obat golongan lain, yaitu

biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat

golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi

insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi

pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat

badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari

kelompok ini adalah:

a. Glibenklamida (5mg/tablet).

b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).

c. Glikasida (80 mg/tablet).

d. Glikuidon (30 mg/tablet).

2) Golongan Biguanid / Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,

memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa

perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien

dengan kelebihan berat badan.

3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di

saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar

gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan

kadar gula puasa yang masih normal.

b. Insulin

1) Indikasi insulin

Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya

digunakan Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100

UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi

insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang

kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak

berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan

dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan

obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,

hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena

infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil

dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol

dengan pengendalian diet.

2) Jenis Insulin

a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular

insulin, cristalin zink, dan semilente.

b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH

(Netral Protamine Hagerdon)

c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI

(Protamine Zinc Insulin)

d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan

adalah sebagai berikut:

1) Diet

Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah

perencanaan makan. Walaupun telah mendapat

tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih

dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita

DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang,

dengan komposisi idealnya sekitar 68 %

karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena

itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan

mencegah agar berat badan tidak menjadi

berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi

lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari

makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.

2) Olahraga

Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah

karena membuat insulin bekerja lebih efektif.

Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,

memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi

pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan

lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang

berat – berat.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah sewaktu

a.Kadar glukosa darah puasa

b.Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada

sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

a.Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b.Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c.Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post

prandial (pp) > 200 mg/dl

8. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi

akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut

adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan

hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang

termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati

diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,

dan hipertensi.

a. Komplikasi akut

Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat

dari deficit insulin yang berat pada jaringan

adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut

termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan

insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi

( penyakit)

b. Komplikasi kronis:

1) Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism

pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik,

yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.

Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan

pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut

sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat

mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini

bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang

mengakibatkan kebutaan permanen.

2) Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic

adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar

dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-

Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan

proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom

Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

3) Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu

DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan

adalah neuropati perifer dan autonomic.

4) Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami

dislipidemia.

5) Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1

menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau

proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi

bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus

secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa

memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit

makrovaskular.

6) Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic

yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya

amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada

kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.

Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat

mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,

iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan

amputasi.

7) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa

darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi

potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.

Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima

pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Identitas

DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia >

60 tahun dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin

dependen ) atau tipe DMTTI.

b. Keluhan utama

DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering

tidak khas dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan,

kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor,

kebingungan akut, atau depresi ).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan

gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan

pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati

perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh

dengan pengobatan lazim.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti

klien ?

e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana

penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,

bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau

tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk

menanggulangi penyakitnya.

f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari

1. Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot,

tonus otot menurun.

2. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas,

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang

penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan

darah

3. Integritas Ego

Stress, ansietas

4. Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia,

anuria ), diare

5. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,

penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

6. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan

pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.

7. Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

8. Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung

adanya infeksi / tidak)

9. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Data obyektif

Pemeriksaan fisik pada Lansia

a. Sel ( perubahan sel )

Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya

menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh

dan berkurangnya cairan intrasel.

b. Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit

kering dan pucat dan terdapat bintik – bintik hitam

akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya

sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari

tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang

berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut

menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar

keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

c. Sistem Muskuler

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal

berkurang pengecilan otot karena menurunnya serabut

otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.

d. Sistem pendengaran

Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia )

membran timpani menjadi altrofi menyebabkan

austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras

karena meningkatnya keratin.

e. Sistem Penglihatan

Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul

sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa

menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya

adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah

melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi, menurunnya

lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan.

Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada

skala.

f. Sistem Pernafasan

Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas sillia, paru kurang

elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah

berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75

mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti –

kemampuan batuk berkurang.

g. Sistem Kardiovaskuler

Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan

jantung memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan

obstisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat

akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

h. Sistem Gastointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus

melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun

waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga

sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.

i. Sistem Perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah

ke ginjal menurun sampai 50 %, laju filtrasi

glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus

berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj

urin menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih

menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah,

frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit

dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi

urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60

tahun).

j. Sistem Reproduksi

Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya

ovarium dan uterus, atrofi payu darah testis masih

dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara

berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia

diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.

k. Sistem Endokrin

Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan

sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH,

dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju

metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk

aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad,

progesteron, estrogen, testosteron.

l. Sistem Sensori

Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap

sentuhan (berat otak menurun sekitar 10 – 20 % )

3. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein,

lemak.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik

diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan

membran mukasa kering.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan

gangren pada extremitas.

4) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik yang

kurang.

5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah

yang tinggi.

4. Intervensi Keperawatan

1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein,

lemak.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan

kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.

Kriteria Hasil :

1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang

tepat

2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang

biasanya

Intervensi :

1. Timbang berat badan sesuai indikasi.

R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan

dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.

R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan

dari kebutuhan terapeutik.

3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau

perut kembung, mual, muntah dan pertahankan keadaan

puasa sesuai inndikasi.

R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi lambung

(distensi atau ileus paralitik).

4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan

elektrolit. Selanjutnya memberikan makanan yang lebih

padat.

R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan

pada klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

5. Identifikasi makanan yang disukai.

R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.

6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.

R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi

informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan

nutrisi klien.

7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat

kesadaran, kulit lembap atau dingin, denyut nadi

cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala,

pusing).

R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan

berkurang dan sementara tetap diberikan tetap

diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi

tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.

8. Kolaborasi :

a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick

R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih

akurat daripada memantau gula dalam urine.

b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah,

aseton, pH, HCO3)

R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan

cairan dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa

dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber

kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis

dapat dikoreksi.

c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv

R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan

cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan

subkutan sangat lambat.

d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin

normal).

R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan

cairan membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan

metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan

diberikan untuk menghindari hipoglikemia.

e. Konsultasi dengan ahli gizi

R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik

diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran

mukosa kering.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan

kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat

dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat

diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran

urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam

batas normal.

Intervensi :

a. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau

intensitas dari gejala seperti muntah dan pengeluaran

urine yang berlebihan.

R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total.

Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan

hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.

b. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan

tekanan darah ortostatik.

R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat

tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi

berbaring ke duduk atau berdiri.

c. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul

atau pernapasan yang berbau keton.

R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan

yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris

terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton

disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus

berkurang bila ketosis terkoreksi.

d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan

otot bantu napas, adanya periode apnea dan sianosi.

R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan

frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan

kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta

sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan

atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada

asidosis

e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.

R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum

terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit

kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.

f. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit,

dan membrane mukosa.

R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume

sirkulasi yang adekuat.

g. Pantau masukan dan pengeluaran

R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi

ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.

h. Ukur berat badan setiap hari.

R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status

cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam

memberikan cairan pengganti.

i. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari

R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.

j. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman.

Selimuti klien dengan kain yang tipis.

R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap

klien lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan

cairan.

k. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.

R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi

atau hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis,

penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab

yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi

predisposisi aspirasi pada klien.

l. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi

lambung.

R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas

lambung sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara

potensial menimbulkan kekurangan cairan dan

elektrolit.

m. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat,

edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur,

dan distensi vaskuler.

R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat

berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan gagal

jantung kronis.

n. Kolaborasi :

a. Berikan terapi cairan sesuai indikasi :

Normal salin atau setengah normal salin dengan atau

tanpa dekstrosa.

R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat

kekurangan cairan dan respon klien secara individual.

b. Albumin, plasma, atau dekstran.

R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika

mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat

kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah

dilakukan.

c. Pasang kateter urine.

R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap

pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom

menimbulkan retensi atau inkontinensia.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan

gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan

diharapkan tidakterjadi komplikasi.

Kriteria Hasil :

1. Menunjukan peningkatan integritas kulit

2. Menghindari cidera kulit

Intervensi :

1. Inspeksi kulit terhadap perubahan

warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.

R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat

menimbulkan infeksi

2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan

tulang

R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan

iskemia

3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan

R/ Menurunkan iritasi dermal

4. Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion

R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan

pada kulit

5. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

R/ Mencegah terjadinya infeksi

6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek

R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena

garukan

7. Motivasi klien untuk makan makanan TKTP

R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan

kulit yang rusak

4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang

kurang.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan

diharapkan kelelahan dapat teratasi.

Kriteria hasil :

1. klien dapat mengidentifikasikan pola keletihan

setiap hari.

2. klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala

peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi

toleransi aktivitas.

3. klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat

energi.

4. klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk

berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :

1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal

perencanaan dan identifikasi aktivitas yang

menimbulkan kelelahan.

R/ Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk

meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien sangat

lemah.

2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi,

penurunan efisiensi tidur, peningkatan upaya yang

diperlukan untuk ADL.

R/ Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat

menyusun jadwal aktivitas.

3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang

keletihan. Skala 0-10 (0 = tidak lelah, 10 = sangat

kelelahan)

R/ Mengidentifikasi waktu puncak energi dan

kelelahan membantu dalam merencanakan akivitas untuk

memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.

4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode

istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.

R/ Mencegah kelelahan yang berlebih.

5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah

sebelum dan seudah melakukan aktivitas.

R/ Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat

ditoleransi secara fisiologis.

6. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.

R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang

positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat

ditoleransi.

7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang

menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan

mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat

badan, keletihan makin memburuk.

R/ Membantu dalam mengantisipasi terjadinya

keletihan yang berlebihan.

5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah

yang tinggi.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan

diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil :

1. Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.

2. Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah

terjadinya infeksi.

Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti

demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum

purulen, urine warna keruh atau berkabut.

R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya

telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat

mengalami infeksi nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci

tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan

dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.

R/ Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.

3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.

R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan

menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-

sungguh, masase daerah tulang yang tertekan, jaga

kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.

R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan

pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan

pada kulit.

5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang

mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau secret

yang lainnya.

R/ Mengurangi penyebaran infeksi.

6. Kolaborasi

a. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas

sesuai dengan indikasi.

R/ Untuk mengidentifikasi adanya organisme

sehingga dapat memilih atau memberikan terapi

antibiotik yang terbaik.

b. Berikan obat antibiotik yang sesuai

R/ Penanganan awal dapat mambantu mencegah

timbulnya sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002) . Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8

vol 3. EGC, Jakarta.

Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. EGC,

Jakarta.

Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia . Salemba

Medika, Jakarta.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.

Media Aesculapius, Jakarta.

Smeltzer; Suzanne C; dkk. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,

Monica Ester, Yasmin asih. EGC, Jakarta.