Upload
independent
View
4
Download
0
Embed Size (px)
1
MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKANOleh: Ahmad Abrar Rangkuti, S.Pd.I., M.A.
A. Pendahuluan
Permasalahan utama pendidikan Indonesia dewasa ini
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang,
jenis, dan satuan pendidikan termasuk di dalamnya
pendidikan Islam. Ibrahim menyatakan bahwa pada era
reformasi pendidikan Islam menghadapi dua masalah,
yaitu: 1) tuntutan kebutuhan masyarakat Indonesia
terhadap kualitas pendidikan Islam, dan 2) tidak
relevannya pendidikan Islam dengan tuntutan kebutuhan
pembangunan masyarakat.1
Berbagai data menunjukkan bahwa pendidikan pada
beberapa tahun terakhir masih belum menunjukkan
perubahan yang menggembirakan meskipun tidak dapat
dipungkiri terdapat beberapa sekolah/madrasah
menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan. Beberapa siswa dari kota-kota besar di
Indonesia berhasil meraih medali Olimpiade Sains
Internasional.2 Salah satu catatan untuk lembaga
pendidikan Islam menunjukkan bahwa Sekolah Islam
Terpadu Darul Mursyid Padang Sidimpuan berhasil menjadi
1Sulaiman Ibrahim, “Menata Pendidikan Islam di Indonesia:Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan,” dalam StudiaIslamica, vol. VIII, h. 81.
2Fachruddin, “Manajemen Pemberdayaan Dalam Peningkatan MutuPendidikan Islam di Indonesia,” dalam Mardianto (ed.), AdministrasiPendidikan: Menata Pendidikan Untuk Kependidikan Islam (Bandung: CitapustakaMedia Perintis, 2010), h. 35.
2
juara II dalam Olimpiade Sains tingkat Provinsi pada
bulan Desember 2013. Prestasi ini mengungguli sekolah-
sekolah umum.
Lahmuddin Lubis mengklasifikasikan penyebab utama
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia ke dalam tiga
bentuk. Pertama, pendekatan yang digunakan lebih
terfokus kepada input-output dan sangat kurang perhatian
pada proses. Kedua, pendidikan dilakukan secara
birokratik sentralistik; dalam hal tertentu
sentralistik masih perlu tetapi pada era otonomi
daerah, pendekatan desentralistik lebih dominan. Ketiga,
peran warga sekolah, khususnya guru, masyarakat dan
orangtua siswa/mahasiswa sangat kurang.3
Mutu menjadi hal yang sangat penting dalam
pendidikan. Kita semua mengakui, saat ini memang ada
masalah dalam sistem pendidikan. Lulusan sekolah
menengah atau perguruan tinggi tidak siap memenuhi
kebutuhan masyarakat. Masalah ini berakibat bagi
masyarakat. Para peserta didik yang tidak siap jadi
warga negara yang bertanggung jawab dan produktif itu,
akhirnya hanya jadi beban masyarakat. Para peserta
didik yang seperti itu adalah produk sistem pendidikan
yang tidak terfokus pada mutu. Rozikun dan Namaduddin
menyatakan bahwa dalam konteks sistem pendidikan
3Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah PerencanaanStrategi Pendidikan, Januari 2014.
3
nasional, madrasah menjadi sorotan terkait dengan
buruknya mutu pendidikan nasional.4
Lahmuddin Lubis menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan industri jasa (pelayanan) yang memiliki
pelanggan. Pelanggan pendidikan memiliki kebutuhan dan
harapan. Oleh karena itu, peranan pendidikan
direncanakan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Dengan demikian, pendidikan yang bermutu
adalah pendidikan yang dapat memenuhi atau melebihi
kebutuhan dan harapan pelanggannya.5
Permasalahan mutu pendidikan tidak berdiri
sendiri, tetapi terkait dengan suatu sistem yang
saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu
masukan dan mutu proses. Mutu masukan pendidikan dapat
dilihat dari kesiapan murid dalam mendapatkan
kesempatan pendidikan. Kenyataannya, masih banyak murid
yang tidak siap karena sebagian menderita kekurangan
gizi, kecacingan, ataupun kondisi kesehatan dan
kebugaran jasmani yang tidak mendukung. Keadaan ini
terkait dengan kesiapan input pendidikan. Arcaro
menyatakan bahwa mutu pendidikan akan meningkat bila
administrator, guru, staf, dan anggota dewan sekolah
mengembangkan sikap baru yang terfokus pada
4Ahmad Rozikun dan Namaduddin, Strategi Perencanaan ManajemenBerbasis Madrasah (MBM) di Tingkat Menengah, cet. 2 (Jakarta:Listafariska Putra, 2008), h. 4.
5Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah PerencanaanStrategi Pendidikan, Januari 2014.
4
kepemimpinan, kerja tim, kooperasi, akuntabilitas, dan
pengakuan.6
Terkait dengan uraian di atas, perlu diberikan
batasan definisi terhadap pendidikan. Pendidikan
sendiri dapat dilihat sebagai suatu proses dan sebagai
suatu lembaga yang menawarkan program pembelajaran.
Sebagai suatu proses, pendidikan merupakan usaha
memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap potensi
setiap individu anak yang sedang mengalami
perkembangan untuk mencapai kedewasaan yang optimal.
Dalam konteks ini pendidikan dapat berlangsung seumur
hidup dalam berbagai situasi, baik dengan keteladanan,
pembiasaan, bimbingan, pengarahan, pembelajaran,
pelatihan, hukuman, pujian, dan lain-lain. Sedangkan
sebagai lembaga, pendidikan dapat berlangsung di rumah
tangga dan lembaga masyarakat (pendidikan luar sekolah)
dan pendidikan yang berlangsung di sekolah sebagai
organisasi pendidikan formal.7
Salah satu lembaga pendidikan yang telah
menerapkan sistem manajemen terbuka dan memanfaatkan
lingkungannya8 menghadapi tuntutan zaman yang kompleks6Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip Perumusan
dan Tata Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara, cet. II(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 2.
7Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan: MengembangkanKeterampilan Manajemen Pendidikan Menuju Sekolah Efektif (Medan: PerdanaPublishing, 2011), h. 68.
8Lingkungan eksternal organisasi meliputi inovasi teknologi,aktivitas ekonomi, sikap sosial, kebijakan pemerintah, persatuanperdagangan, pelanggan, budaya, organisasi lain, hubungan
5
adalah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan. Dalam hal
ini dibuktikan dengan prestasi MAN 1 Medan meraih
Certificate of Registration ISO 9001-2008.9 Untuk perkembangan
terkini, MAN 1 Medan merupakan satu-satunya madrasah di
Sumatera Utara yang mendapat standar manajemen
pendidikan yang diakui organisasi internasional tentang
mutu.10 Untuk kajian selanjutnya, hemat penulis
keberadaan MAN 1 Medan menjadi hal yang menarik untuk
diteliti secara lebih mendalam.
Makalah ini membahas tentang manajemen mutu
terpadu dalam pendidikan. Adapun sub-sub bahasan dalam
makalah ini, yaitu: konsep mutu, pelanggan dan standar
mutu, manajemen mutu terpadu dalam pendidikan (total
quality management [TQM]), prinsip dan komponen manajemen
mutu terpadu pendidikan, langkah-langkah manajemen mutu
terpadu pendidikan, dan hambatan penerapan manajemen
mutu terpadu pendidikan. Konteks lembaga pendidikan
yang terkait dalam bahasan makalah ini adalah lembaga
pendidikan Islam, meliputi madrasah, sekolah Islam
terpadu, dan perguruan tinggi Islam.
internasional, persatuan pekerja, pesaing, iklim, pemodal, danlain-lain. Lihat Ibid., h. 126.
9ISO 9001 merupakan pengakuan yang diberikan dalam bidangstandar mutu produksi dan layanan. Lihat Samsul Hady, ManajemenMadrasah (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam DepartemenAgama, 2001), h. 14.
10Machfirah Rafiah, “Pelaksanaan Manajemen Peningkatan MutuKinerja Guru di MAN 1 Medan,” dalam Raudhah, vol. I, h. 70. Lihatpula Ahmad Abrar Rangkuti, “Penerapan Manajemen Kurikulum KelasUnggulan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan” (Tesis: IAIN SumateraUtara, 2012), h. 40.
6
B. Pembahasan
Manajemen pendidikan memiliki keterkaitan dengan
perubahan budaya organisasi. Mutu organisasi dapat
dicapai, disempurnakan, dan dikembangkan dengan
implementasi sistem manajemen. Bidang pendidikan
berkaitan dengan kurikulum, kompetensi guru, penataan
fasilitas dan sarana pembelajaran, sehingga sistem
manajemen berfokus pada aspek-aspek tersebut. Perubahan
signifikan akan terjadi jika disertai dengan perbaikan
pola dan kultur manajemen yang mendukung perubahan-
perubahan tersebut.
Sidi mengidentifikasi beberapa masalah terkait
dengan peningkatan mutu pendidikan. Menurut Sidi, ada
empat faktor yang terkait dengan peningkatan mutu
pendidikan. Pertama, salah satu indikator mutu
pendidikan yaitu Nilai Ebtanas Murni/Nilai Ujian
Nasional masih jauh di bawah standar yang diinginkan.
Kedua, dilihat dari aspek non-akademik, banyak kritik
terhadap masalah kedisiplinan, moral dan etika,
kreativitas, kemandirian, dan sikap demokratis yang
tidak mencerminkan tingkat kualitas yang diharapkan
oleh masyarakat luas. Ketiga, kemampuan guru sangat
bervariasi. Dan keempat, kondisi lingkungan sekolah
untuk menerapkan pendidikan yang bersifat non-akademik
7
(kreativitas, kemandirian, dan demokrasi) juga relatif
rendah.11
1. Konsep Mutu, Pelanggan, dan Standar Mutu
a) Konsep Mutu
Mutu sistem pendidikan suatu negara merupakan
penentu utama bagi mutu tenaga kerja. Semakin tinggi
mutu tenaga kerja (labor pool), semakin tinggi pula mutu
penerimaan tenaga kerja (entry-level employees). Semakin
tinggi mutu penerimaan tenaga kerja, semakin cepat
mereka menjadi tenaga kerja yang produktif dan
berkontribusi terhadap persaingan dalam pekerjaan.
Sebagai konsekuensinya, sistem pendidikan yang bermutu
tinggi merupakan komponen penting bagi kompetisi yang
seimbang (competitiveness equation).12 Dengan demikian,
indikator majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh
sumberdaya manusia negeri tersebut.13 Hal di atas
mengimplikasikan bahwa salah satu kriteria lulusan
lembaga pendidikan yang bermutu adalah cepat
terserapnya mereka di lapangan kerja dan diterimanya
mereka di lembaga pendidikan lanjutan.
11Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar (Jakarta: LogosWacana Ilmu, 2001), h. 71-72.
12David L.Goetsch dan Stanley B.Davis, Quality Management:Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services(New Jersey: Prentice-Hall, 2000), Edisi III, h. 8.
13 Isjoni, Menuju Masyarakat Belajar: Pendidikan dalam Arus Perubahan(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 25.
8
Mutu terletak pada penilaian orang yang
mengamatinya (beholder). Dalam pendekatan mutu terpadu
(total quality) pelanggan (customer) adalah penentu mutlak
mutu. Sebagai ilustrasi misalnya, pelanggan menilai
mutu sebuah restoran dari aspek pelayanan, penyajian
makanan, suasana lingkungan, harga, menu pilihan, dan
cepat dalam penyajian.14
Meskipun tidak ada definisi mutu yang umum yang
bisa diterima semua pihak, setidaknya di dalam mutu
terdapat komponen umum yaitu: 1) terpenuhinya harapan
pelanggan; 2) berfokus pada produk, layanan, orang,
proses, dan lingkungan, dan 3) terjadinya perubahan
keadaan (ever-changing state). Dari ketiga komponen ini
Goetsch dan Davis mendefinisikan mutu sebagai suatu
kondisi dinamis yang melibatkan produk, layanan, orang,
proses, dan lingkungan dalam rangka pemenuhan
harapan.15
Secara absolut mutu dimaknai sebagai sesuatu yang
tidak bisa lagi ditawar atau bersifat mutlak. Absolut
dalam konteks mutu juga dapat dikatakan sebagai suatu
kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oleh
produsen. Dalam pandangan absolut, mutu diartikan
sebagai ukuran yang terbaik menurut pertimbangan
produsen dalam memproduksi suatu barang maupun jasa.
14Goetsch dan Davis, Quality Management, h. 49.15Ibid., h. 50.
9
Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep
yang relatif. Pengertian ini digunakan dalam TQM.
Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai
suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang
dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut.
Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan
memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah
cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai
dengan standar atau belum.
Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki
dua aspek. Pertama, adalah menyesuaikan diri dengan
spesifikasi. Kedua, adalah memenuhi kebutuhan
pelanggan. Cara pertama, penyesuaian diri terhadap
spesifikasi, sering disimpulkan sebagai ‘sesuai dengan
tujuan dan manfaat’. Kadangkala definisi ini sering
disebut definisi produsen tentang mutu. Selama sebuah
produk sesuai dengan spesifikasi dan standar pabriknya,
maka produk tersebut adalah produk yang memiliki mutu.
Pendapat tentang mutu yang sedemikian seringkali
disebut dengan istilah mutu sesungguhnya (quality in fact).
Mutu sesungguhnya merupakan dasar sistem jaminan mutu
yang dianggap sesuai dengan British Standard Institution dalam
standar BS 5750 atau standar internasional identik
dengan ISO 9000.16
16Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan: Peran StrategisPendidikan di Era Globalisasi Modern, terj. Ahmad Ali Riyadi danFahrurrozi (Yogyakarta: IRCiSoD, 2010), h. 54-55.
10
Selanjutnya, konsep mutu yang relatif dimaknai
sebagai mutu sesuai persepsi (quality in perception).
Sesuatu disebut bermutu apabila memuaskan dan melampaui
keinginan dan kebutuhan pelanggan. Mutu ini bisa
disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata orang yang
melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting.
Sebab, ada satu resiko yang seringkali diabaikan dari
definisi ini, yaitu kenyataan bahwa para pelanggan
adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu.
Pelanggan melakukan penilaian tersebut dengan merujuk
pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam
persaingan.17
Mutu tidak bisa diimplementasikan dalam setiap
proses kerja. Kerja dapat dibagi ke dalam empat
kuadran: 1) harus dilakukan, 2) prioritas, 3) sebaiknya
dan penting dilakukan, 4) sebaiknya dilakukan dan tidak
penting. Sistem ini menempatkan kerja dalam empat
kuadran dan menetapkan jumlah sumberdaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas. Mutu hanya
akan bekerja dalam kuadran prioritas. Mutu tidak dapat
digunakan di kuadran yang lain. Setiap usaha untuk
menempatkan prinsip-prinsip mutu ke dalam tugas dalam
kuadran di luar kuadran prioritas akan gagal. Mutu tidak
akan berjalan dalam kuadran harus dilakukan karena tidak
tersedia waktu untuk perencanaan atau implementasi
17Ibid., h. 56.
11
mutu.18 Dengan demikian mutu tidak dapat dihasilkan
dari tindakan yang dilakukan secara sporadis.
Pemaknaan mutu dalam konteks pendidikan yang
dimaknai sebagai suatu sistem (input, proses, dan output)
ditampilkan korelasinya melalui tabel berikut.19
No Keadaan input Keadaanproses
Keadaan output
1. Baik Baik Pasti baik2. Baik Sedang Menurun menjadi agak baik3. Baik Jelek Sedang4. Sedang Baik Meningkat5. Sedang Sedang Tetap6. Sedang Jelek Semakin jelek7. Rendah Baik Sedang8. Rendah Sedang Cenderung sedikit meningkat9. Rendah Jelek Pasti rendah
Tabel. 1 Korelasi antara input, proses, dan output dalam
pendidikan
Selanjutnya, terkait dengan usaha memproses
peserta didik menjadi lebih baik ditampilkan pada tabel
di bawah ini.20
No Keadaan input Keadaan proses Keadaan output1. Baik Sangat baik Unggul/istimewa2. Sedang Istimewa Baik sekali3. Rendah Sangat istimewa Baik
Tabel 2.Usaha Memproses Peserta Didik Menjadi Lebih Baik
18Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, h. 191. 19Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga,
2007), h. 207. 20Ibid., h. 209.
12
Dari tabel 2 dipahami bahwa bila input lembaga
pendidikan keadaannya baik dan diproses dengan sangat
baik, output yang dihasilkan memiliki kualitas unggul
atau istimewa. Bila input pendidikan keadaannya sedang
dan selanjutnya diproses secara istimewa akan
menghasilkan output baik sekali. Selanjutnya, bila input
yang diterima lembaga pendidikan kualitasnya rendah
yang selanjutnya diproses secara sangat istimewa, output
yang dihasilkan berkualitas baik.
b) Konsep Pelanggan
Secara alamiah proses hidup atau matinya suatu
organisasi atau lembaga pendidikan selalu tergantung
kepada kemampuan organisasi atau lembaga memenuhi
harapan dan kebutuhan pelanggannya (stakeholder). Sebelum
sekolah/madrasah mengidentifikasi harapan dan kebutuhan
pelanggan, sekolah/madrasah harus mampu menentukan
terlebih dahulu siapa-siapa yang menjadi stakeholder-nya.
Bahkan lebih jauh dari itu, sekolah/madrasah harus
mampu mengidentifikasi siapa yang menjadi stakeholder
potensialnya. Kondisi ini diperlukan karena tidak
setiap organisasi memiliki produk/layanan yang dapat
atau cocok diperuntukkan bagi semua orang.
Stakeholder potensial dapat dilihat dari status
ekonomi, kondisi demografi penduduk suatu wilayah,
jenis aliran yang dianut oleh masyarakat Islam, dan
13
lain-lain. Setelah ditemukan dan ditetapkannya
stakeholder potensial oleh sekolah atau madrasah, langkah
selanjutnya adalah menganalisis harapan dan kebutuhan
stakeholder. Hasil analisis inilah yang kemudian
dijadikan titik tolak dalam proses inventarisasi dan
penataan harapan dan kebutuhan stakeholder. Masing-masing
harapan dari kelompok stakeholder dimungkinkan memiliki
perbedaan yang kontras antara satu kelompok stakeholder
dengan kelompok stakeholder yang lain. Oleh karenanya
tidak mungkin semua harapan dan kebutuhan kelompok
stakeholder tersebut dipenuhi oleh lembaga pendidikan.
Itulah sebabnya lembaga pendidikan harus memilih
kelompok stakeholder yang akan dipenuhi harapan dan
kebutuhannya.21
Pelanggan pendidikan (stakeholder) antara lain
meliputi pihak-pihak internal dan pihak-pihak
eskternal. Pihak internal terdiri atas orangtua siswa,
siswa, guru, pegawai sekolah/madrasah, komite
sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah, kepala
desa/kelurahan, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan
unsur masyarakat berdasarkan profesi. Pihak eksternal
meliputi pemerintah, dunia usaha, dunia industri,
standar akreditasi BAN S/M, standar kriteria
sekolah/madrasah mandiri/standar internasional, standar
21Muhaimin, Suti’ah, Sugeng Listyo Prabowo, ManajemenPendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah(Jakarta: Kencana, 2011), cet. III, h. 24 dan 143.
14
kriteria sekolah/madrasah nasional, standar kriteria
sekolah/madrasah dan perguruan tinggi pada tingkat
lanjutannya.22
Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang mungkin
saja dapat beralih ke produk lain dengan mutu dan harga
yang sama. Tetapi pelanggan yang loyal adalah pelanggan
yang tetap memilih satu produk tertentu dan bahkan
menganjurkan kawan-kawannya tetap memilih suatu produk
tertentu untuk mempergunakan produk tersebut karena
mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pelanggan. Dalam
konteks pendidikan didapati juga para pemakai jasa
pendidikan yang merasa puas dan ada juga yang loyal
terhadap lembaga pendidikan tersebut. Kepuasan dan
loyalitas ini tentu didasarkan atas mutu yang
ditampilkan lembaga pendidikan.23
c) Konsep Standar Mutu
Konsep mutu memerlukan standar sebagai ukuran
pasti yang akan dicapai dalam proses kegiatan
manajemen. Sebagian pendapat mengatakan bahwa standar
mutu ditentukan oleh pihak eksternal. Pendapat lain
mengatakan bahwa standar mutu ditentukan oleh pihak
internal. Dari keragaman teori tersebut melahirkan
banyak standar mutu yang ditawarkan, misalnya Total
22Ibid., h. 216. 23Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat: Strategi
Memenangkan Persaingan Mutu (Jakarta: Nimas Multima, 2006), h. 36.
15
Quality Management (TQM), Balanced Scorecard, Malcolm Baldridge
Award, ISO 9000 series dan sebagainya. Khusus di
Indonesia, untuk satuan pendidikan tingkat dasar dan
menengah menggunakan standar Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah. Untuk perguruan tinggi menggunakan
standar BAN-PT selain standar internasional yang
disebutkan tersebut.
Salah satu standar internasional mutu adalah
sistem ISO yang dikembangkan pertama kali pada tahun
1987. Ada beberapa produk ISO yang dikeluarkan dan
masing-masing memiliki spesifikasi terhadap mutu yang
dinilai. Misalnya, sistem ISO 9001:2000 yang
menitikberatkan pada proses manajemen, keterlibatan
anggota organisasi, dan efektivitas perbaikan
organisasi. Ada pula sistem ISO 9001:2008 yang
merupakan pengembangan dari sistem ISO 9001:2000.
Sistem ISO 9001:2008 lebih memfokuskan pada kualitas
kebijakan yang terencana dari berbagai level manajemen,
kualitas kebijakan yang dilaksanakan di setiap level
manajemen, tujuan kerja personel yang dapat diukur,
adanya sistem komunikasi yang dimiliki organisasi
dengan pelanggan, dan kinerja organisasi yang secara
teratur direview.24
24David L. Goetsch dan Stanley Davis, Quality Management forOrganizational Excellence: Introduction to Total Quality (New Jersey: Pearson,2013 ), Edisi VII, h. 240.
16
Konsep mutu dalam bidang pendidikan berbeda dengan
industri. Perbedaannya terletak pada unsur manusiawi
yang diproses sebagai hasil. Oleh karena itu, akhir
penilaian mutu yaitu pada mutu lulusan. Mutu lulusan
sangat beragam dan kompleks antara satu dengan lainnya
dalam kelompok lulusan yang sama. Penilaian sederhana
yaitu jika lulusan dapat diterima bekerja sesuai bidang
keilmuannya dan/atau diterima di perguruan tinggi
terkemuka bagi yang melanjutkan studi, maka lembaga
pendidikan tersebut dinilai bermutu.25
Pandangan mengenai mutu di atas mengimplikasikan
bahwa barang atau jasa yang diproduksi harus selalu
mengutamakan kesesuaian antara mutu dalam perspektif
absolut dan relatif Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa mutu sebagai suatu konsep memiliki
kriteria, yaitu: 1) adanya kepuasan pelanggan, 2)
adanya sistem, dan 3) adanya spesifikasi produk.
2. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
25Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam: ModelPengembangan Teori dan Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), h. 36.
17
Manajemen mutu mengacu pada konsep yang
dikembangkan oleh pakar mutu. Para pakar yang
berpengaruh terhadap perkembangan manajemen mutu adalah
William Edwards Deming (14 Oktober 1900 – 20 Desember
1993), Joseph Moses Juran (24 Desember 1904 – 28
Februari 2008), Philip Bayard Corsby (18 Juni 1926 – 18
Agustus 2001), Armand Vallin Feighenbaum (lahir 6 April
1920), Kaoru Ishikawa (13 Juli 1915 – 16 April 1989),
dan Genichi Taguchi (1 Januari 1924 – 2 Juni 2012).
Deming merupakan pakar kualitas yang mengajarkan
kepada bangsa Jepang tentang konsep pengendalian
kualitas. Di sisi lain, Juran merupakan seorang guru
manajemen kualitas yang memperkenalkan konsep trilogi
kualitas, yaitu: perencanaan kualitas, pengendalian
kualitas, dan perbaikan atau peningkatan kualitas.
Sementara itu, Crosby merupakan ahli manajemen kualitas
yang memfokuskan kajiannya atas pengembangan budaya
kualitas dengan bentuk pelibatan semua individu dalam
melakukan proses di dalam organisasi.
Feigenbaum merupakan ahli manajemen kualitas yang
memperkenalkan konsep total quality control. Sementara itu,
Ishikawa merupakan ahli manajemen kualitas dari Jepang
yang mengemukakan konsep tentang quality control circle,
company wide quality control, dan Ishikawa cause-effect diagram.
Adapun Taguchi merupakan ahli manajemen dari Jepang
18
yang mengembangkan konsep efisiensi atau penurunan
biaya produksi dengan cara meningkatkan kualitas.26
Secara garis besar, perubahan pergerakan kualitas
(quality movement) mengikuti empat pemahaman utama,
yaitu: 1) inspection and quality control, 2) quality assurance, 3)
total quality management, dan 4) global quality management.27
Total Quality Management (TQM) dibuat pertama sekali di
Jepang yang terinspirasi oleh warga Amerika, Deming,
Juran, dan Crosby. TQM dimulai dengan pendekatan
statistik murni yang kemudian diperluas dan
dikembangkan oleh ahli TQM dan pelaku industri di
Jepang dan Amerika Serikat. Terdapat daftar terkenal
berkenaan dengan langkah menuju mutu terpadu. Deming
merumuskan sejumlah 14 poin, dan Juran merumuskan
trilogi Juran.28
Empat belas poin yang dirumuskan oleh Deming
yaitu: 1) ciptakan usaha peningkatan produk dan jasa;
2) adopsi falsafah baru; 3) hindari ketergantungan pada
inspeksi massa untuk mencapai mutu; 4) akhiri praktik
menghargai bisnis dengan harga; 5) tingkatkan secara
konstan sistem produksi dan jasa; 6) lembagakan
pelatihan kerja; 7) lembagakan kepemimpinan; 8)
hilangkan rasa takut; 9) uraikan kendala-kendala antar26Darwin dan Irsan, Penjamin Mutu Pendidikan dan Pengawasan
(Medan: Unimed Press, 2012), h. 18. 27Ibid., h. 19. 28Tony Bush dan Marine Coleman, Manajemen Mutu Kepemimpinan
Pendidikan: Panduan Lengkap Kurikulum Dunia Pendidikan Modern,terj.Fahrurrozi (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), h. 191.
19
departemen; 10) hapuskan slogan, desakan, dan target,
serta tingkatkan produktivitas; 11) hapuskan kuota
kerja yang menggunakan kuota numerik; 12) hilangkan
kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas
keahliannya, 13) lembagakan aneka program pendidikan
yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas
kerja, dan 14) tempatkan setiap orang dalam tim kerja
agar dapat melakukan transformasi.29
Juran menyusun trilogi mutu yaitu: 1) perencanaan
mutu (quality planning), 2) kendali mutu (quality control), dan
3) perbaikan mutu (quality improvement). Pertama,
perencanaan mutu meliputi langkah-langkah yaitu: 1)
menentukan siapa yang dimaksud dengan pelanggan, 2)
mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, 3) mengembangkan
produk dengan tampilan yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan, 4) mengembangkan sistem dan proses yang
memungkinkan organisasi menghasilkan tampilan-tampilan
pada diktum ketiga, dan 5) menyusun rencana tingkat
operasional.
Kedua, kendali mutu meliputi langkah-langkah
yaitu: 1) menilai kualitas yang sesungguhnya dari
produk, 2) membandingkan produk dengan tujuan, dan 3)
melakukan diferensiasi antara produk dan tujuan.
Ketiga, perbaikan mutu meliputi langkah-langkah, yaitu:
29David L. Goetsch dan Stanley Davis, Quality Management forOrganizational Excellence: Introduction to Total Quality (New Jersey: Pearson,2013 ), Edisi VII, h. 12.
20
1) mengembangkan infrastruktur perbaikan mutu, 2)
mengidentifikasi area tertentu yang membutuhkan
perbaikan, 3) merancang kerja sama tim untuk perbaikan
mutu, 4) memfasilitasi tim dalam perbaikan mutu.30
Sejauh penelusuran penulis di beberapa sumber
referensi dapat disimpulkan bahwa penggunaan
nomenklatur pengendalian mutu (quality control) mulai
mengemuka di Indonesia sejak awal tahun 1980.
Nomenklatur tersebut masih digunakan hingga tahun 2001.
Pada masa itu pemerintah melalui Departemen Pendidikan
dan Departemen Agama mempublikasikan secara massal buku
pedoman pengendalian mutu untuk dunia pendidikan; baik
pengendalian mutu lembaga pendidikan maupun
pengendalian mutu mata pelajaran. Selain itu, peran dan
fungsi kepengawasan pendidikan semakin ditingkatkan
terkait dengan penerapan kebijakan pengendalian mutu
pendidikan.
Lahmuddin Lubis menjelaskan bahwa secara
filosofis, manajemen mutu memiliki makna filosofis
sebagai berikut:
a) Setiap pekerjaan menghasilkan produk atau jasa;
b) Produk atau jasa tersebut diproduksi karena ada
yang membutuhkan;
c) Orang-orang yang membutuhkan produk/jasa
disebut pelanggan;
30Ibid., h. 14.
21
d) Produk/jasa tersebut merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh pelanggannya;
e) Produk/jasa tersebut dibuat sedemikian rupa
agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan; dan
f) Produk/jasa tersebut bermutu bila dapat
memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan
pelanggan.31
Manajemen mutu terpadu merupakan sebuah konsep
yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk
menjamin suatu produk barang/jasa memiliki spesifikasi
mutu sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan
berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan
secara menyeluruh, yaitu mulai dari input, proses,
output, dan outcome. Dilakukan secara berkelanjutan
menunjukkan bahwa upaya mewujudkan mutut merupakan
bagian kerja keseharian, bukan sesuatu yang bersifat
temporal (sewaktu-waktu). Dalam konteks outcome dikenal
dengan istilah layanan purna jual. Dalam dunia
pendidikan, layanan purna jual ini terkait dengan
keterlibatan alumni dalam pengelolaan dan pengembangan
sekolah. Semua komponen sistem organisasi diposisikan
sebagai bagian untuk menjamin mutu dan disinergikan
melalui kepemimpinan mutu.32 31Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah Perencanaan
Strategi Pendidikan, Januari 2014. 32Deni Koswara dan Cepi Triatna, “Manajemen Peningkatan
Mutu Pendidikan,” dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,
22
Salusu mendefinisikan manajemen mutu terpadu
sebagai manajemen yang menciptakan dan mengembangkan
seperangkat nilai dan keyakinan yang akan membuat
setiap orang mengetahui bahwa kualitas untuk konsumen
adalah tuntutan yang paling utama. Kata kuncinya adalah
layanan dan berorientasi mutu. Manajemen mutu terpadu
bekerja berdasarkan data dan fakta. Oleh karena itu,
manajemen mutu terpadu sering disebut juga manajemen
berdasar fakta dan data. Manajemen mutu terpadu akan gagal
apabila didasarkan pada fakta dan data yang salah.
Konsep manajemen mutu terpadu semula digunakan di
kalangan industry dan karena itu selalu berkaitan
dengan produksi. Dalam lingkungan organisasi publik dan
nonprofit, istilah produksi dapat disejajarkan dengan
pelayanan (service).33
Dalam konteks pendidikan, manajemen mutu terpadu
memerlukan adaptasi dengan konteksnya. Hal ini berarti
bahwa ada beberapa atribut dalam manajemen mutu terpadu
yang harus disesuaikan dengan konteks pendidikan yang
diintegrasikan masuk ke dalam tiga konsep, yaitu: 1)
manajemen stratejik, 2) perencanaan
stratejik, dan 3) keputusan stratejik.34 Dengan
demikian untuk mengetahui suatu organisasi atau lembaga
Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 29533J.Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit, cet. 4 (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 456-458. 34Ibid., h. 461.
23
pendidikan yang menerapkan manajemen mutu terpadu
secara efektif dapat diketahui dari tiga hal di atas.
Menurut Syafaruddin, manajemen mutu terpadu
memfokuskan proses atau sistem pencapaian tujuan
organisasi. Dengan dimulai dari proses perbaikan mutu,
manajemen mutu terpadu diharapkan dapat mengurangi
peluang membuat kesalahan dalam menghasilkan produk,
karena produk yang baik adalah harapan pelanggan. Jadi,
rancangan produk diproses sesuai dengan prosedur dan
teknik untuk mencapai harapan pelanggan. Penggunaan
metode ilmiah dalam menganalisis data diperlukan
sekali untuk menyelesaikan masalah dalam peningkatan
mutu.
Selanjutnya, sebagai falsafah dan alat atau teknik
bagi perbaikan mutu, esensi dari manajemen mutu terpadu
adalah perubahan kultur. Manajemen mutu terpadu
merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan
pimpinan organisasi dan personelnya untuk melakukan
program perbaikan mutu secara berkelanjutan yang
terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.35
Kepemimpinan merupakan kunci bagi penerapan
manajemen mutu terpadu pendidikan yang perlu dibangun
dalam basis yang kuat. Dalam manajemen mutu terpadu,
semua manajer organisasi harus menjadi pemimpin dan
teladan dalam proses mutu. Mereka perlu35Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep,
Strategi dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 29-31.
24
mengkomunikasikan misi dan sumbernya kepada seluruh
unsur SDM dalam organisasi. Untuk mewujudkan perbaikan
mutu berkelanjutan, maka yang diperlukan adalah
pimpinan yang tidak hanya berhasil (success) tetapi juga
efektif (effective). Pimpinan yang efektif dalam
organisasi pendidikan adalah mereka yang memberikan
pengaruhnya dan orang lain bergerak ke arah tujuan
secara sukarela dan senang tanpa merasa terpaksa.
Pengaruh ini berkelanjutan untuk mewujudkan mutu
pendidikan sehingga kinerja sekolah dapat dirasakan
para pelanggan pendidikan dari lulusan yang bermutu.
Kepemimpinan mutu merupakan kepemimpinan efektif yang
berimplikasi terhadap produktivitas sekolah. Kinerja
guru dan pegawai menjadi indikator dari kepemimpinan
efektif tersebut. 36
Muhaimin memberikan tiga syarat pokok yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan. Pertama,
memiliki kompetensi, sebab tanpa kompetensi tidak
mungkin seorang pemimpin dapat membuat prestasi-
prestasi dalam mengemban tugas yang dibebankan
kepadanya. Kedua, memiliki integritas dan ketiga
memiliki visi. Tanpa integritas dan visi ke depan,
pemimpin akan jatuh pada pragmatisme sesaat dan
36Ibid., h. 62.
25
menjadikan organisasi termarginalisasikan dalam
persaingan.37
Pemimpin pendidikan harus mampu membuat keputusan
yang bermutu. Keputusan yang bermutu diraih dari
keterlibatan semua pihak (keputusan partisipatori). Hal
ini dikarenakan adanya sejumlah pemikiran orang yang
dibawa dalam menyelesaikan masalah. Bagaimanapun, bila
orang dilibatkan dalam membuat keputusan, mereka lebih
suka untuk melaksanakan keputusan itu secara efektif.38
Lebih lanjut Syafaruddin menegaskan bahwa
manajemen mutu pendidikan merupakan aplikasi konsep
manajemen mutu pendidikan dengan sifat dasar sekolah
sebagai organisasi jasa kemanusiaan (pembinaan potensi
pelajar) melalui pengembangan pembelajaran berkualitas,
agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan
orangtua, masyarakat, dan pelanggan pendidikan
lainnya.39
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada
mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil,
pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang
bermutu jika tidak melalui proses pendidikan yang
37Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari ParadigmaPengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga StrategiPembelajaran (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 18.
38Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan(Jakarta: Grasindo, 2004), h. 128. Lihat pula Syafaruddin danAsrul, Kepemimpinan Pendidikan Kontemporer (Bandung: Citapustaka Media,2007), h. 69.
39Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 36-60.
26
bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula,
terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak
didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan
yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus
didukung oleh personalia, seperti administrator, guru,
konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional.
Hal tersebut didukung pula oleh sarana prasarana
pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang
memadai.40
Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut
semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan atau
disebut mutu total atau “total quality”. Adalah suatu hal
yang tidak mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat
dicapai hanya dengan satu komponen atau kegiatan yang
bermutu. Kegiatan pendidikan cukup kompleks, satu
kegiatan, komponen, pelaku, serta waktu lainnya.
Faktor-faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu
pendidikan secara sistemik dapat dilihat pada gambar
berikut.41
40Nana Syaodih Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at, Ahman,Pengendalian Mutu Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen (Bandung:Refika Aditama, 2006), h. 6.
41Ibid., h. 7.
Instrumental input:- Kebijakanpendidikan
- Programpendidikan-kurikulum
- Personil: Kepsek,guru, staf, TU
- Sarana,
27
Skema 1. Peta Komponen Pendidikan Sebagai Sistem
Dari gambar di atas diperoleh pemahaman bahwa
pendidikan bermutu dapat dicapai dengan pendekatan
sistem baik dalam pendidikan maupun mutu itu sendiri.
Menurut Field sebagaimana dikutip oleh
Syafaruddin, ada delapan keuntungan yang dicapai dengan
penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan,
yaitu:
a) Memperkuat organisasi pendidikan dan memberikan
peta jalan atau arah bagi perubahan;
Proses pendidikan:- Pengajaran- Pelatihan- Pembimbingan- Evaluasi- Ekstrakurikuler- Pengelolaan
Output (lulusan):-Pengetahuan-Kepribadian-Performansi
Raw Input(Peserta didik):- Intelek- Fisik-kesehatan- Sosial-afektif- Peer group
Environmental input:- Lingkungan sekolah- Lingkungankeluarga
- Masyarakat
28
b) Menolong pengelola untuk bekerja sebagai teman
dalam kelompok kerja;
c) Penanganan program pendidikan dengan pendekatan
holitstik sehingga segala unsur pendidikan
mengalami perubahan cara pengaturan;
d) Meningkatkan partisipasi setiap orang yang
terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan
(pelajar, fakultas, staf, alumni) dan usaha-
usaha masyarakat perguruan;
e) Mengarahkan para orangtua dan pelajar untuk
membuat saran-saran untuk memajukan pendidikan;
f) Mengarahkan pembuatan standar mutu pendidikan;
g) Mengembangkan sikap proaktif terhadap sesuatu
yang mempengaruhi pendidikan; dan
h) Mengendalikan pengaruh segala sesuatu yang
dilaksanakan dan cara mengendalikannya.42
3. Prinsip dan Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Pendidikan
Lahmuddin Lubis menguraikan prinsip-prinsip total
quality management (TQM) sebagai berikut:
a) Mengubah pola pikir dari lembaga pendidikan
sebagai industri manufaktur menjadi industri
layanan (jasa) dan fokus perhatian pada pelanggan;
b) Perbaikan pada proses secara sistematik;42Syafaruddin, et.al. Pendidikan & Pemberdayaan Masyarakat (Medan:
Perdana Publishing, 2012), h.40.
29
c) Pemikiran jangka panjang (strategic planning);
d) Mementingkan pengembangan sumber daya manusia; dan
e) Komitmen pada mutu (peningkatan mutu
berkelanjutan).43
Terkait dengan kendali mutu (quality control),
pendidikan Agama Islam dalam suatu lembaga pendidikan
diarahkan pada penerapan prinsip-prinsip Total Quality
Management. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut.
a) Fokus Kepada Peserta Didik
Dalam konteks pendidikan agama Islam di
lembaga pendidikan berarti bahwa kendali mutu
diarahkan pada usaha perbaikan terhadap kebutuhan
belajar peserta didik. Dengan kata lain fokus pada
peserta didik ini penting dalam rangka memberikan
pelayanan terhadap peserta didik agar mereka dapat
mengikuti proses pendidikan di lembaga pendidikan
dengan sebaik-baiknya.
b) Obsesi Terhadap Kualitas
Penentu akhir kualitas dari hasil
pembelajaran adalah peserta didik. Dengan kualitas
yang ditetapkan, proses pembelajaran harus
terobsesi untuk memenuhi atau melampaui standar
mutu atau kualitas yang diharapkan. Dengan
43Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah PerencanaanStrategi Pendidikan, Januari 2014.
30
demikian semua lembaga pendidikan berkompetisi
untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan
tersebut.44
c) Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah diperlukan dalam penerapan
kendali mutu pendidikan agama Islam di lembaga
pendidikan. Usaha-usaha yang harus dilakukan
terutama dalam mendesain proses pembelajaran
antara lain meliputi: menyusun benchmark45,
memantau prestasi dan melaksanakan perbaikan-
perbaikan.
d) Komitmen Jangka Panjang
Kendali mutu merupakan paradigma baru dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di lembaga
pendidikan. Oleh sebab itu dibutuhkan kultur
lembaga pendidikan yang kondusif untuk
merealisasikannya. Dengan demikian komitmen jangka
panjang penting guna mengadakan perubahan kultur44Tim Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu
Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001), h. 4.Lihat David L.Goetsch dan Stanley B.Davis, Quality Management, h.49-51.
45Benchmark merupakan satu teknik analisis yang secara luasdigunakan untuk mencari suatu proses terbaik dalam menghasilkansuatu layanan atau produk sesuai dengan harapan stakeholder dengancara melihat produk atau layanan lain. Misalnya, sebuahsekolah/madrasah ingin meningkatkan pelaksanaan pendidikan yangada di sekolahnya. Sekolah/madrasah tersebut kemudianmengidentifikasi sekolah/madrasah lain yang melaksanakanpendidikan yang dianggap baik. Lihat Muhaimin, Suti’ah, SugengListyo Prabowo, Manajemen Pendidikan, h. 122.
31
agar implementasi kendali mutu dapat berjalan
dengan baik.
e) Team Work
Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di
lembaga pendidikan harus didukung oleh tim yang
dapat bekerjasama agar tujuan pembelajaran
pendidikan agama dapat berhasil. Elemen-elemen
almamater yang meliputi: kepala madrasah/sekolah,
dewan guru, para peserta didik, satpam, staf
administrasi (TU), dan lain-lain harus terlibat
secara aktif dalam mensukseskan pembinaan
pendidikan agama Islam ini. Sebab dalam tataran
implementasi dan ekspresi keagamaan dibutuhkan
dukungan semua pihak.
Sagala menjelaskan bahwa bekerja secara tim
adalah bagian dari perubahan kultural dalam
transformasi menuju kualitas total. Dengan
perubahan kultural itu, manajemen mutu terpadu
akan merubah fokus yang berpusat pada pemecahan
persoalan menjadi fokus manajemen yang berpusat
pada perbaikan proses.46
f) Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Upaya untuk melakukan perbaikan harus
dilakukan secara terus menerus. Dengan cara
seperti ini akan diperoleh hasil yang secara
46Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, h. 36.
32
bertahap akan mengalami peningkatan kualitas dan
selanjutnya dievaluasi sehingga menimbulkan
kualitas-kualitas baru yang lebih baik.
g) Pendidikan dan Pelatihan
Guru agama Islam sebagai aktor penting dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam harus memenuhi
standar mutu sebagai guru agama Islam yang
profesional. Guru agama Islam yang masih di bawah
standar mutu yang sudah ditetapkan harus diberikan
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) secara khusus
sehingga mencapai kompetensi yang harus dimiliki.
h) Kebebasan yang Terkendali
Dalam standar mutu, peserta didik sebagai
subjek pendidikan harus dilibatkan secara aktif dan
diikutsertakan dalam menentukan arah pembelajaran.
Dengan cara seperti ini maka peserta didik akan
mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang sama
untuk mencapai tujuan yang diingiinkan. Hanya saja
keran kebebasan yang dibuka masih dalam bingkai
kendali tenaga pendidik.
i) Kesatuan Tujuan
Agar kendali mutu dapat diterapkan dengan baik,
lembaga pendidikan harus mempunyai kesatuan tujuan.
Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan untuk
mencapai tujuan yang sama.47 47Tim Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu
Pendidikan Agama Islam, h. 5.
33
Komponen-komponen utama pendekatan untuk menerapkan
mutu adalah mengembangkan sistem penilaian yang
memungkinkan setiap profesional pendidikan untuk
mendokumentasikan dan mengukur nilai tambah dari prakarsa
mutunya. Selain itu, hal yang didasari dari mutu terpadu
adalah adanya kenyataan bahwa setiap orang yang terlibat
dalam proses pendidikan memiliki kemiripan keyakinan dan
nilai-nilai.48
Selanjutnya, Arcaro menyatakan bahwa sekolah bermutu
didasari atas keyakinan dan nilai-nilai. Arcaro
menggambarkan sekolah bermutu sebagai sebuah rumah yang
memiliki beberapa pilar, sebagaimana pada gambar di bawah
ini.49
48Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, h. 36. 49Ibid.
Sekolah Bermutu Total
Perbaikan
Berkelanjutan
Komitmen
Pengukuran
Keterlibatan Total
Fokus Pada
Pelanggan
34
Skema 2. Model Sekolah Bermutu Terpadu
4. Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan
Lahmuddin Lubis menjelaskan bahwa terkait dengan
usaha pembangunan dan peningkatan mutu pendidikan,
terdapat empat perspektif dalam pembangunan sektor
pendidikan. Pertama, perspektif pemerataan pendidikan
(equality of educational opportunity). Perspektif ini muncul
pada awal tahun 1960-an dengan memandang pendidikan
sebagai sarana untuk meningkatkan pemerataan
kesejahteraan masyarakat; dengan catatan bahwa
kesempatan pendidikan yang semakin merata merupakan
faktor yang dapat mewujudkan kesejahteraan yang semakin
merata pula. Kedua, perspektif pendidikan dan pencapaian
kedudukan seseorang (education and status attainment).
Perspektif ini mulai muncul pada akhir tahun 1960-an
dan telah melakukan kajian pendidikan dalam kaitannya
KeyakinandanNilai-nilai
35
dengan peningkatan status dan kedudukan seseorang dalam
masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam perspektif
ini adalah pendidikan dan ketenagakerjaan (manpower
requirement approach) yang mengarahkan analisisnya pada
keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan tenaga
kerja terdidik dalam berbagai sektor ekonomi.50
Ketiga, perspektif human capital. Perspektif ini
lebih menekankan pada fungsi pendidikan dalam memacu
pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan
penguasaan keterampilan, keahlian, profesi, dan
penguasaan keilmuan yang dapat menjadikan para pekerja
menjadi lebih produktif. Salah satu model kajian dalam
perspektif ini di antaranya adalah analisis tingkat
balikan terhadap pendidikan (rate of return to education) yang
mengarahkan perhatian pada produktivitas tenaga kerja
serta pertumbuhan ekonomi.
Keempat, perspektif pendidikan dan pengembangan
sumberdaya manusia (education and human resources
development). Perspektif ini muncul sejak mencuatnya isu
pertumbuhan ekonomi yang cepat (economic miracle) di
sejumlah negara wilayah Asia Timur sebagai akibat dari
tumbuhnya ekonomi industri dan profesionalisasi. Dalam
kaitan ini, pemikiran mengenai kualitas sumberdaya
manusia dalam kaitannya dengan produktivitas industri
dalam konteks persaingan dunia telah berkembang sejak50Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah Perencanaan
Strategi Pendidikan, Januari 2014.
36
disepakatinya WTO (world trade organization) dan mencuatnya
isu persaingan global dan pasar bebas baik dalam
lingkup regional maupun internasional.
Perspektif ini tidak hanya memandang pendidikan
berpengaruh terhadap pemerataan kesempatan belajar,
status pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi, melainkan
juga telah mencoba membalikkan logika. Menurut
perspektif ini pendidikan berperan dalam menghasilkan
sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang
kreatif, mandiri, mampu belajar terus menerus, serta
inovatif, sehingga dapat menjadi pelaku utama
pembangunan serta dapat menciptakan kesempatan kerja di
berbagai sektor pembangunan, dalam rangka memacu
pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth).51
Usaha untuk mengoptimalkan peran lembaga
pendidikan dilakukan dengan reorientasi penyelenggaraan
pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah/madrasah
(MBS/MBM). Manajemen ini merupakan suatu sistem
pengelolaan sumberdaya sekolah/madrasah secara serasi,
mandiri, dan melibatkan stakeholder yang terkait dengan
sekolah/madrasah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu
sekolah/madrasah atau mencapai tujuan mutu
sekolah/madrasah dalam pendidikan nasional.52
51Ibid. 52Fachruddin, “Manajemen Pemberdayaan dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan Islam,” dalam Mardianto (ed.), Administrasi Pendidikan, h.40.
37
Dari empat perspektif di atas, pemakalah
menyimpulkan bahwa filosofis dan konsep manajemen mutu
terpadu (total quality management) merupakan implikasi dari
perspektif pendidikan dan pengembangan sumberdaya
manusia. Oleh karena itu, relasi mutu, pendidikan, dan
pengembangan sumberdaya manusia di era saat ini menjadi
suatu keniscayaan.
Lebih lanjut, manajemen mutu penyelenggaraan
pendidikan di sekolah menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
pasal 51 ayat (1) menyatakan pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis
Sekolah/Madrasah. Penegasan UUSPN ini diperkuat oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 49 ayat
(1) menyatakan pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.53
Wujud dari amanat undang-undang dan peraturan
pemerintah di atas adalah dengan ditetapkannya rencana
strategis pendidikan Indonesia dengan mengacu kepada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN53Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
38
[2010-2014])) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN [2005-2025]). Dalam rentang tahun 2005-
2009 dikenal nomenklatur tiga pilar pendidikan, yaitu:
1) pemertaan dan perluasan akses pendidikan, 2)
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran
pendidikan, dan 3) penguatan tata kelola,
akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.
Selanjutnya, dalam tahun 2010-2014 dikenal nomenklatur
empat pilar pendidikan, yaitu: 1) ketersediaan
(availability), 2) keterjangkauan (affordability), 3) kualitas
pendidikan (quality), dan 4) penjaminan mutu pendidikan
(assurance).
Rencana strategis Kementerian Pendidikan Nasional
diatur dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2010. Mengacu
kapada Rencana Pembangunan Pendidikan Jangka Panjang
2005-2025, Kementerian Pendidikan Nasional membagi ke
dalam empat periode Rencana Pembangunan Pendidikan
Jangka Menengah. Pada tahun 2005-2009 fokus utamanya
adalah peningkatan kapasitas dan modernisasi.
Selanjutnya pada tahun 2010-2015 fokus utamanya adalah
penguatan pelayanan. Kemudian pada tahun 2015-2020
fokus utamanya adalah penguatan daya saing regional.
Pada tahun 2020-2025 fokus utamanya adalah penguatan
daya saing internasional.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS) merupakan model desentralisasi dalam bidang
39
pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar dan
menengah yang diyakini sebagai model yang akan
mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam
konteks penyelenggaraan persekolahan saat ini,
konsep MPMBS dijadikan sebagai suatu kebijakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Secara skematis MPMBS
dapat digambarkan sebagai berikut.
Jika MPMBS
berhasil
Skema 3.Skema Berpikir Kebijakan MPMBS di Indonesia54
Apabila ditelusuri secara historis, MPMBS ini
berasal dari pengembangan konsep sekolah efektif
(effective school) yang intinya adalah melakukan perbaikan
proses pendidikan. Orientasi manajemen dalam MPMBS
dapat ditelusuri dari indikator: 1) lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, 2) sekolah memiliki misi dan
target mutu yang ingin dicapai, 3) sekolah memiliki
54Ridwan Idris, “Pendekatan Pendidikan Berbasis Mutu,” dalamLentera Pendidikan, vol. XII, h. 107.
Otonomi PengelolaanPendidikan
Pendidikan BerbasisMasyarakat
Manajemen BerbasisSekolah
Manajemen PeningkatanMutu Sekolah
40
kepemimpinan yang kuat, 4) adanya harapan yang tinggi
dari personel sekolah untuk berprestasi, 5) adanya
pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai
tuntutan IPTEK, 6) adanya pelaksanaan administrasi yang
terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan
administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk perbaikan
mutu, dan 7) adanya komunikasi dan dukungan intensif
dari orangtua peserta didik/masyarakat.55
Sekolah dapat menjadi efektif dan sekaligus
menjadi efisien. Sekolah efektif karena pencapaian
hasil yang baik, sedangkan sekolah yang efisien adalah
karena penggunaan sumberdaya yang hemat. Sekolah yang
unggul adalah sekolah yang efektif dan efisien dengan
menjanjikan lulusan yang terbaik, keunggulannya secara
kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif
dimiliki oleh lulusan sejenis dalam jurusan yang sama.
Sedangkan keunggulan komparatif merupakan keunggulan
lulusan berbeda dari satu sekolah dengan sekolah
lain.56
Kerangka kerja MPMBS meliputi: 1) sumber daya, 2)
pertanggungjawaban, 3) kurikulum, dan 4) personel
sekolah. Pertama, terkait dengan sumber daya, sekolah
harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Kedua,55Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1: Konsep
dan Pelaksanaan (Jakarta: Dirjen Dikdasmen Departemen PendidikanNasional, 2001), h. 11-24.
56Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 95.
41
sekolah dituntut memiliki akuntabilitas yang baik kepada
masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan
dan harapan/tuntutan orangtua/masyarakat.
Selanjutnya ketiga, berdasarkan kurikulum standar
yang telah ditentukan secara nasional, sekolah
bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik
dari standar materi dan proses penyampaiannya. Keempat,
sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen dan pembinaan struktural staf sekolah.
Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka
pembangunan kapasitas kepala sekolah dan pembinaan
keterampilan guru termasuk staf kependidikan lainnya
dilakukan secara terus menerus atas inisiatif
sekolah.57
Dalam konteks aplikasi manajemen peningkatan mutu
pada lembaga pendidikan, ada beberapa langkah sebagai
berikut. Pertama, membentuk tim pengembang institusi.
Kedua, menyiapkan rencana strategis atau rencana
pengembangan peningkatan mutu jangka panjang. Ketiga,
melaksanakan manajemen pelatihan peningkatan mutu untuk
mengubah cara pandang dan budaya mutu. Keempat,
menyiapkan instrument/perangkat/teknik pencapaian
mutu.58
57Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, h. 24.58Goetsch dan Davis, Quality Management, h. 61.
42
Paling tidak ada dua pendekatan tradisional
terhadap jaminan mutu lembaga pendidikan, yaitu:
akreditasi, dan jaminan kualitas keluaran. Akreditasi
fokus terhadap input lembaga seperti prestasi peserta
didik, fasilitas, dan sumberdaya fisik (seperti
perpustakaan). Asumsi dasar pendekatan ini adalah jika
kualitas masukan tinggi, hasil kualitas keluaran juga
akan tinggi. Pendekatan ini menuntu penyediaan data
terhadap sistem kelembagaan, jika sedikit maka sukar
meramalkan apa yang terjadi. Ketidakpuasan atas fokus
masukan mengarah kepada munculnya gerakan penilaian
hasil yang menekankan pentingnya evaluasi, hasil
pendidikan, seperti prestasi peserta didik, pendidikan
lanjutan, dan peluang pekerjaan. Hal tersebut
digambarkan dalam skema di bawah ini.59
Skema 4.Peningkatan Mutu Berkelanjutan
59Syafaruddin et.al, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h.45.
Peningkatan MutuBerkelanjutan
Keluaran:
- Prestasi akademik- Peserta didik- Kelulusan/
kegagalan- Kinerja pegawai- Pendidikan
ProsesTransformasi:
- Rancangan input- Program- Metode- Pangkalan data- Analisis umpan
Masukan:
- Karakteristikpeserta didik
- Karakteristiklembaga
- Sumberdayafinansial
43
Dalam operasionalnya, manajemen mutu terpadu
melaksanakan langkah-langkah berikut.
a) Improvisasi Berkelanjutan (continuous improvement)
Improvisasi berkelanjutan mengandung arti bahwa
pihak manajemen senantiasa melakukan berbagai
improvisasi – perbaikan dan peningkatan – secara terus
menerus untuk menjamin semua komponen produksi atau
komponen penyelenggaraan pendidikan telah mendukung
standar kualitas yang ditetapkan. Improvisasi ini juga
berarti bahwa sekolah/madrasah senantiasa memperbarui
proses berdasarkan perubahan kebutuhan dan tuntutan
dari pelanggan – atau dalam hal ini adalah pengguna
lulusan sekolah/madrasah.
Jika tuntutan dan kebutuhan pelangga berubah,
pihak manajemen madrasah akan dengan sendirinya merubah
tujuan atau standar kualitas lulusan, termasuk juga
memperbarui seluruh komponen produksi atau komponen
transformasi pendidikan madrasah. Di sini pihak
manajemen menetapkan strategi umum dan fundamental,
sementara staf dan guru diberi keleluasaan untuk
merancang cara-cara mencapai standar kualitas yang
telah digariskan. Pendelegasian tugas, tanggung jawab,
dan wewenang oleh pimpinan puncak sangat diperlukan;
demikian pula unsur trust dari pimpinan kepada bawahan
akan sangat membantu.60
60Hady, Manajemen Madrasah, h. 15.
44
Para manajer yang berhasil membawa organisasinya
mencapai efektivitas kebanyakan telah menerapkan konsep
perbaikan mutu ke dalam konsep produk dan kepuasan
pelanggan, serta lebih melibatkan semua kekuatan kerja,
rancangan produk terbaik, pendekatan lebih kreatif
dalam memecahkan masalah organisasi. Pada banyak
organisasi atau lembaga pendidikan saat ini, masalah
mutu adalah puncak dari segalanya dalam pencapaian
kinerja jangka pendek, menengah, dan jangka panjang
karena berkenaan dengan kelangsungan hidup dan
keunggulan organisasi atau lembaga pendidikan.61
b) Menentukan Standar-standar Kualitas
Pihak manajemen madrasah yang menerapkan strategi
pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah dan
mengembangkan manajemen mutu terpadu haruslah dapat
menetapkan standar-standar kualitas dari semua komponen
yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi
lulusan madrasah. Standar kualitas pendidikan atau
pembelajaran madrasah misalnya berupa pemilikan atau
akuisisi kemampuan dasar (basic competencies) pada masing-
masing bidang pembelajaran, dan sesuai dengan jenjang
pendidikan yang ditempuh. Selain itu pihak manajemen
61Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan, h. 47.
45
juga harus menentukan standar kualitas materi kurikulum
yang akan dijadikan sebagai alat untuk mencapai standar
kemampuan dasar. Dalam konteks sekolah/madrasah, materi
esensial haruslah mengandung sekurang-kurangnya tiga
prinsip utama, yaitu: 1) berintikan sistem nilai Islam,
2) berbasis luas, dan 3) berbasis kompetensi dasar.62
c) Perubahan Kultur
Manajemen mutu terpadu bertujuan pula membentuk
kultur organisasi yang menghargai kualitas dan
menjadikan kualitas sebagai orientasi semua komponen
organisasional. Jika manajemen ini diterapkan di
sekolah/madrasah, pihak pimpinan harus berusaha
membangun kesadaran para anggota sekolah/madrasah mulai
dari pimpinan sendiri, staf, guru, peserta didik, dan
berbagai unsur terkait, seperti yayasan, orangtua, dan
para pengguna lulusan sekolah/madrasah akan pentingnya
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Perubahan kultur ke arah kultur kualitas dilakukan
dengan menempuh cara-cara: perumusan keyakinan bersama,
intervensi nilai-nilai keagamaan, yang dilanjutkan
dengan perumusan visi dan misi organisasi
sekolah/madrasah.63
Sebagian kepala sekolah/madrasah secara aktif
menangani perubahan, sebagai inisiator dan fasilitator
peningkatan mutu berkelanjutan di sekolah/madrasah62Hady Manajemen Madrasah, h. 16. 63Ibid., h. 18.
46
mereka. Kepala sekolah/madrasah berada dalam posisi
tengah antara guru dan gagasan orang-orang dari luar.
Dengan demikian, peran kepala sekolah/madrasah sebagai
penentu arah, agen perubahan, dan pelatih sumberdaya
guru dan pegawai perlu dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya.64
Budaya sekolah harus diubah oleh kepala
sekolah/madrasah bersama dengan guru, orangtua, dan
dewan sekolah. Perubahan adalah aksioma dalam kehidupan
suatu organisasi. Suatu organisasi dituntut untuk mampu
merespon perubahan secara kreatif dan proaktif. Dengan
begitu, organisasi tersebut akan memiliki keseimbangan
secara baik antara kemungkinan stabilitas dan stagnansi
atau kemajuan (progress). Sikap antisipatif, kreatif,
inovatif, dan proaktif perlu dimiliki oleh manajer dan
personel organisasi pendidikan. Sikap itu pada
hakikatnya merupakan tindakan merencanakan dan
mengarahkan perubahan sesuai visi untuk masa depan yang
lebih baik.65
d) Perubahan Organisasi
Jika visi dan misi serta tujuan organisasi sudah
berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat
dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan
organisasi ini bukan berarti perubahan wadah
64Syafaruddin, “Kebijakan Peningkatan Mutu Sekolah,” dalamMardianto (ed.), Administrasi Pendidikan, h. 154.
65Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 23.
47
organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi
yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dan
kepengawasan dalam organisasi. Perubahan itu menyangkut
perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab.66
e) Mempertahankan Hubungan dengan Pelanggan
Karena organisasi madrasah menghendaki kepuasan
pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan baik
dengan pelanggan menjadi sangat penting. Dan inilah
yang dikembangkan dalam unit public relation. Berbagai
informasi antara organisasi madrasah dan pelanggan
harus terus menerus dipertukarkan, agar
sekolah/madrasah senantiasa dapat melakukan perubahan
atau improvisasi yang diperlukan, terutama berdasarkan
perubahan sifat dan pola tuntutan serta kebutuhan
pelanggan. Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa
dalam manajemen berbasis sekolah/madrasah, guru dan
staf justru dipandang sebagai pelanggan dalam (internal
costumers), sedangkan peserta didik – termasuk orangtua
peserta didik dan masyarakat umum termasuk pelanggan
eksternal. Maka, baik pelanggan internal dan pelanggan
eksternal harus dapat terpuaskan melalui intervensi
kreatif pimpinan sekolah/madrasah.67 Sedangkan
kepuasan mengindikasikan dukungan, keterlibatan,
66Hady Manajemen Madrasah, h. 19. 67Ibid., h. 20.
48
partisipasi, respons, dan pelaksanaan pokok-pokok dan
fungsi secara formal dan maksimal.68
Karakteristik lembaga pendidikan yang memiliki
kesungguhan dalam komitmen mutu dicirikan sebagai
berikut. Pertama, adanya komitmen kepada kebutuhan
peningkatan mutu berkelanjutan. Kedua, mengidentifikasi
siapa saja yang mereka layani dan apakah potensi serta
kebutuhan yang dilayani terhadap peserta didik. Ketiga,
memasukkan kebutuhan pelanggan terhadap pernyataan
misi universitas. Keempat, mengidentifikasi nilai
fundamental yang akan mengarahkan tindakan. Kelima,
mengembangkan visi berkaitan apa yang diinginkan
lembaga pendidikan pada masa depan. Keenam, memiliki
kepemimpinan yang kuat yang mengkomunikasikan visi,
tujuan, nilai, dan misi lembaga berkelanjutan kepada
manajemen lembaga pendidikan dan stakeholder.69
Ketujuh, mengidentifikasi proses penting dalam
bidang pengajaran, penelitian, dan pelayanan.
Kedelapan, mengutamakan pelaksanaan aktivitas dengan
misi dan nilai. Kesembilan, memberikan peluang
pendidikan lanjutan bagi semua pegawai, baik kelompok
yang mengerjakan proses harian maupun dalam pekerjaan
yang berkaitan dengan keterampilan. Kesepuluh,
menggunakan tim fungsional untuk meningkatkan proses
dan ketergantungan atas pemeriksaan pencapaian68Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan, h. 48. 69Syafaruddin et.al, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 50.
49
kualitas. Kesebelas, mendorong pembuatan keputusan pada
level rendah yang sesuai, menciptakan suatu sikap
saling ketergantungan dan kerpercayaan keseluruhan
institusi. Kedua belas, membuat keputusan atas dasar
alokasi sumberdaya sesuai data. Ketiga belas, memandang
masalah sebagai pembelajaran organisasi.70 Dan keempat
belas, mengakui dan menghargai semua orang yang
menekuni dan merasakan bekerja untuk meningkatkan
kualitas.71 Keempat belas proses tersebut merupakan
langkah, proses, pemikiran, dan cara menyikapi
pentingnya komitmen kualitas pada setiap lembaga
pendidikan.
5. Hambatan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Pendidikan
Saleh mengidentifikasi tiga faktor penyebab mutu
pendidikan Indonesia tidak mengalami peningkatan mutu
secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan tidak menggunakan pendekatan education
70Pembelajaran Organisasi (learning organization) merupakansebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruhanggotanya dan secara terus menerus untuk mentransformasikan diri.Ciri-ciri pembelajaran organisasi adalah: 1) mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajardan mengembangkan potensi penuh mereka, 2) memperluas budayabelajar sampai pada stakeholder, 3) menjadikan strategipengembangan sumberdaya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis,dan 4) berada dalam proses transformasi organisasi secara terusmenerus. Lihat Muhaimin, Suti’ah, Sugeng Listyo Prabowo, ManajemenPendidikan, h. 88.
71Syafaruddin et.al., Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 51
50
production function atau analisis input-output tidak
dilaksanakan secara konsekuen. Kedua, penyelenggaran
pendidikan dilaksanakan secara birokratis-sentralistik.
Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orangtua siswa
dalam penyelenggaraan pendidikan lebih bersifat
dukungan dana, bukan pada proses pendidikan
(pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan
akuntabilitasnya).72
Tjiptono dan Diana sebagaimana dikutip oleh Usman
menguraikan masalah-masalah yang menjadi hambatan
penerapan manajemen mutu terpadu pendidikan. Masalah-
masalah tersebut yaitu: 1) usaha yang dilakukan
setengah hati, 2) delegasi dan kepemimpinan yang tidak
baik dari manajemen senior, 3) tim mania, 4) pendekatan
yang terbatas (sempit) dan dogmatis, 5) harapan yang
terlalu berlebihan (tidak realistis), dan 6)
pemberdayaan karyawan yang bersifat prematur. Masalah
lain yang dikemukakan adalah pihak manajemen ingin
seketika sukses dengan manajemen mutu terpadu
pendidikan; dan hanya dengan belajar dan berlatih
singkat dianggap pasti akan berhasil menerapkan
manajemen mutu terpadu pendidikan. Selain itu, adanya
rasa cemas dengan ketidakpastian menerapkan sesuatu
72Abd. Rachman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 243-244.
51
yang baru merupakan hambatan lain penerapan manajemen
mutu terpadu pendidikan.73
Hambatan lain yang dihadapi oleh organisasi atau
lembaga pendidikan dalam penerapan manajemen mutu
terpadu antara lain adalah penciptaan lingkungan yang
mendukung usaha perbaikan dan berorientasi pada mutu
masih kurang, pemahaman terhadap rencana strategis dan
dialogis masih kurang, pemberdayaan sumberdaya manusia
masih kurang, komitmen dan partisipasi karyawan program
pebaikan mutu masih kurang, dan sistem informasi
manajemen pendukung pelaksanaan program peningkatan
mutu kurang mendapat perhatian.74
Makbuloh mengidentifikasi beberapa hambatan
penerapan manajemen mutu terpadu pendidikan. Menurut
Makbuloh hambatan-hambatan yang dimaksud adalah
pertama, tujuan pendidikan termasuk sesuatu yang sukar
diukur tingkat ketercapaiannya pada saat siswa selesai
proses belajar mengajarnya di sekolah/madrasah. Tujuan
pendidikan bersifat jangka panjang yaitu menyiapkan
manusia yang baik. Manusia yang baik kadangkala tidak
langsung dirasakan sebagai bukti tercapainya tujuan
pendidikan tersebut, melainkan setalah mengalami proses
panjang dalam rentang kehidupan manusia tersebut.75
73Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.589.
74Achmad Supriyanto, “Implementasi Total Quality Management DalamSistem Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan” dalamCakrawala Pendidikan, vol. XXX, h.18-23.
75Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam, h. 43.
52
Kedua, kepala sekolah/madrasah dan guru memiliki
profesi yang sama yaitu latar belakang guru. Sistem
koordinasi antara kepala sekolah dan guru. Sistem
koordinasi antara kepala sekolah dan guru terkadang
menjadi saling bergesekan tidak sebagai atasan dan
bawahan sebagaimana dalam perusahaan. Ketiga, manajemen
sekolah/madrasah menghadapi masalah fragmentatif,
sehingga pengambilan keputusan sekolah/madrasah banyak
dipengaruhi oleh faktor tuntutan dari pihak luar,
seperti wali siswa, pemerintah, dan lapangan kerja.
Unsur-unsur tersebut berada di luar dan sangat beragam
kepentingan, tidak dalam jajaran manajemen
sekolah/madrasah, sehingga tarik menarik kepentingan
sukar dihindarkan.
Keempat, kepala sekolah/madrasah memiliki tugas
mengajar yang sering menjadi sibuk, sehingga kurang
memiliki waktu untuk melaksanakan manajemen mutu
sekolah. Tugas rangkap sering kali menyebabkan tidak
optimalnya tugas tersebut, karena tugas satu dengan
yang lainnya tidak dapat dibatasi secara jelas. Menjadi
guru harus profesional, demikian juga menjadi kepada
sekolah/madrasah harus profesional. Profesional dalam
dua bidang secara bersamaan sering kali menjadi
kendala. Kelima, peserta didik di satu pihak sebagai
pelanggan yang harus diberikan pelayanan pendidikan dan
pembelajaran yang terbaik, namun di sisi lainnya
53
sebagai manusia dapat menentukan sendiri pilihan
terbaiknya. Pembentukan manusia tidak sama dengan
pembentukan barang yang mudah direkayasa menjadi
bentuk-bentuk baru.76
Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
bidang pendidikan di atas menjadi fenomena yang melekat
dengan lembaga pendidikan. Kesulitan mewujudkan
manajemen mutu dalam lembaga pendidikan yaitu pelanggan
pendidikan ikut memerankan peran penting dalam mutu
belajarnya. Pelanggan pendidikan memiliki fungsi yang
unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka terima
dari dunia pendidikan.
Diperlukan strategi untuk mengatasi hambatan-
hambatan penerapan manajemen mutu terpadu pendidikan.
Strategi-strategi yang dimaksud meliputi pendidikan dan
komunikasi, partisipasi, fasilitas dan dukungan,
negosiasi, manipulasi dan kooptasi, dan pemaksaan.
Pelibatan anggota merupakan strategi yang selalu
digunakan untuk mengatasi hambatan dalam kegiatan
penjaminan mutu.77 Untuk mewujudkan perubahan
organisasi dalam manajemen mutu terpadu pendidikan
sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang
berorientasi pada pencapaian mutu lulusan dan pelayanan
pelanggan yang baik. Karakter kepemimpinan untuk76Ibid., h. 44. 77Achmad Supriyanto, “Implementasi Total Quality Management Dalam
Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan” dalamCakrawala Pendidikan, vol. XXX, h.18-23.
54
mewujudkan mutu tersebut disebut dengan kepemimpinan
efektif-partisipatif.78
C. Simpulan
Total Quality Management atau Manajemen mutu terpadu
merupakan sebuah model yang pragmatis yang berfokus
pada layanan pelanggan. Manajemen mutu terpadu dalam
pendidikan dikembangkan guna mencapai keluaran (output)
bahkan outcome yang memuaskan pelanggan pendidikan.
Prinsip-prinsip kunci dalam manajemen mutu terpadu
pendidikan adalah kepemimpinan, metode dan perangkat
ilmiah, pemecahan masalah melalui kerjasama tim, iklim
organisasi, dan pendidikan serta latihan.
Pendekatan yang digunakan dalam mutu terpadu
pendidikan adalah pendekatan sistem. Hal ini bermakna
bahwa pada input, proses, output hingga outcome pendidikan
di dalamnya terdapat sistem mutu terpadu. Secara
filosofis hal ini tertuang dalam triologi Juran tentang
mutu.
Sebagai sebuah model yang diadaptasi dari sistem
industri, penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan
penyesuaian dengan konteks pendidikan. Penerapan
manajemen mutu terpadu pendidikan diwujudkan dalam
manajemen strategis, perencanaan strategis, dan
pengambilan keputusan strategis di suatu lembaga
pendidikan. 78Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 50.
55
DAFTAR BACAAN
Arcaro, Jerome S. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsipPerumusan dan Tata Langkah Penerapan. Terj. Yosal Iriantara.Cet. II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi.Edisi. IV. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia. 1993
Arifin, Zainal. Pengembangan Manajemen Mutu KurikulumPendidikan Islam. Yogyakarta: Diva Press, 2012.
Bafadhal, Ibrahim. Manajemen Peningkatan Mutu SekolahDasar: Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: BumiAksara, 2003.
Bush, Tony dan Coleman, Marine. Manajemen MutuKepemimpinan Pendidikan: Panduan Lengkap Kurikulum DuniaPendidikan Modern. terj.Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD,2012.
Fachruddin. “Manajemen Pemberdayaan DalamPeningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia,” dalamMardianto (ed.), Administrasi Pendidikan: Menata Pendidikan Untuk
56
Kependidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis,2010.
Goetsch, David L. dan Davis, Stanley B. QualityManagement: Introduction to Total Quality Management for Production,Processing, and Services. New Jersey: Prentice-Hall, 2000.
Goetsch, David L. dan Davis, Stanley B. QualityManagement for Organizational Excellence: Introduction to TotalQuality. New Jersey: Pearson, 2013.
Hadijaya, Yusuf. Menyusun Strategi Berbuah Kinerja PendidikEfektif. Medan: Perdana Publishing, 2013.
Hady, Samsul. Manajemen Madrasah. Jakarta: DirjenKelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2001.
Hasibuan, Malayu SP. Manajemen Sumber Daya Manusia.Cet. 7. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Hesselbein, Frances, Goldsmith, Marshall, danBeckhard, Richard (eds.) The Organization of The Future. terj.Achmad Kemal. Cet. 2. Jakarta: Elex Media Komputindo,2001.
Ibrahim, Sulaiman. “Menata Pendidikan Islam diIndonesia: Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yangMemberdayakan,” dalam Studia Islamica, vol. VIII, 2011.
Idrus, Ali. Manajemen Pendidikan Global: Visi, Aksi, danAdaptasi. Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Ilyasin, Mukhammad dan Nurhayati, Nanik. ManajemenPendidikan Islam. Yogyakarta: Aditya Media Publishing,2012.
Isjoni. Menuju Masyarakat Belajar: Pendidikan dalam ArusPerubahan. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Koswara, Deni dan Cepi Triatna, “ManajemenPeningkatan Mutu Pendidikan,” dalam Tim Dosen
57
Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan.Bandung: Alfabeta, 2008.
Makbuloh, Deden. Manajemen Mutu Pendidikan Islam: ModelPengembangan Teori dan Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011.
Moh. Yamin. Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan:Panduan Lengkap Tata Kelola Kurikulum Efektif. Yogyakarta: DivaPress, 2012.
Muhaimin. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari ParadigmaPengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga StrategiPembelajaran. Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Nasution, Muhammad Nur. Manajemen Mutu Terpadu.Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta:Erlangga, 2007.
Rafiah, Machfirah. “Pelaksanaan ManajemenPeningkatan Mutu Kinerja Guru di MAN 1 Medan,” dalamRaudhah, vol. I, 2013.
Rangkuti, Ahmad Abrar. “Penerapan ManajemenKurikulum Kelas Unggulan di Madrasah Aliyah Negeri 1Medan”. Tesis: IAIN Sumatera Utara, 2012.
Rozikun, Ahmad dan Namaduddin. Strategi PerencanaanManajemen Berbasis Madrasah (MBM) di Tingkat Menengah. cet.2. Jakarta: Listafariska Putra, 2008.
Sagala, Syaiful. Manajemen Berbasis Sekolah danMasyarakat: Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta:Nimas Multima, 2006.
Saleh, Abd. Rachman. Madrasah dan Pendidikan AnakBangsa. Jakarta: Rajawali Press, 2004.
58
Sallis, Edward. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan: PeranStrategis Pendidikan di Era Globalisasi Modern. terj. Ahmad AliRiyadi dan Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD, 2010.
Salusu, J. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk OrganisasiPublik dan Organisasi Nonprofit. cet. 4. Jakarta: Grasindo,2002.
Sidi, Indra Djati. Menuju Masyarakat Belajar: MenggagasParadigma Baru Pendidikan. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Ayi Novi Jami’at, danAhman, Pengendalian Mutu Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, danInstrumen. Bandung: Refika Aditama, 2006.
Supriyanto, Achmad. “Implementasi Total QualityManagement dalam Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran diInstitusi Pendidikan,” dalam Cakrawala Pendidikan, vol.XXX, 2011.
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan KeputusanPendidikan. Jakarta: Grasindo, 2004.
Syafaruddin dan Asrul. Kepemimpinan PendidikanKontemporer. Bandung: Citapustaka Media, 2007.
Syafaruddin dan Nurmawati. Pengelolaan Pendidikan:Mengembangkan Keterampilan Manajemen Pendidikan Menuju SekolahEfektif. Medan: Perdana Publishing, 2011.
Syafaruddin, “Kebijakan Peningkatan Mutu Sekolah,”dalam Mardianto (ed.), Administrasi Pendidikan: MenataPendidikan Untuk Kependidikan Islam. Bandung: CitapustakaMedia Perintis, 2010.
Syafaruddin. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan:Konsep, Strategi dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo, 2002.
59
Tim Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: DepartemenAgama RI, 2001.
Usman, Husaini. Manajemen: Teori, Praktik, dan RisetPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Umaedi. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku1: Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta: Dirjen DikdasmenDepartemen Pendidikan Nasional, 2001.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional.