101
"SEWA-MENYEWA DALAM KUHPERDATA PASAL I57 6 DAN HUKUM ISLAM' (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2439lKIPdtl2002) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarj ana Syariah(S. Sy) Oleh: Zuni Fatihah r09043100011 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436rr/2015M ; ;tn utn

; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

"SEWA-MENYEWA DALAM KUHPERDATA PASAL I57 6DAN HUKUM ISLAM'

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2439lKIPdtl2002)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan HukumUntuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarj ana Syariah(S. Sy)

Oleh:

Zuni Fatihahr09043100011

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUMKONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1436rr/2015M

; ;tnutn

Page 2: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

SEWA-MEI{YEWA DALAM KUHperdata pASAL ts76DAN HUKUM ISLAM

( studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2439 wrdtr2002)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakurtas syari'ah Dan Hukurn Unfuk Memenuhi syarat-syaratMendapatkan Gelar Sarjana Syari,atr (S,Sy) ' J --

Oleh

Zuni FatihahNIIVI: 10904310001I

Di bavrah Bimbingan

Dosen Pembimbing

KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQIHPROGRAM STTIDI PERBANDINGAN IVIADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI,AH DAN HUKUMUNIVBRSITAS ISLAM NEGBRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1436 H/201s M

196912161996031001

Page 3: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul SEWA-MENYEWA DALAM KUHPERDATA PASAL 1576 DAN

HUKUM ISLAM (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 24391K/Pdtl2002) telah

diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada I April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S,Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum

Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqh.

Jakafta, 1 April2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

l. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Penguji I

Dr. Khamami Zada. MA

NrP. 1 9750 102200312 1001

Hj. Siti Hanna. S. Ag. Lc. MA

NIP. 197402162008012013

Dr. Asep Saepudin Jahar. MA

NrP. 1969 1 2161996031001

Dra. Afidah Wah)'uni. M.Ag

NrP. I 96804081997032002

Nahrowi. SH. MH

NrP. 19730215199903t002

tl+.....)

5. Penguji II

Page 4: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa;

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 April 2015 M

Peneliti

Page 5: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

i

ABSTRAK

Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Islam (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2439/K/Pdt/2002). Konsentrasi

Perbandingan Fiqih Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sewa-menyewa merupakan salah satu bagian terpenting dari kebutuhan ekonomi dan

sosial manusia karena dapat menunjang taraf kehidupan. Namun kadangkala transaksi sewa-

menyewa menimbulkan persengketaan apabila tidak dilakukan secara transparansi oleh kedua

belah pihak, sebagaimana yang terjadi dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor

2439/K/Pdt/2002 yang mana pihak penyewa merasa dirugikan dengan adanya surat eksekusi

pengosongan dari Pengadilan Negeri Bogor atas persengketaan tanah yang terjadi antara pihak

yang menyewakan dan pihak ketiga, sedangkan pihak penyewa tidak diikutsertakan dalam

persengketaan tersebut.

Pada penelitian ini, rumusan masalah yang diteliti adalah konsep sewa-menyewa dalam

KUHPerdata dan Hukum Islam serta landasan Hukum yang melatarbelakangi putusnya sewa-

menyewa dalam KUHPerdata dan Hukum Islam. Adapun metode penelitian yang dipakai adalah

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis-komparatif dengan menggunakan studi

pustaka sebagai acuanya serta putusan Mahkamah Agung Nomor 2439/K/Pdt/2002.

Dari penelitian ini diketahui bahwa sewa-menyewa dalam KUHPerdata lebih condong

pada perlindungan pihak penyewa atas persengketaan yang terjadi akibat pengalihan hak milik

baik berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan waris yang dilakukan oleh pihak yang

menyewakan kepada pihak ketiga. Dalam hal pengalihan hak milik / penjualan barang yang

disewa kepada pihak ketiga yang mana masa sewa belum berakhir maka ditetapkan bahwa sewa-

menyewa tidak terputus (Koop Brekt Geen Hurr) begitupun dengan meninggalnya salah satu

pihak maka sewa-menyewa dapat digantikan oleh ahli waris. Sedangkan dalam Hukum Islam,

sewa-menyewa dihukumi fasakh apabila terdapat udzur baik dari pihak yang menyewakan, pihak

penyewa ataupun barang yang disewakan, seperti halnya udzur yang memaksa pihak yan

menyewakan untuk menjual barang yang disewakan dikarenakan terlilit hutang yang sudah jatuh

tempo baik disertai dengan pengakuan atas kepemilikan hutang maupun tidak oleh pihak yang

menyewakan, maka sewa-menyewa antara pihak yang menyewakan dan penyewa terputus /

fasakh dengan dijualnya barang yang disewakan.

Kata kunci : Sewa-menyewa, Koop Brekt Geen Hurr, Ijārah, Fasakhnya Ijārah, Udzur/Alasan,

KUHPerdata, Hukum Islam, Putusan Mahkamah Agung No 2439/K/Pdt/2002.

Pembimbing: Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

Page 6: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

ii

Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Berikut ini adalah pedoman transliterasi yang diberlakukan berdasarkan

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543/b/u/1987.

1. Konsonan

No Arab Latin No Arab Latin No Arab Latin

أ 1

Tidak

dilamban

gkan

z ز 11

q ق 21

k ك s 22 س b 12 ب 2

l ل sy 23 ش t 13 ت 3

m م ṣ 24 ص ṡ 14 ث 4

n ن ḍ 25 ض J 15 ج 5

w و ṭ 26 ط ḥ 16 ح 6

h ه ẓ 27 ظ Kh 17 خ 7

ʹ ء ʻ 28 ع d 18 د 8

y ي g 29 غ ż 19 ذ 9

f ف r 20 ر 10

2. Vokal Pendek 4. Diftong

kaifa َكْيَف ai = ــــَْي kataba َكَتَب a = ــــَــــ

ʹsu ُسِئَل i = ــــِــــ ila ــــَْو = au َحْوَل ḥ aula

yażhabu َيْذَهُب u = ــــُــــ

3. Vokal Panjang

qāla َقاَل ā = ــــَــــا

qīla ِقْيَل ī = ــــِــــي

yaqūlu َيُقْوُل ū = ــــُــــو

Page 7: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah, dzat yang Maha Agung dan Esa yang telah memberikan

kemudahan serta karuniaNya kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai

kewajiban akademik. Lantunan sholawat dan salam tetap terhaturkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga syafaatnya selalu terlimpahkan

kepada kita semua sebagai umatnya pada hari akhir kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah

memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan sesuai yang diharapkan. Untuk itu dengan kerendahan hati serta penuh rasa ta’zhim

dan takrim penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing yang

dengan kesabaran dan ketelatenannya membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Dr. Khamami Zada, MA. selaku Ketua Jurusan Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum, beserta Ibu Siti Hanna, S,Ag., Lc, MA selaku Sekretaris Jurusan

Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

yang telah memberikan nasihat, arahan, bimbingan serta petunjuk selama perkuliahan dan

penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Page 8: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

iv

4. Segenap Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan sabar mengajarkan, membimbing, serta

mendidik penulis dalam berbagai disiplin ilmu. Semoga setiap tetesan keringat bapak ibu

dibalas oleh Allah dengan kebaikan yang berlipat.

5. Seluruh Staff Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bekerjasama dan memberikan

kemudahan bagi penulis dalam masa pembelajaran kuliah dan pengumpulan materi

skripsi.

6. Kedua orang tua penulis, bapak Karno Hadi dan ibu Artijah yang untaian do’anya tidak

pernah terputus disetiap sujudnya serta pengorbanan yang dipenuhi dengan cucuran

keringat dan limpahan kasih sayangnya. Juga teruntuk adikku Atika, bekna, manur,

bektri, pakdeji, mbaklis, mbok dan pae atas semua perhatian, nasihat dan dukunganya

baik secara moriil ataupun materiil.

7. Teristimewa buat acak Shofi L. Syarifuddin yang merubah kejenuhan menjadi

kebahagian, kesedihan menjadi keceriaan, terimakasih atas ketulusan dan semangatmu

untuk memotifasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan PMH angkatan 2009, ayat, al, dely, rijal, dadan, uday,

Firman, hamzah, olid, syukur, nabila, mas inun. Terimakasih telah mengisi kekosongan

bangku kuliah dengan canda tawa dan motivasi.

9. Teman-teman IMAGE (Ikatan Mahasiswa Gresik), HAMAM (Himpunan Alumni

Mambaus Sholihin) , dan WASIAT, cak Nailul, Ichil, mbak Inay, Wahyu, Ucup, Hikam,

mas’ad, Marom, dan semuanya yang tak bisa disebut satu persatu. Terimakasih atas

pengetahuan, pengalaman, dan kebersamaan yang telah dibagi bersama-sama.

Page 9: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

v

10. Bapak Dr. Agus Sholeh, M.Ed dan Ibu Drs. Yeti Munjiawati dan teman-teman AL-

INAYAH yang selalu memberi pelajaran dan pengalaman dalam melalui proses

pembelajaran.

11. Teman-teman kosan ilma, ayu, kolek, intuk, mbak luk, mbak sun, mbak is terimakasih

atas motivasi dan dorongannya untuk cepat-cepat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, tiada kata ucapan syukur yang indah dan pantas dipanjatkan kecuali kepada

Sang Maha Besar Allah SWT atas terselesaikannya skripsi ini, mudah-mudahan skripsi ini

bermanfaat khususnya bagi penulis dan umunya bagi pembaca.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jakarta, 1 April 2015 M

Penulis

Page 10: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................................................

ABSTRAKSI .......................................................................................................................... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... vi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

D. Studi Pustaka .................................................................................................... 8

E. Kerangka Teori ................................................................................................ 9

F. Metodologi Penelitian ......................................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 14

BAB II : KONSEP SEWA-MENYEWA MENURUT KUHPerdata

A. Pengertian Sewa-menyewa .............................................................................. 16

B. Hak dan Kewajiban Pihak yang Menyewakan dan Penyewa ......................... 19

C. Bentuk dan Substansi Perjanjian Sewa-menyewa ........................................... 23

D. Risiko Atas Musnahnya Barang....................................................................... 25

E. Bukti Pembayaran Uang Sewa......................................................................... 27

F. Mempersewakan Lagi (Onderhuur) ................................................................... 29

G. Berakhirnya Sewa-menyewa ........................................................................... 31

H. Ganti Rugi ........................................................................................................ 34

I. Jual Beli tidak Memutus Sewa (Koop Brekt Geen Hurr) ................................... 38

Page 11: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

vii

BAB III : KONSEP SEWA-MENYEWA MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ijarah .............................................................................................. 44

B. Dasar Hukum Ijarah ......................................................................................... 47

C. Rukun dan Syarat Ijarah................................................................................... 49

D. Sifat Ijarah dan Hukumnya .............................................................................. 52

E. Macam-macam Ijarah ...................................................................................... 53

F. Menyewakan Barang Sewaan .......................................................................... 54

G. Perihal Resiko .................................................................................................. 55

H. Perselisihan Antara Para Pihak dalam Ijarah ................................................... 56

I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ijarah ....................................................... 57

BAB VI : ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2439 K/Pdt/2002

PRESPEKTIF HUKUM PERDATA PASAL 1576 DAN HUKUM ISLAM.

A. Permasalahan Kasus......................................................................................... 62

B. Dasar Hukum Putusan Hakim ......................................................................... 64

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 73

B. Saran ................................................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 75

LAMPIRAN

Page 12: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki banyak kebutuhan.

Untuk memenuhinya manusia melakukan kegiatan yang dapat memperoleh

penghasilan. Perilaku manusia yang berusaha mendapatkan barang ekonomi

untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas guna mencapai

kemakmuran adalah tanda bahwa manusia adalah makhluk ekonomi.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan, manusia

tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain sehingga

manusia membutuhkan suatu kelompok yang bisa diajak berkomunikasi dan

bekerja sama untuk menghasilkan penghasilan. Ini merupakan salah satu

kodrat manusia sebagai makhluk social sekaligus makhluk ekonomi.

Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan

kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat.

Masyarakat semakin banyak mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian

dengan anggota masyarakat lainnya, sehingga kemudian timbul bermacam-

macam perjanjian. Suatu perjanjian juga harus memenuhi syarat sah perjanjian

yakni kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal agar

perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya.1 Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan

1 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2004), h.1.

Page 13: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

2

perikatan.2 Memang perikatan itu paling banyak lahir dari perjanjian, tetapi

ada juga perikatan yang lahir dalam undang-undang.3 Salah satu contoh adalah

perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa menyewa banyak digunakan oleh

para pihak pada umumnya, karena dengan adanya perjanjian sewa-menyewa

ini dapat membantu para pihak, baik itu dari pihak penyewa maupun yang

menyewakan akan saling mendapatkan keuntungan. Penyewa memperoleh

keuntungan dengan kenikmatan benda dari benda yang di sewa, dan yang

menyewakan akan memperoleh keuntungan dari harga sewa yang telah

diberikan oleh pihak penyewa.

Secara yuridis, ketentuan sewa-menyewa telah diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu dalam buku ketiga bab

VII mulai dari pasal 1548 sampai pasal 1600 KUH Perdata.4 Dalam pasal

1548 KUHPerdata ditentukan bahwa sewa-menyewa adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada

pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu

dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan ini

disanggupi pembayarannya.5 Dengan demikian, unsur sewa-menyewa dalam

pasal 1548 KUHPerdata adalah adanya pihak pemilik barang yang merupakan

pihak pertama dan pihak penyewa sebagai pihak kedua yang menikmati

manfaat barang yang disewakan, adanya konsensual antara pemilik barang dan

2 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2004), h.42. 3 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1979), h.1.

4 Salim. H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2003), h. 58. 5 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :

Pradya Paramita, 2009), h.381.

Page 14: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

3

penyewa, adanya barang yang disewakan baik berupa benda bergerak ataupun

benda tidak bergerak, adanya kewajiban dan hak antara pemilik barang dan

pihak penyewa, kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya

untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang kedua

ini adalah membayar harga sewa.6 Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki

seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati

kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat

menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu. Beda halnya

dengan seorang diserahi suatu barang untuk dipakaiannya tanpa kewajiban

membayar sesuatu apa, maka yang terjadi adalah suatu akad perjanjian

pinjam-pakai.

Menurut Yahya Harahap, sewa-menyewa adalah persetujuan antara

pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan

atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk

dinikmati sepenuhnya.7

Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro sewa-menyewa barang

adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain untuk

memulai dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran

uang sewa oleh pemakai kepada pemilik.8

Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat

6 Salim, H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, ( Jakarta : Sinar

Grafika, 2003), h.59. 7 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2006), Edisi kedua, h.19. 8 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu

(Bandung: Sumur, 1981), h. 190.

Page 15: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

4

perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan

perjanjian sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut

tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang

menyewakan. Sewa-menyewa tidak memindahkan hak milik dari yang

menyewakan kepada penyewa. Karena selama berlangsungnya masa

persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari

segala gangguan dan tuntuta pihak ketiga atas benda atau barang yang

diewakan agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya

dengan bebas selama massa berlangsung.9

Namun dalam realita aplikasi kehidupan perihal sewa-menyewa benda

tidak bergerak semacam rumah, apartemen, tanah, ruko dan lainnya tidak

berjalan mulus tanpa permasalahan, masih banyak permasalahan yang terjadi

dan menimbulkan perselisihan yang berujung pada meja hijau. Seperti halnya

dalam kasus perkara10

Erwan Djaya Dharmadhi dan Foet Tjin Lan sebagai

pemohon kasasi dengan Sherly Indriati dan Patmajani Tanadjana alias Tan Tjit

Nio (Tan Pat Nio) sebagai termohon kasasi. Perkara ini dimulai dengan

adanya kiriman surat dari Pengadilan Negeri Bogor yang berisi perintah

eksekusi pengosongan terhadap tanah sengketa dalam perkara Nomor

18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. Jo Nomor 112/Pdt/G/1992/PN.Bgr., dimana tanah

dan bangunan yang disewa para Pelawan dari Terlawan II termasuk

didalamya. Pemohon merasa ini tidak adil karena dalam jangka masa

persewaan baik pada masa orang tuanya dulu sampai sekarang tidak pernah

9 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2006), Edisi kedua,h.19. 10

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2349/K/Pdt/2002.

Page 16: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

5

terjadi konflik antara Pemohon dan Termohon dan belum pernah diputus

sampai saat ini, bahkan Pemohon selalu menunaikan kewajibannya untuk

membayar persewaan rumah yang ditempati. Terlebih dalam penyelesaian

persengketaan tanah antar Termohon I dan Termohon II juga pihak Pemohon

tidak dilibatkan.

Dalam kasus perkara tersebut apabila ditinjau dari kacamata

KUHPerdata dalam pasal 1576 maka hubungan sewa-menyewa tidak akan

putus meski objek sewa telah dialihkan kepada pihak lain/ketiga11

atau dalam

istilah hukum dikenal dengan asas “koop breek geen huur” sehingga

Pemohon harus mendapat perlindungan hukum.12

Namun antara penyelesaian kasus diatas dalam KUHPerdata pasal

1576 dan hukum Islam terdapat perbedaan yang mendasar. Dalam hukum

Islam dijelaskan apabila objek sewa telah dialihkan kepada orang lain

sedangkan masa sewa belum habis maka persewaan tersebut terputus dengan

dalih tersewa tidak berhak mendapatkan uang sewa dari penyewa atas

pemakaiannya terhadap objek sewa.13

Namun maksud dialihkan disini adalah

pengalihan atas manfaat barang yang disewa bukan pengalihan atas hak milik

barang yang disewa.

Adapun untuk pengalihan hak milik barang yang disewa sebelum masa

sewa berakhir nampaknya hukum Islam mengaitkanya dengan pendapat

11

R. Subekti dan R. Tjtrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :

Pradya Paramita, 2009). 12

Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.241. 13

Ibnu Qudamah, penerjemah Muhyiddin dkk, Al-Mughni, (Jakarta : Pustaka Azzam,

2010), h.410.

Page 17: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

6

Hanafiyah yang mengatakan bahwa sifat ijarah adalah lāzim atau mengikat

kedua belah pihak namun bisa dibatalkan secara sepihak apabila ada udzur.14

Sehingga apabila ada udzur yang memaksa mu‟jir untuk menjual barang yang

disewakan maka akad ijarah terputus.15

Berdasarkan pada latar belakang pemikiran dan kasus perkara tersebut,

maka penulis ingin mengajukannya menjadi sebuah penelitian skripsi sebagai

upaya untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai sewa-menyewa

dalam KUHPerdata pasal 1576 dan hukum Islam (Studi Putusan Nomor 2439

K/Pdt/2002).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dan untuk lebih memfokuskan

pembahasan agar tidak terlampau jauh dan melewati zona pembahasan judul

yang telah penulis kemukakan, maka penulis membatasi pembahasan masalah

dalam lingkup sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan Hukum Islam (Studi

Putusan Nomor 2439 K/Pdt/2002).

Adapun perumusan masalah dari judul skripsi ini adalah:

1. Bagaimana konsep sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan Hukum Islam?

2. Bagaimana landasan hukum yang melatarbelakangi putusnya sewa-

menyewa dalam KUHPerdata dan Hukum Islam?

14

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2003), h.235. 15

Abdur Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „Ala Al-Madzhab Al-Arba‟ah, ( Kairo : Dar Al-

Hadist, 2004), h.122.

Page 18: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah yang

telah dipaparkan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui konsep sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan

Hukum Islam.

b. Untuk mengetahui landasan hukum yang melatarbelakangi putusnya

sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan Hukum Islam.

2. Manfaat penelitian

Terkait dengan manfaat penelitian, maka paling tidak terdapat tiga manfaat

yang hendak dicapai dari penelitian ini:

a. Manfaat bagi penulis, penelitian ini menjadi penting karena merupakan

syarat akademik untuk mencapai gelar Sarjana Syari‟ah di Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat bagi institusi, penelitian ini salah satu sumbangsih pemikiran

bagi dunia akademisi, khususnya dunia akademik diranah lingkungan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Manfaat bagi masyarakat luas, penelitian ini berguna bagi masyarakat

akan pentingnya konsep sewa menyewa yang tidak pernah lengkang

dalam aplikasi kehidupan sehari-hari sehingga menumbuhkan

pengetahuan yang mendasar dan memperkecil konflik antar pihak

yang merasa dirugikan dan diuntungkan.

Page 19: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

8

D. Studi Pustaka

Untuk lebih memudahkan penulis dalam penyusunan skripsi, maka penulis

cantumkan beberapa referensi sebagai pendukung, diantaranya:

Sewa-menyewa lahan untuk kepentingan maksiat (studi

perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif) oleh Nur Rofiq

(108043100009) Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih Program Studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas syari‟ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi ini penulis

membandingkan antara hukum Islam dan hukum positif terkait penyewaan

lahan untuk kepentingan maksiat. Dalam skripsi tersebut dijelaskan

bahwasanya penyewaan terjadi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak

namun pada realisasinya tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang ada dalam

hukum Islam dan hukum positif. Dengan demikian, komponen isi skripsi ini

jauh berbeda dengan apa yang dibahas oleh penulis dalam skripsinya.

Perjanjian sewa kendaraan antara PT.MEDCO POWER

INDONESIA dengan PT. PUSTAKA PRIMA TRANSPORT dalam

perspektif hukum Islam dan hukum positif oleh Citra Mayasari

(202046101224) Konsentrasi Perbankan Syari‟ah Program Studi Muamalah

Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam skripsi ini dibahas pandangan antar hukum Islam dan hukum positif

mengenai perjanjian sewa kendaraan atas dua belah pihak instansi, yang mana

dalam kacamata hukum Islam perjanjian sewa antar instansi memiliki cacat

hukum dalam hal pengenaan denda yang diakui sebagai pendapatan perusahan

Page 20: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

9

padahal di dalam hukum Islam denda merupakan bentuk penebusan kesalahan

dalam melakukan perbuatan dalam syara‟. Sedangkan dalam kacamata hukum

positif, permasalahan yang ditimbulkan adalah adanya kerugian yang

ditanggung oleh pihak kedua atas barang yang disewa. Karena dalam KUH

Perdata pasal 1533 dijelaskan bahwa resiko mengenai barang sewaan

ditanggung oleh pemilik barang yakni pihak pertama. Dengan demikian

proporsi pembahasan yang dibahas mempunyai kemiripan dalam

perbandingan antara dua hukum, hukum Islam dan hukum positif, namun titik

tekanya tidak sama.

E. Kerangka Teori

Sewa-menyewa dalam hukum Islam terdapat berbagai dikenal

dengan istilah ijarah yang berasal dari bahasa arab “Ajara”16

yang bermakna

menyewakan.17

Sedangkan menurut terminologi ijarah merupakan suatu akad

atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan

diperbolehkan dengan imbalan tertentu.18

Terdapat beberapa pandangan

Ulama mengenai definisi ijarah, diantaranya Hanafiyah mengatakan ijarah

merupakan transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Sedangkan

menurut Malikiyyah adalah pemilikan manfaat dengan suatu imbalan terhadap

suatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu.19

Hanabilah mengatakan ijarah

16

Kata Ijarah mempunyai sinonim kata “Akraa” yang berarti menyewakan, „athohu

ajran” yang bermakna ia memberinya upah, atau atsabahu yang bermakna memberinya pahala. 17

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Amzah, 2010), h.315. 18

Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah Al-Akbar fi Hilli Ghayah Al-Ikhtishar,

juz 1, (Surabaya : Dar Al-„ilmi). 19

Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2005), h.120.

Page 21: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

10

adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafadz ijarah dan kara‟

dan semacamnya.20

Dan menurut Syafi‟iyyah adalah suatu akad atas manfaat

yang dimaaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan

imbalan tertentu.21

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwasanya inti dari ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan,

sehingga obyek ijarah adalah manfaat atas suatu barang.22

Kemudian berakhirnya/batalnya akad ijarah dikarenakan beberapa hal

diantaranya, meninggalnya salah satu pihak (menurut Madzhab Hanafi),

terjadi kerusakan pada barang yang disewa, berakhirnya masa sewa, iqolah

dan adanya udzur dari salah satu pihak (menurut Hanafiyah)23

Menurut Abu Al-Qasim dalam Al-Mughni, apabila ada suatu

permasalahan pemilik rumah memindahtangankan rumah sewaan kepada

orang ketiga sebelum masa sewa dengan pihak kedua berakhir maka akad

ijarah antara tersewa dan penyewa pertama putus dengan artian si tersewa

tidak berhak menerima uang sewaan atas penempatan rumah dari penyewa.24

Dan juga dijelaskan adanya larangan mentasharrufkan barang sewaan yang

telah disewakan sebelum masa sewa berakhir.25

Dalam transaksi perikatan jual-beli atau sewa-menyewa, diadakan oleh

kedua belah pihak (penjual dan pembeli/ mu‟jir dan musta‟jir) secara tertulis

20

Syamsuddin bin qudamah Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir, (t.t :Dar Al-Fikr, t.t), juz 3,

h.301. 21

Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah Al-Akhyar fi Hilli Ghayah Al-

Ikhtishar, (Surabaya : Dar Al-Ilmi, t.t), Juz 1, h. 249. 22

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 317. 23

Isnawati Rais dan hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Ciputat :

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.168. 24

Ibnu Qudamah, penerjemah Muhyiddin dkk, Al-Mughni, (Jakarta : Pustaka Azzam,

2010), h.412. 25

Ibnu qudamah; penerjemah, Muhyiddin dkk, Al-Mughni, h.410.

Page 22: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

11

atau dengan dua orang saksi. Jual beli atau sewa-menyewa dapat dilakukan

secara tunai, dapat pula dilakukan dengan pembayaranya ditangguhkan.26

Adapun dalil Al-Qur‟an yang berkenaan dengan perikatan jual beli secara

tidak tunai adalah surat Al-Baqorah ayat 282 yang berbunyi:

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

bermu'amalah27

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah

kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya

sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan

hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis

itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia

mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang

yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu

mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di

26

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 2006),

h.145. 27

Maksud bermuamalah yakni seperti jual beli, hutang piutang atau sewa-menyewa dan

sebagainya.

Page 23: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

12

antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan

dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang

lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan

(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jenuh

menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu

membayarnya.”(Q.S.Al-Baqorah:282).

Pengertian yang terkandung dalam ayat di atas, tidak terbatas pada jual

beli saja, tetapi juga utang piutang, sewa-menyewa dan bentuk hubungan

hukum keperdataan Islam lainnya. Manfaatnya jelas, yaitu memberikan

kepastian hukum kepada masing-masing pihak yang terlibat di dalam

perikatan itu. Selain itu, untuk menghindari adanya kemungkinan sengketa

diantara pihak-pihak yang berkepentingan.28

F. Metodologi Penelitian

Metode yang dipakai oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang ditulis adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan studi pustaka sebagai acuannya. Mengenai penelitian ini,

penulis akan menggunakan metode pendekatan dengan langkah pertama

mendefiniskan serta membandingkan antara konsep sewa-menyewa dalam

KUHPerdata dan Hukum Islam, kemudian langkah kedua menganalisis

kesesuaian konsep sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan hukum Islam

28

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 2006),

h.146.

Page 24: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

13

Serta menganalisis studi kasus putusan Mahkamah Agung tentang sewa

menyewa dalam putusan Nomor 2439 K/Pdt/2002.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah semua peraturan yang terkait

dengan sewa-menyewa baik dalam proses pelaksanaan sewa-menyewa

sampai berakhirnya sewa-menyewa yang terangkum dalam buku III KUH

Perdata dan putusan Mahkamah Agung Nomor 2439 K/Pdt/2002 tentang

sewa menyewa, karena penelitian ini mencoba mengkomparasikan dengan

hukum Islam, maka penulis juga menggunakan sumber data hukum Islam

terkait sewa-menyewa, seperti Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah, Fiqh

Sunnah karangan Sayyid Sabiq, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis menggunakan metode dokumenter yang berupa

survey kepustakaan dan studi literature. Yakni pengumpulan data yang

berupa sejumlah literature yang diperoleh dari perpustakaan dan tempat

lain kemudian dipelajari dan ditelaah sehingga menghasilkan sebuah

analisis yang menjadi jawaban dari permasalahan yang menjadi objek

hukum.

4. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan

menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif- analisis-

komparatif, yakni penulis mencoba mendiskripsikan konsep sewa-

menyewa dalam dua hukum tersebut kemudian menganalisis kesesuaian

Page 25: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

14

konsep sewa-menyewa dalam KUHPerdata dan hukum Islam Serta

menganalisis putusan Mahkamah Agung tentang sewa-menyewa dalam

putusan Nomor 2439 K/Pdt/2002.

5. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman

penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari‟ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab,

dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan

untuk memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu

dalam penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan

penjelasanyang utuh. Lebih jelaasnya, gambaran sistematika pembahasan

penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Pada bab I yang merupakan pendahuluan, berisi tentang latar belakang,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi

pustaka, metode penelitian, kerangka teori serta sistematika penulisan.

Pada bab II pembahasan yang dibahas meliputi konsep sewa-menyewa dalam

KUH Perdata yang terdiri dari tinjauan KUH Perdata tentang pengertian sewa-

menyewa, subyek dan obyek sewa-menyewa, hak dan kewajiban pihak yang

menyewakan dan si penyewa, bentuk dan substansi sewa-menyewa, resiko,

serta akibat berakhirnya sewa-menyewa.

Page 26: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

15

Pada bab III membahas tentang konsep sewa-menyewa dalam pandangan

hukum Islam. Pembahasan pada bab 3 ini akan memaparkan tinjauan hukum

Islam terkait definisi sewa- menyewa, dasar hukum sewa-menyewa, syarat dan

rukun sewa-menyewa dan sebab yang mengakibatkan berakhir atau putusnya

sewa-menyewa itu sendiri.

Pada bab IV ini akan dipaparkan sebuah analisis penulis terkait konsep sewa-

menyewa dalam KUH Perdata yang dianalisis dari kacamata hukum Islam dan

memaparkan kesesuaian dan tidaknya dengan hukum Islam beserta analisis

putusan Mahkamah Agung tentang sewa-menyewa dalam putusan Nomor

2439 K/Pdt/2002.

Pada bab V ini merupakan penutup yang meliputi ringkasan jawaban atas

perumusan masalah serta saran sebagai awal dari perbaikan di masa

mendatang.

Page 27: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

16

BAB II

KONSEP SEWA-MENYEWA MENURUT KUHPERDATA

A. Pengertian Sewa-Menyewa

Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

dan dalam bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Sewa-menyewa

merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Kamus Besar

Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan

menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.1

Dalam KUHPerdata pasal 1548 dijelaskan bahwasanya sewa-menyewa

adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang

selama satu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh

pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.2

Sedangkan menurut Yahya Harahap, sewa-menyewa adalah

persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak

yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak

penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.3

Menurut Wirjono Projodikoro sewa-menyewa barang adalah suatu

penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain untuk memulai dan

1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.IV, ( Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 338. 2 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta:

Pradya Paramita, 2009), h. 381. 3 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian ( Bandung: Penerbit Alumni, 1986),

h. 220.

Page 28: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

17

memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh

pemakai kepada pemilik.4

Pengertian lainya menyebutkan bahwasanya perjanjian sewa-menyewa

adalah persetujuan untuk memakai sementara suatu benda, baik benda

bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran suatu harga tertentu.5

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya

sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian antara dua pihak yang

menimbulkan persetujuan atas barang dan harga yang diikuti dengan jangka

waktu tertentu. Jadi inti dari sewa-menyewa disini adalah barang dan harga.

Maksud barang disini merupakan harta kekayaan yang berupa benda material,

baik benda bergerak maupun tidak bergerak. Dengan syarat barang yang

disewakan adalah barang yang halal, artinya tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban dan kesusilaan.6 Menurut Hofmann dan De Burger,

barang yang dapat disewakan adalah barang bertubuh saja. Sedangkan

menurut Asser, Van Brekel dan Vollmar, tidak hanya barang yang bertubuh

saja yang dapat dijadikan objek sewa akan tetapi hak-hak juga dapat disewa,

pendapat ini diperkuat dengan adanya putusan Hoge Raad tanggal 8 Desember

1992 yang menganggap kemungkinan ada persewaan suatu hak untuk

memburu hewan (jachtrecht).7

4 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu

(Bandung: Sumur, 1981), h. 190. 5 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h. 58. 6 Ibid., h. 59.

7 Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

(Bandung: Sumur, 1981), h.50.

Page 29: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

18

Maksud harga di sini merupakan biaya sewa yang berupa imbalan atas

pemakaian barang yang disewa. Mengenai uang sewa, harus ditentukan

terlebih dahulu oleh pihak yang menyewakan kemudian disetujui oleh pihak

penyewa.Menurut Van Brekel, harga sewa dapat berwujud barang-barang lain

selain uang, namun barang-barang tersebut harus berupa barang-barang

bertubuh, karena sifat dari perjanjian sewa-menyewa akan hilang jika harga

sewa dibayar dengan suatu jasa. Namun pendapat tersebut bertentangan

dengan pendapat Subekti yang mengatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa

tidaklah menjadi keberatan apabila harga sewa tersebut berupa uang, barang

ataupun jasa.8

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwasanya ciri-ciri dari perjanjian sewa-menyewa adalah:9

1. Terdapat dua pihak yang saling mengikatkan dirinya, yang masing-masing

mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan sewa-menyewa

tersebut.

2. Adanya unsur pokok sewa menyewa yang berupa barang dan harga.

3. Pihak yang satu berhak untuk mendapatkan/menerima pembayaran dan

berkewajiban memberikan kenikmatan atas suatu kebendaan; sedangkan

pihak lainnya berhak atas mendapatkan/menerima kenikmatan atas suatu

kebendaan dan berkewajiban menyerahkan suatu pembayaran.

4. Hak bagi pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya,

begitupun sebaliknya, kewajiban bagi pihak yang satu merupakan hak bagi

pihak lainnya.

8 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1985), h.91.

9 Hasanuddin Rahman, Contact Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis,

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h.29-30.

Page 30: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

19

5. Penikmatan berlangsung untuk jangka waktu tertentu.

B. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan dan Penyewa

Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang

ditentukan. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan diatur dalam pasal

1550 KUH Perdata yang terdiri dari tiga macam, yang mana kewajiban

tersebut merupakan kewajiban yang harus dibebankan kepada pihak yang

menyewakan sekalipun tidak ditentukan dalam persetujuan. Ketiga kewajiban

tersebut diantaranya adalah:10

1. Kewajiban menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

Mengenai penyerahan barang di sini adalah penyerahan secara nyata

sehingga pihak yang menyewakan harus melakukan tindakan pengosongan

dan penentuan terhadap barang yang disewakan. Dalam penyerahan

barang ini pihak yang yang menyewakan tidak bisa dituntut untuk

menyerahkan barang secara yuridis karena pihak penyewa tidak berstatus

sebagai pemilik sehingga penyerahan barang dilakukan dibawah

penguasaan si penyewa.

2. Kewajiban memelihara barang yang disewakan selama waktu yang

diperjanjikan, sehingga barang itu dapat dipakai dan dinikmati sesuai hajat

penyewa.

Mengenai kewajiban ini, pihak yang menyewakan wajib melakukan

perbaikan atau reparasi dan pemeliharaan barang yang disewakan, apabila

waktu perjanjian sewa-menyewa masih berjalan sehingga pihak penyewa

10

Hasanuddin Rahman, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis,

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h.30.

Page 31: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

20

dapat memakai dan menikmati barang yang disewakan sesuai dengan

kebutuhanya. Adapun mengenai reparasi yang dilakukan baik oleh pihak

yang menyewakan atau pihak penyewa ditentukan dalam pasal 1555 ayat 2

KUH Perdata bahwa reparasi kecil sebagai akibat kerusakan pemakaian

normal dibebankan kepada pihak penyewa sedangkan reparasi dan

pemeliharaan berat dibebankan kepada pihak yang menyewakan.

Dalam melakukan reparasi dan pemeliharaan oleh pihak yang

menyewakan, tidak diperkenankan menggangu ketertiban dan kenyamanan

pihak penyewa dalam menikmati barang yang disewa sehingga apabila

pelaksanaan reparasi tidak bisa ditangguhkan sampai akhir masa kontrak,

maka pihak yang menyewakan bisa melakukan reparasi selama tidak

melebihi jangka waktu 40 hari. Namun apabila melebihi jangka waktu 40

hari, maka pihak yang menyewakan harus menggurangi harga sewa

sebagai ganti rugi akibat terganggunya pemakaian.

3. Kewajiban memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram dari barang

yang disewakan selama berlangsungnya sewa.

Dalam hal kewajiban ketiga pihak yang menyewakan ini, hakikat

kenikamatan yang tentram ini ditentukan dalam pasal 1552, 1554, 1557 dan

1558 KUH Perdata, antara lain:

1. Pihak yang menyewakan bertanggung jawab atas adanya cacat barang

yang disewakan, apabila cacat tersebut menghalangi pemakaian barang.

Yang dimaksud cacat di sini adalah tidak semata-mata pada konstruksi

atau keadaan barang namun pada hal atau keadaan yang dapat

menghalangi penggunaan dan penikmatan. Jadi tidak terpaku pada mutu

Page 32: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

21

barang yang tidak berkualitas. Kemudian sampai manakah batasan

gangguan pemakaian barang bisa disebut cacat. Menurut M. Yahya

Harahap11

, batasan gangguan pemakaian barang dianggap cacat apabila

sesuatu tersebut menimbulkan gangguan atas pemakaian seluruh barang.

Apabila terganggunya pemakaian hanya sebagian saja maka belum

dianggap sebagai cacat yang menghalangi pemakaian. Adapun ukuran

yang tepat untuk menilai cacat pada barang yang disewa adalah bertitik

tolak pada pemakaian yang normal, dalam artian ditinjau dalam segi

pemakaian yang wajar, apakah penyewa benar-benar terganggu.

Karenanya, sesuatu baru dianggap cacat yang menghalangi pemakaian

barang yang disewa, apabila sesuatu keadaan itu sungguh-sungguh serius

menghalangi pemakaian dan penggunaan barang yang disewa.

2. Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan merubah bangunan dan

susunan barang yang disewa selama masa sewa masih berlangsung.

Dalam permasalahan adanya gangguan dari pihak ketiga, tidak

semuanya dibebankan kepada pihak yang menyewakan akan tetapi kita lihat

dulu gangguan yang muncul diakibatkan pihak ketiga. Pada dasarnya

gangguan pihak ketiga dibedakan menjadi dua, yakni gangguan atas dasar hak

(Trouble de droit) dan gangguan atas dasar kenyataan (trouble de fait). Pada

gangguan pihak ketiga yang didasarkan pada hak maka sudah sepatutnya

pihak yang menyewakan bertanggung jawab atas gangguan tersebut. Beda

halnya dengan gangguan pihak ketiga yang bersifat nyata seperti halnya

perbuatan melawan hukum (contoh pelemparan atas rumah sewa oleh pihak

11

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986),

h.226.

Page 33: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

22

ketiga), maka pihak penyewa yang menanggung semua gangguan tersebut

sehingga bisa langsung menuntut pihak ketiga. Adapun gangguan pihak ketiga

didasarkan atas hak diatur dalam pasal 1557 dan 1558 KUHPerdata yang

penjelasannya di bawah.

1. Gangguan pihak ketiga yang berupa tuntutan atas hak milik mutlak atas

barang yang disewakan. Apabila hal tersebut terjadi, maka penyewa dapat

menuntut pengurangan harga sewa secara berimbang asalkan ada

pemberitahuan sebelumnya terkait gangguan yang akan terjadi oleh pihak

ketiga.

2. Gangguan pihak ketiga yang berupa gugatan atas penyewa untuk

mengosongkan barang yang disewa baik sebagian maupun seluruhnya dan

gugatan atas penggunaan hak pelarangan barang yang disewa. Maka

dalam hal ini pihak penyewa harus memberitahukan kepada pihak yang

menyewakan melalui juru sita secara resmi, dan dalam hal ini penyewa

dapat meminta jaminan kepada pihak yang menyewakan agar tidak

dirugikan.

Kemudian untuk hak penyewa adalah menerima barang yang

disewakan dalam keadaan baik. Sedangkan untuk kewajiban pihak penyewa di

atur dalam pasal 1560 KUH Perdata disebutkan bahwa si penyewa harus

menepati kewajiban utama sebagai berikut:12

1. Untuk memakai barang yang disewa sebagai seorang bapak-rumah yang

baik, artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaan

sendiri.

12

Hasanuddin Rahman, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h.31.

Page 34: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

23

2. Untuk membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan.

3. Penyewa wajib menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa

penyewaan. Kecuali apabila si penyewa bisa membuktikan bahwa

kerusakan itu tidak disebabkan karena kesalahannya, tetapi di luar

kesalahannya.

4. Mengembalikan barang yang disewa kepada yang menyewakan pada saat

berakhirnya perjanjian sewa.13

Selain kewajiban-kewajiban tersebut diatas, si penyewa juga masih

diberikan tanggung jawab. Yang antara lain disebutkan dalam pasal 1564,

pasal 1565, dan pasal 1566 KUH Perdata.

Si penyewa bertanggung jawab untuk segala kerusakan yang

diterbitkan pada barang yang di sewa selama waktu sewa, kecuali jika dia

membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar kesalahannya (Pasal 1564).

Namun, ia itu tidak bertanggung jawab untuk kebakaran kecuali jika pihak

yang menyewakan membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan kesalahan

si penyewa (Pasal 1565).

Si penyewa adalah bertanggung jawab untuk segala kerusakan dan

kerugian yang diterbitkan pada barang yang disewa, oleh kawan-kawannya

serumah, atau oleh mereka kepada siapa ia telah mengoperkan sewanya (pasal

1566) .

13

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986),

h.231.

Page 35: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

24

C. Bentuk dan Substansi Perjanjian Sewa-Menyewa

Meskipun sewa-menyewa adalah perjanjian konsensual, namun bentuk

perjanjian sewa-menyewa dalam KUH Perdata dijelaskan dalam pasal 1570

perihal perjanjian tertulis dan dalam pasal 1571 perihal perjanjian tidak tertulis

(lisan) beserta akibat hukumnya. Apabila bentuk perjanjian sewa-menyewa

dilakukan dengan tertulis, maka sewa berakhir dengan demi hukum (secara

otomatis), apabila waktu yang ditentukan telah habis, tanpa diperlukannya

sesuatu pemberitahuan pemberhentian.14

Namun apabila pihak penyewa tetap

menguasai barang yang disewa setelah habisnya masa sewa dan pihak yang

menyewakan membiarkannya tanpa ada perlawanan, maka secara otomatis

terjadi sewa baru yang mana akibat-akibatnya diatur dalam pasal-pasal

persewaan lisan.15

Sedangkan untuk perjanjian sewa-menyewa tidak tertulis (lisan), maka

sewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, kecuali pihak yang

menyewakan hendak menghentikan sewanya dengan cara pemberitahuan

sebelumnya dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan menurut

kebisaaan setempat. Apabila tidak ada pemberitahuan seperti itu sebelumnya

dari pihak yang menyewakan, maka persewaan tersebut dianggap telah

diperpanjang untuk waktu yang sama.16

Namun apabila pihak penyewa tetap

menikmati barang persewaan meski sudah ada pemberitahuan sebelumnya

dari pihak yang menyewakan untuk menghentikan sewanya maka pihak

14

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta:

Pradya Paramita, 2009), h.385. 15

Pasal 1573 KUH Perdata. 16

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h.385.

Page 36: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

25

penyewa tidak bisa memajukan penyewaan ulang secara diam-diam.17

Dalam bentuk sewa-menyewa bangunan, khususnya dalam praktik

dibuat dalam bentuk tertulis dan isi perjanjian itu telah dirumuskan oleh para

pihak, dan atau notaris. Adapun substansi perjanjian sewa menyewa minimal

memuat hal-hal sebagai berikut :18

1. Tanggal dibuatnya perjanjian sewa menyewa

2. Subjek hukum, yaitu para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa

menyewa.

3. Objek yang disewakan.

4. Jangka waktu sewa.

5. Besarnya uang sewa.

6. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut.

7. Dapat juga ditambahkan mengenai berakhirnya kontrak dan denda.

D. Risiko Atas Musnahnya Barang

Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan

resicoleer (ajaran tentang resiko). Resicoleer adalah suatu ajaran, yaitu

sesorang berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada suatu kejadian di

luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek

perjanjian. ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht).

Ajaran ini dapat diterapkan pada perjanjian timbal balik dan perjanjian

17

Pasal 1572 KUH Perdata. 18

Salim H.S, Hukum kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta : Sinar

Grafika, 2006), h.59-60.

Page 37: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

26

sepihak.19

Dalam perjanjian sewa-menyewa, barang berada pada pihak penyewa.

Namun persoalanya bagaimana apabila barang sewaan tersebut hancur atau

musnah dalam jangka waktu massa perjanjian sewa masih berlangsung yang

tidak disebabkan oleh pihak penyewa. Dalam masalah terdapat ketentuan yang

tercantum dalam dalam pasal 1553 KUH Perdata, yang mana musnah atas

barang sewaan dibagi menjadi dua macam, yakni musnah secara keseluruhan

dan musnah sebagian dari objek sewa. Adapun ketentuanya adalah:

1. Apabila barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara

keseluruhan di luar kesalahanya pada masa sewa, perjanjian sewa-

menyewa itu gugur demi hukum dan yang menanggung resiko atas

musnahnya barang tersebut adalah pihak yang menyewakan. Artinya pihak

yang menyewakan yang akan memperbaiki dan menanggung segala

kerugiannya.20

Namun menurut Yahya Harahap, resiko kerugian dibagi dua

antara pihak yang menyewakan dan pihak si penyewa. Setelah musnahnya

seluruh barang, pihak yang menyewakan tidak diperkenankan lagi

menuntut pembayaran uang sewa, begitupun sebaliknya, si penyewa tidak

dapat menuntut ganti rugi maupun penggantian barang. Perlu di catat

bahwasanya kemusnahan barang di sini adalah kemusnahan akibat

peristiwa overmacht, atau kejadian tiba-tiba yang tak terhindarkan dan

musnahnya bukan karena perbuatan pihak yang menyewakan, si penyewa

19

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h.103. 20

Ibid., h.62.

Page 38: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

27

bahkan si penyewa pihak ketiga.21

Adapun yang dimaksud musnahnya seluruh barang adalah secara pasti

materi barang tidak dapat lagi ditunjukkan wujudnya. Semisal, hangusnya

seluruh rumah yang disewa sehingga wujud materi rumah tidak Nampak

lagi. Bisa juga seperti kapal yang kena bom.

2. Apabila barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa

dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa

atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa. Pada dasarnya

pihak penyewa dapat menuntut kedua hal ini, namun ia tidak dapat

menuntut pembayaran ganti rugi kepada pihak yang menyewakan.22

Penentuan batas musnahnya seluruh barang dan sebagian barang

kadangkala menuai kesulitan dalam penetapan kapan sesuatu kemusnahan

dianggap meliputi seluruh barang atau hanya sebagian saja.

E. Bukti Pembayaran Uang Sewa

Mengenai pembuktian pembayaran uang sewa diatur dalam pasal 1569

BW. Apabila timbul perselisihan mengenai pembayaran uang sewa yang telah

disetujui bersama “secara lisan”, dan sewa menyewa telah berlangsung serta

kwitansi pembayaran tidak ada, dalam hal ini hakim sepatutnya melakukan

tindakan sebagai berikut:23

1. Harus percaya pada keterangan pihak yang menyewakan, asal keterangan

21

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h. 234. 22

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta : Sinar

Grafika, 2006), h.62. 23

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.236-237.

Page 39: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

28

tersebut dibarengi dengan sumpah.

2. Atau hakim menyuruh untuk menaksir besarnya sewa kepada seorang ahli,

jika hal ini diminta oleh si penyewa.

Ketentuan-ketentuan yang dilakukan seorang hakim di atas hanya

berlaku pada perselisihan besarnya sewa yang dilakukan secara lisan serta

sewa-menyewa sudah berlangsung sedangkan kwitansi tanda pembayaran

tidak ada. Ketentuan tersebut tidak berlaku pada perjanjian sewa yang

dilakukan melalui akta otentik atau akte dibawah tangan. Namun demikian,

ketentuan-ketentuan sewa di atas juga tidak serta merta dilakukan secara

otomatis, tentu juga harus melewati prosedur cara-cara pembuktian biasa yang

diatur dalam hukum acara perdata. Apabila cara-cara pembuktian biasa tidak

mampu menentukan besarnya uang sewa maka cara di atas barulah diterapkan.

Kemudian mengenai sumpah yang dilakukan oleh pihak yang

menyewakan dalam pasal 1569 dan alat bukti sumpah yang diatur dalam

hukum acara perdata di sini terdapat perbedaan. Alat bukti sumpah yang diatur

dalam hukum acara perdata baik itu sumpah tambahan (aan Vullend eed)

maupun sumpah yang menentukan (decisoir eed) dilakukan atas

“pembebanan”. Sumpah tambahan merupakan sumpah yang dibebankan oleh

hakim kepada salah satu pihak yang berperkara bagi pihak yang telah

mempunyai permulaan bukti. Sedangkan sumpah yang menentukan

merupakan sumpah yang dilakukan atas pembebanan salah satu pihak yang

Page 40: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

29

berperkara kepada lawanya.24

Sedangkan sumpah yang dimaksud dalam pasal 1569 adalah sumpah

yang diucapkan oleh pihak yang menyewakan “bukan atas pembebanan”

salah satu pihak. Juga bukan atas perintah hakim seperti pada sumpah

tambahan, akan tetapi yang dilakukan oleh pihak yang menyewakan ini

semata-mata “hak yang diberikan undang-undang” kepada pihak yang

menyewakan. Hak ini merupakan ekstra kewenangan kepada pihak yang

menyewakan. Apabila pihak yang menyewakan telah mengikrarkan sumpah,

maka dengan sendirinya sumpah tersebut mengikat kedua belah pihak. Namun

ada upaya satu-satunya yang dapat dipergunakan oleh pihak penyewa untuk

menghalangi pengikraran sumpah pihak yang menyewakan dengan cara

mempergunakan hak meminta penentuan besarnya sewa yang diperselisihkan

melalui penaksiran seorang ahli. Apabila hak ini dipergunakan oleh pihak

penyewa, maka gugurlah hak pihak yang menyewakan untuk mengucapkan

sumpah. Dan apa yang telah ditentukan seorang ahli penaksir dengan

sendirinya akan mengikat kedua belah pihak.25

F. Mempersewakan Lagi (Onderhuur)

Yang dinamakan mempersewakan lagi atau mengulang sewakan ialah,

jika si penyewa menyewakan lagi barangnya kepada orang lain, tetapi

perjanjian sewa masih dipertahankan sehingga penyewa itu berada dalam

hubungan sewa dengan pemilik. Melepaskan sewa ditujukan pada perbuatan

24

M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 749. 25

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.237.

Page 41: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

30

menyerahkan barang yang disewa kepada pihak ketiga yang sama sekali

menggantikan kedudukan si penyewa, sehingga orang baru itu langsung

berhubungan sendiri dengan pemilik.26

Dalam pasal 1559 ayat 1 dijelaskan bahwasanya si penyewa dilarang

untuk mempersewakan lagi barang yang disewanya kepada pihak ketiga

karena pada dasarnya si penyewa terikat pada larangan untuk tidak

mempersewakan lagi kepada orang lain, jika pada persewaan tadi tidak ada

persetujuan pihak yang menyewakan maka si penyewa diperbolehkan

menyewakan lagi pada pihak ketiga. Jadi inti dari pasal ini adalah

diperbolehkanya mempersewakan ulang kepada pihak ketiga apabila secara

tegas diperbolehkan dalam persetujuan.

Persetujuan atau perizinan untuk mempersewakan lagi barang yang

disewa, harus ditegaskan secara jelas dalam persetujuan sewa-menyewa. Baik

hal itu tanpa syarat, bahwa pemberian hak mempersewakan lagi kepada pihak

ketiga harus atas persetujuan tertulis dari pihak yang mempersewakan. Namun

demikian, sekalipun ada perizinan untuk mempersewakan lagi kepada pihak

ketiga, tentu persewaan seperti itu tidak boleh melebihi jangka waktu

perjanjian sewa semula.27

Kemudian untuk permasalahan tanggung jawab uang sewa kepada

pihak yang menyewakan semula, maka dalam hal mempersewakan lagi barang

yang disewa kepada pihak ketiga, si penyewa semulalah yang bertanggung

jawab melaksanakan pelunasan pembayaran sewa kepada pihak yang

26

Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : Intermasa, 2001), h. 93. 27

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.232.

Page 42: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

31

menyewakan semula.

Apabila dalam persetujuan ditegaskan adanya larangan

mempersewakan lagi, lantas si penyewa melanggar larangan tersebut, maka si

penyewa dapat dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum atau

wanprestasi yang menimbulkan akibat diantaranya adalah:

1. Sewa-menyewa dapat dipecahkan.

2. Si penyewa dapat dihukum untuk membayar ganti kerugian yang terdiri

dari ongkos, kerugian dan bunga uang.

3. Dengan dipecahkanya perjanjian sewa-menyewa, maka pihak yang

menyewakan semula tidak perlu mengindahkan lagi hubungan antara

penyewa semula dengan pihak ketiga dengan alasan bahwa pihak penyewa

semula telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang berakibat

antara hubungan si penyewa dan pihak ketiga tidak mengikat pihak yang

menyewakan. Kemungkinan yang terjadi pihak ketiga akan menuntut dan

meminta ganti rugi kepada pihak penyewa semula. Atau pelanggaran atas

mempersewakan lagi tanpa persetujuan oleh penyewa di anggap tanpa title

yang sah sehingga pihak yang menyewakan dapat melakukan tuntutan

“revindikasi” serta dapat memaksakan pengosongan kepada pihak ketiga.28

G. Berakhirnya Sewa-menyewa

Secara umum undang-undang memberi beberapa ketentuan tentang

berakhirnya sewa-menyewa. Dan akibat yang paling jauh dari berakhirnya

28

Ibid., h.232-234.

Page 43: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

32

sewa ialah “pengosongan” barang yang disewa.29

Pada dasarnya sewa-

menyewa akan berakhir dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Berakhirnya sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tertulis maka berakhirnya

secara otomatis (berakhir demi hukum). Sedangkan apabila perjanjian

sewa-menyewa dibuat secara lisan maka berakhirnya tidak berpatok pada

waktu yang ditentukan kecuali sudah ada pemberitahuan sebelumnya dari

pihak yang menyewakan untuk menghentikan sewanya. Dalam

penghentian sewa-menyewa secara lisan pengakhiran sewa harus

memperhatikan jangka waktu “Penghentian” sesuai dengan kebisaaan

setempat. Adapun maksud jangka waktu penghentian di sini adalah batas

waktu antara penghentian dan pengakhiran. Seperti contoh, pemberitahuan

dilakukan pada 1 Januari dan harus diakhiri dalam tempo 5 bulan.

Sehingga antara 1 januari dengan 30 Juni inilah yang dinamakan jangka

waktu penghentian. Sedangkan tempo berakhirnya sewa-menyewa jatuh

pada 1 Juli. Jangka waktu penghentian sewa-menyewa tidak boleh terlalu

pendek atau cepat akan tetapi harus memberi jangka waktu yang layak

bagi si penyewa untuk mempersiapkan segala akibat setelah berakhirnya

masa sewa.

2. Batas akhir sewa-menyewa tidak ditentukan waktunya.

Penghentian atau berakhirnya waktu sewa dalam perjanjian sewa-

menyewa seperti ini didasarkan pada pedoman bahwa berakhirnya sewa-

29

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986), h.

238.

Page 44: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

33

menyewa pada saat yang dianggap pantas oleh para pihak. Undang-undang

tidak mengatur berakhirnya perjanjian sewa-menyewa tanpa batas waktu,

sehingga penghentianya diserahkan pada kesepakatan kedua belah pihak.30

3. Berakhirnya sewa-menyewa dengan ketentuan khusus. Dalam hal ini ada

tiga pola, diantaranya:

a. Permohonan / pernyataan dari salah satu pihak penghentian perjanjian

sewa-menyewa hanya dapat dilakukan atas persetujuan dua belah

pihak yaitu pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.

Penghentian karena kehendak para pihak ini bisa dilakukan tanpa

putusan dari pengadilan. Di atur di dalam pasal 1579 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa pemilik barang tidak dapat menghentikan

sewa dengan mengatakan bahwa ia akan mengunakan sendiri

barangnya, kecuali apabila waktu membentuk perjanjian sewa-

menyewa ini diperbolehkan.

b. Putusan pengadilan.

Penghentian hubungan sewa-menyewa yang dikehendaki oleh salah

satu pihak saja, hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan

seperti yang diatur dalam pasal 10 ayat (3) PP No. 49 tahun 1963 jo PP

No. 55 tahun 1981.

c. Benda objek sewa-menyewa musnah.

apabila benda sewaan musnah sama sekali bukan karena kesalahan

salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum.

30

Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986), h.

240.

Page 45: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

34

Dengan demikian perjanjian berakhir bukan karena kehendak para

pihak melainkan karena keadaan memaksa (Overmacht).

d. Perjanjian sewa-menyewa tidak bisa berakhir disebabkan

meninggalnya salah satu pihak.

Meninggalnya pihak yang menyewakan atau yang menyewa tidak

dapat menghapus perjanjian sewa-menyewa, karena perjanjian dapat

diteruskan oleh masing-masing ahli waris.31

H. Ganti Rugi

Menurut R. Setiawan kerugian adalah kerugian nyata yang terjadi

karena wanprestasi. Adapun besarnya kerugian ditentukan dengan

membandingkan keadaan kekayaan setelah wanprestasi dengan keadaan

sebelum terjadi wanprestasi.32

Pengertian kerugian yang hampir sama juga dikemukakan oleh Yahya

Harahap. Ganti rugi adalah “kerugian nyata” atau “fietelijke nadeel” yang

ditimbulkan perbuatan wanprestasi.33

Kerugian nyata ini ditentukan oleh suatu

perbandingan keadaan yang tidak dilakukan oleh pihak debitur. Lebih lanjut

dibahas oleh Harahap, kalau begitu dapat kita ambil rumusan, besarnya jumlah

ganti rugi kira-kira sebesar jumlah yang “wajar” sesuai dengan besarnya nilai

prestasi yang menjadi objek perjanjian dsbanding dengan keadaan yang

menyebabkan timbulnya wanprestasi. Atau ada juga yang berpendapat

31

M. Yahya Harap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986), h.

240-241. 32

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung : Binacipta, 1977), h. 17. 33

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h. 66.

Page 46: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

35

besarnya ganti rugi ialah “sebesar kerugian nyata” yang diderita kreditur yang

menyebabkan timbulnya kekurangan nilai keuntungan yang akan

diperolehnya. Kemudian dikatakan oleh Abdulkadir Muhammad, bahwa

dalam pasal 1243-1248 KUHPerdata terdapat pembatasan-pembatasan yang

sifatnya sebagai perlindungan undang-undang terhadap debitur dari perbuatan

sewenang-wenang pihak kreditur sebagai akibat wanprestasi.34

Pengertian kerugian yang lebih luas lagi dikemukan oleh Mr. J. H.

Nieuwenhuis yang diterjemahkan oleh Djasadin Saragih, kerugian adalah

berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh

perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak

lain.35

Maksud pelanggaran norma di sini adalah perbuatan wanprestasi dan

perbuatan melanggar hukum.

Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum diatur dalam dalam pasal

1365 KUH Perdata. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum merupakan

suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah

menimbulkan kesalahan kepada pihak yang merugikannya. Ganti rugi tersebut

timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian.36

Tanggung jawab untuk melakukan pembayaran ganti kerugian kepada

pihak yang mengalami kerugian tersebut baru dapat dilakukan apabila orang

yang yang melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut adalah orang yang

mampu bertanggung jawab secara hukum (tidak ada alasan pemaaf). Secara

34

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung : Alumni, 1982), h. 41. 35

J. H. Nieuwenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Penerjemah Djasadin Saragih,

(Surabaya : Airlangga University,1985), h. 54. 36

Salim.H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta : Sinar

Grafika, 2006), h.100.

Page 47: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

36

teoritis, dikatakan bahwa tuntutan ganti kerugian berdasarkan alasan perbuatan

melanggar hukum baru dapat dilakukan apabila memenuhi empat unsur,

diantaranya adalah:37

1. Ada perbuatan melanggar hukum.

2. Ada kerugian.

3. Ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar

hukum.

4. Ada kesalahan.

Sedangkan ganti rugi karena wansprestasi diatur dalam Buku III KUH

Perdata, yang dimulai dari pasal 1246 KUH Perdata s.d pasal 1252 KUH

Perdata. Ganti rugi karena wansprestasi merupakan suatu bentuk ganti rugi

yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang

telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Misalnya A berjanji akan

mengirimkan barang kepada B pada tanggal 10 januari 2015. Akan tetapi,

pada tanggal yang telah ditentukan, A belum juga mengirimkan barang

tersebut kepada B. Supaya B dapat menuntut ganti rugi karena keterlambatan

tersebut, maka B harus memberikan peringatan (somasi) kepada A, minimal

tiga kali. Apabila peringatan/teguran itu telah dilakukan, maka barulah B

dapat menuntut kepada A untuk membayar ganti kerugian. Jadi, momentum

timbulnya ganti rugi adalah pada saat telah dilakukan somasi.38

Menurut Purwahid Patrik, ganti kerugian yang dapat dituntut oleh

37

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum PerikatanPenjelasan Makna Pasal 1233 sampai

1456 BW (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), h.96-97. 38

Salim.H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta : Sinar

Grafika, 2006), h.100.

Page 48: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

37

kreditur kepada debitur terdiri dari dua unsur :

1. Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens) meliputi biaya dan rugi

2. Keutungan yang tidak diperoleh (lucrum cessans) meliputi bunga.39

Di dalam pasal 1249 KUHPerdata ditentukan bahwa penggantian

kerugian yang disebabkan wansprestasi hanya ditentukan dalam bentuk uang.

Namun dalam perkembangannya menurut para ahli dan yurispudensi bahwa

kerugian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Kerugian materiil, yakni suatu kerugian yang diderita kreditur dalam

bentuk uang/kekayaan/benda.

2. Kerugian immaterial, yakni suatu kerugian yang diderita oleh kreditur

yang tidak bernilai uang, seperti rasa sakit, mukanya pucat, penderitaan

batin, rasa takut dan lain sebagainya.40

Sulit rasanya menggambarkan hakekat dan takaran obyektif dan

konkrit sesuatu kerugian immateriil. Misalnya: bagaimana mengganti kerugian

penderitaan jiwa. Si A berjanji kepada si B untuk menjual cincin berlian

sekian karat. Ternyata berlian itu palsu yang mengakibatkan kegoncangan dan

penderitaan batin bagi si B. Bagaimana memperhitungkan kerugian

penderitaan batin dimaksud? Sekalipun memang benar menentukan hakekat

dan besarnya kerugian non-ekonomis, ganti rugi terhadap hal ini pun dapat

dituntut. Penggantiannya dialihkan kepada suatu perhitungan yang berupa

“pemulihan”. Biaya pemulihan inilah yang diperhitungkan sebagai ganti rugi

39

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian dan Dari Undang-Undang) (Bandung : Mandar Maju, 1994), h. 14. 40

Salim.H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2006), h.101.

Page 49: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

38

yang dapat dikabulkan oleh hakim. 41

Seperti dalam contoh di atas, tentu tidak dapat diganti kegoncangan

jiwa yang diderita oleh si pembeli tersebut. Tetapi debitur dapat “dibebankan”

sejumlah biaya pengobatan rehabilitasi. Misalnya ongkos dokter dan biaya

sanatorium. Sampai benar-benar si kreditur itu pulih kembali.

I. Jual Beli Tidak Memutus Sewa (Koop Brekt Geen Huur)

Dalam pasal 1576 dijelaskan bahwa “dengan dijualnya barang yang

disewa, maka persewaan sebelumnya tidak terputus kecuali ada perjanjian

sebelumnya”.42

Dengan ketentuan pasal 1576 ini bermaksud melindungi si

penyewa dari peralihan hak milik barang yang disewa. Sewa-menyewa dengan

sendirinya menurut hukum tetap melekat pada barang yang dijual. Dengan

sendirinya pula si pembeli tetap terikat pada persetujuan sewa-menyewa yang

dibuat si penjual dengan si penyewa. Seolah-olah hak sewa yang bersifat

perseorangan tersebut dikonstruksikan sebagai hak kebendaan dalam

abstrakto.43

Dengan mengingat maksud undang-undang ini, maka perkataan

“dijual” dalam pasal 1576 sudah lazim ditafsirkan secara analogis (luas),

sehingga tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi juga meliputi perpindahan

hak milik lainnya, seperti : tukar-menukar, penghibahan, pewarisan dan lain

sebagainya. Pendek kata, dijual ditafsirkan sangat luas sehingga menjadi

41

Merry Tjoanda, Wujud Ganti Rugi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Jurnal Sasi, Vol 16, No. 4 ( Oktober - Desember 2010), h.48. 42

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta :

Pradya Paramita, 2009), h. 385. 43

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.241.

Page 50: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

39

dipindahkan miliknya. Sebaliknya, kata sewa atau persewaan dalam pasal

tersebut harus ditafsirkan secara sempit atau terbatas, dalam arti bahwa yang

tidak diputuskan atau harus dihormati oleh pemilik baru itu hanya hak sewa

saja. Sebab sangat mungkin dalam perjanjian sewa dimasukkan janji-janji

untuk kepentingan si penyewa yang bukan hak sewa, misalnya kepada si

penyewa dijanjikan bahwa setelah persewaan berlangsung selama sepuluh

tahun, ia diperkenankan membeli barang yang disewanya itu dengan harga

yang murah. Hak seperti ini yang lazim dinamakan hak opsi tidaklah berlaku

terhadap pemilik baru, apabila barang itu dijual kepada orang lain. Begitu pula

apabila perjanjian sewa itu diikuti oleh suatu perjanjian penanggungan, di

mana seorang pihak ketiga menanggung pembayaran uang sewa terhadap

pemilik, maka perjanjian penanggungan ini dianggap hapus apabila barang

yang disewakan itu dijual kepada orang lain. Dan pendapat ini memang tepat

karena penanggung (borg) boleh dikatakan telah menyanggupi penanggungan

itu kepada pemilik lama, dan tidak kepada orang lain. 44

Memang pihak yang menyewakan sebagai pemilik benda yang

disewakan, masih tetap menjadi pemilik mutlak. Sebagai pemilik mutlak, dia

berhak sepenuhnya untuk memindahkan dan menjual barang yang disewakan.

Namun sebaliknya, dalam mempergunakan haknya atas barang yang telah

disewakannya tersebut, tidak boleh merugikan pihak si penyewa. Caranya

ialah dengan jalan memperlindungi si penyewa atas kewenangan pihak yang

menyewakan dengan asas : jual beli tidak memutuskan hubungan sewa-

menyewa (koop brekt geen huur).

44

Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : Intermasa, 2001), h. 94-95.

Page 51: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

40

Adapun mengenai perpindahan sewa-menyewa kepada pembeli

sebagai pemilik baru atas barang yang disewa, meliputi seluruh kualitas yang

dimiliki pemilik lama. Artinya sewa-menyewa tetap berada dalam keadaan

semula. Pembeli sebagai pemilik baru beralih menggantikan kedudukan

pemilik lama. Karena itu, dia terikat atas segala ketentuan perjanjian sewa-

menyewa yang melekat pada barang yang dibelinya. Dia terikat atas segala

kewajiban yang menyangkut reparasi. Pemecahan sewa-menyewa karena

wansprestasi menjadi hubungan hukum yang langsung antara si penyewa

dengan si pembeli. Penjual sebagai pemilik lama, telah terputus hubunganya

dari segala tanggung jawab yang timbul dari perjanjian sewa. Penjual tidak

lagi memikul jaminan atas terlaksananya penikmatan dan pemakaian, karena

semua itu telah beralih kepada pembeli sebagai pemilik baru.

Itulah sebabnya, peralihan perjanjian sewa kepada pemilik baru

tersebut, merupakan peralihan semua title dari pemilik lama, selama jangka

waktu sewa-menyewa masih berlangsung. Peralihan semua title ini berlaku,

jika penjualan barang yang disewa merupakan penjualan atas keseluruhan.

Akan tetapi jika yang dijual hanya sebagian saja dengan alasan untuk tetap

mempertahankan hubungan sewa-menyewa antara pihak yang menyewakan

semula dengan si penyewa. Pembeli sebagian barang yang disewa, tidak

terikat atas persetujuan sewa-menyewa.

Peralihan persetujuan sewa-menyewa dari penjual kepada pembeli

berlangsung sesaat bersamaan dengan peralihan hak milik kepada pembeli.

Dengan perkataan lain : peralihan terjadi sesaat setelah terjadi persetujuan

jual-beli. Adapun konsekuensi akibat peralihan karena jual-beli barang yang

Page 52: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

41

sedang terlibat dalam persetujuan sewa-menyewa adalah:45

1. Sejak saat penyerahan (levering), si penyewa wajib dan sah membayarkan

uang sewa kepada pemilik baru.

2. Pemilik baru harus menerima persetujuan sewa-menyewa terhitung sejak

saat berlangsungnya penyerahan.

3. Jika terjadi wansprestasi yang dilakukan oleh penyewa sebelum

penyerahan berlangsung maka tuntutan pembatalan sewa dapat diminta

baik oleh pemilik lama maupun pemilik baru, ganti rugi yang ditimbulkan

wansprestasi sebelum berlangsung penyerahan kepada pemilik baru hanya

dapat dituntut oleh pemilik lama, namun apabila wansprestasi yang terjadi

itu sesudah penyerahan kepada pemilik baru berlangsung, tuntutan

pembatalan dan ganti rugi hanya dapat dilakukan oleh pemilik baru.

Mengenai sejauh mana persetujuan sewa-menyewa serta segala

persetujuan sewa-menyewa masa mendatang langsung mengikat pembeli di

sini akan dijelaskan. Bahwasanya yang dimaksud peralihan dari pemilik lama

ke pemilik baru disini hanya pada hak-hak dan kewajiban yang langsung ada

hubunganya dengan perhubungan hukum sewa-menyewa, seperti pembayaran

uang sewa dan tentang memperbaiki barang sewa yang rusak, akan tetapi hak-

hak dan kewajiban yang lain tidak beralih. Jadi hanya terbatas pada sifat dan

esensi hubungan sewa-menyewa saja.46

Karena itu jika seandainya antara penyewa dan pemilik lama telah

45

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h.242. 46

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu

(Bandung : Sumur, 1981), h. 79.

Page 53: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

42

membuat perjanjian bahwa si penyewa akan membeli barang sebagai pemilik

baru, maka yang beralih hanya hal-hal yang tidak bertentangan dengan tujuan

sewa-menyewa itu sendiri. Karena ikatan yang terjadi antara penyewa dan

pemilik lama sudah berada di luar hubungan hukum sewa-menyewa. Adapun

mengenai ketentuan pasal 1576 ini tidak menegaskan apakah ketentuan

tersebut hanya berlaku pada barang yang tidak bergerak saja, oleh karena itu

harus dianggap berlaku terhadap benda pada umumnya, yang meliputi barang

yang tidak bergerak dan barang bergerak serta barang yang berwujud dan

tidak berwujud.

Adapun mengenai ketentuan pasal 1576 ini, dapat dikesampingkan

dengan jalan “menegaskannya” dalam persetujuan sewa-menyewa dalam ayat

ke dua pasal 1576. Penegasan klausul ini harus dicantumkan dalam

persetujuan sewa-menyewa, bukan pada persetujuan jual-beli. Apabila klausul

seperti ini telah ditegaskan dalam perjanjian sewa-menyewa, si penyewa harus

meninggalkan barang yang disewa pada saat setelah terjadi persetujuan jual-

beli antara yang menyewakan dengan pihak ketiga. Pengosongan atas dasar

klausul demikian tidak menimbulkan kewajiban bagi pihak yang menyewakan

untuk membayar ganti rugi. Kecuali jika tentang hal ini disebut secara tegas

dalam perjanjian. Jika disetujui penggantian kerugian akibat pemecahan

perjanjian sewa karena jual-beli, si penyewa tidak wajib meninggalkan barang

yang disewa sampai ganti rugi tersebut dibayar lunas. Besarnya jumlah ganti

rugi akibat jual-beli barang yang disewa, sejak semula dapat mereka tentukan

dalam perjanjian tersebut. Atau besarnya jumlah ganti rugi dapat

Page 54: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

43

diperhitungkan berdasar kebisaan setempat.47

Apabila dalam kontrak sewa diperjanjikan hak si pembeli barang untuk

menyuruh si penyewa keluar dari barang yang dibelinya, dan hak itu

dipergunakannya, maka pembeli tersebut wajib memberitahukan sebelumnya

kepada penyewa untuk keluar meninggalkan barang tersebut. Namun untuk

pengosongan, pembeli harus memberikan waktu tempo yang patut sesuai

dengan kebisaan dan kelaziman setempat. Untuk perintah pengosongan tanah

perkebunan, pemberitahuan harus dilakukan sekurang-kurangnya satu tahun

sebelum tanah itu dikosongkan.

47

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),

h. 243.

Page 55: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

44

BAB III

KONSEP SEWA-MENYEWA MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ijārah (Sewa-Menyewa)

Sewa-menyewa atau dalam bahasa arab disebut ijārah berasal dari kata

“ajara” yang mempunyai sinonim kata “Akraa” yang artinya menyewakan,

seperti dalam kalimat “ajara al-syaia” (menyewakan sesuatu), dan kata

“aʻ thoohu ajran” yang artinya ia memberinya upah seperti dalam kalimat

“ajara fulaanan „ala kadza” (ia memberikan kepada si fulan upah sekian),

dan kata “atsābahu” yang artinya memberinya pahala, seperti dalam kalimat

“ajara allahu „abdahu” (Allah memberikan pahala kepada hamba-Nya).1

Menurut Abdur Rahman Al-Jaziry, ijārah menurut bahasa dengan

dikasrohkan hamzahnya dan didhommahkan hamzahnya dan difathahkan

hamzahnya. Adapun dikasrohkan hamzahnya adalah lebih tersohor dan

dengan dikasroh jimnya, yang berarti suatu pekerjaan atau amal

perbuatan.2Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Ijārah diambil dari kata “Al-

Ajr” yang artinya „iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala (tsawab)

dinamakan ajr (upah/pahala). Dan menurut syariat yang dimaksud ijārah

adalah akad untuk mendapatkan manfaat sebagai imbalan.3

Menurut Wahbah Zuhaili, ijārah menurut bahasa adalah ِ

(menjual manfaat), sedangkan menurut fiqh adalah suatu akad atas manfaat

1 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h.315.

2 Abdur Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Al-Madzhab Al-Arba‟ah (Kairo : Dar Al-Hadist,

2004), h. 76. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Jakarta : Cakrawala publishing, 2009), h. 258.

Page 56: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

45

yang diperbolehkan dengan cara memberi imbalan. Atau juga bisa

didefinisikan akad yang diperbolehkan untuk pemilikan manfaat yang

diketahui dan dituju dari barang yang disewa dengan imbalan.4

Sedangkan secara terminology, ada beberapa definisi ijārah menurut

pandangan para ulama, diantaranya adalah:

1. Menurut Ulama Hanafiyah ijārah adalah:

Ijārah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat yang

dimaksud dan tertentu dari barang yang disewa dengan imbalan.5

2. Menurut Malikiyah

Ijārah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu

barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan

berasal dari manfaat.6

3. Menurut Syafi‟iyyah

Definisi akad ijārah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan

tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.7

4 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Mu‟amalat Al-Maliyah Al-Mu‟ashiroh (Damaskus : Dar al-fikr,

2002), h. 72. 5 Abdur Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Al-Madzhab Al-Arba‟ah (Kairo : Dar Al-Hadist,

2004), h. 77. 6Ali Fikri, Al-Mu‟amalat Al-Maddiyah wa Al-Adabiyah, cet.I, dalam Ahmad Wardi

Muslih, Fiqh Muamalah (Jakarta: Amzah, 2010), h.316. 7 Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah Al-Akhyar fi Hilli Ghayah Al-Ikhtishar,

(Surabaya : Dar Al-Ilmi, t,t), Juz 1, h. 249.

Page 57: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

46

4. Menurut Hanabilah

Ijārah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafadz ijārah

dan kara‟ dan semacamnya.8

Dari pengertian di atas dapat disimpulkankan bahwa pada dasarnya

tidak ada perbedaan yang prinsip diantara para ulama dalam mendefinisikan

ijārah. Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa ijārah adalah akad

atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, obyek sewa-menyewa adalah

manfaat atas suatu barang.9 jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang

sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-

menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan

tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah

bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.10

Seperti contoh

seseorang menyewa sebuah rumah untuk dijadikan tempat tinggal selama satu

tahun dengan imbalan tiga juta rupiah, ia berhak menempati rumah itu selama

jangka waktu satu tahun akan tetapi ia tidak berhak memiliki rumah tersebut.

Dari segi imbalannya, ijārah ini mirip dengan jual beli tetapi keduanya

berbeda, karena dalam jual beli objeknya benda sedangkan dalam ijārah

objeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan

menyewa pohon untuk diambil buahnya karena buah itu benda bukan manfaat.

8 Syamsuddin bin Qudamah Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir, (t.t : Dar Al-fikr, t.t), juz 3,

h. 301. 9 Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 317.

10 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2004), h. 52.

Page 58: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

47

Demikian pula tidak dibolehkan menyewa sapi untuk diperah susunya karena

susu bukan manfaat tetapi benda.11

B. Dasar Hukum Ijārah

Ijārah disyariatkan berdasarkan Al-quran, sunnah, dan ijma ulama.

Adapun hukum dari ijārah, para fuqoha bersepakat atas legalnya akad ijārah

kecuali Abu Bakar Al-Asham, Ismail bin Ulayyah, Hasan Basri, Al-Qasyani,

An-Nahrawani, dan Ibnu Kaisan. Mereka tidak memperbolehkan akad ijārah

karena ijārah adalah jual beli manfaat, sedangkan ketika berlangsungnya akad,

manfaat tersebut tidak bisa diterimaserahkan. Setelah beberapa waktu barulah

manfaat tersebut bisa dirasakan sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang

tidak ada pada waktu akad tidak boleh dijualbelikan.12

Namun pendapat

tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd, bahwa manfaat walaupun pada waktu

akad belum ada, tetapi pada ghalibnya manfaat akan terwujud, dan inilah yang

menjadi perhatian serta pertimbangan syara‟.13

Adapun dalil ijārah yang termaktub dalam firman Allah swt

diantaranya adalah:

1. Surat Al-Talaq ayat 6 yang berbunyi:

6

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka

berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Al-Talaq : 6)

11

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 317. 12

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, cet. 10, (Damaskus : Dar Al-Fikr,

2007), jilid 5, h. 385. 13

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz 2, Dar Al-Fikr, t.t., h.

166.

Page 59: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

48

2. Surat Al-Qashash ayat 26 yang berbunyi:

66

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ya bapakku ambillah ia

sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang

paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang

kuat lagi dipercaya. (QS. Al-Qashash : 26)

Adapun dalil dari hadist Nabi saw adalah:

1. Hadist Ibnu Umar

“Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rosulullah saw telah bersabda :

berikanlah olehmu upah buruh itu sebelum keringatnya kering.” (Riwayat

Ibnu Majah)14

2. Hadist Ibnu Abbas

“Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Nabi saw berbekam dan beliau

memberikan kepada tukang bekam itu upahnya” (HR. Al-Bukhori)15

3. Hadist Aisyah

14

Ash-Shan‟ani, Subulussalam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 293. 15

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykul Bihasyiyah As-Sindi,

(Beirut : Dar Al-Fikr, t.t), h. 33.

Page 60: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

49

“Dari Urwah bi Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. Istri Nabi saw

berkata: Rasulullah saw dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari

suku Bani Ad-Dayl, penunjuk jalan yang mahir, dan ia masih memeluk

agama orang kafir Quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan

kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan

kepadanya untuk bertemu di Gua Tsaur dengan kendaraan mereka setelah

tiga hari pada pagi hari selasa”. (HR. Al-Bukhari)16

C. Rukun dan Syarat Ijārah

Semua akad dalam jual-beli itu harus memenuhi rukun dan syarat yang

telah ditentukan oleh syara‟, ketika salah satu rukun dan syarat tersebut tidak

terpenuhi maka akad yang telah terjalin dalam jual beli dianggap tidak sah

atau batal. Begitupun akad jual beli dalam ijārah.

Adapun rukun dan syarat ijārah menurut Mazhab Hanafi hanya satu

yakni ijab dan qobul (pernyataan dari orang yang menyewa dan menyewakan).

Lafadz yang digunakan adalah lafadz ijārah, isti‟jar, iktira‟,

ikra‟.17

Sedangkan menurut Jumhur ulama rukun dan syarat ijārah ada empat

macam, diantaranya adalah18

:

1. „Aqidaini

Adapun maksud dari „aqidaini di sini adalah adanya dua orang

yang saling berakad yakni mu‟jir (orang yang menyewakan) dan musta‟jir

16

Ibid., juz 2, h. 33. 17

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalah (Jakarta : Amzah, 2010), h. 320. 18

Muhammad „Abdul „aziz Hasan Zaid, al-Ijārah baina Al-Fiqh Al-Islami wa Al-Tathbiq Al-Mu‟ashir (Kairo : Al-Ma‟had Al-„Allimi lil Fikri Al-Islami, 1996), h. 16.

Page 61: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

50

(orang yang menyewa). Keduanya pun disyaratkan harus orang yang

baligh dan berakal menurut Mazhab Syafi‟I dan Hambali19

, cerdas dan

bisa memilih20

. Transaksi ijārah dianggap tidak sah apabila salah satu

ataupun keduanya adalah termasuk orang kecil, gila, bodoh dan orang

yang dipaksa. Berbeda halnya dengan Mazhab Hanafi dan Maliki yang

mengatakan bahwa orang yang berakad tidak harus orang yang mencapai

usia baligh akan tetapi anak yang telah mumayyiz boleh melakukan akad

ijārah dengan ketentuan telah disetujui oleh walinya.21

Bagi orang yang melakukan transaksi ijārah juga disyaratkan

mengetahui manfaat barang yang diakadkan secara sempurna, sehingga

dapat mencegah terjadinya perselisihan.22

2. Shighot

Shiqhot di sini merupakan sebuah pernyataan atau ucapan

penyerahan dan penerimaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi

ijārah. Dalam hal ini juga disyaratkan adanya lafadzh yang

mengisyaratkan ijārah seperti contoh ucapan mu‟jir “ajartuka kadza”

atau “akraituka hadza” atau “malaktuka manafi‟ahu sanatan bikadza”

kemudian musta‟jir menjawab segera dengan ucapan “qobiltu” atau

“iktaraitu”.

19

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2003), h.231. 20

Muhammad „Abdul „Aziz Hasan Zaid, Al-Ijārah baina Al-Fiqh Al-Islami wa Al-

Tathbiq Al-Mu‟ashir, (Kairo : Al-Ma‟had al-„Allimi lil Fikri Al-Islami, 1996), h. 17. 21

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat (Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2003), h.231. 22

Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Ghalia Indonesia,

2011), h. 170.

Page 62: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

51

3. Ujrah (sewa)

Dalam hal ini ada dua macam syarat ujrah, diantaranya : a). Upah

tersebut diketahui dan termasuk harta yang bernilai, sebagaimana sabda

Rosulullah saw, ُهَرْجَا ُهَمَلْعَيْلا َفًرْيِجَا َرَجاْءَتاْس ِنَم" " (barangsiapa

mempekerjakan pekerjaan maka hendaklah ia memberitahu upahnya). b).

upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Maʻ qūd ʻ alaih.

Seperti contoh, ijārah tempat tinggal dibayar dengan tempat tinggal, jasa

dibayar jasa, penunggangan dibayar penunggangan, pertanian dibayar

pertanian.23

4. Maʻ qūd ʻ alaih

Maksud dari Maʻ qūd ʻ alaih adalah barang yang dijadikan obyek

sewa-menyewa yakni manfaat. Adapun syarat-syarat manfaat yang boleh

dijadikan obyek sewa-menyewa adalah24

:

a. Manfaat itu berupa sesuatu yang bernilai, baik menururt syara‟

maupun kebiasaan setempat. Maka tidak sah menyewakan anjing

meskipun untuk penjagaan.

b. Manfaat dari barang yang disewakan itu berupa manfaat yang

diperbolehkan. Maka tidak sah ijārah apabila manfaat dari barang yang

disewakan itu berupa manfaat yang tidak diperbolehkan. Seperti

halnya menyewakan rumah untuk tempat maksiat.

c. Manfaat itu dapat diketahui dengan jelas. Maka tidak sah apabila

menyewakan salah satu dari dua rumah.

23

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa adillatuhu, cet.10, (Damaskus : Dar Al-Fikr,

2007), jilid 5, h. 400. 24

Muhammad „Abdul „Aziz Hasan Zaid, Al-Ijārah baina Al-Fiqh Al-Islami wa Al-Tathbiq

Al-Mu‟ashir, (Kairo : Al-Ma‟had Al-„Allimi lil Fikri Al-Islami, 1996), h. 17.

Page 63: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

52

d. Manfaat harus dapat diserahterimakan, bukan manfaat yang tidak bisa

diserahterimakan karena adanya kelemahan baik kelemahan inderawi

maupun kelemahan syar‟i. contoh kelemahan inderawi,

mempekerjakan seorang satpam yang buta atau menyewakan sebidang

tanah untuk ditanami yang tidak ada airnya sekalipun bahkan air

hujanpun tidak mencukupinya. Sedangkan contoh kelemahan syar‟i,

mempekerjakan seorang perempuan yang sedang haid untuk

membersihkan masjid.

D. Sifat Ijārah dan Hukumnya

Hanafiah berpendapat, bahwa akad ijārah itu bersifat mengikat kedua

belah pihak, tetapi dapat dibatalkan secara sepihak apabila terdapat udzur.25

Sedangkan menurut jumhur ulama, ijārah merupakan akad yang lāzim

(mengikat), yang tidak bisa di fasakh kecuali dengan sebab-sebab yang jelas,

seperti adanya aib (cacat) atau hilangnya objek manfaat. Hal tersebut oleh

karena ijārah adalah akad mu‟awadhah, sehingga tidak bisa dibatalkan begitu

saja, sama seperti jual beli.26

Hukum akad ijārah sendiri dibagi menjadi dua, yakni:27

1. Hukum ijārah shahih, yang akibat hukumnya adalah tetapnya hak milik

atas manfaat bagi musta‟jir (penyewa), dan tetapnya hak milik atas uang

25

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2003), h.235. 26

Alauddin Al-Kasani, Bada‟I Ash-Shanah‟I fi Tartib Asy-Syara‟I, Juz 4, (t.tp, t.p, t.t), h.

58. 27

Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Ciputat :

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 163.

Page 64: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

53

sewa atau upah bagi mu‟jir (yang menyewakan). Hal ini oleh karena

sebagaimana dijelaskan di atas bahwa akad ijārah adalah akad

mu‟awadhah, yang disebut dengan jual beli manfaat.

2. Dalam ijārah rusak/fasid, apabila musta‟jir telah menggunakan barang

yang disewa maka ia wajib membayar uang sewa yang berlaku. Menurut

ulama Hanafiyah adalah apabila penyewa telah mendapatkan manfaat

tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari

kesepakatan pada waktu akad, ini bila kerusakan tersebut terjadi pada

syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberi

tahukan jenis pekerjaan perjanjiannya upah harus diberikan semestinya.

E. Macam-Macam Ijārah

Dilihat dari segi objeknya, ijārah dapat dibedakan menjadi dua macam,

yakni :28

1. Ijārah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa.

Dalam ijārah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu

benda. Adapun hukum ijārah atas manfaat ini diperbolehkan atas

manfaat yang diperbolehkan, seperti rumah untuk tempat tinggal, toko

dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk kendaraan atau angkutan,

pakaian dan perhiasan untuk dipakai. Adapun manfaat yang diharamkan

maka tidak boleh disewakan, karena barangnya diharamkan.

2. Ijārah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah.

Dalam ijārah kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan

seseorang. Jadi ijārah atas pekerjaan ini merupakan suatu akad ijārah untuk

28

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 329-334.

Page 65: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

54

melakukan suatu perbuatan tertentu. Seperti membangun rumah, menjahit

pakaian, mengangkut barang ketempat tertentu, memperbaiki mesin cuci

atau kulkas, dan lain sebagainya.

Ajīr atau tenaga kerja ada dua macam, yakni:

1. Ajīr (tenaga kerja ) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk

masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang selain

orang yang telah mempekerjakannya. Contohnya seseorang yang bekerja

sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.

2. Ajīr (tenaga kerja) musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari

satu orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.

Contohnya tukang jahit, tukang celup, notaris, dan pengacara. Hukumnya

adalah Ajīr mustarak boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang

menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang lain.

Ia (Ajīr musytarak) tidak berhak atas upah kecuali dengan bekerja.

F. Menyewakan Barang Sewaan

Musta‟jir dibolehkan menyewakan kembali barang sewaan kepada

orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan

yang dijanjikan ketika akad awal, seperti penyewaan seekor kerbau, ketika

akad awal dinyatakan bahwa kerbau itu disewa untuk membajak di sawah,

kemudian kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul musta‟jir kedua, maka

kerbau itu pun harus digunakan untuk membajak pula. Harga penyewaan yang

kedua ini bebas-bebas saja, dalam arti boleh lebih besar, lebih kecil, atau

Page 66: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

55

seimbang.29

Hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan, dan kebiaasaan tersebut

dinamakan dengan al-Khulwu. Hal ini berlaku juga untuk penyewaan-

penyewaan yang lainnya seperti, penyewaan rumah, kendaraan dan alat-alat

musik.30

Namun apabila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang

bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu‟jir), dengan syarat kerusakan

itu bukan akibat dari kelalaian musta‟jir. Bila kerusakan benda yang disewa

itu akibat kelalaian penyewa maka yang bertanggung jawab adalah penyewa

itu sendiri.31

G. Perihal Resiko

Dalam hal perjanjian sewa-menyewa adakalanya resiko yang

ditimbulkan, resiko yang ditimbulkan mengenai objek perjanjian sewa-

menyewa dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan), sebab si

penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat atau kenikmatan dari

barang yang disewakan, atau dengan kata lain pihak penyewa hanya berhak

atas manfaat dari barang/benda saja, sedangkan hak atas bendanya masih tetap

berada pada pihak yang menyewakan. Sehingga dalam hal terjadi kerusakan

barang maka resiko di tanggung oleh pemilik barang, kecuali kerusakan yang

terjadi disebabkan oleh adanya kesalahan dari penyewa.32

Apabila selama waktu sewa barang yang disewakan musnah

29

Sohari Sahroni dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Penerbit Ghalia

Indonesia, 2011), h. 173. 30

Abdul Rahman Ghazali, dkk., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010), h. 282. 31

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 122. 32

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2004), h. 55.

Page 67: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

56

seluruhnya karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka perjanjian sewa-

menyewa dinyatakan gugur. Sedangkan apabila masih ada salah satu bagian

barang yang disewakan tersisa, maka si penyewa dapat memilih berupa

pengurangan harga sewa atau membatalkan perjanjian sewa-menyewa.33

H. Perselisihan Antara Para Pihak dalam Ijārah

Dalam berlangsungnya akad ijārah kadangkala terjadi perselisihan

antara orang yang menyewakan dan orang yang menyewa baik dalam hal

manfaat atau biaya sewa. Apabila para pihak dalam akad ijārah berselisih

tentang kadar manfaat atau besarnya upah/uang sewa yang diterima,

sedangkan ijārahnya shahih maka adakalanya perselisihan tersebut terjadi

sebelum dipenuhinya manfaat dan adakalanya setelah manfaat atau jasa

tersebut diterima. Apabila perselisihan terjadi sebelum manfaat diterima maka

kedua belah pihak hendaknya bersumpah satu terhadap yang lainnya. Hal ini

didasarkan pada hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ashhab As-Sunan,

Ahmad, dan Syafi‟i bahwa Nabi saw bersabda:

“apabila dua orang yang melakukan jual beli berselisih pendapat,

maka keduanya bersumpah dan saling mengembalikan.”34

Meskipun hadist ini membicarakan masalah jual beli, namun ijārah

merupakan salah satu jenis jual beli maka ketentuan yang ada dalam hadist

tersebut berlaku juga untuk akad ijārah. Dengan demikian, apabila mereka

33

Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia

(Yogyakarta : Citra Media, 2006), h. 49. 34

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa adillatuhu , cet.10, (Damaskus : Dar Al-Fikr,

2007), jilid 5, h. 427.

Page 68: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

57

bersumpah maka ijārah menjadi batal.35

Apabila perselisihan terjadi setelah penyewa menggunakan sebagian

dari manfaat barang yang disewanya, misalnya ia telah menempati rumah

yang disewa untuk beberapa waktu, maka yang diterima adalah ucapan

penyewa yang diperkuat dengan sumpahnya, lalu keduanya saling bersumpah

dan ijārah batal untuk sisa manfaatnya. Hal ini karena akad atas manfaat

berlaku sedikit demi sedikit, sesuai dengan timbulnya manfaat. Dengan

demikian, setiap bagian dari manfaat merupakan objek akad yang berdiri

sendiri, sehingga masa sewa yang tersisa juga merupakan akad yang mandiri.

Apabila perselisihan terjadi setelah selesainya masa ijārah maka ucapan yang

diterima adalah ucapan penyewa dalam penentuan biaya sewa disertai dengan

sumpah.36

I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ijārah

Pada prinsipnya ijārah merupakan akad yang bersifat mengikat kedua

belah pihak yang melakukannya. Dalam artian, ketika akad berlangsung,

masing-masing pihak harus menunaikan kewajiban dan menerima hak

masing-masing serta tidak boleh membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal

yang menurut ketentuan hukum (syara‟) dapat dijadikan alasan pembatalan37

.

Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijārah adalah:38

1. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. Ini menurut

pendapat Hanafiah. Bagi madzhab ini, waris hanya berlaku pada sesuatu

yang ada (wujud fisiknya) dan menjadi hak milik. Sementara, manfaat

35

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h. 337. 36

Ibid., h. 337-338. 37

AH. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.127. 38

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h. 338.

Page 69: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

58

yang diperoleh dari ijārah adalah sesuatu yang terjadi secara bertahap dan

ketika meninggalnya salah satu pihak manfaat tersebut tidak ada dan tidak

sedang dimilikinya. Maka sesuatu yang tidak dimiliki mustahil bisa

diwariskan. Oleh karena itu, akad ijārah harus diperbarui dengan ahli waris

sehingga akad berlangsung dengan pemiliknya yang baru39

. Sedangkan

menurut jumhur ulama, kematian salah satu pihak tidak mengakibatkan

fasakh atau berakhirnya akad ijārah. Hal tersebut dikarenakan ijārah

merupakan akad yang lazim, seperti halnya jual-beli, dimana musta‟jir

memiliki manfaat atas barang yang disewa dengan sekaligus sebagai hak

milik yang tetap, sehingga bisa berpindah ke ahli waris.40

2. Iqolah, yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara kedua belah

pihak. Hal ini karena ijārah adalah akad mu‟awadhah (tukar-menukar),

harta dengan harta sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembatalan

(iqolah) seperti halnya jual beli.

3. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijārah tidak mungkin untuk

diteruskan.

4. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijārah telah berakhir. Apabila

yang disewakan itu rumah, maka rumah tersebut dikembalikan kepada

pemiliknya, dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak

menerima upahnya.

5. Adanya udzur dari salah satu pihak.

Apabila terdapat udzur baik pada pelaku maupun Maʻ qūd ʻ alaih,

39

AH. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.127-128. 40

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h. 338.

Page 70: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

59

maka pelaku berhak membatalkan akad, ini menurut Hanafiah. Akan tetapi

menurut Jumhur Ulama, akad ijārah tidak batal karena adanya udzur, selama

objek akad yaitu manfaat tidak hilang sama sekali.41

Ulama Hanafiyah

membagi udzur yang mewajibkan fasakh menjadi tiga bagian, diantaranya:42

1. Udzur dari pihak musta‟jir (penyewa). Misalnya musta‟jir pailit atau

pindah domisili.

2. Udzur dari pihak mu‟jir (orang yang menyewakan). Misalnya mu‟jir

memiliki utang yang sangat banyak yang tidak ada jalan lain untuk

membayarnya kecuali dengan menjual barang yang disewakan dan hasil

penjualannya digunakan untuk melunasi utang tersebut.

3. Udzur berkaitan dengan barang yang disewakan atau sesuatu yang disewa.

Contoh pertama, seseorang menyewa kamar mandi disuatu kampung

untuk digunakannya selama waktu tertentu. Kemudian penduduk desa

berpindah ke tempat lain. Dalam hal ini ia tidak perlu membayar sewa

kepada mu‟jir. Contoh yang kedua, seseorang menyewakan budaknya

selama satu tahun. Baru enam bulan ternyata ia memerdekakan budak

tersebut. Dalam keadaan seperti ini, budak tersebut boleh memilih antara

meneruskan ijārah atau membatalkannya.

Terkait dengan apa saja udzur atau alasan-alasan dari pihak mu‟jir

(yang menyewakan) yang bisa merusak akad ijārah tersebut akan dijelaskan

lebih rinci dan luas dalam kitab Fiqh Madzahib Arba‟ah yang dinukil dari

41

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, cet.10, (Damaskus : Dar Al-Fikr,

2007), jilid 5, h. 406. 42

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h. 327.

Page 71: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

60

pendapat Imam Abu Hanifah yang diantaranya adalah:43

1. Pihak yang menyewakan mempunyai hutang yang sudah melampaui jatuh

tempo dan tidak bisa melunasi hutang tersebut kecuali dengan menjual

rumah yang disewakan kepada orang lain. Maka dalam hal ini pihak yang

menyewakan diperbolehkan merusak akad ijārah melalui salah satu pihak.

Dengan demikian, akad ijārah antara pihak yang menyewakan dan pihak

penyewa terputus dengan dijualnya rumah yang disewakan baik disertai

dengan adanya pengakuan atas utang yang dimilikinya ataupun tidak.

2. Adanya sengketa antara kreditur dan debitur dalam melunasi hutang

dengan cara menjaminkan rumah yang disewakan. Maka dalam hal ini,

kreditur diperbolehkan menjual rumah yang telah disewakan kepada orang

lain tanpa maksud menggangu ataupun merugikan pihak penyewa dengan

syarat sudah ada keputusan dari qodhi/hakim atas rusaknya akad tersebut.

3. Pemilik barang mempunyai hutang yang sudah dicatat atau didaftarkan

kepada kantor badan hukum atau hutang-hutang yang tercatat dalam

perdagangan dan atau surat dagang sebagaimana hutang tersebut sudah

diketahui semua orang maka dalam hal ini boleh merusak akad ijārah

tanpa adanya putusan hakim.

4. Pihak yang menyewakan mempunyai hak untuk menjual rumah yang

disewakan apabila pembayaran uang sewa yang diterima tidak mencukupi

untuk melunasi hutang-hutang yang dimilikinya sehingga apabila rumah

tersebut dijual maka pihak yang menyewakan harus mengembalikan sisa

43

Abdur Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „Ala Al-Madzhab Al-Arba‟ah, (Kairo : Dar Al-

Hadist, 2004), h. 122.

Page 72: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

61

uang sewa kepada penyewa baru kemudian sisanya untuk pelunasan

hutang, namun apabila pembayaran uang sewa sudah mencukupi untuk

pelunasan hutang maka akad ijārah tidak bisa diputus dan tidak dijual

barang yang disewakan.

5. Akad ijārah tidak tidak terputus dengan adanya pengakuan pihak yang

menyewakan bahwa rumah yang disewakan adalah milik orang lain akan

tetapi si pengaku baru bisa menempati rumahnya setelah masa sewa

berakhir.

6. Tidak adanya kemampuan untuk menafkahi dirinya atau keluarganya

sedangkan dia mempunyai rumah lain selain yang ditempati yang

disewakan, maka dalam hal ini boleh merusak akad ijārah dan menjual

rumah tersebut kepada orang lain. Beda halnya tidak diperbolehkan

menjual rumah yang disewakan tanpa adanya udzur selama masa ijārah

berlangsung kecuali adanya izin penyewa. Namun apabila pihak yang

menyewakan menjual rumah yang disewakan tanpa adanya izin penyewa

maka jual beli tersebut diperbolehkan namun tidak terlaksana kecuali

setelah habisnya masa sewa rumah tersebut dari penyewa.

Page 73: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

62

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2439/K/Pdt/2002

PRESPEKTIF HUKUM PERDATA PASAL 1576 DAN HUKUM ISLAM

A. Permasalahan Kasus1

Kasus ini merupakan kasus bidang perdata yang mana

permasalahanya terfokuskan pada adanya surat eksekusi penggosongan

rumah dari Pengadilan Negeri Bogor atas sengketa tanah dan bangunan

yang dilakukan oleh pihak yang menyewakan dan pihak ketiga atas dasar

hak kepemilikan yang dihibahkan orang tua pihak ketiga. Dalam

persengketaan yang dilakukan nyatanya pihak penyewa tidak dilibatkan

dalam perkara tersebut sehingga tidak tahu-menahu tentang persengketaan

tanah dan bangunan yang sekarang ditempatinya.

Menurut pernyataan dari pihak penyewa, penyewaan rumah

dilakukan sebagai ganti atau penerus dari persewaan sebelumnya yang

dilakukan orang tuanya yang mana sekarang sudah meninggal. Adapun

hubungan yang terjalin antara pihak yang menyewakan dan penyewa

terjalin secara baik-baik tanpa adanya sebuah permasalahan. Namun

jalinan yang awalnya baik-baik mengalami keretakan karena adanya

gangguan pihak ketiga atas pengakuan hak milik atas rumah yang disewa

melalui surat eksekusi pengosongan.

Sesuai dengan pengakuan pihak yang menyewakan, penjualan

rumah yang dilakukan dahulu kepada orang tua pihak ketiga untuk

1 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2439/K/Pdt/2002.

Page 74: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

63

pembayaran pelunasan hutang yang sudah jatuh tempo namun transaksi

jual beli tidak atas izin maupun pengetahuan pihak penyewa dan tidak ada

pemberitahuan sebelumnya sehingga pembayaran uang sewa tetap

dibayarkan kepada pihak yang menyewakan meskipun hak milik sudah

beralih.

Atas dasar surat eksekusi pengosongan rumah tersebut, pihak

penyewa merasa sangat keberatan karena hak-haknya seakan-akan telah

diabaikan dan tidak mendapatkan perlindungan hukum sehingga dia

mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Bogor untuk

menyatakan bahwa dia adalah penyewa yang sah dan pembatalan atas

surat eksekusi yang diajukan kepadanya batal demi hukum. Namun

permohonan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Bogor. Kemudian

pihak penyewa mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Bandung

dengan dalih sebagaimana yang diajukan ke Pengadilan Negeri Bogor,

akan tetapi permohonanya ditolak juga. Akhirnya pihak penyewa

mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan membuahkan hasil dengan

adanya pembatalan putusan Judex Facti serta pengabulan permohonan

yang telah diajukan oleh pihak penyewa.

Kasus di atas apabila dilihat sepintas dari pandangan KUHPerdata

maka masuk pada ranah asas koop brekt geen hurr yakni jual beli tidak

memutus sewa-menyewa, dalam artian bahwa jika barang yang telah

disewakan ternyata dijual atau dipindahalihkan kepada pihak ketiga

Page 75: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

64

sebelum masa sewa berakhir maka sewa-menyewa tidak terputus2,

misalnya A menyewakan sebidang rumah kepada B dalam jangka waktu

satu tahun namun belum genap masa sewa ternyata rumah tersebut dijual

A kepada C, maka dalam hal ini sewa-menyewa yang dilakukan B tidak

terputus meskipun hak milik rumah yang disewa sudah dipindahalihkan

kepada C melalui transaksi jual beli. Ataupun bisa juga seperti contoh A

menggugat B atas sebidang rumah atas dalil hak milik. Gugatan A

dikabulkan dan dinyatakan sebagai pemilik yang sah yang disertai dengan

surat eksekusi pengosongan, namun jauh sebelum hal tersebut terjadi,

rumah telah disewakan kepada C, dengan demikian eksekusi pengosongan

terhadap C tidak bisa dijalankan karena tidak ikut digugat3. Sedangkan

apabila ditinjau dari Hukum Islam Nampak bahwa akad ijārah dapat

diputus/difasakh sebelum masa sewa berakhir dengan cara dijualnya

barang yang disewakan kepada orang lain apabila terdapat udzur yang

memaksa salah satu pihak baik mu‟jir (pihak yang menyewakan) ataupun

musta‟jir (pihak penyewa) untuk melaksanakannya4. Misalnya, A

menyewakan sebidang rumah kepada B kemudian sebelum masa sewa

berakhir A menjual rumah yang disewakan kepada C dengan adanya udzur

yang melatarbelakangi dijualnya rumah tersebut kepada C, maka akad

ijārah antara mu‟jir dan musta‟jir terputus dengan dijualnya rumah

tersebut.

2 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2001), h.95.

3 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 317. 4Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 327.

Page 76: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

65

B. Dasar Hukum Putusan Mahkamah Agung

Adapun dasar hukum yang melatarbelakangi putusan Mahkamah

Agung dalam perkara diatas merujuk pada ketentuan KUHPerdata pasal

1575 dan 1576. Dalam pasal 1575 KUHPerdata diterangkan bahwa

dengan meninggalnya salah satu pihak baik penyewa maupun yang

menyewakan maka perjanjian sewa-menyewa tidak terputus karena masih

bisa dilanjutkan oleh ahli warisnya, kemudian dilanjut ketentuan pasal

1576 KUHPerdata menyebutkan bahwa dengan dijualnya barang yang

disewa maka perjanjian sewa-menyewa sebelumnya tidak terputus kecuali

ada perjanjian sebelumnya.

Atas dasar hukum yang diambil oleh Mahkamah Agung dalam

memutuskan perkara di atas yang mana terpaku dalam pasal 1575 dan

1576 KUHPerdata, maka penulis akan mencoba menganalisis perkara di

atas apakah sudah sesuai dan tepat dengan ketentuan KUHPerdata

begitupun Hukum Islam.

Memang putusan Mahkamah Agung yang diambil atas dasar

hukum pasal 1575 dan 1576 KUHPerdata di atas sudah tepat dan benar

menurut kaidah KUHPerdata yang mana sesuai dengan penjelasan diatas

bahwa dalam kasus tersebut sewa-menyewa yang dahulu ditransaksikan

oleh orang tua penyewa yang mana sekarang sudah meninggal

dilanjutkan/digantikan oleh anaknya atau ahli warisnya baik dalam

pembayaran sewa maupun yang lainnya sehingga bisa dikatakan bahwa

ahli warisnya merupakan pihak penyewa yang sah karena dalam ketentuan

Page 77: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

66

pasal 1575 telah disebutkan bahwa dengan meninggalnya salah satu pihak

yakni dalam kasus ini adalah pihak penyewa, maka sewa-menyewa

tersebut tidak terputus.

Begitu juga apabila ditinjau menurut Hukum Islam, maka dalam

Hukum Islam nampak bahwa hukum ijārah yang dilakukan para pihak

kasus di atas dihukumi sah karena sudah memenuhi syarat dan rukun

ijārah yang mana menurut Jumhur Ulama ada empat5, yakni „aqidaini,

shighot, ujrah (sewa), maʻ qūd ʻ alaih. Sedangkan menurut Mazhab

Hanafi hanya ada satu6 yakni ijab dan qobul. Namun mengenai

meninggalnya salah satu pihak yakni dalam kasus ini adalah penyewa

yang kemudian dilanjutkan oleh ahli warisnya maka ijārah tersebut

dihukumi tidak terputus/ fasakh sebagaimana pendapat Jumhur Ulama7

yang mengatakan bahwa kematian salah satu pihak tidak mengakibatkan

fasakh atau berakhirnya akad ijārah, dengan argumen ijārah merupakan

akad yang lazim, seperti jual-beli, di mana musta‟jir memiliki manfaat atas

barang yang disewa dengan sekaligus sebagai hak milik yang tetap,

sehingga bisa berpindah ke ahli waris. Akan tetapi beda halnya dengan

pendapat Hanafiyah8 yang mengatakan bahwa akad ijārah dihukumi

terputus/fasakh apabila salah satu pihak yang melakukan akad meninggal

dunia kecuali ada pembaharuan akad yang dilakukan ahli warisnya,

dengan argument bahwa waris hanya berlaku pada sesuatu yang ada

5 Muhammad „Abdul Aziz, Hasan Zaid, Al-Ijārah baina Al-Fiqh Al-Islami wa Al-Tathbiq

Al-Mu‟ashir, (Kairo : Ma‟had Al-„Allimil lil Fikri Al-Islami, 1996), h.16. 6Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Amzah, 2010), h.320.

7 Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalah, h. 338.

8 AH. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.127.

Page 78: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

67

(wujud fisiknya) dan menjadi hak milik. Sementara, manfaat yang

diperoleh dari ijārah adalah sesuatu yang terjadi secara bertahap dan ketika

meninggalnya salah satu pihak manfaat tersebut tidak ada dan tidak sedang

dimilikinya. Maka sesuatu yang tidak dimiliki mustahil bisa diwariskan.

Oleh karena itu, akad ijārah harus diperbarui dengan ahli waris sehingga

akad berlangsung dengan pemiliknya yang baru. Dari dua pendapat diatas,

menurut penulis esensinya sama yakni dengan meninggalnya salah satu

pihak maka akad ijārah tidak terputus meski menurut Hanafiyah harus ada

pembaharuan akad yang baru oleh ahli warisnya. Sedang apabila dilhat

dengan perkembangan zaman sekarang, kadangkala ijab qobul atau

shighot dalam pembaharuan akad baik ijārah ataupun yang lainya tidak

diucapkan secara spesifik sebagaimana yang dijelaskan dalam Hukum

Islam sehingga menurut penulis, dengan adanya pemberitahuan atau

isyarah mengenai hal yang yang dimaksud oleh pihak penyewa baru yakni

ahli waris maka sudah bisa dikatakan sebagai pembaharuan akad.

Kemudian mengenai putusan Mahkamah Agung atas dasar hukum

pasal 1576 KUHPerdata, yang mana maksud yang melatarbelakanginya

adalah untuk melindungi pihak penyewa dari peralihan hak milik barang

yang disewa ataupun tuntutan-tuntutan yang sewaktu-waktu bisa terjadi

akibat persengketaan hak milik ataupun yang lainnya terhadap penyewa

sehingga sewa-menyewa dengan sendirinya menurut hukum tetap melekat

pada barang yang dijual dan dengan sendirinya si pembeli tetap terikat

Page 79: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

68

pada persetujuan sewa-menyewa yang dibuat si penjual dan si penyewa.9

Dengan mengingat maksud undang-undang ini, maka perkataan “dijual”

dalam pasal 1576 KUHPerdata sudah lazim ditafsirkan secara analogis

(luas), sehingga tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi juga meliputi

perpindahan hak milik lainnya, seperti tukar-menukar, penghibahan,

pewarisan dan lain sebagainya.10

Senada dengan pernyataan diatas, Yahya Harahap juga

menggemukakan bahwa eksekusi terhadap penyewa yang tidak ikut

digugat sama halnya dengan eksekusi terhadap pihak ketiga yang

menguasai barang obyek eksekusi berdasar alasan hak yang sah pada satu

segi, dan sekaligus pula berhadapan dengan asas yang diatur dalam Pasal

1576 KUHPerdata yang menentukan “jual beli tidak memutuskan sewa

menyewa” (koop brekt geen huur). Misalnya, A menggugat B atas

sebidang tanah dan rumah yang berdiri di atasnya berdasar dalil hak milik.

Gugatan A dikabulkan dan dinyatakan sebagai pemilik yang sah serta

sekaligus dibarengi dengan amar memerintahkan pengosongan dan

penyerahan tanah dan rumah terhadap siapa saja yang memperoleh hak

dari tergugat B. Nyatanya, jauh sebelum terjadi perkara antara A dan B,

tanah dan rumah sudah disewakan B kepada C. Dalam kasus yang

demikian, eksekusi pengosongan terhadap C (sebagai penyewa yang sah)

tidak dapat dijalankan atas alasan eksekusi pengosongan tidak dapat

ditujukan kepada penyewa yang sah yang tidak ikut digugat. Dan

9Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986), h.

241. 10

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2001), h. 94.

Page 80: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

69

sekaligus dalam kasus ini dapat diterapkan analog ketentuan Pasal 1576

KUHPerdata, bahwa beralihnya hak milik A (Penggugat) berdasar putusan

Pengadilan tidak memutuskan hubungan sewa menyewa yang telah ada.11

Memang pihak yang menyewakan sebagai pemilik benda yang

disewakan, masih tetap menjadi pemilik mutlak. Sebagai pemilik mutlak,

dia berhak sepenuhnya untuk memindahkan dan menjual barang yang

disewakan. Namun sebaliknya, dalam mempergunakan haknya atas barang

yang telah disewakan tersebut, tidak boleh merugikan pihak si penyewa.

Dengan demikian, diatur bahwa dengan dijualnya barang yang disewa

kepada pihak ketiga maka semua perjanjian yang diatur sebelumnya oleh

pemilik lama beralih ke pemilik baru baik dalam pembayaran maupun

reparasi selama jangka waktu sewa-menyewa masih berlangsung dan

penjualan barang yang disewa merupakan penjualan atas keseluruhan.12

Setelah penulis analisis perkara di atas, ternyata kasus yang terjadi

tidak hanya memerlukan putusan Mahkamah Agung yang berdasar atas

dasar hukum pasal 1575 dan 1576 KUHPerdata akan tetapi masih ada

celah-celah yang tersisa untuk dianalisis lebih dalam sesuai dengan

ketentuan KUHPerdata tentang sewa-menyewa. Dalam kasus di atas, hak-

hak yang seharusnya didapatkan penyewa seperti rasa kenyamana,

kenikmatan dan kedamaian atas barang yang disewa selama masa sewa

berlangsung telah terganggu dengan adanya pengakuan hak milik pihak

11

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata , (Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 317. 12

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986),

h. 241.

Page 81: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

70

ketiga atas rumah yang disewa serta adanya surat eksekusi pengosongan

terhadap penyewa, sehingga bisa dikatakan bahwa pihak penyewa telah

dirugikan karena yang seharusnya gangguan orang ketiga atas hak milik

dibebankan kepada pihak yang menyewakan nyatanya ditanggung sendiri

oleh pihak penyewa. maka menurut penulis, pihak penyewa harus

mendapatkan jaminan yang sesuai dengan ketentuan pasal 1557 dan 1558

KUHPerdata. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa dengan

gangguan pihak ketiga atas dasar hak, maka dalam hal ini dibebankan

kepada pihak yang menyewakan. Adapun macam gangguan atas dasar hak

adalah gangguan berupa tuntutan atas hak milik mutlak atas barang yang

disewakan. Apabila hal tersebut terjadi, maka penyewa dapat menuntut

pengurangan harga sewa secara berimbang asalkan ada pemberitahuan

sebelumnya terkait gangguan yang akan terjadi oleh pihak ketiga,

(ketentuan pasal 1557). Dan gangguan berupa gugatan atas penyewa untuk

mengosongkan barang yang disewa baik sebagian maupun seluruhnya dan

gugatan atas penggunaan hak pelarangan barang yang disewa, maka dalam

hal ini pihak penyewa harus memberitahukan kepada pihak yang

menyewakan melalui juru sita secara resmi, dan dalam hal ini penyewa

dapat meminta jaminan kepada pihak yang menyewakan agar tidak

dirugikan, (ketentuan pasal 1558).13

Dengan demikian, apabila terdapat

tuntutan dari pihak ketiga atas pembayaran sewa yang seharusnya

dibayarkan kepadanya maka yang lebih berhak dituntut adalah pihak yang

13

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian , h. 227-228.

Page 82: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

71

menyewakan karena dalam masa penyewaan, penyewa telah

membayarkan uang sewa kepada pihak yang menyewakan meskipun pada

waktu itu hak milik sudah beralih.

Sedangkan menurut Hukum Islam atas dasar hukum putusan

Mahkamah Agung pasal 1576 KUHPerdata mengenai persengketaan

tanah dan bangunan atas dalih hak milik orang ketiga yang dahulu dijual

oleh pihak yang menyewakan kepada orang tua pihak ketiga untuk

melunasi hutang-hutang yang dimiliki pihak menyewakan yang mana

sudah jatuh tempo untuk melunasinya dan akhirnya berujung pada surat

eksekusi pengosongan terhadap penyewa. Mengenai kasus tersebut,

Hukum Islam memandang bahwa akad ijārah yang dilakukan oleh pihak

yang menyewakan dan penyewa dihukumi fasakh atau terputus dengan

dijualnya rumah yang disewakan kepada orang lain dengan alasan untuk

melunasi semua hutang-hutang yang dimiliki oleh pihak yang

menyewakan yang sudah jatuh tempo baik disertai dengan pengakuan atas

kepemilikan hutang maupun tidak oleh pihak yang menyewakan (mu‟jir) .

Sebagaimana diketahui bahwa pada prinsipnya ijārah merupakan akad

yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melakukannya. Dalam

artian, ketika akad berlangsung, masing-masing pihak harus menunaikan

kewajiban dan menerima hak masing-masing serta tidak boleh

membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal yang menurut ketentuan

hukum (syara‟) dapat dijadikan alasan pembatalan.14

Menurut Hanafiyah,

14

AH. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.127.

Page 83: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

72

salah satu hal yang dapat dijadikan alasan pembatalan ijārah adalah adanya

udzur dari salah satu pihak baik mu‟jir, musta‟jir bahkan maʻ qūd

ʻ alaih.15

Adapun udzur yang dimaksud Hanafiyah diatas adalah udzur

yang memaksa mu‟jir untuk menjual barang yang disewakan kepada orang

lain seperti halnya dalam keadaan mu‟jir mempunyai hutang yang sudah

jatuh tempo dan tidak bisa melunasi hutang kecuali dengan menjual rumah

yang disewakan dan tidak adanya kemampuan untuk menafkahi dirinya

atau keluarganya sedangkan dia mempunyai rumah lain selain yang

ditempati yang disewakan, maka dalam hal ini boleh merusak akad ijārah

dan menjual rumah tersebut kepada orang lain. Akan tetapi tidak

diperbolehkan menjual rumah yang disewakan tanpa adanya udzur selama

masa ijārah berlangsung kecuali adanya izin penyewa. Namun apabila

pihak yang menyewakan menjual rumah yang disewakan tanpa adanya

izin penyewa maka jual beli tersebut diperbolehkan namun tidak

terlaksana kecuali setelah habisnya masa sewa rumah tersebut dari

penyewa.16

15

Ahmad Wardi Muslih, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), h. 327. 16

Abdur Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „Ala Al-Madzhab Al-Arba‟ah, (Kairo : Dar Al-

Hadist, 2004), h. 122.

Page 84: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian mengenai sewa-menyewa dalam

KUHPerdata pasal 1576 menurut hukum Islam, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian antara dua pihak yang

menimbulkan persetujuan atas barang dan harga yang diikuti dengan

jangka waktu tertentu. Berdasarkan KUHPerdata pasal 1576 yang

menjelaskan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa baik dalam hal

pengalihan hak milik atas jual beli, tukar menukar, hibah dan waris maka

perjanjian sewa-menyewa sebelumnya tidak terputus meskipun terjadi

adanya eksekusi pengosongan rumah yang disewa oleh pihak ketiga atas

alasan hak kepemilikan rumah yang sah yang mana dalam kasus diatas

pihak penyewa tidak diikutsertakan dalam perkara yang diajukan ke

Pengadilan Negeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya putusan

Mahkamah Agung Nomor 2439 K/Pdt/2002 sudah tepat dan benar.

2. Dalam Hukum Islam, sifat ijārah menurut pandangan Hanafiyah adalah

mengikat akan tetapi bisa dirusak melalui salah satu pihak dengan adanya

udzur yang mengharuskan pihak yang menyewakan (mu’jir) menjual

rumah yang disewakan. Dalam kasus ijārah yang sudah diputus oleh

Mahkamah Agung diatas, penjualan rumah yang dilakukan Mu’jir kepada

pihak ketiga dengan dalih untuk melunasi hutang-hutang yang dimiliknya

Page 85: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

74

itu dapat merusak atau memutus akad ijārah, Namun karena penjualan

rumah tersebut tidak diiringi dengan pemberitahuan sebelumnya kepada

penyewa (musta’jir) dan dalam jangka waktu lama dilanjut pernyataan

pihak ketiga atas kepemilikan rumah yang disewa maka akad ijārah tidak

terputus kecuali berakhirnya masa sewa rumah.

B. Saran

1. Bagi pihak yang berperkara, baik pihak yang menyewakan (mu’jir)

ataupun pihak penyewa (musta’jir) sebaiknya dalam melakukan

transaksi sewa-menyewa (ijārah) diterapkan unsur transparansi atau

keterbukaan mengenai keadaan barang yang disewakan (ma’qud

‘alaih), baik dalam hal kepemilikan ataupun keadaan yang terjadi dan

dialami oleh mu’jir sehingga terpaksa untuk menjual barang yang

disewakan kepada orang lain. Dengan adanya transparansi tersebut,

maka bertujuan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan dan tuntutan

yang terjadi dikemudian hari.

2. Bagi Instasi Pemerintah yang menangani berbagai kasus dalam ranah

perdata dalam pengadilan sebaiknya tidak hanya terpacu dalam

ketentuan KUHPerdata, namun bisa mempertimbangkan dan melihat

ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Islam bahkan alasan-

alasan yang melatarbelakangi terjadinya sebuah permasalahan secara

implicit sehingga mendapatkan keputusan yang benar-benar tepat,

cepat, dan tidak memberikan kekecewaan pada semua pihak.

Page 86: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

75

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sohari Sahrani dan Ru’fah, Fikih Muamalah, Bogor : Ghalia Indonesia,

2011.

Abu Bakar bin Muhammad, Taqiyuddin, Kifayah Al-Akbar fi Hilli Ghayah Al-

Ikhtishar, juz 1, Surabaya : Dar Al-‘ilmi,t,t.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Matan Al-Bukhari Masykul Bihasyiyah As-

Sindi, Beirut : Dar Al-Fikr, t.t.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Al-Jaziry, Abdur Rahman, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzhab Al-Arba’ah, Kairo : Dar Al-

Hadist, 2004.

Al-Kasani, Alauddin, Bada’I Ash-Shanah’I fi Tartib Asy-Syara’I, Juz 4, t.tp, t.p,

t.t.

Al-Maqdisi, Syamsuddin bin Qudamah, Asy-Syarh Al-Kabir, t.t : Dar Al-fikr, t.t,

juz 3.

Ash-Shan’ani, Subulussalam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islam wa adillatuhu, Damaskus : Dar Al-Fikr,

2007, jilid 5, cet. 10.

Az-Zuhaili, Wahbah, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh, Damaskus : Dar

al-fikr, 2002.

Anshori, Abdul Ghofur, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,

Yogyakarta : Citra Media, 2006.

Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama, 2008, ed. IV.

Page 87: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

76

Fikri, Ali, Al-Mu’amalat Al-Maddiyah wa Al-Adabiyah, Mesir : Musthafa Al-

Babiy Al-Halabiy,1358, cet. I.

Ghazali, Abdul Rahman, dkk., Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Alumni,

1986.

Harahap, M.Yahya, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, pembuktian, dan putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika,

2008.

Harahap, M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata ,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, t,t.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2006), Edisi kedua

Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta

: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Hasanudin, Isnawati Rais dan, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,

Ciputat : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

H.S, Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta :

Sinar Grafika, 2006.

Lubis, Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K, Hukum Perjanjian dalam Islam,

Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

Lathif, AH. Azharuddin, Fiqh Muamalat, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1982.

Page 88: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

77

Muhammad, Taqiyuddin Abu Bakar bin, Kifayah Al-Akhyar fi Hilli Ghayah Al-

Ikhtishar, Surabaya : Dar Al-Ilmi, t,t, Juz 1.

Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta : Amzah, 2010.

Nieuwenhuis, J. H. terjemahan Djasadin Saragih, Pokok-Pokok Hukum Perikatan,

Surabaya : Airlangga University,1985.

Pati, Ahmadi Miru dan Sakka, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, Jakarta : Rajawali Pers, 2011.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Bandung : Mandar Maju, 1994.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan

Tertentu, Bandung : Sumur, 1981.

Qudamah, Ibnu, penerjemah Muhyiddin dkk, Al-Mughni, Jakarta : Pustaka

Azzam, 2010.

Rahman, Hasanuddin, Contact Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak

Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Rusyd, Ibnu, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz 2, Dar Al-Fikr,

t.t.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jakarta : Cakrawala publishing, 2009.

Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Binacipta, 1977.

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Alumni, 1985.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 2001.

Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta :

Pradya Paramita, 2009.

Page 89: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

78

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana, 2004.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Tjitrosudibio, R. Subekti dan R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta :

Pradya Paramita, 2009.

Tjoanda, Merry, Wujud Ganti Rugi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Jurnal Sasi Vol 16 No. 4 bulan Oktober - Desember 2010.

Widjaja, Kartini Muljadi dan Gunawan, Perikatan Pada Umumnya, Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2004.

Zaid, Muhammad ‘Abdul ‘aziz Hasan, al-Ijarah baina al-Fiqh al-Islami wa al-

Tathbiq al-Mu’ashir, Kairo : al-ma’had al-‘allimi lil fikri al-Islami, 1996.

Page 90: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 1 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

P U T U S A N

NOMOR 2439 K/Pdt/2002

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

berikut dalam perkara :

1. ERWAN DJAYA DHARMADHI ;

2. FOE TJIN LAN, keduanya bertempat tinggal di Jalan Roda

Belakang 82 Nomor 4, Kota Bogor, dalam hal ini

memberi kuasa kepada : SRIE MELYANI, S.H.

dan kawan-kawan, Advokat, berkantor di Jalan

Ahmad Yani Nomor 52, Bogor, para Pemohon

Kasasi dahulu para Pelawan/Pembanding ;

m e l a w a n :

1. Ny. SHERLY INDRIATI, bertempat tinggal di Jalan Kebon

Pala, Gang Besi Nomor 5, Rt. 01/Rw. 10,

Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor ;

2. Ny. PATMAJANI TANADJAJA SAPUTRA Alias TAN TJIT

NIO Alias TAN PAT NIO, bertempat tinggal di

Jalan Suryakencana Nomor 171/167, Rt. 01/Rw.

02, Kota Bogor ;

3. Ny. MASNAH SARI, S.H., Notaris/PPAT, bertempat tinggal di

Jalan Sudirman Nomor 27, Kota Bogor ;

4. MUHAMAD ADAM, S.H., Notaris/PPAT, bertempat tinggal di

Jalan Sawojajar Nomor 24, Kota Bogor, para

Termohon Kasasi dahulu para Terlawan

para/Terbanding ;

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang

para Pemohon Kasasi dahulu sebagai para Pelawan telah mengajukan

perlawanan kepada para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Terlawan di

muka persidangan Pengadilan Negeri Bogor pada pokoknya atas dalil-dalil :

Bahwa para Pelawan adalah penyewa tanah dan bangunan yang terletak

di Gang Miskin (sekarang Gang Melati Nomor 82), Kelurahan Babakan Pasar,

Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor ;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 91: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 2 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

Bahwa para Pelawan menyewa tanah dan bangunan sebagaimana

tersebut pada butir 1 di atas dari Ny. Patmajani Tanadjaya Saputra Alias Tan Tjit

Nio Alias Tan Pat Nio (Terlawan II) sejak tahun 1937, yaitu sejak dari orangtua

para Pelawan ;

Bahwa hubungan sewa menyewa antara para Pelawan sebagai penyewa

dengan Terlawan II sebagai pemilik sewa belum pernah diputus sampai saat ini,

dan para Pelawan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai penyewa

sebagaimana layaknya ;

Bahwa pada tanggal 30 Agustus 2000 para Pelawan menerima surat dari

Pengadilan Negeri Bogor, tertanggal 26 Agustus 2000 perihal : Perintah

Eksekusi Pengosongan terhadap tanah sengketa dalam perkara Nomor 18

Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., di mana tanah dan

bangunan yang disewa para Pelawan dari Terlawan II sebagaimana pada butir

1 di atas termasuk di dalamnya ;

Bahwa dengan adanya perintah eksekusi pengosongan terhadap tanah

sengketa dalam perkara Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. serta Penetapan

Pengadilan Negeri Bogor Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor

12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. termasuk di dalamnya tanah dan bangunan Sertifikat

Hak Guna Bangunan Nomor 1012/Babakan Pasar Tahun 1982, seluas 120 M2

yang disewa para Pelawan tentunya para Pelawan sangat berkeberatan, oleh

karena hubungan sewa menyewa antara para Pelawan dengan Terlawan II

belum pernah diputus sampai dengan saat ini, terlebih lagi para Pelawan juga

tidak pernah ditarik sebagai pihak dalam perkara antara Terlawan I dengan

Terlawan II ;

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1576 BW hubungan sewa menyewa

tidak akan putus walaupun obyek sewa telah dialihkan atau dalam istilah hukum

dikenal dengan asas “koop breek geen huur”, demikian juga berdasarkan

ketentuan Pasal 1575 yang menyatakan persetujuan sewa menyewa tidak

hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan maupun yang menyewa ;

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1576 dan Pasal 1575 BW para

Pelawan tetap sebagai penyewa tanah dan bangunan sebagaimana tersebut

pada butir 1 di atas dan harus mendapat perlindungan hukum ;

Bahwa dengan demikian maka perintah eksekusi pengosongan terhadap

tanah sengketa dalam perkara Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor

12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. serta Penetapan Pengadilan Negeri Bogor Nomor

18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. termasuk di

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 92: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 3 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

dalamnya tanah dan bangunan yang disewa para Pelawan adalah tidak sah dan

harus dibatalkan ;

Bahwa oleh karena pelaksanaan perintah eksekusi a quo akan segera

dilaksanakan, yaitu tanggal 7 September 2000 maka para Pelawan mohon

kepada Ketua Pengadilan Negeri Bogor untuk menunda pelaksanaan eksekusi

a quo, terutama tanah dan bangunan yang disewa para Pelawan sampai

dengan perkara perlawanan mempunyai kekuatan hukum tetap ;

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas para Pelawan mohon kepada

Pengadilan Negeri Bogor agar memberikan putusan sebagai berikut :

PRIMAIR :

1. Menerima dan mengabulkan perlawanan para Pelawan ;

2. Menyatakan para Pelawan adalah penyewa yang sah atas tanah dan

bangunan yang terletak di Gang Miskin (sekarang Gang Melati Nomor 82),

Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kodya Bogor,

Sertifikat Hak Guna bangunan Nomor 1012/Babakan Pasar Tahun 1982,

seluas 120 M2 ;

3. Menyatakan/memerintahkan Jurusita Pengadilan Negeri Bogor untuk

menunda pelaksanaan perintah pengosongan terhadap tanah dan bangunan

sebagaimana dimaksud pada butir 2 petitum di atas ;

4. Menyatakan tidak sah dan batal demi hukum perintah eksekusi

pengosongan terhadap tanah sengketa dalam perkara Nomor

18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. serta Penetapan

Pengadilan Negeri Bogor Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor

12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., khususnya tanah/bangunan yang disewa para

Pelawan adalah tidak sah dan harus dibatalkan ;

5. Menghukum para Terlawan untuk membayar biaya perkara ini ;

SUBSIDAIR :

Mohon putusan yang seadil-adilnya ;

Menimbang, bahwa terhadap perlawanan tersebut Terlawan I

mengajukan eksepsi dan gugatan balik (rekonvensi) pada pokoknya atas dalil-

dalil sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

1. Bahwa di dalam petitum perlawanan Pelawan dalam perkara Nomor

70/Pdt.Plw/2000/PN.Bgr. tidak terdapat petitum yang menyatakan bahwa

Pelawan sebagai yang beritikad baik, adapun permohonan dalam petitum

mengenai kalimat pelawan yang beritikad baik suatu syarat mutlak karena

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 93: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 4 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

yang dilawan adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

pasti ;

2. Bahwa dalam petitum perlawanan, Pelawan dalam petitumnya mengajukan

permohonan :

- “Menyatakan/memerintahkan Jurusita Pengadilan Negeri Bogor untuk

menunda pelaksanaan perintah pengosongan terhadap tanah dan

bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 petitum di atas” ;

- “Menyatakan tidak sah dan batal demi hukum perintah eksekusi

pengosongan terhadap tanah sengketa dalam perkara Nomor

18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. serta

Penetapan Pengadilan Negeri Bogor Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo

Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., khususnya tanah dan bangunan yang

disewa para Pelawan adalah tidak sah dan harus dibatalkan” ;

Bahwa atas dua petitum tersebut bukan wewenang dari Majelis Hakim untuk

menilainya, karena dapat atau tidak dapat dilaksanakannya atau

dibatalkannya eksekusi adalah wewenang dari Ketua Pengadilan ;

DALAM REKONVENSI :

1. Bahwa kuasa yang diberikan oleh Terlawan I juga diberikan kuasa untuk

mengajukan gugatan rekonvensi ;

2. Bahwa dikarenakan Pelawan tidak pernah dilibatkan dalam perkara Nomor

12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., sedang di lain sisi perbuatan Pelawan merugikan

kepemilikan atas tanah dan bangunan Terlawan I, maka demi keadilan patut

kiranya kalau dalam perlawanan ini dimasukkan gugatan rekonvensi yang

selanjutnya dalam hal ini Terlawan I selaku Penggugat Rekonvensi terhadap

Pelawan selaku Tergugat Rekonvensi I dan Tergugat Rekonvensi II atau

para Tergugat Rekonvensi ;

3. Bahwa Terlawan I selaku Penggugat Rekonvensi adalah sebagai pemilik

tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Roda Belakang 82 Nomor 8 dan

Jalan Roda Belakang 82 Nomor 4, Kotamadya Bogor, seluas 120 M2

dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1012/Babakan Pasar, di mana

tanah dan bangunan tersebut dihuni oleh para Tergugat Rekonvensi (bukti

bertanda T.I-5) ;

4. Bahwa para Tergugat Rekonvensi/Pelawan dalam menempati tanah dan

bangunan tersebut tidak ada hubungan hukum dengan Penggugat

Rekonvensi/Terlawan I ;

5. Bahwa dengan adanya Penetapan Eksekusi Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr.,

maka kepemilikan tanah dan bangunan telah dibenarkan oleh hukum yang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 94: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 5 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

merupakan milik dari Penggugat Rekonvensi/Terlawan I, yang juga diakui oleh

para Tergugat Rekonvensi/Pelawan di dalam surat perlawanannya ;

6. Bahwa sehubungan tidak ada hubungan hukum atas tanah dan bangunan

tersengketa milik Penggugat Rekonvensi/Terlawan I dengan para Tergugat

Rekonvensi/Pelawan, maka dengan gugatan rekonvensi ini sudah

merupakan penghentian sewa menyewa, hal ini sebagaimana menurut

Yurisprudensi Indonesia dalam bentuk Keputusan Mahkamah Agung R.I.

Nomor 83 K/Sip/1955, tanggal 6 Agustus 1957 yang menyebutkan :

“Pemberitahuan isi surat gugatan kepada Tergugat untuk mengusir si

penyewa dapat dipandang sebagai penghentian sewa” ;

7. Bahwa oleh karena para Tergugat Rekonvensi/Pelawan membayar sewa

bukan kepada pemilik yang sah, maka dengan menghuni rumah tersebut

perbuatan para Tergugat Rekonvensi/Pelawan sudah merupakan perbuatan

yang melanggar hukum ;

8. Bahwa sebagai akibat perbuatan melanggar hukum dari para Tergugat

Rekonvensi/Pelawan, maka Penggugat Rekonvensi/Terlawan I telah

mengalami kerugian dengan tidak dapat menikmati tanah dan bangunan

tersebut, sehingga kalau dinilai dengan uang kerugian tersebut sebagai

berikut :

- Beralihnya kepemilikan tanah dan bangunan ke tangan Penggugat

Rekonvensi/Terlawan I sejak Tahun 1987 (T.I-6) ;

- Nilai kontrak tanah dan bangunan tersebut, dapat dinilai Rp. 1.000.000,-

/tahun untuk setiap rumah, mengingat lokasi tanah dan bangunan

tersebut masuk ke Gang, sehingga nilai kerugian Penggugat

Rekonvensi/Terlawan I sampai dengan bantahan ini diajukan :

1. Untuk rumah Jalan Roda Belakang 82 Nomor 8, Bogor yang dihuni

oleh Erwan Djaya Dharmadhi, kerugiannya sebesar Rp. 1.000.000,- X

13 tahun = Rp. 13.000.000,- ;

2. Untuk rumah Jalan Roda Belakang 82 Nomor 4, Bogor yang dihuni

oleh Foe Tjin Lan kerugiannya sebesar Rp. 1.000.000,- X 13 tahun =

Rp. 13.000.000,- ;

9. Bahwa Tergugat Rekonvensi/Pelawan mengetahui tentang adanya sengketa

perdata dalam perkara Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., tetapi tidak pernah

mengajukan perlawanan apapun ;

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat Rekonvensi

menuntut kepada Pengadilan Negeri Bogor supaya memberikan putusan

sebagai berikut :

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 95: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 6 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

DALAM EKSEPSI :

Menyatakan tidak dapat diterima perlawanan dari Pelawan ;

DALAM REKONVENSI :

1. Mengabulkan gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi/Terlawan I ;

2. Menyatakan Tergugat Rekonvensi/Pelawan telah melakukan perbuatan

melanggar hukum ;

3. Menyatakan tanah dan bangunan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

1012/Babakan Pasar, seluas 120 M2 yang dikenal dengan tanah dan

bangunan yang terletak di Jalan Roda Belakang 82 Nomor 4 adalah milik

Penggugat Rekonvensi/Terlawan I ;

4. Menetapkan uang sewa atau kontrak tanah dan bangunan yang dihuni oleh

Tergugat Rekonvensi/Erwan Djaya Dharmadhi sebesar Rp. 1.000.000,-

/tahun dan bangunan yang dihuni oleh Tergugat Rekonvensi II/Foe Tjin Lan

sebesar Rp. 1.000.000,-/tahun, yang kesemuanya dapat dihitung sejak

beralihnya tanah dan bangunan pada Penggugat Rekonvensi/Terlawan I

sampai dengan adanya pengosongan dari Pengadilan Negeri Bogor ;

5. Menghukum Tergugat Rekonvensi I dan II untuk membayar kerugian uang

sewa tanah dan bangunan kepada Penggugat Rekonvensi/Terlawan I

masing-masing sebesar Rp. 1.000.000,- X 13 tahun = Rp. 13.000.000,- ;

6. Menghukum Tergugat Rekonvensi I dan Tergugat Rekonvensi II untuk

mengosongkan tanah dan bangunan yang dihuni oleh Tergugat Rekonvensi

I dan II yang dikenal dengan tanah dan bangunan di Jalan Roda Belakang

82 Nomor 8 dan Jalan Roda Belakang 82 Nomor 4, Hak Guna Bangunan

Nomor 1012/Babakan Pasar ;

7. Menghukum Tergugat Rekonvensi I dan Rekonvensi II untuk membayar uang

paksa dalam hal tidak mau mengosongkan dan tidak mau membayar ganti

rugi sebesar Rp. 100.000,-/hari kepada Penggugat Rekonvensi/Terlawan I ;

8. Menghukum Tergugat Rekonvensi I dan Tergugat Rekonvensi II untuk

membayar biaya perkara ;

9. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu,

walaupun ada banding atau kasasi maupun bentuk bantahan apapun ;

Atau :

Bila Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;

Bahwa terhadap perlawan tersebut Pengadilan Negeri Bogor telah

mengambil putusan, yaitu putusannya Nomor 70/Pdt.Plw/2000/PN.Bgr., tanggal

18 Desember 2000 yang amarnya sebagai berikut :

- Menolak perlawanan Pelawan untuk seluruhnya ;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 96: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 7 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

- Menghukum Pelawan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 279.000,-

(dua ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) ;

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan para

Pelawan putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diperbaiki oleh Pengadilan

Tinggi Bandung dengan putusannya Nomor 146/Pdt/2001/PT.Bdg., tanggal 30

Mei 2001 yang amarnya sebagai berikut :

- Menerima permohonan banding dari kuasa para Pelawan Pembanding

tersebut ;

- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bogor tanggal 18 Desember 2000

Nomor 70/Pdt/Plw/2000/PN.Bgr. yang dimohonkan banding dengan amar

selengkapnya sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

- Menolak eksepsi Terlawan I ;

DALAM KONVENSI :

- Menolak perlawanan para Pelawan ;

DALAM REKONVENSI :

- Menyatakan gugatan rekonvensi Penggugat Rekonvensi/Terlawan I

Konvensi tidak dapat diterima ;

DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :

- Menghukum para Pelawan/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya

perkara untuk kedua tingkat peradilan dan dalam tingkat banding sebesar

Rp. 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) ;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

para Pelawan/Pembanding pada tanggal 27 Agustus 2001 kemudian

terhadapnya oleh para Pelawan/Pembanding dengan perantaraan kuasanya,

berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 27 Agustus 2001 diajukan

permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 29 Agustus 2001 sebagaimana

ternyata dari akte permohonan kasasi Nomor 70/Pdt/Plw/2000/PN.Bgr. yang

dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Bogor, permohonan tersebut diikuti oleh

memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 6 September 2001 ;

Bahwa setelah itu oleh para Terlawan/Terbanding yang pada tanggal 1

Oktober 2001 telah diberitahu tentang memori kasasi dari para

Pelawan/Pembanding diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bogor pada tanggal 10 Oktober 2001 ;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 97: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 8 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang,

maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh para Pemohon

Kasasi/para Pelawan dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

1. Bahwa essensi Pemohon Kasasi sebagai penyewa atas tanah dan

bangunan rumah obyek sengketa a quo, yang terletak di Gang Miskin

(sekarang Gang Melati Nomor 82), Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan

Bogor Tengah, Kotamadya Bogor, Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

1012/Babakan Pasar, yang dimohonkan eksekusi oleh Termohon Kasasi I

maupun Termohon Kasasi II sebagaimana dalil-dalil jawabannya ;

2. Bahwa dengan telah diakui dan dibenarkannya keberadaan Pemohon

Kasasi sebagai penyewa tanah dan bangunan rumah obyek sengketa a quo

oleh Termohon Kasasi I dan Termohon Kasasi II, maka pengakuan tersebut

merupakan suatu bukti sempurna sebagaimana dimaksud Pasal 174 HIR,

311 Rbg. dan 1925 BW ;

3. Bahwa Pemohon Kasasi sebagai penyewa tanah dan bangunan rumah

obyek sengketa a quo keberadaannya dilindungi oleh ketentuan hukum

yang berlaku, yaitu sebagaimana ketentuan Pasal 1575 dan 1576 BW ;

4. Bahwa jelas-jelas terbukti Termohon Kasasi I sebagai Pemohon Eksekusi atas

tanah dan bangunan rumah obyek sengketa a quo yang disewa oleh Pemohon

Kasasi yang kemudian dimohonkan eksekusinya adalah hasil jual beli antara

Termohon Kasasi I dengan Termohon Kasasi II, sebagaimana bukti Termohon

Kasasi I T.I-5, Akta Jual Beli, tanggal 11 Desember 1987 Nomor

112/K11/JB/1987. Dan Jauh sebelum jual beli dilakukan Pemohon Kasasi telah

menyewa tanah dan bangunan rumah tersebut dari Termohon Kasasi II ;

5. Bahwa terlebih lagi Pemohon Kasasi juga tidak pernah ditarik sebagai pihak

dalam perkara jual beli tanah dan bangunan rumah obyek sengketa (obyek

eksekusi) a quo antara Termohon Kasasi I dengan Termohon Kasasi II,

sebagaimana bukti Termohon Kasasi I T.I.1 Putusan Pengadilan Negeri

Bogor tanggal 18 Januari 1993 Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., T.I.2 Putusan

Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 7 September 1993 Nomor

394/Pdt/PT.Bdg., T.I.3 Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 18 Agustus

1995 Nomor 935 K/Pdt/1994 dan T.I.4 Putusan Peninjauan Kembali

Mahkamah Agung R.I. tanggal 1 Februari 1999 Nomor 353 /Pdt/1996 ;

6. Bahwa oleh karena itu jelas Pemohon Kasasi sebagai penyewa atas tanah

dan bangunan rumah obyek sengketa a quo yang dimohonkan eksekusinya

oleh Termohon Kasasi I, berhak untuk mengajukan perlawanan karena pada

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 98: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 9 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

dasarnya jual beli antara Termohon Kasasi I dengan Termohon Kasasi II

tidak dapat memutuskan hubungan sewa menyewa yang telah terjadi antara

Termohon Kasasi II dengan Pemohon Kasasi (koop breekt geen huur) vide

Pasal 1576 BW ;

7. Bahwa hal ini sesuai juga dengan pendapat M. Yahya Harahap, S.H. dalam

bukunya RUANG LINGKUP PERMASALAHAN EKSEKUSI BIDANG

PERDATA, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, halaman 317,

yang menyatakan :

“Eksekusi terhadap penyewa yang tidak ikut digugat sama halnya dengan

eksekusi terhadap pihak ketiga yang menguasai barang obyek eksekusi

berdasar alas hak yang sah pada satu segi, dan sekaligus pula berhadapan

dengan asas yang diatur dalam Pasal 1576 KUHPerdata yang menentukan

“jual beli tidak memutuskan sewa menyewa” (koop brekt geen huive).

Misalnya, A menggugat B atas sebidang tanah dan rumah yang berdiri di

atasnya berdasar dalil hak milik. Gugatan A dikabulkan dan dinyatakan

sebagai pemilik yang sah serta sekaligus dibarengi dengan amar

memerintahkan pengosongan dan penyerahan tanah dan rumah terhadap

siapa saja yang memperoleh hak dari Tergugat B. Nyatanya, jauh sebelum

terjadi perkara antara A dan B, tanah dan rumah sudah disewakan B kepada

C. Dalam kasus yang demikian, eksekusi pengosongan terhadap C (sebagai

penyewa yang sah) tidak dapat dijalankan atas alasan eksekusi

pengosongan tidak dapat ditujukan kepada penyewa yang sah yang tidak

ikut digugat. Dan sekaligus dalam kasus ini dapat diterapkan analog

ketentuan Pasal 1576 KUHPerdata, bahwa beralihnya hak milik A

(Penggugat) berdasar putusan Pengadilan tidak memutuskan hubungan

sewa menyewa yang telah ada” ;

8. Bahwa dengan demikian maka jelas putusan Pengadilan Tinggi Bandung

tanggal 30 Mei 2001 Nomor 146/Pdt/2001/PT.Bdg. yang memperbaiki

putusan Pengadilan Negeri Bogor tanggal 18 Desember 2000 Nomor

70/Pdt.Plw/2000/PN.Bgr. adalah putusan yang sangat bertentangan dengan

peraturan hukum yang berlaku, sehingga mengakibatkan adanya

ketidakpastian hukum serta ketidakadilan ;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

Mengenai alasan ke-1 sampai dengan 8 :

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan dengan pertimbangan

sebagai berikut :

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 99: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 10 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

- Bahwa telah diakui kedua belah pihak, bahwa para Pelawan adalah

penyewa yang sah dari obyek sengketa sebelum adanya sengketa perdata

antara Terlawan I dan Terlawan II ;

- Bahwa para Pelawan tidak ikut sebagai pihak dalam perkara yang telah

berkekuatan hukum tetap, sehingga para Pelawan tidak harus

tunduk/terkena eksekusi selaku pihak ketiga ;

- Bahwa pemilik baru dapat menuntut penghentian sewa dengan alasan akan

dipakai sendiri, dengan memberikan ganti rugi ;

Menimbang, bahwa oleh karena itu putusan judex facti harus dibatalkan

dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan pertimbangan berikut ini ;

Bahwa menurut ketentuan Pasal 1575 dan 1576 BW hak sewa dapat

diwariskan atau tidak terputus karena kematian salah satu pihak, penyewa atau

yang menyewakan. Demikian juga hak sewa tidak terputus, kendati hak atas

barang yang disewakan berpindah tangan (koop breek geen huur), sehingga

eksekusi pengosongan atas tanah dan bangunan obyek sengketa tersebut tidak

dapat dijalankan atau tidak dapat ditujukan kepada penyewa yang sah dan tidak

ikut digugat dalam suatu perkara perdata yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan

tersebut ;

Bahwa oleh karena para Pelawan adalah penyewa yang sah atas tanah

dan bangunan obyek sengketa, maka gugatan rekonvensi dalam perkara

perlawanan ini harus dinyatakan tidak dapat diterima karena pada asasnya

gugatan rekonvensi dilarang dalam sengketa mengenai pelaksanaan putusan ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas,

menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan

permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : ERWAN DJAYA DHARMADHI

dan FOE TJIN LAN dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung

Nomor 146/Pdt/2001/PT.Bdg., tanggal 30 Mei 2001 yang memperbaiki putusan

Pengadilan Negeri Bogor Nomor 70/Pdt.Plw/2000/PN.Bgr., tanggal 18

Desember 2000 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini

dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini ;

Menimbang, bahwa oleh karena para Termohon Kasasi berada di pihak

yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua

tingkat peradilan ;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004,

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 100: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 11 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan peraturan

perundang-undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

Mengabulkan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : ERWAN

DJAYA DHARMADHI dan FOE TJIN LAN tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor

146/Pdt/2001/PT.Bdg., tanggal 30 Mei 2001 yang memperbaiki putusan

Pengadilan Negeri Bogor Nomor 70/Pdt.Plw/2000/PN.Bgr., tanggal 18

Desember 2000 ;

MENGADILI SENDIRI :

DALAM KONVENSI :

DALAM EKSEPSI :

- Menolak eksepsi Terlawan I untuk seluruhnya ;

DALAM POKOK PERKARA :

1. Mengabulkan perlawanan para Pelawan ;

2. Menyatakan bahwa para Pelawan adalah pelawan yang baik dan benar ;

3. Menyatakan para Pelawan adalah penyewa yang sah atas tanah dan

bangunan yang terletak di Gang Miskin (sekarang Gang Melati Nomor 82),

Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kodya Bogor,

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1012/Babakan Pasar Tahun 1982,

seluas 120 M2 ;

4. Menyatakan tidak sah atau tidak berlaku Perintah Eksekusi Pengosongan atas

tanah dan bangunan obyek sengketa dalam perkara Nomor

18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor 12/Pdt/G/1992/PN.Bgr. dan Penetapan

Pengadilan Negeri Bogor Nomor 18/Pdt/Eks/2000/PN.Bgr. jo Nomor

12/Pdt/G/1992/PN.Bgr., khususnya atas obyek sengketa yang dikuasai oleh

para Pelawan atas dasar hak sewa ;

DALAM REKONVENSI :

- Menyatakan gugatan rekonvensi tidak dapat diterima ;

Menghukum para Termohon Kasasi/para Terlawan untuk membayar

biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini

ditetapkan sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari : SELASA, tanggal 8 AGUSTUS 2006 oleh BAGIR MANAN,

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 101: ; ;tnutn - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30445/1/ZUNI... · Zuni Fatihah (109043100011), Sewa-Menyewa dalam KUHPerdata Pasal 1576 dan Hukum

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 12 dari 12 hal. Put. No. 2439 K/Pdt/2002

Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua

Majelis, I.B. NGURAH ADNYANA, S.H. dan Prof. Dr. H. KAIMUDDIN SALLE,

S.H.,M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim

Anggota tersebut dan dibantu oleh WAHYU PRASETYO WIBOWO, S.H.,M.H.,

Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;

Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,

ttd./ ttd./

I.B. NGURAH ADNYANA, S.H. BAGIR MANAN

ttd./

Prof. Dr. H. KAIMUDDIN SALLE, S.H.,M.H.

Biaya-biaya : 1. M e t e r a i ……….. Rp. 6.000,-

2. R e d a k s i ………. Rp. 1.000,-

3. Administrasi Kasasi Rp. 193.000,- (+) Panitera Pengganti,

J u m l a h ………... Rp. 200.000,- ttd./

WAHYU PRASETYO WIBOWO, S.H.,M.H.

Untuk Salinan

MAHKAMAH AGUNG R.I.

a.n. Panitera

Panitera Muda Perdata

ttd./

MUH. DAMING SANUSI, S.H.,M.H

NIP. 040030169

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12