88
UNDANG-UNDANG NARKOTIKA (NARKOBA) NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA , Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya; b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama; d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia; e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi

ppkn34.files.wordpress.com · Web viewUNDANG-UNDANG NARKOTIKA (NARKOBA) NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

  • Upload
    haquynh

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

UNDANG-UNDANG NARKOTIKA (NARKOBA) NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKAUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009TENTANG NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ,Menimbang :a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yangsejahtera, adil dan makmur yang merata materiil danspiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Tahun 1945, kualitassumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modalpembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkansecara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;

b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumberdaya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkankesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatandi bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antaralain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenistertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat sertamelakukan pencegahan dan pemberantasan bahayapenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahanyang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanankesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yangsangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakantanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dansaksama;

d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakanNarkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketatdan seksama serta bertentangan dengan peraturanperundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotikakarena sangat merugikan dan merupakan bahaya yangsangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat,bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifattransnasional yang dilakukan dengan menggunakanmodus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukungoleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyakmenimbulkan korban, terutama di kalangan generasimuda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan

masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudahtidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dankondisi yang berkembang untuk menanggulangi danmemberantas tindak pidana tersebutf. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang DasarNegara Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang PengesahanKonvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan LembaranNegara Nomor 3085);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Trafficin Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentangPemberantasan Peredaran Gelap Narkotika danPsikotropika, 1988) (Lembaran NegaraTahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3673);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

dan

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA.

BABIKETENTUAN UMUM

Pasal1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanamanatau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampaimenghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkanketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undangini.2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula ataubahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatanNarkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimanaterlampir dalam Undang-Undang ini.3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan,mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secaralangsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia ataugabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubahbentuk Narkotika.4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika danPrekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean.

5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika danPrekursor Narkotika dari Daerah Pabean.6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotikaadalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yangdilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yangditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika.7. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untukmengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika.8. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untukmengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika.9. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaiankegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ketempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apapun.10. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentukbadan hukum yang memiliki izin untuk melakukankegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluransediaan farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan.11. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badanhukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatanproduksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasukNarkotika.12. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika darisuatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah diwilayah Negara yang terdapat kantorpabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan.13. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaanketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupunpsikis.14. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandaioleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secaraterus-menerus dengan takaran yang meningkat agarmenghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannyadikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,

menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.15. PenyalahGuna adalah orang yang menggunakanNarkotika tanpa hak atau melawan hukum.16. RehabilitasiMedis adalah suatu proses kegiatanpengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandudari ketergantungan Narkotika.17. RehabilitasiSosial adalah suatu proses kegiatanpemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupunsosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembalimelaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

18. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang ataulebih yang bersekongkol atau bersepakat untukmelakukan, melaksanakan, membantu, turut sertamelakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi,memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasikejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatutindak pidana Narkotika.19. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatanpenyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadappembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringankomunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alatkomunikasi elektronik lainnya.20. Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukanoleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3(tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktutertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukansuatu tindak pidana Narkotika.21. Korporasiadalah kumpulan terorganisasi dari orangdan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukummaupun bukan badan hukum.22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang kesehatan.

BAB IIDASAR, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2

Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.

Pasal 3Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakanberasaskan:a. keadilan;

b. pengayoman;c. kemanusiaan;d. ketertiban;e. perlindungan;f. keamanan;

g. nilai-nilai ilmiah; danh. kepastian hukum.

Pasal 4

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;b. mencegah,melindungi, dan menyelamatkan bangsaIndonesia dari penyalahgunaan Narkotika;c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika; dand. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosialbagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

BAB IIIRUANG LINGKUP

Pasal 5

Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputisegala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungandengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 6

(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasaldigolongkan ke dalam:a. Narkotika Golongan I;b. Narkotika Golongan II; danc. Narkotika Golongan III.(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantumdalam Lampiran I dan merupakan bagian yang takterpisahkan dari Undang-Undang ini.(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri.

Pasal 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentinganpelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi.

Pasal 8

(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untukkepentingan pelayanan kesehatan.

(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapatdigunakan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi dan untuk reagensiadiagnostik, serta reagensia laboratorium setelahmendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasiKepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB IVPENGADAAN

Bagian KesatuRencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 9

(1) Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untukkepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untukpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.(2) Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (1), disusun rencana kebutuhantahunan Narkotika.(3) Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan datapencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksitahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadipedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasanNarkotika secara nasional.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencanakebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan PeraturanMenteri.

Pasal 10

(1) Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dariimpor, produksi dalam negeri, dan/atau sumber laindengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunanNarkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencanakebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam negerisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Menteri.

Bagian KeduaProduksi

Pasal 11

(1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksiNarkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telahmemiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan setelah dilakukan audit oleh BadanPengawas Obat dan Makanan.(2) Menteri melakukan pengendalian terhadap produksiNarkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunanNarkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukanpengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, danhasil akhir dari produksi Narkotika sesuai denganrencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izindan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasansebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 12

(1) Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/ataudigunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlahyang sangat terbatas untuk kepentingan pengembanganilmu pengetahuan dan teknologi.(2) Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukansecara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapenyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan dalamproduksi dengan jumlah yang sangat terbatas untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Menteri.

Bagian KetigaNarkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 13

(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembagapendidikan dan pelatihan serta penelitian danpengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintahataupun swasta dapat memperoleh, menanam,menyimpan, dan menggunakan Narkotika untukkepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelahmendapatkan izin Menteri.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carauntuk mendapatkan izin dan penggunaan Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Menteri.

Bagian KeempatPenyimpanan dan Pelaporan

Pasal 14

(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan IndustriFarmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanansediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusatkesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, danlembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, saranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumahsakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,menyampaikan, dan menyimpan laporan berkalamengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotikayang berada dalam penguasaannya.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanansecara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danjangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporansebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri.(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuanmengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dikenai sanksi administratif oleh Menteri atasrekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan berupa:a. teguran;b. peringatan;c. denda administratif;d. penghentian sementara kegiatan; ataue. pencabutan izin.

BAB VIMPOR DAN EKSPOR

Bagian KesatuIzin Khusus dan Surat Persetujuan Impor

Pasal 15

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaanpedagang besar farmasi milik negara yang telah memilikiizin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan untuk melaksanakan imporNarkotika.(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izinkepada perusahaan lain dari perusahaan milik negarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izinsebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan untuk melaksanakan imporNarkotika.

Pasal 16(1) Importir Narkotika harus memiliki Surat PersetujuanImpor dari Menteri untuk setiap kali melakukan imporNarkotika.(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil auditKepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadaprencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/ataupenggunaan Narkotika.(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalamjumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.(4) Surat Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud padaayat (1) disampaikan kepada pemerintah negarapengekspor.

Pasal 17

Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuanpemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebutdinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan di negara pengekspor.

Bagian KeduaIzin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor

Pasal 18

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaanpedagang besar farmasi milik negara yang telah memilikiizin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan untuk melaksanakan eksporNarkotika.(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izinkepada perusahaan lain dari perusahaan milik negarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izinsebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan untuk melaksanakan eksporNarkotika.

Pasal 19

(1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat PersetujuanEkspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan eksporNarkotika.(2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harusmelampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

Pasal 20

Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasarpersetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuantersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di negarapengimpor.

Pasal 21

Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanyadilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untukperdagangan luar negeri.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caramemperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat PersetujuanEkspor diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Pengangkutan

Pasal 23

Ketentuan peraturan perundang-undangan tentangpengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutanNarkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini

atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undangini.

Pasal 24

(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapidengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotikayang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di negara pengekspor dan Surat PersetujuanImpor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapidengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yangdikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau suratpersetujuan impor Narkotika yang sah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di negarapengimpor.

Pasal 25

Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yangmemasuki wilayah Negara wajib membawadan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat PersetujuanImpor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau suratpersetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di negarapengekspor.

Pasal 26

(1) Eksportir Narkotika wajib memberikan Surat PersetujuanEkspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di negarapengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atasperusahaan pengangkutan ekspor.(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaanpengangkutan ekspor wajib memberikan SuratPersetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumenatau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinegara pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajibmembawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan SuratPersetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumenatau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinegara pengimpor.

Pasal 27

(1) Narkotika yang diangkut harus disimpan padakesempatan pertama dalam kemasan khusus atau ditempat yang aman di dalam kapal dengan disegel olehnakhoda dengan disaksikan oleh pengirim.(2) Nakhoda membuat berita acara tentang muatan Narkotikayang diangkut.(3) Nakhoda dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali duapuluh empat) jam setelah tiba di pelabuhan tujuan wajibmelaporkan Narkotika yang dimuat dalam kapalnyakepada kepala kantor pabean setempat.(4) Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalamkesempatan pertama oleh nakhoda dengan disaksikanoleh pejabat bea dan cukai.(5) Nakhoda yang mengetahui adanya Narkotika tanpadokumen atau Surat Persetujuan Ekspor atau SuratPersetujuan Impor di dalam kapal wajib membuat beritaacara, melakukan tindakan pengamanan, dan padapersinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan danmenyerahkan Narkotika tersebut kepada pihak yangberwenang.

Pasal 28

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pulabagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara.

Bagian KeempatTransito

Pasal 29

(1) Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumenatau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah daripemerintah negara pengekspor dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintahnegara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku di negara pengekspordan pengimpor.(2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika daripemerintah negara pengekspor dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:a. nama dan alamat pengekspor dan pengimporNarkotika;b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; danc. negara tujuan ekspor Narkotika.

Pasal 30

Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika padaTransito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanyapersetujuan dari:

a. pemerintah negara pengekspor Narkotika;b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; danc. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika.

Pasal 31

Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanyadapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yangmengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggungjawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas BadanPengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotikadiatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian KelimaPemeriksaan

Pasal 33

Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapandokumen impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika.

Pasal 34

(1) Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yangdiimpornya disaksikan oleh Badan Pengawas Obat danMakanan dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteripaling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanyaimpor Narkotika di perusahaan.(2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud padaayat (1), Menteri menyampaikan hasil penerimaan imporNarkotika kepada pemerintah negara pengekspor.

BAB VIPEREDARAN

Bagian KesatuUmum

Pasal 35

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaiankegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalamrangka perdagangan, bukan perdagangan maupunpemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatandan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 36

(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkansetelah mendapatkan izin edar dari Menteri.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caraperizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Menteri.

(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotikadalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obatdan Makanan.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapendaftaran Narkotika dalam bentuk obat jadisebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 37

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahanbaku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untukproduksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 38

Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengandokumen yang sah.

Bagian KeduaPenyaluran

Pasal 39

(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi,pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaanfarmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalamUndang-Undang ini.(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana

penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khususpenyaluran Narkotika dari Menteri.Pasal 40

(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkanNarkotika kepada:a. pedagang besar farmasi tertentu;b. apotek;c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahtertentu; dand. rumah sakit.

(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapatmenyalurkan Narkotika kepada:a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;b. apotek;c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahtertentu;d. rumah sakit; dane. lembaga ilmu pengetahuan;

(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentuhanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:a.rumah sakit pemerintah;b.pusat kesehatan masyarakat; danc.balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41

Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagangbesar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuantertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KetigaPenyerahan

Pasal 43

(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:a. apotek;b. rumah sakit;

c. pusat kesehatan masyarakat;d. balai pengobatan; dane. dokter.(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:a. rumah sakit;b. pusat kesehatan masyarakat;c. apotek lainnya;d. balai pengobatan;e. dokter; danf. pasien.(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, danbalai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotikakepada pasien berdasarkan resep dokter.

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapatdilaksanakan untuk:a. menjalankan praktik dokter dengan memberikanNarkotika melalui suntikan;b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat denganmemberikan Narkotika melalui suntikan; atauc. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak adaapotek.(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentuyang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud padaayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIILABEL DAN PUBLIKASI

Pasal 45

(1) Industri Farmasi wajib mencantumkan label padakemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupunbahan baku Narkotika.(2) Label pada kemasan Narkotika sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasitulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakanpada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan,ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah,dan/atau kemasannya.(3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label padakemasan Narkotika harus lengkap dan tidakmenyesatkan.

Pasal 46

Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiahkedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.

Pasal 47

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapencantuman label dan publikasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIIIPREKURSOR NARKOTIKA

Bagian KesatuTujuan Pengaturan

Pasal 48

Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:

a.melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaanPrekursor Narkotika;b.mencegah dan memberantas peredaran gelap PrekursorNarkotika; danc.mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpanganPrekursor Narkotika.

Bagian KeduaPenggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika

Pasal 49

(1) Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal5 digolongkan ke dalam Prekursor Tabel I dan PrekursorTabel II dalam Lampiran Undang-Undang ini.(2) Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkansebagaimana tercantum dalam Lampiran II danmerupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-Undangini.(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan PrekursorNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaturdengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi denganmenteri terkait.

Bagian KetigaRencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 50

(1) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunanPrekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi,industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.(2) Rencana kebutuhan tahunan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disusun berdasarkan jumlah persediaan,perkiraan kebutuhan, dan penggunaan PrekursorNarkotika secara nasional.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyusunan rencana kebutuhan tahunan PrekursorNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasidengan menteri terkait.

Bagian KeempatPengadaan

Pasal 51

(1) Pengadaan Prekursor Narkotika dilakukan melaluiproduksi dan impor.(2) Pengadaan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksudpada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk tujuanindustri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmupengetahuan dan teknologi.

Pasal 52

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor,ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, sertapengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan PeraturanPemerintah.

BAB IXPENGOBATAN DAN REHABILITASI

Bagian KesatuPengobatan

Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasimedis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II

atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaantertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmemiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotikauntuk dirinya sendiri.(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harusmempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yangdimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakandiperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

Bagian KeduaRehabilitasi

Pasal 54

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotikawajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 55

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belumcukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatanmasyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasimedis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk olehPemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atauperawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasisosial.(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajibmelaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepadapusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/ataulembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yangditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkanpengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasimedis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib laporsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumahsakit yang ditunjuk oleh Menteri.(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan olehinstansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukanrehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapatpersetujuan Menteri.

Pasal 57

Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis,penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan olehinstansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatankeagamaan dan tradisional.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakanbaik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59

(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 58 diatur dengan peraturan menteri yangmenyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB XPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 60

(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segalakegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputiupaya:a. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;

b. mencegah penyalahgunaan Narkotika;c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolahdalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk denganmemasukkan pendidikan yang berkaitan denganNarkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampailanjutan atas;d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitiandan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi di bidang Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan; dane. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medisbagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakanoleh pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 61

(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segalakegiatan yang berkaitan dengan Narkotika.(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:a. Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;b. alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untukmelakukan tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika;c. evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produksebelum diedarkan;d. produksi;e. impor dan ekspor;f. peredaran;g. pelabelan;h. informasi; dan

i. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.

Pasal 62

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 63

Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara laindan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral,baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaandan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuaidengan kepentingan nasional.

BAB XIPENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Bagian KesatuKedudukan dan Tempat Kedudukan

Pasal 64

(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentukBadan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkatBNN.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakanlembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukandi bawah dan bertanggung jawab kepadaPresiden.

Pasal 65

(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayahkerja meliputi seluruh wilayah Negara .(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyaiperwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNNkabupaten/kota berkedudukan di ibukotakabupaten/kota.

Pasal 66

BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksuddalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.

Pasal 67

(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu olehseorang sekretaris utama dan beberapa deputi.(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangiurusan:a. bidang pencegahan;b. bidang pemberantasan;c. bidang rehabilitasi;d. bidang hukum dan kerja sama; dane. bidang pemberdayaan masyarakat.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dantata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian KeduaPengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 68

(1) Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentianKepala BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Presiden.

Pasal 69

Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calonharus memenuhi syarat:

a.warga negara ;b.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;c.sehat jasmani dan rohani;d.berijazah paling rendah strata 1 (satu);e.berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalampenegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalampemberantasan Narkotika;f. Berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, danmemiliki reputasi yang baik;h. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;i. tidak menjadi pengurus partai politik; danj. bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatanlain selama menjabat kepala BNN.

Bagian KetigaTugas dan Wewenang

Pasal 70BNN mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasionalmengenai pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara RepublikIndonesia dalam pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yangdiselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatanmasyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baikregional maupun internasional, guna mencegah danmemberantas peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika;h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan PrekursorNarkotika;i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikanterhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika; danj. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugasdan wewenang.

Pasal 71

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNNberwenang melakukan penyelidikan dan penyidikanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika.

Pasal 72

(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71dilaksanakan oleh penyidik BNN.(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapengangkatan dan pemberhentian penyidik BNNsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Kepala BNN.

BAB XIIPENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 73

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilanterhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturanperundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 74

(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika, termasuk perkara yangdidahulukan dari perkara lain untuk diajukan kepengAdilan guna penyelesaian secepatnya.(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dantindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding,tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidanamati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harusdipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 75

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN

berwenang:

a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan sertaketerangan tentang adanya penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;

c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagaisaksi;d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diritersangka;e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang buktitindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika;f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentangpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksinasional;i. melakukan penyadapan yang terkait denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yangcukup;j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung danpenyerahan di bawah pengawasan;k. memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asamdioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuhlainnya;m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang,dan tanaman;o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melaluipos dan alat-alat perhubungan lainnya yang didugamempunyai hubungan dengan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan PrekursorNarkotika yang disita;q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barangbukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;r. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;dan

s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup buktiadanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 76

(1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak suratpenangkapan diterima penyidik.(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluhempat) jam.

Pasal 77

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hurufi dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yangcukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitungsejak surat penyadapan diterima penyidik.(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78

(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukanpenyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izintertuLis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluhempat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepadaketua pengadilan negeri mengenai penyadapansebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 79

Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis daripimpinan.

Pasal 80

Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, jugaberwenang:

a. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, danbarang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepadajaksa penuntut umum;b. memerintahkan kepada pihak bank atau lembagakeuangan lainnya untuk memblokir rekening yang didugadari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lainyang terkait;c. untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembagakeuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangkayang sedang diperiksa;d. untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan danAnalisis Transaksi Keuangan yang terkait denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;e. meminta secara langsung kepada instansi yang berwenanguntuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangkakepada instansi terkait;g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya ataumencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yangdilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang didugaberdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannyadengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; danh. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegakhukum negara lain untuk melakukan pencarian,penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Pasal 81

Penyidik Kepolisian Negara dan penyidikBNN berwenang melakukan penyidikan terhadappenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 82

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum AcaraPidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindakpidana penyalahgunaan Narkotika dan PrekursorNarkOtika.(2)

Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimanadimaksud pada ayat (1) di lingkungan kementerian ataulembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugasdan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan PrekursorNarkotika berwenang:a. memeriksa kebenaran laporan serta keterangantentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotikadan Prekursor Narkotika;b. memeriksa orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang ataubadan hukum sehubungan dengan penyalahgunaanNarkotika dan Prekursor Narkotika;d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkarapenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkarapenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentangadanya dugaan penyalahgunaan Narkotika danPrekursor Narkotika;g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;danh. menangkap orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 83

Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah danmemberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika.

Pasal 84Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidikKepolisian Negara memberitahukan secaratertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitupula sebaliknya.

Pasal 85Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaanNarkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negerisipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidikKepolisian Negara sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 86

(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara

Pidana.(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, ataudisimpan secara elektronik dengan alat optik atau yangserupa dengan itu; danb. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan denganatau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupunyang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidakterbatas pada:1. tulisan, suara, dan/atau gambar;2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasiyang memiliki makna dapat dipahami oleh orangyang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 87

(1) Penyidik Kepolisian Negara ataupenyidik BNN yang melakukan penyitaan Narkotika danPrekursor Narkotika, atau yang diduga Narkotika danPrekursor Narkotika, atau yang mengandung Narkotikadan Prekursor Narkotika wajib melakukan penyegelan danmembuat berita acara penyitaan pada hari penyitaandilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat:a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal,bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasaiNarkotika dan Prekursor Narkotika; dand. tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yangmelakukan penyitaan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepadakepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu palinglama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejakdilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikankepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, danKepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 88

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukanpenyitaan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotikawajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkanbarang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepadapenyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara RepublikIndonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga

kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dantembusan berita acaranya disampaikan kepada kepalakejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negerisetempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.(2) Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulitterjangkau karena faktor geografis atau transportasi.

Pasal 89

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 danPasal 88 bertanggung jawab atas penyimpanan danpengamanan barang sitaan yang berada di bawahpenguasaannya.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyimpanan, pengamanan, dan pengawasan Narkotikadan Prekursor Narkotika yang disita sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 90

(1) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, danpemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik KepolisianNegara , penyidik BNN, dan penyidikpegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barangsitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikansampel guna pengujian di laboratorium tertentu dandilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kalidua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapengambilan dan pengujian sampel di laboratoriumtertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 91

(1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerimapemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika danPrekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negaraatau penyidik BNN, dalam waktupaling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barangsitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untukkepentingan pembuktian perkara, kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/ataudimusnahkan.(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yangberada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik

yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajibdimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hariterhitung sejak menerima penetapan pemusnahan darikepala kejaksaan negeri setempat.(3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalamwaktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jamsejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkanberita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidikKepolisian Negara setempat dantembusan berita acaranya disampaikan kepada kepalakejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negerisetempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahansebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud padaayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75huruf k.(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri danuntuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkankepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negaradalam waktu paling lama 5 (lima) hariterhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaannegeri setempat.(7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara RepublikIndonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6)menyampaikan laporan kepada Menteri mengenaipenggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikandan pelatihan.

Pasal 92

(1) Penyidik Kepolisian Negara danpenyidik BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotikayang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kalidua puluh empat) jam sejak saat ditemukan, setelahdisisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan,penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapatdisisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentinganpendidikan dan pelatihan.(2) Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dandaerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atautransportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu palinglama 14 (empat belas) hari.(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan denganpembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya

memuat:a.nama, jenis, sifat, dan jumlah;b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan,dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan;c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasaitanaman Narkotika; dand. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana danpejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikanpemusnahan.

(4) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidakdimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.(5) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidakdimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat danMakanan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi.(6) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidakdimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan danpelatihan.

Pasal 93

Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atautanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lainyang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotikatersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapanasal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringanperedarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atauberdasarkan asas timbal balik.

Pasal 94

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 95

Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidangpengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahanbarang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimanadimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91.

Pasal 96

(1) Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap terbukti bahwa barangsitaan yang telah dimusnahkan menurut ketentuan Pasal91 diperoleh atau dimiliki secara sah, kepada pemilikbarang yang bersangkutan diberikan ganti rugi olehPemerintah.

(2) Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh pengadilan.

Pasal 97

Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidangpengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikanketerangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta bendaistri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yangdiketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengantindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yangdilakukan tersangka atau terdakwa.

Pasal 98

Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwaseluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak,dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukanterdakwa.

Pasal 99

(1) Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yangbersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotikadan Prekursor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan,dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau halyang memberikan kemungkinan dapat diketahuinyaidentitas pelapor.(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi danorang lain yang bersangkutan dengan perkara tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk tidakmelakukan perbuatan yang dilarang sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

Pasal 100

(1) Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yangmemeriksa perkara tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindunganoleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa,

dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupunsesudah proses pemeriksaan perkara.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindunganoleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 101

(1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yangdigunakan di dalam tindak pidana Narkotika danPrekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika danPrekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampasuntuk negara.(2) Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimanadimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yangberitikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatanterhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yangbersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) harisetelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama.(3) Seluruh harta kekayaan atau harta benda yangmerupakan hasil tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkanputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap dirampas untuk negara dan digunakanuntuk kepentingan:a.pelaksanaan pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika; danb.upaya rehabilitasi medis dan sosial.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaanharta kekayaan atau aset yang diperoleh dari hasil tindakpidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 102

Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkanperjanjian antarnegara.

Pasal 103

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/atau perawatan melaluirehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbuktibersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/atau perawatan melaluirehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidakterbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagiPecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

BAB XIIIPERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 104

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya

untuk berperan serta membantu pencegahan danpemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 105

Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upayapencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 106

Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika diwujudkan dalam bentuk:

a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanyadugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika;b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, danmemberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjaditindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepadapenegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum atau BNN yang menanganiperkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannyayang diberikan kepada penegak hukum atau BNN;e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yangbersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadirdalam proses peradilan.

Pasal 107

Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenangatau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atauperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 108

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalamPasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalamsuatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Kepala BNN.

BAB XIVPENGHARGAAN

Pasal 109

Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukumdan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan,pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 110

Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal109 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 111

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuktanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00(delapan miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan I dalam bentuk tanaman sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu)

kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelakudipidana dengan pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Pasal 112

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanNarkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana denganpidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanamansebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanadenda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor,mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan Isebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuktanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanamanberatnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana denganpidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Pasal 114

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana denganpidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan Isebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuktanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanamanberatnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidanamati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjarapaling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummembawa, mengirim, mengangkut, atau mentransitoNarkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut,atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnyamelebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batangpohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidanadengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lainatau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakanorang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah).(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan oranglain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidanadengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, ataupidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Pasal 117

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanNarkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00(enam ratus juta rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun danpidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor,mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan IIsebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidanapenjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun danpidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana denganpidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan IIsebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidanapenjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun danpidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummembawa, mengirim, mengangkut, atau mentransitoNarkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00(enam ratus juta rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut,atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) grammaka pelaku dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 121

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lainatau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakanorang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00(delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan oranglain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkanorang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidanadengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, ataupidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Pasal 122

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanNarkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00(empat ratus juta rupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun danpidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00(enam ratus juta rupiah) dan paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor,mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan IIIsebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 124

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan IIIsebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima

belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 125

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummembawa, mengirim, mengangkut, atau mentransitoNarkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00(empat ratus juta rupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut,atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) grammaka pelaku dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenggunakan Narkotika Golongan III tehadap orang lainatau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakanorang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun danpidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratusjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (limamiliar rupiah).(2) Dalam hal penggunaan Narkotika tehadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan oranglain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkanorang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana dendamaksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah1/3 (sepertiga).

Pasal 127

(1) Setiap Penyalah Guna:a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidanadengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; danc. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidanadengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan

Pasal 103.(3)Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korbanpenyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.Pasal 128

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukupumur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidanakurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana dendapaling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telahdilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalanirehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yangditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.(4)Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medissebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhistandar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 129

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orangyang tanpa hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatanNarkotika;d. membawa,mengirim, mengangkut, atau mentransitoPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.Pasal 130

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selainpidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidanayang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidanadenda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana dendasebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:a. pencabutan izin usaha; dan/ataub. pencabutan status badan hukum.

Pasal 131

Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanyatindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjarapaling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyakRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 132

(1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukantindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotikasebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129,pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang samasesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal-Pasal tersebut.(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidanapenjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3(sepertiga).(3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam denganpidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 133

(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikansesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan,memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat,atau membujuk anak yang belum cukup umur untukmelakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana matiatau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan palingbanyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).(2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikansesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan,memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat,atau membujuk anak yang belum cukup umur untukmenggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 134

(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengansengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksuddalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurunganpaling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda palingbanyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksudpada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkanPecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidanakurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana dendapaling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 135

Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakankewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidanadengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun danpaling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyakRp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 136

Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yangdiperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidanaPrekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk bendabergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidakberwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakanuntuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidanaPrekursor Narkotika dirampas untuk negara.

Pasal 137

Setiap orang yang:

a. menempatkan, membayarkan atau membelanjakan,menitipkan, menukarkan, menyembunyikan ataumenyamarkan, menginvestasikan, menyimpan,menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang,harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk bendabergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidakberwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotikadan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);b. menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan,penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaraninvestasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, hartaatau uang, benda atau aset baik dalam bentuk bendabergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidakberwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidanaNarkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidanadenda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliarrupiah).

Pasal 138

Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulitpenyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindakpidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotikadi muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjarapaling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyakRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 139

Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukumtidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun danpidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).

Pasal 140

(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukumtidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).(2) Penyidik Kepolisian Negara danpenyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1),ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

Pasal 141

Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidanadenda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 142

Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atausecara melawan hukum tidak melaksanakan kewajibanmelaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntutumum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).

Pasal 143

Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalampemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 144

(1) Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahunmelakukan pengulangan tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambahdengan 1/3 (sepertiga).(2) Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pelaku tindakpidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjaraseumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 145

Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotikadan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimanadimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129di luar wilayah Negara diberlakukan jugaketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 146

(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindakpidana Narkotika dan/atau tindak pidana PrekursorNarkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusirankeluar wilayah Negara .(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali kewilayah Negara .(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindakpidana Narkotika dan/atau tindak pidana PrekursorNarkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayahNegara .

Pasal 147

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:

a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balaipengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milikpemerintah, dan apotek yang mengedarkan NarkotikaGolongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanankesehatan;b. pimpinanlembaga ilmu pengetahuan yang menanam,membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotikabukan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan;c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksiNarkotika Golongan I bukan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan; ataud. pimpinanpedagang besar farmasi yang mengedarkanNarkotika Golongan I yang bukan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkanNarkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentinganpelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 148

Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalamUndang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindakpidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika,pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahunsebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.

BAB XVIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 149

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkanPeraturan Nomor 83 Tahun 2007 tentang BadanNarkotika Nasional, Badan Narkotika provinsi, dan BadanNarkotika kabupaten/kota, dinyatakan sebagai BNN, BNNprovinsi, dan BNN kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang ini;b. Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kaliditetapkan sebagai Kepala BNN berdasarkan Undang-Undang ini;c. Pejabat dan pegawai di lingkungan Badan Narkotika

Nasional yang ditetapkan berdasarkan PeraturanNomor 83 Tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNNberdasarkan Undang-Undang ini;d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tatakerja Badan Narkotika Nasional yang dibentukberdasarkan Peraturan Nomor 83 Tahun 2007harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tatakerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yangdibentuk berdasarkan Peraturan Nomor 83Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 150

Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yangdibentuk berdasarkan Peraturan Nomor 83 Tahun2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetapdapat dijalankan sampai dengan selesainya program dankegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya.

Pasal 151

Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentukberdasarkan Peraturan Nomor 83 Tahun 2007, baikyang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kotadinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 152

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakanperaturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun1997 tentang Narkotika (Lembaran NegaraTahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang inidiundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidakbertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baruberdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 153

Dengan berlakunya Undang-Undang ini:

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor67, Tambahan Lembaran Negara Nomor3698); danb. Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I danGolongan II sebagaimana tercantum dalam LampiranUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor10, Tambahan Lembaran Negara Nomor3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika GolonganI menurut Undang-Undang ini,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 154

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telahditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undangini diundangkan.

Pasal 155

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran Negara .

Disahkan di Jakartapada tanggal 12 Oktober 2009,

ttd

DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Oktober 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA TAHUN 2009 NOMOR 143

PENJELASANATASUNDANG-UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009TENTANGNARKOTIKA

I. UMUMNarkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dandiperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jikadisalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standarpengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagiperseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akanlebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagikehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akandapat melemahkan ketahanan nasional.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupanmasyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum MajelisPermusyawaratan Rakyat Tahun 2002 melaluiKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat NomorVI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan PerwakilanRakyat dan untukmelakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengaturupaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melaluiancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, danpidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentinganpengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medisdan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika didalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakinmeningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korbanyang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasimuda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secaraperseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yangsecara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikatyang terorganisasi dengan jaringan yang luas yangbekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional

maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatanupaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perludilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan

yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatifdengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja,dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaanNarkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika,dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotikakarena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula ataubahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. DalamUndang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika denganmelakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkanefek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksipidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20(dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati.Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan padagolongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah adayaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan padaPeraturan Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan NarkotikaNasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan NarkotikaKabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yangberkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepadaPresiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukankoordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkanmenjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuatkewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNNberkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepadaPresiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsidan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi danBNN kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruhharta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidanaNarkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uangdari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkanputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetapdirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaanpencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dansosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinyasemakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenaiperluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik

pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yangdiawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya gunamelacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukansecara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batasnegara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baikbilateral, regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalamusaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika danPrekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggotamasyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaantersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telahberjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

II. PASAL DEMI PASALPasal1Cukup jelas.

Pasal2Cukup jelas.

Pasal3Cukup jelas.

Pasal4Cukup jelas.

Pasal 5Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika”hanya untuk industri farmasi.

Pasal 6Ayat (1)Huruf aDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanyadapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkanketergantungan.

Huruf bDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiatpengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dandapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuanpengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyaipotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Huruf cDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiatpengobatan dan banyak digunakan dalam terapidan/atau untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan serta mempunyai potensi ringanmengakibatkan ketergantungan.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”perubahan penggolonganNarkotika” adalah penyesuaian penggolongan Narkotikaberdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangankepentingan nasional.

Pasal 7Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasukpelayanan rehabilitasi medis.Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi” adalah penggunaan Narkotika terutama untukkepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untukkepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembanganserta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahyang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan,penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika.Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalahtermasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotikadari pihak Kepolisian Negara , Bea dan Cukaidan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.

Pasal 8Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:

a.reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I

tersebut secara terbatas dipergunakan untukmendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakanoleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika ataubukan.b.reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan Itersebut secara terbatas dipergunakan untukmendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atauditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenisNarkotika atau bukan.Pasal 9Cukup jelas.

Pasal 10Ayat (1)Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalahNarkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperolehantara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja samadengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperolehdari hasil penyitaan atau perampasan sesuai denganketentuan Undang-Undang ini.Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakanterutama untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluanpendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakanoleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinyamelakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasanperedaran gelap Narkotika.Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 11Ayat (1)Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikanizin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhakmemproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangatselektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasanNarkotika dapat lebih mudah dilakukan.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 12Ayat (1)Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi”adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang

mengandung Narkotika.Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas”adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 13Ayat (1)Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmupengetahuan yang secara khusus atau yang salah satufungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian danpengembangan.Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 14Ayat (1)Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balaipengobatan yang dipimpin oleh dokter.Ayat (2)Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yangmelakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang didalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yangberhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat padarekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masasimpan resep selama 3 (tiga) tahun.Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatanyang memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporanmengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika,dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resepselama 3 (tiga) tahun.Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimanadiatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada dibawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan,disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalamwaktu 3 (tiga) tahun.

Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan,dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiapwaktu dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yangada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalampenyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala

bentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturanperundang-undangan.huruf a

Cukup jelas.huruf bCukup jelas.huruf cCukup jelas.huruf dCukup jelas.huruf eYang dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izinyang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelolaNarkotika.

Pasal 15Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalamketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasimilik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinyadalam melakukan impor Narkotika karena bencana alam,kebakaran dan lain-lain.

Pasal 16Cukup jelas.

Pasal 17Cukup jelas.

Pasal 18Cukup jelas.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 20Cukup jelas.

Pasal 21Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabeantertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri” adalah

kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasionaltertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan eksporNarkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi.Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk padaUndang-Undang tentang Kepabeanan dan/atau peraturanperundang-undangan lainnya.

Pasal 22Cukup jelas.

Pasal 23Cukup jelas.

Pasal 24Cukup jelas.

Pasal 25Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baikmelalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeananyang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika diWilayah Negara .Yang dimaksud dengan “penanggung jawab pengangkut” adalahkapten penerbang atau nakhoda.

Pasal 26Cukup jelas.

Pasal 27Ayat (1)Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempatyang aman” dalam ketentuan ini adalah kemasan yangberbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan padatempat tersendiri yang disediakan secara khusus.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikanlaporan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukumdan memperketat pengawasan.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Ayat (1)

Cukup jelas.Ayat (2)Huruf aCukup jelas. .Huruf bDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis”adalah sediaan bentuk garam atau basa.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bentuk”adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obatjadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul,cairan.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jumlah”adalah angka yang menunjukkan banyaknyaNarkotika yang terdiri dari jumlah satuan berat dalamkilogram, isi dalam milliliter.Huruf cCukup jelas.

Pasal 30Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transitoNarkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabiladalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (forcemajeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan,maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yangditentukan dalam ketentuan ini.Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan,Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawabpengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 31Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas BadanPengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembaliNarkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugasdan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32Cukup jelas.

Pasal 33Cukup jelas.

Pasal 34Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerjadibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jikalaporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasanwaktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harussegera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotikayang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yangdimiliki.

Pasal 35Cukup jelas.

Pasal 36Cukup jelas.

Pasal 37Cukup jelas.

Pasal 38Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapidengan dokumen yang sah” adalah bahwa setiap peredaranNarkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasanpabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yangdibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besarfarmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumahsakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek.Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan Impor/Ekspor,faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atausalinan resep dokter, yang merupakan bagian yang takterpisahkan dari Narkotika bersangkutan.

Pasal 39Ayat (1)Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industrifarmasi, dan pedagang besar farmasi” adalah industrifarmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telahmemiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.Ayat (2)Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluranNarkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasipemerintah diperlukan sepanjang surat keputusanpendirian sarana penyimpanan sediaan farmasi tersebuttidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.

Pasal 40Ayat (1)Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.Huruf cDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “saranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu”adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi danalat kesehatan milik Pemerintah, baik PemerintahPusat maupun Pemerintah Daerah, TNI danKepolisian Negara , Badan Usaha

Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalamrangka pelayanan kesehatan.Huruf dDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumahsakit” adalah rumah sakit yang telah memilikiinstalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industrifarmasi tertentu atau pedagang besar farmasitertentu.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

Pasal 42Cukup jelas.

Pasal 43Ayat (1)Huruf aCukup jelas.Huruf bKetentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yangbelum mempunyai instalasi farmasi hanya dapatmemperoleh Narkotika dari apotek.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Huruf aKetentuan ini menegaskan bahwa pemberiankewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotikadalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral(khususnya tablet morphin) salah satu tujuannyaadalah untuk memudahkan dokter memberikan tabletNarkotika tersebut kepada pasien yang mengidappenyakit kanker stadium yang tidak dapatdisembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obatyang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidakterhingga dari penderita kanker tersebut.Huruf b

Lihat penjelasan huruf a.Huruf cKetentuan ini menegaskan bahwa penyerahanNarkotika oleh dokter yang menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukansurat izin penyimpanan Narkotika dari MenteriKesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izintersebut melekat pada surat keputusan penempatandi daerah terpencil yang tidak ada apotek.Ayat (5)Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk NarkotikaGolongan II dan Golongan III.

Pasal 44Cukup jelas.

Pasal 45Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman labeldimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehinggamemudahkan pula dalam pengendalian danpengawasannya.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalahlabel khusus yang diperuntukan bagi Narkotika yangberbeda dari label untuk obat lainnya.

Pasal 46Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan”adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untukNarkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan bakuNarkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi.

Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahayapenyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.Pasal 47Cukup jelas.

Pasal 48Cukup jelas.

Pasal 49Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri

yang membidangi urusan perindustrian dan menteri yangmembidangi urusan perdagangan.

Pasal 50Cukup jelas.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain suratketerangan dokter, salinan resep, atau label/etiket.

Pasal 54Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika”adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotikakarena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancamuntuk menggunakan Narkotika.

Pasal 55Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantuPemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahayapenyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecanduNarkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali,

masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawabpengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya.Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam

ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur18 (delapan belas) tahun.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 56Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu

Narkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkandan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dansosial penderita yang bersangkutan.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnyaLembaga Pemasyarakatan Narkotika dan PemerintahDaerah.Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medisbagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapatdiberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularanantara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntikdengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan.

Pasal 57Cukup jelas.

Pasal 58Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melaluipendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatiflainnya.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan PecanduNarkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantunganterhadap Narkotika secara fisik dan psikis.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasisosial” adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakanbaik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59Cukup jelas.

Pasal 60Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cKetentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahanmelalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruantinggi.Huruf dCukup jelas.Huruf eYang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalamketentuan ini misalnya memberikan penguatan,dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasimedis terjaga keberlangsungannya.

Pasal 61Cukup jelas.

Pasal 62Cukup jelas.

Pasal 63Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasionalmeliputi juga kerja sama dalam rangka pencegahan danpemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yangterorganisasi.

Pasal 64Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknyaBadan Narkotika Nasional yang bertanggung jawab langsungkepada yang mempunyai tugas dan fungsikoordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotikadan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika, diharapkan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapatdicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 65Cukup jelas.

Pasal 66Cukup jelas.

Pasal 67Cukup jelas.

Pasal 68Cukup jelas.

Pasal 69Cukup jelas.

Pasal 70Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelasHuruf cYang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian

Negara ” dalam ketentuan ini adalahtidak mengurangi kemandirian dalam menentukankebijakan dan melaksanakan tugas dan wewenang BNN.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.Huruf hCukup jelas.Huruf iCukup jelas.Huruf jCukup jelas.

Pasal 71Cukup jelas.Pasal 72Cukup jelas.

Pasal 73Cukup jelas.

Pasal 74Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lainyang oleh undang-undang juga ditentukan untuk

didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepadapengadilan.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian

secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilanputusan, sampai dengan pelaksanaan putusan ataueksekusi.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 75Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.

Huruf hYang dimaksud dengan ”interdiksi” adalah mengejardan/atau menghentikan seseorang/kelompok orang, kapal,pesawat terbang, atau kendaraan yang diduga membawaNarkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkaptersangkanya dan disita barang buktinya.Huruf iDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan”adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikandan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNNatau Penyidik Kepolisian Negara dengancara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengankemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/ataupengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasielektronik lainnya.

Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauanelektronik dengan cara antara lain:

a.pemasangan transmitter di ruangan/kamar sasaranuntuk mendengar/merekam semua pembicaraan(bugging);b.pemasangan transmitter pada mobil/orang/barangyang bisa dilacak keberadaanya (bird dog);c.intersepsi internet;d.cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax;e.CCTV (Close Circuit Television);f. pelacak lokasi tersangka (direction finder).Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untukmengantisipasi perkembangan teknologi informasi yangdigunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dantindak pidana Prekursor Narkotika dalam mengembangkanjaringannya baik nasional maupun internasional karenaperkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan olehpelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka.Untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikatNarkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem

komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembusoleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringantersebut.Huruf jCukup jelas.Huruf kCukup jelas.Huruf lTes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuhlainnya dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi untuk membuktikan adatidaknya Narkotika di dalam tubuh satu orang ataubeberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA)untuk identifikasi korban, pecandu, dan tersangka.Huruf mCukup jelas.Huruf nYang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan iniadalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable)maupun stationere.Huruf oCukup jelas.Huruf pCukup jelas.Huruf qCukup jelas.Huruf rCukup jelas.

HurufsCukup jelas.

Pasal 76Cukup jelas.

Pasal 77Cukup jelas.

Pasal 78Cukup jelas.

Pasal 79Cukup jelas.

Pasal 80Cukup jelas.

Pasal 81Cukup jelas.

Pasal 82Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembagapemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dantanggung jawabnya di bidang Narkotika dan PrekursorNarkotika” adalah Kementerian Kesehatan, KementerianKeuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian ataulembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuaidengan bidang tugasnya masing-masing yang dalampelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasisesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 83Cukup jelas.

Pasal 84Cukup jelas.

Pasal 85Cukup jelas.

Pasal 86Cukup jelas.

Pasal 87Cukup jelas.

Pasal 88Cukup jelas.

Pasal 89Cukup jelas.

Pasal 90Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratoriumtertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 91Cukup jelas.

Pasal 92Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yangdimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan diladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atautempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk

tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukandalam waktu bersamaan ditempat tersebut.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil”

adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotikauntuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Ayat (2)Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empatbelas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian Negarayang bertugas di daerah yang letakgeografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapatmelaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yangditemukan dengan sebaik-baiknya karena pelanggaranterhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.Ayat (3)Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dDalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabatyang menyaksikan pemusnahan” adalah pejabat yang

mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat

dan Makanan.Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotikaditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkanunsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikanoleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakatsetempat.

Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasijenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling).Ayat (6)Cukup jelas.

Pasal 93Cukup jelas.

Pasal 94Cukup jelas.

Pasal 95Cukup jelas.

Pasal 96Cukup jelas.

Pasal 97Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “seluruh hartakekayaan dan harta benda” adalah seluruh kekayaan yangdimiliki, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, yangberwujud maupun tidak berwujud, yang ada dalampenguasaannya atau yang ada dalam penguasaan pihak lain (isteriatau suami, anak dan setiap orang atau badan), yang diperolehatau diduga diperoleh dari tindak pidana Narkotika yangdilakukan oleh tersangka atau terdakwa.

Pasal 98Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakankewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwaseluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anakdan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidanaNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 99Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindunganterhadap keselamatan pelapor yang memberikan keteranganmengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamatpelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, ataujaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 100Ayat (1)Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yangmempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atauke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 101Ayat (1)Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkanNarkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuknegara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses

penyidikan tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya”

adalah baik yang berupa uang atau benda lain yangdiketahui atau diduga keras diperoleh dari tindak pidanaNarkotika.

Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindakpidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilanyang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakanuntuk biaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagianggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanyatindak pidana Narkotika dan tindak pidana PrekursorNarkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untukberpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaanatau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakanuntuk membiayai rehabilitasi medis dan sosial para korbanpenyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Prosespenyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindakpidana pencucian uang dilaksanakan sesuai denganUndang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TindakPidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 102Cukup jelas.

Pasal 103

Ayat (1)Huruf aKetentuan ini menegaskan bahwa penggunaan katamemutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbuktibersalah melakukan tindak pidana Narkotikamengandung pengertian bahwa putusan hakimtersebut merupakan vonis (hukuman) bagi PecanduNarkotika yang bersangkutan.Huruf bKetentuan ini menegaskan bahwa penggunaan katamenetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidakterbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotikamengandung pengertian bahwa penetapan hakimtersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagiPecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapantersebut dimaksudkan untuk memberikan suatupenekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebutwalaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak

pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalanipengobatan dan perawatan.Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu

Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindakpidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dantanggung jawab negara, karena pengobatan dan atauperawatan tersebut merupakan bagian dari masamenjalani hukuman. Sedangkan bagi pecanduNarkotika yang tidak terbukti bersalah biayapengobatan dan/atau perawatan selama dalam statustahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahananrumah dan tahanan kota.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 104Cukup jelas.

Pasal 105Cukup jelas.

Pasal 106Cukup jelas.

Pasal 107Cukup jelas.

Pasal 108Cukup jelas.

Pasal 109Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaanharus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindunganterhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalambentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaanlainnya.

Pasal 110Cukup jelas.

Pasal 111Cukup jelas.

Pasal 112Cukup jelas.

Pasal 113Cukup jelas.

Pasal 114Cukup jelas.

Pasal 115Cukup jelas.

Pasal 116Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “cacat permanen” dalam ketentuanini adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang bersifattetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan.

Pasal 117Cukup jelas.

Pasal 118Cukup jelas.

Pasal 119Cukup jelas.

Pasal 120Cukup jelas.

Pasal 121Cukup jelas.

Pasal 122Cukup jelas.

Pasal 123Cukup jelas.

Pasal 124Cukup jelas.

Pasal 125Cukup jelas.

Pasal 126Cukup jelas.

Pasal 127Cukup jelas.

Pasal 128Cukup jelas.

Pasal 129Cukup jelas.

Pasal 130Cukup jelas.

Pasal 131Cukup jelas.

Pasal 132Ayat (1)Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsurunsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidakselesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkankarena kehendaknya sendiri.

Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 133Cukup jelas.

Pasal 134Cukup jelas.

Pasal 135Cukup jelas.

Pasal 136Cukup jelas.

Pasal 137Cukup jelas.

Pasal 138Cukup jelas.

Pasal 139Cukup jelas.

Pasal 140Cukup jelas.

Pasal 141Cukup jelas.

Pasal 142Cukup jelas.

Pasal 143Cukup jelas.

Pasal 144Cukup jelas.

Pasal 145Cukup jelas.

Pasal 146Cukup jelas.

Pasal 147Cukup jelas.

Pasal 148Cukup jelas.

Pasal 149Cukup jelas.

Pasal 150Cukup jelas.

Pasal 151Cukup jelas.

Pasal 152Cukup jelas.

Pasal 153Cukup jelas.

Pasal 154Cukup jelas.

Pasal 155Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 2009 NOMOR 5062

LAMPIRAN IUNDANG-UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009TENTANG NARKOTIKA

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1.Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,kecuali bijinya.2.Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman PapaverSomniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutantanpa memperhatikan kadar morfinnya.3.Opium masak terdiri dari :a.candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnyadengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain,dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.b.jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampurdengan daun atau bahan lain.c.jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4.Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasukbuah dan bijinya.5.Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanamangenus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung ataumelalui perubahan kimia.6.Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsunguntuk mendapatkan kokaina.7.Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.8.Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasukbiji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja danhasis.9.Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.10.Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.11.Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina.12.Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(a-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.13.Alfa-metilfentanil14.Alfa-metiltiofentanil15.Beta-hidroksifentanil16.Beta-hidroksi-3-metil-fentanil17.Desmorfina18.Etorfina19.Heroina20.Ketobemidona21.3-metilfentanil22.3-metiltiofentanil: N-[1 (a-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida: N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida: N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida: N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida.: Dihidrodeoksimorfina: tetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina: Diacetilmorfina: 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina

: N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida: N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida

23.MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)24.Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida25.PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)26.Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida27.BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- a -metilfenetilaminaDOB28.DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol29.DMA : ( + )-2,5-dimetoksi-a -metilfenetilamina30.DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo[b, d]piran-1-ol31.DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol32.DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- a –metilfenetilamina33.ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina34.ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole35.KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon36.( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 ß –LSD, LSD-25 karboksamida37.MDMA : (±)-N,a-dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina38.Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina39.METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on40.4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina41.MMDA : 5-metoksi- a -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina42.N-etil MDA : (±)-N-etil- a -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin43.N-hidroksi MDA : (±)-N-[ a -metil-3,4(metilendioksi)fenetil]hidroksilamina44.

Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo[b,d] piran-1-ol45.PMA : p-metoksi- a -metilfenetilamina46.psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol47.PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat48.ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidinaPHP,PCPY49.STP, DOM : 2,5-dimetoksi-a ,4-dimetilfenetilamina50.TENAMFETAMINA, nama lain : a -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilaminaMDA51.TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidinaTCP52.TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- a -metilfenetilamina53.AMFETAMINA : (±)-a –metilfenetilamina54.DEKSAMFETAMINA : ( + )-a –metilfenetilamina55.FENETILINA : 7-[2-[( a -metilfenetil)amino]etil]teofilina56.FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin57.FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina

58.LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)-a -metilfenetilaminalevamfetamina59.Levometamfetamina : ( -)- N, a -dimetilfenetilamina60.MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon61.METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, a –dimetilfenetilamina62.METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon63.ZIPEPPROL : a – ( a metoksibenzil)-4-( ß-metoksifenetil )-1piperazinetano64.Opium Obat65.Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotikaDAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1.Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana2.Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina3.Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol4.Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina5.Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida6.Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina7.Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4karboksilatetil ester8.Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana9.Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4karboksilatetil ester10.Benzilmorfina : 3-benzilmorfina11.Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina12.Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol13.Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina14.Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana15.Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1benzimidazolinil)-piperidina16.Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]morfolina17.Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida18.Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena19.Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4karboksilatetil ester20.Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik21.Dihidromorfina22.Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol23.Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat24.Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2′-tienil)-1-butena

25.Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat

26.Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona27.Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol28.Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.29.Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2′-tienil)-1-butena30.Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4karboksilatetil ester31.Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol32.Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4karboksilatetil ester)33.Hidrokodona : dihidrokodeinona34.Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat etilester35.Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina36.Hidromorfona : dihidrimorfinona37.Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona38.Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona39.Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida40.Fenazosina : 2′-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan41.Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan42.Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilatEtil ester43.Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina44.Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol45.Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima46.Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan47.Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina48.

Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan49.Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan50.Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona51.Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana52.Metazosina : 2′-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan53.Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina54.Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina55.Metopon : 5-metildihidromorfinona56.Mirofina : Miristilbenzilmorfina57.Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat58.Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester59.Morfina-N-oksida60.Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunanmorfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida61.Morfina62.Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina63.Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana64.Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan

65.Normetadona: 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona66.Normorfina: dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina67.Norpipanona: 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona68.Oksikodona: 14-hidroksidihidrokodeinona69.Oksimorfona: 14-hidroksidihidromorfinona70. Petidina intermediatA

: 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina71. Petidina intermediatB: asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester72. Petidina intermediatC: Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat73.Petidina: Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester74.Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etilester75.Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4Karbosilatarmida76.Proheptasina: 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana77.Properidina: asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester78.Rasemetorfan: (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan79.Rasemoramida: (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina80.Rasemorfan: (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan81.Sufentanil: N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil-4-piperidil]propionanilida82. Tebaina83.Tebakon: asetildihidrokodeinona84.Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1karboksilat85.Trimeperidina: 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atasDAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. Asetildihidrokodeina2. Dekstropropoksifena: a-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat3. Dihidrokodeina4.Etilmorfina

: 3-etil morfina5.Kodeina: 3-metil morfina6.Nikodikodina: 6-nikotinildihidrokodeina7.Nikokodina: 6-nikotinilkodeina8.Norkodeina: N-demetilkodeina9.Polkodina: Morfoliniletilmorfina10.Propiram: N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida11.Buprenorfina : 21-siklopropil-7-a-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina

12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

ttdDR. H. SUSILO BAMBANG YUDOYONO

LAMPIRAN IIUNDANG-UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009TENTANG NARKOTIKA

GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR

TABEL I

1. Acetic Anhydride.2. N-Acetylanthranilic Acid.3. Ephedrine.4. Ergometrine.5. Ergotamine.6. Isosafrole.7. Lysergic Acid.8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.9. Norephedrine.10. 1-Phenyl-2-Propanone.11. Piperonal.

12. Potassium Permanganat.13. Pseudoephedrine.14. Safrole.TABEL II

1. Acetone.2. Anthranilic Acid.3. Ethyl Ether.4. Hydrochloric Acid.5. Methyl Ethyl Ketone.6. Phenylacetic Acid.7. Piperidine.8. Sulphuric Acid.9. Toluene.

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDOYONO

Detik-detik Freddy Budiman sebelum Jalani Hukuman Mati

WARTA KOTA, CILACAP - Eksekusi hukuman mati "jilid III" terhadap terpidana

kasus narkoba telah dilaksanakan di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan,

Cilacap, Jawa Tengah, pada hari Jumat (29/7), pukul 00.46 WIB.

Koordinator Kerohanian Islam Lembaga Pemasyarakatan Se-Nusakambangan K.H. Hasan Makarim

menilai adanya upaya perbaikan sehingga pelaksanaan eksekusi "jilid III" ada peningkatan dari

sebelumnya.

Ia menduga hal itu dilakukan Kejaksaan Agung untuk menghindari kesimpangsiuran informasi

seperti yang terjadi pada bulan Mei 2016 terkait rencana eksekusi hukuman mati.

"Kesimpangsiuran informasi itu berdampak pada psikologis yang ada di dalam (lembaga

pemasyarakatan,.red.)," katanya.

Menurut dia, kesimpangsiuran informasi itu mengakibatkan Kejaksaan Agung penuh kehati-hatian

dalam mempersiapkan eksekusi "jilid III".

Bahkan hingga detik-detik menjelang eksekusi, Kejaksaan Agung belum merilis identitas terpidana

mati yang akan dieksekusi.

Lebih lanjut, dia mengaku mendapat surat penugasan dari Kejaksaan Agung untuk memberi

pendampingan bagi empat terpidana mati beragama Islam yang akan dieksekusi, salah

satunya Freddy Budiman.