207
LAPORAN PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP (SUB KEGIATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA) Kerjasama BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUWANGI dengan LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2015

2015-Sub Kegiatan Pengendalian Kerusakan Tanah Utk Produksi Biomassa Di Kab. Banyuwangi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

produksi biomassa

Citation preview

  • LAPORAN

    PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP

    (SUB KEGIATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA)

    Kerjasama

    BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUWANGI

    dengan

    LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JEMBER

    TAHUN 2015

  • ii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

    Rahmat dan Hidayah-Nya buku "LAPORAN" Pengembangan Data dan Informasi

    Lingkungan Hidup (Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa) tahun

    2015 ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku laporan ini merupakan bagian dari

    rangkaian laporan dalam proses Pengembangan Data dan Informasi Lingkungan

    Hidup Tahun Anggaran 2015.

    Laporan ini berisikan tentang hasil kegiatan meliputi database data spasial

    dan informasi tentang kerusakan tanah untuk produksi biomassa pada wilayah

    administrasi Timur dan Utara di Kabupaten Banyuwangi. Penyusunan laporan ini

    didasari oleh kerjasama pihak Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, khususnya

    Kantor Badan Lingkungan Hidup dengan Universitas Jember selaku peneliti.

    Dalam kesempatan ini pula ingin kami ucapkan terima kasih yang sebesar-

    besamya kepada seluruh pihak yang telah bersedia membantu dalam proses

    penyelesaian buku laporan ini. Akhir kata semoga buku laporan ini dapat bermanfaat

    bagi semua pihak.

    15 Juni 2015

    Penyusun

  • iii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1-1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1-1

    1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 1-2

    1.3 Manfaat ......................................................................................... 1-2

    1.4 Landasan Hukum ........................................................................... 1-3

    BAB 2 RUANG LINGKUP KEGIATAN, KERANGKA DASAR DAN METODE

    PENELITIAN ....................................................................................... 2-1

    2.1 Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................. 2-1

    2.1.1 Tahap Persiapan .................................................................... 2-1

    2.1.2 Tahap Survei dan Penelitian .................................................... 2-2

    2.1.3 Tahap Penyelesaian ................................................................ 2-3

    2.2 Metode Penelitian ........................................................................... 2-3

    BAB 3 KONDISI FISIK WILAYAH STUDI ......................................................... 3-1

    3.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi ................................... 3-1

    3.2 Potensi Sumberdaya Alam ............................................................... 3-5

    3.2.1 Kondisi Topografi .................................................................... 3-5

    3.2.2 Ketinggian Wilayah .................................................................. 3-9

    3.2.3 Kedalaman efektif tanah .......................................................... 3-11

    3.2.4 Iklim ....................................................................................... 3-12

    3.2.5 Kondisi Jenis Tanah ................................................................. 3-19

  • iv | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2.6 Kondisi Tata Guna Lahan ........................................................ 3-25

    3.2.7 Gambaran Umum Komoditas ................................................... 3-28

    3.2 Penentuan Zonasi Rencana Survey Kerusakan Tanah Tahun 2015 .... 3-32

    BAB 4 KERUSAKAN TANAH ........................................................................... 4-1

    4.1 Potensi Kerusakan Tanah ................................................................ 4-1

    4.2 Peta Potensi Kerusakan Tanah per kecamatan dalam Kawasan Budidaya

    di Kabupaten Banyuwangi Wilayah Timur dan Utara .......................... 4-4

    4.3 Analisa Hasil Laboratorium Tanah .................................................... 4-38

    4.4 Penentuan Status Kerusakan Tanah ................................................. 4-64

    4.5 Peta Status Kerusakan Tanah .......................................................... 4-80

    BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................... 5-1

    5.1 Kesimpulan ................................................................................... 5-1

    5.1 Rekomendasi ................................................................................ 5-1

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN - LAMPIRAN

  • v | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Peta Kerja dan Peta Status ........ 2-8

    Gambar 3.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi ..................... 3-4

    Gambar 3.2 Peta Ketinggian Kabupaten Banyuwangi .................................... 3-8

    Gambar 3.3 Rata-rata Hujan Wilayah Di Kabupaten Banyuwangi .................. 3-18

    Gambar 3.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Banyuwangi .................................. 3-24

    Gambar 3.5 Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Banyuwangi .......................... 3-27

    Gambar 3.6 Peta Pembagian Zonasi Rencana Survey Kerusakan Tanah Kabupaten

    Banyuwangi .............................................................................. 3-34

    Gambar 4.1 Peta Potensi Kerusakan Tanah Kawasan Budidaya Lokasi Sebaran

    Titik Sempel Verifikasi Kabupaten Banyuwangi ........................... 4-3

    Gambar 4.2 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Banyuwangi ...... 4-5

    Gambar 4.3 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Cluring .............. 4-7

    Gambar 4.4 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Gambiran .......... 4-9

    Gambar 4.5 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Genteng ............ 4-11

    Gambar 4.6 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Giri ................... 4-13

    Gambar 4.7 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Glagah .............. 4-15

    Gambar 4.8 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Kabat ................ 4-17

    Gambar 4.9 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Kalipuro ............ 4-19

  • vi | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 4.10 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Licin ................ 4-21

    Gambar 4.11 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Muncar ............ 4-23

    Gambar 4.12 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Rogojampi ....... 4-25

    Gambar 4.13 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Sempu ............ 4-27

    Gambar 4.14 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Singojuruh ....... 4-29

    Gambar 4.15 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Songgon .......... 4-31

    Gambar 4.16 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Srono .............. 4-33

    Gambar 4.17 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Tegalsari ......... 4-35

    Gambar 4.18 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Wongsorejo ..... 4-37

    Gambar. 4.22. Grafik Berat Volume Hasil Uji Laboratorium.4-68

    Gambar. 4.23. Grafik Porositas Hasil Uji Laboratorium..4-69

    Gambar. 4.24. Grafik Permeabilitas Hasil Uji Laboratorium...4-70

    Gambar. 4.25. Grafik pH Tanah Hasil Uji Laboratorium.4-71

    Gambar. 4.26. Grafik Daya Hantar Listrik Hasil Uji Laboratorium...4-72

    Gambar 4.19 Peta Status Kerusakan Kabupaten Banyuwangi

    Survey Tahun 20154-69.4-82

  • vii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jenis Tanah ............. 2-4

    Tabel 2.2 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Kemiringan Lahan 2-5

    Tabel 2.3 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan ............ 2-6

    Tabel 2.4 Penilaian Kerusakan Tanah Menurut Penggunaan Kalah ................ 2-7

    Tabel 2.5 Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor ...... 2-9

    Tabel 2.6 Kriteria Baku Kerusakan Tanah Di Lahan Kering ............................ 2-13

    Tabel 3.1 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi ............................................ 3-2

    Tabel 3.2 Luas Wilayah Setiap kecamatan Menurut kemiringan Lahan di Kabupaten

    Banyuwangi ..................................................................................... 3-6

    Tabel 3.3 Kelerangan Lahan Di Kabupaten Banyuwangi ................................ 3-7

    Tabel 3.4 Luas Wilayah (km2) Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Ketinggian

    Tempat ............................................................................................ 3-10

    Tabel 3.5 Rata-rata Suhu Udara (0C) dan Kelembaban Relatif (%) Setiap Bulan di

    Kabupaten Banyuwangi .................................................................. 3-12

    Tabel 3.6 Tinggi Hujan Pada Stasiun Hujan di Kabupaten Banyuwangi ......... 3-15

    Tabel 3.7 Skor Kerusakan pada Stasiun Hujan di Kabupaten Banyuwangi .... 3-16

    Tabel 3.8 Jenis tanah Di Kabupaten Banyuwangi ........................................... 3-23

    Tabel 3.9 Penggunaan Lahan Di Kabupaten Banyuwangi .............................. 3-25

    Tabel 3.10 Produktivitas Beberapa Tanaman Pangan .................................... 3-28

    Tabel 3.11 Produktifitas Beberapa Tanaman Hortikultura ............................... 3-30

  • viii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.12 Luas Panen, Rata-Rata Produksi Dan Total Produksi Menurut Jenis

    Buah-Buahan ................................................................................ 3-31

    Tabel 3.13 Jumlah Titik Rencana Survey Untuk Pengambilan Sampling Tanah

    Kabupaten Banyuwangi Wilayah Administrasi Timur dan Utara .... 3-33

    Tabel 4.1 Potensi Kerusakan Tanah di Kabupaten Banyuwangi ..................... 4-2

    Tabel 4.2 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Banyuwangi ................ 4-4

    Tabel 4.3 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Cluring ......................... 4-6

    Tabel 4.4 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Gambiran .................... 4-8

    Tabel 4.5 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Genteng ...................... 4-10

    Tabel 4.6 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Giri .............................. 4-12

    Tabel 4.7 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Glagah ........................ 4-14

    Tabel 4.8 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Kabat ........................... 4-16

    Tabel 4.9 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Kalipuro ....................... 4-18

    Tabel 4.10 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Licin ........................... 4-20

    Tabel 4.11 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Muncar ...................... 4-22

    Tabel 4.12 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Rogojampi ................. 4-24

    Tabel 4.13 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Sempu ....................... 4-26

    Tabel 4.14 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Singojuruh ................. 4-28

    Tabel 4.15 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Songgon .................... 4-30

    Tabel 4.16 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Srono ........................ 4-32

    Tabel 4.17 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Tegalsari ................... 4-34

  • ix | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 4.18 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Wongsorejo ............... 4-36

    Tabel 4.19 Hasil Pengamatan, Pengukuran Serta Hasil Analisa Contoh Tanah di

    Laboratorium Parameter Kerusakan Tanah Kab. Banyuwang4-39

    Tabel 4.20. Jumlah Titik Sampel tanpa Faktor Pembatas...4-59

    Tabel 4.21. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Porositas...4-59

    Tabel 4.22. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Derajat

    Pelulusan Air..4-60

    Tabel 4.23. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas

    Pesentase Koloid..4-61

    Tabel 4.24. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase

    koloid, Porositas4-62

    Tabel 4.25. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase koloid, Derajat

    Pelulusan Air...4-62

    Tabel 4.26. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Persentas

    koloid, Porositas, Derajat pelulusan air..4-63

    Tabel 4.27. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas

    Sebaran batuan...4-63

    Tabel 4.28. Rekapitulasi Evaluasi Status Kerusakan Tanah...4-74

    Tabel 4.29. Status Kerusakan Tanah dan Faktor Pembatas serta luasannya di

    Kabupaten Banyuwangi....4-81

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    LAPORAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

  • LAPORAN

    1-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji,

    buah, daun, ranting, batang, dan akar termasuk tanaman yang dihasilkan

    oleh kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman, sedangkan produksi

    biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk

    menghasilkan biomassa.

    Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi

    biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering

    menimbulkan kerusakan lahan. Kerusakan tanah untuk produksi biomassa

    adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan

    tanah yang disebabkan oleh tindakan manusia baik diareal produksi biomassa

    maupun di luar areal biomassa yang berdampak pada kerusakan tanah untuk

    produksi biomassa. Kerusakan lahan telah memberikan dampak yang cukup

    luas, melalui kemerosotan keanekaragaman hayati, banjir, longsor,

    kekeringan, penuruan kualitas tanah dan air hingga perubahan iklim ditingkat

    global yang saat ini kita hadapi. Kerusakan tanah untuk produksi biomasa

    dapat disebabkan oleh polusi (pengasaman, pestisida, logam berat), erosi,

    pencemaran fisika dan kimia untuk produksi biomassa.

    Status kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah kondisi tanah

    ditempat dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku

    kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Informasi mengenai status

    kerusakan lahan dan/atau tanah untuk Produksi Biomassa mengacu pada

    Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian

    Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, dan Peraturan Menteri Negara

    Lingkungan Hidup No. 07 th 2006 tentang tata cara pengukuran kriteria baku

    kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

  • LAPORAN

    1-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Kabupaten Banyuwangi sebagian besar penduduknya bergantung pada

    sektor pertanian. Oleh karena itu adanya kriteria kerusakan tanah untuk

    produksi biomassa (pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) sangat

    diperlukan agar tanah dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat

    mutu yang diinginkan, maka pengendalian kerusakan tanah sangat penting.

    Kegiatan produksi biomassa sangat mutlak mempersyaratkan mutu tanah

    sebagai media pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu kriteria

    baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa perlu terus dikaji ulang.

    1.2. Maksud dan Tujuan

    Maksud dari kegiatan pengendalian data dan informasi lingkungan (sub

    kegiatan pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa) di

    Kabupaten Banyuwangi adalah untuk mengidentifikasi status kerusakan tanah

    untuk produksi biomassa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Sedangkan tujuan yang diharapkan adalah :

    1. Mengidentifikasi karakteristik dan kualitas tanah administrasi Kabupaten

    Banyuwangi Timur dan Utara.

    2. Memetakan potensi dan kerusakan tanah atau lahan di wilayah

    administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara.

    3. Mengetahui faktor pembatas kerusakan tanah sesuai dengan Kriteria Baku

    Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa menurut Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 di wilayah administrasi

    Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara.

    1.3. Manfaat

    Pengendalian Kerusakan Tanah untuk produksi biomassa diwilayah

    administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara dapat memberikan

    manfaat bagi Pemerintah Daerah :

    1. Tersedianya informasi status kerusakan lahan/tanah untuk produksi

    biomassa.

  • LAPORAN

    1-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    2. Tersedianya panduan informasi status kerusakan tanah berkaitan dengan

    pertanian, perkebunan dan kehutanan di wilayah Kabupaten Banyuwangi

    3. Tersedianya panduan untuk tindakan pengelolaan tanah dan atau lahan

    yang sesuai berdasarkan faktor pembatas kerusakan tanah sesuai dengan

    Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa menurut

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 di wilayah

    administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara, sehingga kerusakan

    tanah dapat dicegah dan/atau diperbaiki.

    1.4. Landasan Hukum

    Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan informasi status

    kerusakan lahan dan/atau tanah untuk produksi biomassa antara lain:

    1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

    2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian

    Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

    Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

    Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

    Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

    7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006

    tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk

    Produksi Biomassa.

    8. PERMENLH Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis Standart Pelayanan

    Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan daerah

    Kabupaten/Kota.

  • LAPORAN

    1-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    9. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2009.

    Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk

    Produksi Biomassa-Jakarta.

    10. Peraturan Daerah Kabupaten Ban yuwangi Nomor 08 Tahun 2012 tentang

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.

  • BAB 2

    RUANG LINGKUP KEGIATAN, KERANGKA DASAR DAN METODE PENELITIAN

    LAPORAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

  • LAPORAN

    2-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    BAB 2

    RUANG LINGKUP KEGIATAN, KERANGKA

    DASAR DAN METODE PENELITIAN

    2.1 Ruang Lingkup Kegiatan

    Lingkup pekerjaan meliputi pembuatan Peta Sebaran Kerusakan Tanah

    serta faktor pembatasnya di wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi

    Timur dan Utara. Wilayah ini meliputi 17 kecamatan di Kabupaten

    Banyuwangi yaitu kecamatan Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri,

    Glagah, Kabat, Kalipuro, Licin, Muncar, Rogojampi, Sempu, Singojuruh,

    Songgon, Srono, Tegalsari, Wongsorejo. Tahapan pelaksanaan meliputi tahap

    persiapan, tahap survei lapangan dan penelitian serta tahap penyelesaian.

    2.1.1 Tahap Persiapan

    Tahap ini dilaksanakan sebelum kegiatan dilakukan. Tahap ini meliputi

    pekerjaan-pekerjaan antara lain konsultasi pendahuluan (meliputi tujuan

    kegiatan, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan, luas

    lokasi/daerah kegiatan serta intensitas) dan pembuatan peta kerja.

    Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan antara lain

    penetapan yang jelas tentang tujuan kegiatan, jenis data yang akan

    digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, luas lokasi/daerah

    kegiatan serta intensitas. Dalam kegiatan ini tujuan utama yang diinginkan

    adalah menggali potensi daerah serta menyediakan informasi yang lengkap

    dan akurat tentang kerusakan tanah. Dengan tujuan tersebut, maka jenis

    data yang diperlukan akan terdiri dari data primer mengenai kualitas dan

    karakteristik lahan yang diperoleh dari survei lahan serta data sekunder yang

    berupa peta-peta dasar antara lain peta topografi, peta penggunaan lahan,

    peta jenis tanah, peta administrasi dan serta peta curah hujan.

  • LAPORAN

    2-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Lokasi kegiatan adalah lokasi yang telah ditetapkan yaitu wilayah

    administrasi Kabupaten Banyuwangi bagian Timur dan Utara yang terdiri dari

    17 kecamatan. Intensitas dan skala pemetaan telah ditetapkan pada tingkat

    semi detail.

    Pembuatan Peta Kerja

    Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pedoman kriteria status dan potensi

    kerusakan tanah, mengacu pada PERMENLH NO.20 Tahun 2008. Adapun

    peta yang dibutuhkan peta curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta

    kemiringan lereng, peta penggunaan lahan. Dengan mengintegrasikan peta-

    peta tersebut diatas dari Bakosurrtanal dengan hasil ground cheking dari hasil

    pendigitasian dan pengukuran topografi dilapangan diharapkan didapatkan

    peta lahan dan atau tanah kritis skala 1:25.000 sebagai dasar persyaratan

    pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Dari peta tersebut

    didapatkan potensi kerusakan tanah. Proses pengintegrasian ini dibantu oleh

    software Arch GIS.

    2.1.2 Tahap Survei dan Penelitian

    a. Observasi Lapangan

    Kegiatan ini merupakan tahap pengenalan medan/daerah survey secara

    keseluruhan untuk menyusun rencana kerja yang akurat bagi pekerjaan

    selanjutnya. Disamping itu dengan observasi dapat dilakukan koreksi baik

    berupa penambahan maupun pengurangan pada peta unit lahan mengenai

    ketepatan letak batas alam, penggunaan lahan utama, populasi tanaman dan

    informasi lain yang belum tercantum pada peta kerja.

    b. Penentuan Letak Lokasi Sampling

    Dalam kegiatan ini penetapan lokasi sampling ada setiap unit lahan

    sudah dapat dibuat berdasarkan penampakan/ciri fisik lingkungan dan

    populasi tanaman yang paling dominant dalam penggunaan lahan utama

    maupun fenomena alam lainnya (depresi, lahan terfrakmentasi, berbatu) yang

  • LAPORAN

    2-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    merupakan penciri utama unit lahan tersebut.

    c. Pengambilan Contoh Tanah dan Pengamatan Biofisik Lahan

    Setelah penetapan lokasi sampling di seluruh wilayah kerja selesai,

    kegiatan selanjutnya adalah pengambilan contoh tanah setiap lokasi untuk

    keperluan analisa di laboratorium serta pencatatan semua ciri atau

    penampakan biofisik lahan. Pengamatan biofisik lahan yang diamati antara

    lain koordinat lokasi, kedalam tanah, lereng, penggunaan lahan beserta

    vegetasinya, kenampakan erosi dan usaha konservasi tanah serta

    pengumpulan data iklim.

    d. Analisis Contoh Tanah

    Untuk melengkapi data lapangan, setiap contoh tanah dianalisa di

    laboratorium sehingga mendapatkan angka-angka kuantitatif baik sifat fisik,

    kimia tanah maupun biologi tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisa antara

    lain permeabilitas, tekstur, porositas. Sifat-sifat kimia tanah yang dianalisa

    antara lain pH H2O, redoks dan daya hantar listrik. Sifat biologi tanah yang

    dianalisa adalah mikroorganisme.

    2.1.3 Tahap Penyelesaian

    Dari hasil tahapan interpretasi data maka tahapan hasil tersebut

    disajikan secara sistematis berupa peta sebaran kerusakan tanah beserta

    faktor penyebabnya. Dari hasil pekerjaan ini kemudian dibuat laporan untuk

    dipresentasikan. Dari hasil presesntasi kemudian dilakukan penyempurnaan

    laporan akhir.

    2.2 Metode Penelitian

    a. Pembuatan Peta Kerja

    Didalam pembuatan peta kerja sebagai satuan analisis adalah peta

    satuan pengamatan lahan yang berupa peta kerusakan tanah tingkat sedang.

    Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pedoman kriteria status dan potensi

    kerusakan tanah, mengacu pada PERMENLH NO. 20 Tahun 2008. Adapun

  • LAPORAN

    2-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    peta yang dibutuhkan peta curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta

    kemiringan lereng, peta penggunaan lahan.

    1. Peta Jenis Tanah

    Peta tanah diperlukan sebagai bahan untuk penilaian potensi

    kerusakan tanah. Informasi utama yang diambil dari peta ini adalah jenis

    tanah. Jenis tanah yang diperoleh dari peta tanah tergantung dari skala peta.

    Semakin detil skala peta tersebut, semakin banyak informasi sifat tanah yang

    diperoleh. Jenis (klasifikasi) tanah yang digunakan dapat beragam, umumnya

    menggunakan sistem klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, USDA) dan

    kadang-kadang juga disertakan padanannya dari klasifikasi Puslittan dan FAO.

    Berdasarkan sistem klasifikasi Soil Taxonomy, di Indonesia tersebar

    10 ordo tanah, yaitu Histosols yaitu ordo untuk tanah basah dan

    Entisols, Inceptisols, Vertisols, Andisols, Alfisols, Ultisols, Oxisols,

    serta Spodosols yaitu ordo untuk tanah lahan kering.Dalam menduga

    potensi kerusakan, tanah-tanah dikelompokkan ke dalam 5 (lima)

    kelas potensi kerusakan tanah. Nilai rating potensi kerusakan tanah

    (dapat dilihat pada tabel) diberikan terutama berdasarkan pendekatan

    nilai erodibilitas tanah.

    Tabel 2.1 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jenis Tanah

    Tanah Potensi

    Kerusakan

    Tanah

    Simbol Rating Skor

    Pembobotan

    (rating x

    bobot)

    Vertisol tanah dg

    regim kelembaban

    aquik

    Sangat

    ringan

    T1 1 2

    Oxisol Ringan T2 2 4

    Alfisol, Mollisol,

    Ultisol

    Sedang T3 3 6

  • LAPORAN

    2-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Inceptisols,

    Entisol, Histosols

    Tinggi T4 4 8

    Spodosol, Andisol Sangat

    tinggi

    T5 5 10

    2. Peta Lereng

    Dalam kaitannya dengan kerusakan tanah, tingkat kemiringan lereng

    sangat berpengaruh terhadap proses kerusakan tanah yang disebabkan oleh

    erosi tanah. Dalam menduga potensi kerusakan tanah berdasarkan kondisi

    kelerengan lahan, tanah dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kelas potensi

    kerusakan tanah. Dasar penetapan klas lereng adalah pembagian klas lereng

    yang digunakan dalam penetapan potensi lahan kritis seperti yang diatur

    dalam peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dephut,

    SK.167/V-SET/2-4. Peta lahan kritis yang disusun oleh Deptan juga

    menggunakan pembagian klas lereng yang sama.

    Tabel 2.2 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Kemiringan Lahan

    Lereng

    (%)

    Potensi

    Kerusakan Tanah

    Simbol Rating Skor Pembobotan

    (rating x bobot)

    1 8 Sangat Ringan 1,1 1 3

    9 15 Ringan 1,2 2 6

    16 25 Sedang 1,3 3 9

    26 40 Tinggi 1,4 4 12

    >40 Sangat Tinggi 1,5 5 15

    3. Peta Curah Hujan

    Curah hujan adalah salah satu dari agen utama dari kerusakan tanah

    melalui proses erosi. Untuk hal itu ketersediaan data melalui peta curah hujan

    sangat diperlukan untuk penilaian potensi kerusakan tanah. Pengelompokan

    curah hujan didasarkan pada pengelompokan curah hujan tahunan dalam

    Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia yang disusun oleh Balai Penelitian

  • LAPORAN

    2-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Klas curah hujan tahunan dalam kaitannya

    dengan potensi kerusakan tanah disajikan pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2.3 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan

    Curah Hujan

    (mm/tahun)

    Potensi Kerusakan

    Tanah

    Simbol Rating Skor pembobotan

    (rating x bobot)

    < 1000 Sangat rendah H1 1 3

    1000-2000 Rendah H2 2 6

    2000-3000 Sedang H3 3 9

    3000-4000 Tinggi H4 4 12

    >4000 Sangat tinggi H5 5 15

    4. Peta Penggunaan Lahan

    Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan penggunaan lahan

    didekati dengan mengacu kepada koefisien tanaman (faktor C). Berdasarkan

    pendekatan tersebut, jenis-jenis penggunaan lahan (baik penggunaan lahan di

    daerah pertanian maupun vegetasi alami) dikelompokkan ke dalam 5 (lima)

    kelas potensi kerusakan tanah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.

    Sekalipun informasi pada satuan penggunaan lahan bersifat lebih

    umum, namun informasi-informasi yang lebih detil menyangkut jenis

    komoditas/vegetasi, tipe pengelolaan dan langkah-langkah konservasi yang

    diterapkan yang terkait erat dengan sifat tanah sangat penting dan

    bermanfaat dalam menduga potensi kerusakan tanah. Oleh karena itu, data-

    data tersebut penting untuk dicatat dan diperhatikan dalam pemanfaatan peta

    penggunaan lahan untuk penyusunan peta kondisi awal tanah.

  • LAPORAN

    2-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 2.4 Penilaian Kerusakan Tanah Menurut Penggunaan Lahan

    Penggunaan Lahan Potensi Kerusakan

    Tanah

    Simbol Rating Skor

    Pembobotan

    - Hutan Alam

    - Sawah

    - Alang-alang

    murni subur

    Sangat Rendah T1 1 2

    - Kebun

    Campuran

    - Semak Belukar

    - Padang Rumput

    Rendah T2 2 4

    - Hutan Produksi

    - Perladangan Sedang T3 3 6

    - Tegalan

    (Tanaman

    Semusim)

    Tinggi T4 4 8

    - Tanah Terbuka Sangat Tinggi T5 5 10

    Dengan mengintegrasikan peta-peta tersebut diatas dari Bakosurtanal

    dengan hasil ground cheking dari hasil pendigitasian dan pengukuran

    topografi dilapangan diharapkan didapatkan peta lahan dan atau tanah kritis

    skala 1:25.000 sebagai dasar persyaratan pengendalian kerusakan tanah

    untuk produksi biomassa. Dari peta tersebut didapatkan tanah kritis, dan

    potensi kerusakan tanah. Proses pengintegrasian ini dibantu oleh software

    Arcg GIS. Prinsip kerja dari software ini adalah dengan mengoverlay peta

    yang sudah didapat sehingga mengahasilkan peta kerusakan tanah.

  • LAPORAN

    2-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 2.1. Diagram alir proses pembuatan peta kerja dan peta status dan

    potensi kerusakan lahan (Sumber:Lampiran 2 Petunjuk Teknis

    Permen No.20 Tahun 2008 )

    Analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat menggunakan metode

    Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari UTM adalah

    meter, sehingga dimungkinkan analisa yang membutuhkan informasi dimensi-

    dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi lazim digunakan dalam

    pemetaan topografi sehingga sesuai untuk pemetaan tematik termasuk

    pemetaan potensi kerusakan tanah.

    Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode

    skoring. Pada unit analisis hasil tumpangsusun atau overlay data spasial

    dilakukan dengan menjumlahkan skor. Hasil penjumlahan skor digunakan

    untuk klasifikasi penentuan tingkat potensi kerusakan tanah. Klasifikasi

    tingkat kerusakan tanah menurut penjumlahan skor dengan parameter

    kerusakan tanah digunakan untuk mengelompokkan terhadap akumulasi

    tematik berdasarkan Tabel 2.6. Kriteria pembagian kelas potensi kerusakan

    tanah menurut jumlah skor disajikan pada Tabel 2.5

    O

    V

    E

    R

    L

    A

    Y

    PETA IKLIM/ CURAH HUJAN

    PETA JENIS TANAH

    PETA KEMIRINGAN LERENG

    PETA PENGGUNAAN

    LAHAN

    PETA KERUSAKAN LAHAN

  • LAPORAN

    2-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 2.5 Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor

    Simbol Potensi Kerusakan Tanah Skor Pembobotan

    PR I Sangat Rendah < 15

    PR. II Rendah 15 24

    PR. III Sedang 25 34

    PR. IV Tinggi 35 44

    PR. V Sangat Tinggi 45 - 50

    b. Metode Pengambilan Contoh Tanah

    Pengambilan contoh tanah di setiap lokasi dilakukan dengan

    pengeboran tanah untuk tanah terusik dan pengambilan tanah tidak terusik

    dengan menggunakan ring sample. Pengambilan contoh tanah dilakukan

    pada kedalaman 0 30 cm. Pengambilan contoh tanah terusik dilakukan

    untuk analisa berat isi, porositas, tekstur, pengukuran pH H2O, redoks, daha

    hantar listrik dan mikro organisme. Pengambilan contoh tanah tidak terusik

    dilakukan untuk pengukuran permeabilitas.

    c. Metode Pengamatan Biofisik Lahan

    Pengamatan biofisik lahan yang diamati antara lain koordinat lokasi,

    kedalam tanah, lereng, penggunaan lahan beserta vegetasinya, kenampakan

    erosi dan usaha konservasi tanah serta pengumpulan data iklim. Pengamatan

    koordinat lokasi dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System

    (GPS). Kedalaman tanah efektif sangat mempengaruhi pertumbuhan akar

    tanaman menembus tanah. Kedalaman tanah efektif yang baik untuk

    pertumbuhan akar tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat

    ditembus akar tanaman. Kedalaman tanah efektif pada umumnya

    berhubungan erat dengan tekstur tanah, kecuali ada faktor-faktor lain di

    bawah lapisan permukaan tanah bagian atas atau telah dilakukan pengolahan

  • LAPORAN

    2-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    tanah yang berat. Kedalaman tanah efekti diperoleh dari pengukuran

    langsung pada setiap profil tanah yang telah dibuat. Pengukuran dimulai dari

    lapisan atas sampai lapisan padas atau batuan yang sekiranya akar tidap

    dapat menembus.

    Lereng ini timbul karena adanya perbedaan tinggi antara suatu tempat

    dengan tempat lain yang berdekatan. Untuk di lapang lereng dapat diukur

    dengan menggunakan abney level maupun clinometer. Penggunaan lahan

    merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sumberdaya lahan. Informasi

    penggunaan lahan dspt diperoleh darin interpretasi peta rupa bumi yang

    disertai uj lapangan.

    Tingkat erosi ini merupakan faktor penting, karena akan menentukan

    besarnya unsur hara yang hilang akibat erosi, sehingga mempengaruhi hasil

    tanaman dan untuk penggantian unsur hara yang hilang diperlukan biaya.

    Tingkat erosi ini sangat berhubungan dengan lereng permukaan lahan dan

    pengolahan lahan yang dilakukan. Pada umumnya semakin tinggi lereng

    permukaan lahan, semakin berat tingkat erosinya, jika tidak dilakukan

    pengolahan lahan yang benar. Hal ini berarti meskipun lereng permukaan

    lahan termasuk bergelombang, tetapi pengolahan lahan benar maka tingkat

    erosi ini dapat ditekan serendah mungkin.

    Tingkat erosi ini dapat diprediksi dari pengamatan bentuk permukaan

    lahan, kelerengan, penutup lahan yang diperoleh dari peta rupa bumi serta

    citra satelit dan ditunjang dengan pengamatan langsung ke lapangan.

    Pengamatannya melalui deskripsi penampang profil tanah maupun melihat

    alur-alur dipermukaan lahan dalam atau tidak.

    Konservasi tanah merupakan upaya mempertahankan, merehabilitasi

    dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Bentuk-

    bentuk usaha konservasi tanah diperoleh dari pengamatan laangsung di

    lapangan adatidaknya bentuk konservasi yang dilakukan. Bentuk konser vasi

    tanah dan air antara lain ada-tidaknya teras, rorak, jenis tanaman penahan

    erosi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan laha > 15 %.

    Sebaran batuan akan mempengaruhi tindakan pengolahan tanah dan sebagai

  • LAPORAN

    2-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    pembatas ruang gerak akar tanaman. Sebaran batuan ini diamati secara

    langsung dari persentase sebaran batuan/kerikil yang ada terhadap luas

    satuan pemetaan.

    Derajat pelulusan air juga dikenal dengan istilah permeabilitas.

    Permeabilitas tanah ini menunjukan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada

    suatu media berpori (dalam hal ini adalah tanah) dan kemampuan tanah

    untuk memindahkan air. Pada umumnya permeabilitas tanah dipengaruhi oleh

    tekstur tanah.

    Laju pergerakan air di dalam tanah sangat penting ditinjau dari aspek

    pertanian. Gerakan ini bisa berupa masuknya air ke dalam tanah, gerakan air

    ke dalam akar-akar tanaman, aliran air pada proses pengatusan dan

    penguapan air dari permukaan tanah

    b. Metode Analisa Contoh Tanah

    Persiapan Contoh Tanah

    Contoh tanah yang berasal dari lapangan tidak langsung dianalisa,

    tetapi terlebih dahulu harus dikeringanginkan pada suhu udara ruang selama

    2 3 hari di dalam ruang pengering. Tujuan pengeringan adalah untuk

    menurunkan kandungan kadar air contoh tanah sehingga diperoleh contoh

    tanah dengan kadar air kurang lebih seragam. Setelah tanah cukup kering,

    kemudian ditandai dengan label khusus dan dimasukan ke dalam kantong

    plastik. Tanah-tanah tersebut sebelum dianalisa, dihaluskan terlebih dahulu

    dengan menggunakan alat penggerus dari porselin dan diayak dengan ukuran

    2 mm. Contoh tanah setelah melalui perlakuan tersebut sudah siap untuk

    dianalisa secara kuantitatif.

    Metode Analisa dan Pengukuran Kadar Unsur

    pH (kemasaman) Tanah

    Kemasaman tanah ditetapkan dengan dua metode yaitu pengenceran

    tanah dengan air murni (aquadest) dengan perbandingan 1 : 1, sebagai pH

  • LAPORAN

    2-12 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    aktual tanah dan pengenceran tanah menggunakan larutan KCl 1 N dalam

    perbandingan 1 : 1 sebagai pH potensial tanah. Tanah-tanah yang sudah

    diencerkan tersebut, kemudian didiamkan selama 1 jam dan selanjutnya

    diukur dengan menggunakan alat pH meter.

    Tekstur Tanah

    Tekstur tanah sebenarnya merupakan perbandingan antara fraksi-

    fraksi tanah yang terdiri dari pasir, debu dan liat. Oleh karena itu penetapan

    tekstur tanah dilakukan dengan cara mengukur kadar masing-masing frkasi

    (pasir, debu dan liat) menggunakan metode Granuler (pipet). Hasil

    pengukuran ini dinyatakan dalam persen berat tanah.

    e. Interpretasi Data untuk Kerusakan Tanah

    Untuk mengetahui faktor pembatas untuk kerusakan tanah dilakukan

    dengan metode penyesesuaian (matching) antara hasil penelitian dengan

    kriteria baku kerusakan tanah berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 Tanggal 23 Desember 2000 tentang

    Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Adapun kriteria

    tersebut sebagai berikut.

  • LAPORAN

    2-13 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR : 150 TAHUN 2000

    TANGGAL : 23 Desember 2000

    Tabel 2.6 Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Kering

    No. PARAMETER AMBANG KRITIS

    1. - Ketebalan solum < 20 cm

    2. - Kebatuan permukaan > 40 %

    3. - komposisi fraksi < 18 % koloid; 80 % pasir

    kuarsitik

    4. - Berat isi > 1,4 g/cm3

    5. - Porositas total < 30 %; > 70 %

    6. - Derajat pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0

    cm/jam

    7. - p (H20) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5

    8. - Daya Hantar Listrik/DHL > 4,0 mS/cm

    9. - Redoks 200 mV

    10. - Jumlah mikroba < 102 cfu/g tanah

  • BAB 3

    KONDISI FISIK WILAYAH STUDI

    LAPORAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

  • LAPORAN

    3-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    BAB 3

    KONDISI FISIK WILAYAH STUDI

    3.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi

    Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

    Jawa Timur, Indonesia yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa dengan

    posisi geografis terletak antara 70 43 - 80 46 Lintang Selatan dan 1130 53

    1140 38 Bujur Timur. Batas Wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi ini

    sebelah utara adalah Kabupaten Situbondo, sebelah timur adalah Selat

    Bali, sebelah selatan adalah Samudera Indonesia dan sebelah barat

    berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.

    Kota ini merupakan penghubung antara kota-kota di Pulau Jawa

    dengan Pulau Bali. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan

    Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Sebagai kota penghubung, kabupaten ini dilewati

    jalur utama yaitu Pantura yang menghubungkan kabupaten ini dengan kota-

    kota di utara pulau jawa. Sedangkan dari kota sebelah barat yaitu Jember

    juga tersedia jalan akses menuju Banyuwangi.

    Luas wilayah sekitar 359.225,24 ha yang terbagi ke dalam 24 wilayah

    kecamatan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi masih

    merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini diperkirakan

    mencapai 113.732,76 ha atau sekitar 31,72 persen, daerah persawahan

    sekitar 41.018,37 ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar

    50.950,27 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman

    dengan luas sekitar 79.024,91 atau 22,04 persen. Sedang sisanya telah

    dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai

    manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan lain-lainnya.

    Kabupaten ini terdiri atas 24 kecamatan seperti di tabel 3.1 yang dibagi

    lagi atas sejumlah 28 Kelurahan dan, 189 Desa. Dari 24 kecamatan ini 5

  • LAPORAN

    3-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    diantaranya merupakan wilayah perkotaan. Adapun yang termasuk

    kecamatan Perkotaan Banyuwangi adalah Kecamatan Banyuwangi, Giri,

    Glagah, Kalipuro dan Kabat.

    Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur

    bahkan di Pulau Jawa. Luasnya total adalah 3.592,25 km2 atau 359.225,24

    ha. Kecamatan terluas adalah Tegaldlimo seluas 561,77km2 dan yang terkecil

    luasnya adalah kecamatan Giri seluas 17,08 km2. Kecamatan di Kabupaten

    Banyuwangi terdiri dari (gambar 2.1.):

    Tabel 3.1 Luas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

    No KECAMATAN Luas (Km2)

    1 Bangorejo 134,34

    2 Banyuwangi 26,73

    3 Cluring 69,06

    4 Gambiran 47,46

    5 Genteng 54,49

    6 Giri 17,08

    7 Glagah 50,28

    8 Glenmore 321,26

    9 Kabat 83,39

    10 Kalibaru 187,41

    11 Kalipuro 199,61

    12 Licin 112,65

    13 Muncar 87,37

    14 Pesanggaran 456,09

    15 Purwoharjo 125,67

  • LAPORAN

    3-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    16 Rogojampi 77,41

    17 Sempu 99,57

    18 Siliragung 157,19

    19 Singojuruh 43,87

    20 Songgon 207,77

    21 Srono 73,93

    22 Tegaldlimo 561,77

    23 Tegalsari 53,79

    24 Wongsorejo 343,93

    Total 3.592,25

    Sumber: Hasil pengolahan peta RBI

  • LAPORAN

    3-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 3.1. Peta wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN

    3-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2 Potensi Sumberdaya Alam

    3.2.1 Kondisi Topografi

    Kondisi topografi suatu wilayah dapat ditunjukkan dengan kemiringan

    tanah atau elevasi. Kondisi topografi di Kabupaten Banyuwangi cukup

    beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan dengan kisaran tinggi

    elevasi berkisar antara 0 - 3.282 m dpl. Hal ini dikarenakan posisi wilayahnya

    dikelilingi rangkaian gunung Ijen serta pantai utara dan samodera Hindia.

    Keberadaan gunung Raung dan gunung Ijen menjadikan kemiringan lahan

    semakin kearah utara atau selatan menuju pantai semakin rendah. Tingkat

    kemiringan rata-rata sebesar 40 untuk didaerah gunung dan kurang dari 8

    untuk daerah datar sampai dengan pantai utara dan selatan.

    Rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung

    elevasinya 3.282 m dpl dan Gunung berapi elevasinya 2.800 m dpl terdapat

    Kawah Ijen, keduanya adalah gunung api aktif yang posisinya pada

    perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso. Tingkat kemiringan lokasi ini

    diatas 40o sampai dengan 8o. Lokasi dengan kemiringan ini membentang dari

    dari utara sampai selatan yang mengelilingi gunung yang merupakan wilayah

    kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Licin, Songgon, Sempu, Glenmore,

    Kalibaru, Pesanggaran dan Tegaldlimo. Lokasi kecamatan ini merupakan

    lokasi rawan terkena erosi bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi karena

    beberapa lokasi di puncak gunung memiliki kemiringan diatas 40o. Oleh

    karena itu diperlukan usaha pengawetan tanah dan air. Sedangkan

    kecamatan lainnya memiliki kemiringan dibawah 8o.

    Secara umum bentuk fisik wilayah kabupaten Banyuwangi terbagi

    menjadi bentuk wilayah dataran landai/rendah dan berbentuk gunung

    (mayoritas). Bentuk wilayah dataran landai/rendah meliputi kecamatan-

    kecamatan Banyuwangi, Cluring, Bangorejo, Gambiran, Genteng, Glenmore,

    Kabat, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Singojuruh, Srono dan

    Tegaldlimo. Mayoritas berbentuk gunung, meliputi kecamatan-kecamatan

    Kalibaru, Giri, Glagah, Songgon dan Wongsorejo. Pembagian luas

  • LAPORAN

    3-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    berdasarkan kemiringan lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

    disajikan pada Tabel 3.2

    Tabel 3.2. Luas Wilayah setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

    No Kecamatan Luas

    Ha %

    1 Bangorejo 13.434,16 3,74%

    2 Banyuwangi 2.673,21 0,74%

    3 Cluring 6.906,13 1,92%

    4 Gambiran 4.746,69 1,32%

    5 Genteng 5.449,57 1,52%

    6 Giri 1.708,81 0,48%

    7 Glagah 5.028,94 1,40%

    8 Glenmore 32.126,95 8,94%

    9 Kabat 8.339,46 2,32%

    10 Kalibaru 18.741,80 5,22%

    11 Kalipuro 19.961,06 5,56%

    12 Licin 11.265,17 3,14%

    13 Muncar 8.737,35 2,43%

    14 Pesanggaran 45.609,62 12,70%

    15 Purwoharjo 12.567,56 3,50%

    16 Rogojampi 7.741,89 2,16%

    17 Sempu 9.957,77 2,77%

    18 Siliragung 15.719,78 4,38%

    19 Singojuruh 4.387,93 1,22%

    20 Songgon 20.777,59 5,78%

    21 Srono 7.393,20 2,06%

    22 Tegaldlimo 56.177,35 15,64%

    23 Tegalsari 5.379,89 1,50%

    24 Wongsorejo 34.393,36 9,57%

    Total 359.225,24 100%

    Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka, 2014

    Berdasarkan tabel 3.2, dapat dijelaskan bahwa total luas seluruh kecamatan

    di kabupaten Banyuwangi adalah 359.225,24 ha. Luas wilayah terbesar

    berada di kecamatan Tegaldlimo seluas 56.177,35 ha, sedangkan luas wilayah

    terkecil berada di kecamatan Giri seluas 1.708,81 ha.

  • LAPORAN

    3-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Berdasarkan kriteria potensi kerusakan lahan, kemiringan lahan dapat

    dibagi dalam 5 kelas yaitu kurang dari 8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan

    lebih dari 40% yang secara berturut turut bergradasi dari sangat ringan

    sampai dengan sangat tinggi. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi

    kerusakan lahan untuk kelima kelas tersebut. Prosentase kerusakan tersebut

    75,75% dikategorikan berpotensi sangat ringan, 9,70% dikategorikan

    berpotensi ringan, 9,53% dikategorikan berpotensi sedang, 4,44%

    dikategorikan berpotensi tinggi dan 0,57% dikategorikan berpotensi sangat

    tinggi seperti tabel 3.3

    Tabel 3.3 Kelerengan lahan di Kabupaten Banyuwangi

    No Kelerengan Potensi

    Kerusakan Simbol Rating Skor Luas (ha) Prosentase

    1 < 8 Sangat Ringan L1 1 3 272.126,19 75,75%

    2 8 - 15 Ringan L2 2 6 34.853,91 9,70%

    3 15 - 25 Sedang L3 3 9 34.236,61 9,53%

    4 25 - 40 Tinggi L4 4 12 15.953,69 4,44%

    5 > 40 Sangat Tinggi L5 5 15 2.054,84 0,57%

    Total 359.225,24 100,00%

    Sumber: Hasil pengolahan

    Lokasi yang berpotensi kerusakan lahan sangat ringan terhadap

    kelerengan lahan ini terjadi di Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring,

    Gambiran, Genteng, Giri, Kabat, Muncar, Purwoharjo, Rogojampi, Singojuruh,

    Srono, Tegaldlimo dan Tegalsari. Wilayah ini harus dihutankan sehingga

    dapat berfungsi sebagai perlindungan hidrologi untuk menjaga keseimbangan

    ekosistem. Selanjutnya untuk kecamatan yang memiliki potensi kerusakan

    sangat tinggi adalah Glenmore, Licin, Kalipuro, Kalibaru, Sempu, Songgon dan

    Wongsorejo.

  • LAPORAN

    3-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 3.2. Peta Ketinggian Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN

    3-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2.2 Ketinggian Wilayah

    Berdasarkan letak ketinggian tempat di atas permukaan laut, maka

    wilayah kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8

    km, serta Pulau sejumlah 10 buah. Seluruh wilayah tersebut telah

    memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten

    Banyuwangi.

    Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak diujung timur Pulau

    Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa daerah

    pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi perkebunan.

    Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi tanaman

    pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah Utara

    ke Selatan merupakan daerah penghasil berbagai biota laut.

    Adapun luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan

    laut (dpl) disajikan pada Tabel 3.4

  • LAPORAN

    3-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.4 Luas Wilayah (km2) Kabupaten Banyuwangi berdasarkan

    Ketinggian Tempat

    No Kecamatan Ketinggian Tempat

    (m dpl) Luas (ha)

    1 Bangorejo 0 500 13.434,16

    2 Banyuwangi 0 100 2.673,21

    3 Cluring 0 500 6.906,13

    4 Gambiran 0 500 4.746,69

    5 Genteng 0 500 5.449,57

    6 Giri 0 500 1.708,81

    7 Glagah 0 1.000 5.028,94

    8 Glenmore 0 > 3.000 32.126,95

    9 Kabat 0 500 8.339,46

    10 Kalibaru 100 3.000 18.741,80

    11 Kalipuro 0 > 3.000 19.961,06

    12 Licin 100 3.000 11.265,17

    13 Muncar 0 100 8.737,35

    14 Pesanggaran 0 2.000 45.609,62

    15 Purwoharjo 0 500 12.567,56

    16 Rogojampi 0 500 7.741,89

    17 Sempu 100 3.000 9.957,77

    18 Siliragung 0 1.000 15.719,78

    19 Singojuruh 0 500 4.387,93

    20 Songgon 100 > 3.000 20.777,59

    21 Srono 0 500 7.393,20

    22 Tegaldlimo 0 500 56.177,35

    23 Tegalsari 0 500 5.379,89

    24 Wongsorejo 0 3.000 34.393,36

    Total 359.225,24 Sumber : Hasil Olahan

    Ketinggian tempat dari permukaan laut merupakan salah satu faktor

    yang menentukan jenis kegiatan penduduk, oleh karena itu ketinggian dipakai

    salah satu penentu batas-batas Wilayah Tanah Usaha. Secara umum

    berdasarkan Wilayah Tanah Usaha (WTU) yang dibedakan atas :

    Ketinggian 0 500 m dpl meliputi luas wilayah 145.643,20 ha

    (40,54%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian

    wilayah kecamatan-kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring,

  • LAPORAN

    3-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambiran, Genteng, Giri, Kabat, Purwoharjo, Rogojampi, Srono,

    Singojuruh, Tegaldlimo, dan Tegalsari.

    Ketinggian 0 - 1000 m dpl meliputi luas wilayah 20.748,72 ha

    (5,78%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian

    wilayah kecamatan-kecamatan Glagah dan Siliragung.

    Ketinggian 0-2000 m dpl meliputi luas wilayah 45.609,62 ha

    (12,69%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan hanya pada

    wilayah kecamatan Pesanggaran.

    Ketinggian 100-3000 m dpl meliputi luas wilayah 60.742,33 ha

    (16,91%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian

    wilayah kecamatan-kecamatan Kalibaru, Licin, Sempu dan Songgon.

    Ketinggian > 3.000 m dpl meliputi luas wilayah 86.481,37 ha

    (24,07%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian

    wilayah kecamatan Glenmore, Kalipuro dan Wongsorejo.

    Daerah pantai meliputi wilayah kecamatan-kecamatan Wongsorejo,

    Giri, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar, Tegaldlimo,

    Purwoharjo dan Pesanggaran.

    3.2.3 Kedalaman efektif tanah

    Kedalaman efektif tanah adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan

    sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman

    tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya. Secara umum kedalaman

    tanah efektifnya > 90 cm.

    Kedalamann tanah efektif yang demikian sangat baik sekali untuk

    tanaman semusim dan cukup baik untuk tanaman keras/tahunan. Dengan

    demikian kedalaman tanah efektif yang ada bukan menjadi hambatan bagi

    pertumbuhan perakaran tanaman.

  • LAPORAN

    3-12 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2.4 Iklim

    Keadaan iklim di suatu daerah sangat besar peranannya terhadap

    berbagai kegiatan usaha, khususnya di bidang pertanian. Analisis iklim yang

    perlu diketahui antara lain suhu udara, kelembaban relatif dan curah hujan.

    Kondisi suhu udara dan kelembaban relatif disajikan pada Tabel 3.5

    Tabel 3.5 Rata-rata Suhu Udara (oC) dan Kelembaban Relatif (%) setiap

    Bulan di Kabupaten Banyuwangi

    Bulan Suhu Udara Rata-rata Kelembaban

    (oC) ( % )

    Januari 26,7 86

    Februari 27,7 81

    Maret 27,4 82

    April 24,8 83

    Mei 27,5 84

    Juni 27,0 86

    Juli 26,1 82

    Agustus 26,0 78

    September 26,3 77

    Oktober 28,2 75

    Nopember 27,4 82

    Desember 27,2 83

    Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka, 2014

    Curah hujan baik secara langsung maupun tidak langsung akan

    mempengaruhi jenis dan pola intensitas penggunaan tanah dan tersedianya

    air pengairan. Hujan merupakan salah satu komponen penting yang memicu

    terjadinya erosi lahan. Intensitas hujan tinggi dalam waktu singkat akan

    memicu terjadinya banjir. Demikian pula, kejadian hujan dengan intensitas

    rendah dalam waktu yang lama juga akan memicu terjadinya banjir.

    Limpasan air banjir akan mengangkut tanah yang tererosi. Sehingga bahwa

    hujan memiliki potensi terhadap kerusakan lahan yang berdasarkan

    kriterianya dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok, seperti Tabel 2.3.

  • LAPORAN

    3-13 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Berdasarkan data total hujan tahunan selama 19 tahun dari tahun

    1995-2013 pada tabel 3.6, rata-rata tinggi curah hujan tahunan di wilayah

    Kabupaten Banyuwangi berkisar antara 2866 sampai dengan 1085 mm. Total

    rata-rata hujan pada seluruh stasiun hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010

    sebesar 2570 mm dan yang terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 1017

    mm. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi tinggi hujan setiap tahunnya

    dimana terjadi musim kemarau yang panjang pada tahun 1997, sebaliknya

    pada tahun 2010 terjadi hujan yang tinggi.

    Klasifikasi hujan berdasarkan tinggi hujan dan posisi ketinggian lokasi

    didapatkan perbedaan. Adanya perbedaan rentang hujan yang signifikan

    tinggi ini disebabkan oleh posisi bentang wilayah Banyuwangi berupa pantai

    yang bertemu dengan gunung. Kondisi ini memungkinkan terjadinya hujan

    orografis di wilayah gunung. Jenis hujan yang umum terjadi di daerah

    pegunungan yaitu ketika massa udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi

    mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses

    kondensasi. Ketika massa udara melewati daerah bergunung pada daerah

    dimana angin berhembus (windward side) terjadi hujan orografik. Sedangkan

    pada lereng dimana gerakan massa udara tidak ada atau berkurang berarti

    (leeward side), udara yang turun akan mengalami pemanasan dengan sifat

    kering. Daerah ini disebut daerah bayangan, hujan yang turun disebut hujan

    di daerah bayangan (jumlah hujan lebih kecil).

    Hujan orografik dianggap sebagai pemasok airtanah, danau,

    bendungan karena berlangsung di hulu DAS. Lokasi hujan dengan rata-rata

    tertinggi terletak di dekat dari wilayah puncak gunung yang memiliki elevasi

    yang tinggi. Lokasi ini terletak di Kecamatan Giri, Glagah, Glenmore, Kabat,

    Songgon dan Wongsorejo. Sedangkan lokasi dengan rata-rata terendah

    terletak di dekat dari wilayah pantai seperti kecamatan Tegaldlimo, pesisir

    Wongsorejo, Kalipuro dan Pesanggaran.

    Di kabupaten Banyuwangi terdapat 33 stasiun hujan yang tersebar di

    seluruh wilayah Kabupaten. Secara rinci penyebarannya 5 stasiun hujan

    terdapat di kecamatan Wongsorejo, 2 stasiun hujan terdapat di kecamatan

  • LAPORAN

    3-14 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambiran, 1 stasiun hujan terdapat kecamatan Purwoharjo, 2 stasiun hujan

    terdapat di kecamatan Cluring, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan

    Muncar, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Banyuwangi, 2 stasiun hujan

    terdapat di kecamatan Glagah, 3 stasiun hujan terdapat di kecamatan Kabat,

    1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Rogojampi, 2 stasiun hujan terdapat di

    kecamatan Tegaldlimo, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Songgon, 2

    stasiun hujan terdapat di kecamatan Srono, 2 stasiun terdapat di kecamatan

    Singojuruh, 2 stasiun hujan terdapat di kecamatan Genteng, 1 stasiun hujan

    terdapat di kecamatan Sempu, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan

    Kalibaru, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Glenmore, 2 stasiun hujan

    terdapat di kecamatan Pesanggaran, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan

    Bangorejo.

    Berdasarkan hasil klasifikasi tinggi hujan selama 19 tahun yang

    berpotensi terhadap kerusakan lahan di Kabupaten Banyuwangi memiliki 2

    potensi kejadian yaitu sedang dan rendah. Potensi rendah lokasinya di sekitar

    wilayah pantai sebesar 30,92% yang memiliki potensi sedang dan 58,08 %

    yang memiliki potensi rendah.

  • LAPORAN

    3-15 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.6. Tinggi hujan pada stasiun hujan di Kabupaten Banyuwangi

    No Nama Lokasi Sta.Hujan Kecamatan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

    1 Sidomulyo Sidodadi Wongsorejo 2390 1647 1270 2173 2421 1254 2156 1144 1144 653 1041 1091 748 1220 428

    2 Wongsorejo Alasrejo Wongsorejo 1158 1040 967 2536 1116 1010 730 942 686 702 996 1005 598 1505 538

    3 Bajulmati Bajulmati Wongsorejo 1742 821 1478 3573 3012 1271 823 863 1039 1109 979 665 537 921 855

    4 Pasewaran Watukebo Wongsorejo 2359 1906 937 3967 2944 2746 1831 1732 1831 2215 2021 1958 2140 2664 1707

    5 Mailang Watukebo Wongsorejo 2645 1672 1097 2557 1919 2492 570 1034 995 1644 1756 1875 1235 979 646

    6 Kebondalem Tegalsari Gambiran 2255 1643 1337 1755 2833 2663 2193 1948 1914 1648 1472 1022 1302 1723 2316

    7 Purwoharjo Purwoharjo Purwoharjo 2716 715 965 1654 2826 1644 1823 1370 690 780 1052 864 1624 1907 1631

    8 Cluring Cluring Cluring 2465 1307 1196 1543 1023 2236 1619 1396 1473 1396 936 1068 1395 1989 1366

    9 Plosorejo Tampo Cluring 2167 1544 1006 1791 2188 2076 1779 1714 1350 1714 1591 1970 1391 1595 1514

    10 Sumberberas Sumberberas Muncar 1941 1050 707 1784 1833 1766 1215 1178 970 1132 1234 1258 1217 1399 794

    11 Bwi.Cabang Dinas Penganjuran Banyuwangi 1414 780 836 1142 1755 1625 1227 681 704 1602 1796 1050 1137 1159 1372

    12 Kawah ijen Tamansari Glagah 2293 331 937 1998 3240 2538 1233 744 1210 957 1260 1051 598 1340 1224

    13 Licin Licin Glagah 2947 2032 1406 2012 3260 2908 3009 1404 1825 1857 1929 1790 1920 2537 1985

    14 Dadapan Dadapan Kabat 1385 1135 801 1360 1978 1718 1190 1439 1395 1256 1315 1238 931 957 1179

    15 Tambong Kalirejo Kabat 2123 1509 1035 1856 2201 1909 1327 844 1327 1292 1409 1130 1067 1172 1081

    16 Kabat Macanputih Kabat 1749 1247 854 1661 2252 1486 1064 783 783 785 1093 1217 1201 1281 1124

    17 Rogojampi Lemahabangdewo Rogojampi 1584 1575 906 1217 2660 611 1682 1782 1576 1685 2027 1955 1623 2211 1552

    18 Grajagan Purwoasri Tegaldlimo 1522 755 795 1150 1214 1599 892 1045 1230 1045 941 1077 697 949 598

    19 Tegaldlimo Tegaldlimo Tegaldlimo 1419 743 715 1049 1877 1309 874 1430 1131 1430 1131 1527 1037 1504 1003

    20 Songgon Songgon Songgon 995 995 870 870 870 1860 1758 3614 1198 3614 3338 3367 3398 3298 2166

    21 Turuskumbo Sukamaju Srono 708 708 1058 1558 2608 708 2235 2023 1752 1459 2077 2311 1882 2013 1983

    22 Gambor Gambor Singojuruh 2235 1774 997 1392 2637 394 2177 1476 1462 1462 1727 2126 2135 1746 1708

    23 Alasmalang Alasmalang Singojuruh 1859 1545 968 1925 2014 1423 1946 2018 1670 2018 1660 2019 1776 1809 1788

    24 Blambangan Sukonatar Srono 2148 1785 861 1360 2677 2745 1033 1352 1275 1632 1421 1597 1568 1736 1469

    25 Genteng I Gentengkulon Genteng 2577 1163 620 1039 2455 1870 2588 2296 2600 2343 1659 1565 1816 1104 2140

    26 Genteng II Gentengkulon Genteng 3455 1280 314 2370 2270 2300 2710 2304 2892 2269 1675 1765 1816 1233 2231

    27 Jambewangi Jambewangi Sempu 2127 2127 1547 1646 2454 1987 1443 2238 2963 2238 2057 2025 2112 2284 1798

    28 Sepanjang Karangharjo Kalibaru 2588 1819 1192 3332 3064 3950 2621 1470 2778 1863 1828 2204 2548 5074 2983

    29 Pager Gunung Karangharjo Glenmore 698 698 1658 2441 2631 2678 2641 2191 3578 3505 3348 2653 2843 2415 2360

    30 Pesanggaran Sumbermulyo Pesanggaran 2133 1397 1133 2097 1860 2302 1890 1688 1874 1688 1508 1476 1647 1464 1675

    31 Kesilir Sukorejo Bangorejo 1733 534 1029 2178 1685 1933 1569 1929 2034 1929 1857 2222 3147 2766 2264

    32 Karangtambak Kandangan Pesanggaran 613 149 727 1419 1664 1846 1291 752 626 752 1026 1578 445 745 1221

    33 Karangdoro Karangdoro Gambiran 2805 1707 1348 1039 2443 2407 2013 1760 1472 1760 731 567 493 606 1401

    Jumlah 1968 1246 1017 1863 2239 1917 1671 1533 1559 1619 1572 1584 1516 1737 1518

  • LAPORAN

    3-16 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.7. Skor Kerusakan pada stasiun hujan di Kabupaten Banyuwangi

    No Stasiun Hujan Curah Hujan

    (mm) Potensi Kerusakan Simbol Rating Skor

    Luas

    Ha %

    1 Bajulmati 1381,47 Rendah H2 2 6 142.29 0.04%

    2 Sidomulyo 1431,26 Rendah H2 2 6 1.188.39 0.33%

    3 Mailang 1606,95 Rendah H2 2 6 4.451.30 1.24%

    4 Pasewaran 2314,47 Sedang H3 3 9 9.172.80 2.55%

    5 Wongsorejo 1142,11 Rendah H2 2 6 14.534.93 4.05%

    6 Kawah Ijen 1323,58 Rendah H2 2 6 13.497.19 3.76%

    7 Licin 2227,47 Sedang H3 3 9 13.492.02 3.76%

    8 Bwi. Cabang Dinas 1178,22 Rendah H2 2 6 13.086.20 3.64%

    9 Songgon 2802,16 Sedang H3 3 9 17.549.08 4.89%

    10 Kabat 1319,95 Rendah H2 2 6 5.212.44 1.45%

    11 Dadapan 1263,89 Rendah H2 2 6 2.936.97 0.82%

    12 Jambewangi 2282,08 Sedang H3 3 9 17.461.25 4.86%

    13 Alas Malang 1922,58 Rendah H2 2 6 3.415.03 0.95%

    14 Sepanjang 2866,01 Sedang H3 3 9 17.268.91 4.81%

    15 Genteng 1 2018,95 Sedang H3 3 9 6.233.10 1.74%

    16 Rogojampi 1813,89 Rendah H2 2 6 6.112.47 1.70%

    17 Tambong 1453,58 Rendah H2 2 6 5.442.51 1.52%

    18 Gambor 1950,89 Rendah H2 2 6 4.797.70 1.34%

    19 Genteng 2 2153,26 Sedang H3 3 9 6.330.36 1.76%

    20 Turus Kumbo 1937,70 Rendah H2 2 6 4.610.22 1.28%

    21 Pager Gunung 2551,32 Sedang H3 3 9 13.608.91 3.79%

    22 Blambangan 1694,26 Rendah H2 2 6 7.915.06 2.20%

    23 Pager Gunung 2551,32 Sedang H3 3 9 409.62 0.11%

    24 Plosorejo 1744,97 Rendah H2 2 6 3.285.18 0.91%

    25 Cluring 1451,74 Rendah H2 2 6 6.634.28 1.85%

  • LAPORAN

    3-17 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    26 Kebondalem 1910,05 Rendah H2 2 6 5.111.83 1.42%

    27 Karangdoro 1574,21 Rendah H2 2 6 10.505.82 2.92%

    28 Tegaldlimo 1259,25 Rendah H2 2 6 2.876.17 0.80%

    29 Sumber beras 1310,68 Rendah H2 2 6 8.666.31 2.41%

    30 Sumber beras 1310,68 Rendah H2 2 6 1.624.96 0.45%

    31 Purwoharjo 1525,16 Rendah H2 2 6 6.298.44 1.75%

    32 Kesilir 2063,16 Sedang H3 3 9 9.558.65 2.66%

    33 Karangtambak 1251,84 Rendah H2 2 6 31.474.73 8.76%

    34 Pesanggaran 1807,58 Rendah H2 2 6 19.690.53 5.48%

    35 Grajagan 1085,05 Rendah H2 2 6 64.629.56 17.99%

    Berdasarkan tabel 3.7, Curah hujan tertinggi berada pada stasiun hujan Sepanjang sebesar 2866,01 mm. Sedangkan

    curah hujan terendah berada pada stasiun hujan Wongsorejo sebesar 1142,11 mm. Hampir seluruh stasiun hujan di wilayah

    kabupaten Banyuwangi berada dalam potensi kerusakan yang rendah kecuali stasiun hujan Pasewaran, Licin, Jambewangi,

    Sepanjang, Genteng 1, Genteng 2, Pager Gunung dan Kesilir.

  • LAPORAN

    3-18 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 3.3 Rata-rata hujan wilayah di Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN

    3-19 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2.5. Kondisi Jenis Tanah

    Tanah (soil) secara ilmiah didefinisikan sebagai kumpulan benda alam

    di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison. Tanah terdiri dari

    campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan

    media untuk tumbuhnya tanaman. Setiap jenis tanah mempunyai komposisi

    dan jumlah yang berbeda pada masing-masing bahan mineral, bahan organik

    serta air dan udara yang dikandungnya.

    Tanah merupakan sistem ruang, tempat manusia melakukan kegiatan

    dalam berbagai bidang baik dalam bidang pertanian maupun non pertanian

    seperti permukiman, kerekayasaan, industri dan pertambangan. Tanah

    bersifat lepas-lepas hasil transformasi mineral dan bahan organik oleh

    pengaruh faktor-faktor lingkungan (iklim, vegestasi, topografi batuan)

    berlangsung dalam jangka waktu panjang. Oleh perbedaan faktor lingkungan

    pembentukan tanah akan menimbulkan perbedaan jenis, sifat, kesuburan dan

    potensi tanah untuk pertanian. Tanah merupakan anasir utama lingkungan

    fisik yang menentukan potensi lahan untuk pertanian. Sifat-sifat tanah yang

    menentukan potensi tanah untuk pertanian meliputi : jeluk (kedalaman),

    tekstur, struktur, konsistensi, permeabilitas, pH, KTK (kapasitas tukar kation),

    KB (kejenuhan basa) dan kandungan unsur hara.

    Jenis tanah di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan USDA dapat

    dibedakan menjadi 7 jenis yaitu entisol, inceptisol (aquept), inceptisol,

    ultiosol, afisol, vertisol dan entisol/inceptisol. Tanah entisol merupakan

    gabungan jenis tanah aluvial kelabu/kecoklatan dengan litosol dan

    mediterania; inceptisol (aquept) merupakan jenis tanah aluvial hidromorf;

    inceptisol merupakan jenis tanah andosol coklat kekuningan, andosol coklat &

    regosol coklat/kelabu dan grumusol kelabu endapan; ultiosol merupakan jenis

    tanah kompleks latosol coklat kekuningan/kemerahan & litosol intrusi/volkan;

    afisol merupakan jenis tanah kompleks mediteran coklat/coklat kemerahan &

    litosol/litosol volkan/litosol bukit lipatan; dan vertisol merupakan jenis tanah

    latosol coklat kemerahan volkan basis.

  • LAPORAN

    3-20 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tanah entisol, inceptisol (aquept), dan inceptisol mempunyai potensi

    terhadap kerusakan tanah yang tinggi. Tanah ultisol, dan alfisol mempunyai

    potensi terhadap kerusakan tanah yang sedang. Dan tanah vertisol

    mempunyai potensi terhadap kerusakan tanah yang sangat ringan. Jika di

    kelompokkan, potensi kerusakan tanah di Banyuwangi dapat dikategorikan

    menjadi 3 jenis yaitu berpotensi tinggi sebesar 50,03%; berpotensi sedang

    sebesar 47,86% dan berpotensi sangat rendah sebesar 2,11%.

    Berdasarka kriteria USDA wilayah kecamatan-kecamatan di

    kabupaten Banyuwangi memiliki berbagai variasi klasifikasi tanah yang

    bervariasi di setiap kecamatannya. Kecamatan Tegaldlimo mayoritas, dan

    puncak Kecamatan Wongsorejo diklasifikasikan tanah atfisol mempunyai

    potensi kerusakan sedang. Di sepanjang pantai Kecamatan Tegaldlimo, dan

    Kecamatan Purwoharjo, sebagian Ronggojampi, Kabat, dan Pesanggrahan

    merupakan tanah entisol/ inceptisol mempunyai potensi kerusakan tinggi.

    Sebagian Kecamatan Purwoharjo, Muncar, Pesanggrahan, Tegalsari, Genteng,

    Glenmore, Sempu, dan Kalibaru merupakan tanah inceptisol (aquept)

    mempunyai potensi kerusakan tinggi. Sebagian kecil di bagian puncak gunung

    Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Licin, Sengon, Licin dan Kalibaru, sebagian

    besar di Kecamatan Purwoharjo, Bangunrejo, Tegalsari, Siliragung, dan

    Pesanggrahan merupakan tanah inceptisol mempunyai potensi kerusakan

    tinggi. Sebagian Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Banyuwangi, Kabat,

    Ronggojampi, Cluring, Muncar, Srono, Gambiran dan Tegalsari merupakan

    tanah entisol mempunyai potensi kerusakan sedang. Kecamatan Wongsorejo,

    Kalipuro, Giri, Licin, Glagah, Kabat, Songon, Sempu, Singojuruh, Rogojampi,

    Srono, Genteng, Gambiran, Glenmore, Kalibaru, Siliragung, Pesanggrahan,

    Bangunrejo merupakan tanah Ultisol mempunyai potensi kerusakan

    merupakan tanah sedang. Kecamatan Glagah dan Licin merupakan tanah

    Vertisol mempunyai potensi kerusakan.

    Berdasarkan sistem klasifikasi tanah dari Pusat Penelitian Tanah

    (PPT) Bogor terdiri dari Latosol, Litosol, Regosol, Grumusol, Aluvial, Andosol

    dan Mediteran. Secara umum bahan induknya berasal dari volkan yaitu

  • LAPORAN

    3-21 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    diduga dari erupsi gunung Raung. Adapun uraian jenis tanah tersebut sebagai

    beikut.

    1. Tanah Latosol

    Ciri dan sifat tanah, sudah berkembang, terbentuk horison secara

    lengkap A, B, C, R, tekstur geluh lempungan, struktur gumpal,

    terbentuk konsistensi teguh bila Basahan lekat agak liat, pH 5,5 6,0

    KTK dan kejenuhan Basahan sedang-rendah, jeluk (kedalaman) tanah

    sedang, kesuburan dan potensi untuk pertanian rendah-sedang.

    Sebagian besar jenis tanah ini telah mengalami erosi berat, tinggal tipis

    bahkan muncul singkapan batuan indah (rock out crops) yang disebut

    tanah litosol. Tanah latosol terdapat pada elevasi 800 m dengan bahan

    induk abu volkan dan tuff.

    2. Tanah Regosol

    Ciri dan sifat tanah, tanah masih muda belum terbentuk horison

    tanah, profil homogen, tekstur tanah pasir-pasir geluhan, struktur

    berbutir tunggul, konsistensi lepas-lepas, kaya mineral batuan belum

    lapuk, permeabilitas tanah cepat, kesuburan dan potensi tanah untuk

    pertanian sedang-tinggi. Tanah regosol terdapat pada wilayah

    perbukitan.

    3. Grumusol

    Grumusol merupakan tanah lempung berat (lempung > 30 %), kerak

    kali berwarna gelap, didataran luas yang mempunyai musim kering

    tegas. Selama musim kering tanah ini mengerut dan meretak lebar dan

    dalam dengan pola polygonal. Dalam musim kering agregat tanah

    kecil-kecil dari lapisan permukaan jatuh ke dalam retak dan mengisinya

    sebagian. Waktu hujan dating, tanah menjadi basah dan lempung

    membengkak. Oleh karena retak terisi tanah guguran, terjadi tekanan

    dari dalam lapisan tanah bawahan yang menyebabkan sebagian

    lapisan tanah ini terdorong kea rah permukaan. Hal ini mengakibatkan

    pembentukan timbulan mikro yang tidak beraturan. Kadar bahan

    organic 1 %.

  • LAPORAN

    3-22 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    4. Andosol

    Andosol adalah abu dan pasir vulkanik yang nberasal dari tanah stabil

    yang dalam dan bertekstur ringan sampai sedang yang terdapat pada

    dataran tinggi vulkanik utama. Horison permukaan yang dibentuknya

    berwarna hitam kelam sampai coklat sangat tua, terdapat bahan

    organik yang biasanya terletak di atas subsoil yang berwarna coklat

    sampai coklat tua kekuningan. Fraksi liat terutama terdiri dari senyawa

    alofan sehingga sering menyulitkan jika mengadakan klasifikan tekstur

    di lapangan. Tanah-tanah ini sangat permeabel mempunyai vokume

    kerap[atan (bulk density) yang rendah serta kemampuan menahan air

    tinggi dan strukturnya remah. Kebanyakan eteksturnya lempung

    berpasir. Andosol mempunyai erodibilitas tinggi kjika sangat

    terganggu. Lapisan hard-pan dapat terbentuk yang terdiri dari bahan-

    bahan pemaceous atau Gritty. Tingkat kesuburannya sedang sampai

    tinggi dengan kandungan fosfat terfiksasi cenderung banyak sekali.

    5. Tanah Aluvial

    Ciri dan sifat tanah, berlapis oleh proses pengendapan, tekstur geluh

    lempung debuan-lempung pasiran, struktur pejal, konsistensi teguh

    bila Basahan lekat, permeabilitas lambat, drainage jelek, pH 6,0 6,5,

    kapasitas tukar kation dan kejenuhan Basahan tinggi, kesuburan dan

    potensi tanah untuk pertanian sedang-tinggi. Tanah Aluvial terdapat

    pada wilayah yang didominasi oleh bentuklahan dataran aluvial dan

    dataran aluvial pantai.

    6. Tanah Mediteran

    Ciri dan sifat tanah, tanah telah berkembang susunan harison A, B, C,

    R, tekstur geluh lempungan, struktur granuler-gumpal, konsistensi

    teguh bila Basahah lekat, warna merah kekuningan (5YR 4/6),

    permeabilitas agak lambat-sedang, pH 6,5 7,0, KTK dan kejenuhan

    Basahah sedang, kesuburan dan potensi tanah untuk pertanian

    rendah-sedang. Tanah Mediteran terdapat pada wilayah yang

    didominasi pelipatan dan patahan dan batuan induk.

  • LAPORAN

    3-23 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.8 Jenis Tanah di Kabupaten Banyuwangi

    No Jenis Tanah Klasifikasi Tanah

    USDA Potensi

    Kerusakan Simbol Rating Skor

    Luas

    km2 %

    1 Asosiasi aluvial kelabu Entisol Tinggi T4 4 8 33.63 0.94%

    2 Aluvial coklat kekelabuan Entisol Tinggi T4 4 8 114.66 3.19%

    3 Aluvial coklat tua kekelabuan Entisol Tinggi T4 4 8 122.00 3.40%

    4 Aluvial hidromorf Inceptisol (aquept) Tinggi T4 4 8 149.56 4.16%

    5 Andosol coklat kekuningan Inceptisol Tinggi T4 4 8 131.30 3.66%

    6 Asosiasi aluvial kelabu & aluvial coklat kekelabuan

    Entisol Tinggi T4 4 8 204.03 5.68%

    7 Asosiasi andosol coklat & regosol coklat Inceptisol Tinggi T4 4 8 7.07 0.20%

    8 Grumusol kelabu endapan Inceptisol Tinggi T4 4 8 320.48 8.92%

    9 Kompleks brown forest soil, litosol & mediteran Entisol Tinggi T4 4 8 72.33 2.01%

    10 Kompleks latosol coklat kekuningan & litosol intrusi

    Ultisol Sedang T3 3 6 84.26 2.35%

    11 Kompleks latosol coklat kemerahan & litosol volkan

    Ultisol Sedang T3 3 6 1.243.32 34.61%

    12 Kompleks mediteran coklat & litosol Alfisol Sedang T3 3 6 0.62 0.02%

    13 Kompleks mediteran coklat kemerahan & litosol volkan

    Alfisol Sedang T3 3 6 32.05 0.89%

    14 Kompleks mediteran merah & litosol bukit lipatan

    Alfisol Sedang T3 3 6 359.14 10.00%

    15 Kompleks regosol kelabu & latosol Inceptisol Tinggi T4 4 8 145.84 4.06%

    16 Latosol coklat kemerahan volkan basis Vertisol Sangat Ringan

    T1 1 2 75.85 2.11%

    17 Regosol coklat volkan Entisol/Inceptisol Tinggi T4 4 8 365.56 10.18%

    18 Regosol kelabu Entisol/Inceptisol Tinggi T4 4 8 130.56 3.63%

  • LAPORAN

    3-24 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 3.4. Peta Jenis Tanah Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN

    3-25 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    6.2.5. Kondisi Tata Guna Lahan

    Keragaman penggunaan lahan di Kabupaten Banyuwangi cukup

    bervariasi yang sebagian besar (83.55 %) merupakan kawasan hijau seperti

    tabel 3.3, terdiri atas hutan lahan kering primer (23,06 %), hutan lahan

    kering sekunder (5,17 %), hutan mangrove primer (0,98 %), hutan mangrove

    sekunder (1,34 %), hutan tanaman (3,65 %), perkebunan (8,03 %),

    pertanian lahan kering (15,85 %), dan sawah (24,72 %). Wilayah daratan ini

    sebagian besar memiliki tanah yang tergolong subur dengan penyebaran

    relatif merata pada sebagian besar wilayah. Kondisi ini tidak terlepas dari

    keadaan hidrologi yang ditandai oleh banyaknya mata air dan sungai besar

    berupa 35 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terus mengalir sepanjang tahun.

    Kondisi ini lahan budi daya tanaman pangan sangat dominan.

    Tabel. 3.9 Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuwangi

    No Jenis Penggunaan Lahan Potensi

    Kerusakan Rating Skor

    Luas

    km2 Prosentase

    1 Hutan Lahan Kering Primer Sangat Rendah 1 2 855.55 23.81%

    2 Hutan Lahan Kering Sekunder Sangat Rendah 1 2 185.67 5.17%

    3 Hutan Mangrove Primer Sangat Rendah 1 2 35.34 0.98%

    4 Hutan Mangrove Sekunder Sangat Rendah 1 2 48.00 1.34%

    5 Hutan Tanaman Sedang 3 6 131.16 3.65%

    6 Lain-Lain Tinggi 4 8 1.32 0.04%

    7 Perkebunan Rendah 2 4 288.30 8.03%

    8 Permukiman Tinggi 4 8 283.02 7.88%

    9 Pertambangan Sangat Tinggi 5 10 0.10 0.00%

    10 Pertanian Lahan Kering Sedang 3 6 569.47 15.85%

    11 Savana/ Padang Rumput Tinggi 4 8 33.80 0.94%

    12 Sawah Sangat Rendah 1 2 887.94 24.72%

    13 Semak Belukar Rendah 2 4 248.35 6.91%

    14 Tambak Tinggi 4 8 19.62 0.55%

    15 Tubuh Air Tinggi 4 8 4.61 0.13%

    Sumber: Hasil pengolahan peta tata guna lahan dari Balai DAS, Bondowoso

    Hutan lahan kering primer merupakan hutan yang tumbuh

    berkembang pada habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran

    rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi, yang

    masih kompak dan belum mengalami intervensi manusia atau belum

  • LAPORAN

    3-26 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    menampakkan bekas penebangan. Sedangkan Hutan lahan kering sekunder

    merupakan hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering yang

    dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan

    tropis dataran tinggi yang telah mengalamii ntervensi manusia atau telah

    menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas

    tebang) (SNI 7645:2010 Klasifikasi penutup lahan).

    Hutan mangrove primer adalah Hutan yang tumbuh di daerah pantai

    atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (bakau, nipah

    dan nibung yang berada di sekitar pantai, yang belum menampakkan bekas

    penebangan). Pada beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih

    kepedalaman. Sedangkan hutan mangrove sekunder adalah hutan yang

    tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang

    surut air laut (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai), yang

    telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan

    genangan atau bekas terbakar (RSNI Kelas penutupan lahan dalam

    penafsiran citra optis resolusi sedang).

  • LAPORAN

    3-27 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Gambar 3.5. Peta tata guna lahan Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN

    3-28 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    3.2.7 Gambaran Umum Komoditas

    Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

    Banyuwangi pada Sektor Pertanian mempunyai peran penting dan

    menentukan. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk menggantungkan

    hidupnya di bidang pertanian dalam artian luas. Pada studi ini yang

    dilaporkan hanya tertuju pada produktivitas tanaman pangan tanaman

    hortikultura, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan serta tanaman

    kehutanan yang diusahakan secara umum di wilayah kecamatan studi dan

    disajikan dalam mulai Tabel 3.10 3.12

    Tabel 3.10. Produktivitas beberapa Tanaman Pangan Menurut Kecamatan di

    Kabupaten Banyuwangi

    No. Kecamatan

    Padi

    Sawah

    (kwt/ha)

    Padi

    Ladang

    (kwt/ha)

    Jagung

    (kwt/ha)

    Kedelai

    (kwt/ha)

    Kacang

    Tanah

    (kwt/ha)

    Ubi Kayu

    (kwt/ha)

    1. Pesanggaran 66,07 43,59 66,82 18,20 15.33 193,43

    2. Siliragung 65,95 42,22 66,65 18,23 15.56 188.67

    3. Bangorejo 69,61 62,73 64,55 19,17 16,00 190,00

    4. Purwoharjo 80,38 0 66,59 20,82 16,67 0,00

    5. Tegaldlimo 77,27 50,40 68,80 20.18 15,71 188,29

    6. Muncar 73,35 55,00 67,76 20,99 0 0,00

    7. Cluring 72,78 56,68 65,08 18.79 15.58 189.00

    8. Gambiran 74,42 0 54,69 18.97 15.00 192.20

    9. Tegalsari 70,98 52,30 57,69 18,82 15.77 192.08

    10. Glenmore 67,13 56,64 54,05 0 16.15 193,44

    11. Kalibaru 59,82 0 57,69 0 16,15 245.38

    12. Genteng 65,32 63,40 49,58 18,07 16,00 245,91

    13. Srono 70,01 0 62,04 18,64 15.00 186,47

    14. Rogojampi 63,86 0 50,64 18,63 16,06 179,20

    15. Kabat 63,27 62,80 55,02 18,33 15,00 184,77

  • LAPORAN

    3-29 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    16. Singojuruh 50,25 0 55,68 20,00 15.63 198,80

    17. Sempu 66,46 62,50 55,35 18,12 15.89 199,50

    18. Songgon 66,62 0 55,71 0 16,36 188,54

    19. Glagah 59,74 0 53,31 0 15.50 187,14

    20. Licin 62,23 0 54,72 0 15.96 181,79

    21. Banyuwangi 57,09 0 52,50 0 15.38 180.00

    22. Giri 58,14 0 55,67 0 15.52 180.00

    23. Kalipuro 55,02 0 55,95 0 16.05 187,42

    24. Wongsorejo 59,22 51,06 62,68 17.76 16.07 190,88

    Rata-rata 65,87 27,47 62,70 19,82 15,88 191,86

    Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka Tahun 2014

    Berdasarkan Tabel 3.10 tersebut. secara umum produktivitas untuk

    tanaman padi sawah dan ladang tergolong sedang dan rendah. Untuk

    tanaman jagung tergolong sedang. Untuk tanaman kacang-kacangan

    termasuk sedang. Untuk tanaman ubi-ubian termasuk tinggi. Produktivitas

    tersebut secara potensial masih dapat ditingkatkan di masa yang akan

    datang. Peningkatan tersebut diharapkan dapat dilakukan setelah dilakukan

    kegiatan penelitian dan pengembangan sumberdaya pertanian ini dilakukan.

    Pengembangan komoditas perkebunan yang ada diwilayah-wilayah studi

    sudah dilaksanakan. sehingga apabila kemudian terjadi perubahan pada saat

    studi agroekologi ini dillakukan. Maka adaptasi komoditas perkebunan pada

    wilayah-wilayah studi tersebut masih dapat dipergunakan sebagai ukuran

    tingkat kesesuaiannya.

  • LAPORAN

    3-30 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.11 Produktivitas beberapa Tanaman Hortikultura yang ada di

    Kabupaten Banyuwangi

    No. Jenis Tanaman Luas Panen

    ( Ha )

    Produksi

    (ton)

    Produktivitas

    (Kw/Ha)

    Kriteria

    (Djaenudin dkk,

    2000)

    1. Bayam 37 170,10 45,98 Rendah

    2. Kangkung 161 1.467,00 91,12 Rendah

    3. Buncis 164 1.356,80 82,73 Tinggi

    4. Kacang Panjang 446 3.068,00 68,79 Sedang

    5. Tomat 211 1.942,90 92,08 Tinggi

    6. Ketimun 93 1.477,10 158,83 Tinggi

    7. Kembang Kol 71 902,20 127,07 Tinggi

    8. Terung 238 2.785,80 117,05 Tinggi

    9. Cabe Besar 1.090 12.044,50 110,50 Tinggi

    10. Cabe Kecil 2.851 19.871,50 69,70 Tinggi

    11. Bawang Merah 124 1.219,50 96,35 Tinggi

    12. Sawi 79 948,00 120,00 Sedang

    13. Kobis 112 935,90 83,56 Rendah

    Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka Tahun 2014

    Berdasarkan Tabel 3.11 tersebut, untuk beberapa tanaman hortikultura

    yang ada di kabupaten Banyuwangi produktivitas dapat dijelaskan sebagai

    berikut :

    (a) produktivitas secara umum berkisar antara rendah sampai tinggi;

    (b) produktivitas rendah meliputi bayam dan kangkung;

    (c) produktivitas sedang meliputi kacangpanjang dan sawi;

    (d) produktivitas tinggi meliputi buncis, tomat, ketimun, kembang kol,

    terung, babe besar cabe kecil dan bawang merah.

  • LAPORAN

    3-31 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

    Tabel 3.12 Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Menurut Jenis

    Buah-buahan di Kabupaten Banyuwangi

    No. Jenis Tanaman

    Luas

    Panen (

    Ha )

    Produksi

    (ton)

    Produktivitas

    (Kw/Ha)

    Kriteria

    (Djaenudin

    dkk, 2000)

    1. Alpukat 280,39 3.294,60 117,50