40
BAB I PENDAHULUAN Fgfgf I.1 Latar Belakang Perdarahan dalam kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas menimbulkan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI, sebanyak 228 ibu meninggal per 1.000 kelahiran. Penyebab kematian tertinggi pada ibu adalah perdarahan yaitu sebesar 27% (Depkes, 2010). Perdarahan dalam kehamilan pada dasarnya dibagi menjadi dua; yaitu perdarahan pada trimester I dan perdarahan pada trimester II serta III kehamilan atau perdarahan antepartum termasuk didalamnya yaitu solusio plasenta. Solusio plasenta ini membahayakan baik bagi ibu maupun bagi janin, terutama apabila perdarahan bersifat terselebung dan diketahui ketika sudah terjadi perdarahan masif. Perdarahan antepartum terjadi pada lebih kurang 5 – 10% kasus. 2 – 3% diantaranya merupakan perdarahan yang serius dan dapat menyebabkan kehilangan 800mL darah disebabkan oleh plasenta previa (DeCherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N, 2006). Solusio plasenta 1

207497320 Referat Solusio Plasenta Ichsan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kpddd

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

FgfgfI.1 Latar Belakang

Perdarahan dalam kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas menimbulkan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI, sebanyak 228 ibu meninggal per 1.000 kelahiran. Penyebab kematian tertinggi pada ibu adalah perdarahan yaitu sebesar 27% (Depkes, 2010).Perdarahan dalam kehamilan pada dasarnya dibagi menjadi dua; yaitu perdarahan pada trimester I dan perdarahan pada trimester II serta III kehamilan atau perdarahan antepartum termasuk didalamnya yaitu solusio plasenta. Solusio plasenta ini membahayakan baik bagi ibu maupun bagi janin, terutama apabila perdarahan bersifat terselebung dan diketahui ketika sudah terjadi perdarahan masif.

Perdarahan antepartum terjadi pada lebih kurang 5 10% kasus. 2 3% diantaranya merupakan perdarahan yang serius dan dapat menyebabkan kehilangan 800mL darah disebabkan oleh plasenta previa (DeCherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N, 2006). Solusio plasenta dapat menyebabkan perdarahan serius. Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinanPenyebab pasti dari solusio plasenta ini masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa literatur menyebutkan keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal kehamilan seperti faktor pada dari usia ibu, faktor paritas ibu, faktor sosial ibu, dan faktor trauma, . Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Keberhasilan dalam penatalaksanaan perdarahan dalam kehamilan tergantung pada diagnosis yang tepat, deteksi komplikasi, serta penanganan kondisi-kondisi yang menyertai.I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis dari solusio plasenta.

I.3 Tujuan Penulisan

I.3.1.Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis solusio plasentaI.3.2.Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

I.3.3.Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.I.4Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PendahuluanPerdarahan dalam kehamilan dibagi menjadi dua (Prawirohadjo, 2008);

1. Perdarahan hamil muda

Perdarahan hamil muda ini lebih sering diasosiasikan dengan abortus. Pembagian pada perdarahan hamil muda :a) Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.

b) Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik.

c) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2. Perdarahan antepartumPerdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 24 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 24 minggu (Pitkin J. Peattie A. Magowan B, 2003).

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya tidak terlalu berbahaya. Pada setiap perdarahan anteparum yang harus dipikirkan pertama kali adalah bahwa perdarahan itu bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlalu sulit untuk menentukannya, ialah plasenta previa, dan solusio plasenta (atau abrupsio plasenta). Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut: 1) Plasenta previa; 2) Solusio plasenta;

3) Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.

Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. (DeCherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N, 2006)II.2. SOLUSIO PLASENTA

II.2.1. DefinisiIstilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.

Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter. Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi). 30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion). II.2.2. KlasifikasiII.2.2.1. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (5):

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

II.2.2.2. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .II.2.2.3. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2):1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

II.2.3. EpidemiologiInsiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8). Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2).No.Penyebab PerdarahanSampel(%)

1.Solusio Plasenta14119

2.Laserasi/ Ruptura uteri12516

3.Atonia Uteri11515

4.Koagulopathi10814

5.Plasenta Previa507

6.Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata446

7.Perdarahan Uterus446

8.Retained Placentae324

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan (2).Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5).Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .II.2.4. EtiologiPenyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :II.2.4.1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).II.2.4.2. Faktor traumaTrauma yang dapat terjadi antara lain :1. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.

3. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta (9). Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma (5).II.2.4.3. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).II.2.4.4. Faktor usia ibuDalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).II.2.4.5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3).II.2.4.6. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .II.2.4.7. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)

II.2.4.8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3).

II.2.4.9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (16).II.5. Patogenesis.Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom

subkhorionik.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (3,5).Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (5).

II.6. Gambaran KlinisGambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis (2,5):

II.6.1. Solusio plasenta ringanSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman (2,5).II.6.2. Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5).II.6.3. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).II.7. KomplikasiKomplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:II.7.1. Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (2,3,12).Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.II.7.2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah (2).II.7.3. Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5).Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :1. Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria..2. Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu (2).II.7.4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan .Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :1. Fetal distress2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan3. Hipoksia dan anemia4. KematianII.8. DiagnosisKeluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No.Tanda atau GejalaFrekuensi (%)

1.Perdarahan pervaginam78

2.Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang66

3.Gawat janin60

4.Persalinan prematur idiopatik22

5.Kontraksi berfrekuensi tinggi17

6.Uterus hipertonik17

7.Kematian janin15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :II.8.1. Anamnesis (5)1. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.

2. Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .3. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).4. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

5. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.II.8.2. Inspeksi (5)1. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.2. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

3. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).II.8.3. Palpasi (5) 1. Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.2. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.3. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.4. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.II.8.4. Auskultasi (5)Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.II.8.5. Pemeriksaan dalam 1. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

2. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.

3. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.II.8.6. Pemeriksaan umum (5)Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.II.8.7. Pemeriksaan laboratorium 1. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

2. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).II.8.8. Pemeriksaan plasenta .Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

II.8.9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

1. Terlihat daerah terlepasnya plasenta

2. Janin dan kandung kemih ibu

3. Darah

4. Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

II.9. Penatalaksanaan Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

II.9.1. Solusio plasenta ringanEkspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4).II.9.2. Solusio plasenta sedang dan beratApabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah (19).Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17).Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).

Bagan 1. Algoritma Tatalaksana Solusio Plasenta10. PrognosisPrognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

III.1.Kesimpulan

1. Perdarahan dalam kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas menimbulkan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. 2. Perdarahan dalam kehamilan masih merupakan penyebab kematian ibu terbanyak di Indonesia.

3. Perdarahan pada kehamilan ini membahayakan baik bagi ibu maupun bagi janin, terutama apabila perdarahan bersifat terselebung dan diketahui ketika sudah terjadi perdarahan masif

4. Perdarahan dalam kehamilan dibagi menjadi dua; 1) Perdarahan Hamil Muda, dimana abortus memiliki presentasi tertinggi pada usia kehamilan muda untuk menyebabkan perdarahan dan 2) Perdarahan Antepartum, yang meliputi Plasenta Previa, Solusio Plasenta, Vasa Previa.

5. Pada perdarahan antepartum, perlu diwaspadai dan dibedakan penyebabnya, terutama antara plasenta previa dan solusio plasenta.

6. Pada solusio plasenta yang bersifat terselubung, harus diwaspadai adanya kondisi DIC yang akan menyebabkan ibu mudah jatuh ke kondisi syok.

7. Penanganan pada setiap kondisi perdarahan dalam kehamilan harus dilakukan pemeriksaan yang hati-hati dan menyeluruh sehingga dapat meminimalisir angka kesakitan dan kematian ibu.III.2.Saran

Dengan adanya referat solusio plasenta ini, diharapkan kepada para dokter, mahasiswa kepaniteraan klinik bagian kebidanan dan kandungan, dan tenaga medis lainnya untuk lebih mengetahui serta memahami tentang solusio plasenta, serta tanda gejala juga penatalaksanaannya. Perdarahan dalam kehamilan harus ditangani secara tepat dan cepat agar tidak memperburuk keadaan pasien. Keluarga pasien harus memberi dukungan penuh terhadap kondisi ibu dan bayinya.

DAFTAR PUSTAKA1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-856. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.7. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. 2002. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo8. Sastrawinata S, Martadisoebrata D, Wirakusumah FF. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.9. Hanretty KP. 2008. Obstetrics Illustrated. Philadelphia : Churchill Livingstone, Inc.10. Djakobus, Prof. Dr. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 11. Hanafiah, Muhammad Jusuf. 2004. Plasenta Previa. Medan: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.12. Khoman, John Slamet. 2004. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Post Partum. Medan: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 13. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.14. Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.15. Nugraheny, Esti SST. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Analisis Kematian Ibu di Indonesia. Jakarta. Diakses dari depkes.go.id 01 Oktober 2013.

17. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. 2006. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. USA : The McGraw-Hill Companies18. Pitkin J, Peattie A, Magowan B. 2003. Obstetrics and Gynaecology : An Illustrated Colour Text. London : Churcill Livingstone

10