39
2 BAB I PENDAHULUAN Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%. Salah satu data angka kejadian retensio plasenta di rumah sakit yang pernah dilaporkan adalah di RSU H. Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan selama 3 tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. 1 Perdarahan pasca persalinan dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan. 2 Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala

(225214188) 97801522 Kasus Tutorial Retensio Plasenta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

retensi plasenta

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%. Salah satu data angka kejadian retensio plasenta di rumah sakit yang pernah dilaporkan adalah di RSU H. Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan selama 3 tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut,terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.1

Perdarahan pasca persalinan dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan.2Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta

tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai 40%.

8

BAB IIKASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 Juni 2013 pukul 07.00 WITA di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.

ANAMNESIS Identitas PasienNama : Ny. NK

Usia : 25 tahun.

Alamat : Otak Desa AmpenanPekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA).Suku : Sasak

Agama : Islam

Masuk ke IGD Rumah Sakit Bhayangkara Mataram pada tanggal 1 Juni 2013 pukul 07.00 WITA.

Identitas SuamiNama : Tn. RTUsia : 30 tahun.Alamat : Otak Desa Ampenan

Pekerjaan : WiraswastaSuku : SasakAgama : Islam

Keluhan Utama

Terdapat sisa ari ari bayi yang belum lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari puskesmas karena terdapat sisa ari ari bayi belum lahir. Pasien telah melahirkan anak keduanya dirumah sejak 10 Jam SMRS yang di tolong oleh dukun kampung, anak lahir spontan dan setelah setengah jam plasenta tidak lahir dan akhirnya pasien di bawa ke Puskesmas dan dilakukan manual plasenta namun mulut rahim hanya terbuka dua jari sehingga pasien di rujuk ke RS Bhayangkara Mataram. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah, dan pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus maupun asma sebelum masa kehamilan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun

asma.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 tahun.

Siklus haid : 28 hari /teratur

Lama haid : 7 hari.

Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut.

Riwayat Pernikahan

Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 19 tahun dengan lama pernikahan selama 6 tahun.

Riwayat Obstetrik

2013/Rumah/aterm/spontan/Retensi plasenta/dukun/laki-laki/sehat

Antenatal Care (ANC)

Puskesmas

Kontrasepsi

Suntik KB 3 bulan sekali selama 3 bulan

Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB) : 46 kg, Tinggi badan (TB) : 158 cm. Keadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 160/70 mmHg

Frekuensi nadi : 124 kali/menit

Frekuensi nafas : 28 kali/menit

Suhu : 36,5 c

Status Generalisata

Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-) Thoraks :

Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen:

Inspeksi : flat, linea (-), striae (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas:

Superior : edema (-/-), akral hangat

Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi : flat, striae (-), linea (-), vulva vagina normal.

Palpasi : Tinggi fundus uteri : 15 cm, kontraksi: kurang baik

Periksa Dalam: tampak perdarahan tidak aktif, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.

Diagnosis Kerja Sementara

P1A0 + Retensio Sisa Plasenta+Anemia et causa blood loss

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin Urine Lengkap

Leukosit : 15.000 / mm3 Tidak dilakukan pemeriksaan

Hemoglobin : 8,0 gr %

Hematokrit : 23,4%

Trombosit : 260.000 / mm3

Bleeding Time: 3 menit

Clotting Time : 10 menit

Kimia Darah

GDS : 85 mg/dL

Penatalaksanaan:

Rencana Kuretase

Transfusi PRC 1 kolf

Terapi Post Kuretase

RL drip oxytosin 2 amp/hari 28 tpm

Cefotaxim 3x1 gr i.v

Injeksi ketorolac 3x30 mg iv

Injeksi metergin 3x1 amp

Injeksi kalnex 3x 500 mg iv

Gastrul tablet 3x1 selama 7 hari

Cek HB post kuretase, jika < 8 pro transfuse

Pro USG 7 hari post partum

Follow Up Postpartum

Tanggal/JamFollow Up

1-06-2013

07. 00Menerima pasien baru di IGD, kemudian melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik Mawar hingga didapatkan dengan diagnosis : P1A0 + Retensio Plasenta

07.30Tekanan Darah : 160/70 mmHg, Nadi : 124 kali/menit, Pernapasan :

26 kali/menit; Suhu : 36,7 C.

08.00Lapor dr. Sp. OG mendapatkan advise :

Transfuse PRC 1 Kolf

Rencana kuretase

08.30Transfusi PRC 1 kolf

12.30TD: 130/ 80 mmHg

Nadi: 90x/menit

RR: 20x/menit

13.00Dilakukan kuretase

15.00TD: 140/80 mmHg

Nadi: 82x/menit

RR: 22x/menit

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, maka disebut retensio plasenta.3,4

2. Epidemiologi

Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses pasca persalinan.2 Frekuensi perdarahan pasca persalinan 4/5-15% dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya, perdarahan pasca persalinan berturut-turut dari yang paling banyak disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%) dan kelainan darah (0,3-0,8%). Di Indonesia perdarahan merupakan penyebab pertama kematian ibu melahirkan (40-60%). Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar

16-17%.1

A. Jenis-Jenis Retensio Plasenta

1. Plasenta Adhesiva

Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.2. Plasenta Akreta

Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.3. Plasenta Inkreta

Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum.4. Plasenta Perlireta

Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

18

5. Plaserita Inkarserata

Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri.

3. Etiologi2

Plasenta belum lepas dari dinding uterus

Apabila plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena :a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta perkreta). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkanPlasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang mengahalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

4. Diagnosis

Diagnosa retensio plasenta dibuat apabila plasenta yang tidak lepas secara spontan setelah setengah jam bayi lahir atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.5Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

5. Diagnosis Banding6

Plasenta akreta, yaitu suatu plasenta abnormal dimana vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

5. Penanganan

Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui infus).1 Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede. Tetapi tindakan ini tidak dianjurkan karena menyebabkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri yang hebat dan kemungkinan dapat terjadi syok. Akan tetapi dengan tekhnik yang sempurna hal-hal itu dapat dihindarkan. Cara yang lain adalah cara Brandt.3

Gambar 1. Brandt-AndrewsManeuver

Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak di permukaan depan rahim, kira-kira perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Denagan melakukan tekanan ke arah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah terlepas maka tali pusat tidak tertarik kearah atas. Kemudian tekanan di atas simfisis diarahkan ke bawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan untuk membantu mengeluarkan plasenta.

Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, ada bagian yang masih tertinggal yang harus dikeluarkan dengan cara plasenta manual. Cara ini dianggap paling baik.3Penatalaksanaan manual plasenta: 3,5, 7

Kaji ulang indikasi, prinsip dasar perawatan dan pasang infus.

Kosongkan kandung kemih atau lakukan kateterisasi

Berikan sedatif dan analgetika atau ketamin

Beri antibiotik dosis tunggal (profilaksis): ampisilin 2 g IV ditambah metronidazol 500 mg IV Pasang sarung tangan DTT

Jepit tali pusat dengan kocher kemudian menegangkan sejajar lantai.

Secara obstetrik memasukkan tangan dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.Setelah tangan mencapai serviks minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan yang lainnya menahan fundus uteri, sekaligus mencegah inversio uteri.Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri hingga mencapai tempat implantasi plasenta. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan.

Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.

Gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan sambil menggeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.Pindahkan tangan luar ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar.

Lakukan sedikit dorongan ke arah dorsocranial setelah plasenta lahir.

Beri oksitosin 10 IU dalam 500 cc cairan IV 60 tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri. Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomi.

Plasenta manual segera dilakukan jika :

Perdarahan kala-III lebih dari 200 ml

Penderita dalam narkosa

Riwayat PPH habitualis

Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan histerektomi.

Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan.

Penderita diberikan uterotonika, analgetika, roboransia dan antibiotika

Pada pelepasan plasenta akreta, pelepasan plasenta lebih banyak mengalami kesulitan. Pada plasenta akreta, plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perforasi dan perdarahan mengancam. Apabila ditemui kesulitan- kesulitan seperti diatas, plasenta inkreta dapat dibuat dan plasenta manual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.3Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena

lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan ke bagian bawah uterus dengan dibantu oleh anastesia umum untuk melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran kontriksi untuk memegang plasenta dan perlahanlahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit tersebut.3

Retensio Plasenta

Penanganan Umum:1. Infuse tranfusi darah2. Pertimbangan untuk referral RSU C

Perdarahan banyak300 400 cc

Perdarahan sedikit:1. Anemia dan syok2. Perlekatan plasenta

Plasenta manual

Berhasil baik: Observasi:1. Keadaan umum2. Perdarahan3. Obat profilaktikPlasenta Rest:1. Kuretase tumpul2. Utero-vaginal tampon3. masasePlasenta melekat:1. Akreta2. Inkreta3. Perkreta4. adhesiva

Vitamin

Fe preparat AntibiotikaPerdarahan terus:1. Tampon basahHisterektomiPertimbangan:

Uterotonika2. Atonia uteri1. Keadaan umum2. Umur penderita

3. Paritas penderita

Ligasi arteri hipogastrika

Gambar 1. Penatalaksanan Retensio Plasenta8

6. PencegahanPencegahan dilakukan dengan menajemen aktif kala III, yaitu:7

Memberikan oksitosin

Klem dan potong tali pusat

Traksi terkendali tali pusat

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien Ny. NK, usia 25 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama terdapat sisa ari- ari belum lahir. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkanlah diagnosis pasien ini yaitu P1A0 + Retensio Sisa Plasenta + Anemia et causa blood loss

Penegakkan Diagnosis a. Anamnesis

TeoriKasus

Plasenta belum lahir setengah jam

setelah janin lahir atau terdapat sisa plasenta yang belum lahir dan menyebabkan perdarahan segera.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena :a.Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)b.Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta perkreta)

Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkanDisebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang mengahalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Anak lahir spontan dan setelah

setengah jam plasenta lahir tapi tidak lengkap

Terdapat perdarahan + 300cc

Pasien merasa lemas

Penegakan diagnosis pada pasien dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diperoleh adanya amenorhea, perdarahan pervaginam, perut yang membesar seperti pada kehamilan Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan gejala mola hidatidosa adalah amenorhea, perdarahan pervaginam, adanya besarnya

uterus tidak sesuai usia kehamilan, dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti ballottement dan detak jantung anak.Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola hidatidosa yang terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi jaringan menyerupai buah anggur secara spontan. Keluarnya gelembung mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Prevalensi perdarahan sebelumnya dilaporkan muncul pada 97 % kasus, sekarang hanya didapatkan pada 84% kasus dengan derajat bervariasi dari flek hingga perdarahan masif selama trimester pertama. Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia delusional akibat hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola yang besar. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan mengganggu pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum endometrium dikarenakan kumpulan darah. Anemia didapatkan pada setengah dari kasus, namun sekarang hanya 8% kasus saja terdapat anemia.

b. Pemeriksaan Fisik

TeoriKasus

Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus Tinggi fundus uteri : 15 cm,

kontraksi: kurang baik

Periksa Dalam: tampak perdarahan tidak aktif dan tali pusat dengan panjang 7 cm, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.

Konjungtiva anemis (+/+)

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa tanda yang mendukung diagnosis mola hidatidosa itu sendiri yaitu ukuran uterus yang membesar, dan pada pemeriksaan tekanan darah tinggi adanya preeklamsia. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah9,0 mg/dl yang didukung oleh konjungtiva yang anemis akibat perdarahan pervaginam. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.

Pemeriksaan Penunjang

TeoriKasus

-Darah Rutin

Hemoglobin : 8,0 gr %

Hematokrit : 23,4%

Trombosit : 260.000 / mm3

Bleeding Time: 3 menit

Clotting Time : 10 menit

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan USG. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tersebut sudah dilakukan dan sesuai dengan standar. Pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya mola hidatidosa.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan setelah dilakukan kuretase ialah pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret, pemeriksaan hCG secara kuantitatif dan pemeriksaan foto thoraks. Pada pemeriksaan hCG secara kuantitatif dimana kadar yang lebih dari 100.000 mIU/ml biasanya diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000 mIU/ml. Selain itu pemeriksaan hCG serum dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau rendah, dimana ini sangat menentukan penatalaksanaan maupun prognosis pasien. hasil histopatologi tampak di beberapa tempat, vili yang edema dengan sel trofoblas

yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan PA tidak mampu memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa. Kemudian pada literature lainnya dikatakan bahwa keganasan pada pemeriksaan specimen kuretase tidak menyingkirkan adanya mola invasive karena diagnosis histologik mola invasive hanya bisa didapat setelah pemeriksaan specimen histerektomi.

d. Komplikasi

TeoriKasus

- Perdarahan

- Preeklampsia

- Hipertiroidisme

- Tirotoksikosis. Dapat diduga bila :

a. Nadi istirahat 100 kali/menit tanpa adanya sebab yang jelas seperti Hb< 7 gr/dl atau demam

b. Besar uterus > 20 minggu

-Komplikasi lanjut ialah terjadinya tumor trofoblas gestasional pascamola maupun perdarahan yang mengancam- Pada pasien ini terdapat adanya

perdarahan pervaginam

-Didapatkan tekanan darah pasien 150/90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu- Pemeriksaan hormon tiroid :

tidak dilakukan

- Pemeriksaan nadi istirahat : 6 cm maka prognosis pasien baik.- Prognosis pada pasien ini masih

bersifat dubia. Karena pemeriksaan hCG kualitatif maupun kuantitatif setelah evakuasi mola hidatidosa belum diketahui hasilnya.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena hasil pemeriksaan hCG

kualitatif maupun kuantitatif setelah evakuasi mola hidatidosa belum diketahui.

KESIMPULAN

1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.2. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar

16-17%.

3. Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

4. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus.5. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta.

6. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta.

7. Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.

Daftar Pustaka

1. Khoman, J.S. perdarahan hamil tua dan perdarahan post partum. Cermin dunia kedokteran, (online). (www.portal kalbefarma/files/cdk/files/19_PerdarahanHamilTuaDanPerdarahanPostPartum.pdf/, diakses tanggal 26 Februari 2012).2. Cunningham, F.G, et al. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. EGC: Jakarta. 2006.

3. Martohusodo,S, Abdullah, M.N. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. Dalam: Winkjosastro, H (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP; 2005. p652-663

4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Patologi Kala III dan IV. Dalam

Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. p234-237

5. Saifufuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 2002.

6. Taber, B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

1994.

7. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unmul-RSUD AW Sjahranie. Plasenta Manual. Dalam Buku Pengantar Kepaniteraan Klinik Obstetri Ginekologi. Samarinda: FK Unmul. 2007.8. Manuaba, I.B.G. Penunutun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2.

Jakarta: EGC. 2004.