126
Management of Kapuas River Basin (West Kalimantan)

2.3_Laporan KLHS Kalimantan Barat

Embed Size (px)

Citation preview

Management of Kapuas River Basin

(West Kalimantan)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kronologi Proses Penapisan KLHS

Proses penapisan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Provinsi Kalimantan Barat dilaksanakan sejak pertengahan bulan Mei tahun 2009, pada waktu Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Kabupaten Kubu Raya menyelenggarakan KLHS Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kubu Raya.

Di dalam beberapa pertemuan penapisan, terungkap beberapa masalah yang menjadi tantangan bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Masyarakatnya, antara lain degradasi ekosistem hutan, pertambangan tanpa izin, pengembangan kawasan pesisir, pengelolaan kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, kendala pembangunan kawasan perbatasan dan pengelolaan DAS Kapuas. Tata letak kawasan hulu sungai ini di bagian tengah pulau Kalimantan terkait dengan keberhasilan penyelamatan ekosistem hutan hujan tropis yang dirancang di dalam satu konsep bersama, yakni “The Hearts Of Borneo” (HOB) yang disepakati oleh tiga negara.

Sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat, merupakan satu dari tiga sungai terbesar yang membentuk kerangka pulau Kalimantan, sangat berperan di dalam keberlanjutan lingkungan hidup dan manusia serta mahluk hidup lain di dalam daerah aliran sungai ini. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perubahan yang berlangsung di berbagai bidang kehidupan masyarakat menimbulkan dampak terhadap pola pemanfaatan ruang dan tanah, yang pada tingkat selanjutnya mempengaruhi badan sungai Kapuas dan kualitas fisik-kimia air sungai.

Penurunan kualitas air sungai dan pendangkalan serta variabilitas volume aliran air sungai secara langsung mempengaruhi berbagai kegiatan pemanfaatan sungai, sejak hulu hingga muara. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk menyelenggarakan KLHS DAS Kapuas.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan adalah menyelenggarakan KLHS Daerah Aliran Sungai Kapuas secara berjenjang, sekaligus oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama Pemerintah Kabupaten/ Kota di dalam kawasan DAS, untuk menelaah implikasi kebijakan, rencana dan program pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam (tingkat provinsi) terhadap lingkungan fisik alami, hayati sosial dan ekonomi, dan sekaligus menelaah lebih spesifik wujud dampak tersebut dari perspektif Pemerintah Kabupaten/ Kota yang selanjutnya pada tahun anggaran berikutnya digunakan sebagai arahan perbaikan kebijakan, rencana dan program masing-masing kabupaten/kota.

Tujuan utama penyelenggaraan KLHS ini adalah:

(1) Tersajinya rekomendasi penyempurnaan rumusan kebijakan, rencana tata ruang dan rencana sektor-sektor pembangunan yang dapat digunakan untuk memperbaiki Draft Revisi RTRW Provinsi Kalimantan Barat dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Kalimantan Barat.

(2) Diperolehnya gambaran penurunan kualitas lingkungan DAS Kapuas, rekomendasi mitigasi dan alternatif pelaksanaan program oleh staf Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam Tim KLHS dan memperjelas dimensinya dari perspektif dan data kabupaten/ Kota. Pada waktunya materi ini digunakan sebagai arahan di dalam penyusunan KLHS RTRW dan/ atau RPJM masing-masing Kabupaten/Kota.

(3) Diintegrasikannya rekomendasi KLHS yang relevan oleh Dinas-Dinas Teknis Provinsi Kalimantan Barat yang terkait langsung dengan pengelolaan DAS Kapuas, sebagai bahan penyempurnaan Renstra SKPD.

(4) Terjalinnya interaksi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota bersama unsur pemangku lintas kepentingan (stakeholders) non pemerintah.

1.3. Cara Pelaksanaan

Pelaksanaan KLHS DAS Kapuas Provinsi Kalimantan Barat dilakukan melalui proses fasilitasi yang dilakukan oleh Konsultan KLHS Ditjen Bangda Kementerian Dalam Negeri kerjasama dengan ESP-2 Danida terhadap Tim KLHS Provinsi Kalimantan Barat. Fasilitasi ini dilaksanakan milai proses penguatan dan penyamaan persepsi tentang KLHS, pelaksanaan serangkaian FGD dan Workshop, seminar akhir sampai pada proses penyusunan dokumen KLHS DAS Kapuas yang dilaksanakan Oleh Tim KLHS Provinsi Kalimantan Barat. Secara sekematik cara pelaksanaan KLHS DAS Kapuas dapat digambar sebagai berikut:

Gambar 1.1.

Cara pelaksanaan KLHS DAS Kapuas

1.4. Lingkup Kegiatan

Penyelenggaran KLHS ini diupayakan memenuhi protokol KLHS yang umum, mencakup:

(1) Penapisan

(2) Seminar Awal untuk mendengar paparan garis besar kebijakan dan rencana pembangunan wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan melakukan pelingkupan dan pemusatan (scoping and focusing), yakni membahas dan mensepakati isu strategis KLHS DAS Kapuas (Tim KLHS bersama unsur masyarakat) dari perspektif Provinsi Kalimantan Barat.

(3) Pemantapan hasil pelingkupan dan pemusatan isu strategis.

(4) Pengumpulan data dan informasi melalui berbagai kegiatan, terutama desk studi dokumen-dokumen perencanaan, pengumpulan data instan-sional dan pembacaan peta tematik serta pembuatan peta kerja.

(5) Diskusi Tim KLHS untuk penyederhanaan dan pengolahan data mengacu ke materi kebijakan, rencana dan program Provinsi Kalimantan Barat serta isu strategis.

(6) Telaah individual sesuai pembagian tugas yang didampingi oleh tenaga ahli KLHS untuk menelaah konsistensi rumusan kebijakan dengan rumusan rencana serta rangkaian program, dan penerapan prinsip-prinsip KLHS ke dalam rumusan kebijakan, rencana dan program tersebut.

(7) Diskusi Tim KLHS untuk membahas hasil kerja individual.

(8) Diskusi Terbatas (FGD) Tim KLHS dengan ahli (expert) untuk membahas hasil telaah/ analisis dan mitigasi dampak negatif.

(9) Rangkaian Workshop sebagai media pembahasan hasil-hasil telaah dengan wakil stakeholders non pemerintah.

(10) Pertemuan dengan Pimpinan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk menjelaskan proses dan hasil KLHS sebagai bahan pengambilan keputusan (making decision), untuk memastikan pengintegrasian hasil KLHS ke dalam dokumen perencanaan pembangunan wilayah.

(11) Seminar Akhir KLHS, untuk menjelaskan kepada stakeholders non pemerintah tentang hasil KLHS dan tindaklanjutnya.

1.5. Metodologi 1.5.1. Opsi Muatan KLHS DAS Kapuas

Untuk memenuhi pasal 16 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, maka KLHS DAS Kapuas antara lain akan memuat:

(1) Perkiraan mengenai dampak pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam terhadap lingkungan hidup dan risiko lingkungan.

(2) Kinerja layanan jasa ekosistem DAS Kapuas dan

(3) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi masyarakat sekitar muara sungai Kapuas terhadap perubahan iklim.

1.5.2. Pendekatan identifikasi Pemangku Lintas Kegiatan

Ketentuan pada pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 menegaskan bahwa pelaksanaan KLHS menggunakan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif dimaksudkan disini adalah suatu proses yang melibatkan pemangku kepentingan termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan baik melalui dialog, diskusi, maupun konsultasi publik. Bentuk keterlibatan pemangku kepentingan tersebut berbeda-beda untuk setiap implementasi KLHS mulai dari sebagai sumber data, nara sumber, pelaksana, pengawas hingga sebagai pihak yang mendapatkan dampak baik positif maupun negatif dari penerapan KLHS. Juga sebagai pihak yang berhak mendapatkan informasi mengenai rencana atau kebijakan maupun hasil implementasi KLHS, sebagai prasyarat untuk melakukan kontrol atau pengawasan terhadap imlementasi hasil-hasil KLHS. Keterkaitan antara hak berpartisipasi dan hak mendapatkan informasi tentang kebijakan ini sudah sejalan dengan ketentuan yang diatur di dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Untuk memenuhi kebutuhan itu, sejak pelaksanaan pembinaan teknis (Bintek) Tim KLHS Provinsi Kalimantan Barat telah diupayakan melakukan “stakeholders mapping”.

Adapun langkah-langkah stakeholders analisis adalah dengan melakukan FGD sejak Bintek KLHS dan Workshop 1 KLHS DAS Kapuas Provinsi Kalimantan Barat. Indikator dan kriteria untuk identifikasi stakeholder adalah analisis peran, fungsi dan kewenangan dalam pengelolaan semua aktivitas yang terdapat dalam wilayah DAS Kapuas. Stakeholder mapping dilakukan pada semua institusi yang terlibat dalam pengelolaan DAS Kapuas baik pemerintah maupun non pemerintah.

1.5.3. Metode Pelingkupan dan Pemusatan Isu Strategis.

Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul di DAS Kapuas berkenaan dengan aktivitas yang telah ada di dalam wilayah DAS Kapuas, untuk selanjutnya diidentifikasi KRP yang relevan dengan pengelolaan DAS Kapuas. Berkat adanya pelingkupan ini pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

Pelingkupan merupakan tahapan sangat penting setelah penapisan dalam proses penyusunan KLHS DAS Kapuas. Tahapan ini sangat penting karena di tahap itulah dasar pemikiran dan lingkup kajian KLHS akan ditentukan. Kekeliruan dalam melingkup akan menyebabkan pelaksanaan KLHS menjadi tidak fokus, salah sasaran. Prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan yang dilakukannya menjadi kurang relevan dan kurang bermakna. Rekomendasi implikasi kebijakan yang dihasilkan berikutnya juga menjadi tidak tepat.

Untuk mencapai maksud tersebut pelingkupan dilakukan melalui berbagai metode. Dalam konteks KLHS DAS Kapuas, metode pelingkupan yang senantiasa digunakan adalah penyelenggaraan diskusi grup terfokus (focus grouop discussions), workshop atau lokakarya yang pesertanya terdiri dari berbagai kalangan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota serta tokoh-tokoh yang terkait atau berkepentingan dengan DAS Kapuas dan KRP yang akan ditelaah.

Alat bantu yang digunakan untuk melakukan proses pelingkupan isu-isu strategis KLHS DAS Kapuas Kalimantan Barat adalah menggunakan kombinasi matriks dengan bagan alir (analisis sebab akibat). Matrik digunakan untuk menunjukkan interaksi antara aktivitas dalam DAS Kapuas dengan komponen lingkungan hidup di lokasi kegiatan yang terkena dampak. Identifikasi interaksi tersebut diikuti dengan penyusunan bagan alir yang menunjukkan urutan kejadian dampak (analisis sebab akibat). Urutan ini akan menjadi bermanfaat pada saat mengidentifikasi KRP sektor dan sub sektor mana saja yang perlu mendapatkan perhatian dalam telaahan KLHS.

Matrik dikembangkan dari informasi yang diperoleh dari tahap mengenal rona lngkungan hidup dan mengenal aktivitas kegiatan dalam DAS Kapuas. Isu-isu strategis yang telah diidentifikasi ditampilkan dalam bentuk daftar atau tabel minimal dengan informasi tentang sumber dampak, penerima dampak serta deskripsi damak. Informasi pelengkap yang dapat ditambahkan pada daftar (tabel) isu-isu strategis adalah: waktu terjadinya dampak, data-data yang diperlukan untuk analisis, sumber data.

1.5.4. Metode Pengumpulan Data Instansional

Langkah selanjutnya setelah proses pelingkupan isu-isu strategis KLHS DAS Kapuas Kalimantan Barat selesai dilakukan adalah melakukan pengumpulan data instansional. Pengumpulan data ini dilakukan oleh tim KLHS DAS Kapuas melalui koodinasi dengan para pihak (dinas/instansi pemerintah dan non pemerintah) dengan cara mendatangi langsung para pihak atau melalui browsing internet.

1.5.5. Metode Analisis Implikasi Kebijakan dan Rencana Pembangunan

Metode analisis implikasi/ pengaruh kebijakan dilakukan dengan metode “analisis isi (conten analysys) tentang Provinsi Kalimantan Barat dan DAS Kapuas di dalam dokumen-dokumen RTRW Nasional dan RPJP Nasional, Rancangan Peraturan Presiden tentang RTR Pulau Kalimantan, RTRW Provinsi Kalimantan Barat dan RPJPD/ RPJMD Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu ditelaah juga dokumen-dokumen rencana sector, terutama Renstra Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, yakni Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian Perkebunan, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah dan Dinas Perhubungan. Metode analisis isi dapat mengungkapkan konsistensi keterkaitan antar rumusan kebijakan baik vertikal maupun horizontal.

Selain itu, dilakukan juga penelaahan prinsip-prinsip pengarusutamaan lingkungan hidup di dalam rumusan kebijakan, yakni : (a) prinsip keterkaitan, (b) prinsip keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan (c) prinsip keadilan. Hal itu digambarkan sebagai berikut:

KLHS harus diarahkan agar dapat dihasilkan KRP yang bercorak :

Hasil-hasil telaah rumusan kebijakan digunakan untuk menganalisis konsistensi kebijakan dengan rencana. Dalam konteks rencana tata ruang (dalam hal ini revisi RTRW Provinsi Kalimantan Barat, 2010), dibedakan materi: (a) materi rencana struktur ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan (b) materi rencana pola pemanfaatan ruang/ peruntukan ruang. Dapat dijelaskan bahwa materi rencana pola pemanfaatan ruang diparalelkankan dengan telaahan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan nomor 259 tahun 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat.

Telaahan pengelolaan DAS Kapuas juga dikaitkan dengan beberapa dokumen KRP penting lainnya seperti RPJM provinsi dan RPJM Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah DAS Kapuas serta Renstra Dinas terkait seperti Dinas PU, Dimas Kehutanan, Dinas ESDM, Dinas Perkebunan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian.

1.5.6. Metode Analisis Implikasi Program Pembangunan

Bersamaan dengan pelaksanaan KLHS DAS Kapuas, juga dilakukan kajian terhadap implikasi gagasan pembangunan jalan paralel perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak Malaysia. Analisis implikasi program pembangunan jalan paralel perbatasan dilakukan melalui metode dan pendekatan AMDAL, yaitu dengan menginventarisasi terlebih dahulu deskripsi kegiatan yang akan dilakukan dalam pembangunan jalan paralel. Dari deskripsi kegiatan akan teridentifikasi sejumlah dampak lingkungan yang akan terjadi (positip dan negatif) baik terhadap aspek lingkungan, sosial, ekonomi, kelembagaan dan hukum.

Hasil identifikasi dampak dari rencana pembangunan jalan paralel perbatasan tersebut, akan dianalisis langkah-langkah adapatasi dan atau mitigasi yang harus tertuang dalam KRP yang relevan guna mengeliminasi.

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN

1.1. Letak Geografis

Wilayah DAS Kapuas terletak 109o 2’ 49” BT dan 114o 12’ 10” BT dan antara 1o 20” 24” LS dan 1o 36’ 36” LU. Berdasarkan letak geografis yang spesifik, daerah inii iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi. Luas wilayah das Kapuas 10.190.000 ha.

Secara khusus Wilayah DAS Kapuas mempunyai perbatasan langsung dengan negara Malaysia Timur yaitu Negara Bagian Serawak. Perbatasan darat dengan negara Malaysia ini telah dihubungkan dengan jalan darat melalui Pontianak – Entikong – Kuching, sepanjang sekitar 400 km dengan daya tempuh sekitar tujuh jam perjalanan. Adapun kabupaten yang ada di dalam kawasan ini adalah :

Kabupaten Pontianak (4 Kecamatan), Landak (10 kecamatan), Bengkayang (6 Kecamatan), Kubu Raya (9 Kecamatan), Sanggau (15 Kecamatan), Sekadau (7 Kecamatan), Sintang (14 Kecatan), Kapuas Hulu (23 Kecamatan), Melawi (7 Kecamatan). Ketapang (4 Kecamatan), Kayong utara (3 Kecamatan) dan Kota Pontianak (6 Kecamatan). Untuk jelasnya dapat dilihat seperti pada gambar berikuT.

Gambar 2.1.

Peta sebaran Kabupaten yang masuk dalam wilayah kajian

Gambar 2.2.

Peta sebaran kecamatan dan Kabupaten dalam wilayah kajian

Untuk wilayah administrasi kecamatan yang tercakup dalam wilayah kajian dapat dilihat seperti pada tabel beikut ini.

Tabel 2. 1. Kecamatan dan Kabupaten yang Masuk dalam Wilayah Kajian

No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha)

1 Melawi Menukung 142.231,89

2 Ella Hilir 113.423,62

3 Sayan 109.218,72

4 Belimbing 154.347,1

5 Sokan 149.305,49

6 Tanah Pinoh 150.582,38

7 Nanga Pinoh 190.406,76

8 Pontianak Toho 1.947,77

9 Siantan 25.324,59

10 Sungai Kunyit 0,58781

11 Segedong 11.961,38

12 Sanggau Bonti 79.776,35

No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha)

13 Balai 35.212,75

14 Meliau 143.766,2

15 Sekayam 67.557,28

16 Kembayan 60.376,38

17 Mukok 52.562,35

18 Toba 105.583.24

19 Beduai 43.667,26

20 Jangkang 166.358,56

21 Parindu 7.5181,9

22 Noyan 54.882,68

23 Tayan Hulu 74.170,23

24 Sanggau Kapuas 137.533,01

25 Tayan Hilir 120.100,87

26 Entikong 63.953,61

27 Sekadau Sekadau Hulu 84.448,82

28 Belitang 18.1827,3

29 Nanga Taman 105.568,22

30 Nanga Mahap 71.443,66

31 Belitang Hulu 116.879,86

32 Swekadau Hilir 90.826,29

33 Belitang Hilir 75.866,66

34 Sintang Kelam Permai 7.0921,4

35 Ambalau 618.333,14

36 Ketungau Tengah 221.988,37

37 Binjai Hulu 39.561,56

38 Kayan Hilir 112.023,84

37 Sungai Tebelian 5.2779,3

38 Sintang Serawai 258.488,84

39 Ketungau Hilir 16.0882,5

40 Sintang 40.964,29

41 Sepauk 146.791,05

42 Kayan Hulu 177.535,12

43 Dedai 55.612,82

44 Tempunak 81.469,25

45 Ketungau Hulu 194.099,47

46 Bengkayang Suti Semarang 451,75

47 Capkala 0,587959

48 Siding 18.334,42

49 Teriak 1.251,75

No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha)

50 Sanggau Ledo 2,17923

51 Seluas 204,872

52 Kapuas Hulu Badau 73.498,25

53 Mandai 54.769,36

54 Embau 54.545,19

55 Semitau 76.132,14

56 Hulu Gurung 4.2200,5

57 Kedamin 646.073,55

58 Batang Lupar 150.810,81

59 Boyan Tanjung 74.720,38

60 Seberuang 51.215,47

61 Putussibau 350.491,49

62 Puring Kencana 2.4540,1

63 Selimbau 103.114,56

64 Bunut Hilir 82.452,57

65 Kalis 232.037,39

66 Silat Hulu 100.778,24

67 Embaloh Hilir 187.465,47

68 Empanang 37.567,21

6 Mentebah 78.135,63

70 Silat Hilir 89.804,06

71 Batu Datu 36.616,19

72 Suhaid 46.821,62

73 Bunut Hulu 159.386,64

74 Embalo Hulu 367.365,44

75 Kayong Utara Seponti 39.128,16

76 Simpang Hilir 25.175,89

77 Teluk Batang 16.841,25

78 Ketapang Simpang Dua 28.081,83

79 Simpang Hulu 215.215,83

80 Sungai Laur 1.152,71

81 Kota Pontianak Pontianak Timur 1.009,53

82 Pontianak Barat 3.430,44

83 Pontianak Selatan 3.065,67

84 Pontianak Utara 4.255,27

85 Kubu Raya Terentang 103554,6

86 Kubu 130265,84

87 Kuala Mandor A 32747,69

88 Kuala Mandor B 15012,45

No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha)

89 Sei Ambawang 105482,91

90 Batu Ampar 248019,01

91 Sei Kakap 70828,05

92 Sei Raya 132673,28

93 Teluk Pakedai 37188,74

94 Landak Menjalin 5388,45

95 Sebangki 67165,03

96 Meranti 32249,12

97 Pahauman 81516,62

98 Karangan 6095,65

99 Ngabang 192130,1

100 Air Deras 150797,91

101 Mandor 41349,94

102 Darit 68096,29

103 Kuala Behe 55728,9

Wilayah DAS Kapuas merupakan bagian dari wilayah administrasi Kalimantan Barat yang dalam konsep pembangunannya, mengikuti ketentuan dalam RPJPD Provinsi, Dengan demikian wilayah pengembangannya dibagi kedalam 4 (empat) Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi, dan WP Antar Negara. WP Tengah terdiri dari 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Landak. WP Pesisir terdiri dari 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Ketapang. Untuk WP Antar Negara mencukup 5 (lima) kabupaten yang meliputi Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas.

1.2. Topografi

Topografi wilayah DAS Kapuas terdiri dari dataran rendah (datar), bergelombang, berbukit-bukit, dan bergunung. Gunung yang paling tinggi adalah Gunung Baturaya di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang yang mempunyai ketinggian 2.278 meter dari permukaan laut , Gunung Lawit yang berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, Kecamatan Embaloh Hulu menempati tertinggi ketiga karena mempunyai tinggi 1.767 meter, sedangkan tertinggi kedua adalah Gunung Batusambung (Kecamatan Ambalau) dengan ketinggian mencapai 1.770 meter.

Kelerengan merupakan bagian dari persoalan topografi yang ada di DAS Kapuas, berdasarkan kelas lereng yang ada dapat dirinci sebagai berikut :

Tabel 2.2.

Sebaran Kelas Lereng Di DAS Kapuas

No Kelas Lereng Luas (Ha)

1 <2 % 1.687.456,40

2 2–8 % 1.903.281,06

3 8-15 % 10.356,69

4 15-25% 2.229.074,33

5 25-40% 389.326,19

6 40-60% 1.393.373,07

7 >60% 2.475.344,68

Visualisasi dari sebaran kelas lereng yang ada di dalam kawasan DAS Kapuas dapat dilihat seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3.

Peta Sebaran Kelas Lereng di Wilayah Kajian

1.3. Geologi

Data sebaran batuan di Wilayah DAS Kapuas menurut peta geologi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 2.4. Berdasarkan peta tersebut di wilayah kajian terddapat tidak kurang dari 72 jenis batuan, dan jenis batuan ini juga berpengaruh pada pembentukan tanah yang ada di sekitar wilayah kajian.

Gambar 2.4.

Batuan yang ada sekitar Wilayah DAS Kapuas

1.4. Tanah dan sistim lahan

Tanah yang ada di wilayah kajian kan sangat dipengaruhi oleh keadaan batuan, lereng dan faktor pembentuk tanah lainnya, untuk ini macam tanah yang terbentuk di wilayah kajian ini dapat diliht pada tabel berikut ini.

Berdasarkan data pada tabel di atas maka pada wilayah kajian ditemukan 15 macam tanah yang luasnya cukup bervariasi, pada kawasan ini ternyata juga ditemukan tanah gambut yang sebarannya cukup luas dan lebih banyak berada pada wilayah pesisir (Kabupaten Kubu raya). Untuk jelasnya visualisi sebaran jenis tanah ini dapat di lihat seperti pada gambar berikut ini.

Tabel 2.3

Sebaran Jenis tanah di wilayah kajian

No Jenis Tanah Luas (Ha)

1 Acrisol Oksik 4.680.830,07

2 Alluvial Gleik 815.042,48

3 Alluvial Humik 6.133,75

4 Feralsol Humik 279.099,60

5 Nitosol 20.481,80

6 Planosol 23.396,61

7 Podsolik Humik 260.464,11

8 Arenosol Aleik 161.753,44

9 Feralsol Oksik 461.613,88

10 Feralsol Regosol 29.878,63

11 Gleysol Distrik 43.483,14

12 Gleysol Distrik 338.437,93

13 Kambisol Distrik 1.947.457,47

14 Organosol Distrik 1.018.208,19

15 Podsolik Gleik 55.486,99

Berdasarkan data pada tabel di atas maka pada wilayah kajian ditemukan 15 macam tanah yang luasnya cukup bervariasi, pada kawasan ini ternyata juga ditemukan tanah gambut yang sebarannya cukup luas dan lebih banyak berada pada wilayah pesisir (Kabupaten Kubu raya). Untuk jelasnya visualisi sebaran jenis tanah ini dapat di lihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5

Sebaran Jenis Tanah di sekitar DAS kapuas

Selanjutnya kondisi geomorfologis wilayah DAS Kapuas dapat dibagi menjadi unit-unit sistem lahan (land system) yang menggambarkan kesamaan fisiografis, lereng, tanah dan sifat-sifat fisik lainnya (RePPProT, 1987). Dengan diketahuinya sistim lahan di kawasan ini maka akan lebih mudah untuk melihat kesesuaian pembangunan di berbagai sektor, mulai dari sektor perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, perhubungan dan transmigrasi.

Selain itu sisitim lahan akan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kawasan kubah gambut yang dalam hal ini sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan disuatu kawasan. Untuk lebih dapat diperolehnya visualisasi dari sebaran sistim lahan di dalam wilayah kajian ini dapat dilihat seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.4

Sebaran Sistim lahan di Wilayah kajian

No Nama Sungai Simbol Luas (Ha)

1 Sungai Mimpi SMI 42427,44

2 Keremui KRU 7138,83

3 Batu Ajan BTA 11036,57

4 Barong Tongkok BTK 16368,66

5 Suhaid SHD 366.809,21

6 Bentili BLI 111810,93

7 Beriwit BRW 402552,63

8 Bukit Pandan BPD 1561219,25

9 Gambut GBT 499852,61

10 Honja HJA 2049480,86

11 Liang Pran LPN 13044,02

12 Juloh JLH 41531,36

13 Kahayan KHY 627763,97

14 Kajapah KJP 231613,62

15 Klaru KLR 208233,85

16 Lawanguang LWW 1891775,21

17 Sungai Medang SMD 32846,39

18 Lohai LHI 54910,03

19 Maput MPT 775496,78

20 Mendawai MDW 911189,75

21 Mentalat MTL 29242,90

22 Pakalunai PLN 843342,18

23 Panreh PDH 952683,63

24 Puting PTG 46402,42

25 Rangankau RGK 431623,85

26 Sebangau SBG 93380,93

27 Sungai Sungai 7817,96

28 Tambera TBA 60060,68

29 Tandur TDR 21481,00

30 Telawi TWI 511260,07

31 Tewai Baru TWB 7198,27

32 Teweh TWH 1342157,93

33 Tidak ada data NODA 6781,51

Berdasarkan data pada tabel di atas sistim lahan honja, bukit pandan, lawanguwang dan teweh mendominasi kawasan ini, namun demikian kawasan ini berpotensi membentuk kawasan gambut terutama pada kawasan sistim lahan gambut dan mendawai. Untuk lebih jelasnya visualisasi dari sebaran sistim lahan di wilayah kajian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.6.

Peta sistim lahan di wilayah kajian

1.5. Iklim

Komponen-komponen iklim yang penting meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban relatif udara, radiasi lamanya penyinaran udara serta penguapan (evaporation dan transpiration). Kawasan DAS Kapuas yang berada di daerah khatulistiwa memiliki tipe iklim tropis yang sangat khas dan dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Klasifikasi Iklim menurut Schmit & Ferguson

Menurut klasifikasi Schmit & Ferguson (1952), kreteria bulan basah dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan bulanan lebih besar dari 100 mm, sedangkan bulan kering dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm. Melalui perbandingan bulan basah dan bulan kering (Q), berdasarkan klasifikasi tersebut, maka wilayah ini termasuk dalam tipe iklim A (0,000 < Q < 0,099) yaitu tipe iklim sangat basah, dengan nilai perbandingan bulan kering dan bulan basah Q (0,0408).

b. Klasifikasi Iklim menurut Koppen

Menurut Koppen (1900), vegetasi yang hidup secara alami dapat menggambarkan pula iklim tempat vegetasi itu tumbuh yang erat sekali hubungannya antara suhu dan kandungan uap air tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini wilayah DAS Kapuas termasuk pada zone iklim hujan tropis (Af), yang ditandai dengan bulan terkering > 60 mm serta tetap basah pada semua musim.

c. Klasifikasi Iklim menurut Oldeman (1980)

Menurut kriteria Oldeman et. al. (1980) wilayah ini beriklim basah, Klasifikasi ini berlandaskan pada bulan basah dan bulan kering. Bulan basah dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan bulanan

lebih besar dari 200 mm, sedangkan bulan kering dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan bulanan kurang dari 100 mm. Sebaran daerah iklim menurut Oldeman dapat dilihat pada peta berikut:

Gambaran iklim yang dilihat dari sebaran curah hujan untuk wilayah studi ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7.

Sebaran Curah Hujan Wilayah Kajian

Berdasarkan gambar sebaran curah hujan tersebut maka, kondisi curah hujan dalam satu tahun cenderung lebih rendah kearah barat atau wilayah pantai dibanding kewilayah timur atau wilayah hulu dari wilayah kajian. Selanjutnya faktor iklim lainnya adalah suhu, suhu rata-rata maksimum tercatat pada bulan Mei sebesar 33,4°C, sedangkan rata-rata minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 22,5°C dan kelembaban nisbi rata-rata per bulan berkisar antara 79-90%, sedangkan penyinaran matahari rata-rata per bulan berkisar antara 55-86%.

Kecepatan angin di wilayah ini di dekati dari beberapa stasiun, pada setiap bulannya bervariasi antara 10-15 knot/jam dengan arah angin ke arah barat pada bulan Februari – Juli dan ke arah Tenggara pada bulan Juli -Desember. Data suhu udara, curah hujan dan angin dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Data Suhu dan Kelembaban Nisbi di Kalimantan Barat

No Bulan Suhu Udara (oC) Kelembaba

n Nisbi (%)

Penyinaran

Matahari (%) Min Mak

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

23,4 23,1 23,3 23,3 23,6 23,1 22,9 22,5 22,9 23,1 23,3 23,1

31,9 32,4 32,8 32,7 33,4 33,2 31,6 33,3 32,1 32,6 32,0 31,6

88 85 86 87 85 82 87 79 86 86 90 90

55 66 57 63 73 86 54 89 55 63 60 56

Tabel 2.6

Arah dan Kecepatan Angin di Kalimantan Barat

No Bulan Kecepatan dan Arah Angin

Knot/Jam Arah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

15 12 12 15 15 12 12 10 15 12 15 12

N W W W W S W S E S S E

Tabel 2.7 Curah Hujan di Kalimantan Barat

No Bulan Bandar Udara Supadio Stasiun Siantan

CH (mm) HH (hr) CH (cm) HH (hr)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

367,0 203,9 243,4 322,2 258,4 220,1 192,8 202,2 214,5 321,6 313,7 276,6

18,8 13,0 13,8 20,0 17,0 13,3 20,9 11,2 15,0 20,7 21,1 20,2

309,9 159,8 149,1 247,4 273,9 229,3 176,7 199,8 337,4 322,0 309,2 331,7

22,6 15,3 16,2 21,5 17,5 15,7 15,3 12,1 19,0 22,8 23,9 23,7

Jumlah 3.136,4 205 3.052,2 225,6

Rata-Rata 261,4 17,1 254,4 18,8

1.6. Pola Pengaliran Sungai

Sungai merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi Wilayah DAS Kapuas karena merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat terutama untuk sarana transportasi, sumber air bersih, sumber irigasi pertanian dan juga tempat pembuangan limbah.

Mengingat air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, maka pengelolaan dan keberadaan hutan pada suatu daerah akan dapat menjamin ketersediaan sumber air baik bagi kebutuhan pemukiman penduduk sekitarnya sebagai konsumsi air minum, kebutuhan pertanian dan terutama untuk konsumsi bagi keperluan rumah tangga dan kebutuhan lainnya.

Mengacu pada definisi DAS sesuai UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka pembagian wilayah DAS di Prop. Kalbar adalah sebagai berikut:

1. Wilayah DAS di Prop. Kalbar terbagi menjadi 27 SWP DAS

2. Wilayah DAS dibagi berdasarkan sungai yang mengalir ke laut

3. Pembagian wilayah DAS menggunakan data SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) resolusi 90 meter sebagai data topografi, serta Peta Sungai skala 1: 250.000 dan Peta Sungai Skala 1:50.000 sebagai acuan pemberian nama DAS

Untuk jelasnya pembagian wilayah DAS di Kalimantan Barat dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.8.

Sebaran DAS di Kalimantan Barat

No Kelas Lereng Luas (ha)

1 Air Hitam Kecil 84,902.64 2 Kapuas 10,145,267.77 3 Sambas 788,762.77 4 Simbar 40,696.02 5 Air Hitam Besar 166,668.67 6 Begunjai 7,872.82 7 Duri 54,595.15 8 Kendawangan 300,678.83 9 Kuala 20,184.51 10 Melinsun 14,931.23 11 Mempawah 196,185.03 12 Paloh 84,871.13 13 Pawan 1,186,758.50 14 Pesaguan 207,992.95 15 Pulau Maya 100,284.56 16 Raya 37,330.38 17 Satong 14,383.20 18 Sebangkau 88,543.34 19 Selakau 124,608.31 20 Siduk 20,227.22 21 Simpang 282,922.80 22 Tengar 64,544.15 23 Tolak 52,268.55 24 Pangkalan Dua 20,210.81 25 Peniti 33,112.26 26 Purun Besar 11,143.70 27 Pulau-pulau 37,462.41

Total Luas 14,187,409.68

Besarnya debit aliran air yang keluar dari suatu sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, tipe penutupan lahan, kondis topografi, jenis tanah, formasi geologi, ukuran dari Sub DAS serta aktivitas manusia. Dari pengamatan debit sesaat sungai utama di Kalimantan Barat menunjukkan tingkat laju kecepatan aliran yang cukup bervariasi sesuai dengan kondisi DAS atau Sub DAS.

1.7. Keadaan Sosial Ekonomi

Kegiatan sosial dan ekonomi di sekitar DAS Kapuas dapat dilihat dari berbagai indikator diantaranya angka harapan hidup, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, penduduk miskin, Indek Pembangunan Manusia (IPM), untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut :

Tabel 2.9.

Kondisi sosial ekonomi Kabupaten yang berada di sekitar DAS Kapuas

Kabupaten /Kota

Angka Harap

an Hidup (Th)

Angka Melek Huruf (%)

Rata-Rata Lama

Sekolah (Th)

Pengeluaran Perkapita

(x 1000 Rp)

Penduduk

Miskin IPM

Kalbar 66,30 89,40 6,70 624,74 11,07 68,17

Bengkayang 68,57 88,68 6,03 599,30 9,41 66,81

Landak 64,98 91,45 6,86 608,21 18,65 66,74

Pontianak 67,12 89,40 6,48 617,52 7,03 67,90

Sanggau 67,99 89,92 6,40 609,95 6,25 67,86

Ketapang 67,02 88,87 6,22 608,43 15,21 66,84

Sintang 67,91 90,14 6,58 602,01 13,61 67,44

Kapuas Hulu 66,39 92,55 7,10 627,31 11,44 69,41

Sekadau 67,27 88,98 6,06 598,62 7,66 66,13

Melawi 67,63 92,32 7,20 598,62 14,80 67,91

Kayong Utara 65,33 88,20 5,60 600,67 14,50 64,69

Kubu Raya 66,17 85,83 6,16 617,00 - 66,31

Kota Pontianak

66,86 93,59 9,11 636,18 9,26 72,08

Kota Singkawang

66,95 89,62 7,30 611,76 7,89 68,02

Gambar 2.8.

Pertumbuhan ekonomi kabupaten/Kota

1.8. Kependudukan

Jumlah penduduk Kalimantan Barat pada tahun 2008 adalah 4.249.117 jiwa, laju pertumbuhan penduduk Kalimantan Barat pada tahun 2006-2007 adalah 1,46 % dan pada kurun waktu 2007-2008 menjadi 1,69 %. Penyebaran jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008 disajikan dalam Tabel 2.10.

Tabel 2.10.

Penyebaran Jumlah Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (jiwa)

1 Bengkayang 205.675 2 Kapuas Hulu 218.804 3 Kayong Utara 91.168 4 Ketapang 408.549 5 Kota Pontianak 521.569 6 Singkawang 175.198 7 Kubu Raya 493.213 8 Landak 324.976 9 Melawi 168.309 10 Pontianak 218.483 11 Sambas 491.077 12 Sanggau 388.909 13 Sekadau 178.129 14 Sintang 365.058

Jumlah Total 4.249.117

BAB III

PELINGKUPAN DAN PEMUSATAN ISU STRATEGIS

3.1. Sasaran Penyelenggaraan

Sesuai dengan konsep dasar dan tujuan pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis maka perlu dirumuskan sasaran penyelenggaraan KLHS terhadap pengelolaan DAS Kapuas di Kalimantan Barat, yakni:

(1) Diperolehnya pemahaman tentang dampak besar dan penting serta kebijakan yang strategis yang ada dalam pengelolaan wilayah DAS kapuas terhadap lingkungan hidup

(2) Tersusunnya hasil prakiraan dan evaluasi pengaruh rumusan kebijakan, rencana ataupun program (KRP) yang sejalan dengan Revisi RTRWP Kalimantan Barat terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan hidup.

(3) Terintegrasinya tujuan pembangunan berkelanjutan ke dalam KRP dan revisi RTRWP Kalimantan Barat, atas dasar asas/prinsip keterkaitan, asas keseimbangan dan asas keadilan.

3.2. Isu Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan dan lingkungan Hidup

Berdasarkan telaahan tentang sasaran pelaksanaan KLHS, Kerangka fikir KLHS, profil Provinsi Kalimantan Barat, Telaahan RTRWP dan revisi RTRWP Provinsi Kalimantan Barat, Telaahan yuridis, fisik, sosial, histori , mitigasi bencana diperoleh gambaran global bahwa untuk kawasan DAS kapuas telah terjadi perubahan baik dilihat dari faktor edapis, klimatis sosial maupun budaya hal ini sejalan dengan isue global berupa peningkatan suhu bumi dan perubahan iklim yang terjadi hampir diseluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Kalimantan Barat, Kawasan hutan akan banyak yang terdegradasi dengan adanya rencana perubahan fungsi maupun peruntukan, tidak hanya terjadi degradasi lahan tetapi ancaman berupa penurunan daya dukung lingkungan akan tetap menjadi utama pada saat penutupan lahan terdegradasi. Kondisi ini semua terkait dengan aktivitas dan kebijakan pembangunan yang menimbulkan resiko lingkungan hidup.

Pada takaran wilayah DAS Kapuas dari hasil workshop diperoleh beberapa masukan yang terkait dengan isue kebijakan pembangunan dan lingkungan hisup seperti berikut ini.

Tabel 3.1.

Isu-Isu Kebijakan, Rencana dan Program Pembangunan Berkelanjutan

yang Strategis Terkait Dengan Pengelolaan DAS Kapuas

No Isu-Isu strategis

KRP Data Yang Diperlukan

Instandi penyedia data

Metode yang digunakan

1.1

Revisi RTRWP : -Revisi Pola ruang -Revisi struktur ruang

-Revisi pola dan struktur ruang

-Jenis tanah -Curah Hujan -Kelerengan - Peta kawasan hu tan Dan Perairan kalbar - Perubahan Fung si Kawasan - Perubahan Perun tukan kawasan - Skoring Revisi RTRWK - Peta DAS - struktur ruang

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Kehutanan -PU

-Partisipatif -Overlay -Desk study

No Isu-Isu strategis

KRP Data Yang Diperlukan

Instandi penyedia data

Metode yang digunakan

2.2

Pembangunan Perke bunan : -Perijinan -Aktivitas lapangan, - Koordinasi antar

Ka bupaten -Koordinasi antar

sek tor, kecamatan dan desa

- Pengendalian

-Peta Kawasan hu tan dan Perairan kalbar -Ijin Perkebunan, ilok, HGU, IUP -Peta sebaran ilok, HGU, IUP Perke bunan (sawit , Karet dll)

-Ijin Pertambangan -Sebaran Pemukiman

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Perhubungan -Prtambangan -Kehutanan

-Partisipatif -Overlay -Desk study -Komparatip

3.3

Pembangunan Pertambangan : -Perijinan -Aktivitas lapangan, - Koordinasi antar

Ka bupaten -Koordinasi antar

sek tor, kecamatan dan desa

- Pengendalian

-Peta Kawasan hu tan dan Perairan kalbar -Ijin Perkebunan, ilok, HGU, IUP -Peta sebaran ilok, HGU, IUP Perke bunan (sawit , Karet dll)

-Ijin Pertambangan -Sebaran Pemukiman

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Perhubungan -Prtambangan -Kehutanan

-Partisipatif -Overlay -Desk study -Komparatip

4.4

Pembangunan Perhu bungan -Perijinan -Aktivitas lapangan, - Koordinasi antar

Ka bupaten -Koordinasi antar

sek tor, kecamatan dan desa

- Pengendalian

-Peta Kawasan hu tan dan Perairan kalbar -Ijin Perkebunan, ilok, HGU, IUP -Peta sebaran ilok, HGU, IUP Perke bunan (sawit , Karet dll)

-Ijin Pertambangan -Sebaran Pemuki man

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Perhubungan -Pertambangan -Kehutanan

-Partisipatif -Overlay -Desk study -Komparatip

5.Pembangunan Perta nian dan transmigrasi -Perijinan -Aktivitas lapangan, - Koordinasi antar

Ka bupaten -Koordinasi antar

sek tor, kecamatan dan desa

- Pengendalian

-Peta Kawasan hu tan dan Perairan kalbar -Ijin Perkebunan, ilok, HGU, IUP -Peta sebaran ilok, HGU, IUP Perke bunan (sawit , Karet dll)

-Ijin Pertambangan -Sebaran Pemuki man

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Perhubungan -Pertambangan -Kehutanan

-Partisipatif -Overlay -Desk study -Komparatip

6.6

Pembangunan kota /Pemukimen di seki tar DAS Kapuas

-Peta Kawasan hu tan dan Perairan kalbar -Ijin Perkebunan, ilok, HGU, IUP -Peta sebaran ilok, HGU, IUP Perke

-Bappeda -BPN -BLHD -Perkebunan -Perhubungan -Pertambangan -Kehutanan

-Partisipatif -Overlay -Desk study -Komparatip

No Isu-Isu strategis

KRP Data Yang Diperlukan

Instandi penyedia data

Metode yang digunakan

bunan (sawit , Karet dll)

-Ijin Pertambangan -Sebaran Pemuki man

3.3. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Kalbar

Berdasarkan RPJPD Provinsi Kalimantan Barat, Visi pembangunan daerah Kalbar tahun 2008-2028 mengarah pada pencapaian tujuan nasional di daerah, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bila visi telah terumuskan, maka juga perlu dinyatakan secara tegas misi,yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut. Misi ini dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang daerah.

Berdasarkan kondisi Kalimantan Barat saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh daerah dan amanat pembangunan yang tercantum dalam RPJP Nasional, maka visi pembangunan daerah Tahun 2008–2028 adalah: KALIMANTAN BARAT BERSATU DAN MAJU.

Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut ditempuh melalui 9 (sembilan) misi pembangunan daerah sebagai berikut:

1. Mewujudkan Budaya Politik yang Demokratis dan Toleran

2. Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan

3. Mewujudkan Supremasi Hukum dan prinsip-prinsip Good Governance

4. Mewujudkan masyarakat yang Aman, Damai dan Bersatu adalah

5. Mewujudkan infrastruktur yang memadai

6. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berkeseimbangan

7. Mewujudkan perekonomian yang maju

8. Mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan inovatif

9. Mewujudkan masyarakat yang Religius, Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, dan Beradab.

3.4. Kerangka Pikir Penyusunan KLHS DAS Kapuas

Dalam penyusunan KLHS DAS Kapuas, keranka pikir yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian implikasi untuk merumuskan mitigasi dan atau alternatif program pembangunan pada wilayah DAS Kapuas di Provinsi Kalimantan Barat menggunakan kerangka pikir seperti tersaji pada Gambar 3.1. berikut ini.

Gambar 3.1.

Kerangka Pikir Penyusunan KLHS DAS Kapuas

3.5. Isu Strategis, Wilayah Kajian, dan Kerangka Waktu KLHS

Berdasarkan hasil proses KLHS melalui workshop dan FGD terhadap kebijakan dan dampak yang dapat terjadi di wilayah DAS Kapuas di peroleh isu strategis yang akan dikaji di dalam studi ini adalah:

Tabel 3. 2.

Issu-isu Strategis Terkait Dampak pada DAS Kapuas

Kelompok Isu-isu strategis Isu-isu strategis Diskripsi isu

Lingkungan 1. Pendangkalan Di Sekitar Muara

Erosi pada lahan dan kawasan sepadan sungai Di DAS Kapuas menim bulkan penggeru san pada lapisan tanah permukaan, sehingga material terbawa arus dan terakumulasi pada muara-muara sungai yang ada di DAS Kapuas

lingkungan 2. Banjir dan erosi

Kkerusakan lingkungan seperti kurangnya konser vasi lahan dan ba nyaknya lahan yg terbuka Di sekitar DAS Kapuas, pe nyebab utama me nurunnya daya du kung lingkungan seperti kemampuan menahan run off sehingga menim bulkan debit permukaan yang sangat besar dan tidak ter tampung pada DAS

lingkungan 3. Perubahan Musim tanam

Kerusakan Penutupan lahan memberikan dampak Perubahan iklim global dan mempenga ruhi ketidakpastian musim hujan di wila yah DAS Kapuas, curah hujan yang merupakan factor utama penentu po la tanam dalam sis tim tadah hujan yg dipakai oleh petani di sekitar DAS ka puas menjadi tidak berkepastian, sehingga megancan

Kelompok Isu-isu strategis Isu-isu strategis Diskripsi isu

ketahanan pangan masyarakat sekitar DAS Kapuas

sosek 4. Peningkatan kegiatan Pertambangan tanpa ijin (peti)

Adanya keinginan Pemerintah untuk merevisi RTRWP baik pada struktur ruang maupun pola ruang membuka akses bagi seluruh la pisan masyarakat untuk beraktivitas di sekitar DAS Kapuas , dengan adanya sumberdaya alam yang ada dalam bentuk tambang di sekitar DAS Kapuas pembukaan akses akan meningkatkan kegiatan per tambangan (peti)

lingkungan 5. Perubahan alur pelayaran

SDA (poin 1)

Sosek dan budaya

6. Penurunan kualitas air Sungai Kapuas

Sungai kapuas merupakan induk dalampola/ sistim sungai di dalam DAS Kapuas, dikawasan ini berlangsung berbagai aktivitas baik di kawasan hulu DAS Kapuas maupun Hilir, kegiatan tersebut di dominasi oleh pembukaan lahan oleh illegal logging, perkebunan, pertambangan atau kegiatan rumah tangga, kondisi ini menimbulkan peningkatan terhadap sedimentasi, kekeruhan air, biologi berbahaya yang ada pada perairan, bahan beracun dan lain-lain di perairan DAS Kapuas

ekonomi 7. Penurunan potensi perikanan tangkap

Pembukaan penutupan lahan dan konversi lahan akan berpotensi pada penurunan kualitas biota ikan di daerah DAS Kapuas, aktivitas ini akan mempengaruhi ketersedian air di kawasan DAS menjadi sangat ektrim, dimana pada musim penghujan volume menjadi sangat besar, sedangkan pada musim kemarau sangat kecil, kondisi inilaj yang kurang menguntungkan terhadap biota ikan di DAS Kapuas

Lingkungan dan budaya

8. Konflik Social

Adanya aktivitas perkebunan, kehutanan, pertambangan di sekitar DAS Kapuas dapat memicu terjadinya konflik social terutama terkait dengan sistim kemitraan, konversi/penggantian lahan masyarakat, UMR dll

Lingkungan dan budaya

9. pergeseran nilai-nilai Budaya/Dekandensi moral

Adanya keinginan Pemerintah untuk merevisi RTRWP baik pada struktur ruang maupun pola ruang membuka akses bagi seluruh la pisan masyarakat untuk beraktivitas di sekitar DAS Kapuas , dengan adanya pembukaan akses ini maka akan terjadi pemasukan nilai-nilai baru di kawasan ini , arus masuk nilai-nilai baru tersebut menjadi tidak terbendung dan ada yang berimplikasi negatip sehingga menggeser kearifan local yang ada.

ekonomi 10. Degradasi lahan perta

nian pangan

Kegiatan perijinan perkebunan di sekitar DAS Kapuas semakin ba nyak dan di tambah dengan orien tasi masyarakat kearah financial yang sangat besar maka ada ke cenderungan masyarakat untuk

Kelompok Isu-isu strategis Isu-isu strategis Diskripsi isu

mengkonversi lahan pertaniannya kemenajdi lahan perkebunan se hingga memicu terjadinya degradasi lahan pertanian tanaman pangan

lingkungan 11. Degradasi lahan & kua litas tanah

Dengan adanya aktivitas di sekitar das Kapuas seperti pembukaan lahan, pertambangan, perkebunan kehutanan yang menggunakan bahan-bahan penyebab pence maran tanah seperti pestisida menyebabkan turunnya kualitas tanah dandegradasi hutan

lingkungan 12. Berkurangnya potensi air tanah

Dengan berkurangnya tutpan lahan maka penyerapan air tanah secara vertical menjadi berkuran sehingga potensi air tanah menjadi berku rang, hal ini semakin terjadi perce patan karena 1. Belum adanya penetapan dae rah

resapan 2. Berkurangnya wilayah konser vasi

gambut. lingkungan 13. Deforestasi/Degrad

asi hutan

Adanya berbagai kebijakan seperti perijinan dan perubahan Pola ruang serta aktivitas masyarakat, perkebunan, pertambangan dan lain-lain mendorong terjadinya deforestasi

lingkungan 14. Intrusi air asin/laut

Adanya issue perubahan iklim dan berkurangnya penutupan lahan mendorong masuknya air laut kewilayah yang lebih jauh di dalam kawasan DAS Kapuas, terutama terjadi pada saat musim kemarau

lingkungan 15. Penurunan volune dan permukaan tanah /gam but

Pemberian perijinan di kawasan gambut mendorong pembukaan kawasan gambut, dan ini me nyebabkan terjadinya peman patan tanah gambut yang luar biasa sehingga terjadi penurunan ke tinggian permukaan tanah gambut dan volume persatuan luas sehingga akan berpengaruh pada kemampuan smpan air dari tanah gambut terlebih di wilayah kubah gambut

Lingkungan dan kelembagaan

16. Tumpang tindih peman faatan-peruntukan lahan

Koordinasi yang kurang antar sector menyebabkan seleksi pem berian perijinan untuk berbagai kepentingan menjadi permasala han di lapangan baik secara yuridis maupun fisik /eksisting di lapangan, hal ini dapat terjadi pada pemukiman dan lahan usaha masyarakat, kehutanan, pertam bangan perkebunan dan pertanian serta perhubungan.

Lingkungan 17. Kekeringan dan keba karan lahan

Perubahan penutupan lahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini, dan ditambah dengan adanya perubahan iklim secara global , mengakibatkan peningkatan terhadap kekeringan dan kebakaran hutan

Tabel 3. 3.

Lingkup Wilayah kajian dan Waktu Kajian dari Isu Strategis

Kelompok Isu-isu

strategis

Isue-isue strategis

Data Yang diperlukan

Sumber data

Prakiraan waktu

berlangsungnya

dampak

Batas wilayah terkena dampak

Lingkungan 1. Pendangka lan Di Sekitar Muara

Data fluktuasi kedalaman muara sungai di das dan Sub das

BP DAS kapu as, ADPEL PTK

20 tahun Peta 1

lingkungan 2. Banjir dan erosi Data peristiwa banjir dan erosi

BPDAS, BLHD

20 tahun Peta 2

lingkungan 3. Perubahan Musim tanam

Data kegiatan awal tanam dalam 5 tahun terakhir

Dinas pertanian

20 tahun

sosek 4. Peningkatan kegiatan Per tambangan tanpa ijin (peti)

Data pertambangan dan peti

Dinas pertam bangan, Biro ekbang

20 tahun Peta 3

lingkungan 5. Perubahan alur pelaya ran

Data alur pelayaran

ADPEL Pontianak

15 tahun Peta 4

Sosek dan budaya

6. Penurunan kualitas air Sungai Kapuas

Data kualitas air dalam lima tahun terakhir

BLHD, PDAM, BP DAS

20 tahun Peta 5

ekonomi 7. Penurunan potensi perikanan tangkap

Data hasil perikanan tangkap

Dinas perikanan kabupaten dan prov

15 tahun Peta 6

Lingkungan dan budaya

8. Konflik Social

Data sebaran desa kalbar, pemukiman kalbar

BPS 15 tahun

Lingkungan dan budaya

9. pergeseran nilai-nilai Budaya/Dekandensi moral

Data situs budaya, persepsi masyarakat terhadap nilai-nilai baru

Dinas pariwisata, desk studi, studi lapang

20 tahun

ekonomi 10. Degradasi lahan pertanian pangan

Data lahan perta nian

Dinas pertanian

15 tahun Peta 7

lingkungan 11. Degradasi lahan dan kualitas tanah

Data sebaran lahan pertanian

Dinas pertanian

15 tahun

lingkungan 12. Berkurangnya potensi air tanah

Data Penutupan lahan

Kehutanan 20 tahun

Kelompok Isu-isu

strategis

Isue-isue strategis

Data Yang diperlukan

Sumber data

Prakiraan waktu

berlangsungnya

dampak

Batas wilayah terkena dampak

lingkungan 13. Deforestasi /Degradasi hutan

Data kawasan hutan dan penu tupan lahan

Kehutanan 20 tahun Peta 8

lingkungan 14. Intrusi air asin/laut

Data intrusi air laut

PDAM 20 tahun Peta 9

lingkungan 15. Penurunan volune dan permukaan tanah/gam but

Data tanah, pem bukaan lahan gam but untuk kebun dan perijinan perkebun an di lahan gambut

BLHD, 20 tahun

Lingkungan dan kelembagaan

16. Tumpang tindih peman faatan-perun tukan lahan

Data perijinan perkebunan, pertambangan , kawasan hutan

Perkebunan, kehutanan, pertambangan, PU

15 tahun Peta 10

Lingkungan 17. Kekeringan dan kebakar an lahan

Data bencana alam kekeringan, hotspot, dan kebakaran hutan/lahan

BLHD 20 tahun Peta 11

BAB IV

TINJAUAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1.1. Pengantar

Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkelanjutan mulai dari tahap pengumpulan data, penyusunan rencana, hingga tahap evaluasi dan monitoring. Proses perencanaan merupakan kegiatan yang tidak pernah selesai, karena selalu memerlukan peninjauan ulang atau pengkajian guna memberikan umpan balik dalam proses evaluasi Dalam undang-undang yang mengatur tentang perencanaan pembangunan nasional yaitu UU No. 25 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Perencanaan ditujukan untuk waktu yang akan datang sehingga harus dapat memperkirakan kondisi yang akan terjadi pada masa depan dan harus mampu menelaah situasi yang cukup tepat sebagai indikator utama. Selain dihadapkan pada hal-hal yang harus diramalkan, perencanaan juga dihadapkan pada pemilihan tindakan yang diperhitungkan mempunyai hasil yang optimal. Hal ini yang mendasari bahwa analisis data dasar dan informasi lainnya penting untuk dilakukan sehingga tujuan perencanaan dapat tercapai. Analisis data juga berguna untuk mengetahui dan menilai potensi dari masalah yang dihadapi, sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.

Dalam perkembangannya, kegiatan perencanaan banyak digunakan diberbagai bidang yang ditandai dengan munculnya berbagai istilah dari sektor-sektor yang melakukan perencanaan seperti: economic planning, social planning, environmental planning, city planning, regional planning, dan istilah lainnya. Dalam konteks Indonesia, dua proses perencanaan utama yang telah dilegalkan melalui payung hukum adalah perencanaan pembangunan (development planning) yang telah diformulasikan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No. 25 Tahun 2004) dan perencanaan keruangan (spatial planning) tentang Sistem Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007).

Perencanaan pembangunan merupakan suatu kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh seluruh elemen untuk menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan, merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan, menyusun konsep strategi untuk pemecahan masalah, dan melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki, sehingga pada akhirnya harapan untuk kesejahteraan masyarakat dapat terwujudkan.

Perencanaan pembangunan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang menyebutkan bahwa SPPN adalah kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana–rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat ditingkat pusat dan daerah.

Undang–undang tersebut menyebutkan bahwa SPPN ditujukan untuk:

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi; baik antar daerah, ruang, waktu, dan fungsi pemerintah pusat maupun daerah

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan

Proses perencanaan dilakukan melalui pendekatan politik terkait dalam pemilihan presiden atau kepala daerah yang dikenal dengan rencana pembangunan hasil proses politik, dapat dicontohkan dari penjabaran visi dan misi dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) atau RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Selain dilaksanakan secara politik, proses teknokratik dilakukan juga dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang bertugas dalam hal tersebut. Aspek partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders melalui wahana-wahana yang telah disiapkan seperti halnya Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Dari sisi jenjang pemerintahan proses perencanaan ini dikenal sebagai proses top-down dan bottom-up yang dilakukan secara seimbang.

Mengacu pada SPPN, rencana pembangunan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Pembangunan Tahunan. RPJP adalah produk perencanaan yang dijadikan sebagai rujukan produk perencanaan di bawahnya dan dibuat berdasarkan referensi waktu selama 25 tahun. RPJP terdiri dari rencana pembangunan jangka panjang di tingkat nasional dan di tingkat daerah. Selain dibagi dalam skala waktu, proses perencanaan juga dibagi dalam tingkat pemerintahan dengan struktur berjenjang. RPJP Nasional (RPJPN) merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional.

RPJP Daerah (RPJPD) memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP nasional, diwujudkan dalam visi dan misi jangka panjang dan mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat beserta strategi untuk mencapainya. Visi merupakan penjabaran cita-cita kita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Visi kemudian perlu dinyatakan secara tegas ke dalam misi, yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut, yang dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang. Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka panjang adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga tinggi negara, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik.

RPJM atau rencana lima tahunan terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJM sering disebut sebagai agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda pemerintah yang berkuasa.

Agenda pembangunan lima tahunan memuat program-program, kebijakan, dan pengaturan yang diperlukan. Selain itu, secara sektoral terdapat pula Rencana Strategis (RenStra) di masing-masing kementerian/departemen serta SOPD di daerah yang merupakan gambaran RPJM berdasarkan sektor atau bidang pembangunan yang ditangani.

RPJM nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP nasional. RPJM nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan, dan lintas kewilayahan; serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal. Rencana kerja yang dibuat berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM nasional, memuat arah kebijakan keruangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Renstra kementerian dan lembaga memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman kepada RPJM daerah dan bersifat indikatif.

Rencana pembangunan tahunan disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program kementrian/lembaga, lintas kementrian/lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan tetapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas, dan lain lain. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat, ketersediaan sumber daya dan visi/arah pembangunan. Jadi perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, dan output.

Berbagai perencanaan yang dikemukakan di atas, akan diimplementasikan dalam suatu ruang wilayah. Oleh karena itu perencanaan ruang wilayah menjadi bagian penting dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Perencanaan keruangan adalah perencanaan wilayah yang berbasis ruang atau spasial. Dalam konteks pembangunan nasional perencanaan keruangan yang dimaksud adalah perencanaan yang mengatur mengenai penggunaan ruang pada tingkat nasional, pulau, propinsi, kabupaten/kota, kawasan, kecamatan maupun tingkat yang lainnya.

Pembahasan mengenai perencanaan keruangan tidak terlepas dari pembahasan mengenai penataan ruang sehingga secara lebih khusus dalam pembahasan ini mengacu kepada UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Kegiatan penataan ruang dilaksanakan dari tingkat mikro hingga makro, namun masih banyak hal yang menunjukkan adanya tumpang tindih mengenai penggunaan ruang yang ada. Beberapa hal yang dapat melukiskan kondisi penataan ruang saat ini adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan pemerintah yang tidak sepenuhnya berorientasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak terlibat langsung dalam pembangunan.

b. Tidak terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses penataan ruang (gap feeling) yang menganggap masyarakat sekedar obyek pembangunan.

c. Rendahnya upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang akuntabilitas dari program penataan ruang.

d. Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama, akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan dimana pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat, namun masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan proses tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa semua proses keputusan yang diambil haruslah melibatkan masyarakat.

e. Tidak optimalnya kemitraan atau sinergi antara swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.

f. Persoalan yang dihadapi dalam perencanan partisipatif saat ini antara lain panjangnya proses pengambilan keputusan. Jarak antara penyampaian aspirasi hingga jadi keputusan relatif jauh. UU 32/2004 (UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000) tentang otonomi daerah telah menggeser pemahaman dan pengertian banyak pihak tentang usaha pemanfaatan sumber daya alam, terutama aset yang selama ini diangap untuk kepentingan pemerintahan pusat dengan segala perizinan dan aturan yang menimbulkan perubahan kewenangan. Perubahan sebagai tanggapan dari ketidakadilan selama ini, seperti perubahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak diikuti oleh aturan yang memadai serta tidak diikuti oleh batasan yang jelas dalam menjaga keseimbangan fungsi regional atau nasional. Meskipun di dalam UU tersebut desa juga dinyatakan sebagai daerah otonom, namun tidak memiliki kewenangan yang jelas. Dengan kata lain, sebagian besar kebijakan publik, paling rendah masih diputuskan di tingkat kabupaten. Padahal mungkin masalah yang diputuskan sesunggguhnya cukup diselesaikan di tingkat lokal atau desa. Jauhnya rentang pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, yang pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan publik yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

1.2. RPJP Nasional dan RTRW Nasional

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional. Dengan demikian, dokumen ini lebih bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan tahunannya.

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan

masyarakat Internasional. Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Nasional I Tahun 2005-2009, RPJM Nasional II Tahun 2010-2014, RPJM Nasional III Tahun 2015-2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020-2024.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun RKP dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya, yaitu pada tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025. Namun demikian, Presiden terpilih periode berikutnya tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahannya yaitu tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025, melalui mekanisme perubahan APBN (APBN-P) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan adanya kewenangan untuk menyusun RKP dan RAPBN sebagaimana dimaksud di atas, maka jangka waktu keseluruhan RPJPN adalah 2005-2025.

Kurun waktu RPJP Daerah sesuai dengan kurun waktu RPJP Nasional. Sedangkan periodisasi RPJM Daerah tidak dapat mengikuti periodisasi RPJM Nasional dikarenakan pemilihan Kepala Daerah tidak dilaksanakan secara bersamaan waktunya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005. Di samping itu, Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dilantik menetapkan RPJM Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang RPJP Nasional Tahun 2005-2025 adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

Rencana pembangunan jangka panjang nasional diwujudkan dalam visi, misi dan arah pembangunan nasional yang mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia serta strategi untuk mencapainya. Visi merupakan penjabaran cita-cita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan. Bila visi telah terumuskan, maka juga perlu dinyatakan secara tegas misi, yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut. Misi ini dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang nasional.

Perencanaan jangka panjang lebih condong pada kegiatan olah pikir yang bersifat visioner, sehingga penyusunannya akan lebih menitikberatkan partisipasi segmen masyarakat yang memiliki olah pikir visioner seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga strategis, individu pemikir-pemikir visioner serta unsur-unsur penyelenggara negara yang memiliki kompetensi olah pikir rasional dengan tetap mengutamakan kepentingan rakyat banyak sebagai subyek maupun tujuan untuk siapa pembangunan dilaksanakan. Oleh karenanya rencana pembangunan jangka panjang nasional yang dituangkan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembagalembaga negara, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.

RPJP Daerah harus disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut dalam RPJM Daerah.

Mengingat RPJP Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RPJP Daerah, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah yang disusun melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda).

Rancangan RPJP Daerah hasil Musrenbangda dapat dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). RPJP Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Sedangkan RPJM Daerah merupakan visi dan misi Kepala Daerah terpilih. RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJM Nasional dan RPJP Daerah dapat disusun terlebih dahulu dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman.

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pmbangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara nasional. Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.

Pendekatan top-down dan partisipatif dalam perencanaan pembangunan yang ada dalam UU No. 25/2004 terwujud dalam bentuk rangkaian musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan Nasional. Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem perencanaan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan setiap tahun. Secara top down, Pemerintah telah menetapkan rencana kerja pemerintah berikut alokasi anggaran yang ditetapkan dan akan digunakan didalam membiayai kegiatan pembangunan secara nasional. Secara partisipatif, proses perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder di pusat dan daerah. Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan pengalokasian sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan- tindakan di masa depan.

Sementara itu landasan hukum sistem penataan keruangan yang digunakan adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi. Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan. Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi yang akan datang. Keseluruhan tujuan ini diarahkan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Disadarai bahwa peranan penataan ruang didalam pelaksanaan kegiatan pembangunan yang terjabarkan pada rencana pembangunan sangatlah penting. Segala kegiatan yang tentu saja membutuhkan ruang sebagai wadah pendukung kegiatan pembangunan tersebut harus diatur di dalam rencana tata ruang. Disamping itu segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam rencana tata ruang seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007, bahwa penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian keterkaitan antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat penting

dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yang terbatas dan mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Perlu dipahami dan disadari mengenai pola hubungan antara perencanaan pembangunan dan perencanaan keruangan. Hubungan ini akan menuntun pada terwujudnya perencanaan dan tujuan dari proses perencanaan. Lebih kongkrit lagi, haruslah terjadi pola hubungan antara produk-produk pada perencanaan pembangunan dan perencanaan keruangan.

Keterkaitan antara rencana pembangunan dengan penataan ruang dapat dilihat pada skema berikut (lihat Gambar 4.1).

Gambar 4.1.

Keterkaitan Diantara Rencana Pembangunan

Berdasarkan diagram diatas dapat dinyatakan bahwa Rencana Pembangunan (Nasional dan Daerah) dan Rencana Tata Ruang harus dapat saling mengacu dan mengisi. Berdasarkan pasal 19 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, bahwa di dalam penyusunan RTRWN harus memperhatikan RPJPN, dan pada pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa RTRWN menjadi pedoman untuk penyusunan RPJPN. RTRWN merupakan pedoman bagi penyusunan dan pelaksanaan kegiatan yang bersifat “keruangan”. RPJPN dan RTRWN memiliki batas waktu selama 20 tahun. Untuk RTRWN dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis seperti terjadi bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan UU, perubahan batas wilayah provinsi yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWP dan RTRWK), dan perubahan batas wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWK).

Implementasi dan penjabaran RPJP dituangkan dalam dokumen RPJM yang memiliki batas waktu selama 5 tahun. Penjabaran RPJMN tertuang di dalam RKP yang dirumuskan setiap tahun dan disusun melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

Sinkronisasi rencana pembangunan dalam memanfaat ruang untuk melaksanakan aktivitas pembangunan seringkali menemui kesulitan. Dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat berbagai kendala dan tantangan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (1) Produk rencana tata ruang yang dihasilkan masih belum diacu dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah: data dan informasi yang digunakan kurang akurat dan belum meliputi analisis pemanfaatan sumberdaya kedepan, penyusunan rencana tata ruang sering dilaksanakan hanya untuk memenuhi kewajiban pemerintah (Pusat dan Daerah) sesuai Undang-undang dan Peraturan Daerah, rencana tata ruang uang disusun, terutama di tingkat daerah, seringkali dianggap sebagai produk satu instansi tertentu dan belum menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunannya belum melibatkan berbagai pihak. Permasalahan lain yang terjadi terkait dengan perencanaan tata ruang adalah seringkali perencanaan suatu kegiatan yang menggunakan ruang secara blue print tidak tergambar secara detail di dalam suatu peta rencana yang dapat menyebabkan pada pelanggaran didalam pemanfaatan ruang. (2) Dari aspek pemanfaatan ruang suatu wilayah atau daerah seringkali tidak sesuai dengan peruntukannya yang ada dalam

rencana tata ruang suatu wilayah atau daerah. Kebutuhan mendesak akan ruang, baik yang disebabkan oleh pengguna ruang ilegal maupun pemerintah, telah menyebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Hal ini terkait erat dengan rencana tata ruang yang tidak sesuai, dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam jangka menengah maupun panjang maupun tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang. Fenomena ini seringkali terjadi untuk memenuhi kebutuhan ruang bagi masyarakat dan pemerintah (daerah) terutama terjadi di daerah-daerah yang baru dibentuk sebagai akibat pemekaran daerah. Misalnya dalam proses alih fungsi kawasan hutan (produksi maupun lindung) yang diminta oleh daerah, maka prosesnya harus mengikuti ketentuan yang ada sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama. (3) Masalah perekonomian yang menjadi pemicu didalam pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal tersebut berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan dalam rangka melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi. Bahkan dalam era otonomi daerah, kewenangan yang sudah banyak didelegasikan kepada Pemerintah Daerah melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi memberikan kesempatan bagi daerah untuk mencari berbagai sumber pendapatan baru untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui berbagai kegiatan ekonomi, termasuk alih fungsi lahan tanpa memperhitungkan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Salah satu upaya tersebut antara lain melalui pemberian perizinan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam rencana tata ruang. Sebagai dampaknya, bentuk pelanggaran-pelanggaran tata ruang semakin marak terjadi yang dapat mengganggu lingkungan dan pada akhirnya dapat mengakibatkan bencana yang tentunya merugikan bagi masyarakat. (4) Sulit untuk menciptakan sinkronisasi kelembagaan dan hal ini terwujud dalam bentuk konflik penataan ruang yang disebabkan oleh tidak sinkronnya kegiatan antar sektor dan antar daerah. Ego sektoral dan daerah masih menjadi masalah utama dalam hal ini. Selain itu, konflik kewenangan pun terjadi secara hirarki antar instansi pemerintahan. Sebagai contoh, konflik antar sektor kehutanan dengan pemerintah daerah dalam pemanfaatan kawasan hutan. Hal ini berdampak pada sulitnya pemerintah daerah dalam melaksanakan penyusunan rencana tata ruang wilayahnya. Oleh karena itu peranan kelembagaan penataan ruang dalam menjembatani hal tersebut sangatlah penting.

Dengan adanya berbagai tantangan dan kendala dalam mengintegrasikan Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka adanya beberapa langkah yang diperlukan: (1) Melakukan penyelarasan implementasi terhadap rencana pembangunan dengan rencana tata ruang melalui mekanisme yang diatur didalam suatu kebijakan/peraturan. (2) Melakukan sinkronisasi kebijakan antar sektor dan instansi pemerintahan secara hirarki untuk mewujudkan keselarasan program pembangunan. (3) Mewujudkan keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas provinsi dan lintas sektor untuk optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang. (4) Perlu dilakukan penyusunan rencana tata ruang yang berkualitas dan menyeluruh. (5) Produk rencana tata ruang daerah harus dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah yang selaras dengan visi dan misi daerah. (6) Ketegasan sanksi dan ketetapan hukum sebagai alat yang digunakan untuk mengendalikan segala bentuk pemanfaatan ruang. (7) Penyelenggaraan sosialisasi dalam rangka memberikan informasi pentingnya peranan penataan ruang didalam pelaksanaan program pembangunan kepada masyarakat. (8) Peningkatan manajemen kelembagaan penataan ruang baik di Pusat maupun di daerah. (9) Mewujudkan konsistensi dalam penyerasian rencana tata ruang dengan rencana pembangunan antar pemangku pemerintahan, baik pada tingkat legislatif maupun eksekutif.

1.3. RTRW Pulau Kalimantan

Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada dasarnya pendekatan pengembangan wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan pembangunan dan konsepsi ini tersus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu, teknologi dan kondisi wilayahnya.

Banyak cara untuk mengembangkan wilayah mulai dari penggunaan konsep (alat) pembangunan sektoral, ”bassic need approach”, ”development poles” (poles de croissance) yang digagas oleh F. Perroux (1955), ”growth center” yang digagas oleh Friedman (1969) sampai kepada pengaturan ruang secara terpadu melalui proses pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara sinergi dengan pengembangan sumberdaya manusia dan lingkungan hidup untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Di Indonesia, dengan keluarnya undang undang ini maka pengembangan wilayah dilaksanakan melalui alat penataan ruang. Ruang adalah wadah berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan, dan mencakup ruang daratan, lautan, dan udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta

mahluk hidup lainnya. Rencana Tata Ruang sendiri adalah produk pengaturan Struktur dan Pola pemanfatan ruang. Struktur mengatur sistem pusat-pusat kegiatan beserta jaringan prasarana secara hirarkhis, dan pola pemanfaatan ruang adalah mengatur wilayah dengan satuan-satuan (deliniasi ruang) yang fungsional sesuai dengan tujuan rencana dan sesuai dengan kondisi daya dukung dan daya tampung sumber dayanya.

Di dunia, juga di Indonesia, dan khususnya di pulau Kalimantan ketersediaan ruang ini terbatas. Artinya berbagai kegiatan dan sumber daya alam yang terkandung dan tersedia di pulau Kalimantan ini terbatas. Bila pemanfaatan ruang ini tidak diatur dengan baik maka bedasarkan konsepsi dan diagram seperti yang diuraikan di atas, kemungkinan besar akan terjadi pemborosan manfaat sumber daya alam yang tersedia di Kalimantan ini, dan lebih jauh akan terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Nilai ekonomis yang diharapkan bagi pengembangan wilayah Kalimantan tidak akan tercapai dan yang akan terjadi kerusakan lingkungan (baik “renewable” maupun yang “non renewable”) yang justru akan menjadi “cost” yang “never ending”. Sebaliknya bila ada rekayasa pengaturan ruang dengan baik (penataan ruang) maka harapan akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan wilayah Kalimantan akan tercapai. Dengan memberikan arahan pengaturan ruang melalui optimasi kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung wilayah, akan tercapai sinergi antara berbagi jenis kegiatan pemanfaatan ruang, dengan fungsi lokasi, kualitas lingkungan, dan estetika wilayah. Kegiatan pembangunan tersebut akan terus berlanjut secara ”sustained”.

Oleh karena itu, untuk mencapainya diperlukan upaya penataan ruang wilayah pulau Kalimantan yang berbasis mengoptimasikan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang ada agar terjadi pengembangan wilayah seperti yang diinginkan. Saat ini upaya untuk menata ruang pulau Kalimantan sedang dilaksanakan oleh berbagai pihak baik oleh seluruh pemerintah propinsi di Kalimantan maupun oleh instansi pemerintah pusat secara bekerja sama. Tahap awal, saat ini sedang disusun Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Pulau Kalimantan terlebih dahulu. Namun demikian dalam tulisan ini akan dicermati kedudukan pentingya penataan ruang wilayah pulau Kalimantan dalam satu proses keseluruhan yang tidak hanya berhenti pada perlunya disusun RTRWnya saja tapi juga bagaimana, sebaiknya dibuat strategi pelaksanaan pembangunan dalam rangkaian program pemanfaatan ruang, serta usulan konsepsi pengendaliannya.

Secara garis besar, gambaran umum permasalahan dan potensi pulau Kalimantan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Letak Geografis

Wilayah pulau Kalimantan (bagian selatan) dalam wilayah Republik Indonesia, terletak diantara 40 24` LU - 40 10` LS dan anatara 1080 30` BT - 1190 00` BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km2. Dengan demikian lokasinya berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari proinsi Kalimanatan Barat sampai dengan Kalimantan Timur. Sebagai daerah yang memiliki kawasan perbatasan maka mempunyai persoalan/masalah yang terkait ”illegal trading” apalagi penduduk kawasan negara tetangga jauh lebih sejahtera dan pembangunannya maju pesat. Selain itu pesoalan ”illegal loging” yang sering merusak potensi sumber daya alam (hutan tropis) kita terus berkembang sejalan dengan tingkat ekonommi masyarakat perbatasan yang belum maju tersebut. Dilain pihak pulau Kalimantan juga mempunyai potensi antara lain untuk ikut dalam sistem kerangka kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina – Eastern Asian Growth Area) dan dilalui jalu perdagangan laut internasional.

2. Kondisi Fisik Dasar dan Hasil Sumber Daya Lahan

Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain–lain (0,93 %). Karena sebagian besar pegunungan, disana ada potensi beberapa taman nasional sebagai konservasi flora dan fauna dan hutan di pegunungan Muller serta sebagian di Schawner yang ditetapkan sebagai ”world heritage forest” dan merupakan cadangan air seluruh Kalimantan sebanyak sekitar 35 % yang tidak akan habis di masa yang akan datang dengan syarat tidak teganggu dan tercemar serta perlu dilindungi sebagai suatu ekosistem. Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara (wilayah republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kemiringan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan agar dapat berperan sebagai fungsi cadangan air dimasa yang akan datang. Hasil hutan yang potensi di Kalimantan adalah kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Sayangnya spesies hasil hutan seperti kayu gaharu, ramin, dan cendana sudah hampir punah. Analisis ekonomi hasil hutan dengan

ekosistimnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan perlu dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat setempat, wilayah dan ekonomi nasional.

Kondisi tanah di Kalimantan pada umumnya tidak subur untuk kegiatan usaha pertanian. Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Sebagai besar lahan Gambut ini ada di Kalimantan tengah dan selatan dan sebagaian kecil di pantai Kalimantan barat dan di Kaltim bagian utara. Kondisi tanah di dataran teras pedalaman, pegunungan, dan bukit-bukit relatif agak baik untuk kegiatan pertanian. Untuk ini diperlukan optimasi pemanfaatan lahan agar hasil gunaanya dapat memberikan nilai ekonomis dan perkembangan pada wilayah. Memilih kesesuaian ruang untuk kegiatan uasaha yang sesuai dengan kesesuan tanah sangat diperlukan.

Potensi hidrologi di Kalimantan merupakan faktor penunjang kegiatan ekonomi yang baik. Selain banyak danau-danau yang berpotensi sebagai sumber penghasil perikanan khususnya satwa ikan langka, da hal ini perlu dioptimasikan agar punya nilai ekonomis namun tetap menjaga fungsi dan peran danau tersebut. Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.

Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan ”off sore”. Kegiatan pertambangan ini seringkali menimbulkan konflik dengan pemanfaatan ruang lainnya yaitu dengan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Oleh karenanya optimasi pemanfaatan SDA agar tidak hanya sekedar mengejar manfaat ekonomi perlu ada pengaturan ruang.

Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah : sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan dinegara jiran tersebut. Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai masih diperlukang dukungan prasarana wilayah.

Walaupun di Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan/sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi bahaya lingkungan. Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi erosi pada lereng barat laut pegunungan Schwener dan G Benturan, serta di beberapa tempat lainnya di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan. Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di pantai barat, selatan dan timur. Bahaya lingkungan lainnya adalah kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai akibat panas alam yang membakar batu bara yang berada di bawah hutan tropis ini. Bahaya lingkungan ini harus menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam pengaturan ruang wilayah.

3. Kondisi dan Perkembangan Sosial Ekonomi Wilayah

Jumlah penduduk Kalimantan masih relatif kecil dan tidak lebih dari 18 juta jiwa dengan rata rata kepadatan penduduk agregrat = 20 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak adalah Kalbar yaitu 34 % dari total penduduk seluruh Kalimantan. Sedangkan propinsi terpadat adalah Kalsel yaitu 80 jiwa/km2. Hal ini karena memang luas propinsi Kalsel lebih kecil dibanding yang lain. Laju pertumbuhan penduduk adalah 1,87 %. Indikator kualitas kehidupan masyarakat (sosial-ekonomi) diukur dengan ”Human Developmen Index” (HDI) yang juga relatif masih rendah dibandingkan dengan beberapa daerah di Pulau Jawa

Kontribusi PDRB agregrat pulau Kalimantan terhadap PDB nasional cukup baik. Sektor terbesar yang memberikan kontribusi nilai PDRB adadalh Industri pengolahan, sektor kedua adalah Pertambangan dan penggalian dan ketiga pertanian. Walupun sektor pertanian memberikan kontribusi ketiga, namun dalam lingkup propinsi sektor pertanian cukup dominan memberikan kontribusi pada PDRBnya masinhg-masing yaitu antara 20-40 %, kecuali di propinsi Kaltim. Dari nilai pertumbuhannya rata-rata senua propinsi berkembang dengan baik. Pertumbuhan sektor yang paling baik adalah sektor pertanian. Hampir rata terjadi di masing-masing bahwa sektor jasa relatif lambat pertumbuhannya.

Dalam teori ekonomi saling ketergantungan, dan kakuatan daya saing menadi faktor kuat untuk perkembangan wilayah. Kinerja perekonomian yang baik dapat terjadi karena kemampuan propinsi atau kabupaten / kota dalam bersaing. Persaingan ini bisa terjadi dalam kegiatan ekonomi baik internal maupun antara kota dalam propinsi atau antar propinsi. Namun kegiatan perekonomian ini juga sangat tergantung kepada daya dukung yang dapat menyediakan sumber dayanya. Oleh karena itu bagi kabupaten/kota yang mempunyai potensi sumber dayanya perlu mendapat prioritas

pengembangan walaupun dengan karakteristik yang berbeda. Ada yang masih perlu digali dan dirangsang dengan stimulan, ada yang tinggal mendorong dan ada yang tinggal memberi dukungan.

4. Kondisi Prasarana Wilayah (Transportasi) Pulau Kalimantan

Total panjang jalan di pulau Kalimantan 42.641 km. Panjang jalan ini sangat kurang untuk melayani jumlah luas pulau yang sangat besar. Dibandingkan pulau lainnya kepadatan jalan sangat berkurang yaitu hanya 85,29 km/ha untuk jalan nasional dan propinsi. Dilain pihak jumlah kendaraan juga sangat terbatas sehingga ada beberapa ruas jalan yang kapasitasnya masih belum termanfaatkan secara optimal. Secara umum pola jaringan tranasportasi jalan yang ada walaupun belum terthubungkan secara masif, yaitu jalur utara membentang barat-timur, tengah membelah barat timur dan selatan melingkar mengikuti garis pantai. Jaringan jalan ini harus terus diprogramkan secara terpadu intermoda dengan transportasi air (sungai) dan udara untuk merintis, mendukung dan mendorong perkembangan wilayah.

Tingkat pelayanan transportasi sungai cukup signifikan yaitu 33 % sedangkan transportasi jalan taya 44 % dan sisanya transportasi laut dan udara. Transportasi sungai ini sebagian besar dimanfaatkan untuk mengangkut kayu dan hasil industri kayu dan hasil hutan lainnya. Peran transportasi laut ini sangat penting untuk mendorong perkembangan ekonomi wilayah Kalimantan. Beberapa hasil SDA dan industri olahan dipasarkan melalui outlet kota pelabuhan. Kota pelabuhan ini berperan sebagai outlet/inlet kegiatan perdagangan interinsuler dan perdagangan eksport/import. Hanya ada 3 (tiga) propinsi yang mempunyai kota-kota pelabuhan, yaitu propinsi Kalbar 4 pelabuhan, Kalsel 1 kota pelabuhan, dan Kaltim 15 kota pelabuhan. Data menunjukan di propinsi Kaltim yang paling ramai terjadi bongkar muat komoditas/barang di pelabuhan yaitu 2.491.102 ton bongkar dan 54.324.824 ton muat.

Di Kalimantan ada 19 (sembilan belas) pelabuhan udara (termasuk pelabuhan udara perintis) yang membantu sebagai prasarana transportasi udara mengembangkan ekonomi wilayah melalui kelancaran arus kegiatan perdagangan dan pergerakan penduduik secara umum termasuk dalam menunjang misi sosial, agama dan keamanan wilayah. Jumlah pelabuhan udara di propinsi Kalbar 5 (lima), Kalteng 7 (tujuh), Kalsel 3 (tiga) dan Kaltim 4 (empat). Tahun 1998 arus lalu lintas pesawat datang - keluar pelabuhan udara tercatat 39.964 pesawat keberangkatan dan 40.005 pesawat kedatangan.

5. Kondisi Prasarana Kelistrikan

Jaringan listrik di Kalimantan belum seluruhnya dilayani oleh jaringan inter-koneksitas secara total, sebagaian besar masih dilayani jaringan transmisi bertegangan 275 KV. Sumber pembangkit listrik utama di Kalimantan adalah PLTD dan ada beberapa dari PLTG, PLTA dan PLTGU. PLTD ini sangat konsumtif terhadap bahan bakar dan mahal. Dengan memperhatikan potensi sumber daya alam (air, batu bara, dan gas) masih dapat dimungkinkan untuk dikembangkan pemanfaatan PLTA, PLTG, dan PLT Batubara untuk membantu kosumsi listrik perkotaan/permukiman dan industri. Tenaga listrik ini turut mempengaruhi pola perkembangan wilayah saat ini khususnya dalam meng-”generate” kegiatan / kawasan industri sawit, olahan hasil hutan, pertambangan, semen, dan industri lainnya. Pola pengaturan SD listrik dan pemanfaatan ruang kegiatan industri pelu sinergis.

Berdasarkan analisis potensi dan berbagai permasalahan kondisi sumber daya alam, kegiatan sosial ekonomi masarakat dan wilayah, dan prasarana wilayah di Kalimantan yang dikaitkan dengan aspek lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan dan pengembangan wilayah dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a. Di Kalimantan masih tersedia sumber daya alam yang potensi untuk dikembangkan secara ekonomis bagi pengembangan wilayah, namun juga masih menghadapi berbagai kendala antara lain prasarana dan faktor pembatas lingkungan. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam pemanfaatan ruangnya.

b. Dalam pengelolaan SDA harus diperhatikan kesesuaian lahan dan aspek lingkungan hidup.

c. Selain sumber daya alam, di pulau Kalimantan juga mempunyai kegiatan industri, pertambangan dan hasil olahan lainnya yang potensi dan akan saling terkait dengan pemanfaatan ruang lainnya serta dimungkinkan adanya konflik pemanfaatan ruang.Perkembangan kegiatan sosial ekonomi memberikan indikasi bahwa sudah ada potensi kegiatan masyarakat dan aktifitas ekonomi interinsuler serta eksport-import yang dapat mendorong perkembangan wilayah Kalimantan.

d. Prasarana wilayah (transportasi dan kelistrikan) dapat membantu (sebagai alat) mendorong perkembangan wilayah, untuk itu diperlukan pengaturan yang sinergi antara struktur prasarana wilayah dengan pemanfaatan ruang kegiatan lainnya kawasan-kawasan yang dikonservasi/dilindungi.

e. Untuk mensinergikan pemanfaatan sumber daya alam dengan kegiatan ekonomi masyakat dan wilayah yang berbasis pelestarian lingkungan hidup untuk pengembangan wilayah Kalimantan, diperlukan terlebih dahulu pengaturan ruang dalam bentuk penyusunan rencana tata ruang untuk tujuan pembangunan dimasa yang akan datang, pengaturan kebijakan dan strategi serta program pemanfaatannya, dan sistem pengendaliannya.

6. Isu Pengembangan Wilayah Pulau Kalimantan

a. Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Issu degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan tidak terencana dengan baik perlu segera di atasi. Eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan ini terjadi di kawasan perbatasan dan di pegunungan Muller serta di Taman Nasional Kutai dan Tanjung Puting. Penurunan kualitas lingkungan ini terjadi akibat penebangan hutan secara liar (illegal logging) dan pengambilan hasil hutan lainnya (tengkawang, rotan, fauna). Selain hal di atas, degradasi kualitas lingkungan ini diakibatkan oleh kebakaran hutan, maraknya pertambangan rakyat yang tidak terkendali dan terbukanya lahan-lahan eks tebangan yang belum ditanami dan menjadi lahan-lahan kritis. Hal ini semua pada gilirannya akan mengurangi potensi sumber daya alam pulau Kalimantan.

b. Pola Penyebaran Sumber Daya Alam

Pola penyebaran sumber daya alam yang potensial ekonomis pada umumnya berada pada lahan-lahan subur di dataran rendah dan tidak berawa. Pola penyebarannya sangat terbatas di bagian barat , selatan, dan timur utara wilayah pulau Kalimantan. Di bagian tengah dan dataran rendah pantai selatan pada umumnya lahan bergambut dengan tingkat keasaman tinggi yang sulit ditanami oleh komoditas pertanian yang ekonomis. Sedangkan di bagian utara dan tengah adalah daerah pegunungan yang berfungsi sebagai kawasan konservasi untuk cadangan air.

c. Keterbatasan Interaksi Internal

Sebagai syarat perkembangan dan pertumbuhan wilayah diperlukan interaksi antar pusat-pusat permukiman (kota) baik yang internal propinsi maupun yang lintas propinsi. Keterbatasan ini memberikan gambaran keterbatasan sarana dan prasarana wilayah terutama transportasi jalan raya, sungai maupun udara.

d. Pengembangan Kawasan Perbatasan

Penanganan kawasan perbatasan antara RI dan Malaysia harus diprioritaskan. Hal ini bukan saja karena gangguan bahaya terhadap kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang perlu dikonservasi (hutan lindung) akibat illegal logging tetapi juga perlu segera menangani perbaikan ekonomi masyarakat setempat dan keamanan negara. Oleh karena itu kawasan perbatasan yang panjangnya mencapai 3200 km penanganannya perlu dilaksanakan dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

e. Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah

Kesenjangan pembangunan antar daerah terjadi di Pulau Kalimantan ini tidak hanya antar propinsi tetapi juga antar kabupaten di wilayah bagian pesisir dan pedalaman. Kontribusi PDRB Kabupaten di wilayah pesisir (pesisir barat, selatan, dan timur pulau Kalimantan) memberikan kontribusi PDRB yaitu 90 % terhadap total PDRB Kalimantan. Selain itu kota-kota besar dan metropolitan tumbuh dan berkembang di wilayah pantai dan pesisir seperti Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda. Kesenjangan penyediaan sarana dan prasarana transportasi juga terjadi antara wilayah pantai dengan bagian tengah dan utara pulau Kalimantan (perbatasan), dan hal ini makin mempertajam kesenjangan ekonomi wilayah.

Dari data di atas, kegiatan industri manufaktur yang memberikan nilai komoditas ekonomis berada di kota-kota pantai dibanding dengan kota-kota di bagian tengah dan utara. Bila kesenjangan ini terus dibiarkan secara total pulau akan saling mengurangi nilai ekonomi wilayahnya. Oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi wilayah.

7. Konsepsi Penataan Ruang Wilayah Kalimantan

Bertitik tolak dari kondisi potensi wilayah dan issu perkembangannya maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencapai pengembangan wilayah pulau Kalimantan yaitu mencakup tahapan : (1) perencanaan tata ruang wilayah pulau Kalimantan (2) pemanfaatan ruang dalam bentuk penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan yang selanjutnya dituangkan dalam program-program pelaksanaan pembangunan (3) pengendalian pemanfaatan ruang melalui proses pengawasan dan pemberian izin-izin agar sesuai dengan rencana tata ruang.

1.4. RPJPD dan RPJMD Provinsi Kalimantan Barat

Sebagai bagian dari pembangunan nasional, berbagai kebijakan yang diterapkan didaerah harus mendasari, mengacu, relevan dan terkait dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam konteks ini, untuk melihat konsistensi dan harmonisasi berbagai kebijakan perencanaan pembangunan Provinsi Kalimantan Barat akan dibahas berikut ini.

Secara substansial visi RPJP dan RPJM Kalimantan Barat adalah relatif konsisten dan harmonis. Hal ini dapat dilihat dari visi yang tertuang pada RPJP yaitu “ Kalimantan Barat Bersatu dan Maju” dan Visi yang terdapat pada RPJM “ Mewujudkan Masyarakat Kalimantan Barat Yang Beriman, Sehat Cerdas, Aman, Berbudaya Dan Sejahtera”. Upaya untuk mewujudkan visi Kalimantan Barat Bersatu dan Maju haruslah dicapai salah satunya dengan mewujudkan Masyarakat Kalimantan Barat Yang Beriman, Sehat Cerdas, Aman, Berbudaya Dan Sejahtera. Dari perspektif dimensi lingkungan, visi RPJP Kalimantan Barat telah memuat aspek pengelolaan lingkungan yang memberikan penekanan pada upaya pengelolaan SDA dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, berkeadilan dan berkesimbangan. Sebagai tindak lanjutnya terdapat 6 (enam) sasaran pokok dalam bidang lingkungan hidup yang mencakup :

1. Tersedianya sumberdaya alam yang berkelanjutan bagi pembangunan.

2. Meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan pertambangan yang berbasis sumberdaya alam, dengan tetap menjaga kelestariannya.

3. Terciptanya lingkungan hidup yang asri akan meingkatkan kualitas hidup manusia.

4. Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.

5. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumberdaya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa serta modal pembangunan nasional.

6. Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas hidup.

Secara lebih operasional, visi, misi dan sasaran pokok bidang lingkungan hidup yang terdapat pada RPJP, dtuangkan dalam RPJM yang merupakan manifestasi dari visi dan misi pimpinan daerah selama 5 tahun ke depan. Misi yang tertuang dalam RPJM dari perspektif lingkungan adalah:

1. Melaksanakan pengendalian dan pemanfaatan tata ruang dan tata guna wilayah sesuai dengan peruntukan dan regulasi, guna menghindari kesenjangan wilayah dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan.

2. Melaksanakan pemerataan dan keseimbangan pembangunan secara berkelanjutan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

Sedangkan dalam tataran strategi pencapaian misi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, RPJM Kalimantan Barat memberikan penegasan bahwa Strategi pengembangan SDA melalui pendekatan pengelolaan berkelanjutan yang menyangkut aspek dimensi ekonomi, sosial, dan ekologi. Pendekatan kebijakan tersebut dilakukan dengan prinsip pengelolaan SDA secara ekonomi layak/menguntungkan, secara ekologi tidak menyebabkan kerusakan lingkungan (degradasi sumberdaya) dan secara sosial berkeadilan. Tindak lanjut dari strategi ini, didalam RPJM Kalimantan Barat dikemukakan 6 (enam) arah kebijakan yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Mengarusutamakan prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan.

2. Koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Kabupaten.

3. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sesuai dengan pedoman IBSAP 2003-2020

4. Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar lingkungan

5. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelolaan lingkungan hidup

6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan dan berperaen aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.

Secara keseluruhan dari perspektif lingkungan, terutama terkait dengan pengelolaan lingkungan terdapat konsistensi dan harmonisasi, substansi yang terdapat dala RPJP dan RPJM Kalimantan Barat.

Tabel 4.1.

Substansi pada RPJP dan RPJM Provinsi Kalimantan Barat

No Substansi Substansi RPJM Konsisten Tidak

Konsisten Harmoni Tidak

Harmoni

1 Visi RPJP Visi RPJM ü ü

2 Misi RPJP Misi RPJM ü ü

3 Misi RPJM Strategi RPJM ü ü

4 Strategi RPJM Arah Kebijakan ü ü

1.5. RTRW Provinsi Kalimantan Barat

Berdasarkan hirarki berbagai kebijakan dan dokumen perencanaan, penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTWRP) mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN), dan saling mengisi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi. Dengan hirarki seperti ini, berarti bahwa RTRWP harus mencerminkan dan menjabarkan substansi yang terdapat dalam RTRWN sesuai dengan karakteristik wilayah baik dari aspek geografik, penduduk, sumberdaya alam dan sosial ekonomi serta budaya. Pada tataran hirarki yang lebih rendah RTWP menjadi acuan untuk penyusunan RTRW dan RPJP Kabupaten/Kota.

Dari Fungsinya, RTRW Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai:

1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat hingga pada pemerintahan skala kabupaten/kota;

2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah Provinsi Kalimantan Barat;

3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat;

4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah provinsi yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta;

5. Pedoman untuk penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis Provinsi Kalimantan Barat;

6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah provinsi yang meliputi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan

7. Acuan dalam administrasi pertanahan Provinsi Kalimantan Barat.

Sedangkan Manfaat RTRW Provinsi Kalimantan Barat adalah untuk:

1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat;

2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan wilayah sekitarnya; dan

3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang berkualitas

Tujuan penataan ruang wilayah provinsi harus mengacu dan sejalan dengan tujuan penataan ruang nasional, sehingga terjadi keharmonisan dan sinergisitas dalam penyusunan visi, misi, kebijakan, strategi hingga sampai pada program-program penataan ruang. Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Nasional, bahwa tujuan penataan ruang nasional adalah terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, termasuk pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya, demi tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Untuk memwujudkan hal tersebut, dilakukan penjabaran tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat, antara lain:

a. Terwujudnya ruang Provinsi Kalimantan Barat sebagai beranda depan perbatasan darat Republik Indonesia yang aman, nyaman, produktif berkelanjutan berbasis pengolahan sektor unggulan (perkebunan dan kehutanan) untuk pemerataan pembangunan wilayah bagi kesejahteraan masyarakat;

b. Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat untuk pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; dan pertahanan dan keamanan negara yang dinamis dalam rangka mendorong terciptanya integrasi nasional;

c. Mewujudkan Kalimantan Barat sebagai Provinsi Agrobisnis terdepan.

Mengacu pada tujuan penataan ruang nasional, tujuan penataan ruang wilayah Propinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk “Terwujudnya keharmonisan dan keterpaduan dalam penggunaan/pengelolaan lingkungan alam dan lingkungan buatan dengan peningkatan sumberdaya manusia dalam pengelolaannya serta pencegahan kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang yang dikelola secara arif dan bijaksana guna peningkatan kemakmuran rakyat Kalimantan Barat secara adil dan merata”.

Terkait dengan lingkup kebijakan RTRWP Kalimantan Barat, terdapat 6 pengembangan kawasan yang ada yaitu: (1) Kebijakan pengembangan Struktur Ruang, (2) Kebijakan Pengembangan Pola Ruang, (3) Kebijakan Pengembangan Kawasan Perkotaan, (4) Kebijakan Pengembangan Kawasan Pedesaan, (5) Kebijakan Pengembangan Kawasan Budi daya, dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi. Berikut ini Tabel yang menyajikan lingkup kebijakan serta uraian dari masing-masing lingkup kebijakan pada RTRWP Provinsi Kalimantan Barat (lihat Tabel 4.2).

Tabel 4.2.

Lingkup Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Provinsi Kalimantan Barat

No Lingkup

Kebijakan Sub Lingkup Kebijakan Uraian Lingkup kebijakan

1 Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang

a. Pengembangan struktur yang didasarkan atas lima pola pengembangan wilayah; (1) Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP) yang meliputi Kota Pontianak dan Kota Ambaya (Sungai Ambawang dan Sungai Raya). Pengembangan wilayah ini lebih ditekankan pada sektor tersier dan sekunder. (2) Kawasan Andalan KUSIKARANG yang wilayahnya meliputi enam kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Pontianak di luar KMP yang terdiri dari Kecamatan Kuala Mandor, Siantan, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya, dan Sungai Ambawang. Pengembangan wilayah ini lebih ditekankan pada sektor sekunder dan primer.

b. Pengembangan struktur ruang yang didasarkan atas struktur pusat-pusat permukiman utama (PKN) yang berintegrasi dengan pusat permukiman sekunder (PKW) dan pusat permukiman tersier (PKL);

c. Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi antarberbagai jenis prasarana sesuai dengan hirarki struktur ruangnya serta keterkaitan fungsional baik secara internal maupun eksternal.

2 Kebijakan Pengembangan Pola Ruang

1. Pengelolaan Kawasan Lindung

a. Pemanfaatan kawasan lindung sesuai dengan fungsi lingkungan hidup;

b. Penetapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan;

c. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan;

d. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup;

f. pengurangan resiko bencana alam;

g. Penyediaan sarana dan prasarana yang memerlukan kajian terlebih dahulu.

2. Pengelolaan Kawasan Budidaya Kehutanan

a. Kawasan budidaya kehutanan dikembangkan secara terpadu dengan upaya meningkatkan daya dukung lingkungan dan pengembangan wilayah;

b. Pembangunan kehutanan dilakukan melalui pendekatan pemanfaatan sumberdaya hutan dalam tiga sisi manfaat secara berimbang, meliputi aspek ekonomi, sosial, dan ekologi dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi, keseimbangan lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan.

3 Kebijakan Pengembangan Kawasan

a. Pengembangan kawasan perkotaan baik berdasarkan kondisi eksisting dan rencana. Berdasarkan rencana, kawasan pemukiman juga disesuaikan dengan laju

No Lingkup

Kebijakan Sub Lingkup Kebijakan Uraian Lingkup kebijakan

Perkotaan pertumbuhan penduduk. Pengembangan sektor-sektor yang dapat menjadi tumpuan hidup masyarakat;

b. Perlu adanya koordinasi antarstakeholder dalam pengelolaan kawasan perkotaan;

c. Penyediaan infrastruktur di kawasan perkotaan.

4 Kebijakan Pengembangan Kawasan Perdesaan

a. Pengembangan prioritas kawasan pedesaan;

b. Koordinasi antarstakeholder terkait dengan rencana kawasan pedesaan yang akan dibangun menjadi kawasan perkotaan;

c. Pengembangan kawasan pedesaan yang terintegrasi dengan kawasan perkotaan.

5 Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya

a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya;

b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan;

c. Optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

d. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya;

e. meningkatkan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan daya dukung lahan;

f. Meningkatkan akses dan peluang investasi kawasan budidaya dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah;

6 Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi (KSP)

a. Pengembangan sektor di wilayah mempunyai dampak yang luas, baik secara regional maupun nasional;

b. Pengembangan sektor di wilayah membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas;

c. Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi dalam lingkup regional maupun nasional;

d. Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan yang mendesak;

e. Kawasan yang menunjukkan perkembangan minat investasi yang tinggi, sehingga membutuhkan penanganan dan pengendalian yang segera;

f. Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu dikendalikan dengan segera;

g. Pengembangan kawasan dengan fungsi khusus;

h. Penanggulangan kawasan yang memiliki permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani melalui fasilitasi perangkat dukungan penataan ruang;

i. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung

No Lingkup

Kebijakan Sub Lingkup Kebijakan Uraian Lingkup kebijakan

lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keaneka-ragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya daerah;

j. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan dalam kerangka ketahanan nasional dengan menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan;

k. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengem-bangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing;

l. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

m. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa;

n. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia;

o. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan;

p. Pengembangan kawasan perbatasan untuk mengakomodasikan perkembangan dan keutuhan negara.

4 Kebijakan Pengembangan Kawasan Perdesaan

a. Pengembangan prioritas kawasan pedesaan; b. Koordinasi antarstakeholder terkait dengan rencana

kawasan pedesaan yang akan dibangun menjadi kawasan perkotaan;

c. Pengembangan kawasan pedesaan yang terintegrasi dengan kawasan perkotaan.

5 Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya

a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya;

b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan;

c. Optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

d. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya;

e. meningkatkan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan daya dukung lahan;

f. Meningkatkan akses dan peluang investasi kawasan budidaya dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah;

6 Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi (KSP)

a. Pengembangan sektor di wilayah mempunyai dampak yang luas, baik secara regional maupun nasional;

b. Pengembangan sektor di wilayah membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas;

c. Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi dalam lingkup

No Lingkup

Kebijakan Sub Lingkup Kebijakan Uraian Lingkup kebijakan

regional maupun nasional; d. Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang

tinggi sehingga membutuhkan penanganan yang mendesak;

e. Kawasan yang menunjukkan perkembangan minat investasi yang tinggi, sehingga membutuhkan penanganan dan pengendalian yang segera;

f. Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu dikendalikan dengan segera;

g. Pengembangan kawasan dengan fungsi khusus; h. Penanggulangan kawasan yang memiliki

permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani melalui fasilitasi perangkat dukungan penataan ruang;

i. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keaneka-ragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya daerah;

j. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan dalam kerangka ketahanan nasional dengan menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan;

k. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengem-bangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing;

l. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

m. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa;

n. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia;

o. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan;

p. Pengembangan kawasan perbatasan untuk mengakomodasikan perkembangan dan keutuhan negara.

Apabila diamati penjabaran lingkup kebijakan yang terdapat pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa substansi kebijakan pengembangan kawasan yang terdapat pada RTRWP Provinsi Kalimantan Barat, sudah mengakomodasi aspek-aspek lingkungan baik lingkungan fisik, ekonomi, sosial dan budaya.

Selain itu, RTRW Provinsi Kalimantan Barat memuat penetapan kawasan strategis yang salah satunya dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi. Terdapat 13 kawasan strategis yang pada dasarnya mengelaborasi fungsi-fungsi berbagai kota yang terdapat di Kalimantan Barat menurut potensi sisi pertumbuhan ekonomi. Berikut ini tabel 4.3 yang menyajikan beberapa penetapan kawasan strategis dengan berbagai fungsi berbagai kota yang terdapat di Kalimantan Barat.

Tabel 4.3.

Penetapan Kawasan Strategis Provinsi Kalimantan Barat

No Penetapan Kawasan Strategis

Bentuk Kawasan Strategis

Daerah Kawasan

Pengembangan Kegiatan

1 PKS dari Sisi Pertumbuhan Ekonomi

1. Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (KAPET) Kathulistiwa

Kabupaten Sambas

Entikong, Kabupaten Sanggau.

Kawasan Industri Semparuk (KIS)

Border Development Center (BDC)

2. Kawasan Metropolitan Pontianak

Kota Pontianak

Mendorong perkembangan sektor produksi wilayah, seperti perkebunan, agroindustri, perdagangan, pertambangan (bauksit) dan pariwisata.

3. Kawasan Perkotaan Mempawah

Kota Mempawah

Berfungsi untuk memberikan pelayanan dalam bidang jasa pemerintahan, pertanian pangan, perikanan, perkebunan, dan pertambangan. sebagai kota agropolitan dan pengembangan kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar kota di dalam mendukung fungsi kota agropolitan dan pusat pelayanan antarkota berskala provinsi.

4. Kawasan Perkotaan Singkawang

Kota SIngkawang

Simpul transportasi dan juga merupakan pusat perdagangan dan pelayanan jasa yang pelayanannya menjangkau Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Berfungsi di bidang jasa pemerintahan, industri, pertanian, peternakan dan pertambangan. Pengembangan kualitas pelayanan prasarana sarana dasar kota yang mendukung fungsi kota agropolitan dan pusat pelayanan antar kota berskala provinsi

5. Kawasan Perkotaan Ketapang

Kota Ketapang

Berorientasi untuk memantapkan aksesibilitas menuju sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan pertambangan di Nangatayap, Tanjung, Tumbangtiti, serta kawasan produksi lainnya dan mengembangkan kualitas pelayanan prasarana sarana dasar (PSD) Kota yang mendukung fungsi kota pelabuhan dan pusat pelayanan antar kota berskala provinsi.

6. Kawasan Perkotaan Nanga Badau

Kota Nanga Badau

Nanga Badau berfungsi untuk memberikan pelayanan administrasi pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point, sehingga

No Penetapan Kawasan Strategis

Bentuk Kawasan Strategis

Daerah Kawasan

Pengembangan Kegiatan

diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran untuk wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.

7. Kawasan Perkotaan Aruk

Kota Aruk pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran untuk wilayah Kabupaten Sambas dan Landak.

8. Kawasan Perkotaan Jagoi Babang

Kota Jagoi Babang

pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran untuk wilayah Kabupaten Sambas, Bengkayang, dan Kabupaten Landak.

9. Kawasan Perkotaan Jasa

Kota Jasa sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran untuk wilayah Kabupaten Sambas, Bengkayang, dan Kabupaten Landak

10. Kawasan Perkotaan Putussibau

Kota Putussibau

pelayanan pada sektor jasa pemerintahan, pertanian, kehutanan, dan pariwisata, terutama bagi wilayah Provinsi Kalimantan Barat bagian utara

11. Kawasan Perkotaan Sintang

Kota Sintang Pertanian, perkebunan serta hasil hutan dan meningkatkan aksesibilitas melalui jaringan jalan pengumpan menuju sentra-sentra produksi di Putussibau, Sanggau, dan sekitarnya,

12. Kawasan Perkotaan Sukadana

Kota Sukadana

kawasan ini dapat dijadikan kawasan parwisata dengan tetap menjaga kelestarian kawaasn lindung. Kawasan Perkotaan Sukadana juga termasuk dalam PKW Promosi. Hal tersebut menunjukkan kawasan ini memiliki sektor unggulan.

13. Kawasan Perkotaan Sungai Raya

Kota Sungai Raya

Dapat dijadikan kawasan strategis adalah adanya infrastruktur yang lengkap dan juga didukung sarana transportasi.

Dari aspek potensi pertumbuhan ekonomi, penetapan kawasan strategis untun berbagai fungsi kota-kota yang ada di Kalimantan Barat dapat dikatakan sesuai dengan fungsi-fungsi kota tersebut. Namun melihat fungsi kota dari satu aspek saja belumlah dapat memberikan justifikasi bahwa kota tersebut dapat mengoptimalkan fungsi. Tentu saja aspek lain harus diperhatikan seperti aspek sosial budaya dan letak geografisnya.

1.6. Rencana Strategis Sektor-Sektor di Provinsi Kalimantan Barat

Rencana Strategis sektor-sektor adalah merupakan rencana kegiatan prioritas sektor-sektor selama 5 tahun ke depan. Penyusunan Renstra Sektoral mengacu dan berpedoman kepada RPJMD yang merupakan aktualisasi rencana kegiatan pembangunan yang akan dijalankan oleh Pimpinan daerah. Sehingga jika melihat keterkaiatan ini, maka Renstra sektoral pada dasarnya adalah penjabaran program dan rencana kerja pada tingka operasional untuk mencapai apa yang menjadi rencana kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pimpinan daerah.

1.7.1. Sektor Kehutanan

Visi Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat ditetapkan :

”TERWUJUDNYA PENYELENGGARAAN KEHUTANAN YANG BERASASKAN KERAKYATAN DAN KEADILAN, KEBERSAMAAN, KETERBUKAAN, DAN KETERPADUAN, UNTUK MENJAMIN KELESTARIAN HUTAN DAN PENINGKATAN KEMAKMURAN RAKYAT KALIMANTAN BARAT”

Makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut :

Kerakyatan dan Keadilan mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan kemakmuran rakyat

Kebersamaan mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan menerapkan pola usaha bersama sehingga saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antara masyarakat setempat dengan pelaku usaha dalam rangka pemberdayaan usaha kecil, menengah dan

Keterbukaan mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan mengikutsertakan masyarakat dan memperhatikan aspirasi masyarakat

Keterpaduan mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, provinsi, kabupaten dan masyarakat setempat termasuk dunia usaha kehutanan dan sektor lain

Kelestarian hutan mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan harus diarahkan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang menjamin terwujudnya kelestarian produksi, kelestarian ekologi dan kelestarian sosial

Peningkatan kemakmuran rakyat mengandung pengertian setiap penyelenggaraan kehutanan harus diarahkan untuk menoingkatkan kemakmuran rakyat dengan pendapatan per kapita di atas rata-rata kebutuhan hidup minimum

Sedangkan Misi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat dituangkan dalam 5 misi, yaitu:

1. Melaksanakan pengendalian tata ruang, optimalisasi pemanfaatan hutan alam, serta pengembangan sistem informasi kehutanan,

2. Melaksanakan fasilitasl pelaksanaan rehabilitasi kawasan hutan kritis, optimalisasi pemanfaatan hutan tanaman dan pemberdayaan masyarakat desa hutan,

3. Melaksanakan pengendalian produksi, penerimaan negara bukan pajak sektor kehutanan dan pengembangan industri pengolahan hasil hutan,

4. Melaksanakan penegakan hukum kehutanan, optimalisasi pemanfaatan hutan lindung dan konservasi serta perdagangan karbon, dan penurunan kerusakan sumberdaya hutan,

5. Melaksanakan penyusunan, monitoring dan evaluasi rencana kerja, peningkatan pelayanan umum dan sumberdaya aparatur, serta pengelolaan keuangan dan aset yang tertib dan akuntabel.

Selanjutnya untuk setiap Misi dijabarkan lebih lanjut kedalam bentuk tujuan dan sasaran sebagai berikut:

1) Misi 1 : Melaksanakan pengendalian tata ruang, optimalisasi pemanfaatan hutan alam, serta pengembangan sistem informasi kehutanan

Tujuan :

Mewujudkan kawasan hutan yang mantap, optimalisasi pemanfaatan hutan alam dan keterbukaan informasi publik bidang kehutanan.

Sasaran :

a. Terwujudnya kawasan hutan yang mantap dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian tata ruang kawasan hutan di 14 kab/kota dan Rekonstruksi Batas sepanjang 1.000 km,

- Terlaksananya pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan di 14 kab/kota dan Inventarisasi HP, HL dan Taman Hutan Raya dan Skala DAS lintas pada 5 kab/kota,

- Terlaksananya pengendalian pembentukan dan pengembangan pengelola wilayah KPH

b. Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan hutan alam dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian rencana kerja usaha jangka menengah pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (RKU IUPHHK-HA) : pertimbangan teknis pada 5 unit koridor, dan Action Plan 10 unit.

- Terlaksananya pengendalian rencana dan realisasi kerja tahunan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (RKT IUPHHK- HA) pada 16 Unit Management per tahun.

- Terlaksananya pengendalian pelaksanan inventarisasi tegakan hutan alam untuk penetapan kuota dan terget produksi RKT IUPHHK-HA, berupa bintek di 5 kab, penyiapan perteknis di 3 kab, dan inventarisasi asset tak bergerak di 5 unit.

c. Terwujudnya keterbukaan informasi publik bidang kehutanan dengan indikasi :

- Terlaksananya penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak sistem informasi kehutanan berupa : pengadaan PC 7 unit, pemeliharaan LAN 5 bidang dan Website 2 unit.

- Terlaksananya pengumpulan dan pengolahan data kegiatan kehutanan berupa : data dan informasi pada 5 bidang, data potensi sektor kehutanan di 14 kab/kota serta pengolahan data spatial 4 topik.

- Terlaksananya penyajian dan distribusi informasi kehutanan, berupa : buku info kehutanan 5 judul, publikasi di media elektronik 3 kali setahun.

2) Misi 2 : Melaksanakan fasilitasi pelaksanaan rehabilitasi kawasan hutan kritis, optimalisasi pemanfaatan hutan tanaman dan pemberdayaan masyarakat desa hutan.

Tujuan :

Meningkatkan potensi kawasan hutan kritis, optimalisasi pemanfaatan hutan tanaman, serta memperluas lapangan kerja dan usaha masyarakat yang berbasis pada sumberdaya hutan.

Sasaran :

a. Terwujudnya peningkatan potensi dan produktivitas kawasan hutan kritis dengan indikasi :

- Terlaksananya pembinaan kebun benih sebesar 50 Ha dan penyediaan bibit tanaman kehutanan 1.000 Batang/Tahun.

- Terlaksananya fasilitasi serta pengendalian rehabilitasi dan reklamasi seluas 1.000 Ha/Tahun.

- Terlaksananya peningkatan peranserta masyarakat dalam rehabilitasi dan reklamasi di 14 Kab/Kota.

b. Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan hutan alam dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian operasionalisasi IUPHHK-HT yang tidak aktif di 17 Unit.

- Terlaksananya pembinaan dan pengendalian rencana dan realisasi RKT IUPHHK- HT di 10 Unit.

- Terlaksananya pembinaan dan pengendalian inventarisasi tegakan hutan tanaman di 10 unit.

c. Terwujudnya perluasan lapangan kerja dan usaha masyarakat yang berbasis pada sumberdaya hutan :

- Terlaksananya fasilitasi prakondisi pengelolaan IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT sebanyak 4 unit.

- Terlaksananya pengembangan HTR, HKM, Hutan Desa dan Hutan Adat sebanyak 10 Unit.

- Terlaksananya pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kelola sosial IUPHHK pada 20 unit.

3) Misi 3 : Melaksanakan pengendalian produksi, penerimaan negara bukan pajak sektor kehutanan dan pengembangan industri pengolahan hasil hutan

Tujuan :

Mewujudkan optimalisasi produksi hasil hutan, penerimaan negara bukan pajak sektor kehutanan dan pengembangan industri primer hasil hutan yang berkelanjutan.

Sasaran :

a. Terwujudnya optimalisasi produksi hasil hutan, dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian penatausahaan hasil hutan di 12 kabupaten dan pengendalian SKAU di 5 kabupaten.

- Terlaksananya pengendalian penggunaan peralatan pemanfaatan hutan di 12 kabupaten.

- Terlaksananya pengendalian distribusi dan penggunaan dokumen penatausahaan hasil hutan di 12 kabupaten dan di 3 provinsi asal dokumen.

b. Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara bukan pajak sektor kehutanan, dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian penatausahaan PNBP sektor kehutanan di 12 kabupaten/kota.

- Terlaksananya rekonsiliasi data penatausahaan PNBP sektor kehutanan di 12 kabupaten/kota dan di Jakarta.

- Terlaksananya pengendalian dan penyelesaian piutang PNBP sektor kehutanan di 12 kabupaten/kota.

c. Terwujudnya pengembangan industri primer hasil hutan yang berkelanjutan, dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian penatausahaan hasil hutan olahan di 16 lokasi.

- Terlaksananya pengendalian tenaga teknis kehutanan di 12 kab/kota dan 16 unit IUPHHK.

- Terlaksananya pengendalian pengembangan industri primer hasil hutan di 12 kabupaten/kota.

4) Misi 4 : Melaksanakan penegakan hukum kehutanan, optimalisasi pemanfaatan pemanfaatan hutan lindung dan konservasi serta perdagangan karbon, dan penurunan kerusakan sumberdaya hutan.

Tujuan :

Meningkatkan penegakan hukum kehutanan, obtimalisasi pemanfaatan hutan lindung dan konservasi serta perdagangan karbon, mengurangi terjadinya kerusakan sumberdaya hutan.

Sasaran :

a. Terwujudnya peningkatan penegakan hukum kehutanan, dengan indikasi:

- Terlaksananya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kehutanan (Diklat PPNS 20 orang, Latihan menembak 30 orang, Pengawasan penggunan senjata 5 kabupaten).

- Terlaksananya monitoring dan evaluasi proses penyelesaian tindak pidana kehutanan (Koordinasi dalam di 8 Kabupaten, Operasi intelejen di 8 kabupaten, Operasi illegal logging 16 kabupaten, Patroli 24 tim, Pengamanan barang bukti 600 OT, Pengangkutan dan pembongkaran barang bukti 3000 m3).

- Terlaksananya pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan sumberdaya penyidik pegawai negeri sipil di 8 kabupaten.

b. Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan hutan lindung dan konservasi serta perdagangan karbon, dengan indikasi :

- Terlaksananya pengendalian rencana kerja usaha jangka menengah pemanfaatan kawasan hutan lindung dan konservasi di 12 lokasi.

- Terlaksananya pengendalian rencana kerja tahunan usaha pemanfaatan kawasan hutan lindung dan konservasi di 12 lokasi.

- Terlaksananya inventarisasi dan pengembangan potensi kawasan hutan lindung dan konservasi di 12 lokasi.

- Terwujudnya penurunan kerusakan sumberdaya hutan, dengan indikasi :

- Terlaksananya operasi penanggulangan pelanggaran kehutanan dan sosialisasi peraturan perundangan di 12 kabupaten/kota.

- Terlaksananya penanggulangan kerusakan hutan di 12 kabupaten dan Pemantauan RKL dan UPL di 16 unit IUPHHK.

- Terlaksananya pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan sumberdaya polisi kehutanan di 12 kabupaten.

5) Misi 5 : Melaksanakan penyusunan, monitoring dan evaluasi rencana kerja, peningkatan pelayanan umum dan sumberdaya aparatur, serta pengelolaan keuangan dan aset yang tertib dan akuntabel.

Tujuan :

Meningkatkan keselarasan perencanaan pembangunan kehutanan, pelaksanaan pelayanan umum serta akuntabilitas pengelolaan keungan dan aset.

Sasaran :

a. Terwujudnya keserasian perencanaan kehutanan, dengan indikasi :

- Terlaksananya penyusunan dokumen perencanaan kehutanan jangka menengah dan tahunan sebanyak 10 thema.

- Terlaksananya penyusunan dokumen harga satuan dan pelaporan pelaksanaan pembangunan kehutanan sebanyak 8 thema.

- Terlaksananya koordinasi, sosialisasi, monitoring dan evaluasi program-program pembangunan kehutanan, 5 tahun.

b. Terwujudnya peningkatan pelayanan umum dan sumberdaya aparatur, dengan indikasi :

- Terlaksananya pelayanan administrasi umum, selama 5 tahun.

- Terlaksananya pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan dinas untuk meningkatkan disiplin PNS.

- Terlaksananya pembinaan dan peningkatan sumberdaya manusia aparatur.

c. Terwujudnya pengelolaan keuangan dan aset yang tertib dan akuntabel, dengan indikasi :

- Terlaksananya pelayanan dan administrasi keuangan secara lancar dan tepat waktu selama 5 tahun.

- Terlaksananya pelayanan dan administrasi aset secara berkesinambungan selama 5 tahun.

- Terlaksananya penyusunan dokumen pelaporan keuangan dan aset secara lancar selama 5 tahun.

1.7.2. Sektor Pertambangan

Visi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 – 2013 yaitu TERWUJUDNYA PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN UNTUK MENDUKUNG KESEJAHTERAAN RAKYAT”.

Makna dari visi tersebut adalah : Pengelolaan pertambangan dan energi mengandung arti bahwa pertambangan dan energi harus dikelola berdasarkan asas manfaat, efisien, adil serta berkelanjutan yaitu suatu proses yang terencana dan terarah dalam merumuskan pengelolaan pertambangan dan energi dengan memperhatikan keseimbangan antara optimalisasi manfaat, masyarakat dan daya tarik

investasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan harmonisasi usaha pertambangan dengan kepentingan masyarakat dan mendapatkan jaminan ketersediaan energi sehingga menunjang proses pembangunan di seluruh sektor, tercapainya akses terhadap energi bagi masyarakat yang tidak mampu dan terisolir, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berwawasan lingkungan mengandung arti bahwa didalam pengelolaan pertambangan harus mengindahkan prinsip-prinsip konservasi dan pelestarian fungsi lingkungan. Dalam pengelolaan energi juga harus memperhatikan pelestarian lingkungan hidup. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi penggunaan energi, penghematan energi, pengurangan dan pencegahan emisi dan pemanfaatan energi secara rasional dan optimal. Dalam skala global salah satu dampak pemanfaatan energi (fosil) yang mengkhawatirkan adalah pemanasan global sebagai akibat emisi dioksida karbon atau CO2 yang menyebabkan perubahan iklim serta kenaikan permukaan air laut. Upaya yang perlu dilakukan adalah mengurangi pemakaian energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan.

Sedangkan Misi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, sebagai beriku :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dan sarana/prasarana dalam rangka mewujudkan Managemen Pelayanan Administrasi Yang Optimal;

2. Meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan di bidang mineral, batu bara, panas bumi dan air tanah serta energi untuk memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal;

3. Meningkatkan pelaksanaan inventarisasi geologi dan melaksanakan mitigasi bencana geologi;

4. Mewujudkan dan menjaga ketersediaan pasokan tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan, mengembangkan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan dan melakukan konservasi energi serta mengoptimalkan pelaksanaan pemanfatan minyak dan gas bumi secara efektif dan efesien.

Nilai-nilai strategis organisasi yang perlu dikembangkan dalam budaya kerja organisasi untuk mencapai Visi dan Misi :

1. Memberdayakan kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana & prasarana;

2. Meningkatkan pengetahuan aparatur, pelaku usaha dan alih teknologi;

3. Kampanye konservasi bahan galian, penghematan penggunaan energi dan migas dan penelitian dan pengembangan mineral dan energi;

4. Pembukaan akses informasi geologi, pertambangan dan energi untuk masyarakat dan promosi;

5. Meningkatkan pelayanan, kemudahan berusaha, penyediaan data yang up to date;

6. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi pemerintah, swasta dan masyarakat.

Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi. Tujuan Dinas Pertambangan dan Energi sebagai hasil akhir yang ingin dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 sampai dengan 5 tahun (Tahun 2009 s/d 2013), sebagai berikut:

1. Mewujudkan tertib administrasi kantor yang efektif, efisien dan profesional melalui perencanaan kerja yang terintegrasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka memberikan pelayanan prima;

2. Meningkatkan Pengelolaan Mineral, Batubara, Panas Bumi dan Air Tanah yang baik dan benar;

3. Meningkatkan penyelidikan bimbingan teknis, penyediaan data geologi, geologi lingkungan, mitigasi bencana geologi serta pelayanan laboratorium;

4. Menyediakan pasokan tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan dan mengembangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan dengan melakukan konservasi dan diversifikasi energi serta mengoptimalkan pemanfaatan migas secara efektif dan efesien.

Sasaran yang hendak dicapai Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya pelayanan dan tertib administrasi umum dan kepegawaian dengan didukung peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana.

2. Terwujudnya Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi Program dan Kegiatan Sektor ESDM yang terintegrasi dan meningkatkan tertib administrasi keuangan dan asset melalui peningkatan pengembangan sistem pelaporan pencapaian kinerja dan keuangan dalam rangka meningkatkan pelayanan sumber daya pertambangan daan energi.

3. Meningkatnya managemen pembangunan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah melalui pelayanan pemberian izin, rekomendasi teknis, sinergi perangkat regulaasi dan program serta kualitas sistem dan data informasi.

4. Meningkatnya pembinaan, bimbingan teknis dan pengawasan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah yang baik dan benar.

5. Terlaksananya penyelidikan geologi, geologi lingkungan, mitigasi bencana geologi serta pelayanan laboratorium.

6. Tersedianya data dan informasi potensi geologi, geologi lingkungan, air tanah dan daerah rawan bencana geologi.

7. Tersedianya tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan dan terlaksanya pemanfaatan energi baru terbarukan dengan melakukan konservasi energi secara berkelanjutan.

8. Terwujudnya pemanfaatan minyak dan gas bumi secara efektif, efisien, aman dan berkurangnya subsidi pemerintah secara bertahap.

1.7.3. Sektor Perkebunan

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Barat 2008-2013, dikemukakan bahwa prioritas pembangunan daerah sektor perkebunan adalah:

1) Pengembangan Agribinis, adapun kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi:

a) Penerapan teknologi budidaya yang baik melalui intensifikasi, rehabilitas, ekstensifikasi dan diversifikasi.

b) Pengembangan bahan tanaman bermutu.

c) Pemantapan kawasan dan pengutuhan agribisnis komoditas unggulan dengan titik berat pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan.

d) Pengembangan layanan agribisnis seperti sarana produksi, alsintan, teknologi dan permodalan.

e) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana perkebunan.

f) Peningkatan efektifitas pemanfaatan sarana dan prasarana perkebunan.

g) Pengembangan perkebunan pada kawasan khusus (wilayah perbatasan, daerah pedalaman, wilayah terpencil)

2) Peningkatan Kesejahteraan Petani Perkebunan, adapun kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi :

a) Rasionalisasi tenaga penyuluh perkebunan.

b) Pendidikan, pelatihan,pendampingan sekolah lapang dan magang petani maupun petugas.

c) Penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani perkebunan

d) Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan usaha di sentra produksi.

e) Penumbuhan dan penguatan kemitraan usaha.

f) Upaya khusus pengentasan kemiskinan di wilayah perkebunan.

g) Pemantapan manajemen peningkatan kesejahteraan petani pekebun.

h) Pembinaan petani dan kelembagaan petani pada kawasan khusus (wilayah perbatasan pedalaman dan wilayah terpencil).

3) Pengembangan Sistem Informasi (SIM) Perkebunan , adapun kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi :

a) Pengembangan sistem data dan informasi perkebunan.

b) Peningkatan dan pengembangan Humas Perkebunan.

c) Peningkatan kaji terapan Agribisnis Pembangunan Perkebunan.

d) Pengembangan pelaksanaan standarisasi perkebunan.

e) Peningkatan dan pemanfaatan Tata Ruang wilayah perkebunan.

f) Pengendalian Perizinan Usaha Perkebunan.

g) Pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan.

h) Penyelenggaraan Promosi Produk Unggulan Perkebunan.

Apabila memperhatikan program prioritas yang terdapat didalam RPJM Kalbar 2008 - 2013 untuk sektor perkebunan, dapat dikemukakan bahwa program prioritas tersebut tidak sama sekali memberikan penekanan pada pengembangan sektor perkebunan yang mendukung pengelolaan lingkungan berkelanjutan.

BAB V

TELAAH IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN RENCANA PEMBANGUNAN

1.1. Telaah Koherensi dan Konsistensi Kebijakan Pemerintah dan pemerintah Provinsi

1.1.1. RPJP, RPJM dan RTRW Nasional

Dalam UU No 25 tahun 2004 tentang sistim perencanaan pembangunan nasional pada pasal 4 menyatakan :

(1) RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pernerintahan Negara Indonesia yang tercanturn dalarn Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pernbangunan Nasional.

(2) RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

(3) RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, mernuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif

Sejalan dengan yang diamanatkan pada pasal 4 ayat 1 tersebut maka dalam RPJP Nasional terdapat visi sebagai berikut : INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU DAN MAKMUR. Untuk menindaklanjuti visi tersebut secara lebih operasional dinyatakan dalam misi RPJP sebagai berikut :

1. Mewujudkan Masyarakat Yang Berakhlak, Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya Dan Beradab Berdasarkan Falsafah Pancasila

2. Mewujudkan Bangsa Yang Berdaya Saing

3. Mewujudkan Masy Demokratis Berlandakan Hukum

4. Mewujudkan Indonesia Aman, Damai Dan Bersatu

5. Mewujudkan Pemerataan Pembangunan Dan Berkeadilan

6. Mewujudkan Indonesia Asri Dan Lestari

7. Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan Yang Man Diri, Maju, Kuat Dan Berbasiskan Kepentingan Nasional

8. Mewujudkan Indonesia Berperan Penting Dalam Pergaulan Dunia Internasional

Selanjutnya Jika Memperhatikan Beberapa Uraian Tentang RPJM Nasional Di Peroleh Visi RPJM Nasional Sebagai Berikut (Visi Indonesia 2014) : “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”

Kesejahteraan Rakyat.

Terwujudnya Peningkatan Kesejahteraan Rakyat, Melalui Pembangunan Ekonomi Yang Berlandaskan Pada Keunggulan Daya Saing, Kekayaan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia Dan Budaya Bangsa.Tujuan Penting Ini Dikelola Melalui Kemajuan Penguasaan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.

Demokrasi.

Terwujudnya Masyarakat, Bangsa Dan Negara Yang Demokratis,Berbudaya, Bermartabat Dan Menjunjung Tinggi Kebebasan Yang Bertanggung Jawab Serta Hak Asasi Manusia.

Keadilan.

Terwujudnya Pembangunan Yang Adil Dan Merata, Yang Dilakukan Oleh Seluruh Masyarakat Secara Aktif, Yang Hasilnya Dapat Dinikmati Oleh Seluruh Bangsa Indonesia. Untuk Mewujudkan Visi Tersebut

Maka Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Di Lakukan Upaya Melalui Beberapa Misi Sebagai Berikut:

Misi 1: Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia Yang Sejahtera

Misi 2: Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

Misi 3: Memperkuat Dimensi Keadilan Di Semua Bidang

Dalam PP no 26 tahun 2008 tentang Rencana tata ruang wilayah nasional pasal 2 menyatakan bahwa : Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:

a. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; b. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; c. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; d. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam

bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota

dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

f. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

g. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; h. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan i. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

Selanjutnya pada Pasal 3 disebutkan RTRWN menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; d. pewujudan pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasarkan beberapa ketentuan tersebut di atas yang menyangkut keruangan seperti yang terdapat dalam pasal 3 terdapat sedikit perubahan kearah revisi kebijakan keruangan untuk point f sehingga bila kebijakan ini ditetapkan akan sedikit merubah kebijakan keruangan nasional terutama menyangkut KSN.

Dengan adanya berbagai kriteria dalam RPJP Nasional, RPJM Nasional dan RTRW Nasional tersebut di atas maka dapat dijadikan acuan untuk melihat koherensi antar kebijakan di tingkat Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten.

1.1.2. RPJPD, RPJMD dan Revisi RTRWP

RPJPD Provinsi Kalimantan Barat ditetapkan melalui perda No 7 tahun 2008, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan daerah, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.Rencana pembangunan jangka panjang daerah diwujudkan dalam visi, misi dan arah pembangunan daerah.

Dalam dokumen RPJP Daerah jelas di katakan bahwa RPJPD Provinsi disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya dijelaskan RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut dalam RPJM Daerah.

Pada UU No 25 tahun 2004 tentang sistim perencanaan pembangunan nasional pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa : RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pernbangunan Daerah, kebijakan umum, dan

program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

RPJMD Kalimantan Barat 2008-2013 disusun sebagai dokumen kebijakan rencana strategis Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat terpilih. Kebijakan ini akan menjadi payung hukum dalam mekanisme dan proses penyusunan rencana untuk lima tahun ke depan yang dituangkan dalam Rencana Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Dalam Dokumen RPJMD Kalimantan Barat disebutkan bahwa penyusunan RPJMD Provinsi Kalimantan Barat menggunakan RPJM Nasional sebagai pedoman utama. Arahan RPJM nasional yang berkaitan dengan prioritas dan sasaran pembangunan nasional diadaptasikan dalam skala lokal, dijabarkan dalam RPJMD Kalimantan Barat. Selanjutnya koherensi tersebut digambarkan dalam Diagram yang lebih jelas menggambarkan hubungan RPJMD dan dokumen perencanaan lainnya untuk ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.1.

Hubungan RPJMD Kalimantan Barat dengan Dokumen Perencanaan Lainnya Ditingkat Pusat maupun Daerah

Secara vertikal ke bawah, prioritas yang termuat dalam RPJMD Kalimantan Barat akan tercermin dalam rencana kerja tahunan, termasuk pada rencana kerja SKPD. Dengan pola ini, RPJMD Kalimantan Barat akan berfungsi sebagai kerangka acuan dalam penyusunan rencana kerja SKPD. Hal ini sesuai dengan UU No 25 pasal 5 ayat 3 menyatakan bahwa : RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Selanjutnya Untuk melihat koherensi antar kebijakan ini akan dilihat dari beberapa kriteri seperti termuat dalam UU No 25 tahun 2004 Pasal 5 :

(1) RPJP Daerah mernuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.

(2) RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pernbangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

(3) RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Koherensi RPJP dengan Rencana tata ruang secara yuridis formal dapat terlihat pada UU no 26 tahun 2007 tentang tata ruang Pasal 20 menyebutkan (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional; b) rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; c) rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional; d) penetapan kawasan strategis nasional; e) arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f) arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Selanjutnya pada pasal 22 menyebutkan bahwa (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b) pedoman bidang penataan ruang; dan c) rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan: a) perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi; b) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi; c) keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; d) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e) rencana pembangunan jangka panjang daerah; f) rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; g) rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan h) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Berdasarkan RPJPD Provinsi Kalimantan Barat, Visi pembangunan daerah Kalbar tahun 2008-2028 mengarah pada pencapaian tujuan nasional di daerah, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bila visi telah terumuskan, maka juga perlu dinyatakan secara tegas misi,yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut. Misi ini dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang daerah.

Berdasarkan kondisi Kalimantan Barat saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh daerah dan amanat pembangunan yang tercantum dalam RPJP Nasional, maka visi pembangunan daerah Tahun 2008–2028 adalah: KALIMANTAN BARAT BERSATU DAN MAJU

Visi pembangunan daerah Tahun 2008–2028 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional di daerah, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan daerah tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kebersatuan dan kemajuan yang ingin dicapai. Bersatu merupakan inti dari kebersamaan, dimana setiap orang disamping memahami hak dan tanggungjawabnya juga memahami hak dan tanggung jawab orang lain. Dengan demikian, meskipun latar belakang kehidupan masyarakat sangat heterogen mereka tetap dapat hidup bersama dalam suasana yang harmonis, sinergis dan saling pengertian. Oleh karena itu, pembangunan haruslah pula merupakan upaya memperkokoh persatuan. Untuk bersatu diperlukan adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bersatu merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Masyarakat bersatu adalah masyarakat yang mampu mewujudkan budaya politik yang demokratis dan toleran, masyarakat yang mampu menempatkan orang perorang dalam posisi sejajar dan sederajat dimuka hukum serta masyarakat yang senantiasa dapat

menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, untuk memperkokoh rasa persatuan, mutlak harus diwujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Disamping itu, penegakan supremasi hukum dan pelaksanaan prinsip-prinsip good governance menjadi kunci untuk mencapai Kalimantan Barat bersatu.

Sementara itu, tingkat kemajuan suatu daerah dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator sosial, tingkat kemajuan suatu daerah diukur dari kualitas sumber daya manusianya. Suatu daerah dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi. Tingginya kualitas pendidikan penduduknya ditandai oleh makin menurunnya tingkat pendidikan terendah serta meningkatnya partisipasi pendidikan dan jumlah tenaga ahli serta professional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan.

Kemajuan suatu daerah juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, ada kaitan yang erat antara kemajuan suatu daerah dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat kesehatan. Daerah yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih kecil, angka harapan hidup yang lebih tinggi, dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi.

Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut ditempuh melalui 9 (sembilan) misi pembangunan daerah sebagai berikut:

1. Mewujudkan Budaya Politik yang Demokratis dan Toleran adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan budaya hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.

2. Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.

3. Mewujudkan Supremasi Hukum dan prinsip-prinsip Good Governance adalah melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hokum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil; meningkatkan kualitas aparatur baik intelektual maupun moral agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip good governance dengan penuh tanggungjawab.

4. Mewujudkan masyarakat yang Aman, Damai dan Bersatu adalah meningkatkan rasa kebersamaan masyarakat sehingga lebih mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan suku, agama, dan golongan, antisipatif terhadap setiap potensi konflik, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas.

5. Mewujudkan infrastruktur yang memadai adalah membangun infrastruktur yang maju seperti jalan, jembatan, sarana pengairan, energi listrik yang berbasis non BBM (bahanbakar minyak), air bersih, sistem angkutan massal di perkotaan, sistem perlindunganterhadap bencana banjir dan abrasi serta pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil secaraterpadu.

6. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berkeseimbangan adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman,kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi, meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan, serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.

7. Mewujudkan perekonomian yang maju adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan, serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara, dan memperkuat perekonomian daerah berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan jasa, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan termasuk distribusinya, meningkatkan hasil produksi, investasi, dan kontribusi perdagangan dan jasa dalam perekonomian.

8. Mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan inovatif adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan tingkat pendidikan dan derajat kesehatan penduduk. Hal itu tercermin pada tingkat pendidikan terendah, tingkat partisipasi anak usia sekolah, angka harapan hidup yang lebih tinggi, dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Dengan demikian berarti masyarakat diharapkan akan lebih produktif dan inovatif.

9. Mewujudkan masyarakat yang Religius, Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, dan Beradab adalah memperkuat jati diri dan karakter melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilainilai luhur budaya daerah dan budaya bangsa, serta memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan.

Sejalan dengan RPJPD Provinsi Kalimantan Barat maka Visi dalam RPJMD Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013 adalah: Mewujudkan Masyarakat Kalimantan Barat Yang Beriman, Sehat, Cerdas, Aman, Berbudaya Dan Sejahtera.

Visi Beriman

Iman adalah keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi ini didasarkan pada ideologi Pancasila, yakni sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang meletakkan kepercayaan kepada Tuhan sebagai dasar utama dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam melaksanakan pembangunan, manusia yang beriman menunjukkan ketetapan hati, keteguhan, dan keseimbangan batin. Masyarakat beriman memandang upaya pembangunan sebagai amanah atas karunia atau talenta yang diterimanya dari Tuhan. Iman merupakan investasi pembangunan yang tak terukur kelimpahannya. Sebab itu kegiatan dan hasil pembangunan diupayakan deengan sempurna sebagai wujud kesediaan untuk melayani Tuhan dan sesama. Diyakini, dengan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa semua kegiatan dan hasil pembangunan akan baik adanya.

Visi Sehat

Sehat adalah keadaan baik atau mendatangkan kebaikan pada seluruh badan jasmaniah dan rohaniah. Dalam perekonomian, keadaan sehat diartikan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan perekonomian berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Dalam hal politik, keadaan sehat berarti bahwa segala sesuatunya dijalankan dengan hati-hati dan baik, semboyan “dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat (men sana in corpore sano)” atau “rakyat sehat, negara kuat” merupakan kekuatan pendorong agar masyarakat menjaga kesehatannya. Seperti kata Rhonda Byrne, “tuhuh kita adalah produk pikiran kita”, artinya jika manusia berfikir sehat maka dirinya dan juga masyarakat dan lingkungan akan menjadi sehat. Visi sehat menunjukkan betapa pentingnya masyarakat menjaga kesehatannya agar dapat menggerakkan diri sendiri dan orang lain untuk melaksanakan pembangunan. Kesehatan yang dimaksud bukan saja fisik, tetapi juga psikis, sebab untuk mengekspresikan niat dan kekuatan psikis seseorang harus memiliki tubuh yang sehat. Kesehatan merupakan investasi untuk mengembangkan kualitas sumber daya pembangunan. Selanjutnya, seperti telah disebutkan di atas, bahwa kata sehat dalam visi ini juga diasosiasikan pada semua bidang, seperti ekonomi yang sehat, budaya yang sehat, demokrasi yang sehat, pemerintahan yang sehat, hubungan sosial yang sehat, lingkungan hidup yang sehat, dan sebagainya menurut norma dan indikatornya masing-masing. Sebab itu, kesehatan menjadi indikator penting dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Visi Cerdas

Cerdas menunjukkan ketajaman berfikir dan merasakan. Kecerdasan berhubungan dengan hati yang ditunjukkan dengan kepedulian terhadap sesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar (kecerdasan emosional). Kecerdasan hati harus dilandaskan pada keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa (kecerdasan spiritual). Jadi visi cerdas, termasuk kecerdasan intelektual menuntut pemberdayaan pikiran, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lainnya dalam pembangunan.

Visi Aman

Aman mencerminkan keadaan masyarakat yang bebas dari gangguan, rasa takut, dan khawatir. Keadaan aman terwujud bilamana masyarakat bebas dari tekanan fisik dan mental. Keamanan merupakan modal dalam melaksanakan pembangunan daerah Kalimantan Barat. Individu, masyarakat, dan dunia usaha yang terancam akan selalu merasakan ketidakpastian. Sebab itu, bila ada gangguan, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar akan mempengaruhi upaya dan

hasil pembangunan. Visi aman mengandung makna terwujudnya suasana kondusif, konstruktif, dan dinamis dalam masyarakat Kalimantan Barat. Pokok pikiran dan upaya untuk mewujudkan Visi aman ini adalah persatuan dan demokrasi masyarakat Kalimantan Barat.

Visi Berbudaya

Budaya menyangkut pikiran, akal budi, dan adat istiadat manusia sebagai pelaku dan sasaran pembangunan. Pembangunan yang dilandasi oleh budaya yang baik akan menghasilkan hasil pembangunan yang baik pula. Karena itu, untuk mencapai manusia yang memiliki budaya yang positif, konstruktif, dan dinamis hendaknya terlebih dahulu dibentuk suatu budaya yang baik dari berbagai bidang, seperti budaya good government, budaya adil, budaya melayani, budaya bersih, budaya produktif-bukan konsumtif, budaya berfikir dan bertindak berdasarkan kebenaran, budaya jujur, budaya transparan, dan sebagainya. Budaya luhur yang ada dalam masyarakat Kalimantan Barat perlu dipertahankan dan dikembangkan sebagai modal dasar pembangunan. Visi berbudaya juga bermakna bahwa hasil pembangunan bersifat tetap dan berkelanjutan (sustainability).

Visi Sejahtera

Sejahtera merupakan keadaan utuh sebagai kesimpulan atau akumulasi dari visi beriman, sehat, cerdas, aman, dan berbudaya. Masyarakat dan individu yang sejahtera adalah masyarakat yang aman sentosa, selamat, adil dan makmur. Pendekatan untuk mencapai visi sejahtera adalah pendekatan menyeluruh, konsisten, dan kebersamaan, sebab hanya dengan kebersamaan kita bisa memenangkan setiap upaya, sasaran, dan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.

Visi tersebut dalam RPJMD provinsi Kalimantan Barat akan diwujudkan melalui Misi Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, yakni:

1. Melaksanakan peningkatan sistem pelayanan dasar dalam bidang sosial, kesehatan, pendidikan, agama, keamanan, dan ketertiban melalui sistem kelembagaan manajemen yang efisien dan transparan.

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas tenaga kependidikan dan penyediaan prasarana dan sarana pendidikan serta pemerataan pendidikan.

3. Meningkatkan kemampuan kapasitas dan akuntabilitas aparatur pemerintah daerah guna meningkatkan pelayanan publik, serta menempatkan aparatur yang profesional dan berakhlak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki serta sesuai dengan peraturan jenjang karir kepegawaian yang berlaku.

4. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun, aman, dan damai.

5. Melaksanakan peningkatan pembangunan infrastruktur dasar guna memperlancar mobilitas penduduk dan arus barang serta mempercepat Pembangunan dan Pengembangan Pariwisata di Wilayah Pedalaman, Perbatasan, Pesisir dan Kepulauan sebagai sumber potensi ekonomi.

6. Melaksanakan pengendalian dan pemanfaatan tata ruang dan tata guna wilayah sesuai dengan peruntukan dan regulasi, guna menghindari kesenjangan wilayah dan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.

7. Melaksanakan pemerataan dan keseimbangan pembangunan secara berkelanjutan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

8. Menggali dan mengembangkan Nilai-nilai dan keragaman budaya serta memanfaatkan keindahan alam untuk kepentingan kepariwisataan.

9. Mengembangkan sumberdaya lokal bagi pengembangan ekonomi masyarakat melalui sistem pengelolaan yang profesional, efektif, dan efisien serta akuntabel, dengan didukung sistem dan sarana investasi yang baik melalui penyediaan data potensi investasi guna menarik dan mendorong masuknya investasi.

10. Mengembangkan jaringan kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak swasta baik dalam tataran lokal, regional, nasional, maupun internasional melalui penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur serta SDM yang memadai.

11. Memperluas lapangan kerja dan usaha dengan berbasis ekonomi kerakyatan, melalui pemberdayaan potensi dan kekuatan ekonomi lokal terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi, dengan membuka akses ke sumber modal, teknologi dan pasar untuk meningkatkan daya saing, serta menggali, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya, kekayaan

budaya daerah dan tradisional guna mempertahankan ketahanan budaya sekaligus mewujudkan pariwisata berbasis budaya dan kerakyatan.

Dari sisi revisi tata ruang wilayah provinsi , dengan adanya dinamiika masyarakat dan laju pertumbuhan pembangunan, dapat merubah sebagian bentang alam, hal ini dapat tampak pada besarnya usulan perubahan pola ruang dimana perubahan bentang alam dari fungsi kawasan kearah APL 1.969.439 ha, sedangkan perubahan antar fungsi kawasan sebesar 1.028.713 ha. Perubahan tersebut termasuk di dalamnya kawasan strategi nasional/Lindung Nasional (KSN). Visualisasi perubahan bentang alam tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 5.2. Perubahan pola Ruang Di Prov Kalbar dalam RTRWP

Untuk lebih memudahkan melihat koherensi antar kebijakan ini dapat dilihat melaui table matrik berikut ini :

Tabel 5.1.

Matrik kriteria koherensi kebijakan nasional dan kebijakan provinsi

Jenis Kebijakan Provinsi

Jenis kebijakan Nasional

RPJP Nas RPJM Nas RTRWN

RPJPD Prov Koheren Koheren Koheren

RPJMD Prov Koheren koheren Koheren Revisi RTRWP Pada Bagian ter tentu

terjadi peru bahan ruang KSN

Pada Bagian tertentu terjadi perubahan ru ang KSN

Pada Bagian tertentu terjadi perubahan ruang KSN

1.2. Telaah Harmoni RPJP dengan Revisi RTRW Provinsi Kalimantan Barat

RPJP merupakan acuan pembangunan jangka panjang dengan skala cakupan menurut UU No. 25 tahun 2004 meliputi seluruh wilayah Provinsi Kalbar, oleh karenanya scooping wilayah kajian akan meliputi wilayah pemerintah kabupaten kota yang masuk dalam wilayah DAS Kapuas.

Di dalam RPJPD Provinsi Kalimantan barat dalam konsep pembangunannya, Kalbar dibagi kedalam 4 (empat) Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi, dan WP Antar Negara. WP Tengah terdiri Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Landak. WP Pesisir terdiri dari Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Ketapang. Untuk WP Antar Negara mencukup 5 (lima) kabupaten yang meliputi Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas.

- WP Tengah yang difokuskan di Kawasan Tayan, diarahkan pada titik pusat pembangunan transportasi yang membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan memperlancar aksesibilitas arus orang dan barang ke dan dari wilayah pesisir. Pengembangan WP Tengah meliputi jalan dan jembatan, pelabuhan sungai, penataan kota, pusat agribisnis, pertambangan, instalasi air bersih & kelistrikan, dan model pertanian.

- WP Pesisir di arahkan pada pengembangan pelabuhan samudera/pelabuhan regional/pelabuhan perikanan, promosi investasi, terminal perikanan, budidayatangkap ikan, agribisnis/aqua bisnis, pariwisata (budaya, kesenian, pantai dan kepulauan) dan pengembangan pulau-pulau kecil.

- WP Perbatasan Antar Propinsi diarahkan pada pengembangan pertambangan, perkebunan, eco-tourism, dan promosiparawisata.

- WP Perbatasan Antar Negara diarahkan pada pengembangan border devlop ment centre (BDC), perkebunan, industrial estate, promosi parawisata, dan mobilisasi sumberdaya.

Gambaran wilayah administrasi kabupaten yang masuk dalam wilayah kajian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.3.

Wilayah administrasi kabupaten yang masuk wilayah kajian

Perencanaan jangka panjang lebih condong pada kegiatan olah pikir yang bersifat visioner, sehingga penyusunannya akan lebih menitikberatkan partisipasi segmen masyarakat yang memiliki olah pikir visioner . Oleh karenanya rencana pembangunan jangka panjang daerah yang dituangkan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan daerah adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.

Secara substasi proses revisi RTRWP dalam wilayah kajian ini melibatkan wilayah kabupaten, hasil dari substansi tersebut meliputi arahan dalam hal pola ruang dan struktur ruang, untuk ini tentunya harus mempunyai keserasian dengan RPJPD Provinsi terutama terkait dengan konsep pembangunan wilayah Kalbar. Hasil arahan pola ruang dan struktur ruang terkait dengan kabupaten yang ada dalam wilayah kajian dapat dilihat seperti pada tabel berikut :

Tabel 5.2.

Alokasi pola ruang Revisi RTRWP pada kabupaten yang ada di wilayah Kajian

No Usulan RTRWP

Beng-kayang

Kapuas Hulu

Kayong Utara

Ketapang Kota Pontianak

Kubu Raya

Landak Melawi Pontianak Sanggau Sekadau Sintang

1 APL 399024 885073 141677 1611000 11004 467544 595991 416239 134301 801020 402093 994910

2 Base 632 18379 11609 15462 705 41389 1681 5594 1013 15128 4934 11402

3 CA 875 0 0 137628 0 0 2648 0 0 0 0 0

4 HL 47495 685422 51612 290990 0 148515 50170 216995 5003 96171 56156 453065

5 HP 51520 48167 41417 356413 0 127041 111346 69561 48407 251347 72493 142941

6 HPK 0 0 60233 48221 0 22928 0 2655 0 69878 0 0

7 HPT 2639 548638 0 547912 0 65789 12739 256746 16148 39640 25527 535430

8 SAL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 TN 43800 935517 294985 17034 0 0 49716 44774 0 1073 0 67992

10 TWA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2054

Jumlah 546035 3121196 601533 3024660 11709 873186 8q24291 1012564 204872 1274257 561203 2207794

Berdasarkan data pola ruang tersebut, kecuali kota Pontianak yang tidak memiliki kawasan hutan , sedangkan yang lainnya terdapat dalam jumlah yang bervariatip. Selanjutnya di lihat dari arahan struktur ruang , dalam revisi tata ruang di wikayah Kabupaten yang berada dalam wilayah DAS kapuas terdapat beberapa proyeksi pusat kegiatan dan sarana transportasi jalan darat , baik yang bersifat nasional maupun lokal, gambaran struktur ruang yang ada dalam kawasan/wilayah kajian dapat dilihat pada gambar 5.4

Pada arahan struktur ruang dalam revisi tata ruang terdapat 3 PKSN yang masuk dalam wilayah kajian, PKSN tersebut erdapat di Kab Sanggau (Entikong), Sintang (Jasa) dan Kapuas Hulu (Nanga badau), 22 PKL, 4 PKW, 1 PKN, dan beberapa saran perhubungan seperti jalan. Berdasarkan gambar tersebut diproyeksikan akan banyak jalur jalan nasional dibanding jalan provinsi.

Mengacu pada tujuan penataan ruang wilayah Propinsi Kalimantan Barat yang diarahkan untuk “Terwujudnya keharmonisan dan keterpaduan dalam penggunaan /pengelolaan lingkungan alam dan lingkungan buatan dengan peningkatan sumberdaya manusia dalam pengelolaannya serta pencegahan kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang yang dikelola secara arif dan bijaksana guna peningkatan kemakmuran rakyat Kalimantan Barat secara adil dan merata”. Maka harmonisasi RPJP dengan Revisi RTRW di Wilayah kajian di analisis dari bentuk matrik sebagai berikut.

Tabel 5.3.

Matrik Wilayah Pengembangan dalam RPJP Prov dan Pola Ruang dalam Revisi RTRWP

Wil. Adminis-trasi

RPJPD Prov

Proporsi Arahan pola ruang dalam Revisi RTRWP

(pola ruang yang terdapat dalam wilayah kajian )

APL

(%)

CA

(%)

HL

(%)

HP

(%)

HPK

(%)

HPT

(%)

SAL

(%)

TN

(%)

TWA

(%)

Kab. Kapuas Hulu

-WP Antar Provinsi

-WP Antar Negara

28,35

0 21,96

1,54

0 17,57

0 29,97

0

Kab. Melawi

-WP Antar Provinsi

41,10 0 21,43 6,86 0,26 25,35

0 4,42 0

Kab. Sintang

-WP Antar Provinsi

-WP Antar Negara

45,06 0 20,52

6,47

0 24,25

0 3,07

0,09

Kab. Sekadau

-WP tengah 71,64 0 10,00

12,91

0 4,54

0 0 0

Kab.Sanggau

-WP tengah

-WP Antar Negara

62,86 0 7,54

19,72

5,48

3,11

0 0,08

0

Kab. Landak

-WP tengah

72,30

0,32

6,08

13,50

0 1,54

0 6,03

0

Kab.Bengkayang

-WP Pesisir

-WP Antar Ne gara

73,07

0,16

8,69

9,43

0

0,48

0

8,02

0

Kab.Pontianak

-WP Pesisir

65,55

0 2,44

23,62

0 7,88

0 0 0

Kab Kubu Raya

-WP Pesisir 53,54

0 17,01

14,54

2,62

7,53

0 0 0

Kab.Ka yong utara

-WP Pesisir 23,55

0 8,58

6,88

10,01

0 0 49,0

0

Kab. Keta pang

-WP Pesisir

-WP Antar Provinsi

53,26

4,55

9,62

11,78

1,59

18,11

0 0,56

0

Kota Pontia nak

-WP Pesisir 93,98

0 0 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan data yang ada memang tampak bahwa ada beberapa kabupaten yang masih perlu disesuaikan ketersediaan ruang terutama yang terkait dengan rasio antar kawasan APL dan kawasan hutan yang di alokasikan dengan fokus dalam arahan wilayah pengembangannya, baik untuk kebun, tambang dan lainnya, hal ini tentu perlu dilihat lebih lanjut potensi wilayah yang ada.

Selanjutnya berdasarkan arahan pola ruang yang diproyeksikan dapat terlihat bahwa dalam Revisi tata ruang telah mendekati harmonisas, untuk ini dapat dilhat dari tabel berikut.

Tabel 5.4.

Matrik Wilayah Pengembangan dalam RPJP Prov dan Struktur ruang dalam Revisi RTRWP

Wil. Adminis-

trasi RPJPD Prov

Arahan Struktur ruang dalam Revisi RTRWP

(pola ruang yang terdapat dalam wilayah kajian )

Jl. Lintas

kalimantan

/negara

Jl. Pro vinsi

PKN PKW PKSN PKL Pelabuhan laut

Termi nal

berkualifika

si

Bandara

Kab.Kapuas Hulu

-WP Antar Provinsi

-WP Antar Negara

Ada Ada Ada Ada

Kab. Melawi -WP Antar Provinsi

Ada Ada Ada

Kab. Sintang -WP Antar Provinsi

-WP Antar Negara

Ada Ada Ada Ada Ada

Kab. Sekadau

-WP tengah Ada Ada

Kab.Sanggau

-WP tengah

-WP Antar Negara

Ada Ada Ada Ada Ada

Kab. Landak -WP tengah Ada Ada Ada

Kab.Bengkayang

-WP Pesisir

-WP Antar Negara

Ada Ada Ada Ada

Kab.Pontianak

-WP Pesisir Ada Ada Ada Ada Ada

KabKubu Raya

-WP Pesisir Ada Ada Ada Ada

Kab.Kayong utara

-WP Pesisir Ada Ada Ada Ada

Kab. Ketapang

-WP Pesisir

-WP Antar Provinsi

Ada Ada Ada Ada Ada

Kota Pontianak

-WP Pesisir Ada Ada

Berdasarkan kondisi proyeksi pembangunan struktur ruang, tampak antara rencana pembangunan jangka panjang dengan arahan struktur ruang dalam revisi tat ruang cukup harmonis. Peta sebaran struktur ruang per wilayah kabupaten yang masuk dalam wilayah kajian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.4.

Struktur ruang dalam wilayah Kabupaten yang masuk wilayah kajian

1.3. Telaah Implikasi Revisi Rencana Tata Ruang di Wilayah DAS Kapuas 1.3.1. Implikasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang di Wilayah DAS Kapuas

Melihat adanya dinamika pembangunan yang signifikan baik internal maupun eksternal, serta merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengamankan bahwa pemerintah Provinsi diberikan waktu selama 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang tersebut berlaku untuk melakukan penyesuaian terhadap rencana tata ruangnya, maka Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2004 tentang RTRWP Kalimantan Barat (Tahap I) sudah waktunya untuk direvisi.

Revisi tata ruang Provinsi Kalbar meliputi perubahan pola ruang dan struktur ruang, Data Revisi Pola ruang untuk wilayah kajian sesuai dengan wilayah administrasi Pemerintah kabupaten/kota yang masuk dalam DAS Kapuas dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 5.5.

Data Revisi pola Ruang dalam wiayah kajian

No Kawasan Luas (ha) %

1 BASE/TUBUH AIR 102.904 1,01

2 CA 1.346 0,01

3 HL 1.726.831 16,9

4 HP 946.055 9,3

5 HPK 103.991 1.02

6 TN 1.098.501 10,8

7 TWA 2.065 0,02

8 HPT 1.536.043 15,07

9 APL 4.673.668 45,24

Jumlah 10.191.404 100

Berdasarkan data di atas, maka revisi pola ruang di kawasan DAS kapuas maka kawasan ini akan memiliki kawasan Areal Penggunaan lain yang cukup besar yakni 45,24 %. Disisi lain kawasan hutan lindung (HL) menempati urutan kedua (16,9 %), dan selanjutnya diduduki oleh hutan produksi terbatas (HPT= 15,07), selanjutnya akan terdapat kawasan Strategis Nasional (KSN) sebesar 10,8 %. KSN yang berada dalam kawasan DAS Kapuas ini adalah TN Betung Kerihun dan TN Danau sentarum, TN Buikit baka-bukit raya dan TN G. Nyiut.

Berdasarkan Undang – Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 18 menyatakan :(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. (2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Selanjutnya PP No 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan; Pasal 12 menyatakan (1) Tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: (a). tetap terjaminnya luas kawasan hutan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi dengan sebaran yang proporsional; dan

(b). mempertahankan daya dukung kawasan hutan tetap layak kelola.

Dengan memperhatikan beberapa ketentuan di atas maka secara alokasi kawasan hutan yang di proyeksikan dalam revisi tata ruang telah mencukupi, namun ketersebarannya tidak merata, banyak mengarah pada bagian Timur dari Wilayah DAS Kapuas. Sedangkan pada bagian tengah dan hilir Wilayah DAS Kapuas cenderung menjadi APL, dengan alokasi kawasan APL pada bagian tengah dan hilir maka mendorong aktivitas budidaya pertanian dan perkebunan terkonsentrasi di kawasan ini,, untuk ini maka kondisi penutupan harus benar-benar diperhatikan, agar dampak lain yang mungkin timbul berupa erosi dan banjir tidak terjadi. Untuk jelasnya dapat dilihat seperti pada gambar berikut.

Gambar 5.5

Gambaran Revisi Pola dan Struktur Ruang dalam wilayah kajian

1.3.2. Implikasi Rencana Struktur Ruang di dalam wilayah kajian

Revisi struktur ruang dalam tata ruang di Kawasan DAS Kapuas merupakan bagian dari evisi tata ruang Kalimantan barat, Oleh karenanya data mengenai perubahan struktur ruang akan di gunakan data struktur ruang dalam revisi tata ruang kalimantan barat. Penekanan struktur ruang dalam kaitannya dengan DAS Kapuas adalah pada jaringan jalan, dan pusat kegiatan. Untuk ini dapat di lihat dari tabel berikut ini.

Tabel 5.6.

Data Arahan Struktur Ruang Pusat pemukiman, bandara, Pelabuhan dan Terminal

Pusat Pemukiman Bandara Pelabuhan Terminal

RTRWP PKN : Kawasan Mtropololitan Pontianak (KMP; Kota Pontianak dan Ibu Kota Kab. Kubu Raya)

PKW : Sambas, Singkawang, Mempawah, Sanggau, Sintang, Putussibau dan Ketapang.

Pusbar Sekunder : Supadio Pontianak.

Pusbar Tersier :

a. Rahadi Oesman, Ketapang.

b. Susilo, Sintang.

c. Pangsuma, Putussibau.

d. Paloh, Liku.

Internasional : Pontianak

Nasional : Ketapang

Promosi PKW : Sukadana – Teluk Melano (jika terjadi pemekaran wilayah Kab. Ketapang dengan pembentukan kabupaten baru dari

Pusbar Tersier :

a. Singkawang

b. Sukadana

Internasional :

Pulau Temajok (Pantai Kijing) dan Tanjung Gondol dalam

Tipe A (antar kota antar provinsi dan/atau lintas batas negara):

a. Sungai

Pusat Pemukiman Bandara Pelabuhan Terminal

bagian utara wilayah Kab. Ketapang

satu sistem.

Nasional :

a. Teluk Batang.

b. Tanjung Api di Paloh

Ambawang di Ibukota KKR

b. Singkawang

c. Sintang

d. Ketapang

e. Tayan

f. Tipe B (antar kota dalam provinsi)

Keterangan :

§ Kota Sintang diperkirakan menjadi ibukota provinsi Kapuas Raya dalam masa rencana.

§ Kota Sandai diperkirakan menjadi ibukota kabupaten dalam masa rencana.

Tabel 5.7. Data Arahan Struktur Ruang PKN, PKW dan PKSN

PKN PKW PKSN Kabupaten Hinterland

Pontianak - Ketapang (I/B)

- Mempawah (II/B)

- Singkawang (I/C/1)

- Sambas (I/A/1)

- Entikong (I/A/1)

- Sanggau (I/C/1)

- Sintang (II/C/1)

- Putussibau (I/A/2)

- Jagoibabang (I/A/2)

- Aruk

- Temajuk (Paloh) (II/A/2)

- Entikong (II/A/2)

- Jasa (II/A/2)

- Nanga Badau (I/A/2)

- Kab. Ketapang & Kayong Utara

- Kab. Ponttianak & Landak

- Kab. Bengkayang & Sambas

- Kab. Sambas

- Kab. Sanggau & Sekadau

- Kab. Sintang & Melawi

- Kab. Kapuas Hulu

§ Bandara sebagai Simpul Transportasi Udara Nasional (sebagai pusat penyebaran primer : Hang Nadim, Soekarno-Hatta, Sepinggan) :

1. Pusat penyebaran sekunder : Supadio.

2. Pusat penyebaran tersier : Rahadi Oesman, Pangsuma, Susilo, Paloh.

§ Pelabuhan sebagai Simpul Transportasi Laut Nasional :

1. Pelabuhan internasional : Pontianak.

2. Pelabuhan nasional : Ketapang

§ Jalan Bebas Hambatan : Singkawang – Sungai Pinyuh – Pontianak – Tayan.

Ruang milik jalan minimal = 30 meter (PP No. 34/2006 tentang jalan pasal 40).

Tabel 5.8.

Data Arahan Struktur Ruang Ruas jalan Nasional

DASAR PENETAPAN RUAS JALAN KETERANGAN

PP No. 26/2008 tentang RTRWN (pasal 18)

1) Jaringan jalan nasional terdiri atas :

2) Jaringannjalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan hirarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi untuk menghubungkan :

§ Antar PKN;

§ Antara PKN dan PKW; dan atau

§ PKN dan atau PKW dengan :

Ø Bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan

Ø Pelabuhan internasional/nasional

a. Arteri Primer antar PKN :

§ Pontianak – Tayan – Simpang Dua – Nanga Tayap – Palngkaraya.

§ Tayan – Sosok – Tanjung – Sanggau – Sekadau – Sungai Ukoi – Sintang – Putussibau – Samarinda.

b.Arteri primer antara PKN dan PKW

§ Pontianak – Sungai Pinyuh – Mempawah – Singkawang – Sambas.

§ Nanga Tayap – Siduk – Ketapang

c.Arteri primer penghubung PKN dan atau PKW dengan bandara pusat penyebaran dan pelabuhan internasional/nasional :

§ Bandara Pusbar sekunder Supadio (Pontianak).

§ Bandara Pusbar tersier : Ketapang, Sintang, Putussibau, Paloh.

§ Bandara Pusbar tersier usulan : Singkawang dan Sukadana.

§ Pelabuhan internasional Pontianak.

§ Pelabuhan internasional usulan Pulau Temajok (pantai Kijing) dan Tanjung Gondol dalam satu sistem.

§ Pelabuhan nasional Ketapang.

§ Pelabuhan nasional usulan : Teluk Batang (ke Teluk Melano dan Sukadana)

PKN di Pulau Kalimantan yang berhubungan dengan kawasan pekotaan Pontianak melalui jalan arteri primer adalah :

1. Palangkaraya, dan

2. Kawasan perkotaan Bontang – Samarinda – Balikpapan.

PKN di Kalimantan Barat yaitu kawasan perkotaan Pontianak meliputi Pontianak dan ibukota KKR.

PKW: Sambas, Singkawang, Mempawah, Sanggau, Sintang, Putussibau dan Ketapang.

Ibukota kabupaten yang tidak masuk dalam PKN atau PKW : Bengkayang, Nangabang, Sekadau, Nanga Pinoh dan Sukadana.

PKW usulan, jika terbentuk Kabupaten Sandai : Sukadana – Teluk Melano.

3) Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk menghubungkan :

§ Antar PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara.

§ Antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya, dan

§ PKN dan atau PKW dengan kawasan strategis nasional

a.Jalan strategis nasional antar PKSN:

Nanga Badau – Nanga Merakai – Balai Karangan – Entikong – Jagoi Babang – Aruk – Temajuk (Paloh)

b.Antara PKSN – PKW :

§ Batas negara – Nanga Badau – Putussibau

§ Nanga merakai – Sintang.

§ Batas negara – Jasa – Senaning – jalan antar PKSN

§ Batas negara – Entikong dan Balai Karangan- Tanjung

§ Batas negara – Jagoi Babang – Bengkayang – Singkawang

Kawasan strategis nasional :

1. Kawasan stasiun pengamat dirgantara Pontaianak.

2. KAPET khatulistiwa.

3. Kawasan perbatasan dasar RI dan jantung Kalimantan (Heart of Borneo).

4. Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun

DASAR PENETAPAN RUAS JALAN KETERANGAN

§ Batas negara – Aruk dan Tanjung Bantanan – Tanjung Harapan

§ Batas negara – Temajuk – Liku – Tanjung Harapan - Sambas

4) Jaringan jalan kotektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar PKW dan antara PKW dan PKL (penjelasan: dikembangkan pula untuk menghubungkan antar ibukota provinsi)

Antar PKW :

§ Sungai Pinyuh – Anjungan – Sidas – Nabang – Sosok

§ Siduk – Sukadana

Antar ibukota provinsi :

Sungai Ukoi – Nanga Pinoh – Nanga Ella -Palangkaraya (jika kota Sintang menjadi ibukota provinsi).

Tabel 5-9 Data Arahan Struktur Ruang Ruas jalan Provinsi

DASAR PENETAPAN RUAS JALAN KETERANGAN

Jalan provinsi terdiri atas (pasal 27 PP No. 34/2006) :

a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota

b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota, dan

c. Jalan strategis provinsi

Kolektor primer antara ibukota provinsi dan kabupaten :

§ Bengkayang – Simpang Tiga – Anjongan. Kolektor primer antar ibukota kabupaten :

§ Balai Berkuak – Sekadau (menghubungkan Sekadau – Sukadana)

§ Simpang Tiga – Sidas (menghubungkan bengkayang – Ngabang) kolektor primer jalan strategis provinsi (dalam KAPET khatulistiwa) :

§ Sambas – Balai Gemuruh – Ledo.

§ Ledo – Suti Semarang – Serimbu - Kembayan

Jalan provinsi dapat bertembah setelah penetapan kawasan strategis provinsi dan masukan penyempurnaan Rancangan Rencana Struktur Ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat

Implikasi struktur ruang di wilayah kajian untuk struktur jalan dapat berupaka peningkatan status jalan dan dapat juga dengan melalui pembuatan jaringan jalan baru. demikian juga dengan pusat-pusat pemukiman lebih cenderung meningkatkan status dari yang sudah ada, sedangkan untuk sarana pelabuhan udara maupun pelabuhan laut dan terminal dilakukan dengan membangun infrastruktur yang sudah ada dan juga pembangunan baru.

1.4. Telaah Implikasi Program Pemanfaatan Ruang 1.4.1. Revisi RTRWP/259

Berdasarkan UU No. 24 tahun 1992 yang disempurnakan dengan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara. Ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah merupakan tempat manusia dan mahluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Salah satu yang mengisi ruang tersebut adalah kehutanan,

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa produk rencana tata ruang wilayah provinsi disusun dengan perspektif ke masa depan dan memiliki jangka waktu rencana selama 20 tahun. Rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi tertentu terutama yang berkaitan dengan bencana alam yang berskala besar, maka rencana tata ruang wilayah provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari

1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Berdasarkan pada kriteria ini maka penataan ruang kawasan DAS Kapuas juga akan mengarah pada kriteria-kriteria tersebut.

Rencana perubahan tata ruang di Kalimantan Barat khususnya Pola Ruang pada awalnya tertuang dalam surat Gubernur Kalimantan Barat nomor 050/0839/FP-BAPPEDA tanggal 26 Maret 2008 tentang revisi RTRWP Kalimantan Barat. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, maka dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Pasal 91 menyebutkan bahwa Revisi terhadap rencana tata ruang dilakukan bukan untuk pemutihan terhadap penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang.

Gambar 5.7.

Pola ruang Revisi RTRWP

Gambar 5.6 .Eksisting Pola ruang berdasarkan 259 update

Dengan Visualisasi tersebut tampak adanya perubahan pola ruang di dalam kawasan DAS Kapuas, Untuk perubahan peruntukan sejumlah 1.381.528 ha dan untuk perubahan fungsi sejumlah 566.110 ha. Untuk jelasnya alokasi perubahan pola ruang Wilayah DAS di dalam revisi tata ruang Prov kalimantan barat dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.8 .

Visualisasi perubahan pola ruang sekitar DAS Kapuas

Perubahan pola ruang kearah APL cukup besar yakni sekitar 1.381.528 Ha (13,56 %), kondisi ini mempunyai tipologi kearah pemanfaatan untuk berbagai kepentingan seperti Pemekaran wilayah (pengembangan perkotaan, pemukiman), pertanian, perkebunan, pertambangan, transmigrasi dan lain-lainnya. Kondisi ini, perlu dicermati terutama terkait dengan daya dukung lingkungan yang ada. Dengan kondisi eksisting ruang sekarang pada dasarnya dalam beberapa tahun terakhir terah terjadi percepatan deforestasi/degradasi hutan maupun lahan pertanian yang bermuara pada penurunan daya dukung lingkungan. selain itu jika revisi ini diterapkan maka jumlah tutupan hutan yang ada akan berkurang sebesar 769.059,74 ha (11,84 % dari jumlah tutupan vegetasi hutan yang ada di dalam Kawasan DAS Kapuas saat sekarang) Kondisi ini menimbulkan keprihatinan terutama terkait dengan kebijakan moratorium. Oleh karenanya pendayagunaan perubahan kawasan harus lebih berorientasi pada kebutuhan dasar hidup manusia.

1.4.2. Implikasi alokasi ruang Pembangunan perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan perhubungan di wilayah DAS Kapuas

Telaahan implikasi program yang sudah dilaksanakan meliputi program-program yang menmanfaatkan pola ruang yang luas dan berskala besar seperti Perkebunan kelapa sawit perkebunan karet, Pertambangan, Kehutanan, maupun Transmigrasi dan perhubungan.

Perkebunan

Kegiatan perkebunan di dalam kawasan DAS kapuas cukup marak terutama di dalam wilayah Areal penggunaan lain (APL), Kegiatan eksiting Pembangunan perkebunan didekati dari bentuk perijinan pada tingkat Hak Guna Usaha dan IUP, Sebaran lokasi HGU yang ada sampai dengan tahun 2009 di dalam kawasan ini mempunyai luas lebih kurang 236.281,17 ha (2,32 %), untuk ini dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 5.9.

Visualisasi Peta sebaran Kebun HGU sekitar DAS Kapuas

Berdasarkan sebaran kegiatan perkebunan yang dalam bentuk HGU lokasi perkebuna tampak berada di sekitar wilayah yang tidak jauh dari Sungai utama dalam DAS kapuas. Dan berdasarkan hasil overlay ditemukan tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung maupun hutan produksi Selain dalam bentuk HGU, Pembangunan perkebunan dapat juga dalam bentuk ilin Izin Usaha Perkebunan (IUP).

Pertambangan

Kegiatan pertambangan yang ada di sekitar DAS Kapuas dapat berimplikasi pada penurunan kualitas lingkungan, pendekatan aktivitas pertambangan di dalam kawasan ini dilkaukan melalui bentuk kuasa pertambangan dan beberapa IUP yang pernah diberikan di kawasan ini . Untuk jelasnya dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 5.10.

Visualisasi Peta sebaran IUP Coal dan mineral di DAS Kapuas antara tahun 2003 – 2009

IUP Penambangan Coal dan mineral ini berlangsung antara tahun 2003 sampai dengan 2009 dan tersebar dibagian barat-utara dan sebagian di sebelah selatan. Selanjutnya kegiatan penambangan juga dilihat dari kuasa penambangan seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5.11.

Visualisasi Peta sebaran Kuasa Pertambangan di DAS Kapuas antara tahun 2003 - 2009

Berdasarkan Ijin kuasa pertambangan yang ada maka kuasa pertambangan alokasinya menyebar secara parsial di dalam wilayah DAS Kapuas.

Kehutanan

Pembangunan kehutanan diarahkan pada kegiatan IUPHHK-HTI dan IUPHHK-HA, Sebaran ijin usaha pemanfaatan ini terevaluasi dari data yang untuk IUPHHK-HTI di mulai dari tahun 1992 sampai dengan 1998, sedangkan untuk kegiatan IUPHHK-HA diambil dari rentang waktu tahun 1993 sampai 2006. Visualisasi dari kegiatan tersebut dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 5.12

Visualisasi Peta IUPHHK-HA sekitar DAS Kapuas

Ketersebaran aktivitas pembangunan kehutanan dalam bentuk IUPHHK-HA terlihat menyebar di seluruh kawasan DAS Kapuas secara partial, aktivitas IUPHHK-HA ini tidak semuanya dapat berjalan, Sedangkan aktivitas lainnya dari sektor kehutanan adalah IUPHHK-HTI (termasuk HTI Trans), alokasi kegiatan nya terlihat tidak menyebar merata di seluruh kawasan DAS Kapuas , Secara parsial kegiatan IUPHHK-HTI lebih banyak mengarah kebagian Barat dari DAS kapuas. Aktivitas HTI ini juga sebagian tidak berjalan dengan baik . Gambaran mengenai IUPHHK-HTI yang pernah di berikan di kawasan ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5.13

Visualisasi Peta IUPHHK_HTI (termasuk HTI Trans) sekitar DAS Kapuas

Perikanan dan Perindustrian

Pembangunan sector perikanan diarahkan pada kegiatan perikanan tangkap, aktivitas ini menjadi rentan sejalan dengan kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas seperti kehutanan perkebunan dan pertambangan.

Perindustrian merupakan sector yang cukup rentan terkena dampak kebijakan dan program terutama terkait dengan ketersediaan bahan.

1.4.3. Perijinan pembangunan Perkebunan, Pertambangan, Kehutanan dan Perhu-bungan/ transportasi, serta transmigrasi dan pertanian/perikanan

Prosedur perijinan untuk berbagai kegiatan seperti perkebunan, pertambangan, kehutanan dan perhubungan sangat rentan dengan tumpang tindih peruntukan , dari ijin pertambangan dan perhubungan banyak yang tumpang tindih dengan perijinan lainnya dan bahkan dengan kawasan hutan dari berbagai fungsi kawasan, namun untuk kegiatan pertambangan dan perhubungan dapat mengacu pada PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.43/ Menhut-II/ 2008 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN pasal 5 yang menyatakan : (1) Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi :

a. Kepentingan religi;

b. Pertahanan dan keamanan;

c. Pertambangan;

d. Pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan;

e. Pembangunan jaringan telekomunikasi;

f. Pembangunan jaringan instalasi air;

g. Jalan umum, jalan (rel) kereta api;

h. Saluran air bersih dan atau air limbah;

i. Pengairan;

j. Bak penampungan air;

k. Fasilitas umum;

l. Repeater telekomunikasi;

m. Stasiun pemancar radio;

n. Stasiun relay televisi;

o. Sarana keselamatan lalulintas laut/ udara.

Selanjutnya untuk perkebunan sawit prosedur perijinan perlu lebih dicermat iterhadap ketentuan yang ada, di Provinsi Kalimantan Barat penetapan perijinan cenderung mengacu pada Keputusan Menteri kehutanan No 259/KPTS-II/2000 tentang kawasan hutan dan perairan Kalbar, Selain itu sangat perlu disingkronkan dengan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN dalam pasal 2 dikatakan (1) Kawasan hutan telah mempunyai kekuatan hukum apabila :

a. telah ditunjuk dengan keputusan Menteri; atau

b. telah ditata batas oleh Panitia Tata Batas; atau

c. Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan telah disahkan oleh Menteri; atau

d. Kawasan Hutan telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Disisi lain terdapat Perda No 5 tahun 2004 tentang RTRWP Provinsi kalimantan barat. Namun PERDA ini jarang di jadikan acuan terutama dalam analisis pola ruang untuk perijinan Perkebunan, hal ini tampak dengan sering munculnya telaahan kawasan yang dikeluarkan oleh BPKH dalam rangkaian penetapan perijinan perkebunan. Kerancuan ini akan lebih perlu dicermati dengan keluarnya PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Pada pasal 30: (1) Dalam hal terdapat bagian kawasan hutan dalam wilayah provinsi yang belum memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya, terhadap bagian kawasan hutan tersebut mengacu pada ketentuan peruntukan kawasan hutan berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi sebelumnya. (2) Bagian kawasan hutan dalam wilayah provinsi yang belum memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang wilayah provinsi yang akan ditetapkan dengan mengacu pada ketentuan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi sebelumnya.

Dari perijinan berupa ijin lokasi yang berlangsung sampai dengan tahun 2009 di kawasan DAS Kapuas terdapat perijinan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan perijinan lainnya seperti pertambangan dan lain-lain. Untuk ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut.

Gambar 5.14 .

Visualisasi Peta sebaran kebun Ijin lokasi sekitar DAS Kapuas sampai tahun 2009

1.4.4. Koordinasi antar pemerintah Kabupaten /kota yang ada di Dalam wilayah DAS Kapuas dalam pemberian perijinan

Peningkatan Koordinasi antar pemerintah kabupaten menjadi penting pada masa kini dan masa mendatang, terutama dalam pemberian perijinan terkait dengan perkebunan, pertambangan, kehutanan, pertanian dan trasnigrasi serta perhubungan untuk lokasi-lokasi yang berbatasan. Secara ekologi baik dampak sosial maupun dampang fisik cukup sulit dibatasi dengan wilayah administrasi pemerintahan. Pembangunan diwilayah hulu akan memberikan dampak ikutan kepada wilayah hilir, demikian juga sebaliknya, pembangunan yang hanya terkonsentrasi di wilayah hilir, akan menimbulkan disparitas terhadap ekonomi dan sosial, sehingga tidak tercipta pemerataan pembangunan karena tidak terbukanya isolasi.

Terkait dengan koordinasi antar pemerintah kabupaten terhadap pemberian perijinan terkait dengan perkebunan, pertambangan, kehutanan, pertanian dan trasnigrasi serta perhubungan, biasanya sangat berhubungan dengan batas wilayah administrasi, batas wiayah administrasi secara fisik sangat dimungkinkan tidak adanya patok batas dlapangan, terkecuali yang menggunakan batas alam. Dengan kurangnya patok batas wilayah administrasi maka sangat mudah terjadi mis koordinasi pada saat terjadinya dampak atau masalah baik sosial maupun fisik, untuk ini perlu adanya peningkatan MOU (jika sudah ada) kearah SOP yang secara yuridis disepakati atau disetujui. Implikasi beberapa pembanguan perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang memerlukan koordinasi yang jelas kedepannya dan minimal mendorong untuk adanya SOP secara yuridis formal.

1.4.5. Koordinasi antar sektor baik di tingkat prov maupun Kabupaten sampai de ngan dengan Unsur Kecamatan dan desa

Koordinasi antar sektor sangat penting baik yang ada pada tingkat kabupaten maupun pada tingkat pemerintah provinsi, mis informasi bisa terjadi karena diawali dengan terputusnya saluran koordinasi. Kondisi seperti ini pada gilirannya akan menyebabkan konflik antar sektor bahkan antar msyarakat dalam pengambilan kebijakan.

Koordinasi antar sektor tentang perijinan terkait dengan perkebunan, pertambangan, kehutanan, pertanian dan trasmigrasi serta perhubungan, sering kali tidak mempunyai sambungan yang baik dengan tingkat tapak di pemerintah kecamatan dan desa. Kondisi ini penting dicermti karena

stakeholder pada tingkat pemerintah kecamatan dan desa sangat operasional dan mengenal lingkungannya oleh karena itu SOP kearah organisasi sampai kearah tingkat tapak perlu diperjelas.

1.4.6. Pengendalian

Pengendalian perijinan dapat berupa zoning regulation, sampai dengan pemberian sangsi. Pengendalian perlu diintensipkan karena sampai dengan saat sekarang, masih banyak perijinan baik perkebunan, kehutanan, pertambangan yang tidak melakukan kegiatannya namun telah mengantongi perijinan. Untuk ini visualisasi nya dapat dilihat dari realisasi ijin yang ada

1.5. Telaah Prinsip Keterkaitan, Keseimbangan dan Keadilan

Kebijakan, rencana, Program mempunyai keterkaitan yang erat dengan isue-isue strategis, keterkaitan ini dapat berbentuk hubungan yang linier atau lainnya, Dalam aplikasinya keterkaitan ini harus juga memperhatikan unsur keseimbangan dan keadilan, terutama yang terkait dengan masalah ekonomi dan ekologi dari wilayah yang bersangkutan.

DAS Kapuas merupakan wilayah das yang mana di dalamnya terdapat interaksi dari berbagai unsur, baik yang bersifat ekonomi maupun ekologi. Hutan akan memberikan manfaat jika di kelola secara bijaksan, namun dapat pula menimbulkan bencana pada saat pemanfaatannya tidak memperhatikan sisi ekologi. Selain itu dikawasan DAS Kapuas juga terdapat perkampungan atau pemukiman yang dalam aktivitasnya perlu memperhatikan keseimbangan dan keadilan dengan lingkungannya. Keterkaitkan antara kebijakan, rencana dan program dengan berbagai isue strategis yang dapat terjadi di kawasan ini dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

Tabel 5.10

Matrik keterkaitan Kebijakan sektoral dengan Isue strategis

Isue-isue strategis

KRP sektoral

1. Revisi RTRWP

2. Pembangu

nan Kehutanan

3. Pembangunan Perkebunan

4. Pembangun an Pertamba ngan

5 Pembangunan

Transmigrasi dan pertanian,perika

nan dan perindustrian

6 Pembang

unan perhubun

gan

Pendangkalan sekitar muara

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Banjir & erosi Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Perubahan Musim tanam

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Pening keg.peti Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Perubahan alur pelayar an

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Penurunan kualiatas air sungai

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Penurunan potensi perikan tangkap

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Konflik sosial Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Pergeseran nil.budaya

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Degradasi lah pert pa ngan

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Degradasi lahan & kua litas tanah

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Berkurangnya potensi air tanah

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Degradasi hutan/deforestasi

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Intrusi air asin/laut Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

Penurunan volume dan permukaan tanah gambut

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Tumpang tindih pemenfaatan-peruntukan lahan

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan Ada kaitan

Kekeringan dan kebakaran lahan

Ada kaitan

Ada kaitan

Ada kaitan Ada kaitan

1.6. Telaah Dampak Kumulatif

1.6.1. Telaah Dampak Pendangkalan sekitar Muara

Berdasarkan tabel di atas dampak pendangkalan sungai di picu oleh adanya beberapa kebijakan dalam bidang Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, hal ini terkait dengan pemberian Perijinan, aktivitas dilapangan seperti land clearing, dan teknik penanaman, ekplorasi , lemahnya koordinasi dan lemahnya pengendalian.

Dampak pendangkalan muara akan terjadi di sekitar muara sungai dari sus-sub DAS yang ada di sekitar DAS sungai kapuas sampai dengan muara S,Kapuas di sekitar Kuala Jungkat Kabupaten Pontianak, dampak ini terasa pada saat musim kemarau, dimana di beberapa tempat muncul daratan yang semakin tahun semakin luas. Untuk jelasnya dapat dilihat seperti pada data dan gambar berikut

Selain ketiga kebijakan tersebut revisi RTRWP juga dapat memberikan resiko lingkungan berupa pendangkalan muara-muara sungai yang ada di sekitar DAS, perubahan pola ruang dan pembukaan isolasi karena arahan revisi RTRWP akan mengakibatkan perubahan aktivitas yang sangat besar terlebih perubahan yang mengarah pada peruntukan, perubahan peruntukan akan mendorong pembukaan tutupan hutan dan hal ini akan mendorong terjadingya erosi dan sedimentasi, sehingga akan terjadi penumpukan di sekitar muara-muara sungai.

1.6.2. Telaah Dampak Banjir dan erosi dan kekeringan

Perubahan pola ruang akan mengakibatkan perubahan aktivitas, dan pembukaan penutupan, yang akan memberikan dampak ikutan berupa berkurangnya kemampuan tanah untuk dapat menahan air, sehingga air permukaan menjadi sangat besar, kondisi ini akan membuat percepatan luapan air sungai-sungai yang ada di sekitar DAS, terlebih kalau di ikuti dengan pasang laut.

Pemberian ijin yang sangat luas dan besar terkait dengan kegiatan pertambangan, perkebunan dan kehutanan akan dapat menyebankan adanya peningktan erosi yang pada gilirannya akan menyebankan pendangkalan di sekitar sungai dan peningkatan luapan air sungai. Akibantnya peluang terjadinya bencana banjir dan erosi semakin tinggi. Dampak Berupa banjir terasa pada saat musim penghujan. Di beberapa lokasi terjadi dengan intensitas dan daerah cakupan banjir yang cukup luas.

Selanjutnya pada musim kemarau akan terjadi kondisi ekstrim berupa kondisi sebaliknya yakni kekeringan yang berdampak pada kebakaran lahan.

1.6.3. Telaah Dampak Perubahan Musim tanam

Isue global berupa perubahan iklim erkait dengan keberadaan hutan di dunia dan hutan di kalimantan Barat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, Kebijakan berupa perubahan tata ruang, perkebunan, kehutanan, pertambanagan akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perubahan iklim, Petani di Kalimantan Barat sebagian sangat tergantung dari pertanian tadah hujan, dimana dengan perubahan iklim tersebut maka jelas akan terjadi perubahan musin hujan dan akhirnya mempengaruhi perubahan musim tanam

1.6.4. Telaah Dampak Peningkatan Peti

Kegiatan peti di dalam wilayah DAS Kapuas disebabkan oleh Revisi RTRWP, Pembangunan Kehutanan, pembangunan Perkebunan, Pembangunan Pertambangan, Pembangunan perhubungan, Pembangunan Transmigrasi dan pertanian, kegiatan-kegiatan tersebut dapat memobilisasi penduduk dan akhirnya memotivasi untuk berusaha kearah pertambangan tanpa ijin.

1.6.5. Telaah Dampak deforestasi/degradasi hutan & tumpang tindih pemanfaatan dan penurunan keanekaragaman hayati

Deforestasi dan penurunan keanekaragaman hayati di picu oleh adanya beberapa kebijakan yang selama ini dilakukan seperti :

1. Pembangunan perkebunan, pertambangan, perhubungan, kehutanan di wilayah DAS Kapuas

2. Perijinan pembangunan Perkebunan Kelapa sawit, Pertambangan, transmigrasi, Ke hutanan & Perhu bungan/transportasi dan komitmenya terhadap kondisi lingkungan Hidup

3. Kurangnya koordinasi antar pemerintah Kabupaten/kota yg ada di Dalam wilayah DAS Kapu as dalam rangka mencari keserasian lingku ngan hidup

4. kurangnya koordinasi antar sektor baik di tingkat prov maupun Kabupaten sampai dengan dengan Unsur Kecamatan dan desa dalam Penetapan Perijinan Perkebunan sawit, pertambangan, Kehutanan maupun perhubungan

5. Pengendalian kawasan konservasi (kawa san gambut > 3 m, Buffer Zone dan re komendasi kelaya kan lingkungan) un tuk berbagai perijinan

6. Revisi RTRWP

Perubahan peruntukan ruang sebesar 1.381.528 Ha (13,56 %) dari luas DAS menimbulkan degradasi penutupan lahan/hutan sehingga menimbulkan percepatan deforestasi. KRP Ini akan menimbulkan ruang terbuka di dalam kawasan sehingga menimbulkan erosi dan peningkatan sedimentasi pada sungai sehingga menyebabkan pendangkalan

Dampak Berupa deforestasi dan penurunan keanekaragaman hayati dapat dilihat dari kondisi degradasi penutupan yang ada di sekitar DAS Kapuas terutama penutupan hutan, kondisi ini akan lebih terdegradasi dengan adanya alokasi perubahan ruang kearah peruntukan peruntukan ruang sebesar 1.381.528 Ha (13,56 %) dari luas DAS. Untuk melihat dampak komulatip yang timbul terhadap terjadinya deforestasi dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5.15.

Trend Deforestasi

TA HUN

POLA

R.H

UTA

N (%

)

2009200820072006200520042003

49

48

47

46

45

44

S 2.16 482R - S q 5 5.0%R - S q (ad j) 9.9%

F itte d L i ne P lo tPO LA R .HUT A N (% ) = 1157 - 0 .5536 T A HUN

Berdasarkan tren di atas maka deforestasi di wilayah DAS kapuas terjadi dengan kecenderungan tidak begitu linier. Antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 cenderung sama. Namun dari dekade 2007 sampai tahun 2009 kecenderungan deforestasi menajam, Jika kondisi ini dianggap linier saja maka laju deforestasi akan mencapai sebesar 0, 55 % pertahun, deforestasi tersebut akan lebih memprihatinkan bilamana terjadi perubahan pola ruang berupa alih fungsi lahan kearah peruntukan selain hutan dalam revisi RTRWP Kalimantan Barat, berdasarkan tren ini bilamana dianggap linier dan tidak terjadi perubahan peruntukan dalam revisi RTRWP maka kawasan hutan di kalimantan Barat akan menurun di bawah 30 % dalam jangka waktu 35 tahun.

Aktiviatas lain yang dapat mendorong terjadinya deforestasi adalah aktivitas perkebunan, baik yang berskala besar maupun perkebunan rakyat, untuk ini dapat dilihat seperti pada trend berikut ini

Gambar 5.16.

Trend Peningkatan Aktivitas Perkebunan sampai dengan Tahun 2009

TA H UN

POLA

R.P

ERKE

BUN

AN

(%)

2 00 920 0 82 00 720 062 0 0520 0 42 00 3

5 .5

5 .0

4 .5

4 .0

3 .5

S 1.06904R -S q 47.6%R -S q ( ad j) 0 .0%

F i tte d L ine P lo tP O LA R .PE R KEBU N A N (% ) = - 4 68 .8 + 0 .23 5 7 T A HU N

Berdasarkan kondisi ini lonjakan aktivitas perkebunan demikian signifikan dan terasa linier dengan tahun aktivitas berjalan. Laju pertambahan aktivitas perkebunan mencapai 0,24 %, Peningkatan penggunaan lahan untuk perkebunan sangat signifikan terjadi pada rentang waktu 2007 sampai dengan 2009.

Keterkaitan faktor lainnya dalam deforestasi disebabkan oleh berbagai kebijakan dan aktivitas manusia dan kondisi alam seperti kebakaran lahan , kondisi ini akan dapat dilihat dari tren besarnya lahan terbuka atau perkembangan semak belukar yang ada di dalam kawasan kajian. Pembentukan semak belukar dan lahan terbuka dapat disebabkan oleh aktivitas manusia dan kondisi alam, sebagai contoh pada peristiwa kebakaran lahan .

Selanjutnya penyebab deforestasi dan penurunan keanekaragaman hayati adalah adanya aktivitas pertambangan terlebih pertambangan tanpa ijin, untuk melihat kondisi ini dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 5.17.

Trend Peningkatan Aktivitas Pertambangan sampai dengan Tahun 2009

TA H UN

POLA

R.P

ERTA

MBA

NGA

N (

%)

20 092 00 82 00 72 0 062 00 520 0 42 00 3

0 .55

0 .50

0 .45

0 .40

0 .35

0 .30

0 .25

0 .20

S 0 .0828510R - S q 87 .3%R - S q (a d j) 74 .7%

F it te d L in e P lo tPO LA R .P E R T A M BA NGA N (% ) = - 1 00 .7 + 0 .0 50 3 6 T A HUN

BAB VI

MITIGASI IMPLIKASI KEBIJAKAN, RENCANA DAN ALTERNATIF PROGRAM

KLHS juga dapat digunakan untuk menelaah dampak kumulatif, yakni dampak yang berlangsung terus menerus yang bersumber dari berbagai kegiatan di dalam suatu ruang/ kawasan. Sebagaimana diketahui bahwa dampak suatu usaha atau kegiatan dikatakan bersifat kumulatif apabila pada awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, tetapi karena kegiatan tersebut berlangsung berulang kali atau terus menerus, maka dampaknya bersifat kumulatif.

Dampak kumulatif bisa terjadi karena: (a) dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus menerus sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan alam, (b) berbagai dampak lingkungan bertumpuk pada suatu ruang tertentu sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan, dan (c) dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan yang menimbulkan efek yang saling memperkuat.

Wilayah DAS KAPUAS yang meliputi 10 Kabupaten dan 1 Kota yang terdapat di Kalimantan Barat memiliki peran yang sentral dan strategis, baik dalam konteks ekologis dan ekonomi. Bahkan DAS KAPUAS memberikan kontribusi penting dalam menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan sebagian besar masyarakat di Kalimantan Barat seperti sebagai sumber utama air bersih, sumber perikanan air tawar, prasarana transportasi yang vital dan berbagai sumberdaya lainnya yang disediakan oleh DAS KAPUAS. Oleh karena itu apabila terjadi degradasi terhadap DAS KAPUAS akan dapat menimbulkan implikasi yang signifikan dan kumulatif pada berbagai sektor kehidupan sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat. Namun ironisnya, justru berbagai aktivitas ekonomi dan masyarakat berpotensi menimbulkan dampak yang dapat menganggu berfungsinya DAS KAPUAS secara berkelanjutan.

Terkait dengan gambaran yang dikemukakan di atas, KLHS mencoba mengidentifikasi berbagai kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak kumulatif serta menyarankan upaya mitigasi yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas tersebut.

6.1. Identifikasi Sektor-Sektor Yang Menimbulkan Dampak

Identifikasi berbagai sektor yang menimbulkan dampak terhadap DAS KAPUAS dibagi kedalam kelompok lingkungan, sosial, ekonomi dan Kelembagaan. Hasil identifikasi telah menemukan sektor yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap DAS KAPUAS adalah sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan, perikanan, perhubungan dan perindustrian dengan mengidentifikasi 16 isu-isu strategis. Deskripsi sektor dengan isu-isu stratetis yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap DAS KAPUAS dapat dilihat pada beberapa tabel berikut ini.

1) Aktivitas Sektor Kehutanan Yang Menimbulkan Dampak

Apabila diamati tabel diatas dapat dilihat bahwa isu-isu strategis yang muncul dari aktivitas sektor kehutanan pada kelompok isu lingkungan sebagian besar bersumber dari kegiatan HPH dan HTI. Seperti isu strategis pendangkalan sekitar muara, banjir dan erosi, perubahan musim tanam, penurunan kualitas air sungai, berkurangnya potensi air tanah, deforestasi, kekeringan dan kebakaran serta penurunan produktivitas lahan timbul karena aktivitas kegiatan HPH dan HTI. . Pada kelompok isu sosial, munculnya isu tentang konflik sosial dan pergeseran nilai budaya pada dasarnya muncul akibat dari dampak tidak langsung kegiatan HPH dan HTI. Oleh karena itu dalam konteks upaya untuk melakukan mitigasi terhadap aktivitas sektor kehutanan pada kelompok isu lingkungan, maka kegiatan HPH dan HTI menjadi perhatian serius agar dampak kegiatan sektor kehutanan terhadap DAS Kapuas dapat diminimalisasikan.

2) Aktivitas Sektor Pertambangan Yang Menimbulkan Dampak

Dibandingkan dengan sektor kehutanan, aktivitas sektor pertambangan yang menjadi sumber munculnya isu-isu lingkungan strategis lebih beragam. Pada kelompok isu lingkungan, sumber aktivitas sektor pertambangan yang menimbulkan dampak isu lingkungan strategis lebih banyak terjadi karena kegiatan PETI, penambangan dalam skala besar dan penambangan yang dilakukan berdekatan dengan muara sungai. Sehingga upaya untuk melakukan mitigasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan sektor pertambangan lebih ditujukan kepada pengendalian terhadap kegiatan PETI, Penambangan skala besar serta penambangan yang berlokasi berdekatan dengan muara sungai.

3) Aktivitas Sektor Perkebunan Yang Menimbulkan Dampak

Pada sektor perkebunan, sumber aktivitas yang sering menimbulkan dampak isu lingkungan strategis terhadap DAS kapuas adalah kegiatan land clearing. Hasil identifikasi telah mendapatkan bahwa dari 16 (enam belas) dampak isu lingkungan strategis pada sektor perkebunan terdapat 11 (sebelas) dampak isu lingkungan yang muncul akibat kegiatan land clearing. Beberapa dampak isu lingkungan yang muncul akibat dari kegiatan land clearing yaitu isu pendangkalan sekitar muara, banjir dan erosi, perubahan musim tanam, penurunan kualitas air sungai, degardasi lahan dan kualitas air tanah, berkurangnya potensi air tanah, deforestasi, intrusi air laut, degradasi lahan gambut, kekeringan dan kebakaran, penurunan produktivitas lahan dan penurunan potensi perikanan tangkap. Dengan memperhatikan dampak yang masive dan signifikan akibat dari kegiatan land clearing, maka upaya mtitigasi yang dilakukan untuk mengurangi dampak aktivitas sektor perkbunan terhadap DAS Kapuas, lebih ditujukan kepada pengendalian kegiatan land clearing pada sektor perkebunan.

4) Aktivitas Sektor Perikanan Yang Menimbulkan Dampak

Pada sektor perikanan, isu-isu lingkungan strategis muncul dari sumber aktivitas yang relatif lebih beragam. Namun aktivitas penggunaan tuba dalam menangkap ikan, pembangunan pelabuhan perikanan serta adanya kegiatan perusahaan perkebunan pada suatu kawasan tertentu merupakan sumber aktivitas yang cukup menonjol dan perlu mendapat perhatian yang serius dalam melakukan mitigasi terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan sektor perikanan.

5) Aktivitas Sektor Perhubungan Yang Menimbulkan Dampak

Tidak jauh berbeda dengan sektor perikanan, isu-isu lingkungan strategis yang muncul pada sektor perhubungan berasal dari sumber aktivitas yang relatif lebih beragam. Namun terdapat 2 (dua) sumber aktivitas yang menonjol menimbulkan dampak isu lingkungan strategis pada sektor perhubungan ini, yaitu limbah kegiatan angkutan sungai dan pembangunan pelabuhan penumpang dan barang. Oleh karena itu, upaya untuk melakukan mitigasi terhadap dampak yang berasal dari sektor perhubungan terhadap DAS Kapuas, lebih diarahkan pada pengendalian kedua sumber aktivitas dampak tersebut.

6) Aktivitas Sektor Perindustrian Yang Menimbulkan Dampak

Pada sektor perindustrian, terdapat 2 (dua) sumber aktivitas dominan yang menimbulkan dampak isu lingkungan strategis yaitu sumber limbah industri yang berlokasi pada pinggir sungai serta kegiatan pembangunan kawasan industri. Upaya mitigasi yang dilakukan harus ditujukan pada pengendalian sumber aktivitas tersebut.

Dengan memperhatikan tabel-tabel di atas dapat diidentifikasi terdapat 3 (sektor) yang aktivitasnya sangat memiliki potensi menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap DAS KAPUAS yaitu sektor Kehutanan dan Sektor Perkebunan masing-masing dengan 16 isu-isu dampak strategis dan sektor pertambangan dengan 12 isu dampak strategis. Kegiatan ketiga sektor tersebut perlu untuk mendapat perhatian secara spesifik, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat masif serta memberikan efek yang berantai dan kumulatif. Realitas yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas perekonomian di Kalimantan Barat sangat didominasi oleh sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Sehingga pengendalian terhadap ketiga sektor dapat saja memberikan pengaruh pada aktivitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Sektor-sektor lain yang aktivitasnya menimbulkan dampak terhadap DAS KAPUAS adalah sektor perikanan memiliki 7 isu dampak strategis serta sektor perhubungan dan sektor perindustrian masing-masing memiliki 5 isu dampak strategis.

6.2. Indentifikasi dan Interaksi Sektor Yang Menimbulkan Dampak Kumulatif

Sebagaimana dikemukakan sebelum sektor-sektor yang memiliki dampak signifikan dan kumulatif terhadap DAS Kapuas adalah sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Dalam konteks interaksi sektor yang menimbulkan dampak kumulatif, akan teridentifikasi isu-isu strategis yang menjadi isu-isu dampak pada setiap sektor. Berikut ini tabel yang menyajikan data yang terkait dengan interaksi sektor yang menimbulkan dampak kumulatif tersebut.

Tabel 6.1. Identifikasi dan Interaksi Sektor yang Menimbulkan Dampak

Berdasarkan hasil identifikasi dan interaksi sektor yang menimbulkan dampak apabila dilihat dari aspek kelompok isu, pada kelompok isu lingkungan, isu tentang penurunan kualitas air sungai merupakan isu lingkungan yang timbul akibat dari aktivitas semua sektor (sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan, perikanan, perhubungan dan perindustrian). Sedangkan isu pendangkalan sekitar muara, banjir dan erosi, degradasi lahan dan kualitas tanah, berkurangnya potensi air tanah, deforestasi merupakan isu lingkungan yang timbul akibat dari aktivitas sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan. Sementara itu dari kelompok isu sosial, isu tentang konflik sosial dan pergeseran nilai budaya merupakan isu lingkungan sosial yang timbuk dari aktivitas

semua sektor. Pada kelompok isu ekonomi, isu penurunan potensi perikanan tangkap merupakan isu lingkungan strategis yang timbul akibat dari aktivitas semua sektor. Dengan kata lain, semua sektor yang diidentifikasi menimbulkan dampak pada DAS Kapuas, aktivitas yang dilakukan di sektor-sektor tersebut berpotensi menimbulkan dampak terjadinya penurunan potensi perikanan tangkap. Dalam kelompok isu ekonomi juga, isu penurunan produktivitas lahan merupakan isu lingkungan strategis yang timbul dari aktivitas sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Kelompok isu selanjutnya yaitu kelompok isu kelembagaan. Pada kelompok isu ini, isu tentang terjadinya tumpang tindihnya perizinan terjadi pada sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Sedangkan isu pelaksanaan program yang tidak efektif dan komprehensif merupakan isu lingkungan strategis yang terjadi pada semua sektor yang terindentifikasi menimbulkan dampak pada DAS Kapuas.

6.3. Mitigasi serta Perbaikan Rencana dan Kebijakan

Hasil identifikasi sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya mendapatkan terdapat 6 (enam) sektor yang aktivitasnya berpotensi menimbulkan dampak pada DAS Kapuas. Dari 6 (enam) sektor, terdapat 3 (tiga) sektor yang berpotensi menimbulkan dampak yang sangat signifikan yaitu sektor kehutanan, sektor perkebunan dan sektor pertambangan. Sedangkan 3 (sektor) lainya yaitu sektor perikanan, sektor perhubungan dan sektor perindustrian cukup signifikan terhadap DAS Kapuas.

Hasil identifikasi menghasilkan juga isu-isu strategis sebanyak 16 isu yang terdiri kelompok isu lingkungan sebanya 10 isu, kelompok sosial 2 isu, kelompok ekonomi 2 isu dan kelompok kelembagaan 2 isu. Kelompok isu lingkungan mencakup isu tentang pendangkalan sekitar muara, banjir dan erosi, perubahan musim tanam, penurunan kualitas air sungai, degradasi lahan dan kualitas tanah, berkurangnya potensi air tanah, deforestasi, intrusi air laut, degradasi lahan gambut, serta kekeringan dan kebakaran. Kelompok isu sosial mencakup isu konflik sosial, pergesaran nilai budaya. Kelompok isu ekonomi mencakup isu tentang penurunan produktivitas lahan serta penurunan potensi perikanan tangkap. Sedangkan kelompok isu kelembagaan mencakup isu tumpang tindih perijinan serta pelaksanaan program yang tidak efektif dan komprehensif.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya dari 16 (enam belas) isu dampak strategis tersebut, terdapat 2 (dua) sektor yang kegiatannya menimbulkan dampak pada semua isu-isu lingkungan tersebut yaitu sektor kehutanan dan sektor perkebunan. Sedangkan aktivitas pada sektor pertambangan hanya menimbulkan 12 (dua belas) dampak isu lingkungan strategis. Secara sektoral terdapat 6 (enam) isu-isu dampak lingkungan yang paling strategis yaitu isu dampak lingkungan penurunan kualitas air sungai, konflik sosial, pergeseran nilai budaya, perunuranan produktivitas lahan, penurunan potensi perikanan tangkap, perijinan yang tumpang tindih serta pelaksanaan program yang tidak efektif dan komprehensif. Isu-isu dampak lingkungan ini terjadi pada semua sektor.

Mitigasi ditujukan pada semua sektor serta pada semua isu-isu dampak lingkungan strategis dengan lebih menekankan pada sektor-sektor yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang sangat signifikan serta pada isu-isu dampak lingkungan yang paling strattegis. Berikut tabel yang menyajikan mitigasi dampak sektoral pada DAS Kapuas.

Tabel 6.2.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Kehutanan pada DAS Kapuas

Tabel 6.3.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Pertambangan pada DAS Kapuas

Tabel 6.4.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Perkebunan pada DAS Kapuas

Tabel 6.5.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Perikanan pada DAS Kapuas

Tabel 6.6.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Perikanan pada DAS Kapuas

Tabel 6.7.

Mitigasi Dampak Kumulatif Sektor Perindustrian pada DAS Kapuas

BAB VII

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan

1. Revisi RTRWP terhadap pola ruang di DAS Kapuas mendorong penurunan terhadap tutupan hutan sebesar 11,84 % dari tutupan yang ada sekarang. Hal ini Memenimbulkan resiko lingkungan berupa penurunan daya dukung. Oleh karenanya, perubahan peruntukan dengan cakupan yang luas di wilayah ini tidak harus diberikan, terkecuali untuk keperluan pemukiman. Selanjutnya Perlu telaah kembali terhadap bentuk perubahan peruntukan dalam revisi RTRWP tersebut secara yuridis, Teknis, Sosial budaya dan historis serta motivasi perubahannya agar tidak terjadi perubahan peruntukan yang dapat menurunkan daya dukung lingkungan

2. Pengendalian kegiatan Perkebunan, Pertambangan dan kehutanan (izin lokasi, HGU dan IUP serta IUPHHK-HA dan lainnya) perlu diepektifkan kembali, sehingga bisa di peroleh optimalisasi pemanfaatan dan sekaligus dapat diinventarisir bentuk pelanggaran hukumnya

3. Proses perijinan dan pengelolaan pembangunan PERKEBUNAN, PERTAMBANGAN, KEHUTANAN,, PERIKANAN, PERINDUSTRIAN DAN PERHUBUNGAN perlu adanya koordinasi dengan aparat pada tingkat tapak baik yang berasal dari instansi formal maupun non formal (Kecamatan & desa), agar diperoleh koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan

4. Proses perijinan untuk pendayagunaan lahan khususnya tanah gambut perlu dikaitkan dengan survei semi detail sampai detail terkait dengan kematangan dan kedalaman gambut terutama yang ada di wilayah DAS Kapuas

5. Dengan besarnya potensi tumpang tindih pemanfaatan dan peruntukan serta dampak lainnya di sekitar DAS Kapuas, maka proses perijinan pembangunan Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, pertanian, perikanan, perindustrian dan perhubungan perlu adanya koordinasi vertikal dan horisontal yang lebih baik antar sektor pada tingkat provinsi maupun kabupaten.

7.2. Rekomendasi 1. Revisi RTRWP terhadap pola ruang di DAS Kapuas mendorong penurunan terhadap tutupan hutan

sebesar 11,84 % dari tutupan yang ada sekarang. Oleh karenanya, perubahan peruntukan dengan cakupan yang luas di wilayah ini tidak harus diberikan, terkecuali untuk keperluan pemukiman. Selanjutnya perlu telaah kembali terhadap bentuk perubahan peruntukan dalam revisi RTRWP tersebut secara yuridis, Teknis, Sosial budaya dan historis, serta tidak mengakomodir motivasi perubahan yang mengarah pada konversi kawasan hutan menjadi perkebunan.

2. Memperhatikan mitigasi yang ada untuk wilayah DAS Kapuas, maka beberapa Sektor seperti Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, Perindustrian serta perhubungan perlu adanya perbaikan regulasi dan kebijakan baru yang lebih epektif terhadap :

a. Koordinasi antar stakeholder baik vertikal maupun horizontal, pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten pada saat proses perijinan.

b. Pengendalian terhadap aktivitas yang sudah ada melalui regulasi terhadap kelola ruang yang lebih jelas dan kongkrit. Sehingga bisa di peroleh optimalisasi pemanfaatan dan sekaligus dapat diinventarisir dan diproses pelanggaran hukumnya.

Spatial Plan And Development Plans

(West Sumatera)

1.1. Dampak Rencana/Program dari RPJMD Sumatera Barat

1.1.1. Dampak Program Pengamalan ABS & SBK

Program Pengamalan ABS dan ABK akan berjalan efektif bila nilai-nilai kearifan lokal terutama yang terkait dengan hak ulayat, kesesuaian lahan, hutan larangan, warisan tanaman tua (keras) menjadi semakin berkembang dan menguat kembali. Disamping itu pedoman hidup dan acuan nilai-nilai tersebut dituangkan secara tertulis sehingga dapat dipedomani oleh generasi muda dan diperkaya dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Kondisi tersebut dapat dicapai bila pemerintah memberi pengakuan dan perlindungan atas hak-hak ulayat masyarakat (tanah, air dan hutan). Atau dengan kata lain lembaga masyarakat adat akan semakin berdaya bila pemerintah memberikan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak ulayat masyarakat khususnya yang terkait dengan akses dan kontrol terhadap tanah, air dan hutan.

1.1.2. Dampak Program Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan

Dampak program ini di masa mendatang adalah:

● Pengembangan kawasan sentra produksi pertanian diperkirakan akan memerlukan perluasan areal tanam yang lebih luas sehingga berkemungkinan akan mengkonversi kawasan hutan.

● Penyediaan Sarana dan Prasarana Pembangunan Pertanian seperti jalan usaha tani, jaringan irigasi, balai benih dll, berkemungkinan akan diikuti dengan perkembangan pemukiman ke kawasan yang dibuka. Untuk itu diperlukan aturan perizinan yang sangat kuat untuk menjaga keseimbangan pengembangan pembangunan kawasan.

● Program peningkatan produksi perikanan budidaya, seperti budidaya ikan laut (tambak) dapat diperkirakan akan merusak atau berkurangnya hutan mangrove, sehingga harus diatur dengan zonasi kawasan budidaya dan kawasan mangrove yang dilindungi.

● Program peningkatan penggunaan pupuk dan pestisida yang akan mempengaruhi kualitas air (terutama pada kegiatan c).

● Program peningkatan Penggunaan pupuk, pestisida dan kebutuhan air yang berdampak kepada kualitas dan kuantitas air (terutama pada kegiatan c dan d).

● Program peningkatan jumlah limbah (termasuk limbah cair) yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air dan peningkatan kebutuhan air untuk proses produksi (terutama untuk kegiatan a dan c).

1.1.3. Dampak Program Pengembangan Industri Pengolahan, Jasa dan Perdagangan

Dampak program ini dimasa mendatang adalah sebagai berikut:

● Pengembangan sentra-sentra industri Potensial yang salah satu kegiatannya adalah fasilitasi sarana-prasarana sentra industry diperlakukan sama dengan pembangunan sarana prasarana pertanian (point 5.2)

● Pengembangan klaster industri unggulan akan mendorong permintaan bahan baku untuk memenuhi kuota industri, yang selanjutnya memicu extensifikasi lahan produksi yang berdampak pada pengurangan kawasan

● Terjadinya konversi lahan dari sektor lain ke sektor industri

● Menumbuhkan lahan-lahan pertanian baru

● Mengurangi lahan pertanian yang ada

● Memacu peningkatan pertumbuhan ekonomi

● Terjadinya peningkatan jumlah limbah (termasuk limbah cair) yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air dan peningkatan kebutuhan air untuk proses produksi (terutama untuk kegiatan a dan c).

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat aktivitas kawasan

● Meningkatatnya kebutuhan air dan pencemaran air akibat aktivitas pengolahan produk perkebunan dan perikanan

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat aktivitas intensifikasi dan ekstensifikasi kegiatan pertanian, kehutanan dan perkebunan

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat kegiatan pengembangan kawasan agropolitan

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat pengembangan industry berbasis pertanian

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat kegiatan jasa dan perdagangan di kawasan metropolitan

● Meningkatnya kebutuhan air dan pencemaran akibat kegiatan dikawasan andalan

● Meningkatnya limbah cair perkotaan akibat pengembangan PKN dan PKW.

● Meningkatnya limbah cair perkotaan dan ketersediaan kebutuhan air.

● Meningkatnya beban pencemaran yang akan berpengaruh pada Kualitas air (khususnya sungai) akibat peningkatan berbagai aktifitas perkotaan (PKWp dan PKL)

● Meningkatnya potensi longsor dan abrasi akibat pembangunan sarana dan prasarana perkotaan

● Menurunnya kualitas air terutama pada kegiatan konstruksi pembangunan jaringan transportasi (dampak sesaat) dan berdampak pada peningkatan potensi longsor terutama pada tebing-tebing badan jalan.

● Meningkatnya Sumber daya air dan kestabilan lahan (mengurangi bencana longsor)

● Meningkatnya pemanfaatan kawasan budidaya untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah terutama Pengembangan kawasan andalan sesuai dengan potensi unggulan, yang meliputi Kawasan Padang Pariaman dan sekitarnya, Agam-Bukittinggi (PLTA Kota Panjang), Mentawai dan sekitarnya, Solok dan sekitarnya (Danau Kembar- PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping dan Kawasan Andalan Laut Mentawai-Siberut dan Sekitarnya). berdampak pada kualitas air dan kebencanaan

1.1.4. Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat

Dampak yang akan terjadi di masa datang terkait dengan program ini adalah:

● Meningkatan lahan produktif

● Mengakibatkan penurunan luas cakupan hutan dan penurunan luas lahan produktif. Berkurang atau dilewatinya kawasan hutan lindung seperti kawasan lembah anai dan kelok sembilan.

● Berkurangnya kawasan hutan nantinya akan menimbulkan potensi banjir di hilir kawasan hutan tersebut serta potensi longsor

● Terjadinya penurunan luas lahan produktif sehingga daerah resapan berkurang

● Terjadinya banjir.

● Terjadinya longsor pada badan jalan yang dibuka untuk keperluan proyek (khusus untuk jaringan primer)

● Meningkatnya pencemaran air pada saat konstruksi dan perubahan tata air (temporer)

● Membantu pengendalian banjir

● Membantu penanggulangan bencana tsunami dan gunung meletus memberi jalur evakuasi (terutama kegiatan d)

● Menyebabkan longsor, banjir pada daerah tertentu

● Meningkatkan penanggulangan bencana

● Terrjadinya longsor pada badan jalan yang dibuka untuk keperluan proyek (khusus untuk jaringan primer)

● Terjadinya pencemaran air pada saat konstruksi dan perubahan tata air (temporer)

● Membantu pengendalian banjir

● Membantu penanggulangan bencana tsunami dan gunung meletus memberi jalur evakuasi (terutama kegiatan d)

● Menyebabkan longsor, banjir pada daerah tertentu

● Membantu penanggulangan bencana

● Terjadi penurunan sementara terhadap kualitas air dan tata kelola aliran irigasi serta kecukupan air dan water produktivity.

● Terbukanya akses kedalam lingkungan hutan yang dikhawatirkan dapat merusak sumberdaya hutan.

● Terjadinya penurunan kualitas air dan daya dukung sungai akibat peningkatan jumlah angkutan / transportasi kapal pada pelabuhan tersebut serta peningkatan jumlah sedimen akibat penurunan kecepatan aliran sungai .

● Terjadinya penurunan kualitas air

● Terjadinya penurunan luas tutupan lahan pada lingkungan bandara yang nantinya akan mengurangi lahan tampungan air (reserfor air) yang da[at menimbulkan limpasan pada aderah sekitar.

● Dilaukan pengendalian pemanfaatan ruang provinsi, kasawan perbatasan dilakukan dengan intensitas pemantauan dan evaluasi rendah maka dampak positif dapat menjadi dampak negative, khususnya terkait pada pengelolaan sumber-sumber air.

● Terjadinya penurunan RTH dan kawasan lindung (sempadan pantai dan sungai).

● Mengurangi RTH dan kawasan lindung (sempadan pantai dan sungai), serta terganggunya kualitas air dan keseimbangan tata kelola air antara kawasan-kawasan hulu dan hilir.

● Menurunnya kualitas dan kuantitas air yang dapat memberikan efek pada konflik penggunaan air kedepannya.

● Berkurangnya tegakan vegetasi sehingga lebih lanjut dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air disekitar hutan. Kondisi yang sama juga terjadi pada pemenuhan material bangunan seperti pasir dan batuan yang jika dieksploitasi secara besar-besaran pada badan air dan tidak mengindahkan kaidah lingkungan, sehingga dapat berdampak pada degradsai dan kualitas sungai.

1.1.5. Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Alam

Dampak yang akan terjadi di masa datang terkait dengan program ini adalah:

● Terjadinya Peningkatan Penyelamatan dan Evakuasi Korban Bencana Pada Wilayah Bencana

● Peningkatan Pendistrbusian kebutuhan Logistik Kebencanaan selama masa tanggap darurat

● Peningkatan Pendistribusian Peralatan Kebencanaan selama masa tanggap darurat

● Peningkatan Pendistribusian Bahan Penanganan Sementara Pada Wilayah Bencana

● Peningkatan Penanganan pemulihan dini kawasan Bencana

● Penyusunan dan Perhitungan DALA, HRNA, PDNA dan RA-RR

● Meningkatnya usaha penanggulangan bencana

1.2. Pelestarian Lingkungan Hidup

Dampak yang akan terjadi di masa datang terkait dengan program ini adalah:

● Meningkatnya luas lahan produktif pertanian

● Meningkatnya ketersediaan air untuk kebutuhan lahan pertanian

● Terhindarnya pengalihan lahan pertanian ke kegiatan non pertanian

● Terkendalinya pemanfaatan lahan pertanian

● Terjaganya keseimbangan daya dukung lahan terhadap potensi fungsi pertanian dimasa sekarang dan yang akan datang

● Bertahannya fungsi pertanian sesuai dengan peruntukannya

● Meminimalisir dampak pembangunan pada kawasan pertanian

● Mempertahankan tutupan lahan pertanian dari efek perubahan iklim global

● Mempertahankan luasan lahan pertanian yang optimal dari pengaruh pembangunan yang berkelanjutan

● Terkendalinya Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup pada Air, Lahan, Udara, dan Keanekaragaman hayati

● Terljamin dan terjaganya kualitas air yang baik dan akan membuat tata guna air menjadi lebih baik

● Tertatanya lingkungan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yaitu terlaksananya program ini nanti, khusus untuk dampaknya terhadap kualitas dan tata air adalah: lingkungan yang telah tidak sesuai lagi dengan daya dukung air, maka lingkungan ini akan ditata kembali. Kemudian bagi lingkungan yang mau dibangun akan memperhitungkan daya dukung air

● Berkurangnya kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah Utara-Selatan Provinsi Sumatera Barat

● Berkembangnya ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung wilayah

● Ditetapkannya pusat-pusat kegiatan untuk mendukung pelayanansosial/ekonomi dan pengembangan wilayah

● Meningkatnya fungsi Kota Padang menjadi kota metropolitan

● Ditetapkannya Kota Payakumbuh, Pulau Punjung, Tapan, dan Simpang Empat menjadi Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan provinsi (PKWp) untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota, dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Painan, Lubuk Alung, Parik Malintang, Lubuk Basung, Lubuk Sikaping, Sarilamak, Kota Padang Panjang, Batusangkar, Muaro Sijunjung, Aro Suka, Padang Aro, dan Tuapejat untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan

● Mendorong terbentuknya aksesibilitas jaringan transportasi dalam rangka menunjang perkembangan wilayah

● Ditetapkannya kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam secara terpadu dengan provinsi berbatasan

● Meningkatnya pemanfaatan kawasan budidaya untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah

● Meningkatkan dampak positif pada kebencanaan dengan cara melakukan pengendalian pemanfaatannya dan pada kawasan yang telah rusak dilakukan pemulihan. Eksploitasi sumberdaya alam dilakukan secara terus menerus, jika wasdal lemah akan terjadi penyimpangan pemanfaatan SDA dan dapat memicu terjadinya bencana. Maka upaya pengawasan dan pengendalinnya dilakukan secara terpadu melibatkan seluruh stakeholder berkesinambungan dan berkelanjutan yang berwawasan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan.

● Pengendalian lingkungan hidup, melibatkan tiga unsur yaitu masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.

1.3. Mitigasi, Aaptasi dan Rekomendasi 1.3.1. Rekomendasi untuk Program Pengamalan ABS & SBK

Berdasarkan kajian dampak yang diutarakan pada Bab V terdahulu, fungsi kelembagaan masyarakat adat dipandang penting untuk lebih diberdayakan karena melalui tatanan kelembagaan adat sumberdaya tanah, air dan hutan terjaga dari kerusakan atau degradasi. Salah satu langkah yang efektif untuk memberdayakan kelembagaan masyarakat adat adalah dengan memberi pengakuan dan perlindungan atas hak ulayat.

Kebijakan ini dipandang penting diintegrasikan ke dalam program-program strategis dan kegiatan Pengamalan ABS dan SBK. Dari 17 program strategis yang dirancang, beberapa program dan kegiatan yang dipandang perlu diperbaiki dapat dilihat Lampiran Tabel 6.1.

1.3.2. Rekomendasi untuk Program Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan

Bedasarkan uraian dampak dari program ini yang telah dijelaskan pada BAB V terdahulu, maka beberapa program prioritas Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan perlu diarahkan menjadi msebagai berikut:

● Pengembangan kawasan sentra produksi pertanian dengan tetap menjaga luas tutupan hutan (40% sesuai RTRW)

● Penyediaan Sarana dan Prasarana Pembangunan Pertanian dengan pembatasan pembangunan lainnya melalui aturan perizinan yang lebih ketat bila lokasi berada pada hutan lindung.

● Program peningkatan produksi perikanan budidaya yang berkaitan dengan budidaya ikan laut diatur dengan zonasi kawasan budidaya dan kawasan lindung (mangrove)

● Penyuluhan pada petani (sudah ada dalam RPJMD 5.3a )

● Pengendalian penggunaan pupuk kimia dan pestisida (sudah ada dlm RPJMD 5.2.3)

● Membudayakan penggunaan pupuk dan pestisida organic/alami (sudah ada dalam RPJMD 5.3.6)

● Pemantauan kualitas air terkait pemakaian pupuk dan pestisida (belum ada dalam RPJMD)

● Peningkatan jumah bibit/benih variatas unggulan pertanian yang dikembangkan atau peningkatan produksi varietas unggul

● Penyuluhan penggunaan pupuk dan pestisida dan pengembangan pertanian organic (sudah ada dalam RPJMD 5.3a dan 5.9). Disamping itu perlu dalam diseverkasi dilakukan pengembangan varietas lokal (belum ada dalam RPJMD dan lebih cocok untuk program 5.9 Diversifikasi)

● Pembangunan sarana pengairan /irigasi di kawasan rawan pangan Kegiatan pembangunan sarana (Sudah dalam RPJMD, program prioritas 9/infrastruktur). Catatan l: lokus pembangunan sarana agar diprioritaskan pada kawasan beresiko rawan pangan)

● Pengembangan cadangan airtanah dengan pembangunan embung, untuk menjamin keberlanjutan pertanian di daerah rawan tersebut (belum ada dalam RPJMD)

● Kajian terhadap ketersediaan air untuk pengembangan kawasan andalan dan agoropolitan (penambahan kegiatan 5.1.7 dalam RPJMD) DARI REKOM RTRW

Berdasarkan rekomendasi tersebut maka beberapa kegiatan ditambahkan atau dirubah. Perubahan yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 6.2.

1.3.3. Rekomendasi untuk Program Pengembangan Industri Pengolahan jasa & Perdagangan

Bedasarkan kepada uraian dampak dari program ini yang telah dipaparkan pada BAB V terdahulu, maka beberapa program prioritas Pengembangan Industri Pengolahan jasa & Perdagangan (P6)perlu diarahkan menjadi sebagai berikut:

● Pengembangan sentra-sentra industri Potensial dengan pembatasanan pembangunan lainnya melalui aturan perizinan yang lebih ketat bila lokasi berada pada hutan lindung.

● Pengembangan klaster industri unggulan dengan tetap menjaga luas tutupan hutan (40% sesuai RTRW)

● Agar dalam pelaksanaan program pengembangan industri pengolahan jasa lingkungan & perdagangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

● Program strategis 6.7 Pengembangan Teknologi Tepat Guna di sempunakan menjadi Program Pengembangan Teknologi dan Ramah Lingkungan (perbaikan 6.7.1 dalam RPJMD) DARI REKOM RTRW

● Pembuatan IPAL Terpadu pada pengembangan kasawasan andalan untuk industry (Penambahan kegiatan 6.8.5 dalam RPJMD) DARI REKOM RTRW

Berdasarkan rekomendasi tersebut maka beberapa kegiatan ditambahkan atau dirubah. Perubahan yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 6.3.

1.3.4. Rekomendasi untuk Program Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat (Prioritas 9)

Bedasarkan kepada uraian dampak dari program ini yang telah dipaparkan pada BAB V terdahulu, maka beberapa program prioritas Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat perlu diarahkan menjadi sebagai berikut:

● Melakukan reboisasi atau penghijauan, rehabilitasi lahan kritis, mengoptimalkan lahan tidur menjadi lahan produktif.

● Normalisasi sungai, pembangunan embung/situ di bagian hulu, perbaikan sistem drainase dan pembangunan sumur resapan.

● Optimalisasi pemanfaatan aset-aset prasarana jalan yang telah dimiliki dengan memperhatikan volume debit pada musim hujan dan kawasan lindung.

● Peningkatan dan pembangunan jalan arteri primer baik di lintas utama perekonomian maupun perkotaan untuk mengurangi kemacetan;

● Pembangunan jalan dan jembatan baru untuk membuka akses daerah terpencil dan meningkatkan mobilitas masyarakat perdesaan dengan tujuan peningkatan dan pemberdayaan perekonomian masyarakat dengan tidak melintasi kawasan lindung dan memperhatikan debit banjir (mencegah dampak kebijakan tata ruang no.1a, 1b pada pasal 14 RTRW);

● Pembangunan jalan dan jembatan antar daerah yang bertujuan untuk mengurangi biaya dan waktu perjalanan, serta mengurangi efek pencemaran lingkungan akibat polusi transportasi dengan tidak melintasi kawasan lindung dan memperhatikan debit banjir;

● Peningkatan layanan jalan dan jembatan menuju daerah Riau, Sumatera Utara, Jambi dan Bengkulu dengan tidak melintasi kawasan lindung dan memperhatikan debit banjir;

● Pembangunan jalan Kelok Sembilan dengan memperhatikan kawasan lindung;

● Peningkatan jalan pantai barat Sumatera Barat dengan memperhatikan lahan produktif;

● Pembangunan jalan alternatif/baru sebagai langkah penanggulangan dan antispasi masalah kemacetan pada jalan arteri primer, mendukung pengembangan daerah dan mengurangi beban ruas-ruas yang sudah mendekati kapasitas dengan memperhatikan kawasan lindung, lahan produktif dan potensi banjir.

● Pengembangan, Rehabilitasi dan Pemeliharaan Penyelenggaraan Transportasi udara dengan memperhatikan ketersediaan lahan produktif dan sistem drainase;

● Penataan Bangunan dan Lingkungan dengan memperhatikan daerah resapan dan drainase

● Program Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Rumah Akibat Bencana untuk mendorong percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah yang rusak dan hancur akibat bencana yang terjadi di Sumatera Barat dengan tetap memperhatikan lahan produktif dan faktor keselamatan penduduk serta keberlanjutan sumber daya alam.

● Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan masyarakat dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah serta penanggulangan kemiskinan di daerah;

● Penataan kawasan kumuh dengan memperhatikan faktor kesehatan;

● Pemugaran bangunan dan kawasan cagar budaya, serta merevitalisasi kawasan;

● Pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan; Pemberian fasilitas dan simulasi pembangunan perumahan swadaya.

● Mendorong pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni, sehat, aman dan terjangkau dengan menitikberatkan pada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, serta menyediakan dan meningkatkan pelayanan prasarana dasar permukiman sehingga tercipta kawasan permukiman dan perumahan yang sehat dan ramah lingkungan dengan memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

● Mendukung pembiayaan dan pengembangan kelembagaan perumahan;

● Membangun rumah sederhana sehat untuk mengurangi backlog dan pengembangan kasiba/lisiba dengan memperhatikan lahan produktif dan daerah resapan;

● Pembangunan jalan lingkungan dan perbaikan lingkungan permukiman;

● Pembangunan prasarana air bersih yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan terdistribusi secara merata dengan tetap memperhatikan keberlanjutan sumber daya air;

● Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air minum dan air limbah yang berbasis masyarakat;

● Pembangunan pembuangan air limbah dan drainase, serta persampahan;

● Pembangunan prasarana listrik dengan tetap memperhatikan lahan produktif;

● Pembangunan prasarana sanitasi sesuai dengan persyaratan kesehatan;

● Pembangunan perumahan di daerah kumuh daerah perkotaan dan perdesaan sesuai dengan persyaratan kesehatan.

● Meningkatkan pelayanan dasar permukiman agar tercipta kondisi masyarakat yang sehat. Program meliputi pemberdayaan masyarakat, program pengembangan kelembagaan, dan program peningkatan kinerja pengelolaan persampahan dan drainase dengan memperhatikan ketersediaan lahan produktif, kawasan lindung dan persyaratan kesehatan

● Perencanaan dan penyediaan sarana dan prasarana persampahan dengan memperhatikan ketersediaan lahan produktif, kawasan lindung dan persyaratan kesehatan;

● Pengembangan prasarana dan sarana drainase dengan memperhatikan debit banjir;

● Peningkatan pemeliharaan dan normalisasi saluran dengan memperhatikan debit banjir;

● Peningkatan dan normalisasi saluran drainase dengan memperhatikan debit banjir;

● Peningkatan OP drainase ;

● Perbaikan prasarana drainase yang rusak dan pembangunan drainase pada kawasan permukiman baru serta pada kawasan yang terkena bencana dengan memperhatikan debit banjir.

● Percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur pada kawasan khusus dengan memperhatikan kawasan lindung dan lahan produktif.

● Mewujudkan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, serta jaringan pengairan lainnya dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nacional melalui upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan air dan wáter produktivity. Program ini dilaksanakan dengan memperhatikan dampak lingkungan yang potencial terjadi, meliputi kegiatan pokok :

● Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

● Rehabilitasi, peningkatan, dan pengembangan jaringan irigasi, rawa, dan sumberdaya air lain, termasuk lanjutan pembangunan daerah irigasi Anai II dan Batahan, serta rehabilitasi jaringan irigasi Indrapura;

● Optimalisasi pemanfaatan lahan irigasi;

● Rehabilitasi daerah rawa;

● Perbaikan irigasi yang rusak akibat bencana alam;

● Fasilitasi dan koordinasi pembangunan dalam pengelolaan jaringan irigasi termasuk jaringan tersier, rawa, dan jaringan lainnya.

● Meningkatkan keberlanjutan fungsi dan pemanfaatan sumberdaya air, seperti danau, sungai, rawa, dan sumber air lainnya; mewujudkan keterpaduan pengelolaan, serta menjamin kemampuan keterbaharuan dan keberlanjutannya sehingga dapat dicapai pola

pengelolaan sumberdaya air yang terpadu dan berlanjutan; dan eksploitasi air tanah yang terkendali dengan upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan air dan wáter produktivity.

● Penatagunaan sumberdaya air;

● Peningkatan operasionalisasi organisasi pengelola sumberdaya air;

● Operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi dan pengembangan sumberdaya air;

● Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air;

● Rehabilitasi dan pembangunan embung di daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan tata kelola pemanfaatan air.

● Meningkatkan pelayanan angkutan sungai dan penyeberangan yang telah ada. Program dilakukan dengan kegiatan pokok:

● Peningkatan sarana dan prarasana pelabuhan dan terminal pada pelabuhan ASDP dengan tetap mempertimbangkan kualitas air dan daya dukung lingkungan sungai dan danau (sudah mengakomodir dampak kebijakan RTRW pasal 17, 18, 19)

● Peningkatan kualitas moda angkutan untuk pelabuhan penyeberangan lintas Kota Padang – Kab. Kepulauan Mentawai

● Meningkatkan efisiensi operasional pelabuhan dalam rangka mengurangi ekonomi biaya tinggi dengan melibatkan sektor swasta di dalam pengembangan dan pelayanan pelabuhan. Kegiatan pokoknya adalah :

● Rehabilitasi dan pemeliharaan dermaga, terminal penumpang, kantor, gudang, dan lapangan penumpukan peti kemas;

● Rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas keselamatan pelayaran;

● Pengerukan alur pelayaran dengan memperhatikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan terhadap penurunan kualitas air;

● Pembangunan pelabuhan di Pasaman Barat, Padang Pariaman dengan memperhatikan upaya pengelolaan dan pemantauan penurunan kualitas air

● Meningkatkan kapasitas pelayanan bandar udara dan standar keselamatan. Kegiatan pokoknya adalah :

● Fasilitasi Rehabilitasi dan pemeliharan bangunan terminal;

● Rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas yang ada pada land-side (seperti; fasilitas parkir, dan lain-lain).

● Perpanjangan landasan pacu, pembangunan fasilitas pergudangan, parkir, terminal dan fasilitas pendukung dilakukan dengan mempertimbangkan upaya pengelolaan limpasan air akibat berkurangnya tutupan lahan dan mengakomodasi sistem drainase pada perencanaan kegiatan tersebut

● Pengendalian Pemanfaatan Ruang dengan mempertimbangkan intensitas pemantauan dan evaluasi terhadap aspek tata kelola air kawasan hulu dan hilir.

● Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi

● Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Perbatasan

● Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kabupaten/Kota

● Menyiapkan dan mendorong kota Padang sebagai kota metropolitan, dengan membentuk kota Padang sebagai kawasan perkotaan inti, dan Kota Pariaman dan Kota Painan sebagai kota-kota disekitarnya yang membentuk suatu kawasan pusat perkotaan metropolitan dilakukan dengan mempertimbangkan penurunan kualitas air, RTH dan Kawasan lindung (sempadan pantai dan sungai), serta keseimbangan pengelolaan kawasan hulu hilir. (sudah mengakomodir dampak kebijakan RTRW pasal 10) Kegiatan pokok pada program ini yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

● Melakukan kajian-kajian pendahuluan untuk mengwujudkan konsep Padang sebagai kota metropolitan yang tergabung dengan kota Pariaman dan Kota Painan sebagai sebuah system perkotaan metropolitan.

● Mendorong dan memfasilitasi segala persyaratan yang diperlukan untuk menwujudkan Padang sebagai kota Metropolitan.

● Mendorong dan memfasilitasi penyediaan segala sarana dan prasarana yang mendukung Kota Metropolitan Padang.

● Menyusunan rencana tata ruang dan rencana detil tata ruang wilayah Kota Metropolitan Padang.

● Mendorong dan memfasilitasi kerjasama antara pemerintah Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kota Painan untuk membangun kelembagaan perkotaan metropolitan

● Pengembangan Wilayah Perbatasan dilakukan dengan mempertimbangkan RTH dan Kawasan lindung (sempadan pantai dan sungai), serta keseimbangan pengelolaan kawasan hulu hilir (sudah mengakomodir dampak kebijakan RTRW pasal 37 - pasal 42)

● Pengembangan Wilayah Perbatasan dengan Negara Lain (Pulau-pulau terdepan)

● Pengembangan Wilayah Perbatasan dengan Provinsi Tetangga

● Pengembangan Wilayah Perbatasan antar Kabupaten/Kota

● Pengembangan Perumahan dan Permukiman dengan mempertimbangkan RTH dan upaya keseimbangan terhadap kualitas dan kuantitas air, serta pengelolaan kawasan hulu lilir

● Pemberdayaan komunitas perumahan melalui bantuan stimulant untuk masyarakat miskin

● Penyusunan kebijakan dan sistem peraturan dalam pengembangan perumahan dan permukiman

● Pembinaan, koordinasi dan fasilitasi dalam peningkatan lingkungan sehat kawasan perumahan dan pengurangan daerah kumuh (sanitasi lingkungan)

● Penataan Bangunan dan Lingkungan, dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kearifan lokal

● Rehabilitasi dan rekontruksi bangunan kantor akibat gempa 30 September 2009

● Pembangunan dan Peningkatan sarana prasarana fasilitas umum seperti : Pembangunan Gedung Serbaguna, Minang Expo, Pasar Manggilang, Pasar

● Koordinasi, fasilitasi, perencanaan dan penyusunan kebijakan, NPSM, SPM dalam penataan bangunan pada daerah rawan bencana