7
316 ISBN : 979-498-547-3 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES Diposeno, Kuncoro Diharjo Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah meyelidiki pengaruh kandungan mollases terhadap sifat fisis dan mekanis pupuk biokomposit limbah kotoran sapi. Pencampuran limbah kotoran sapi dengan mollases, dilakukan dengan metode spray-up di dalam tabung tertutup. Pembuatan sampel uji biokomposit tersebut dilakukan pengeringan hingga kadar air mencapai 7,5%. Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan hancur, uji ketahanan impact dan kelarutan dalam air. Hasil penelitian menunjukan bahwa, semakin besar persentasi perekat molasses, maka semakin besar pula kekuatan tekannya. Untuk kandungan mollases 40% dari pupuk biokomposit tersebut tidak dianjurkan, karena struktur yang terbentuk terlalu basah dan sulit dibentuk. Nilai ketahanan impak juga meningkat seiring dengan peningkatan kandungan mollases. Namun, kemampuan pupuk biokomposit larut di dalam air menurun seiring dengan peningkatan kandungan mollases. Kata Kunci : biokomposit, kotoran sapi, mollases, kekuatan tekan, Ketahanan impak, kelarutan I. Pendahuluan I. 1. Latar Belakang Berdasarkan peninjauan di lapangan pada Pondok Pesantren Abdurrahman Bin Auf yang memiliki luas lahan kurang lebih mencapai lima hektar mempunyai beberapa unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan sapi dan peternakan Pondok Pesantren berkapasitas 120 orang santri ini memiliki sekitar 4000 ekor ayam dan 100 ekor sapi yang dipisahkan dalam empat kandang ayam dan dua kandang sapi. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat dimanfaatkan tentunya juga sangat besar. Dimana seekor sapi mampu meng- hasikan kotoran padat dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (undang 2002). Dapat dihitung jika Pondok Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rataan kotoran yang dihasilkan adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud cair, sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk kepentingan biogas. 1. 2. Tinjauan Pustaka Iwan (2002) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat dibuat menjadi bebe- rapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mem- punyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk meman- faatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya. Unsur bio yang bersifat sebagai material penyusun pupuk biokomposit adalah tetes tebu, dimana tetes tebu berasal dari Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menam- bahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.(Husin, 2007). Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara fungsional, dimana keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah. Hanya saja POP kurang lazim. Rasanya belum pernah lihat di pasaran pupuk yang bentuknya pelet. Tantangan POP kemungkinan adalah resistensi dari petani. Keunggulan penting POP adalah dari sisi teknik dan biaya produksi. Tahapan produksi

316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

316

ISBN : 979-498-547-3

Makalah Pendamping: Kimia �����������������

Paralel E

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

Diposeno, Kuncoro Diharjo Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail: [email protected]

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah meyelidiki pengaruh kandungan mollases terhadap sifat fisis dan mekanis pupuk biokomposit limbah kotoran sapi. Pencampuran limbah kotoran sapi dengan mollases, dilakukan dengan metode spray-up di dalam tabung tertutup. Pembuatan sampel uji biokomposit tersebut dilakukan pengeringan hingga kadar air mencapai 7,5%. Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan hancur, uji ketahanan impact dan kelarutan dalam air. Hasil penelitian menunjukan bahwa, semakin besar persentasi perekat molasses, maka semakin besar pula kekuatan tekannya. Untuk kandungan mollases 40% dari pupuk biokomposit tersebut tidak dianjurkan, karena struktur yang terbentuk terlalu basah dan sulit dibentuk. Nilai ketahanan impak juga meningkat seiring dengan peningkatan kandungan mollases. Namun, kemampuan pupuk biokomposit larut di dalam air menurun seiring dengan peningkatan kandungan mollases.

Kata Kunci : biokomposit, kotoran sapi, mollases, kekuatan tekan, Ketahanan impak, kelarutan

I. Pendahuluan I. 1. Latar Belakang

Berdasarkan peninjauan di lapangan pada Pondok Pesantren Abdurrahman Bin Auf yang memiliki luas lahan kurang lebih mencapai lima hektar mempunyai beberapa unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan sapi dan peternakan Pondok Pesantren berkapasitas 120 orang santri ini memiliki sekitar 4000 ekor ayam dan 100 ekor sapi yang dipisahkan dalam empat kandang ayam dan dua kandang sapi. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat dimanfaatkan tentunya juga sangat besar. Dimana seekor sapi mampu meng-hasikan kotoran padat dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (undang 2002). Dapat dihitung jika Pondok Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rataan kotoran yang dihasilkan adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud cair, sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk kepentingan biogas.

1. 2. Tinjauan Pustaka Iwan (2002) menyatakan bahwa

kotoran sapi dapat dibuat menjadi bebe-rapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mem-punyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk meman-faatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.

Unsur bio yang bersifat sebagai material penyusun pupuk biokomposit adalah tetes tebu, dimana tetes tebu berasal dari Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menam-bahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.(Husin, 2007).

Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara fungsional, dimana keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah. Hanya saja POP kurang lazim. Rasanya belum pernah lihat di pasaran pupuk yang bentuknya pelet. Tantangan POP kemungkinan adalah resistensi dari petani. Keunggulan penting POP adalah dari sisi teknik dan biaya produksi. Tahapan produksi

Page 2: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

317

ISBN : 979-498-547-3

����������������� Makalah Pendamping: Kimia�

Paralel E

POP sangat singkat dan sederhana. Tahapan pentingnya hanya 4 tahap saja. Jadi bisa menghemat sekitar tiga tahap. Tahapan ini juga akan berimbas pada ongkos produksi. Karena tahapannya yang sederhana dan singkat, ongkosnya pun bisa sangat murah. Harga POP bisa dibuat murah, kira-kira bisa 30-50% dari harga POG. Ini yang paling menarik

Berikut adalah tahap-tahapan dalam pembuatan POP (Pupuk Organik Pelet) (Isroi, 2009):

1. Pengomposan bahan mentah 2. Pencampuran dengan bahan-bahan

lain 3. Pembuatan pelet 4. Pengeringan 5. Pengemasan

Untuk mendukung penelitian ini maka dibutuhkan beberapa pengujian diantaranya adalah, pengujian tekan, pengujian ketehanan impak dan kelarutan dalam air untuk memperoleh hasil yang kuat namun mudah larut dalam air.

Kekuatan Tekan. Dalam proses pengujian tekan sampel ditekan menggunakan alat uji Universal Testing Machine (UTM), dimana sempel ditekan dan diikuti penambahan beban sampai sampel tersebut mengalami retak awal. Retak awal dianggap sebagai kegagalan dimana suatu sampel dianggap sudah tidak dapat menahan beban desak lebih dari beban yang menimbulkan retakan awal (ASTM D 1475, 2000).

Gambar 1. Mesin UTM (Universal Testing Machine)

Adapun rumus yang digunakan dalam uji tekan adalah : Hitungan kuat tekan :

�� �DE-FG

�HHH� IJK (1.1)

�� �L MN�G � OPQ (1.2)

Dengan pengertian:

• CS = Compression strength, kPa (psi)

• L = (Pembebanan) load in Newtons (lbs.)

• π = 3.14

• r = radius spesimen dalam meter atau (in.).

Ketahan impak. Pengujian ini mangacu pada standard pengujian Fuel Briquettes (ASTM D2677-67T), untuk ketahanan jatuh dari suatu briket atau pelet dijatuhkan dari ketinggian ± 2 meter dan diamati kerusakanya. Adapun rumus yang digunakan dalam hal ini adalah:

(1.3.)

Average Number of Drops (ANoD), Average Number of Pieces (ANoP). Dari rumus ini kita dapat mengambil hasil IRI (Impack Resistance Index untuk ambang batas nilai yang dipenuhi adalah sebesar 50 poin, jika dihitung mengguanakan rumus IRI hasil dari kesepuluh sampel dapat dikatakan baik jika lebih dari nilai 50 (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).

Kelarutan dalam air. Untuk mengetahui tepat tidaknya suatu variasi komposisi suatu campuran akan pelarutan terhadap air maka dilakukan pengujian hampu hancur di dalam air dengan cara sampel di celupakan ke dalam toples yang telah diisi dengan air dalam keadaan penuh. Masukan sampel kedalam toples yang sudah berisi air hingga tercelup sepenuhnya, tunggu hingga selang waktu tertentu sampai sampel terkikis oleh gelembung air, catat waktu yang ditempuh oleh suatu sampel dari pertama kali mengalami kerusakan sampai sampel mengalami kehancuran sepenuhnya. Pengujian ini sering kali dibuat sebagai pertimbangan standard pengujian untuk mampu hancur suatu sampel sebagai terhadap air, (Fuel Processing Technology, 1990).

1.3. TUJUAN PENELITIAN Menyelidiki pengaruh variasi campuran

kotoran sapi dengan tetes tebu (mollases), 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), terhadap kekuatan tekan, ketahanan impak dan kemampuan larut dalam air, pupuk biokomposit dan dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh komposisi pupuk biokomposit yang tidak mudah hancur dan mudah larut dalam air.

Page 3: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

318 Makalah Pendamping: Kimia

2. METODE 2.1. Persiapan Bahan

Bahan utama penelitian adalah kotoran sapi kering libah dari proses biogas berbentuk serbuk (powder), diperoleh dari peternakan sapi perah di pondok pesantren Abdurahman Bin Auf di Delanggu, dan perekat yang didapat dari limbah pabrik gula yang ada di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah). Setelah bahan terkumpul diikuti oleh persiapan alat pendukung seperti alat dan tabung pencampuran. Agar pencampuran kotoran sapi dengan tetes tebu dapat homogen, maka dilakukan proses dalam tabung tertutup, dimana tabung pencampuran sudah didesain dengan adanya lubang inlet udara dari kompresor dan lubang outlet untuk udara keluar. Proses pencampuran dilakukan dengan meletakan kotoran sapi didalam tabung tersebut, kemudian udara yang telah bercampur tetes tebu dialirkan kedalam tabung dari lubaninlet hingga terjadi turbulensi arus. Sehingga keduanya dapat tercampur secara merata.

2. 2. Pembuatan Sampel Dalam pembutannya sampel dibuat

suatu pemodelan yang memiliki berat sekitar 20 gram. Adapun variasi campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), pembuatan sampel uji pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan pada tekanan konstan sebesar 275 kPa. Model cetakan yang digunakan berupa silinder pres dengan diameter dalam

Gambar 2. Set peralatan tabung pencampuran

PIPA

SILINDER

CETAKAN

RANGKA

CETAKAN

PENGGARIS

UKUR

Gambar 3. Proses pengepresan dan sample jadi pupuk

ISBN : 979

Makalah Pendamping: Kimia ��

Bahan utama penelitian adalah kotoran bah dari proses biogas berbentuk

, diperoleh dari peternakan sapi perah di pondok pesantren Abdurahman Bin Auf di Delanggu, dan perekat mollases yang didapat dari limbah pabrik gula yang ada di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah).

han terkumpul diikuti oleh per-siapan alat pendukung seperti alat spray up dan tabung pencampuran. Agar pencampuran kotoran sapi dengan tetes tebu dapat homogen, maka dilakukan proses spray up di dalam tabung tertutup, dimana tabung

ain dengan adanya lubang inlet udara dari kompresor dan lubang outlet untuk udara keluar. Proses pencampuran dilakukan dengan meletakan kotoran sapi didalam tabung tersebut, kemudian udara yang telah bercampur tetes tebu dialirkan kedalam tabung dari lubang inlet hingga terjadi turbulensi arus. Sehingga keduanya dapat tercampur secara merata.

Dalam pembutannya sampel dibuat suatu pemodelan yang memiliki berat sekitar 20 gram. Adapun variasi campuran antara

tebu 50:50; 60:40; 70:30; 80:20, (w/w), pembuatan sampel uji pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan pada tekanan konstan sebesar

yang digunakan berupa silinder pres dengan diameter dalam

silinder sebesar 25mm.(Gambar pencetakan dilakukan dengan cara mengepres bahan baku campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu di masukan kedalam silinder cetakan dan kemudian di set dengan penekan dongkrak hidrolik. Set peralatan untuk pembuatan sampel pupuk biokomposit ditunjukan pada gambar 3. Tahap selanjutnya adalah pengeringan sampel hingga memiliki kandungan air sekitar 7,5 %. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven listrik. Suhu pemanasan sampel uji dilakukan pada temperatur

2. 3. Pengujian Sample Pengujian yang dilakukan meliputi uji

tekan, uji ketahanan impak dan uji kelarutan dalam air. Pengujian tekan, dilakukan dengan cara menguji sampel dengan menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine).ketahanan impak, dilakukan dengan cara uji jatuh dari ketingian 2 meter. Analisa pada uji jatuh ini dilakukan dengan membandingkan persentase sample yang masih berbentuk dan bagian sampel yang hancur setelah dijatuhkan. Pengujian kelarutan dalam air dilakukan dengan cara merendam sampel dalam air dan mengambil waktu (t) detik untuk setiap sampel yang terlarut.

3. Hasil dan Pembahasan 3. 1. Data Pengeringan kadar airGrafik 1 adalah pengeringan kadar air terhadap waktu, untuk masing-masing variasi persentase sampel pupuk biokomposit

Gambar 2. Set peralatan tabung pencampuran

DONGKRAK

HYDRAULICK

SHAFT PEJAL

PENDORONG

PEGAS TEKAN

Gambar 3. Proses pengepresan dan sample jadi pupuk biokomposit

ISBN : 979-498-547-3

�����������������

Paralel E

(Gambar 2). Proses pencetakan dilakukan dengan cara mengepres bahan baku campuran antara kotoran sapi dengan tetes tebu di masukan kedalam silinder cetakan dan kemudian di set dengan penekan dongkrak hidrolik. Set peralatan untuk pembuatan sampel pupuk

ditunjukan pada gambar 3. Tahap selanjutnya adalah pengeringan sampel hingga memiliki kandungan air sekitar 7,5 %. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven listrik. Suhu pemanasan sampel uji dilakukan pada temperatur 100 ºC.

Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan, uji ketahanan impak dan uji kelarutan dalam air. Pengujian tekan, dilakukan dengan cara menguji sampel dengan menggunakan

Universal Testing Machine). Uji ketahanan impak, dilakukan dengan cara uji jatuh dari ketingian 2 meter. Analisa pada uji jatuh ini dilakukan dengan membandingkan persentase sample yang masih berbentuk dan bagian sampel yang hancur setelah dijatuhkan. Pengujian kelarutan dalam air dilakukan dengan cara merendam sampel

an mengambil waktu (t) detik untuk setiap sampel yang terlarut.

3. Hasil dan Pembahasan 3. 1. Data Pengeringan kadar air

pengeringan kadar air terhadap masing variasi persentase

.

biokomposit

25

m

35

Page 4: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

ISBN : 979-498-547-3

�����������������

Paralel E

Grafik 1. Hubungan persentasi kadar air pupuk bioko

Grafik 2. Hubungan Persentasi Campuran Terbaik Terh

Untuk tiap-tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air totalberbeda-beda. Dimana persentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk masing-masing variasi sampel tidaklah sama. Dimana untuk variasi komposisi campuran dangan persentase 50:50 memiliki waktu sekitar 65 menit, 60:40 = 45 menit, 70:30 = 30 menit dan 80:20 = 25 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air.

3. C. Data hasil uji tekan

Tabel 1 adalah data yang diambil sebagai acuan uji tekan. Pada tabel 1 dan grafik 2 terlihat bahwa untuk persentase

Variasi Rata-rata (Pa)

80% : 20% 1800

70% : 30% 1730

60% : 40% 3710

50% : 50% 5380

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

80% : 20%

Kem

am

pu

an

Men

ah

an

Tekan

an

(P

a)

Makalah Pendamping: Kimia

Grafik 1. Hubungan persentasi kadar air pupuk biokomposit terhadap waktu

Tabel 1. Hasil uji tekan

Grafik 2. Hubungan Persentasi Campuran Terbaik Terhadap Penekanan

tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air total yang

beda. Dimana persentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk

masing variasi sampel tidaklah sama. Dimana untuk variasi komposisi campuran dangan persentase 50:50 memiliki waktu sekitar 65 menit, 60:40 = 45 menit, 70:30 = 30 menit dan 80:20 = 25 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan semakin banyak perekat

digunakan maka akan semakin besar

ata yang diambil Pada tabel 1 dan

grafik 2 terlihat bahwa untuk persentase

campuran 50 menunjukan adanya perbedaan kekuatan tekan yang mampu ditahan oleh masing-masing sampel dimana pada variasi 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan perekat tetes tebu yang bersifat sebagai penguat (matrik) dari sampel biokomposit. Dengan demikian, jika ditinjau dari pembebanan tekan maka, semakin banyak perekat tetes tebu yang digunakan pada suatu sampel semakin kuat pula sampel tersebut..

Pada komposisi 50:50 secara fisik sampel masih berbentuk seperti semula namun terjadi retak yang menimbulkan penurunan kekuatan sampel (Gambar 4a). Pada Komposisi campuran 60:40, secara fisik 75% sampel masih terlihat, namun serpihan yang hancur dari badan sampel semakin bertambah. Dengan demikian kekuatan sampel jauh

rata (Pa) Nilai max (Pa) Nilai min (Pa) Dev-atas

1900 1700 100

2300 1900 570

4150 3500 440

6100 4700 720

80% : 20% 70% : 30% 60% : 40% 50% : 50%

319Makalah Pendamping: Kimia�

mposit terhadap waktu

adap Penekanan

campuran 50 menunjukan adanya perbedaan tekan yang mampu ditahan oleh

masing sampel dimana pada variasi 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan perekat tetes tebu yang bersifat sebagai penguat (matrik) dari sampel biokomposit. Dengan

dari pembebanan tekan maka, semakin banyak perekat tetes tebu yang digunakan pada suatu sampel semakin kuat pula sampel tersebut..

Pada komposisi 50:50 secara fisik sampel masih berbentuk seperti semula namun terjadi retak yang menimbulkan penu-

tan sampel (Gambar 4a). Pada Komposisi campuran 60:40, secara fisik 75% sampel masih terlihat, namun serpihan yang hancur dari badan sampel semakin bertam-bah. Dengan demikian kekuatan sampel jauh

atas Dev-bawah

100

-170

210

680

50% : 50%

Page 5: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

320 Makalah Pendamping: Kimia

(a)

(a) (b)Gambar 4. a) sample variasi campuran 50 : 50, b) 60

lebih lemah dari pada variasi 50:50 (Gambar 4b). Untuk komposisi campuran 70:30, secara fisik sampel masih terbentuk 60%, namun semakin banyaknya serpihan sampel yang terlepas dari badan sampel menjadikan sampel tersebut jauh lebih lemah dari pada variasi komposisi 50:50 dan 60:40 (Gambar 4c). Pada komposisi campuran 80:20 secara fisik hanya sekitar 20% saja sampel tersebut dapat terlihat selebihnya merupakan sepihan yang terlepas (Gambar 4d). Jadi semakin banyak serpihan yang terlepas dari badan sampelmaka semakin sulit juga pupuk biokomposit ini terbentuk

4. D. Data hasil uji ketahanan impak (IRI/Impact Resistance Indect)

Tabel 2, grafik 3 dan gambar 5 beberapa data yang diambil dalam pengujian ketahanan impak. Pada Grafik

Tabel 2. Nilai ketahanan impak

No.Variasi

Campuran Rata

1 80 % : 20 %

2 70 % : 30 %

3 60 % : 40 %

4 50 % : 50 %

Grafik 3. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan

Gambar 5. a) sampel variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40,

ISBN : 979

Makalah Pendamping: Kimia ��

(b) (c)

(a) (b) (c) Gambar 4. a) sample variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20

lebih lemah dari pada variasi 50:50 (Gambar 4b). Untuk komposisi campuran 70:30, secara fisik sampel masih terbentuk 60%, namun semakin banyaknya serpihan sampel yang terlepas dari badan sampel menjadikan sampel tersebut jauh lebih lemah dari pada

komposisi 50:50 dan 60:40 (Gambar 4c). Pada komposisi campuran 80:20 secara fisik hanya sekitar 20% saja sampel tersebut dapat terlihat selebihnya merupakan sepihan yang terlepas (Gambar 4d). Jadi semakin banyak serpihan yang terlepas dari badan

semakin sulit juga pupuk

4. D. Data hasil uji ketahanan impak (IRI/

Tabel 2, grafik 3 dan gambar 5 adalah beberapa data yang diambil dalam pengujian

Pada Grafik 3 variasi

komposisi campuran 60:40 dan 50:50, sampel uji memiliki nilai IRI 73,2 dan 346,6 poin. Hal ini melebihi dari standart kriteria kekuatan sampel yang hanya 50 poin saja. Oleh karena itu dalam pengujian ketahanan impak ada dua variasi persentase campuran terdiantaranya adalah persentase 50:50 dan 60:40.

Dari Gambar 5 dapat terlihat untuk komposisi 50:50, dimana sampel ini tidak memiliki berat rata-rata sampel yang terlepas namun hanya memiliki berat ratautuh saja (Gambar 5a). Pada komposisi campuran 60:40, berat ratadiambil melalui pengamatan mata secara manual atau dengan cara penimbangan sampel, memilih serpih sampel yang paling besar dan paling berat sebagai nilai (ANoD) dari komposisi campuran 5b).

Tabel 2. Nilai ketahanan impak

Rata-rata utuh ANoD (gr)

Rata-rata serpihan ANoP (gr)

33,60 80,89

33,86 76,82

43,87 59,92

73,90 21,33

. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan impak

5. a) sampel variasi campuran 50 : 50, b) 60 : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20.

ISBN : 979-498-547-3

�����������������

Paralel E

(d)

(d) : 40, c) 70 : 30, d) 80 : 20

komposisi campuran 60:40 dan 50:50, sampel uji memiliki nilai IRI 73,2 dan 346,6 poin. Hal ini melebihi dari standart kriteria kekuatan sampel yang hanya 50 poin saja. Oleh karena itu dalam pengujian ketahanan impak ada dua variasi persentase campuran terbaik, diantaranya adalah persentase 50:50 dan

dapat terlihat untuk komposisi 50:50, dimana sampel ini tidak

rata sampel yang terlepas namun hanya memiliki berat rata-rata sampel

aja (Gambar 5a). Pada komposisi campuran 60:40, berat rata-rata sempel diambil melalui pengamatan mata secara manual atau dengan cara penimbangan sampel, memilih serpih sampel yang paling besar dan paling berat sebagai nilai (ANoD) dari komposisi campuran tersebut (Gambar

rata serpihan ANoP IRI (Poin)

41,53

44,07

73,21

346,46

. Hubungan persentase campuran dan nilai ketahanan impak

c) 70 : 30, d) 80 : 20.

Page 6: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

ISBN : 979-498-547-3

�����������������

Paralel E

Pada komposisi campuran 70:30, antara ratarata berat sampel yang terlepas dan rataberat sampel utuh dapat dibedakan dengan jelas (Gambar 5c). Pada komposisi campuran 80:20, untuk variasi ini terbilang paling sukar karena berat rata-rata serpih lebih banyak dari pada berat rata-rata sampel utuh. Oleh karena itu pada variasi persentase campuran ini kurang direkomendasikan.

4. E. Data Hasil Uji Pelarutan Dalam AirTabel 3, grafik 4 dan gambar 6

merupakan data-dat yang diambil dalam uji kelerutan dalam air:

Pada Grafik 4 terlihat persentasi 50:50 memiliki ketahanan yang jauh lebih kuat dari pada komposisi campuran 60:40 ; 70:30 dan 80:20. Untuk segi kekuatan hal ini baik namun, dalam penelitian ini pupuk biokomposit juga harus memiliki sifat kelarutan yang baik pula. Olehsemakin kuat pupuk biokomposit tersebut

Tabel 3. Hubungan antara waktu pelarutan dengan var

NoVariasi

campuran Waktu rata

1. 80% : 20%

2. 70% : 30%

3. 60% : 40%

4. 50% : 50%

Grafik 4. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi pe

Gambar 6. a) Sekitar 5 detik pertama, b) sekitar 35 detik ppertama, d) Sekitar 100 detik, (e) Sekitar 165 deti

5�

77�

Makalah Pendamping: Kimia

Pada komposisi campuran 70:30, antara rata-rata berat sampel yang terlepas dan rata-rata berat sampel utuh dapat dibedakan dengan

Pada komposisi campuran 80:20, untuk variasi ini terbilang paling sukar

rata serpih lebih banyak dari rata sampel utuh. Oleh

karena itu pada variasi persentase campuran

larutan Dalam Airdan gambar 6

dat yang diambil dalam uji

terlihat persentasi 50:50 memiliki ketahanan yang jauh lebih kuat dari pada komposisi campuran 60:40 ; 70:30 dan 80:20. Untuk segi kekuatan hal ini baik namun, dalam penelitian ini pupuk biokomposit juga harus memiliki sifat kelarutan yang baik pula. Oleh karena itu semakin kuat pupuk biokomposit tersebut

maka semakin sulit juga pupuk biokomposit tersebut larut di dalam air.

Dari Gambar 6 dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel pupuk biokomposit bisa larut dengan sendirinya di dalam air tanpa harus ada reaksi pengadukan. Hal ini terjadi karena adanya gelembung udara yang terdapat dari dalam sampel, udara yang terjebak di dalam sampel memecahkan ikatan antar partikel sampel tersebut. Adapun variasi persentase 80:20 memiliki kecepatan pelarutan tercepat, hal ini desebabkan oleh kuranya material perekat yang digunakan oleh sampel ini. Hal ini menyebabkan sampel mudah hancur, rapuh dan mudah larut di dalam air, dan untuk sebaliknya. Variasi persentasi terlama dimiliki oleh 50:50, yang dimana faktor perekat menjadi salah satu faktor utama dalam proses pelarutan. Dimana semakin banyak persentase suatu perekat maka akan semakin sulit pula material tersebut terurai di dalam air

Tabel 3. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran

Waktu rata-rata (detik) Nilai max Nilai min Dev-atas

59,80 90 38 30,20

87,40 110 57 22,60

167,40 210 97 42,60

197,80 242 150 44,20

. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran.

. a) Sekitar 5 detik pertama, b) sekitar 35 detik pertama, c) Sekitar 75 detik pertama, d) Sekitar 100 detik, (e) Sekitar 165 detik, (f) Sekitar 195 detik.

5!7� 5�7�

5�7�5B7�

321Makalah Pendamping: Kimia�

maka semakin sulit juga pupuk biokomposit

dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel pupuk biokomposit bisa larut dengan sendirinya di dalam air tanpa harus

i pengadukan. Hal ini terjadi karena adanya gelembung udara yang terdapat dari dalam sampel, udara yang terjebak di dalam sampel memecahkan ikatan antar partikel sampel tersebut. Adapun variasi persentase 80:20 memiliki kecepatan pelarutan tercepat,

i desebabkan oleh kuranya material perekat yang digunakan oleh sampel ini. Hal ini menyebabkan sampel mudah hancur, rapuh dan mudah larut di dalam air, dan untuk sebaliknya. Variasi persentasi terlama dimiliki oleh 50:50, yang dimana faktor perekat

i salah satu faktor utama dalam proses pelarutan. Dimana semakin banyak persentase suatu perekat maka akan semakin sulit pula material tersebut terurai di dalam air

rsentase campuran

atas Dev-bawah

30,20 21,80

22,60 30,40

42,60 70,40

44,20 47,80

. Hubungan antara waktu pelarutan dengan variasi persentase campuran.

c) Sekitar 75 detik k, (f) Sekitar 195 detik.

5&7�

Page 7: 316 Makalah Pendamping: Kimia Paralel E€¦ ·  · 2016-05-13Makalah Pendamping: ... Paralel E SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLLASES

322

ISBN : 979-498-547-3

Makalah Pendamping: Kimia �����������������

Paralel E

5. Kesimpulan a. Dalam proses pengeringan kadar air,

tiap-tiap variasi komposisi campuran memiliki kadar air total yang berbeda-beda, dimana spersentase 50:50 > 60:40 > 70:30 > 80:20. Hal ini desebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan maka akan semakin besar pula persentase kadar air yang dimiliki suatu sampel.

b. Variasi komposisi campuran 50:50 memiliki kekutatan tekan yang paling besar yaitu sekitar 5,38 kPa, sedangkan pada variasi 80:20 memiliki kekutan tekan terkecil yaitu sebesar 1,80 kPa. Hal ini disebabkan semakin sedikit campuran perekat pada suatu pupuk biokomposit maka akan semakin kecil pula kekuatan tekannya demikian sebaliknya.

c. untuk nilai ketahanan impak variasi campuran terbaik dapat diambil adalah campuran 60:40 dan variasi 50:50, dimana nilai ketahanan impak yang mencapai 73,2 poin untuk 60:40 sudah memenuhi standart kekuatan, sedangkan variasi campuran variasi 50:50 memiliki nilai ketahana impak paling baik dari pada variasi komposisi campuran yang lain dimana nilainya mencapai 346,46 poin. Hal ini juga di pengaruhi oleh semakin besarnya persentase banyaknya perekat.

d. variasi komposisi terbaik untuk uji kelarutan dalam air terdapat pada variasi komposisi 80:20, namun pada komposisi ini tidak didukung dengan kekuatan yang cenderung rapuh. Maka di anjurkan untuk memilih variasi campuran 60:40 yang memiliki waktu pelarutan 167,4-196,8 detik yang cenderung relatif sama dengan variasi komposisi campuran 50:50 yang berkisar 160-200 detik. Kemampuan pupuk biokomposit larut di dalam air menurun seiring dengan peningkatan kandungan Mollases.

e. Jadi variasi campuran terbaik yang memiliki sifat ketahanan yang cukup kuat dan mudah larut dalam air adalah variasi komposisi campuran 50:50. Dimana kekuatan tekannya yang baik, nilai ketahanan impak yang baik dan kelarutan dalam air yang relatif sama dengan variasi campuran 60:40, menjadikan komposisi campuran ini menjadi paling unggul dari pada komposisi campuran yang lainya.

6. Ucapan Terima KasihTim peneliti mengucapkan terima kasih

kepada DP2M-Dikti yang telah mendanai kegiatan penelitian ini melalui ajang PKM (Pekan Kreatifitas Mahasiswa) 2009, dan tidak lupa saya megucapkan terima kasih kepada rekan-rekan tim PKM-Penelitian 2009, Ahmad Muslim Rifai, Ahmad Tri Putro Nugroho dan Rekan-rekan Mahasiswa lainya yang telah banyak membantu tim.

7. Daftar Pustaka

Husin, R. 2007. Pemanfaatan Ampas Tebu. Atikel Ilmiah. Jakarta.

Iwan. 2002. Proses pembuatan pupuk dan bentuk-bentuk pupuk. Artikel Blog.

Isroi. 2009. Perbandingan bentuk pupuk secara fungsional antara POP dan POG. Artikel Blog.

Gibson. R. F. 1994. Principles of Composite Material Mechanics. Department of Mechanical Engineering. Wayne State University. Detroit.

ASTM D 1475. 2000. Tex-614-J Testing Epoxy Materials. Material of Testing Procedures. USA.

Richards. S. R. 1990. Physical Testing of Fuel briquettes (ASTM D 2677-67T).Elsevier Journal. New Zealand