6. Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu Dan Daun Tomat Untuk Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung Manis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pertanian

Citation preview

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UBI KAYU DAN DAUN TOMAT UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN

    JAGUNG MANIS UTILIZATION OF WASTE CASSAVA HUSK AND TOMATO LEAF AS

    PESTICIDE TO CONTROL PEST OF SWEET CORN

    Haris Kuruseng Jurusan Penyuluhan Pertanian STPP Gowa

    ABSTRAK Kajian ini betujuan untuk memanfaatkan limbah organik dalam pengendalian hama pada tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan STPP Gowa dari bulan September sampai Desember 2008. Konsentrasi bahan sebagai perlakuan dimana P0 sebagai kontrol, P1 = 25 g L-1, P2 = 50 g L-1, P3 = 75 g L-1, P4 = 100 g L-1dan P5 = 125 g L-1 dan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Data diuji dengan uji BNT pada taraf 0.05 dan 0.01. Interval penyemprotan setiap 5 hari, dari 21 hari setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase serangan pada penggerek batang dan ulat daun efektif pada P4 dan P5 yaitu pada konsentrasi bahan 100 g L-1 Air dan 125 g L-1 Air.

    Kata Kunci : Limbah, hama, dan jagung.

    ABSTRACT This Study aims to utilize of organic waste in controlling pest on sweet corn. The research was executed in STPP Gowa experimental farm from September to December 2008. Concentration of material as treatment, where P0 as control, P1= 25 g L-1, P2 = 50 g L-1, P3 = 75 g L-1, P4 = 100 g L-1 and P5 = 125 g L-1. Treatments were arranged with Randomised block design with 4 replications. Data were tested with Least Significant Difference (LSD) at level 0.05 and 0.01. Spraying interval is every 5 days, from 21 days after planting. Result of research revealed that the mean of infestation steam caterpillar and effective leaf caterpillar at P4 and P5 that is concentration 100 g L-1 water and 125 g L-1 water.

    Key Words = waste, pest, and corn

    PENDAHULUAN Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) di Indonesia baru dikenal pada tahun 1990an, jagung ini disenangi karena rasanya manis dan rendah kalori sehingga permintaan pasar semakin meningkat baik dalam negeri maupun luar negeri. Lokasi penanaman jagung manis perlu mendapat

    perhatian terutama cahaya sinar matahari karena tergolong tanaman mampu me-lakukan fotosisntesis tinggi (C4) sama seperti tanaman tebu, sorgum, yaitu membutuhkan penyinaran matahari yang lebih lama. Umur panennya untuk daerah dataran rendah 60 70 hari setelah tanam, sedangkan pada daerah dataran tinggi

    114

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    dapat mencapai 80 hari. lebih singkat dibanding jagung varietas lain, namun serangan hamanya lebih intensif (Anonim, 2004).

    Pengendalian hama dengan menggunakan perstisida kimiawi cenderung kurang selektif sehingga dalam penggunaanya dapat memusnahkan musuh alami. Peng-gunaan perstisida kimiawi berkepanjangan dapat menyebabkan resistens (daya tahan) hama meningkat terhadap pestisida yang pada saatnya menimbulkan resurgens (peledakan) hama baru akibat ketidak-seimbangan populasi maupun karak-teristik musuh alami dengan hama dalam ekosistem, demikian pula penim-bunan residu pada bagian tanaman yang akan dikomsumsi dapat membahayakan makh-luk hidup lainnya. Strategi pengendalian hama pada tanaman hendaknya berdasar-kan pertimbangan ekologi dengan meni-tikberatkan pada faktor mortalitas alami (Flint and van den Bosch, 1981).

    Penelitian mengenai Hama utama pada pertanaman jagung adalah ulat grayak. Hama ini dikatakan hama utama karena mampu menyerang tanaman jagung setiap saat dengan melakukan pengrusakan terutama pada bagian daun. Penggerek batang Ostrinia furnacalis yang merusak pada bagian batang tanaman, demikian pula penggerek tongkol H. armigera menjadi hama utama pada pertanaman jagung (Akib et al., 2001)

    Pengendalian hama utama tanaman jagung ulat grayak dengan memanfaatkan jamur Beauveria bassiana pada berbagai kon-sentrasi menunjukkan hasil yang dapat menekan populasi ulat grayak sehingga menekan kerusakan daun (Yasin et al., 2001)

    Limbah pertanian secara ekonomi tidak menguntungkan, tetapi beberapa jenis limbah yang mengandung senyawa tertentu dapat dimanfaatkan baik sebagai starter penguraian bahan organik menjadi

    pupuk organik maupun untuk pengen-dalian hama, disamping murah juga resikonya rendah dibanding dengan pestisida kimiawi. Limbah tomat berupa daun dan batang mengandung senyawa yang rasanya tidak disenangi oleh hama sehingga efektif untuk mengendalikan hama pada tanaman dan juga sebagai fungisida ringan (Anonim, 2007). Limbah kulit ubi kayu mengandung senyawa HCN (Asam sianida) yang merupakan racun yang dapat dinetralisir melalu perlakuan pemanasan atau pengeringan (Irmansyah., 2005). Kandungan HCN pada kulit ubi kayu dapat mencapai 68 mg 100 g-1 bahan (Anonim, 1987).

    BAHAN DAN METODE

    Kajian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan STPP Gowa Sulawesi Selatan. Waktu kajian dari bulan Agustus hingga November 2008. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam kajian ini antara lain: traktor, cangkul, meteran, tali, ember, saringan, sprayer, tugal, patok petakan, loop (kaca pembesar), teropong, blender (penghancur kulit ubi kayu) dan alat tulis menulis.

    Bahan utama yang digunakan pada kajian ini adalah benih jagung manis (sweet corn), limbah hasil pertanian berupa kulit ubi kayu, daun tomat, air, pupuk urea 200 kg ha-1, kcl 100 kg ha-1, sp36 100 kg ha-1, kapur pertanian 2 ton ha-1 dan limbah kandang ayam berupa litter 4 ton ha-1. Persiapan dan Penanaman

    Pada areal pertanaman ditebar bahan organik kotoran kandang ayam, kapur pertanian kemudian diolah dengan traktor satu minggu sebelum penanaman. Peng-ukuran petakan perlakuan dan pembuatan drainase dengan lebar 30 cm pada ke-

    115

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    dalaman 20 cm, sekaligus berfungsi sebagai pembatas petak Penentuan petak-an dilakukan secara acak dengan pembe-rian tanda pada setiap petakan

    Pengukuran tingkat kemasaman tanah dengan menggunakan level Indikator Universal, hasil pengukuran menunjukkan nilai pH antara 5,0 hingga 5,5 ini dila-kukan sebelum tanam. Dengan mengguna-kan tugal membuat lobang masing-masing untuk benih dan pupuk, Pemberian pupuk an-organik dilakukan secara spot dengan memasukkan kedalam lobang sekitar lobang benih. Metode Kajian

    Rancangan yang digunakan pada kajian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yaitu adanya kelompok dalam jumlah yang sama dimana setiap kelompok dikenakan perlakuan-perlakuan (Gaspersz, 1991 ). Enam perlakuan dan empat ulangan, sehingga banyaknya pe-takan adalah 24 petak, dimana luas setiap petak adalah 4 m x 4 m dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm, sehingga populasi tanaman setiap petak sebanyak 78 rumpun.

    Pengaruh larutan kulit ubi kayu dan daun tomat pada setiap konsentrasi menjadi perhatian, maka uji yang digunakan adalah Uji Least Significant Difference (LSD). Uji LSD dapat digunakan untuk membandingkan setiap perlakuan ter-hadap kontrol meskipun percobaan ter-sebut mencakup lebih dari 5 perlakuan (Gaspersz, 1991).

    p0 : Tanpa Pemberian p1 : Bahan 25 g L -1 Air p2 : Bahan 50 g L -1 Air p3 : Bahan 75 g L -1 Air p4 : Bahan 100 g L -1 Air p5 : Bahan 125 g L -1 Air

    Penyemprotan dilakukan 21 hari setelah tanam dengan interval penyemprotan setiap 5 hari menjelang matahari terbenam (sore hari ).

    Pembuatan larutan dilakukan dengan menghancurkan kulit ubi kayu (kulit singkong ) kemudian ditambahkan dengan air sesuai dengan persentase rendaman yang dibuat. Pembuatan larutan untuk p1 dilakukan dengan sebanyak 25 gram kulit ubi kayu yang telah dihancurkan dilarut-kan dengan air sebanyak 1 liter diaduk hingga merata kemudian diendapkan pada wadah yang tertutup, demikian pula hancuran limbah daun tomat sebanyak 25 gram dicampur dengan air sebanyak 1 liter dan diendapkan. Air larutan kulit ubi kayu dan daun tomat dicampurkan kedalam sprayer dan semprotkan Larutan tersebut dibuat pada saat akan diaplikasikan pada tanaman.

    Pengamatan dilakukan setiap 5 Hari. Penentuan intensitas serangan hama pada jagung dihitung berdasarkan kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut dengan pendekatan rumus (Sugiharsono, 1980)

    %100.

    ).(x

    NZvn

    P = Dimana:

    P : Intensitas serangan yang menye-babkan kerusakan (%)

    n : Banyaknya rumpun tanaman untuk setiap katagori serangan

    v : Nilai skala dari setiap katagori serangan rumpun tanaman yang diamati

    Z : Nilai skala tertinggi dari katagori serangan yang ditentukan.

    N : Jumlah rumpun yang diamati. Penentuan nilai skala serangan sebagai berikut:

    0 : Tidak ada serangan. 1 : Kerusakan lebih kecil atau sama

    dengan 25%

    116

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    pada bagian batang sehingga tanaman lambat laun menjadi kering dan mati. Penggerek batang batang tersebut ber-warna hitam kecoklatan lebih menyerupai ulat dan pada umumnya melakukan pengrusakan tanaman pada malam hari, dari bentuk dan sifat penyerangannya maka penggerek batang tersebut di-golongkan sebagai ulat grayak atau Agrotis (Sudarmo, 1990). Pada Tabel 1, Rata-rata persentase serangan penggerek pada tanaman jagung manis, analisis sidik ragam pada umur 21 hari tidak ber-pengaruh nyata. Pada umur tanaman 26 hari hingga 61 hari, hasil analisis sidik ragamnya menunjukkan pengaruh yang nyata, sehingga dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf 0.01 dan 0.05. Pada kolom tanpa perlakuan (p0) rata-rata persentase serangan meningkat hingga tanaman berumur 56 hari cenderung menurun mungkin disebabkan jaringan batang sudah mengeras. p1 dan p2 atau konsentrasi larutan bahan limbah 25 g L-1 air dan 50 g L-1 air masih menunjukkan rata-rata persentase serangan menurun dibanding dengan kontrol (p0), meskipun masih terjadi serangan hingga umur 51 hari.

    2 : Kerusakan lebih besar 25% dan lebih kecil atau sama dengan 50%

    3 : Kerusakan lebih besar 50% dan lebih kecil atau sama dengan 75%

    4 : Kerusakan lebih besar dari 75%

    Untuk serangan pada batang tanaman jagung dan tongkol digunakan pendekatan rumus

    %100xNnP =

    Dimana: P : Persentase serangan (%) n : Banyaknya rumpun tanaman

    terserang N : Banyaknya rumpun tanaman

    yang diamati.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penggerek Batang

    Hama tanaman jagung yang ditemukan pada saat pertumbuhan minggu ketiga adalah penggerek batang dimana tanaman yang masih muda mengalami kerusakan Tabel 1. Rata-rata persentase serangan penggerek batang pada tanaman jagung manis

    Perlakuan Umur

    Tanaman (Hari) p0 p1 p2 p3 p4 p5

    21 3.85 a 1.92 a 1.92 a 1.92 a 0.00 a 0.00 a

    26 7.69 b 1.92 a 3.85 ab 1.92 a 1.92 a 0.00 a

    31 11.54 b 3.85 a 5.77 a 1.92 a 3.85 a 1.92 a

    36 19.23 c 9.61 ab 13.46 bc 5.77 ab 3.85 a 3.85 a

    41 34.62 d 23.08 ab 25.00 c 13.46 ab 7.69 ab 5.77 a

    46 42.31 d 32.69 cd 28.85 bc 19.23 ab 11.54 a 11.54 a

    51 48.08 d 36.54 c 34.62 c 23.08 b 13.46 ab 11.54 a

    56 51.92 d 42.31 c 40.39 c 26.93 b 17.31 a 15.38 a

    61 51.92d 42.31 c 40.39 c 26.93 b 17.31 a 15.38 a

    Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf LSD 0.05 0.01

    117

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    Rata-rata persentase serangan penggerek pada p4 dan p5 yaitu untuk konsentrasi bahan 100 g L-1 air dan 125 g L-1 air menunjukkan perbedaan nyata pada umur tanaman 36 hari, sehingga dapat dikatakan bahwa efektivitas pemanfaatan limbah kulit ubi kayu dan limbah daun tomat terjadi pada perlakuan p4 dan p5, dimana pada perlakuan ini konsentrasi larutannya lebih tinggi dibanding dengan p2 dan p3. Pada konsentrasi larutan 50 g L-1 dan 75 g L-1 kurang efektif mengendalikan hama penggerek batang pada tanaman jagung manis. Ulat daun

    Pada permukaan daun umur tanaman 26 hari terlihat adaya larva berwarna coklat dan seminggu kemudian daun sudah ada yang daun yang termakan oleh larva dan

    sebagian daun menggulung pada bagian tepi. Hasil analisis sidik ragam pada umur 21 hingga 28 hari intensitas serangan ulat daun belum menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangakan pada umur 31 hari hingga 51 hari berpengaruh nyata (lihat Tabel 2). Intensitas serangan tinggi pada perlakuan selain kontrol juga terjadi pada p1 yaitu pada konsentrasi larutan 25 g L-1. Dengan perlakuan pada p1 konsentrasi larutan kurang efektif terhadap pengen-dalian ulat daun sehingga memungkinkan melakukan perkembangbiakan hingga menjadi ngengat yang akan menjadi induk ulat daun, dan pengendalian yang efektif terjadi pada perlakuan p4 dan p5. Ter-jadinya serangan karena kemampuan ulat daun melakukan perlindungan dengan menggulung daun ( Anonim, 1988).

    Tabel 2. Rata- rata intensitas serangan ulat daun pada tanaman jagung manis

    Umur Tanaman

    (Hari) p0 p1 p2 p3 p4 p5 LSD (0.05)

    31 1.92c 2.46d 1.42c 0.58ab 0.00a 0.48a 1.39 36 3.85b 4.33b 3.85b 1.92a 1.44a 1.92a 1.33 41 12.58bc 11.98c 9.62b 6.73a 5.29a 6.73a 2.14 46 15.38b 15.09c 14.90b 9.13a 7.70a 8.65a 2.26 51 17.27d 21.53d 14.32b 11.98a 9.62a 10.05a 2.19

    Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf LSD 0.05

    Belalang

    Belalang ditemukan pada umur tanaman 31 hari hingga hari ke 46, paling banyak ditemukan pada p0 atau tidak ada penyemprotan dan begitu pula pada p1, p2, p3, p4 dan p5 tidak menunjukkan per-bedaan sangat nyata. Populasi belalang terendah ditemukan pada p5 yaitu dengan konsentrasi 125 g L-1 air dapat dilihat pada Tabel 3.

    Rendahnya populasi belalang pada perlakuan p5 dengan konsentrasi larutan 125 g L-1 menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung pada kulit ubi kayu dan daun tomat tidak disenangi oleh belalang, sehingga tidak memakan bagian tanaman yang terkontaminasi dengan larutan ter-sebut. Berdasarkan pengamatan di lapang-an kemungkinan hama belalang ini terganggu oleh larutan yang disemprotkan pada tanaman, demikian pula dengan intensitas penyemprotan 5 hari sekali,

    118

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    yang menyebabkan belalang merasa terganggu dan melakukan migrasi pada

    tanaman lain di sekitar areal percobaan.

    Tabel 3. Populasi belalang pada Tanaman Jagung

    Umur Tanaman

    (Hari) p0 p1 p2 p3 p4 p5 LSD (0.05)

    31 0.16d 0.15cd 0.13b 0.08ab 0.08ab 0.06a 0.05 36 0.23c 0.19bc 0.17b 0.12a 0.12a 0.12a 0.04 41 0.25c 0.19bc 0.17b 0.12a 0.10a 0.10a 0.04 46 0.21b 0.14a 0.14a 0.10a 0.10a 0.08a 0.06

    Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf LSD 0.05

    KESIMPULAN

    1. Pemanfaatan limbah kulit ubi kayu dan daun tomat untuk pengendalian hama pada tanaman jagung manis, lebih efektif digunakan pada fase larva atau ulat.

    2. Pengedalian hama penggerek batang dan daun maupun belalang dengan limbah kulit ubi kayu dan daun tomat efektif pada p4 dan p5 yaitu konsentrasi larutan bahan 100 g L-1 Air dan bahan 125 g L-1 Air.

    3. Hasil pengamatan di lapangan peman-faatan limbah kulit ubi kayu dan daun tomat dalam pengendalian hama tanaman jagung manis lebih berperang sebagai racun perut.

    DAFTAR PUSTAKA Akib, W., J. Tandiabang, T.A. Achmad,

    2001. Dinamika hama utama tanam-an jagung, Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XIII PEI, FPI, dan HPTI Sulsel di BPTPH Maros. P: 54-61.

    Anonim, 1987. Mengenal Beberapa Varietas Unggul Padi dan Pala-wija. Bellyas Offset., Ambon.

    Anonim, 2004. Sweet CornBaby Corn. Penebar Swadaya, Depok.

    Anonim, 2007. Pestisida alami. [diakses 12 Desember 2008 pada situs: http://www.Tomat/pestisida alami.ac.id/htm]

    Anonim., 2008., Seminar Nasional Padi, Kumpulan Abstrak. Balitbang Per-tanian. Sukamandi, Jawa Barat.

    Flint, ML. dan R. van den Bosch., 1990. Pengendalian Hama Terpadu. Kanisius, Yogyakarta.

    Gasversz, V., 1991. Metode Peran-cangan Percobaan. Armico, Ban-dung.

    Irmansyah, 2005. Ubi kayu budidaya dan pasca panen. [diakses diakses 22 Desember 2007 pada situs: http://www.fmifa.itb.ac.id/jms/vol 2061.pdf].

    Sudarmo, S., 1990. Pengendalian Se-rangga Hama Jagung. Kanisius, Jogjakarta.

    Subandi, 1988. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pa-ngan, Bogor.

    Sugiharsono, R., 1980. Penuntun Prak-tikum Ilmu Penyakit Tumbuhan.

    119

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No. 2 ISSN 1858-4330

    Fakultas Pertanian IPB Bogor, Bogor.

    Yasin, M. Masmawati, A.H. Talanca, S. Masud, dan D. Baco, 2001, Pengen-dalian ulat grayak pada tanaman

    jagung, Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XIII PEI, FPI, dan HPTI Sulsel di BPTPH Maros. P: 220-229.

    120