28
120 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KEMISKINAN SEKTORAL Hasil estimasi model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah menjadi dasar simulasi historis tahun 2006-2011 dan simulasi peramalan tahun 2013-2015. Simulasi historis dilakukan untuk mengevaluasi dampak kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan untuk merekomendasikan alternatif kebijakan yang dapat mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia. Simulasi difokuskan pada variabel yang berdampak meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian serta menurunkan ketimpangan pendapatan, tingkat kemiskinan, dan proporsi penduduk miskin pertanian. Suatu skenario dianggap paling baik jika memberi dampak paling besar, tidak menimbulkan trade-off antar variabel dampak, dan tidak menimbulkan defisit fiskal. Ulasan variabel-variabel endogen yang menggambarkan dampak pada kinerja fiskal adalah kesenjangan fiskal dan kemandirian fiskal, dampak pada kinerja perekonomian adalah PDRB sektoral dan jumlah tenaga kerja, dan dampak pada kemiskinan adalah Indeks Gini, headcount index sektoral, total headcount index, jumlah penduduk miskin sektoral, jumlah penduduk miskin, dan proporsi penduduk miskin pertanian. Hasil Validasi Simulasi diawali dengan validasi untuk mengetahui apakah model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah dapat mewakili fenomena fiskal, perekonomian sektoral, dan kemiskinan sektoral daerah. Validasi model dilakukan dengan Metode Solusi Newton Prosedur SIMNLIN pada software SAS/ETS 9.1.3. Tingkat validitas model ditentukan berdasarkan Theil’s Inequality Coefficient (U) dan proporsi U (proportion of inequality) yaitu proporsi bias U M , proporsi variansi U S , dan proporsi kovariansi U C . Jika U mendekati nol maka model dianggap baik, sedangkan jika mendekati satu maka model dianggap kurang mampu menjelaskan data yang sebenarnya (Sitepu dan Sinaga, 2006). Hasil validasi pada Tabel 36 menunjukkan mayoritas koefisien U mendekati nol, seluruh nilai U M mendekati nol yang berarti tidak ada bias sistematik, nilai-nilai U S relatif kecil yang berarti fluktuasi nilai-nilai prediksi sesuai dengan fluktuasi nilai-nilai aktualnya, dan nilai-nilai U C Dampak kapasitas fiskal pada perekonomian dan kemiskinan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: kapasitas fiskal yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai belanja sektoral sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi output daerah sehingga PDRB sektoral meningkat. PDRB sektoral yang lebih besar akan mendorong upah riil sehingga pendapatan penduduk meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan pengeluaran per kapita. Pengeluaran per kapita yang lebih besar dapat meningkatkan konsumsi penduduk agar memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup layak (basic needs) cukup besar dan mendekati satu yang berarti error tidak sistematik. Berdasarkan keempat ukuran statistik ini dapat disimpulkan bahwa model valid sehingga dapat dilakukan simulasi historis dan peramalan. Program dan hasil validasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 6 dan 7.

7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

120

7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KEMISKINAN SEKTORAL

Hasil estimasi model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah menjadi dasar simulasi historis tahun 2006-2011 dan simulasi peramalan tahun 2013-2015. Simulasi historis dilakukan untuk mengevaluasi dampak kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan untuk merekomendasikan alternatif kebijakan yang dapat mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia. Simulasi difokuskan pada variabel yang berdampak meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian serta menurunkan ketimpangan pendapatan, tingkat kemiskinan, dan proporsi penduduk miskin pertanian. Suatu skenario dianggap paling baik jika memberi dampak paling besar, tidak menimbulkan trade-off antar variabel dampak, dan tidak menimbulkan defisit fiskal. Ulasan variabel-variabel endogen yang menggambarkan dampak pada kinerja fiskal adalah kesenjangan fiskal dan kemandirian fiskal, dampak pada kinerja perekonomian adalah PDRB sektoral dan jumlah tenaga kerja, dan dampak pada kemiskinan adalah Indeks Gini, headcount index sektoral, total headcount index, jumlah penduduk miskin sektoral, jumlah penduduk miskin, dan proporsi penduduk miskin pertanian.

Hasil Validasi

Simulasi diawali dengan validasi untuk mengetahui apakah model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah dapat mewakili fenomena fiskal, perekonomian sektoral, dan kemiskinan sektoral daerah. Validasi model dilakukan dengan Metode Solusi Newton Prosedur SIMNLIN pada software SAS/ETS 9.1.3. Tingkat validitas model ditentukan berdasarkan Theil’s Inequality Coefficient (U) dan proporsi U (proportion of inequality) yaitu proporsi bias UM, proporsi variansi US, dan proporsi kovariansi UC. Jika U mendekati nol maka model dianggap baik, sedangkan jika mendekati satu maka model dianggap kurang mampu menjelaskan data yang sebenarnya (Sitepu dan Sinaga, 2006). Hasil validasi pada Tabel 36 menunjukkan mayoritas koefisien U mendekati nol, seluruh nilai UM mendekati nol yang berarti tidak ada bias sistematik, nilai-nilai US relatif kecil yang berarti fluktuasi nilai-nilai prediksi sesuai dengan fluktuasi nilai-nilai aktualnya, dan nilai-nilai UC

Dampak kapasitas fiskal pada perekonomian dan kemiskinan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: kapasitas fiskal yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai belanja sektoral sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi output daerah sehingga PDRB sektoral meningkat. PDRB sektoral yang lebih besar akan mendorong upah riil sehingga pendapatan penduduk meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan pengeluaran per kapita. Pengeluaran per kapita yang lebih besar dapat meningkatkan konsumsi penduduk agar memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup layak (basic needs)

cukup besar dan mendekati satu yang berarti error tidak sistematik. Berdasarkan keempat ukuran statistik ini dapat disimpulkan bahwa model valid sehingga dapat dilakukan simulasi historis dan peramalan. Program dan hasil validasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 6 dan 7.

Page 2: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

121

Tabel 36 Hasil Validasi Model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah dalam Theil Forecast Error Statistics

Endogen Satuan Aktual Predicted U U UM US C

Blok Fiskal 1. Pajak daerah Juta

1 421 350 1 511 125 0.09 0.05 0.26 0.69

2. PAD Juta

2 107 481 2 197 256 0.06 0.05 0.28 0.67 3. Bagi hasil pajak Juta

1 068 570 1 040 519 0.17 0.00 0.17 0.83

4. Kapasitas fiskal Juta

4 449 630 4 511 354 0.04 0.01 0.03 0.96 5. DAU Juta

5 875 357 5 914 990 0.05 0.00 0.01 0.98

6. Pendapatan daerah Juta

12 247 142 12 348

0.03 0.01 0.11 0.88 7. Belanja pertanian Juta

293 924 289 938 0.12 0.00 0.04 0.96

8. Belanja perindustrian Juta

37 180 36 339 0.23 0.00 0.09 0.91 9. Belanja perdagangan Juta

44 870 44 797 0.23 0.00 0.11 0.89

10. Belanja perdagangan perkapita Ribu

7.5 7.2 0.25 0.00 0.23 0.77 11. Belanja infrastruktur Juta

1 748 045 1 669 634 0.13 0.02 0.07 0.91

12. Belanja lainnya Juta

9 534 554 9 504 389 0.04 0.00 0.09 0.91 13. Belanja daerah Juta

11 845 264 11 731

0.04 0.01 0.05 0.94

14. Kesenjangan fiskal Juta

7 395 634 7 220 434 0.06 0.03 0.02 0.95 15. Kemandirian fiskal % 16.1 16.3 0.08 0.01 0.01 0.98

Blok Perekonomian Sektoral 16. Panjang jalan aspal km 9 804 9 753 0.16 0.00 0.06 0.94 17. PDRB t.pangan, kebun, ternak Juta

19 366 098 19 015

0.13 0.00 0.19 0.81

18. PDRB pertanian Juta

23 916 759 23 566

0.11 0.00 0.21 0.79 19. PDRB pertanian per kapita Juta

3 093 3 501 0.20 0.08 0.04 0.88

20. PDRB makanan jadi Juta

10 599 563 10 220

0.34 0.00 0.14 0.86 21. PDRB industri pertanian Juta

19 202 161 18 823

0.20 0.00 0.03 0.97

22. PDRB industri Juta

38 409 672 38 030

0.10 0.00 0.01 0.99 23. PDRB industri per kapita Juta

4 151 4 252 0.07 0.01 0.00 0.99

24. PDRB perdagangan Juta

25 956 611 24 337

0.22 0.01 0.26 0.74 25. PDRB perdagangan per kapita Juta

2 691 3 166 0.34 0.04 0.18 0.78

26. PDRB non-pertanian Juta

113 950 000 111 950

0.07 0.01 0.25 0.74 27. PDRB Juta

137 870 000 135 520

0.07 0.01 0.28 0.71

28. PDRB per kapita Ribu

17 784 18 769 0.08 0.06 0.14 0.80 29. Share PDRB pertanian % 22.0 22.1 0.10 0.00 0.13 0.87 30. Share PDRB industri % 19.1 20.7 0.13 0.06 0.06 0.88 31. Share PDRB perdagangan % 17.1 16.5 0.34 0.00 0.39 0.60 32. Tenaga kerja pertanian Ribu

1 637 1 602 0.16 0.00 0.19 0.81

33. Tenaga kerja industri Ribu

525 506 0.17 0.00 0.06 0.93 34. Tenaga kerja perdagangan Ribu

835 781 0.23 0.01 0.32 0.67

35. Tenaga kerja total Ribu

4 075 3 966 0.10 0.01 0.39 0.60 36. Upah pertanian Ribu

601 623 0.08 0.05 0.18 0.78

37. Upah industri Ribu

873 880 0.10 0.00 0.08 0.92 38. Upah perdagangan Ribu

826 842 0.11 0.01 0.01 0.98

39. Pengeluaran penduduk pertanian Ribu

281 286 0.07 0.01 0.21 0.77 40. Pengeluaran penduduk industri Ribu

381 384 0.13 0.00 0.28 0.72

41. Pengeluaran penduduk

Ribu

449 456 0.10 0.01 0.21 0.79 Blok Kemiskinan Sektoral

42. Indeks Gini 0.338 0.342 0.05 0.01 0.23 0.75 43. Headcount index pertanian % 19.16 18.58 0.20 0.01 0.00 0.99 44. Headcount index industri % 12.84 12.89 0.28 0.00 0.19 0.81 45. Headcount index perdagangan % 8.71 8.57 0.30 0.00 0.27 0.73 46. Poverty gap index pertanian 3.00 2.88 0.26 0.01 0.00 0.99 47. Poverty severity index pertanian 0.80 0.76 0.28 0.01 0.00 0.99 48. Headcount index total % 13.86 13.58 0.22 0.00 0.04 0.96

Page 3: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

122

sehingga kesejahteraan rumahtangga miskin meningkat yang berarti penduduk miskin dapat keluar dari kondisi kemiskinan. Jika hal tersebut terjadi secara menyeluruh maka akumulasi seluruh penduduk miskin yang keluar dari kondisi kemiskinan akan menurunkan kemiskinan daerah. Sementara itu, pembangunan pertanian akan meningkatkan PDRB pertanian sehingga share PDRB pertanian lebih besar akan menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan yang berarti distribusi pendapatan semakin merata. Hal ini akan menambah peran pengeluaran per kapita dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

Oleh karena itu, simulasi historis dilakukan dengan mengubah variabel-variabel yang berpotensi meningkatkan kapasitas fiskal terutama pajak daerah dan bagi hasil pajak. Dengan mengacu pada hasil estimasi model yang telah diuraikan sebelumnya diketahui bahwa untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah diperlukan potensi ekonomi penduduk dalam ukuran PDRB per kapita yang lebih besar. Sementara dari hasil estimasi juga diketahui bahwa untuk meningkatkan PDRB diperlukan belanja daerah dan investasi swasta yang lebih besar dimana investasi swasta dalam bentuk penanaman modal berperan dalam pembangunan infrastruktur jalan aspal. Selain melalui penerimaan pajak daerah, kapasitas fiskal dapat juga ditingkatkan melalui bagi hasil pajak. Berdasarkan hasil estimasi model diketahui bahwa untuk meningkatkan bagi hasil pajak diperlukan pembangunan sektor-sektor non-pertanian sebagai sumber utama bagi hasil PPh. Untuk itu, pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggarannya untuk belanja-belanja non-pertanian seperti belanja perindustrian dan belanja perdagangan serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan penanaman modal daerah dari investor dalam dan luar negeri. Dengan demikian, untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah dan bagi hasil pajak diperlukan belanja-belanja sektoral dan investasi swasta yang lebih besar. Di sisi lain, penerimaan bagi hasil pajak juga dapat ditingkatkan dengan menambah porsi daerah dari sumber-sumber bagi hasil pajak melalui merevisi UU No. 33 tahun 2004.

Skenario Simulasi

Berdasarkan uraian di atas maka simulasi historis untuk periode 2006-2011 dilakukan dengan meningkatkan belanja pertanian, belanja perindustrian, belanja perdagangan, bagi hasil pajak, dan penanaman modal melalui beberapa skenario kebijakan baik tunggal maupun gabungan. Sedangkan simulasi peramalan periode 2013-2015 dilakukan melalui simulasi beberapa skenario kombinasi kebijakan. Simulasi kebijakan tunggal dan kombinasi baik historis maupun peramalan dilakukan menurut provinsi pertanian dan non-pertanian.

Skenario simulasi historis untuk kebijakan tunggal terdiri dari: 1. SS1: peningkatan belanja pertanian

Hasil estimasi menunjukkan peran belanja pertanian dalam meningkatkan PDRB tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan cukup besar. Namun, perubahan belanja pertanian yang lebih elastis terhadap perubahan DAU dibandingkan perubahan kapasitas fiskal menunjukkan bahwa kapasitas fiskal yang lebih besar akan meningkatkan belanja pertanian lebih kecil dibandingkan peningkatan DAU dalam jumlah yang sama. Untuk itu, maka belanja pertanian harus ditingkatkan. Dengan demikian, cukup beralasan jika peningkatan PDRB pertanian akan meningkatan pengeluaran penduduk

Page 4: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

123

pertanian jika belanja pertanian ditingkatkan. Di sisi lain, meningkatnya PDRB pertanian akibat meningkatnya belanja pertanian akan mendorong PDRB dan potensi ekonomi penduduk sehingga mendorong penerimaan pajak daerah dan kapasitas fiskal. Skenario peningkatan belanja pertanian 50% di provinsi pertanian maupun non-pertanian berdasarkan pertimbangan trend rata-rata kenaikan belanja pertanian periode 2006-2011 yang sangat rendah yaitu hanya 11% dan 9%, sementara periode 2006-2007 mencapai 50% dan 53%. Selain itu, komposisi belanja pertanian sangat rendah yaitu hanya 3% dan 2% sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan.

2. SS2: peningkatan belanja perindustrian Hasil estimasi menunjukkan belanja perindustrian berperan meningkatkan PDRB industri khususnya industri makanan jadi. Namun, perubahan belanja perindustrian lebih elastis terhadap perubahan DAU dari pada kapasitas fiskal. Dengan alasan serupa pada skenario peningkatan belanja pertanian maka belanja perindustrian ditingkatkan 50% di provinsi pertanian dan 25% di provinsi non-pertanian. Pertimbangannya adalah trend rata-rata kenaikan belanja perindustrian di provinsi pertanian periode 2006-2011 sebesar 23%, sementara di provinsi non-pertanian periode 2010-2011 lebih stabil yaitu 43%. Alasan lainnya adalah rendahnya komposisi belanja perindustrian baik di provinsi pertanian maupun non-pertanian dengan rata-rata 0.3% sehingga masih relevan jika ditingkatkan.

3. SS3: peningkatan belanja perdagangan Hasil estimasi menunjukkan belanja perdagangan berperan meningkatkan PDRB perdagangan. Oleh karena itu belanja perdagangan perlu ditingkatkan untuk mendorong PDRB perdagangan. Skenario peningkatan belanja perdagangan 50% di provinsi pertanian maupun non-pertanian dilakukan dengan pertimbangan kenaikannya pada periode 2006-2011 di provinsi non-pertanian 54%, sementara di provinsi pertanian lebih stabil yaitu pada tahun 2010-2011 sebesar 32%. Selain itu, komposisi belanja perdagangan juga sangat rendah dengan rata-rata 0.3% di provinsi pertanian dan 0.4% di provinsi non-pertanian sehingga masih memungkinkan untuk ditambah.

4. SS4: peningkatan bagi hasil pajak Peningkatan bagi hasil pajak masing-masing 50% di provinsi pertanian dan non-pertanian dilakukan untuk meningkatkan kapasitas fiskal dari sumber-sumber pendapatan dari daerah yang bersangkutan untuk dibagihasilkan terutama PPh. Pertimbangannya adalah pertumbuhan penerimaan bagi hasil pajak periode 2006-2011 sangat rendah rata-rata 1% di provinsi pertanian dan 2% di provinsi non-pertanian. Di sisi lain, penerimaan negara dari PPh Non Migas sangat besar bahkan meningkat 48% pada tahun 2012. Oleh karena itu, cukup beralasan jika bagi hasil pajak ditingkatkan dengan menambah porsi daerah dari PPh. Dengan demikian, skenario kenaikan bagi hasil pajak 50% menggambarkan kenaikan porsi daerah dari sumber PPh sesuai UU No. 33/2004 Pasal 13 dari 20% menjadi 30%.

5. SS5: peningkatan total penanaman modal Hasil estimasi menunjukkan peran penanaman modal dalam meningkatkan pajak daerah. Peningkatan penanaman modal 90% dan 50% di provinsi pertanian dan non-pertanian dengan alasan pertumbuhan 2007-2011 lebih stabil yaitu 85% di provinsi pertanian dan 45% di provinsi non-pertanian.

Page 5: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

124

Simulasi historis dan peramalan untuk kombinasi kebijakan mengacu pada arah dan perubahan beberapa variabel endogen utama yang menggambarkan dampak skenario kebijakan tunggal. Simulasi tersebut dilakukan untuk masing-masing provinsi pertanian dan non-pertanian. Simulasi skenario kombinasi kebijakan dilakukan secara bertahap yang diawali dengan kombinasi kebijakan peningkatan belanja-belanja pertanian, perindustrian, dan perdangan yang diikuti dengan peningkatan bagi hasil pajak dan total penanaman modal dengan mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan. Simulasi diakhiri jika diperoleh hasil optimal dengan pertimbangan skenario tersebut dapat diterapkan (applicable).

Skenario simulasi historis dan peramalan untuk kebijakan kombinasi di masing-masing provinsi pertanian dan non-pertanian terdiri dari: 1. Simulasi historis 2006-2011

a. SM1: peningkatan belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan b. SM2: kombinasi SM1 dan peningkatan bagi hasil pajak c. SM3: kombinasi SM2 dan peningkatan penanaman modal d. SM4: kombinasi SM3 dan pengurangan belanja lainnya

2. Simulasi peramalan 2013-2015 a. SM1: peningkatan belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan b. SM2: kombinasi SM1 dan peningkatan bagi hasil pajak c. SM3: kombinasi SM2 dan peningkatan penanaman modal

Simulasi Historis 2006-2011

Simulasi Peningkatan Belanja Pertanian

Simulasi peningkatan belanja pertanian 50% dilakukan dengan beberapa pertimbangan berdasarkan hasil analisis profil fiskal daerah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: (1) belanja pertanian di provinsi pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2011 rata-rata naik 11.2% dan 9.1% per tahun, sedangkan tahun 2006-2007 cukup besar masing-masing 49.7% dan 52.6%. Kenaikan yang cukup besar ini menjadi alasan bahwa pemerintah daerah sesungguhnya mampu meningkatkan belanja pertaniannya; (2) komposisi belanja pertanian sangat kecil masing-masing 3.2% di provinsi pertanian dan 2.1% di provinsi non-pertanian, sehingga masih relevan untuk ditingkatkan; dan (3) ada fenomena flypaper effect pada DAU untuk belanja pertanian sementara peran kapasitas fiskal lebih rendah, sehingga untuk mengatasi rendahnya peran kapasitas fiskal dalam membiayai pembangunan pertanian maka pemerintah daerah dapat mengintervensinya dengan meningkatkan belanja pertanian.

Hasil simulasi historis di provinsi pertanian pada Tabel 37 menunjukkan ekspansi belanja pertanian 50% meningkatkan PDRB pertanian 28.7% sehingga total PDRB meningkat 6.9%. Tetapi, kenaikan PDRB menurunkan DAU 0.8% sehingga belanja perindustrian dan belanja perdagangan turun 0.7% dan 0.5 karena hasil estimasi menunjukkan keduanya lebih bergantung pada DAU dari pada kapasitas fiskal. Akibatnya, PDRB industri dan PDRB perdagangan turun masing-masing 0.4% dan 0.3%. Namun, total PDRB yang meningkat 6.9% menyebabkan PDRB per kapita naik yang menunjukkan ada peningkatan potensi ekonomi penduduk sehingga berdampak meningkatkan PAD 0.9%.

Page 6: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

125

Tabel 37 Dampak Peningkatan Belanja Pertanian1

dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011 terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian,

Varibel Endogen Satuan Nilai Dasar Perubahan (%)

Pertanian Non Pertanian Pertanian Non

Pertanian Blok Fiskal

1. PAD Juta Rp 1 024 054 3 477 112 0.9 0.1 2. Bagi hasil pajak Juta Rp 688 243 1 424 821 -0.1 0.0 3. Kapasitas fiskal Juta Rp 2 103 080 7 138 562 0.4 0.1 4. Dana alokasi umum Juta Rp 4 981 834 6 932 979 -0.8 -0.6 5. Total pendapatan Juta Rp 8 716 324 16 310 871 -0.4 -0.2 6. Belanja pertanian Juta Rp 240 966 343 362 50.0 50.0 7. Belanja perindustrian Juta Rp 26 790 46 755 -0.7 -0.4 8. Belanja perdagangan Juta Rp 30 777 60 091 -0.5 -0.3 9. Belanja infrastruktur Juta Rp 1 177 511 2 206 496 0.0 0.0 10. Belanja lainnya Juta Rp 6 736 788 12 523 590 -0.4 -0.2 11. Total belanja Juta Rp 8 394 643 15 372 310 1.5 0.8 12. Kesenjangan fiskal Juta Rp 6 291 562 8 233 749 1.9 1.4 13. Kemandirian fiskal % 2 11.7 21.3 -0.1 -0.1

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian Juta Rp 15 286 919 32 598 079 28.7 12.8 15. PDRB industri Juta Rp 9 726 946 68 907 971 -0.4 -0.1 16. PDRB perdagangan Juta Rp 12 034 913 37 758 339 -0.3 -0.1 17. PDRB total Juta Rp 62 210 040 215 490 000 6.9 1.9 18. Share PDRB pertanian % 2 26.6 17.2 5.7 1.6 19. Share PDRB industri % 2 14.4 27.6 -1.3 -0.2 20. Share PDRB perdagangan % 2 17.3 15.6 -1.1 -0.1 21. Jumlah tenaga kerja Ribu org 2 202 5 890 4.1 1.7 22. Pengeluaran pddk pertanian Ribu Rp 283 290 2.3 1.1 23. Pengeluaran pddk industri Ribu Rp 346 424 0.0 0.0 24. Pengeluaran pddk perdagangan Ribu Rp 432 481 0.0 0.0

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 3 0.340 0.344 -0.007 -0.002 26. Headcount index pertanian % 2 16.27 21.10 -1.51 -0.68 27. Headcount index industri % 2 13.54 12.19 -0.29 -0.08 28. Headcount index perrdagangan % 2 8.54 8.60 -0.30 -0.08 29. Poverty gap index pertanian 3 2.42 3.37 -0.26 -0.12 30. Poverty severity index pertanian 3 0.62 0.91 -0.07 -0.03 31. Headcount index total % 2 12.72 14.53 -0.84 -0.35 32. Proporsi pddk miskin pertanian % 2 59.0 46.0 -1.7 -0.4 33. Pddk miskin pertanian Ribu org 4 387 894 -35.9 -28.7 34. Pddk miskin industri Ribu org 4 31 144 -0.7 -1.0 35. Pddk miskin perdagangan Ribu org 4 46 161 -1.6 -1.6 36. Penduduk miskin total Ribu org 4 656 1 943 -43.2 -47.1

Catatan: 1

Skenario SS1: belanja pertanian naik 50% 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4Perubahan dalam satuan jumlah

Page 7: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

126

Di sisi lain, turunnya PDRB industri dan PDRB perdagangan menyebabkan penerimaan bagi hasil pajak turun 0.1%. Namun, kapasitas fiskal tetap naik 0.4% karena meningkatnya PAD. Kenaikan PDRB berdampak pada penyerapan total tenaga kerja yang meningkat 4.1%. Sampai sejauh ini, meningkatnya kapasitas fiskal karena alokasi anggaran belanja pertanian yang ditambah 50% berdampak positif pada kinerja perekonomian daerah terutama di sektor pertanian. PDRB pertanian yang lebih besar menyebabkan perbaikan upah riil pertanian sehingga pengeluaran per kapita pertanian meningkat 2.3%. PDRB pertanian yang lebih besar juga meningkatkan share PDRB pertanian 5.7 persen poin sehingga Indeks Gini turun 0.007 poin. Pengeluaran per kapita pertanian yang lebih besar dan Indeks Gini yang lebih rendah berdampak menurunkan headcount index, poverty gap index, dan poverty severity index pertanian masing-masing 1.51 persen poin, 0.3 persen poin, dan 0.1 persen poin. Jumlah penduduk miskin juga berkurang 43 ribu orang terutama penduduk miskin pertanian yang berkurang 36 ribu orang. Besarnya penurunan jumlah penduduk miskin pertanian menyebabkan proporsi penduduk miskin pertanian turun 1.7 persen poin. Dengan demikian, peningkatan belanja pertanian 50% di provinsi pertanian berdampak meningkatkan kapasitas fiskal 0.4% sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi 6.9%, menurunkan Indeks Gini 0.007 poin, dan menurunkan total headcount index 0.84 persen poin. Selain itu, proporsi penduduk miskin pertanian turun 1.7 persen poin. Sedangkan, data statistik menunjukkan proporsi penduduk miskin pertanian di provinsi penelitian yang tergolong provinsi pertanian tahun 2006-2011 berfluktuasi dengan rata-rata meningkat dari 62.2% menjadi 64.5%.

Tidak berbeda dengan provinsi pertanian, hasil simulasi peningkatan belanja pertanian di provinsi non-pertanian 50% menunjukkan arah perubahan yang sama tetapi besarannya lebih kecil. Ini berarti peningkatan belanja pertanian dengan proporsi yang sama memberi dampak lebih besar di provinsi pertanian. Namun, hal ini dapat juga menjadi indikasi bahwa meskipun struktur ekonomi provinsi non-pertanian tidak didominasi sektor pertanian tetapi pembangunan pertanian merupakan hal penting yang perlu dilakukan pemerintah daerah mengingat jumlah penduduk miskin pertanian di provinsi non-pertanian secara rata-rata lebih banyak dibandingkan provinsi pertanian. Nilai dasar pada Tabel 37 menunjukkan jumlah penduduk miskin pertanian di provinsi non-pertanian rata-rata 894 ribu orang per tahun, sementara di provinsi pertanian 387 ribu orang per tahun.

Berdasarkan temuan-temuan di atas dapat disimpulkan peningkatan belanja pertanian sebesar 50% berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri, dan perdagangan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, menurunkan ketimpangan pendapatan, dan menurunkan kemiskinan ketiga sektor tersebut terutama sektor pertanian. Dengan demikian, implikasinya adalah untuk mewujudkan pertumbuhan pro-poor yaitu pertumbuhan ekonomi yang disertai tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang lebih rendah, pemerintah daerah harus memprioritaskan pengentasan kemiskinan penduduk pertanian dengan menggiatkan pembangunan pertanian melalui alokasi belanja pertanian yang lebih besar. Jika dikaitkan dengan temuan hasil estimasi model terkait faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi anggaran belanja daerah, maka kapasitas fiskal merupakan faktor penting untuk meningkatkan belanja pertanian. Program dan hasil simulasi historis peningkatan belanja pertanian di provinsi pertanian dan non-pertanian disajikan secara lengkap pada Lampiran 8 – 11.

Page 8: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

127

Simulasi Peningkatan Belanja Perindustrian

Simulasi peningkatan belanja perindustrian 25% di provinsi pertanian dan 50% di provinsi non-pertanian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan yang mengacu pada analisis profil fiskal daerah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: (1) kenaikan belanja perindustrian di provinsi pertanian tahun 2006-2011 rata-rata 23% per tahun, sedangkan di provinsi non-pertanian sangat besar mencapai rata-rata 413% per tahun akibat tingginya kenaikan di tahun 2007 yang mencapai 2000% sementara tahun 2011 hanya 43%. Dengan alasan tersebut maka cukup relevan jika belanja perindustrian ditingkatkan 25% di provinsi pertanian dan 50% di provinsi non-pertanian; (2) komposisi belanja perindustrian periode 2006-2011 sangat kecil dengan rata-rata 0.3% per tahun baik di provinsi pertanian maupun non-pertanian, sehingga masih relevan untuk ditingkatkan; dan (3) hasil estimasi menunjukkan ada fenomena flypaper effect DAU untuk belanja perindustrian sehingga untuk mengatasi peran kapasitas fiskal yang rendah dalam membiayai pembangunan industri maka pemerintah daerah dapat mengintervensi dengan meningkatkan belanja tersebut.

Berdasarkan hasil simulasi pada Tabel 38, peningkatan belanja perindustrian 25% di provinsi pertanian meningkatkan PDRB industri 22.6% sehingga total PDRB naik atau ekonomi tumbuh 3.5%. Tetapi, konsekuensi meningkatnya PDRB adalah berkurangnya DAU 0.4%. Namun, kenaikan PDRB juga berdampak meningkatkan penyerapan total tenaga kerja tetapi hanya 0.6% karena penyerapan tenaga kerja baru hanya terjadi di sektor industri dengan jumlah tenaga kerja yang relatif kecil. Selain itu, meningkatnya PDRB juga meningkatkan PDRB per kapita yang berarti ada perbaikan potensi ekonomi penduduk. Berdasarkan hasil estimasi model diketahui pajak daerah dipengaruhi PDRB per kapita sehingga kenaikan PDRB per kapita menyebabkan PAD tumbuh 0.4%. Demikian juga, kenaikan PDRB industri meningkatkan PDRB non-pertanian sehingga bagi hasil pajak yang dipengaruhi oleh PDRB non-pertanian meningkat 1.8%. Selanjutnya, kenaikan PAD dan bagi hasil pajak meningkatkan kapasitas fiskal 0.8%. Meningkatnya PDRB industri meningkatkan pengeluaran per kapita industri 1.8%. Di sisi lain, kenaikan PDRB industri meningkatkan share pada total PDRB 1.8 persen poin. Mengacu pada hasil estimasi dimana share PDRB industri yang lebih besar akan menurunkan Indeks Gini maka kenaikan share PDRB industri menurunkan Indeks Gini 0.001 poin yang berarti ada perbaikan distribusi pendapatan. Selanjutnya pengeluaran per kapita industri yang lebih besar bersama-sama Indeks Gini yang lebih rendah berdampak menurunkan headcount index industri 0.44 persen poin. Indeks Gini yang lebih rendah juga menurunkan headcount index pertanian dan headcount index perdagangan masing-masing 0.07 persen poin dan 0.05 persen poin walaupun pengeluaran per kapita di kedua sektor tersebut tidak berubah. Akan tetapi, turunnya headcount index pertanian tidak mengurangi proporsi penduduk miskin pertanian.

Tidak berbeda dengan provinsi pertanian, peningkatan belanja perindustrian di provinsi non-pertanian menunjukkan arah perubahan sama tetapi besarannya lebih kecil kecuali kenaikan jumlah tenaga kerja yang lebih besar. Perubahan di provinsi non-pertanian yang lebih rendah mengindikasikan perlunya peningkatan belanja perindustrian lebih besar karena jumlah penduduk miskin industri lebih banyak yaitu rata-rata 144 ribu sedangkan di provinsi pertanian hanya 31 ribu.

Page 9: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

128

Tabel 38 Dampak Peningkatan Belanja Perindustrian1

Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011 terhadap Kinerja Fiskal,

Varibel Endogen Satuan Nilai Dasar Perubahan (%)

Pertanian Non Pertanian Pertanian Non

Pertanian Blok Fiskal

1. PAD Juta Rp 1 024 054 3 477 112 0.4 0.1 2. Bagi hasil pajak Juta Rp 688 243 1 424 821 1.8 1.8 3. Kapasitas fiskal Juta Rp 2 103 080 7 138 562 0.8 0.4 4. Dana alokasi umum Juta Rp 4 981 834 6 932 979 -0.4 -0.5 5. Total pendapatan Juta Rp 8 716 324 16 310 871 -0.1 0.0 6. Belanja pertanian Juta Rp 240 966 343 362 0.0 0.0 7. Belanja perindustrian Juta Rp 26 790 46 755 25.0 50.0 8. Belanja perdagangan Juta Rp 30 777 60 091 -0.1 -0.1 9. Belanja infrastruktur Juta Rp 1 177 511 2 206 496 0.2 0.2 10. Belanja lainnya Juta Rp 6 736 788 12 523 590 -0.1 -0.1 11. Total belanja Juta Rp 8 394 643 15 372 310 0.1 0.1 12. Kesenjangan fiskal Juta Rp 6 291 562 8 233 749 -0.2 -0.2 13. Kemandirian fiskal % 2 11.7 21.3 0.0 0.0

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian Juta Rp 15 286 919 32 598 079 0.0 0.0 15. PDRB industri Juta Rp 9 726 946 68 907 971 22.6 6.7 16. PDRB perdagangan Juta Rp 12 034 913 37 758 339 0.0 0.0 17. PDRB total Juta Rp 62 210 040 215 490 000 3.5 2.1 18. Share PDRB pertanian % 2 26.6 17.2 -0.6 -0.4 19. Share PDRB industri % 2 14.4 27.6 1.8 1.5 20. Share PDRB perdagangan % 2 17.3 15.6 -0.4 -0.3 21. Jumlah tenaga kerja Ribu org 2 202 5 890 0.6 6.7 22. Pengeluaran pddk pertanian Ribu Rp 283 290 0.0 0.0 23. Pengeluaran pddk industri Ribu Rp 346 424 1.8 1.8 24. Pengeluaran pddk perdagangan Ribu Rp 432 481 0.0 0.0

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 3 0.340 0.344 -0.001 -0.001 26. Headcount index pertanian % 2 16.27 21.10 -0.07 -0.05 27. Headcount index industri % 2 13.54 12.19 -0.44 -0.49 28. Headcount index perrdagangan % 2 8.54 8.60 -0.05 -0.04 29. Poverty gap index pertanian 3 2.42 3.37 -0.01 -0.01 30. Poverty severity index pertanian 3 0.62 0.91 0.00 0.00

31. Headcount index total % 2 12.72 14.53 -0.17 -0.18 32. Proporsi pddk miskin pertanian % 2 59.0 46.0 0.6 0.5 33. Pddk miskin pertanian Ribu org 4 387 894 -1.6 -2.1 34. Pddk miskin industri Ribu org 4 31 144 -1.0 -5.8 35. Pddk miskin perdagangan Ribu org 4 46 161 -0.3 -0.7 36. Penduduk miskin total Ribu org 4 656 1 943 -8.9 -24.1

Catatan: 1

Skenario SS2: belanja perindustrian provinsi pertanian naik 25%, provinsi non-pertanian naik 50% 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4Perubahan dalam satuan jumlah

Page 10: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

129

Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan belanja perindustrian berdampak positif pada perekonomian dan kemiskinan karena mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menurunkan tingkat kemiskinan. Namun, kebijakan ini berdampak lebih memihak penduduk miskin industri yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan penduduk miskin pertanian dan perdagangan. Laju penurunan headcount index pertanian yang lambat meningkatkan proporsi penduduk miskin pertanian meskipun jumlah penduduk miskin di sektor tersebut berkurang. Dengan perkataan lain, kebijakan peningkatan belanja perindustrian berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi tetapi tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan mendasar yaitu tingginya proporsi penduduk miskin di sektor pertanian. Implikasinya adalah agar pertumbuhan ekonomi sebagai dampak belanja pertanian yang lebih besar dapat memihak mayoritas penduduk miskin maka perlu kebijakan lain salah satunya adalah meningkatkan belanja pertanian.

Simulasi Peningkatan Belanja Perdagangan

Simulasi peningkatan belanja perdagangan 50% di provinsi pertanian dan non-pertanian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: (1) kenaikan belanja perdagangan di provinsi pertanian tahun 2006-2011 cukup tinggi rata-rata 180% per tahun terutama di tahun 2007 yang mencapai hampir 900%, sedangkan tahun 2011 hanya 32%. Sementara itu, kenaikan belanja perdagangan tahun 2006-2011 di provinsi non-pertanian rata-rata 54% per tahun. Selain itu, hasil estimasi menunjukkan tingginya share PDRB perdagangan akan meningkatkan Indeks Gini sehingga berdampak buruk pada kemiskinan. Dengan demikian, cukup relevan jika belanja perdagangan ditingkatkan 50%; (2) komposisi belanja perdagangan tahun 2006-2011 sangat kecil masing-masing 0.3% di provinsi pertanian dan 0.4% di provinsi non-pertanian; dan (3) hasil estimasi menemukan fenomena flypaper effect pada DAU untuk belanja perdagangan sehingga pemerintah daerah perlu mengintervensinya dengan meningkatkan belanja tersebut untuk mengatasi rendahnya peran kapasitas fiskal.

Hasil simulasi pada Tabel 39 menunjukkan dampak pada kenaikan PDRB perdagangan 23.4% sehingga total PDRB naik 4.5%. Namun, kenaikan PDRB menurunkan DAU 0.5%. Kenaikan PDRB juga meningkatkan jumlah tenaga kerja 2.1% dan meningkatkan PDRB per kapita sehingga PAD naik 0.7%. Sementara itu, meningkatnya PDRB perdagangan menyebabkan kenaikan bagi hasil pajak 2.3%. Kenaikan PAD dan bagi hasil pajak meningkatkan kapasitas fiskal 1.1%. Sejauh ini, meningkatnya kapasitas fiskal sebagai dampak belanja perdagangan yang lebih besar memberi dampak positif pada kinerja perekonomian daerah terutama sektor perdagangan. Naiknya PDRB perdagangan meningkatkan share PDRB perdagangan 3.5 persen poin, sedangkan share PDRB pertanian dan industri turun 1.2 persen poin dan 0.5 persen poin. Share PDRB perdagangan yang lebih besar disertai berdampak meningkatkan Indeks Gini 0.004 poin. Naiknya PDRB perdagangan juga meningkatkan pengeluaran per kapita perdagangan sebesar 4.8% sehingga headcount index perdagangan turun 0.79 persen poin meskipun Indeks Gini meningkat. Hal ini dapat terjadi karena perubahan headcount index perdagangan lebih responsif terhadap perubahan

Page 11: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

130

Tabel 39 Dampak Peningkatan Belanja Perdagangan1

Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011 terhadap Kinerja Fiskal,

Varibel Endogen Satuan Nilai Dasar Perubahan (%)

Pertanian Non Pertanian Pertanian Non

Pertanian Blok Fiskal

1. PAD Juta Rp 1 024 054 3 477 112 0.7 0.3 2. Bagi hasil pajak Juta Rp 688 243 1 424 821 2.3 1.9 3. Kapasitas fiskal Juta Rp 2 103 080 7 138 562 1.1 0.5 4. Dana alokasi umum Juta Rp 4 981 834 6 932 979 -0.5 -0.7 5. Total pendapatan Juta Rp 8 716 324 16 310 871 0.0 0.0 6. Belanja pertanian Juta Rp 240 966 343 362 0.0 0.0 7. Belanja perindustrian Juta Rp 26 790 46 755 -0.3 -0.3 8. Belanja perdagangan Juta Rp 30 777 60 091 50.0 50.0 9. Belanja infrastruktur Juta Rp 1 177 511 2 206 496 0.2 0.2 10. Belanja lainnya Juta Rp 6 736 788 12 523 590 -0.1 -0.1 11. Total belanja Juta Rp 8 394 643 15 372 310 0.1 0.1 12. Kesenjangan fiskal Juta Rp 6 291 562 8 233 749 -0.3 -0.2 13. Kemandirian fiskal % 2 11.7 21.3 0.1 0.1

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian Juta Rp 15 286 919 32 598 079 0.0 0.0 15. PDRB industri Juta Rp 9 726 946 68 907 971 -0.2 0.0 16. PDRB perdagangan Juta Rp 12 034 913 37 758 339 23.4 12.9 17. PDRB total Juta Rp 62 210 040 215 490 000 4.5 2.2 18. Share PDRB pertanian % 2 26.6 17.2 -1.2 -1.0 19. Share PDRB industri % 2 14.4 27.6 -0.5 -0.5 20. Share PDRB perdagangan % 2 17.3 15.6 3.5 4.1 21. Jumlah tenaga kerja Ribu org 2 202 5 890 2.1 1.4 22. Pengeluaran pddk pertanian Ribu Rp 283 290 0.0 0.0 23. Pengeluaran pddk industri Ribu Rp 346 424 0.0 0.0 24. Pengeluaran pddk perdagangan Ribu Rp 432 481 4.8 6.3

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 3 0.340 0.344 0.004 0.005 26. Headcount index pertanian % 2 16.27 21.10 0.26 0.27 27. Headcount index industri % 2 13.54 12.19 0.19 0.20 28. Headcount index perrdagangan % 2 8.54 8.60 -0.79 -1.22 29. Poverty gap index pertanian 3 2.42 3.37 0.04 0.04 30. Poverty severity index pertanian 3 0.62 0.91 0.01 0.01 31. Headcount index total % 2 12.72 14.53 0.03 -0.04 32. Proporsi pddk miskin pertanian % 2 59.0 46.0 0.8 0.7 33. Pddk miskin pertanian Ribu org 4 387 894 6.2 11.5 34. Pddk miskin industri Ribu org 4 31 144 0.4 2.3 35. Pddk miskin perdagangan Ribu org 4 46 161 -4.2 -23.0 36. Penduduk miskin total Ribu org 4 656 1 943 1.6 -5.6 Catatan: 1

Skenario SS3: belanja perdagangan naik 50% 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4

Perubahan dalam satuan jumlah

Page 12: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

131

pengeluaran per kapita dari pada perubahan Indeks Gini sesuai hasil estimasi. Namun, Indeks Gini yang lebih besar meningkatkan headcount index pertanian dan perdagangan masing-masing 0.26 dan 0.19 persen poin. Meningkatnya headcount index pertanian yang cukup besar menyebabkan total headcount index meningkat 0.03 persen poin sehingga jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 1600 orang. Tidak berbeda dengan provinsi pertanian, peningkatan belanja perdagangan di provinsi non-pertanian sebesar 50% menunjukkan arah perubahan yang sama tetapi besaran perubahan variabel-variabel fiskal lebih kecil. Share PDRB perdagangan lebih besar sehingga Indeks Gini meningkat. Kenaikan Indeks Gini berdampak meningkatkan headcount index pertanian dan headcount index industri lebih besar dibandingkan peningkatannya di provinsi pertanian. Namun, berkurangnya headcount index perdagangan yang lebih besar menyebabkan jumlah penduduk miskin perdagangan berkurang lebih banyak sehingga total penduduk miskin berkurang sekitar 5600 orang.

Kesimpulannya adalah ekspansi belanja perdagangan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi daerah dan penyerapan tenaga kerja. Namun dampak negatifnya adalah ketimpangan pendapatan meningkat menunjukkan peningkatan belanja perdagangan tidak dapat menyelesaikan permasalahan utama kemiskinan di sektor pertanian. Implikasinya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan menggiatkan pembangunan perdagangan diikuti kebijakan-kebijakan lain untuk menggiatkan pembangunan pertanian dan industri yang berdampak besar dalam menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan melalui kemampuan penerimaan kapasitas fiskal yang lebih besar.

Simulasi Peningkatan Porsi Bagi Hasil Pajak

Simulasi peningkatan bagi hasil pajak 50% di provinsi pertanian maupun non-pertanian merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan menambah porsi daerah dari bagi hasil PPh. Beberapa pertimbangannya adalah: (1) rata-rata kenaikan bagi hasil pajak sangat rendah masing-masing 1% dan 2% di provinsi pertanian dan non-pertanian. Bahkan, penerimaan bagi hasil pajak tahun 2011 turun masing-masing 9% dan 16%. Padahal, data keuangan negara pada APBN menunjukkan bahwa penerimaan negara dari PPh Non Migas tahun 2001 secara nominal naik 24%. Oleh karena itu, cukup beralasan menambah porsi bagi hasil PPh dari 20% sesuai UU No. 33 tahun 2004 Pasal 13 menjadi 30% yang berarti bagi hasil pajak ditingkatkan 50%; (2) komposisi bagi hasil pajak pada kapasitas fiskal tahun 2006-2011 lebih besar dibandingkan bagi hasil sumber daya alam masing-masing 31% di provinsi pertanian dan 24% di provinsi non-pertanian sehingga cukup relevan jika bagi hasil pajak ditingkatkan untuk menambah kapasitas fiskal; dan (3) hasil estimasi model menunjukkan peran kapasitas fiskal lebih rendah pada belanja-belanja sektoral sehingga perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan keuangan daerah pada DAU, salah satunya dengan meningkatkan penerimaan daerah dari bagi hasil pajak.

Hasil simulasi pada Tabel 40 menunjukkan kenaikan bagi hasil pajak 50% di provinsi pertanian meningkatkan kapasitas fiskal 9.7% sehingga menambah kemampuan keuangan daerah membiayai belanja-belanja daerah dimana belanja pertanian naik 1.2%, belanja perindustrian naik 1.4%, belanja perdagangan naik 2.6%, dan belanja infrastruktur naik 3.0%. Hal ini meningkatkan PDRB sektoral

Page 13: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

132

Tabel 40 Dampak Peningkatan Porsi Bagi Hasil Pajak1

Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011 terhadap Kinerja Fiskal,

Varibel Endogen Satuan Nilai Dasar Perubahan (%)

Pertanian Non Pertanian Pertanian Non

Pertanian Blok Fiskal

1. PAD Juta Rp 1 024 054 3 477 112 0.1 0.1 2. Bagi hasil pajak Juta Rp 688 243 1 424 821 50.0 50.0 3. Kapasitas fiskal Juta Rp 2 103 080 7 138 562 9.7 13.4 4. Dana alokasi umum Juta Rp 4 981 834 6 932 979 -0.1 -0.3 5. Total pendapatan Juta Rp 8 716 324 16 310 871 2.3 5.8 6. Belanja pertanian Juta Rp 240 966 343 362 1.2 3.8 7. Belanja perindustrian Juta Rp 26 790 46 755 1.4 3.6 8. Belanja perdagangan Juta Rp 30 777 60 091 2.6 6.1 9. Belanja infrastruktur Juta Rp 1 177 511 2 206 496 3.0 7.5 10. Belanja lainnya Juta Rp 6 736 788 12 523 590 1.4 3.5 11. Total belanja Juta Rp 8 394 643 15 372 310 1.6 4.0 12. Kesenjangan fiskal Juta Rp 6 291 562 8 233 749 -1.1 -4.1 13. Kemandirian fiskal % 2 11.7 21.3 -0.2 -0.8

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian Juta Rp 15 286 919 32 598 079 0.8 1.8 15. PDRB industri Juta Rp 9 726 946 68 907 971 0.8 0.5 16. PDRB perdagangan Juta Rp 12 034 913 37 758 339 1.8 2.6 17. PDRB total Juta Rp 62 210 040 215 490 000 0.7 0.9 18. Share PDRB pertanian % 2 26.6 17.2 0.0 0.1 19. Share PDRB industri % 2 14.4 27.6 0.0 -0.2 20. Share PDRB perdagangan % 2 17.3 15.6 0.2 0.6 21. Jumlah tenaga kerja Ribu org 2 202 5 890 0.5 0.9 22. Pengeluaran pddk pertanian Ribu Rp 283 290 0.04 0.2 23. Pengeluaran pddk industri Ribu Rp 346 424 0.06 0.2 24. Pengeluaran pddk perdagangan Ribu Rp 432 481 0.23 1.2

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 3 0.340 0.344 0.000 0.000 26. Headcount index pertanian % 2 16.27 21.10 -0.01 -0.08 27. Headcount index industri % 2 13.54 12.19 0.00 -0.03 28. Headcount index perrdagangan % 2 8.54 8.60 -0.04 -0.26 29. Poverty gap index pertanian 3 2.42 3.37 0.00 -0.02 30. Poverty severity index pertanian 3 0.62 0.91 0.00 0.00

31. Headcount index total % 2 12.72 14.53 -0.01 -0.09 32. Proporsi pddk miskin pertanian % 2 59.0 46.0 0.0 0.1 33. Pddk miskin pertanian Ribu org 4 387 894 -0.2 -3.2 34. Pddk miskin industri Ribu org 4 31 144 0.0 -0.3 35. Pddk miskin perdagangan Ribu org 4 46 161 -0.2 -4.9 36. Penduduk miskin total Ribu org 4 656 1 943 -0.6 -12.3

Catatan: 1

Skenario SS4: bagi hasil pajak naik 50% diperoleh dari kenaikan porsi PPh dari 20% menjadi 30% 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4Perubahan dalam satuan jumlah

Page 14: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

133

terutama perdagangan 1.8% sehingga total PDRB meningkat 0.7%. Kenaikan PDRB menurunkan penerimaan DAU 0.1% namun menyerap tenaga kerja baru 0.5% . Meningkatnya PDRB sektoral juga berdampak meningkatkan upah riil sehingga pengeluaran per kapita sektoral meningkat terutama sektor perdagangan. Namun, kenaikan belanja pertanian dan perindustrian hanya memberi efek yanga cukup kecil pada sektor pertanian dan industri dimana PDRB pertanian dan PDRB industri hanya meningkat masing-masing 0.8%. Hal ini menyebakan kedua sektor tersebut tidak mampu meningkatkan sharenya pada PDRB sehingga Indeks Gini tidak berubah atau ketimpangan pendapatan tidak berkurang. Kenaikan pengeluaran per kapita sektoral yang relatif kecil tanpa adanya penurunan Indeks Gini hanya menurunkan headcount index pertanian 0.01 persen poin sehingga proporsi penduduk miskin pertanian tidak berkurang. Peningkatan bagi hasil pajak 50% di provinsi non-pertanian menunjukkan arah perubahan yang sama dengan provinsi pertanian tetapi nilainya lebih besar. Kapasitas fiskal yang meningkat lebih besar yaitu 13.4% menambah kemampuan keuangan daerah sehingga kenaikan belanja sektoral lebih besar yang selanjutnya berdampak meningkatkan PDRB sektoral lebih tinggi. Kenaikan PDRB sektoral yang lebih besar berdampak menurunkan headcount index sektoral lebih besar meskipun Indeks Gini tetap. Perubahan variabel kemiskinan yang lebih rendah di provinsi pertanian dapat menjadi indikasi bahwa penurunan kemiskinan sebagai dampak meningkatnya kapasitas fiskal memerlukan porsi bagi hasil pajak yang lebih besar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan peningkatan bagi hasil pajak dari porsi bagi hasil PPh daerah berdampak menurunkan headcount index sektoral melalui efek meningkatnya pengeluaran per kapita sektoral karena meningkatnya PDRB sektoral. Namun, kebijakan tersebut tidak menurunkan ketimpangan pendapatan. Meskipun perekonomian sektoral meningkat, tetapi dampak kebijakan ini lebih memihak sektor perdagangan dimana perubahan pada belanja perdagangan, PDRB perdagangan, dan headcount index perdagangan lebih besar dibandingkan perubahannya di sektor pertanian dan industri. Temuan ini memberi implikasi bahwa untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah maka pemerintah pusat dapat menambah porsi bagi hasil PPh daerah. Namun agar pertumbuhan ekonomi tersebut dapat berdampak menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan diperlukan kebijakan lain salah satunya meningkatkan belanja pertanian karena berdampak paling besar dalam menurunkan kemiskinan yang memihak penduduk miskin pertanian.

Simulasi Peningkatan Penanaman Modal

Simulasi peningkatan total penanaman modal 90% di provinsi pertanian dan 50% di provinsi non-pertanian dilakukan berdasarkan pertimbangan: (1) tingginya rata-rata pertumbuhan penanaman modal tahun 2006-2011 di provinsi pertanian yang mencapai 568% per tahun teruma tahun 2007 dan 2010. Sementara itu, pertumbuhan tahun 2007-2011 lebih konsisten yaitu 85% di provinsi pertanian, sedangkan di provinsi non-pertanian sekitar 45%. Oleh karena itu, cukup beralasan jika penanaman modal ditingkatkan 90% di provinsi pertanian dan 50% di provinsi non-pertanian; (2) hasil estimasi model menunjukkan total penanaman modal mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan belanja infrastruktur untuk pembangunan jalan aspal sebagai faktor penting bagi perekonomian daerah.

Page 15: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

134

Tabel 41 Dampak Peningkatan Penanaman Modal1

dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011 terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian

Varibel Endogen Satuan Nilai Dasar Perubahan (%)

Pertanian Non Pertanian Pertanian Non

Pertanian Penanaman Modal5 Juta Rp 1 424 365 6 446 996 90.0 50.0

Blok Fiskal 1. PAD Juta Rp 1 024 054 3 477 112 11.7 9.9 2. Bagi hasil pajak Juta Rp 688 243 1 424 821 0.7 1.0 3. Kapasitas fiskal Juta Rp 2 103 080 7 138 562 5.9 5.0 4. Dana alokasi umum Juta Rp 4 981 834 6 932 979 -0.2 -0.4 5. Total pendapatan Juta Rp 8 716 324 16 310 871 1.3 2.0 6. Belanja pertanian Juta Rp 240 966 343 362 0.5 1.1 7. Belanja perindustrian Juta Rp 26 790 46 755 0.5 0.8 8. Belanja perdagangan Juta Rp 30 777 60 091 1.2 1.8 9. Belanja infrastruktur Juta Rp 1 177 511 2 206 496 1.4 2.3 10. Belanja lainnya Juta Rp 6 736 788 12 523 590 0.5 0.9 11. Total belanja Juta Rp 8 394 643 15 372 310 0.6 1.1 12. Kesenjangan fiskal Juta Rp 6 291 562 8 233 749 -1.1 -2.4 13. Kemandirian fiskal % 2 11.7 21.3 1.3 1.7

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian Juta Rp 15 286 919 32 598 079 2.8 3.5 15. PDRB industri Juta Rp 9 726 946 68 907 971 0.5 0.2 16. PDRB perdagangan Juta Rp 12 034 913 37 758 339 7.4 6.3 17. PDRB total Juta Rp 62 210 040 215 490 000 2.2 1.7 18. Share PDRB pertanian % 2 26.6 17.2 0.1 0.3 19. Share PDRB industri % 2 14.4 27.6 -0.2 -0.5 20. Share PDRB perdagangan % 2 17.3 15.6 0.9 0.8 21. Jumlah tenaga kerja Ribu org 2 202 5 890 2.8 2.9 22. Pengeluaran pddk pertanian Ribu Rp 283 290 0.2 0.2 23. Pengeluaran pddk industri Ribu Rp 346 424 0.0 0.0 24. Pengeluaran pddk perdagangan Ribu Rp 432 481 1.0 1.0

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 3 0.340 0.344 0.001 0.001 26. Headcount index pertanian % 2 16.27 21.10 -0.05 -0.06 27. Headcount index industri % 2 13.54 12.19 0.02 0.02 28. Headcount index perrdagangan % 2 8.54 8.60 -0.17 -0.20 29. Poverty gap index pertanian 3 2.42 3.37 -0.01 -0.01 30. Poverty severity index pertanian 3 0.62 0.91 0.00 0.00 31. Headcount index total % 2 12.72 14.53 -0.05 -0.06 32. Proporsi pddk miskin pertanian % 2 59.0 46.0 0.1 0.1 33. Pddk miskin pertanian Ribu org 4 387 894 -1.2 -2.5 34. Pddk miskin industri Ribu org 4 31 144 0.0 0.2 35. Pddk miskin perdagangan Ribu org 4 46 161 -0.9 -3.7 36. Penduduk miskin total Ribu org 4 656 1 943 -2.5 -7.8 Catatan: 1

Skenario SS5: penanaman modal provinsi pertanian naik 90%, provinsi non-pertanian naik 50% 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4Perubahan dalam satuan jumlah; 5Eksogen

Page 16: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

135

Hasil simulasi pada Tabel 41 menunjukkan peningkatan total penanaman modal di provinsi pertanian sebesar 90% berdampak meningkatkan kapasitas fiskal 5.9%. Mekanismenya terjadi melalui peningkatan pajak daerah dan PDRB sebagai meningkatnya panjang jalan aspal. Pembangunan infrastruktur jalan aspal membutuhkan pembiayaan dari swasta sehingga meningkatnya penanaman modal akan menggiatkan pembangunan jalan aspal yang berdampak pada pertumbuhan PDRB sehingga pajak daerah dan bagi hasil pajak sebagai sumber utama kapasitas fiskal meningkat. Kenaikan kapasitas fiskal akan menambah kemampuan daerah untuk membiayai belanja pertanian, industri, dan perdagangan. Kenaikan belanja-belanja sektoral yang diikuti kenaikan belanja infrastruktur berdampak positif pada PDRB sektoral sehingga total PDRB meningkat 2.2%. Meningkatnya PDRB menyebabkan DAU bekurang 0.2% yang berarti ketergantungan keuangan daerah pada DAU berkurang. Di sisi lain, kenaikan PDRB berdampak meningkatkan jumlah tenaga kerja 2.8%. Kenaikan PDRB sektoral meningkatkan pengeluaran per kapita sektoral melalui efek kenaikan upah riil sektoral. Namun, kenaikan PDRB sektoral terbesar di sektor perdagangan meningkatkan share PDRB tersebut sehingga berdampak meningkatkan Indeks Gini 0.001 persen poin. Kenaikan Indeks Gini mengurangi efek kenaikan pengeluaran per kapita terutama di sektor industri sehingga headcount index industri naik 0.02 persen poin. Analisis dampak kebijakan peningkatan penanaman modal di provinsi non- pertanian 50% menunjukkan arah perubahan yang sama tetapi perubahan pada variabel-variabel kemiskinan lebih besar meskipun memihak sektor perdagangan. Artinya, kebijakan peningkatan penanaman modal yang berdampak lebih kecil di provinsi pertanian mengindikasikan bahwa untuk memperoleh dampak perbaikan perekonomian dan kemiskinan daerah diperlukan penanaman modal yang lebih besar di provinsi pertanian. Temuan ini memberi implikasi mengenai pentingnya upaya-upaya dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerah yang dapat terwujud melalui kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Ringkasan Simulasi Kebijakan Tunggal

Ringkasan dampak simulasi kebijakan tunggal selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun skenario simulasi kombinasi kebijakan berdasarkan arah dan nilai perubahan pada variabel-variabel fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral. Oleh karena itu, perlu diketahui dampak positif, dampak negatif, dan trade-off yang ditimbulkan dari masing-masing kebijakan tunggal. Ringkasan dampak kebijakan tunggal disajkan pada Tabel 42. Rincian lengkap disajikan pada Lampiran 12 dan 13. Tabel 42 menunjukkan: 1. Kebijakan peningkatan belanja pertanian berdampak positif pada kinerja

perekonomian dan kemiskinan sektoral. Pembangunan pertanian karena pemerintah daerah mengalokasikan anggaran belanja pertanian lebih besar dapat mewujudkan pertumbuhan pro-poor karena menciptakan pertumbuhan ekonomi disertai turunnya ketimpangan pendapatan sehingga berdampak menurunkan kemiskinan sektoral yang memihak sektor pertanian. Headcount index sektoral yang turun lebih besar di provinsi pertanian menunjukkan peningkatan belanja pertanian memberi dampak lebih besar pada kemiskinan sektoral di provinsi pertanian dibandingkan provinsi non-pertanian. Tetapi,

Page 17: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

136

Tabel 42 Ringkasan Dampak Kebijakan Tunggal terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Tahun 2006-2011

Variabel Endogen

Belanja Pertanian

(SS1)

Belanja Perindustrian

(SS2)

Belanja Perdagangan

(SS3)

Bagi Hasil Pajak (SS4)

Penanaman Modal (SS5)

Tani Non Tani Tani Non

Tani Tani Non Tani Tani Non

Tani Tani Non Tani

50% 50% 25% 50% 50% 50% 50% 50% 90% 50% Blok Fiskal

1. PAD + + + + + + + + +++ ++ 2. Kapasitas fiskal + + + + ++ + ++ +++ ++ ++ 3. Dana alokasi umum ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ 4. Kesenjangan fiskal ++ ++ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ 5. Kemandirian fiskal ⁻ ⁻ 0 0 + + ⁻ ⁻ ++ ++

Blok Perekonomian Sektoral 6. PDRB total ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + ++ ++ 7. Share PDRB pertanian +++ ++ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻⁻ ⁻⁻ + + + ++ 8. Share PDRB industri ⁻⁻ ⁻ ++ ++ ⁻⁻ ⁻⁻ 0 ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ 9. Share PDRB perdagangan ⁻⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ +++ +++ ++ ++ ++ ++ 10. Jumlah tenaga kerja +++ ++ + +++ ++ ++ + + ++ ++

Blok Kemiskinan Sektoral 11. Indeks Gini ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ + + 0 0 + + 12. HCI pertanian ⁻⁻⁻ ⁻⁻ ⁻ ⁻ ++ ++ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ 13. HCI industri ⁻⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ++ ++ 0 ⁻ + + 14. HCI perdagangan ⁻⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻⁻ ⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ 15. HCI total ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ + ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻ 16. Proporsi pddk miskin pertanian ⁻⁻ ⁻ + + + + 0 + + +

17. Pddk miskin pertanian ⁻⁻⁻ ⁻⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ++ +++ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ 18. Pddk miskin industri ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻ + + 0 ⁻ 0 + 19. Pddk miskin perdagangan ⁻⁻ ⁻⁻ ⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻⁻⁻ ⁻ ⁻⁻ ⁻ ⁻⁻ 20. Penduduk miskin total ⁻⁻⁻ ⁻⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻⁻ + ⁻⁻ ⁻ ⁻⁻⁻ ⁻⁻ ⁻⁻

Catatan: + meningkat; - berkurang; 0 tetap

jumlah penduduk miskin di provinsi non-pertanian lebih besar menjadi alasan peningkatan belanja pertanian juga perlu dilakukan di provinsi non-pertanian bahkan proporsinya lebih besar dibandingkan provinsi pertanian. Namun, kebijakan ini berdampak negatif pada kinerja fiskal yang ditunjukkan oleh kesenjangan fiskal yang lebih besar dan kemandirian fiskal yang lebih kecil.

2. Kebijakan peningkatan belanja perindustrian berdampak positif pada kinerja fiskal, kinerja perekonomian, dan kemiskinan. Pembangunan sektor industri dengan menambah belanja perindustrian akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah sehingga kinerja fiskal meningkat dan kemiskinan sektoral berkurang. Namun, kebjiakan ini tidak memihak penduduk miskin pertanian karena dampaknya lebih besar di sektor industri. Dengan perkataan lain, ekspansi belanja perindustrian berdampak mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah namun tidak mewujudkan pertumbuhan pro-poor.

3. Kebijakan peningkatan belanja perdagangan berdampak positif pada kinerja fiskal dan kinerja perekomian, tetapi berdampak negatif pada kemiskinan. Hal ini terjadi karena naiknya belanja perdagangan menyebabkan share PDRB perdagangan semakin tinggi sehingga ketimpangan pendapatan meningkat.

Page 18: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

137

Akibatnya, tingkat kemiskinan pertanian dan industri menjadi lebih besar bahkan proporsi penduduk miskin pertanian meningkat.

4. Kebijakan peningkatan porsi bagi hasil PPh untuk daerah berdampak positif pada kinerja perekonomian tetapi berdampak negatif pada kemiskinan pertanian yang ditunjukkan oleh proporsi penduduk miskin pertanian yang meningkat terutama di provinsi non-pertanian. Dampak negatif lainnya adalah turunnya kemandirian fiskal.

5. Peningkatan total penanaman modal berdampak positif pada kinerja fiskal, kinerja perekonomian, dan kemiskinan sektoral kecuali industri. Perubahan yang lebih kecil di provinsi pertanian menunjukkan bahwa provinsi pertanian memerlukan penanaman modal yang lebih besar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan alternatif kebijakan yang berdampak meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian serta menurunkan kemiskinan: 1. Kinerja fiskal dapat ditingkatkan dengan ekspansi belanja perindustrian dan

belanja perdagangan, meningkatkan bagi hasil pajak, dan meningkatkan penanaman modal.

2. Kinerja perekonomian dapat ditingkatkan dengan ekspansi belanja pertanian, belanja perindustrian, dan belanja perdagangan, meningkatkan bagi hasil pajak, serta meningkatkan penanaman modal.

3. Ketimpangan pendapatan dapat diturunkan dengan ekspansi belanja pertanian dan belanja perindustrian.

4. Total headcount index dapat diturunkan dengan ekspansi belanja pertanian dan belanja perindustrian, meningkatkan bagi hasil pajak, dan meningkatkan penanaman modal.

5. Proporsi penduduk miskin pertanian dapat diturunkan dengan ekspansi belanja pertanian.

Simulasi Kebijakan Kombinasi

Berdasarkan hasil simulasi historis kebijakan tunggal ditunjukkan bahwa masing-masing kebijakan memberi dampak positif dan negatif. Oleh karena itu, untuk memperoleh dampak terbaik pada perekonomian dan kemiskinan yang memihak penduduk miskin pertanian serta mengurangi ketergantungan keuangan daerah pada DAU maka perlu dilakukan simulasi kombinasi beberapa kebijakan tunggal dengan mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin terjadi. Hasil simulasi kombinasi kebijakan di provinsi pertanian yang terdiri dari peningkatan belanja pertanian, belanja perindustrian, dan belanja perdagangan masing-masing 50%, 25%, dan 50% (SM1) pada Tabel 43 menunjukkan dampak positif pada PDRB sektoral masing-masing PDRB pertanian meningkat 28.7%, PDRB industri meningkat 22.6%, dan PDRB perdagangan meningkat 23.4% sehingga total PDRB naik 15.1%. Atau dengan perkataan lain, ekonomi tumbuh sebesar 15.1%. Kenaikan PDRB berdampak meningkatkan jumlah tenaga kerja 3.9%. Perubahan terbesar pada PDRB pertanian menyebabkan share PDRB pertanian meningkat paling besar yaitu 3.4 persen poin sehingga Indeks Gini turun 0.003 poin. Selain itu, ketiga PDRB sektoral yang meningkat berdampak meningkatkan pengeluaran per kapita terutama di sektor perdagangan sebesar 4.8%. Pengeluaran per kapita yang lebih besar dan Indeks Gini yang lebih rendah berdampak menurunkan headcount index sektoral sehingga total headcount index turun 0.94 persen poin.

Page 19: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

138

Tabel 43 Dampak Kebijakan Kombinasi terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral di Provinsi Pertanian Tahun 2006-2011

Varibel Endogen Perubahan (%) SM1 SM2A SM2B SM3A SM3B SM4

Penanaman Modal1 90.0 90.0 90.0 Blok Fiskal

1. PAD 2.0 2.1 2.3 14.0 14.7 14.7 2. Bagi hasil pajak 4.1 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 3. Kapasitas fiskal 2.4 10.7 10.8 16.5 16.8 16.8 4. Dana alokasi umum -1.8 -1.8 -2.1 -2.3 -2.9 -2.9 5. Total pendapatan -0.5 1.5 1.4 2.7 2.4 2.4 6. Belanja pertanian 50.0 50.0 50.0 50.0 100.0 100.0 7. Belanja perindustrian 25.0 25.0 50.0 50.0 50.0 50.0 8. Belanja perdagangan 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 9. Belanja infrastruktur 0.4 3.1 3.1 4.4 4.4 4.4 10. Belanja lainnya -0.6 0.6 0.5 1.0 0.7 -0.5 11. Total belanja 1.7 3.1 3.1 3.6 5.0 4.1 12. Kesenjangan fiskal 1.5 0.5 0.5 -0.6 1.0 -0.1 13. Kemandirian fiskal 0.1 2 -0.1 -0.1 1.2 1.1 1.3 Rasio surplus/defisit fiskal (%) 1.6 2.2 2.1 2.8 1.2 2.1

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian 28.7 29.0 29.0 31.5 55.9 55.9 15. PDRB industri 22.6 22.6 38.9 39.1 39.1 39.1 16. PDRB perdagangan 23.4 24.1 24.1 30.7 30.7 30.7 17. PDRB total 15.1 15.3 17.9 19.8 25.8 25.8 18. Share PDRB pertanian 3.4 2 3.4 2.7 2.8 6.6 6.6 19. Share PDRB industri 0.0 2 -0.1 1.6 1.5 0.5 0.5 20. Share PDRB perdagangan 2.2 2 2.3 2.0 2.7 1.8 1.8 21. Jumlah tenaga kerja 6.8 7.1 7.6 10.2 13.8 13.8 22. Pengeluaran pddk pertanian 2.3 2.3 2.3 2.4 4.2 4.2 23. Pengeluaran pddk industri 1.8 1.8 3.1 3.1 3.1 3.1 24. Pengeluaran pddk perdagangan 4.8 4.9 4.9 5.8 5.8 5.8

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini -0.003 3 -0.003 -0.003 -0.003 -0.007 -0.007 26. Headcount index pertanian -1.26 2 -1.26 -1.30 -1.35 -2.48 -2.48 27. Headcount index industri -0.51 2 -0.51 -0.79 -0.77 -0.96 -0.96 28. Headcount index perrdagangan -1.10 2 -1.11 -1.14 -1.29 -1.49 -1.49 29. Poverty gap index pertanian -0.23 3 -0.23 -0.23 -0.24 -0.44 -0.44 30. Poverty severity index pertanian -0.07 3 -0.07 -0.07 -0.07 -0.13 -0.13 31. Headcount index total -0.94 2 -0.94 -1.05 -1.10 -1.71 -1.71 32. Proporsi pddk miskin pertanian -0.2 2 -0.2 0.2 0.2 -1.2 -1.2 33. Pddk miskin pertanian -30.0 4 -30.0 -30.9 -32.0 -58.9 -58.9 34. Pddk miskin industri -1.2 4 -1.2 -1.8 -1.7 -2.2 -2.2 35. Pddk miskin perdagangan -5.9 4 -6.0 -6.1 -6.9 -8.0 -8.0 36. Penduduk miskin total -48.6 4 -48.7 -54.3 -56.5 -88.3 -88.3

Catatan: 1Eksogen; 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4 SM1 : belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 25%, belanja perdagangan naik 50%

Perubahan dalam satuan jumlah;

SM2A: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 25%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50% SM2B: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50% SM3A: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50%, penanaman modal naik 90% SM3B: belanja pertanian naik 100%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50%, penanaman modal naik 90% SM4 : belanja pertanian naik 100%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50%, penanaman modal naik 90%, belanja lainnya turun 0.5%

Page 20: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

139

Namun, laju penurunan total headcount index yang lebih kecil dibandingkan rata-rata aktual tahun 2006-2011 yaitu 1.10 persen poin per tahun serta dampak negatif berupa kesenjangan fiskal yang meningkat 1.5% menjadi alasan kombinasi kebijakan tersebut perlu ditambah dengan kebijakan lain.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan laju penurunan total headcount index dan menurunkan kesenjangan fiskal, simulasi kombinasi SM1 ditambah kebijakan peningkatan bagi hasil pajak 50% (SM2A). Pertimbangannya adalah dampak simulasi peningkatan bagi hasil pajak 50% adalah turunnya kesenjangan fiskal dan total headcount index. Namun, kombinasi kebijakan tersebut masih memberi dampak negatif yaitu naiknya kesenjangan fiskal meskipun perubahannya lebih kecil dibandingkan simulasi kombinasi sebelumnya (SM1). Selain itu, penurunan total headcount index tidak berubah yaitu 0.94 persen poin. Bahkan, muncul dampak negatif lain yaitu turunnya kemandirian fiskal 0.1 persen poin yang disebabkan oleh tingginya kenaikan total belanja daerah yang mencapai 3.1% sementara PAD hanya meningkat 2.1%. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, belanja perindustrian ditambah 50% (SM2B) berdasarkan hasil simulasi peningkatan belanja perindustrian 50% yang berdampak menurunkan jumlah penduduk miskin sektoral. Hasil simulasi kombinasi kebijakan tersebut berdampak positif pada kemiskinan yang ditunjukkan oleh berkurangnya total headcount index sebesar 1.05 persen poin.

Namun, dampak negatif yang ditimbulkan adalah memburuknya kinerja fiskal dan meningkatnya proporsi penduduk miskin pertanian. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut total penanaman modal ditingkatkan 90% (SM3A). Hasil simulasi menunjukkan kombinasi kebijakan tersebut berdampak menurunkan total headcount index 1.10 persen poin terutama di sektor pertanian 1.35 persen poin. Kesenjangan fiskal juga turun 0.6% dan kemandirian fiskal meningkat 1.2 persen poin, namun proporsi penduduk miskin pertanian masih tetap tinggi bahkan meningkat 0.2 persen poin. Untuk mengatasi dampak negatif yaitu meningkatnya proporsi penduduk miskin pertanian maka belanja pertanian ditingkatkan 100% (SM3B). Pertimbangannya adalah masih terjadi surplus fiskal 2.8 persen dari total pendapatan daerah sehingga memungkinkan untuk menambah belanja pertanian. Selain itu, hasil simulasi peningkatan belanja pertanian menunjukkan dampaknya yang memihak penduduk miskin pertanian sehingga kombinasi kebijakan tersebut diperkirakan akan menurunkan proporsi penduduk miskin pertanian. Hasilnya menunjukkan headcount index pertanian turun 2.48 persen poin sehingga total headcount index turun 1.71 persen poin. Turunnya headcount index pertanian lebih besar dari pada headcount index industri dan headcount index perdagangan berdampak menurunkan proporsi penduduk miskin pertanian 1.2 persen poin. Namun, kesenjangan fiskal naik 1.0% akibat total belanja daerah yang naik 5.0%.

Untuk mengurangi kesenjangan fiskal, belanja lainnya dikurangi 0.5% (SM4). Hasil simulasi menunjukkan belanja daerah hanya naik 4.1% sehingga kesenjangan fiskal turun 0.1% dan kemandirian fiskal naik 1.3%. Dampak pada perekonomian dan kemiskinan adalah PDRB naik 25.8%, jumlah tenaga kerja naik 13.8%, Indeks Gini turun 0.007 poin, total headcound index turun 1.71 persen poin, headcount index pertanian turun paling besar yaitu 2.48 persen poin, proporsi penduduk miskin pertanian turun 1.2%, dan jumlah penduduk miskin berkurang 88300 orang atau lebih besar dibandingkan data aktual 2006-2011 dimana jumlah penduduk miskin berkurang 56200 orang.

Page 21: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

140

Tabel 44 Dampak Kebijakan Kombinasi terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral di Provinsi Non-Pertanian Tahun 2006-2011

Varibel Endogen Perubahan (%)

SM1A SM1B SM2A SM2B SM3 SM4 Penanaman Modal1 25.0 25.0

Blok Fiskal 1. PAD 0.6 0.7 0.8 0.9 5.9 5.9 2. Bagi hasil pajak 3.7 3.7 50.0 50.0 50.0 50.0 3. Kapasitas fiskal 1.0 1.1 13.7 13.8 16.2 16.2 4. Dana alokasi umum -1.8 -2.4 -2.5 -3.1 -3.3 -3.3 5. Total pendapatan -0.3 -0.5 5.0 4.7 5.7 5.7 6. Belanja pertanian 50.0 100.0 100.0 150.0 150.0 150.0 7. Belanja perindustrian 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 8. Belanja perdagangan 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 9. Belanja infrastruktur 0.3 0.3 7.4 7.4 8.5 8.5 10. Belanja lainnya -0.4 -0.6 2.7 2.5 2.9 -1.0 11. Total belanja 1.0 1.9 5.7 6.5 7.0 4.2 12. Kesenjangan fiskal 1.0 2.6 -1.4 0.2 -0.9 -6.3 13. Kemandirian fiskal 0.1 2 -0.1 -0.8 -0.9 -0.1 0.0 Rasio surplus/defisit fiskal (%) 4.5 3.5 5.1 4.1 4.6 7.1

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian 12.8 27.1 27.7 42.0 43.6 43.6 15. PDRB industri 6.7 6.7 6.7 6.7 6.7 6.7 16. PDRB perdagangan 12.9 12.9 14.0 14.0 17.0 17.0 17. PDRB total 6.3 8.5 8.8 11.0 11.7 11.7 18. Share PDRB pertanian 0.1 2 2.1 2.1 4.0 4.1 4.1 19. Share PDRB industri 0.7 2 0.2 0.1 -0.4 -0.6 -0.6 20. Share PDRB perdagangan 3.4 2 3.0 3.1 2.7 3.0 3.0 21. Jumlah tenaga kerja 3.9 5.8 6.3 8.2 9.5 9.5 22. Pengeluaran pddk pertanian 1.1 2.4 2.5 3.8 3.9 3.9 23. Pengeluaran pddk industri 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 24. Pengeluaran pddk perdagangan 6.3 6.3 6.6 6.6 7.0 7.0

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini 0.002 3 -0.001 -0.001 -0.003 -0.002 -0.002 26. Headcount index pertanian -0.46 2 -1.25 -1.27 -2.05 -2.07 -2.07 27. Headcount index industri -0.39 2 -0.48 -0.48 -0.57 -0.56 -0.56 28. Headcount index perrdagangan -1.35 2 -1.45 -1.52 -1.61 -1.70 -1.70 29. Poverty gap index pertanian -0.09 3 -0.23 -0.24 -0.37 -0.38 -0.38 30. Poverty severity index pertanian -0.03 3 -0.07 -0.07 -0.11 -0.11 -0.11 31. Headcount index total -0.58 2 -0.99 -1.02 -1.42 -1.44 -1.44 32. Proporsi pddk miskin pertanian 0.9 2 0.5 0.5 0.0 0.0 0.0 33. Pddk miskin pertanian -19.5 4 -52.8 -54.0 -86.8 -87.9 -87.9 34. Pddk miskin industri -4.6 4 -5.7 -5.7 -6.7 -6.6 -6.6 35. Pddk miskin perdagangan -25.4 4 -27.3 -28.5 -30.3 -31.9 -31.9 36. Penduduk miskin total -77.8 4 -132.6 -135.8 -189.5 -192.8 -192.8

Catatan: 1Eksogen; 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4 SM1: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%

Perubahan dalam satuan jumlah;

SM2: belanja pertanian naik 100%, belanja perindustrian naik 25%, belanja perdagangan naik 50%, SM3: belanja pertanian naik 100%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50% SM4: belanja pertanian naik 150%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50% SM5: belanja pertanian naik 150%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50%, penanaman modal naik 25% SM6: belanja pertanian naik 150%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 50%, bagi hasil pajak naik 50%, penanaman modal naik 25%, belanja lainnya turun 1.0%

Page 22: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

141

Hasil simulasi kombinasi kebijakan di provinsi non-pertanian pada Tabel 44 menunjukkan kombinasi peningkatan belanja pertanian, belanja perindustrian, dan belanja perdagangan masing-masing 50% (SM1A) berdampak meningkatkan PDRB pertanian, PDRB industri, dan PDRB perdagangan masing-masing 12.8%, 6.7%, dan 12.9% sehingga total PDRB meningkat 6.3%. Kenaikan PDRB meningkatkan jumlah tenaga kerja sebesar 3.9%. Namun, perubahan terbesar pada PDRB perdagangan menyebabkan share PDRB perdagangan meningkat paling besar yaitu 3.4 persen poin sehingga Indeks Gini naik 0.002 poin. Di sisi lain, meningkatnya PDRB sektoral berdampak meningkatkan pengeluaran penduduk sektoral terutama perdagangan yaitu 6.3%. Meningkatnya pengeluaran per kapita sektoral menyebabkan headcount index sektoral berkurang terutama di sektor perdagangan sehingga total headcount index berkurang 0.58 persen poin. Namun, dampaknya lebih rendah dibandingkan provinsi pertanian karena ketimpangan pendapatan meningkat. Selain itu, laju penurunan headcount index lebih rendah dibandingkan rata-rata aktual 2006-2011 yaitu 0.89 persen poin per tahun. Alternatif kebijakan ini memberi dampak negatif yaitu naiknya kesenjangan fiskal 1.0% serta proporsi penduduk miskin pertanian 0.9 persen poin akibat headcount index pertanian yang turun lebih kecil dari headcount index perdagangan. Oleh karena itu, untuk mempercepat laju penurunan headcount index pertanian maka belanja pertanian ditingkatkan 100% (SIM1B). Hasil simulasi menunjukkan headcount index pertanian turun 1.25 persen poin sehingga total headcount index turun 0.99 persen poin. Total headcount index yang lebih rendah terjadi karena Indeks Gini turun 0.001 poin yang disebabkan share PDRB pertanian dan share PDRB industri meningkat lebih besar. Akan tetapi, kebijakan kombinasi ini lebih menguntungkan sektor perdagangan dimana headcount index perdagangan turun paling besar yaitu 1.45 persen poin. Akibatnya, proporsi penduduk miskin di sektor pertanian masih meningkat meskipun lebih kecil dari pada hasil simulasi sebelumnya yaitu 0.5 persen poin. Kombinasi kebijakan berdampak negatif yaitu meningkatnya kesenjangan fiskal dan berkurangnya kemandirian fiskal akibat laju kenaikan total belanja daerah lebih cepat dibandingkan laju kenaikan PAD.

Untuk mengatasi dampak negatif pada kinerja fiskal tersebut maka kapasitas fiskal perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, alternatif kebijakan berikutnya adalah bagi hasil pajak ditingkatkan 50% (SIM2A). Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan tersebut berdampak menurunkan kesenjangan fiskal 1.4% tetapi kemandirian fiskal turun 0.8 persen poin. Sementara dampaknya pada kemiskinan adalah total headcount index turun 1.02 persen poin namun propporsi penduduk miskin pertanian meningkat 0.5%. Untuk mengatasi kenaikan proporsi penduduk miskin pertanian tersebut maka dilakukan simulasi berikutnya dengan meningkatkan belanja pertanian 150% (SIM2B). Kebijakan peningkatan belanja pertanian tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa ada surplus fiskal. Hasil simulasi menunjukkan kebijakan tersebut berdampak menurunkan total headcount index 1.42 persen poin dimana penurunan terbesar terjadi di sektor pertanian dengan headcount index pertanian turun 2.05 persen poin. Hal ini menyebabkan proporsi penduduk miskin pertanian tidak meningkat. Namun, dampak negatifnya adalah kesenjangan fiskal naik 0.2% yang disebabkan oleh meningkatnya total belanja daerah yang tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas fiskal yang cukup. Oleh karena itu, kapasitas fiskal perlu ditingkatkan lagi. Salah satu caranya adalah meningkatkan total penanaman modal untuk mendorong PAD. Hasil

Page 23: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

142

simulasi kombinasi kebijakan yang disertai peningkatan penanaman modal 25% (SIM3) menunjukkan dampaknya berupa kesenjangan fiskal yang lebih kecil yaitu 0.9% namun kemandirian fiskal masih berkurang yaitu 0.1 persen poin.

Meskipun kebijakan peningkatan belanja pertanian, belanja perindustrian, dan belanja perdagangan yang disertai peningkatan bagi hasil pajak dan total penanaman modal berdampak positif pada kinerja perekonomian dan kemiskinan, namun kemandirian fiskal yang merupakan indikator kinerja fiskal berkurang yang berarti permasalahan tingginya ketergantungan keuangan daerah pada DAU belum dapat diatasi oleh kombinasi kebijakan tersebut. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah mengurangi total belanja daerah dengan menurunkan belanja lainnya sebesar 1% (SM4). Hasil simulasi menunjukkan kemandirian fiskal tidak berkurang namun juga tidak meningkat. Akan tetapi, peningkatan kemandirian fiskal bukan hal yang krusial bagi provinsi non-pertanian mengingat provinsi non-pertanian memiliki tingkat kemandirian fiskal yang cukup tinggi selama 2006-2011 yaitu rata-rata 21% per tahun bahkan cenderung meningkat. Dampak lainnya adalah PDRB sektoral naik yaitu PDRB pertanian 43.6%, PDRB industri 6.7%, dan PDRB perdagangan 17.0% sehingga PDRB meningkat 11.7%. Kenaikan PDRB sektoral berdampak meningkatkan jumlah tenaga kerja sektoral sehingga total tenaga kerja bertambah 9.5%. Meningkatnya PDRB pertanian menyebabkan share PDRB pertanian naik 4.1 persen poin sehingga berdampak menurunkan Indeks Gini 0.002 poin. Selain itu, meningkatnya PDRB sektoral juga berdampak meningkatkan pengeluaran per kapita sektoral. Pengeluaran per kapita yang lebih tinggi dan Indeks Gini yang lebih rendah selanjutnya menyebabkan berkurangnya headcount index sektoral terutama di sektor pertanian sehingga total headcount index turun 1.44 persen poin dan jumlah penduduk miskin turun 192800 orang atau lebih besar dibandingkan data aktual tahun 2006-2011 yaitu rata-rata hanya turun sekitar 116200 orang per tahun.

Berdasarkan hasil simulasi historis 2006-2011 terhadap beberapa kombinasi kebijakan di provinsi pertanian dan non-pertanian dapat disimpulkan bahwa: 1. Belanja pertanian, belanja perindustrian, belanja perdagangan, bagi hasil

pajak, dan penanaman modal yang lebih besar akan mendorong kapasitas fiskal sehingga berdampak menurunkan headcount index sektoral.

2. Laju penurunan kemiskinan yang lebih cepat dan ketimpangan pendapatan yang lebih rendah dapat terwujud jika pemerintah daerah memprioritaskan pembangunan pertanian melalui ekspansi belanja pertanian, pemerintah pusat menambah porsi bagi hasil PPh untuk daerah, dan pihak swasta menanamkan modalnya di daerah.

3. Meskipun struktur ekonomi provinsi non-pertanian tidak didominasi sektor pertanian namun pembangunan pertanian melalui ekspansi belanja pertanian merupakan hal penting karena akan mempercepat pengentasan kemiskinan mengingat jumlah penduduk miskin di provinsi non-pertanian lebih besar terutama di kelompok penduduk miskin pertanian.

4. Kebijakan ekspansi belanja-belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan berdampak positif pada kinerja perekonomian dan kemiskinan sektoral tetapi berdampak negatif pada kinerja fiskal. Bahkan, di provinsi non-pertanian terjadi trade-off pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Namun, dampak negatif pada kinerja fiskal tersebut dapat diatasi jika alokasi belanja daerah diprioritaskan untuk mempercepat laju pertumbuhan sektor pertanian.

Page 24: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

143

Dengan demikian, temuan dari hasil simulasi hiostoris terhadap beberapa kombinasi kebijakan yang mendorong kapasitas fiskal memberi implikasi bahwa untuk mempercepat pengentasan kemiskinan melalui efek pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan diperlukan kapasitas fiskal yang lebih besar dari pajak daerah dan bagi hasil pajak. Kapasitas fiskal yang lebih besar akan menambah kemampuan keuangan daerah tanpa ketergantungan yang tinggi pada DAU untuk membiayai pembangunan sektoral melalui belanja sektoral yang memprioritaskan pembangunan pertanian. Contoh program simulasi dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14–17. Sedangkan, rekapitulasi hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19.

Simulasi Peramalan 2013-2015

Simulasi peramalan 2013-2015 dilakukan terhadap beberapa kombinasi kebijakan yang mengacu pada hasil simulasi historis 2006-2011. Analis simulasi peramalan juga difokuskan pada variabel-variabel yang berpotensi meningkatkan kapasitas fiskal dan berdampak positif pada kinerja fiskal, kinerja perekonomian, dan kemiskinan serta memihak kelompok penduduk miskin pertanian. Simulasi diawali dengan meramal nilai-nilai dari variabe-variabel eksogen menggunakan metode Stepwise Autoregressie pada prosedur FORECAST dengan trend linier. Hasil peramalan variabel-variabel eksogen selanjutnya digunakan untuk meramal nilai-nilai dari variabel-variabel endogen menggunakan metode solusi Newton pada prosedur SIMNLIN dengan software SAS/ETS 9.1.3. Program peramalan variabel-variabel eksogen dan hasilnya disajikan pada Lampiran 20 dan 21.

Skenario pertama simulasi peramalan di provinsi pertanian terdiri dari kombinasi peningkatan belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan masing-masing 50%, 50%, dan 30% (SM1). Peningkatan belanja perdagangan 30% berbeda dengan skenario simulasi historis yaitu 50% dengan pertimbangan kenaikan belanja perdagangan 2011 rata-rata hanya 34% dan kenaikan 2007-2011 rata-rata hanya 8% per tahun. Hasil simulasi pada Tabel 45 menunjukkan dampak positif yaitu PDRB sektoral meningkat sehingga tercipta PDRB tumbuh 11.2% dan jumlah tenaga kerja meningkat 5.4%. Kenaikan PDRB sektoral menyebabkan pengeluaran per kapita sektoral meningkat. Selain itu, pertumbuhan pertanian dan industri yang lebih besar dibandingkan perdagangan menyebabkan share PDRB pertanian dan share PDRB industri meningkat sehingga Indeks Gini berkurang. Kenaikan pengeluaran per kapita sektoral yang disertai Indeks Gini yang lebih rendah menurunkan headcount index sektoral dengan penurunan terbesar di sektor pertanian. Turunnya headcount index ketiga sektor menyebabkan total headcount index berkurang 0.69 persen poin. Selainn itu, jumlah penduduk miskin berkurang 38600 orang bahkan lebih besar dibandingkan data aktual 2010-2011 dengan rata-rata 34600. Akan tetapi, alternatif kombinasi kebijakan ini berdampak negatif pada kinerja fiskal yaitu kesenjangan fiskal naik 1.6% dan kemandirian fiskal turun 0.1 persen poin. Berdasarkan hasil simulasi historis kebijakan tunggal, salah satu cara meningkatkan kinerja fiskal adalah meningkatkan kapasitas fiskal dari bagi hasil pajak.

Oleh karena itu, untuk mengurangi kesenjangan fiskal maka bagi hasil pajak ditingkatkan 50% (SM2). Kombinasi kebijakan tersebut berdampak menurunkan kesenjangan fiskal 1.2%, menurunkan total headcount index turun 0.70 persen

Page 25: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

144

poin, dan menurunkan jumlah penduduk miskin 38900 orang, tetapi kemandirian fiskal berkurang 0.4 persen poin. Berkurangnya kemandirian fiskal di provinsi pertanian menjadi permasalahan krusial dimana rata-rata aktual kemandirian fiskal tahun 2006-2011 sangat rendah yaitu 12.0% per tahun. Oleh karena itu, kemandirian fiskal harus ditingkatkan dengan mendorong penanaman modal.

Tabel 45 Ramalan Dampak Kebijakan Kombinasi terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral di Provinsi Pertanian Tahun 2013-2015

Variabel Endogen Perubahan (%) SM1 SM2 SM3

Penanaman Modal1 100.0 Blok Fiskal

1. PAD 0.6 0.7 12.9 2. Bagi hasil pajak 3.9 50.0 50.0 3. Kapasitas fiskal 1.4 13.6 21.3 4. Dana alokasi umum -1.1 -1.1 -1.4 5. Total pendapatan -0.1 3.1 5.0 6. Belanja pertanian 50.0 50.0 50.0 7. Belanja perindustrian 50.0 50.0 50.0 8. Belanja perdagangan 30.0 30.0 30.0 9. Belanja infrastruktur 0.3 3.5 5.4 10. Belanja lainnya -0.1 1.0 1.6 11. Total belanja 1.5 2.9 3.6 12. Kesenjangan fiskal 1.6 -1.2 -3.1 13. Kemandirian fiskal -0.1 2 -0.4 1.6 Rasio surplus/defisit fiskal (%) 2.1 3.8 4.9

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian 18.1 18.4 22.4 15. PDRB industri 30.6 30.6 31.1 16. PDRB perdagangan 9.4 9.9 17.3 17. PDRB total 11.2 11.4 14.5 18. Share PDRB pertanian 5.9 2 5.9 6.5 19. Share PDRB industri 19.6 2 19.4 16.8 20. Share PDRB perdagangan -1.2 2 -1.0 2.7 21. Jumlah tenaga kerja 5.4 6.9 9.9 22. Pengeluaran pddk pertanian 1.1 1.1 1.3 23. Pengeluaran pddk industri 2.4 2.4 2.5 24. Pengeluaran pddk perdagangan 2.1 2.2 3.7

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini -0.003 3 -0.003 -0.002 26. Headcount index pertanian -0.79 2 -0.80 -0.91 27. Headcount index industri -0.67 2 -0.67 -0.66 28. Headcount index perrdagangan -0.67 2 -0.69 -1.06 29. Poverty gap index pertanian -0.14 3 -0.14 -0.16 30. Poverty severity index pertanian -0.04 3 -0.04 -0.05 31. Headcount index total -0.69 2 -0.70 -0.82 32. Proporsi pddk miskin pertanian -0.3 2 -0.3 -0.2 33. Pddk miskin pertanian -19.3 4 -19.4 -22.2 34. Pddk miskin industri -1.0 4 -1.0 -1.0 35. Pddk miskin perdagangan -3.3 4 -3.4 -5.2 36. Penduduk miskin total -38.6 4 -38.9 -45.4 Catatan: 1Variabel eksogen; 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4

satuan jumlah Perubahan dalam

SM1: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 30% SM2: kombinasi SM1 dan bagi hasil pajak naik 50% SM3: Kombinasi SM2 dan penanaman modal naik 100%

Page 26: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

145

Untuk itu, skenario berikutnya adalah meningkatkan total penanaman modal 100% (SM3) dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan penanaman modal 2007-2011 di provinsi pertanian cukup tinggi dengan rata-rata 85% per tahun, bahkan tahun 2011 mencapai 188%. Hasil simulasi menunjukkan kombinasi kebijakan tersebut memberi dampak lebih besar pada kinerja fiskal dimana kesenjangan fiskal turun 3.1% dan kemandirian fiskal naik 1.6 persen poin. Dampak positif lainnya dalah PDRB naik 14.5%, jumlah tenaga kerja bertambah 9.9%, Indeks Gini turun 0.002 poin, total headcount index turun 0.82 persen poin, dan jumlah penduduk miskin berkurang 45400 orang.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa agar kinerja fiskal dan kinerja perekonomian provinsi pertanian tahun 2013-2015 lebih baik dengan ketimpangan pendapatan yang lebih rendah, diperlukan kapasitas fiskal yang lebih besar. Hal ini dapat tercapai dengan menambah belanja-belanja sektoral untuk mendorong PDRB yang menstimulasi kenaikan pajak daerah serta menambah porsi bagi hasil pajak untuk daerah. Selain itu, diperlukan juga penanaman modal yang lebih tinggi untuk meningkatkan kemandirian fiskal sehingga ketergantungan keuangan daerah pada DAU secara bertahap akan berkurang.

Hasil simulasi peramalan di provinsi non-pertanian disajikan pada Tabel 46. Kombinasi peningkatan belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan masing-masing 50%, 50%, dan 30% (SM1A) berdampak meningkatkan PDRB sektoral sehingga PDRB naik 5.7% dan jumlah tenaga kerja naik 3.6%. Kenaikan PDRB pertanian yang tinggi yaitu 13.3% menyebabkan share PDRB pertanian meningkat 7.2 persen poin sehingga Indeks Gini turun 0.001 poin. Kenaikan pengeluaran per kapita sektoral sebagai dampak kenaikan PDRB sektoral disertai dengan berkurangnya Indeks Gini berdampak menurunkan total headcount index 0.59 persen poin dan jumlah penduduk miskin berkurang 84900 orang bahkan lebih besar dibandingkan rata-rata aktual di provinsi non-pertanian tahun 2011 yang berkurang 66300 dari tahun 2010. Namun, kombinasi kebijakan tersebut berdampak negatif pada kinerja fiskal dimana kesenjangan fiskal naik 1.8% dan kemandirian fiskal turun 0.2 persen poin. Dampak negatif lainnya adalah proporsi penduduk miskin pertanian naik 0.3 persen poin akibat laju penurunan headcount index pertanian yang lebih lambat. Untuk mempercepat laju penurunan headcount index pertanian belanja pertanian ditingkatkan 80% (SM1B) sehingga berdampak menurunkan total headcount index 0.80 persen poin dengan penurunan terbesar di sektor pertanian. Laju penurunan headcount index pertanian yang lebih tinggi menurunkan proporsi penduduk miskin pertanian 0.1 persen poin sehingga jumlah penduduk miskin berkurang lebih besar yaitu 114400 orang. Tetapi, kinerja fiskal semakin buruk dimana kesenjangan fiskal meningkat 3.0% dan kemandirian fiskal berkurang 0.4 persen poin.

Dari hasil simulasi kebijakan tunggal diketahui salah satu cara mengatasi kesenjangan fiskal adalah meningkatkan bagi hasil pajak. Untuk itu, skenario berikutnya adalah meningkatkan bagi hasil pajak 50% (SM2) yang berdampak menurunkan kesenjangan fiskal 1.7%. Namun kemandirian fiskal turun 0.8 persen poin sehingga PAD harus ditambah dengan meningkatkan penanaman modal 50% (SM3). Dampaknya pada kinerja fiskal positif dimana kemandirian fiskal naik 0.5 persen poin dan kesenjangan fiskal turun 3.7%. Dampak pada perekonomian adalah PDRB sektoral naik masing-masing sektor pertanian 24.2%, sektor industri 9.5%, dan sektor perdagangan 9.6% sehingga total PDRB naik 8.6% dan jumlah

Page 27: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

146

tenaga kerja naik 7.6%. Tingginya kenaikan PDRB pertanian menurunkan Indeks Gini 0.002 poin dan bersama kenaikan pengeluaran per kapita sektoral berdampak menurunkan headcount index sektoral sehingga total headcount index turun 0.88 persen poin dan jumlah penduduk miskin berkurang 125600 orang.

Tabel 46 Ramalan Dampak Kebijakan Kombinasi terhadap Kinerja Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral di Provinsi Non-Pertanian Tahun 2013-2015

Variabel Endogen Perubahan (%)

SM1A SM1B SM2 SM3 Penanaman Modal1 50.0

Blok Fiskal 1. PAD 0.2 0.3 0.3 6.0 2. Bagi hasil pajak 3.0 3.0 50.0 50.0 3. Kapasitas fiskal 0.6 0.7 9.1 12.2 4. Dana alokasi umum -1.3 -1.6 -1.7 -2.0 5. Total pendapatan -0.1 -0.2 3.6 5.0 6. Belanja pertanian 50.0 80.0 80.0 80.0 7. Belanja perindustrian 50.0 50.0 50.0 50.0 8. Belanja perdagangan 30.0 30.0 30.0 30.0 9. Belanja infrastruktur 0.2 0.2 4.0 5.2 10. Belanja lainnya -0.1 -0.2 1.2 1.6 11. Total belanja 1.3 1.9 3.5 4.0 12. Kesenjangan fiskal 1.8 3.0 -1.7 -3.7 13. Kemandirian fiskal -0.2 2 -0.4 -0.8 0.5 Rasio surplus/defisit fiskal (%) 3.8 3.1 5.2 5.9

Blok Perekonomian Sektoral 14. PDRB pertanian 13.3 21.2 21.5 24.2 15. PDRB industri 9.4 9.4 9.4 9.5 16. PDRB perdagangan 4.5 4.5 5.0 9.6 17. PDRB total 5.7 7.0 7.1 8.6 18. Share PDRB pertanian 7.2 2 13.8 13.9 14.9 19. Share PDRB industri 3.3 2 1.9 1.8 -0.2 20. Share PDRB perdagangan 1.0 2 -0.7 -0.4 2.5 21. Jumlah tenaga kerja 3.6 4.8 5.1 7.6 22. Pengeluaran pddk pertanian 0.9 1.4 1.5 1.6 23. Pengeluaran pddk industri 1.7 1.7 1.7 1.8 24. Pengeluaran pddk perdagangan 2.3 2.3 2.4 3.3

Blok Kemiskinan Sektoral 25. Indeks Gini -0.001 3 -0.002 -0.002 -0.002 26. Headcount index pertanian -0.64 2 -1.04 -1.05 -1.12 27. Headcount index industri -0.53 2 -0.58 -0.58 -0.57 28. Headcount index perrdagangan -0.73 2 -0.77 -0.80 -1.03 29. Poverty gap index pertanian -0.12 3 -0.19 -0.19 -0.20 30. Poverty severity index pertanian -0.03 3 -0.05 -0.05 -0.06 31. Headcount index total -0.59 2 -0.80 -0.81 -0.88 32. Proporsi pddk miskin pertanian 0.3 2 -0.1 -0.1 0.0 33. Pddk miskin pertanian -27.8 4 -45.1 -45.5 -48.4 34. Pddk miskin industri -5.0 4 -5.4 -5.4 -5.3 35. Pddk miskin perdagangan -12.5 4 -13.4 -13.8 -17.8 36. Penduduk miskin total -84.9 4 -114.4 -115.6 -125.6

Catatan: 1Variabel eksogen; 2Perubahan dalam persen poin; 3Perubahan dalam poin; 4 satuan jumlah

Perubahan dalam

SM1: belanja pertanian naik 50%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 30% SM2: belanja pertanian naik 80%, belanja perindustrian naik 50%, belanja perdagangan naik 30% SM2: kombinasi SM1 dan bagi hasil pajak naik 50% SM3: Kombinasi SM2 dan penanaman modal naik 50%

Page 28: 7. DAMPAK KAPASITAS FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN … · kapasitas fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan sektoral daerah di Indonesia. Sedangkan simulasi peramalan dilakukan

147

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja fiskal dan kinerja perekonomian provinsi non-pertanian tahun 2013-2015 disertai tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan proporsi penduduk miskin pertanian yang lebih rendah diperlukan kapasitas fiskal yang lebih besar. Salah satu caranya adalah meningkatan belanja-belanja daerah untuk urusan pertanian, perindustrian, dan perdagangan namun lebih difokuskan pada belanja pertanian. Hal ini disebabkan kenaikan belanja sektoral akan mendorong pertumbuhan PDRB sehingga dapat menstimulir kenaikan pajak daerah. Selain itu, peningkatan porsi daerah dari bagi hasil pajak diperlukan untuk mendorong kapasitas fiskal. Peran swasta dalam bentuk penanaman modal yang lebih besar juga diperlukan untuk meningkatkan kemandirian fiskal sehingga ketergantungan keuangan daerah pada DAU secara bertahap akan berkurang.

Secara umum, hasil simulasi peramalan menunjukkan bahwa jika kapasitas fiskal tahun 2013-2015 lebih besar sebagai dampak ekspansi belanja-belanja pertanian, perindustrian, dan perdagangan yang disertai peningkatan bagi hasil pajak dan total penanaman modal maka laju penurunan kemiskinan semakin cepat yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dan berkurangnya ketimpangan pendapatan. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang memihak sektor pertanian terutama melalui ekspansi belanja pertanian yang berdampak mengurangi proporsi penduduk miskin pertanian akan mempercepat laju penurunan tingkat kemiskinan mengingat mayoritas penduduk miskin di Indonesia hidup dari sektor pertanian. Hasil simulasi peramalan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23.