79666043 Proposal Skripsi Muti

Embed Size (px)

Citation preview

A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem transportasi merupakan hal krusial dalam menentukan keefektifan suatu kota. Pergerakan penduduk dan aktivitas ekonomi yang menggerakkan kota sangat tergantung pada sistem transportasi tersebut. Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, oleh karena itu sistem transportasinya merupakan hal yang penting. Salah satu sistem transportasi umum yang ada di Bandung adalah Angkutan Kota. Angkutan kota (angkot) sudah menjadi kebutuhan utama dalam mendukung kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat kota Bandung. Posisi angkutan kota yang menjadi kebutuhan utama ini menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan angkutan kota di Kota Bandung. Namun hal tersebut ternyata tidak diiringi dengan adanya sikap tertib dalam berlalu lintas oleh sejumlah kendaraan angkotan kota di Kota Bandung. Menurut data yang diperoleh dari Satlantas Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung tahun 2009, dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan pelanggaran lalu lintas yang terjadi pada tahun 2009 berjumlah 95.846 kasus. Dan 11.504 kasus diantaranya merupakan pelanggaran yang dilakukan pengemudi angkutan kota. Jenis pelanggaran yang dilakukan meliputi pelanggaran dalam hal marka atau rambu lalu lintas, surat, dan perlengkapan kendaraan. Hal tersebut didasari dengan kenyataan yang dihadapi di lapangan. Para sopir menunjukan adanya masalah dalam perilaku berlalu lintas. Mereka khususnya

1

sering melakukan pelanggaran lalu lintas jalan. Seringkali mereka tidak mampu menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak dapat menunjukkan STNK pada saat mengendarai kendaraan bermotor dan tidak disiplin dalam berlalu lintas, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku para sopir angkutan kota yang dengan menaikan dan menurunkan penumpang seenaknya. Padahal sesuai aturan yang ada para sopir angkot hanya diperbolehkan untuk menghentikan kendaraannya sesuai dengan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Namun kadang rambu tersebut justru tidak diindahkan oleh para sopir angkutan kota sehingga menimbulkan kemacetan di ruas jalan utama. Apalagi pada saat jam sekolah baik pada pagi hari maupun siang hari dimana volume kendaraan pada saat itu cukup padat. Akibat sikap sopir demikian, kemacetan panjang terjadi, masyarakat pengguna jalan raya lainnya terganggu dan resah melihat prilaku sopir itu. Hal tersebutlah yang membuat sopir angkutan umum seringkali menjadi sasaran tudingan sebagai sumber penyebab kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Dengan adanya Undang-Undang no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap Pengguna Jalan dalam hal ini yaitu pengemudi angkutan kota wajib memahami setiap aturan yang telah dibakukan secara formal baik dalam bentuk Undang-Undang dan aturan lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak dan pola pikir dalam berinteraksi di jalan raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu

2

lintas, baik antar pengguna jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya. Untuk penegakan peraturan lalu lintas, maka masalah ini harus ditinjau dari sudut pola perilaku yang nyata dari penegak hukum peraturan lalu lintas. Hal ini dilakukan karena bagian besar dari masyarakat secara keseluruhan mengartikan hukum sebagai petugas. Misalnya seorang pengemudi angkutan kota sering mengatakan bahwa yang dianggapnya sebagai hukum adalah polisi lalu lintas. Oleh warga masyarakat pada umumnya polisi lalu lintas dan petugas-petugas lain di bidang lalu lintas, dianggap sebagai lapisan masyarakat yang patut ditiru dalam perilaku berlalu lintas di jalan raya. Anggapan tersebut kadang-kadang sangatlah kuatnya. Oleh karena merekalah yang dianggap sebagai golongan yang serba tau mengenai masalah-masalah lalu lintas. Kehadiran mereka diharapkan membuat situasi keamanan terjamin. Juga, ada harapan besar agar proses penegakan hukum berlangsung sesuai dengan prinsip kesetaraan di muka hukum (equality before the law) alias tanpa diskriminasi. Kesetaraan di muka hukum bisa membuat setiap orang merasa nyaman, terlindungi, dan tidak meragukan jaminan penegakan hukum. Sayangnya, banyak kasus dan praktik sehari-hari membalikkan atau membuyarkan harapan itu. Harus diakui, masih banyak petugas Polisi yang

3

nakal. Oknum itu justru melakukan perbuatan melawan atau melanggar hukum yang mengakibatkan representasi wajah Polisi didominasi oleh penilaian buruk. Melihat kenyataan yang berkembang dan berbagai persoalan di lapangan, terutama dalam tugas-tugas polisi yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu polisi lalu lintas persiapkan secara maksimal, sehingga dapat melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang secara maksimal. Menurut Rahardjo, 2000 :Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok masyarakat. Dengan prinsip tersebut diatas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugastugasnya). Penting untuk diingat bahwa pada gilirannya masyarakatlah yang akan menilai bahwa polisi memang mampu untuk melaksanakan amanah undang-undang dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab. Berdasarkan masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh mana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota ditengah-tengah permasalahan yang telah diungkapkan tersebut. Maka dari itu penulis akan melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi

4

dengan

judul

:

PERANAN

POLISI

LALU

LINTAS BERLALU

DALAM LINTAS

MENINGKATKAN

KESADARAN

HUKUM

PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA (Studi Deskriptif Analitis Terhadap Polisi Lalu Lintas di Wilayah Polrestabes Bandung)

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang dikemukakan pada bagian terdahulu, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota di wilayah Polrestabes Bandung Untuk mempermudah penganalisaan hasil penelitian, maka peneliti menjabarkan masalah pokok tersebut dalam beberapa submasalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kesadaran hukum pengemudi angkutan kota dalam berlalu lintas? 2. Bagaimana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota? 3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat peranan polisi lalu lintas untuk meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota ?

5

4. Bagaimana upaya yang dilakukan Polisi Lalu lintas untuk mengatasi hambatan dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota?

C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan Peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesadaran hukum pengemudi angkutan kota dalam berlalu lintas 2. Untuk mengetahui bagaimana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat peranan polisi lalu lintas untuk meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota 4. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan polisi lalu lintas untuk mengatasi hambatan tersebut.

D. Manfaat Penelitian

6

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat teoritis : Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran penulis mengenai pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, terutama dalam bidang hukum, serta sebagai bekal pengetahuan dan pengalaman bagi calon guru PKn dalam mengajarkan pendidikan hukum. 2. Manfaat Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihakpihak berwenang yang berhubungan dengan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Bandung sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam proses sosialisasi mengenai kesadaran hukum masyarakat dalam berlalu lintas.

E. Penjelasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah tersebut. Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.

Polisi Lalu Lintas

7

Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

2. Kesadaran hukum Menurut Paul Scholten kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa itu hukum atau apa seharusnya hukum itu, merupakan suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan manusia dengan mana manusia membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang sepantasnya dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan menurut Soejono Soekanto, kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak didalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya. Indikator-indikator dari masalah kesadaran hukum adalah (B. Kutschincky dalam Soejono Soekanto, 1982: 159): a. b. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law

acquaintance) c. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude)

8

d.

Pola-pola perikelakuan hukum (legal behaviour) Semua indikator-indikator tersebut menunjuk pada tingkat kesadaran

hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Dengan melihat indikator-indikator tersebut kita dapat melihat sejauh mana dan pada tingkat mana sikap seseorang terhadap hukum.

3. Pengemudi angkutan kota Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan atau yang langsung mengawasi orang lain mengemudi (Soerjono Soekanto, 1982:100). Sementara angkutan adalah barang-barang (orang-orang dan sebagainya) yang diangkut. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Jadi, pengemudi angkutan kota adalah sesorang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

4. Peraturan Lalu Lintas Menurut Kamus Besar Indonesia, Peraturan adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yg dibuat untuk mengatur. Sedangkan Lalu lintas adalah kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan, orang, hewan dijalanan (Suwardjoko P. Warpani). Jadi, peraturan lalu lintas adalah tatanan yang dibuat untuk mengatur kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan, orang atau hewan

9

dijalanan. Dalam hal ini peraturan lalu lintas yang dimaksud yaitu UndangUndang no 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Bab VIII mengenai Pengemudi, Bab IX mengenai Lalu Lintas, dan Bab X mengenai Angkutan.

F. Tinjauan Teoritis 1. Polisi Lalu Lintas Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, Pengawalan dan Patroli, Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa lalu lintas, Registrasi dan identifikasi pengemudi / kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan , ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas merupakan factor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Polri khususnya satuan lalu lintas perlu berupaya secara terus menerus baik melalui kegiatan preventif meliputi kegiatan penjagaan, pengaturan, patroli dan dikmas lantas berupa penyuluhan tentang pengetahuan lalu lintas maupun

10

kegiatan dalam penegakan hukum berupa penindakan terhadap para pelaku pelanggaran lalu lintas sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan efek jera dalam melakukan pelanggaran lalu lintas.

2.

Kesadaran Hukum Menurut Paul Scholten kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada

setiap manusia tentang apa itu hukum atau apa seharusnya hukum itu, merupakan suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan manusia dengan mana manusia membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang sepantasnya dilakukan dan tidak dilakukan. Pendapat Paul Scholten dipertegas oleh pendapat Soerjono Soekanto (1982 : 152) yang mengemukakan bahwa : Kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada dan tentang hukum yang diharapkan ada. Dengan demikian dapat kita sebut kesadaran hukum yang diharapkan disini adalah tentang nilai masyarakat yang menyangkut fungsi hukum dan bukan suatu penjelasan hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan. Jika masyarakat tidak sadar hukum maka hal ini harus menjadi bahan kajian bagi pembentuk dan penegak hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal; pertama, pelanggaran hukum bagi si pelanggar merupakan kebiasaan bahkan mungkin merupakan suatu kebutuhan, kedua hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.

11

Ahmad Sanusi (1991 : 228), lebih lanjut mengartikan tentang kesadaran hukum ini sebagai potensi atau daya yang mengandung : 1. Persepsi, pengenalan, ketahuan, ingatan, dan pengertian tentang hukum termasuk konsekwensi-konsekwensinya. 2. Harapan, kepercayaan bahwa hukum dapat memberikan perlindungan dan jaminannya adalah dengan kepastian dan rasa keadilan. 3. Perasaan perlu dan butuh akan jasa-jasa hukum, dan karena itu bersedia menghormatinya. 4. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar maka sanksi-sanksinya dapat dipaksakan. 5. Orientasi, perhatian, kesanggupan, kemauan baik, sikap dan kesediaan serta keberanian mentaati hukum dalam hak maupun kewajibannya, karena kebenarannya, keadilan, dan kepastian hukum itu adalah keputusan umum. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kesadaran itu merupakan suatu keyakinan atau kesadaran yang ada didalam setiap diri seorang individu berupa nilai-nilai yang terintegrasi dalam dirinya terhadap hukum yang ada, yang kemudian diwujudkan melalui tindakan dalam bentuk kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap hukum itu, yang berkaitan dengan tingkat kesadarannya. Indikator-indikator dari kesadaran hukum hanyalah dapat terungkapkan apabila seseorang mengadakan penelitian secara seksama terhadap gejala tersebut. Indikator-indikator tersebut sebenarnya merupakan petunjuk-petunjuk yang relatif nyata tentang adanya taraf kesadaran hukum tertentu. 1. Pengetahuan tentang Peraturan-Peraturan Hukum Pengetahuan hukum menurut Salman (1993 : 40) adalah Pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu hukum yang dimaksud disini adalah hukum yang tertulis dan tidak

12

tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum, dilihat didalam masyarakat bahwa seseorang mengetahui bahwa membonceng dua orang pada saat mengendarai sepeda motor, tidak membawa syarat-syarat perlengkapan mengemudi saat mengendarai kendaraan bermotor adalah dilarang oleh hukum. Pengetahuan hukum tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala hukum tersebut telah diundangkan. 2. Pemahaman terhadap Isi Peraturan Hukum Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance) atau lebih dikenal dengan pemahaman hukum, dapat diartikan sebagai sejumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai isi dari peraturan suatu hukum tertentu. Atau pemahaman hukum adalah pengertian terhadap isi dan tujuan hukum dari suatu peraturan hukum tertentu serta manfaatnya bagi pihakpihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. Dalam hal ini siswa mampu memahami tujuan dan tugas hukum yakni untuk menjaga kehidupan dan ketertiban masyarakat. Sejalan dengan hal itu Sudikno Mertokusumo (1984 :54) mengemukakan bahwa : Tujuan pokok hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 3. Sikap terhadap Peraturan-Peraturan Hukum Secara sederhana sikap dapat dikatakan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu. Kecenderungan

13

yang dimaksud disini adalah arah tindakan yang akan dilakukan seseorang untuk bersifat menjauhi maupun mendekati sesuatu. Hal ini dilandasi oleh perasaan dan penilaian individu yang bersangkutan terhadap objek tertentu, baik itu perasaan setuju maupun tidak setuju. Menurut Slameto (1988 : 191) sikap adalah suatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. 4. Pola Perilaku Hukum Perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 859) adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan menurut pandangan behavioristik (Abin Syamsudin, 1997 : 19) menekankan bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan mengkondisikan stimulus (conditioning) dalam lingkungan (environmentalistik). Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku timbul sebagai hasil reaksi dalam diri individu dengan lingkungan yang menyertainya.

3. Peraturan Lalu lintas Konsep lalu lintas menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1987 : 556) diartikan sebagai : Perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat yang lain. Bintarto (1972 : 34) memperjelas konsep lalu lintas dengan pandangannya sebagai berikut : Lalu lintas adalah suatu

14

keadaan yang menggambarkan hilir mudiknya manusia dan atau barang dalam jarak, ruang dan waktu tertentu antara dua daerah atau lebih yang saling membutuhkan. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan. Sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Peraturan lalu lintas dan angkutan jalan ini dibuat oleh pemerintah antara lain dengan maksud sebagaimana dikemukakan oleh M. Karyadi (Soerjono Soekanto, 1982 : 92) : 1. Untuk mempertinggi mutu kelancaran dan keamanan yang sempurna dari semua lalu lintas di jalan. 2. Untuk mengatur dan menyalurkan secara tertib dan segala pengangkutan barang-barang terutama dengan otobis dan dengan mobil gerobak. 3. Memperlindungi semua jalan-jalan dan jembatan agar jangan dihancurkan atau dirusak dan pula jangan sampai surut melewati batas, dikarenakan kendaraan-kendaraan yang sangat berat. Beberapa pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus diketahui dan dipatuhi oleh warga masyarakat pada umumnya. Soerjono Soekanto (1982 : 119-121) mengemukakan beberapa pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus diketahui dan dipatuhi masyarakat umum yaitu : 1. Ketentuan untuk pemakai jalan, yaitu dilarang mempergunakan jalan yang :

15

a. b. c.

Merintangi kebebasan atau keamanan lalu lintas Membahayakan kebebasan atau keamanan lalu lintas Menimbulkan kerusakan pada jalan

2. Ketentuan-ketentuan bagi orang-orang yang berjalan kaki : a. Bagian dari jalan yang boleh dipergunakan oleh mereka yang berjalan kaki b. c. d. 1) 2) Bagaimana berjalan kaki apabila tidak ada trotoar Ketentuan tentang berjalan kaki beramai-ramai Ketentuan-ketentuan menyeberang jalan : Penggunaan zebra cross dan jembatan penyeberangan Tanda-tanda/isyarat-isyarat penyeberangan

3. Ketentuan-ketentuan terhadap orang-orang yang mempergunakan kendaraan umum: a. b. Memberhentikan kendaraan umum Kewajiban-kewajiban selama berada dalam kendaraan umum

4. Ketentuan-ketentuan untuk pengemudi (khususnya kendaraan ber motor) : a. b. c. d. e. f. Kewajiban mempunyai SIM Kelengkapan kendaraan Kecepatan maksimum Cara-cara mengemudikan kendaraan dengan baik Pengetahuan tentang rambu-rambu lalu lintas Hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan

16

Dengan demikian jelaslah bahwa semua masyarakat pemakai jalan di Indonesia harus mengetahui dan mematuhi ketentuan-ketentuan umum tentang lalu lintas yang sering mereka gunakan dalam berlalu lintas di jalan sebagaimana yang disebutkan dalam kutipan tersebut di atas. 4. Pengemudi Angkutan Kota Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Salah satu kendaraan umum yang beroperasi di kota Bandung adalah angkutan perkotaan atau biasa disebut angkot. Izin operasi angkot Pengoperasian angkot di kota Bandung diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung bekerjasama dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung. Setiap pemilik angkot yang ingin mengoperasikan angkotnya harus memiliki izin dari Pemkot Bandung, dalam ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung. Menurut Perda Kota Bandung No. 02/2008 pasal 131, izin untuk menyelenggarakan usaha angkot terdiri dari:a. Izin Usaha Angkutan (IUA); b. Izin Trayek;c. Izin Operasi; Izin Usaha Angkutan adalah izin yang diperlukan oleh seorang pengusaha angkot yang memperbolehkannya memiliki unit angkutan dan menjalankan unit angkutan itu untuk berusaha di jalanan. Izin Trayek adalah izin yang dibutuhkan suatu unit angkutan kota untuk menjalankan usahanya

17

berdasarkan trayek tertentu. Sedangkan, Izin Operasi adalah izin jalan untuk suatu unit angkutan kota.Izin-izin tersebut diberikan oleh Dishub Kota Bandung dengan melengkapi persyaratan-persyaratan tertentu. Trayek angkutan kota Bandung Angkot-angkot yang beroperasi di kota Bandung melintasi berbagai jalanan di kota Bandung yang terbagi dalam 38 trayek atau jurusan. Tiap trayek memiliki nomor dan ciri-ciri angkot tersendiri. Tarif angkutan kota Tarif penggunaan jasa angkutan kota yang dibebankan kepada penumpang juga diatur oleh Peraturan Daerah Kota Bandung, terutama yang terbaru pada Perda Kota Bandung No. 2 Tahun 2008, mengatur sebagai berikut: Pasal 153 ayat (1): Besarnya tarif angkutan kota yang sepenuhnya beroperasi di Daerah ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar. Pasal 153 ayat (3): Tarif angkutan kota dan angkutan pedesaan yang beroperasi diwilayah perbatasan, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antar Bupati/Walikota yang terkait dalam kerjasama transportasi antar daerah. Jadi, besaran tarif yang dikenakan bergantung kepada jarak yang ditempuh selama menggunakan jasa angkot. G. Asumsi Dasar Dalam penelitian ini didasari oleh beberapa anggapan dasar, diantaranya antara lain : 1. Pengetahuan tentang isi peraturan lalu

lintas dan angkutan jalan akan mempengaruhi tingkat kepatuhan terhadap peraturan tersebut

18

2.

Pola

perikelakuan

hukum

sangat

menentukan derajat kepatuhan hokum lalu lintas 3. Polisi lalu lintas berperan penting

dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota terhadap peraturan lalu lintas

H. Metodologi Penelitian. 1. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis, merupakan penelitian deskriftif analitis yaitu menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang menyangkut peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota. 2. Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nasution (1996 : 18) pada hakekatnya pendekatan kualitatif ialah mengamati orang dalam hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitar. (Ali, 1984:54) menuliskan bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, karena

19

dipergunakan

untuk

meneliti

kejadian-kejadian

yang

sedang

berlangsung dan berhubungan dengan kondisi saat ini. 3. Tahap Penelitian Penelitian ditekankan kepada data sekunder atau data kepustakaan sesuai dengan sifat yuridis-normatif yang akan ditunjang oleh wawancara. Dengan demikian maka penelitian dilakukan melalui tahap: a. Orientasi dan memperoleh gambaran umum b. Eksploitasi fokus atau masalah dan analisis data c. Tahap pengecekan hasil penelitian (prosedur Member Check . 1) 4. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik: a. Studi Dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrif, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya. Dian S. (Arikunto, 1993:202). b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 1988:183) c. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian. Dengan observasi kita peroleh

20

gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial yang sulit diperoleh dengan metode lainnya. Dian S. (nasution, 1988:122).

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data hasil temuan atau penelitian yang diperoleh penulis, dianalisis dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif, yaitu mengelompokkan masalah-masalah yang ada sehingga tidak menggunakan rumus matematis dan statistik. Bodgan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa: kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif yang terdiri dari tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu : pertama reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan, kedua penyajian data, yaitu penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan, serta ketiga penarikan kesmpulan.

J. Lokasi dan Subjek Penelitian

21

Lokasi yang dipilih penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Kota Bandung khususnya wilayah Bandung Timur. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena di Wilayah Bandung Timur masih banyak pengemudi angkutan kota yang tidak disiplin dan tidak tertib yang sering mengakibatkan kemacetan, dan juga karena dalam wilayah tersebut terdapat dua terminal yang membuat volume kendaraan angkot menumpuk dalam wilayah tersebut. Subjek dari penelitian ini adalah Polisi lalu lintas dan para pengemudi angkutan kota Bandung di wilayah Bandung Timur yaitu sepanjang jalan A.H Nasution yang dilalu trayek angkutan kota cicaheum-cileunyi.

Jadwal Penelitian

22

no 1 2 3 4 5 6 7

Kegiatan Proposal Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Ujian

September 1 2 3 4

Oktober November Desember Januari Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1998). Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian. Jakarta: Gelar Pustaka Mandiri. Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Cetakan Kedelapan). Balai Pustaka: Jakarta Soekanto, Soejono. 1982. Kesadaran Hukum & Kepatuhan Hukum. Rajawali: Jakarta Rahardjo, Satjipto.2009.Penegakan Hukum.Genta Publishing: Yogyakarta

23

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Yogyakarta: Trias Welas.

24