10

Click here to load reader

87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

SB/P/BL/08

POTENSI PEMANFAATAN ETNOBOTANI DARI HUTAN TROPIS BENGKULU

SEBAGAI PESTISIDA NABATI

Sri Utami1)

, Noor Farikhah Haneda2)

1) Balai Penelitian Kehutanan Palembang

Jl. Kol Burlian KM 6,5 Puntikayu Palembang

Email : [email protected]

2) Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB

Jl. Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, Bogor

Email : [email protected]

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang

tinggi, misalnya Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki potensi besar dalam hal

keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi. Masyarakat tradisional memiliki kearifan

lokal dalam pengendalian hama dengan memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengendalikan

hama tanaman. Pemanfaatan ekstrak tanaman dalam pengendalian hama merupakan alternatif

pengendalian yang praktis, ekonomis dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah

untuk melakukan inventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan

masyarakat etnis sumatera sebagai pengendali hama serta melakukan uji bioaktivitas ekstrak

tanaman lokal hasil inventarisasi sebagai pengendali hama Spodoptera litura pada skala in

vitro. Inventarisasi dan eksplorasi tanaman dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi

Bengkulu, sedangkan uji bioaktivitas ekstrak tanaman dilakukan di Laboratorium

Perlindungan Hutan, Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Diantara 25

jenis tanaman tersebut, 5 jenis berpotensi sebagai racun ikan, 17 jenis sebagai

pengusir/pengendali hama (wereng, ulat, kutu, dan kepinding), 2 jenis sebagai racun tikus dan

1 jenis sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat etnis Rejang Lebong sudah terbiasa dan

secara turun menurun memanfaatkan tanaman lokal tersebut dalam pengendalian organisme

penganggu tanaman (OPT). Berdasarkan hasil uji bioaktivitas ekstrak tanaman sitawar

(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia) mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap mortalitas dan penghambat perkembangan serangga hama S. litura.

Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak lagi tumbuhan yang

berpotensi sebagai pestisida nabati maupun efektifitasnya dalam mengendalikan serangga

hama.

Kata kunci : etnobotani, pestisida nabati, hutan tropis Bengkulu, Spodoptera litura

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 911

Page 2: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

PENDAHULUAN

Kekayaan alam hayati yang dimiliki

Indonesia sangat berlimpah dan beraneka

ragam, sehingga disebut negara mega-

biodiversity. Pulau Sumatera memiliki lebih

dari 10.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi

yang umumnya hidup di hutan dataran

rendah. Demikian halnya di Provinsi

Bengkulu yang juga mempunyai kekayaan

flora yang sangat berlimpah [1]. Keberadaan

tumbuhan tersebut ada yang bisa

dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi

kepentingan hidupnya, seperti untuk obat-

obatan, kosmetika, bahan pestisida,

pangan/buah, dengan tetap memperhatikan

aspek kelestariannya. Sayangnya, tanaman

yang digunakan sebagai obat-obatan maupun

pestisida ini belum begitu dihargai dan sulit

untuk mendokumentasikannya. Di sisi lain,

laju degradasi hutan Indonesia saat ini lebih

dari 2 juta hektar per tahun. Tentu saja hal ini

mengancam entitas dan kelestarian plasma

nutfah botani di Indonesia, utamanya sebagai

potensi penghasil pestisida nabati. Taman

Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang

terletak di Provinsi Bengkulu memiliki

hampir 4.000 jenis flora dan 198 jenis fauna

yang terancam punah dikarenakan adanya

aktivitas manusia di TNKS [2]. Oleh karena

itu keberadaan dan kelestarian jenis flora

mutlak mendapat perhatian yang serius dari

semua pihak.

Pemanfaatan bahan tumbuhan sebagai

pestisida nabati, merupakan salah satu cara

pengendalian tradisional yang telah lama

dikenal oleh masyarakat Indonesia. Cara

pengendalian tersebut merupakan warisan

nenek moyang kita yang bersumber dari

pengalaman hidup, pengetahuan asli

(indigenous knowledge) dan kearifan lokal

(local wisdom). Sayangnya kearifan lokal

mulai terlupakan sejak masuknya pestisida

kimia/sintesis ke Indonesia. Karena pestisida

sintetis dianggap lebih praktis, murah, mudah

dan hasilnya dapat langsung terlihat. Padahal

penggunaan pestisida kimia secara tidak

bijak dan berlebihan dapat menimbulkan

dampak negatif, diantaranya resistensi hama,

resurgensi hama, ledakan hama sekunder,

dan tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena

itu pemanfaatan pestisida nabati merupakan

alternatif pengendalian hama yang memenuhi

konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Spodoptera litura merupakan salah satu

hama yang bersifat polifag. Kedelai, caisin,

brokoli dan talas merupakan contoh tanaman

pertanian yang diserang oleh hama ini.

Hama ini tidak hanya menyerang tanaman

pertanian, tetapi bisa juga menyerang

tanaman kehutanan seperti Acacia mangium

dan A. crassicarpa [3], serta ulin [4].

Penelitian ini bertujuan untuk

menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan

yang secara tradisional dimanfaatkan untuk

mengendalikan hama pada masyarakat etnis

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010912

Page 3: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu, dan

melakukan uji bioaktivitas beberapa ekstrak

tanaman lokal Bengkulu pada serangga hama

S. litura pada skala laboratorium.

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan mulai Bulan April

sampai Desember 2006. Inventarisasi

etnobotani yang berpotensi sebagai pestisida

botani dilakukan di hutan sekunder yang

terdapat di Kabupaten Rejang Lebong,

Provinsi Bengkulu. Uji bioaktivitas ekstrak

tanaman terhadap serangga hama uji

dilakukan di Laboratorium Perlindungan

Hutan, Balai Penelitian Kehutanan

Palembang.

B. Metode

1. Inventarisasi Tanaman Penghasil

Pestisida Nabati

Kegiatan ini dilakukan dengan

mengumpulkan data dan informasi mengenai

jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai

pestisida nabati, bagian yang dimanfaatkan

dan cara menggunakannya, didapatkan

dengan a) Wawancara, yang dilakukan untuk

menggali informasi sebanyak mungkin

pengetahuan masyarakat yang tinggal dekat

dengan hutan mengenai pemanfaatan

tanaman yang berpotensi sebagai pestisida

nabati, b) Observasi lapang, yang berguna

untuk memverifikasi data dan informasi yang

sebelumnya telah diperoleh melalui

wawancara, dan c) Teknik dokumentasi,

yang digunakan untuk mengkaji dan

menganalisis berbagai data, dokumen, dsb.,

yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman

yang berpotensi sebagai pestisida nabati.

2. Identifikasi Jenis Tumbuhan

Identifikasi jenis tumbuhan yang

berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati

dilakukan dengan melakukan cek silang

dengan berbagai buku dan literatur tentang

tumbuhan yang ada. Informasi yang

dikumpulkan dari masing-masing jenis

tumbuhan meliputi : nama botani, nama

lokal, famili, habitus, bagian yang digunakan,

dan manfaatnya.

3. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman

terhadap Serangga Hama S. litura

Berdasarkan hasil inventarisasi terdapat

3 jenis tanaman yang mempunyai potensi

sebagai pestisida nabati, yaitu sitawar

(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.)

dan legundi (Vitex trifolia). Bagian tanaman

yang digunakan yaitu daunnya. Daunnya

kemudian digunting kecil-kecil dan

dikeringanginkan selama seminggu. Setelah

itu direndam dalam metanol dengan

perbandingan 1 : 10 selama 24 jam.

Kemudian disaring menghasilkan ekstrak

kasar. Ekstrak kasar diaplikasikan pada

serangga hama S. litura. Tiap perlakuan

terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan

menggunakan 10 larva instar 2. Parameter

yang diamati adalah mortalitas larva dan

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 913

Page 4: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

perkembangan serangga hama. Ekstrak kasar

disemprotkan pada daun caisin (ukuran 4 x 4

cm) sebanyak 50 μL pada konsentrasi 0,5%.

Sedangkan daun kontrol hanya disemprot

methanol saja sebanyak 50 μL. Dua hari

setelah perlakuan daun diganti dengan daun

segar. Mortalitas larva selama 2 hari

perlakuan diamati dan dicatat. Larva yang

masih hidup diamati perkembangannya

sampai menjadi pupa dan imago.

Menurut [5], aktivitas insektisida

ekstrak diklasifikasikan dalam beberapa

kategori yaitu : 1) aktivitas kuat : mortalitas

(m) ≥ 95%, 2) agak kuat : 75% ≤ m < 95%,

3) cukup kuat : 60% ≤ m < 75%, 4) sedang :

40% ≤ m < 60%, 5) agak lemah : 25% ≤ m <

40%, 6) lemah : 5% ≤ m < 25%, 7) tidak

aktif : m < 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Inventarisasi dan Identifikasi

Tanaman yang Berpotensi sebagai

Penghasil Pestisida Nabati

Berdasarkan hasil inventarisasi dan

eksplorasi tumbuhan yang dilakukan pada

lokasi penelitian ditemukan 25 jenis

tumbuhan yang biasa digunakan masyarakat

untuk mengusir hama tanaman pertanian dan

berpotensi sebagai tumbuhan penghasil

pestisida nabati (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan berpotensi sebagai pestisida nabati

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili

1 Brotowali/akar ali-ali Tinospora crispa Menispermeaceae

2 Cambai/sirih cambai Piper betle Piperaceae

3 Jengkol Pithecolobium lobatum Leguminosae

4 Jeruk purut Citrus sp. Rutaceae

5 Kapok Ceiba petandra Bombaceae

6 Kayu tegoh Unidentified -

7 Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae

8 Kepahiang Unidentified -

9 Koso’a Unidentified -

10 Medang keladi Litsea crassinervia Lauraceae

11 Nangka/Nangka-nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae

12 Pinang Areca cathecu Arecaceae

13 Semambau/tuai seleng Unidentified Graminae

14 Sipei Unidentified -

15 Terong bulat hijau Solanum sp. Solanaceae

16 Jejer Derris sp. Leguminosae

17 Puar penangau Unidentified Zingiberaceae

18 Kabau Pithecolobium bubalinum Leguminosae

19 Poka buang Brucea javanica Simarubaceae

20 Gadung/Tubo umbi Dioscorea sp. Dioscoreaceae

21 Durian Durio zibethinus Bombaceae

22 Puar kilat Globba sp. Zingiberaceae

23 Sitawar Costus speciousus Zingiberaceae

24 Legundi Vitex trifolia Verbenaceae

25 Lengkonai Selaginella plana Selaginellaceae

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010914

Page 5: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

Dua puluh lima jenis tumbuhan yang

diduga berpotensi sebagai tumbuhan

penghasil pestisida nabati, 19 jenis

diantaranya telah teridentifikasi dan 6 jenis

tumbuhan belum teridentifikasi (Tabel 1).

Dari 19 jenis tanaman yang telah

teridentifikasi tersebut merupakan jenis

tanaman yang tergolong famili

Menispermeaceae, Piperaceae, Leguminosae,

Rutaceae, Bombaceae, Euphorbiaceae,

Lauraceae, Moraceae, Arecaceae, Graminae,

Solanaceae, Zingiberaceae, Simarubaceae,

Dioscoreaceae, Selaginellaceae dan

Verbenaceae. Tumbuhan yang diketahui

mempunyai potensi besar untuk

dikembangkan sebagai pengendali serangga

hama adalah dari kelompok Meliaceae,

Rutaceae, Asteraceae, Anonaceae, Labiatae,

Aristolochiaceae, Malvaceae, Zingiberaceae,

dan Solanaceae [6]. Secara umum, tumbuhan

dari famili Zingiberaceae, Arecaceae,

Leguminosae

dan Rutaceae banyak ditemukan di lokasi

penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dari

25 jenis tumbuhan yang ditemukan

berpotensi dikembangkan sebagai penghasil

pestisida nabati.

Jumlah habitus tertinggi dari tanaman

yang berpotensi sebagai pestisida nabati

adalah dari kelompok habitus pohon dengan

jumlah total sebanyak 14 jenis, sedangkan

jumlah terendah adalah habitus herba dan

perdu, masing-masing sebanyak 2 jenis

(Tabel 2). Banyaknya habitus pohon yang

bermanfaat sebagai pestisida nabati

mempunyai potensi yang besar untuk

dikembangkan oleh masyarakat. Karena

disamping bisa dimanfaatkan sebagai obat,

tanaman tersebut juga berfungsi sebagai

penaung/pelindung dan kayunya bisa

ditebang sebagai kayu pertukangan,

penghasil serat dan pulp.

Tabel 2 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman

yang berpotensi sebagai pestisida

nabati berdasarkan habitus

No Habitus Jumlah jenis

1 Pohon 15

2 Semak 5

3 Perdu 3

4 Herba 3

Berdasarkan bagian yang dapat

digunakan untuk membasmi hama terdapat 7

bagian, yaitu daun, batang, kulit batang,

buah, kulit buah, umbi dan akar. Tabel 3

menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang

paling banyak digunakan sebagai racun

adalah daun, yaitu sebanyak 12 jenis dan

terendah adalah umbi dan akar, masing-

masing sebanyak 1 jenis. Tumbuhan

semambau, terong bulat hijau, pinang,

nangka, kapok, jeruk purut, cambai, puar

penangau, puar kilat, sitawar, legundi dan

lengkonai merupakan jenis tumbuhan yang

daunnya dimanfaatkan sebagai pengendali

hama. Kayu tegoh, kemiri, koso’a, medang

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 915

Page 6: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

keladi dan poka buang merupakan jenis

tumbuhan yang kulit batangnya

dimanfaatkan sebagai pengendali hama.

Adapun tumbuhan yang buahnya

dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu

nangka, sipei, jengkol, kemiri dan kepahiang.

Batang yang dimanfaatkan sebagai

pengendali hama yaitu brotowali, cambai dan

semambau. Kulit buah yang dimanfaatkan

sebagi pengendali hama yaitu kabau dan

durian. Adapun jenis tumbuhan yang bagian

umbi dan akarnya dimanfaatkan sebagai

pengendali hama yaitu masing-masing

gadung dan jejer.

Tabel 3 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman

yang berpotensi sebagai pestisida

nabati berdasarkan bagian yang

digunakan

Pada kenyataannya, 2 jenis tumbuhan

etnobotani hasil inventarisasi pada penelitian

ini sudah umum diketahui sifat dan

kemampuannya dalam mengendalikan hama

yaitu tubo umbi/gadung (Dioscorea sp.) dan

brotowali (Tinospora crispa). Gadung

merupakan salah satu jenis tanaman yang

cukup populer di masyarakat. Tanaman ini

tidak hanya dikenal sebagai penghasil

pestisida nabati tetapi bisa dimanfaatkan

sebagai kudapan dan obat. Gadung

menghasilkan umbi yang dapat dimakan,

namun mengandung racun yang dapat

mengakibatkan pusing dan muntah apabila

kurang benar pengolahannya [7]. Umbi

gadung biasa dimanfaatkan sebagai

pembasmi hama tanaman padi. Sementara itu

brotowali selama ini hanya lebih dikenal

sebagai tanaman obat. Masyarakat

menggunakan umbi gadung untuk mengobati

kusta, borok, kencing manis, penurun panas,

anti reumatik, pengencer dahak,

menghilangkan nyeri haid, dan racun

binatang, sedangkan getahnya digunakan

untuk mengobati gigitan ular serta sisa

pengolahan tepungnya digunakan sebagai

insektisida [8, 9]. Sifat racun umbi gadung

disebabkan oleh kandungan dioskorin, dan

rasanya yang menggigit disebabkan oleh

kandungan taninnya [10]. Adapun

berdasarkan manfaat jenis tumbuhan yang

ditemukan, terdapat 4 jenis kegunaan sebagai

agen pengendali hama yaitu sebagai racun

ikan, pengusir hama (seperti nyamuk,

penghisap padi, kutu, babi, wereng dan

kepinding), racun tikus dan pembunuh

nematoda sebagaimana yang tersaji pada

Tabel 4. Semua jenis tumbuhan yang

ditemukan terdapat beberapa jenis tumbuhan

yang mempunyai manfaat dalam

mengendalikan beberapa jenis hama, seperti

gadung, kemiri, nangka dan kepahiang.

Gadung dapat dimanfaatkan sebagai pengusir

ulat dan racun ikan. Kemiri bisa

No Bagian yang digunakan Jumlah jenis

1 Daun 12

2 Kulit batang 5

3 Buah 5

4

5

6

7

Batang

Kulit buah

Umbi

Akar

3

2

1

1

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010916

Page 7: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

dimanfaatkan buahnya sebagai racun babi,

sedangkan kulit batangnya digunakan untuk

mengusir nyamuk. Adapun buah nangka

digunakan untuk mengusir babi sedangkan

daunnya sebagai pembunuh nematoda. Buah

kepahiang yang dikenal pahit dapat

dimanfaatkan sebagai racun tikus dan racun

ikan.

Tabel 4 Rekapitulasi jumlah jenis

tanaman yang berpotensi sebagai

pestisida nabati berdasarkan kegunaannya

dalam mengendalikan hama

No Manfaat

tumbuhan

Jumlah

jenis

1 Pengusir hama 17

2 Racun ikan 5

3

4

Pengusir tikus

Pembunuh

nematoda

2

1

Tumbuhan yang digunakan sebagai

pengusir hama yaitu brotowali, cambia, kayu

tegoh, kemiri, koso’a, medang keladi,

nangka, pinang, sipei, puar penangau, kabau,

gadung, puar kilat, sitawar, legundi,

lengkonai dan durian. Adapun tumbuhan

yang digunakan sebagai racun ikan yaitu

kepahiang, semambau, jejer dan poka buang.

Sedangkan tanaman jengkol dan brotowali

biasa dimanfaatkan untuk mengusir tikus

yang menyerang tanaman padi. Nangka

merupakan satu-satunya jenis tanaman yang

dimanfaatkan sebagai pembunuh nematoda.

Masyarakat yang bermukim di sekitar

hutan sudah terbiasa memanfaatkan

tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan

hutan untuk mengendalikan hama. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa memang

tumbuhan tersebut cukup efektif dalam

mengendalikan hama sasaran dan tidak

mempunyai efek seperti timbulnya resistensi

hama, ledakan hama dan tidak mencemari

lingkungan.

Tumbuhan yang biasa dimanfaatkan

oleh masyarakat tersebut memang

mempunyai potensi yang cukup besar untuk

dikembangkan dalam skala luas dalam

pengendalian hama. Secara umum 25 jenis

tumbuhan tersebut bisa didapatkan dimana-

mana dalam keadaan berlimpah. Disamping

itu masyarakat bisa dengan mudah

membudidayakannya sehingga tidak harus

mengambil ke dalam kawasan hutan tetapi

cukup dengan menanam di sekitar

pekarangan rumah, masyarakat bisa dengan

mudah memanfaatkannya. Cara

pemanfaatannya juga relatif mudah, murah

dan praktis. Cara pemanfaatan bagian

tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida

nabati dengan cara yang berbeda-beda

tergantung bagian tumbuhan yang digunakan

dan jenis hama sasaran, yaitu dengan cara

mengekstrak bagian tumbuhan (daun, batang

atau bagian yang lainnya), membakar,

menumbuk/menghaluskan, serta merendam

buah kemudian meletakkannya di sekitar

tanaman yang diserang hama.

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 917

Page 8: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

B. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman

terhadap Serangga Hama S. litura

Terdapat 3 jenis tumbuhan hasil

inventarisasi yang digunakan sebagai bahan

ekstrak yang diujikan terhadap serangga

hama S. litura. Ketiga jenis tumbuhan

tersebut adalah sitawar, puar kilat dan

legundi. Tumbuhan tersebut tidak hanya bisa

didapatkan di sekitar kawasan hutan tetapi

bisa dibudidayakan dengan mudah oleh

masyarakat di sekitar rumah mereka.

Berdasarkan uji skala in vitro menunjukkan

bahwa ekstrak daun tiga jenis tanaman

tersebut memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hama S. litura, yaitu

mempunyai efek mematikan dan

menghambat perkembangan hama.

Ekstrak daun puar kilat, sitawar dan

legundi mengakibatkan mortalitas larva

umumnya pada hari pertama setelah

perlakuan dan tertinggi pada hari kedua

setelah perlakuan. Gejala kematian larva

untuk semua jenis perlakuan ekstrak adalah

diawali dengan lemasnya larva/tidak aktif

bergerak dan tidak makan kemudian lama

kelamaan larva mengalami kelumpuhan

hingga kematian. Tubuh larva yang mati

berwarna kehitaman dan lama kelamaan

lunak.

Ekstrak daun puar kilat memiliki efek

mematikan paling kuat dibandingkan dengan

ekstrak daun sitawar dan legundi

sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5.

Ekstrak daun puar kilat mempunyai aktivitas

insektisida kuat dengan persentase mortalitas

sebesar 98%. Ekstrak daun sitawar

mempunyai aktivitas insektisida sedang

dengan persentase mortalitas sebesar 46%,

sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai

aktivitas insektisida terendah yaitu agak

lemah dengan persentase mortalitas sebesar

32%.

Tabel 5 Rata-rata mortalitas larva S. litura

pada berbagai perlakuan jenis

ekstrak

No Jenis Ekstrak Persentase Mortalitas

(%)

1 Puar kilat 98 a

2 Sitawar 46 b

3 Legundi 32 b

4 Kontrol 8 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang

sama berarti tidak berbeda

nyata pada uji Duncan α = 5%

Tiga jenis ekstrak tanaman tidak hanya

memberikan efek mortalitas terhadap

serangga uji tetapi juga menghambat

perkembangannya. Ekstrak daun puar kilat

paling kuat dalam menghambat terbentuknya

pupa tetapi tidak mempengaruhi waktu yang

dibutuhkan untuk pembentukan larva

menjadi pupa (Tabel 6). Sedangkan ekstrak

daun legundi mempunyai efek yang kurang

kuat dibandingkan dengan dua jenis ekstrak

yang lainnya, dimana persentase

pembentukan pupa masih tinggi sebesar

68%.

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010918

Page 9: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

Seperti halnya terhadap pembentukan

pupa, ekstrak daun puar kilat juga

mempunyai pengaruh paling kuat dalam

menghambat pembentukan imago, dimana

dari 20% pupa yang berhasil terbentuk tidak

didapatkan imago sama sekali. Ekstrak daun

legundi juga mempunyai pengaruh paling

lemah dalam menghambat pembentukan

imago, dimana persentase pembentukan

imagonya sebesar 86,83%.

Tabel 6 Rata-rata persentase keberhasilan pembentukan pupa dan imago S. litura pada

berbagai perlakuan jenis ekstrak

No Jenis

Ekstrak

Pembentukan pupa Pembentukan Imago

Waktu Persentase pembentu-

kan (%)

Waktu Persentase pembentu-

kan (%)

1 Puar kilat 8 20 a * 0 a

2 Sitawar 12 55,57 ab 7 33,33 ab

3 Legundi 9 68 ab 11 86,83 bc

4 Kontrol 5 100 b 5 100 c

Keterangan : - Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji

Duncan α = 5%

- * = Tidak terbentuk imago

Berdasarkan uraian sebelumnya

menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat

mempunyai efek paling kuat dalam

menyebabkan mortalitas dan menghambat

perkembangan serangga S. litura. Sedangkan

ekstrak daun legundi menunjukkan efek

paling lemah dalam menyebabkan mortalitas

dan penghambat perkembangan serangga.

Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa

ekstrak daun puar kilat mengandung senyawa

kimia yang diduga memiliki efek

insektisidal. Sedangkan lemahnya efek

insektisidal pada perlakuan daun legundi

kemungkinan disebabkan kadar ekstraknya

sangat rendah sehingga kurang mematikan

atau karena tidak/sedikit mengandung

senyawa kimia yang bersifat insektisidal.

Ketiga jenis ekstrak tanaman tersebut

mempunyai potensi untuk dikembangkan

dalam skala luas sebagai pestisida nabati,

karena keberadaannya terdapat dimana-

mana, bisa ditemukan dalam jumlah banyak,

pengolahannya sangat mudah dan ekonomis,

serta pemanfaatannya untuk pengendalian

hama sangat efektif dan efisien (skala in

vitro). Pemanfaatan ekstrak tersebut dalam

pengendalian hama baik hama yang

menyerang tanaman pertanian, perkebunan

maupun kehutanan mempunyai prospek yang

cukup menjanjikan dan merupakan alternatif

pengendalian yang ramah lingkungan dan

salah satu komponen pendukung

pengendalian hama terpadu yang senantiasa

memperhatikan aspek ekologi.

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 919

Page 10: 87 Potensi Pemanfaatan Etnobotani Dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil inventarisasi dan

identifikasi tumbuhan yang terdapat di

sekitar dan dalam kawasan hutan primer di

Kabupaten Rejang Lebong, terdapat 25 jenis

tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida

nabati. Terdapat 3 jenis tumbuhan dari 25

jenis tumbuhan yang ditemukan, dilakukan

ekstraksi dan uji bioaktivitas, yaitu sitawar

(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.)

dan legundi (Vitex trifolia). Ekstrak daun

puar kilat mempunyai efek insektisidal paling

kuat sedangkan ekstrak daun legundi

mempunyai efek insektisidal paling lemah

dalam menyebabkan mortalitas dan

menghambat perkembangan hama

Spodoptera litura.

B. Saran

Perlu dilakukan pengujian secara in

vivo untuk mengetahui keefektifan dan

keefisienan pemanfaatan ekstrak daun puar

kilat dalam mengendalikan hama sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Whitten T., S.J. Damanik, J. Anwar, N.

Hisyam, 1997. The Ecology of

Sumatra. Periplus Editions (HK) Ltd.

Singapore.

Santoso, U. 2008. Keanekaragaman Hayati di

Provinsi Bengkulu.

www.uripsantoso.wordpress.com. 27

Juli 2010.

Asmaliyah dan S. Utami. 2006. Teknik

Pengendalian Hama pada Hutan

Tanaman. Laporan Hasil Penelitian

Balai Penelitian Kehutanan

Palembang. Badan Litbang

Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Abdurachman dan A. Saridan. 2008. Potensi

Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm.

Binn) di Hutan Alam Labanan,

Kabupaten Berau Kalimantan Timur.

Prosiding Seminar Bersama Hasil

Penelitian Balai Litbang Kehutanan

Kalimantan, Balai Litbang Hutan

Tanaman Indonesia Bagian Timur

dan Loka Litbang Satwa Primata.

Samarinda 12 April 2006.

Prijono, D. 1998. Insectisidal activity of

Meliaceous seed extracts against

Crocidolomia binotalis Zeller

(Lepidoptera : Pyralidae). Bul HPT

10 : 1-7.

Dadang. 1999. Insect Regulatory Activity and

Active Substances of Indonesian

Plants Particularly to the

Diamondback Moth. Dissertation.

Tokyo University of Agriculture.

Tokyo.

PROSEA. 2002. Plant Resources of South-

East Asia 12 : Medicinal and

Poisonous Plants 2. PROSEA. Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia II. Yayasan Sarana Warna

Jaya. Jakarta.

Patcharaporn, V., W. Ding, X. Cen, 2010.

Insecticidal Activity of Five Chinese

Medicinal Plants against Plutella

xylostella L. Larvae. Journal of Asia-

Pacific Entomology.

Santi, SR. 2010. Senyawa Aktif Antimakan

dari Umbi Gadung (Dioscorea

hispida Dennst).

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010920