63
A. JUDUL PENGARUH PELATIHAN RENANG GAYA CRAWL TERHADAP PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO 2 maks) DAN VOLUME PARU-PARU TERHADAP ANGGOTA CLUB JUNIOR RENANG GUNA TIRTA TABANAN B. IDENTITAS PENELITI a. Nama Peneliti : Komang Gede Cahya Dinata b. Nomor Induk Peneliti : 0816021012 c. Jurusan : Ilmu Keolahragaan d. Fakultas : Olahraga dan Kesehatan C. LATAR BELAKANG Setiap aktivitas pasti mempunyai tujuan, tidak terkecuali dengan pelatihan. Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, yakni untuk: 1) rekreasi (bersenang-senang), 2) pendidikan (membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama, dll), 3) kesehatan (pencegahan agar tidak sakit jantung, pengobatan sakit asma, rehabilitasi, dll.), 4) kesegaran jasmani (agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dengan tingkat efisiensi dan produktivitas tinggi, dll.) dan 5) prestasi (menjadi juara olahraga) (Nala, 1998 : 4). Olahraga prestasi merupakan olahraga yang lebih 1

91902776 Judul Komo PASTI

  • Upload
    ritonga

  • View
    26

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

A. JUDUL

PENGARUH PELATIHAN RENANG GAYA CRAWL TERHADAP

PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2 maks) DAN

VOLUME PARU-PARU TERHADAP ANGGOTA CLUB JUNIOR

RENANG GUNA TIRTA TABANAN

B. IDENTITAS PENELITI

a. Nama Peneliti : Komang Gede Cahya Dinata

b. Nomor Induk Peneliti : 0816021012

c. Jurusan : Ilmu Keolahragaan

d. Fakultas : Olahraga dan Kesehatan

C. LATAR BELAKANG

Setiap aktivitas pasti mempunyai tujuan, tidak terkecuali dengan pelatihan.

Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga dapat

dibagi atas kebutuhannya, yakni untuk: 1) rekreasi (bersenang-senang), 2)

pendidikan (membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama, dll), 3)

kesehatan (pencegahan agar tidak sakit jantung, pengobatan sakit asma,

rehabilitasi, dll.), 4) kesegaran jasmani (agar mampu melakukan pekerjaan

sehari-hari dengan tingkat efisiensi dan produktivitas tinggi, dll.) dan 5)

prestasi (menjadi juara olahraga) (Nala, 1998 : 4). Olahraga prestasi merupakan

olahraga yang lebih menekankan pada peningkatan prestasi seorang atlet pada

suatu kecabangan olahraga tertentu. Melalui olahraga prestasi ini dapat

dikembangkan potensi diri atau bakat dari atlet bersangkutan. Olahraga prestasi

juga berperan penting dalam pengembangan aspek kepribadian atlet seperti

tanggung jawab, kompetisi, disiplin, dan percaya diri.

Kebugaran jasmani merupakan salah satu indikator dalam menentukan

derajat kesehatan seseorang. Kebugaran jasmani yang baik akan berimplikasi

pada kekuatan, kecepatan, ketepatan, kelentukan, kelincahan, power, dan daya

tahan yang baik pula. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) dipakai sebagai

salah satu parameter derajat daya tahan seseorang. Volume oksigen maksimal

1

(VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan

tubuh seseorang. Di Indonesia, menurut data dari Sport Development Index

(SDI) pada tahun 2010, hanya sebesar 1.08% masyarakat yang memiliki tingkat

kebugaran jasmani yang baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk

kategori sedang, 43.30% tergolong kurang bugar, dan 37.40% tergolong kurang

sekali (Anonim, 2011: 1).

Volume paru-paru adalah jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan

keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat

(Evelyn C. Pearce, 2002). Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks)

adalah kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal

dalam perunit waktu tertentu dan secara absolut dinyatakan dalam liter

permenit (Junusul Hairy, 1989).

Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan

kesanggupan sistem jantung-paru dan pembuluh darah dalam mengambil

oksigen dan menyalurkannya keseluruh tubuh terutama jaringan yang aktif

sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Depkes RI, 2005).

Daya tahan jantung-paru yang terdiri dari kemampuan paru-paru, jantung dan

pembuluh darah dalam menyediakan oksigen bagi kelangsungan kerja otot,

merupakan salah satu unsur yang paling utama dalam menunjang kebugaran

jasmani seseorang.

Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan

komponen yang bersifat dinamis yang berubah-ubah sesuai dengan aktivitas

fisik yang dilakukan khususnya pelatihan fisik. Pelatihan fisik yang dilakukan

secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu

program dapat meningkatkan kemampuan fisik tertentu secara nyata (Astrand

& Rodhal, 1986, dalam Kanca, 2004: 50). Besarnya daya tahan jantung paru

dapat diukur dengan mengetahui volume paru-paru (vital capasity) serta

dengan menilai volume oksigen maksimal (VO2 maks) yang dapat digunakan

oleh tubuh.

2

Olahraga renang sangat berbeda dengan olahraga yang lain dan bergerak

di air berbeda dengan bergerak di darat. Gerak di darat pada umum biasanya

pada posisi tegak atau vertikal yang dipengaruhi oleh daya tarik bumi

sepenuhnya. Sedangkan gerak di air dalam posisi horisontal di bawah pengaruh

daya tarik bumi yang dikurangi daya tekan air ke atas. Pada umumnya anak-

anak lebih cepat terampil daripada orang dewasa bila belajar renang yang

diakibatkan oleh anank-anak menyukai belajar renang atau pengalaman baru

yang terdapat di dalam air. Sehingga dalam pelatihan renang yang akan peneliti

ambil memakai anak kecil sebagai sampel atau subjek penelitian.

Bertititk tolak dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk

melaksanakan penelitian dengan judul “ Pengaruh Pelatihan renang gaya

crawl terhadap Peningkatan Volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan

Volume paru-paru terhadap anggota club junior renang Guna Tirta

Tabanan”.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang hendak dikaji

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan

volume oksigen maksimal (VO2 maks)?

2. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan

volume paru-paru?

E. TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan umum

Untuk memperkenalkan serta memberikan pengetahuan tentang

pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume

oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.

3

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap

peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-

paru.

F. MANFAAT

Setelah penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi dalah bidang ilmu

pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang ilmu keolahragaan

pada khususnya yang dikaitkan dengan pengaruh pelatihan renang

gaya crawl terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2

maks) dan volume paru-paru.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan informasi bagi pembina, pelatih, guru olahraga, atlet

dan pelaku olahraga untuk dapat digunakan sebagai salah satu

acuan dalam meningkatkan kebugaran jasmani maupun prestasi

yang lebih menekankan pada peningkatan volume oksigen

maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.

b. Dapat digunakan sebagai pembanding dalam memberikan

pelatihan kondisi fisik untuk meningkatkan volume oksigen

maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.

c. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi peneliti untuk

kepentingan penelitian yang dilaksanakan.

G. Kajian Teori

1. Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang

dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (refetitif) dalam jangka waktu

(durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan

individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan

4

psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai

penampilan yang optimal (Nala, 1998: 1). Pelatihan adalah suatu proses yang

sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan

kian hari meningkatkan jumlah beban pelatihan atau pekerjaan, dan salah satu

yang paling penting dari pelatihan harus dilakukan secara berulang-ulang dan

meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan

otot yang diperlukan untuk pekerjaannya (Junusul Hairy, 1989:67). Pelatihan

adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang

dan kian hari jumlah beban pelatihannya kian bertambah, sehingga memberikan

rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan fisik dan mental secara menyeluruh (Kanca, 1990: 25).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan

adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam

jangka waktu (durasi) lama dan dengan jumlah pelatihan beban harian meningkat

yang bertujuan meningkatkan kemampuan fisik untuk mencapai penampilan yang

optimal.

Suatu pelatihan olahraga agar mencapai hasil yang maksimal, maka

diperlukan prinsip-prinsip pelatihan dimana nantinya dapat mendukung pelatihan

olahraga tersebut. Untuk berlatih dan melatih dengan baik, pemahaman tentang

pedoman umum pelatihan yang disebut dengan prinsip-prinsip dasar pelatihan

sangat penting untuk diperhatikan, selain itu pelatihan fisik juga sangat penting

diperhatikan dalam melatih.

2. Prinsip-prinsip Dasar Pelatihan

Prinsip pelatihan merupakan suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis,

dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati

dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 1998: 11). Menurut Kanca

(1990: 28) beberapa prinsip dasar program pelatihan fisik sebagai berikut:

a. Prinsip beban berlebih (the overload principle)

Prinsip beban berlebih pada dasarnya untuk mendapatkan efek

pelatihan yang baik, organ tubuh harus mendapatkan pembebanan melebihi

5

beban dari biasanya diterima dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Beban yang

diberikan bersifat individual dan pada dasarnya diberi beban mendekati beban

sub maksimal sampai beban maksimalnya.

Menurut Martens (dalam Sukadiyanto, 2005:17) tingkat penambahan

beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas dan

durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan menambah sesi

pelatihan. Untuk intensitas pelatihan dapat dengan cara meningkatkan

kualitas pembebanannya. Sedangkan durasi dengan cara menambah jam

pelatihan atau bila jam pelatihan tetap dapat dengan cara memperpendek

waktu recovery dan interval, sehingga kualitas pelatihan meningkat.

Agar prinsip beban berlebih ini efektif, sebaiknya menganut sistem

tangga (step-type approach) seperti nampak pada bagan di bawah ini

(Bompa,1999).

Gambar 1. Step Type Aproach

Sumber: (Bompa, 1999: 48)

Garis vertikal menunjukkan perubahan (penambahan) beban latihan dan

setiap garis horizontal adalah tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban

yang baru. Pada tahap ke-4 dan ke-8 beban diturunkan (ini disebut unloading

6

12

34

56

78

910

11

PRESTASI

phase), yang maksudnya ialah untuk memberikan kesempatan kepada tubuh

untuk melakukan regenerasi agar dapat mengumpulkan tenaga dan

memperbaiki sel-sel yang rusak akibat latihan.

Dalam pelatihan renang gaya crawl ini, prinsip pembebanan berlebih

dapat dilakukan dari meningkatkan durasi latihan secara bertahap serta set

dan intensitasnya.

b. Prinsip tahanan bertambah (the principle of progresive resistance)

Agar terjadi proses adaptasi terhadap tubuh, maka diperlukan prinsip

beban berlebih yang diikuti dengan prinsip tahanan bertambah. Sebab

keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Prinsip tahanan bertambah,

artinya dalam pelaksanaan pelatihan dilakukan dari yang mudah ke yang

sukar, sederhana ke kompleks serta dari beban yang ringan kemudian

ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dan makin lama beban

pelatihannya makin berat.

c. Prinsip pelatihan beraturan (the principle of arrangement of exercise)

Suatu pelatihan hendaknya diatur sedemikian rupa, dimulai dengan

melatih kelompok otot-otot yang besar, kemudian baru dilanjutkan dengan

melatih kelompok otot-otot yang kecil. Karena melatih otot yang besar lebih

mudah dalam pelaksanaannya. Tidak boleh melakukan latihan secara

berurutan kepada kelompok otot yang sama, berikan senggang waktu yang

cukup untuk periode pemulihan. Dalam penelitian ini penerapan pelatihan

beraturan dilakukkan secara sistematis yang dimulai dari pemanasan,

pelatihan inti dan diakhiri dengan pendinginan

d. Prinsip pelatihan spesifik (the principle of spesific)

Program pelatihan dalam beberapa hal hendaknya bersifat khusus, karena

setiap cabang olahraga memerlukan persiapan yang khusus dan khas dalam

penyusunan program pelatihan.

Menurut Sukadiyanto (2005: 18) hal yang perlu dipertimbangkan dalam

penerapan prinsip pelatihan spesifik, antara lain (a) spesifikasi kebutuhan

energi, (b) spesifikasi bentuk dan pelatihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan

7

kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasi pelatihan. Dalam

penerapan prinsip pelatihan spesifik dilakukan dengan pemberian pelatihan

renang gaya crawl untuk meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2

maks) dan volume paru-paru

e. Prinsip pulih asal (the principle of reversibility)

Hasil dari peningkatan kualitas fisik sebagai akibat dari pelatihan yang

diberikan yang bersifat reversibel yang berarti kualitas fisik yang diperoleh

melalui hasil latihan, akan menurun kembali jika tidak melakukan latihan

dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu kesinambungan latihan memiliki

peran yang sangat penting dalam prinsip-prinsip pelatihan. Dalam pelatihan

ini prinsip pulih asal yang dimaksud yaitu selang latihan dan istirahat yang

diberikan dari setiap sesi latihan yang dilakukan.

f. Prinsip Individu (The Principle of Individuality)

Pada dasarnya setiap individu memiliki fisik dan karakter yang berbeda

antara individu yang satu dengan individu yang lainya. Begitu juga dalam

merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda,

sehingga beban latihan setiap orang tidak bisa disamakan antara orang yang

satu dengan orang yang lainnya. Sukadiyanto (2005:14) menjelaskan, hal

yang harus diperhatikan dalam prinsip individualisasi adalah faktor

keturunan, kematangan, status gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat

kebugaran, pengaruh lingkungan, cedera, dan motivasi.

Dalam pelatihan ini prinsip individu yang dimaksudkan adalah setiap

individu yang memiliki karakter dan fisik yang berbeda nantinya dapat

beradaptasi terhadap pelatihan renang gaya crawl yang diberikan dan setiap

individu dapat mencapai hasil yang maksimal yang berbeda-beda pula

tergantung kemampuan masing-masing individu.

3. Sistematika Pelatihan

Suatu pelatihan akan memberikan dampak yang besar apabila pelatihan yang

diberikan mengikuti sistematika pelatihan. Hal ini ditunjukan untuk menghindari

cedera pada saat melaksanakan suatu pelatihan serta mampu memperoleh hasil

8

yang maksimal, maka pemberian pelatihan harus dilakukan secara sistematik,

kontinyu dan tepat. Jadi seorang pelatih maupun atlet harus memperhatikan

sistematika pelatihan. Menurut Kanca, (1990: 62) adapun sistematika yang

diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Pelatihan Pemanasan (Warming-up)

Pemanasan ialah suatu proses aktivitas jasmani baik secara aktif maupun

pasif untuk menyiapkan fisik dan mental atlet melakukan latihan atau

pertandingan dalam olahraga (Suharno, 1983: 68). Pemanasan (warming-up) amat

perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih (pra-pelatihan) maupun

sebelum bertanding (pra-pertandingan).

Menurut Nala (1998: 50) aktivitas dalam pemanasan secara garis besar

dapat dibagi menjadi tiga tahapan aktivitas yaitu:

1) Peregangan

Peregangan otot merupakan aktivitas yang pertama kali dilakukan dalam

periode pemanasan. Gerakan peregangan tidak boleh dilakukan secara tiba-

tiba atau meledak-ledak tetapi perlahan-lahan untuk menghindari cedera.

2) Kalisthenik (dinamis)

Gerakan kalistherik menggerakan sekelompok otot yang dilakukan secara

aktif berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah

pada otot yang bersangkutan.

3) Aktivitas Spesifik

Aktivitas spesifik dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan suhu otot

dan aliran darah pada otot yang bersangkutan, serta meningkatkan kesiapan

sistem saraf otot atau unit motoriknya dalam kegiatan olahraga

spesifikasinya.

b. Aktivitas formal (formal activity)

Aktivitas formal merupakan fase terakhir darigerakan pemanasan. Aktivitas

ini dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam

aktivitas olahraga bersangkutan seperti teknik dasar dari kecabangan olahraga

9

yang digeluti. Aktivitas fomal yang dilakukan pada penelitian ini adalah

melakukan gerakan renag gaya crawl.

c. Pelatihan Inti

Pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga

yang di latihkan. Bentuk pelatihan inti ini melakukan renang gaya crawl. Selama

penelitian berlangsung pembebanan ditingkatkan secara progressif melalui

intensitas, volume, dan frekuensi latihan yang diberikan selama proses penelitian

berlangsung.

d. Pelatihan Pendinginan (Cooling-Down)

Pendinginan atau cooling-down dilakukan setelah usai melakukan

pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Pelatihan pendinginan yang dimaksud adalah

melakukan pelatihan yang ringan sesudah masa berat. Dengan melakukan

pendinginan, derajat keasaman darah akan lebih cepat menurun, sehingga

kelelahan akibat stress pelatihan yang diakibatkan oleh peningkatan asam laktat

dalam darah akan cepat hilang.

Menurut Power dalam Nala (1998: 52) menyatakan lama pendinginan yang

ideal berkisar antara 10-30 menit yang tergantung cepatnya asam laktat diubah.

Lamanya pendinginan pada pelatihan ini adalah selama 10 menit.

4. Intensitas Pelatihan

Intensitas pelatihan meruakan ukuran yang menunjukan kualitas (mutu)

suatu rangsang atau pembebanan (Sukadiyanto, 2005:24). Intensitas pelatihan

adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seorang atlet menurut program yang

telah ditentukan. Astrad, Miller, dan Brooks (dalam Nala, 1998:45) mengatakan,

untuk mengetahui intensitas pelatihan sudah cukup atau belum yaitu dengan

menghitung denyut nadi pada waktu pelatihan.

Menurut Harsono (1988: 115) menyatakan bahwa banyak pelatih kita yang

telah gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada atletnya. Sebaliknya

banyak pula atlet kita yang tidak berani melakukan latihan melebihi ambang

rangsangnya.. Menurut teori Karvonen intensitas pelatihan dapat diukur dengan

10

berbagai cara dan yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut

jantung (heart rate) (Harsono, 1988: 115) teknik yang dipakai yaitu :

Keterangan:

THR = Training Heart Rate (denyut/menit)

(Denyut jantung pelatihan)

RHR = Resting Heart Rate (denyut/menit)

(Denyut jantung waktu istirahat)

MHR = Maximum Heart Rate (denyut/menit)

(Denyut jantung maksimal)

Nala (1992:38) menyatakan, apabila intensitas pelatihan diambil

berdasarkan denyut nadi maka, dapat diukur dengan menggunakan dalil sebagai

berikut:

a. Denyut Nadi Maksimal (DNM) : 220-Umur

b. Denyut Nadi Optimal (DNO) : (220- Umur) -10

c. Denyut Nadi Minimal : ¾ X (220-Umur)

Denyut nadi atau denyut jantung merupakan salah satu ukuran tentang

kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen. Oksigen ini diangkut oleh darah

dari paru ke otot akibat dari kekuatan otot jantung dalam memompa darah (Nala,

1998:45). Pekik Irianto (2002:56) menerangkan, teknik yang dipakai untuk

menghitung denyut nadi adalah dengan meraba atau memegang dengan tiga jari

(jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada arteri radialis atau pada arteri

coratid selama 15 detik.

Menurut Bompa dalam Nala (1998: 45) tingkat intensitas pelatihan dari

tingkat intensitas terendah sampai pada intensitas tertinggi dapat dilihat pada tabel

01.

11

THR = RHR + O,6 (MHR-RHR)

Tabel 01. Tingkat intensitas dari yang terendah sampai yang tertinggi

NO Kemampuan Maksimal Intensitas

1 30-50% Rendah

2 50-70% Intermedium

3 70-80% Medium

4 80-90% Submaksimal

5 90-100% Maksimal

6 100-105% Supermaksimal

Dalam penelitian ini intensitas yang digunakan adalah 75% - 85% dari

denyut nadi optimal pada tingka intensitas kombinasi antara intensitas medium

dengan sub maksimal, dengan pertimbangan subyek penelitian ini adalah anggota

club junior yang merupakan pemula dalam aktivitas olahraga dan bukan atlet.

Serta dengan intensitas tersebut tidak akan membahayakan bagi tubuh, karena

tergolong dalam intensitas latihan yang medium.

5. Frekuensi Pelatihan dan Lamanya Pelatihan

Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu

tertentu. Pada umumnya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah

frekuensi tersebut adalah satuan minggu (Sukadiyanto, 2005:29).

Menurut Nala (1998: 47), menetapkan frekuensi pelatihan amat tergantung

pada tipe olahraga dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan.

Lebih lanjut Fox (dalam Nala, 1998:47) menjelaskan, frekuensi pelatihan untuk

mengembangkan kemampuan anaerobik akan cukup efektif dengan pelatihan

selama 3 kali seminggu dengan durasi pelatihan selama 8-10 minggu. Untuk

meningkatkan kecepatan dan kekuatan otot cukup baik dilakukan 2-3 kali

seminggu. Sedangkan dalam meningkatkan komponen daya tahan kardiovaskuler

(physical fitness), maka frekuensi pelatihannya sebanyak 4-5 kali seminggu,

dengan selingan istirahat maksimal 48 jam.

12

Program pelatihan fisik baik aerobik maupun anaerobik dengan frekuensi 3

kali perminggu selama 4 minggu merupakan stressor fisik yang dapat

dikondisikan, sehingga tubuh beradaptasi dan sekaligus mampu memperbaiki dan

meningkatkan fungsi sistem tubuh (Kanca, 2004:148). Dalam penelitian ini

frekuensi pelatihan yang digunakan adalah 3 kali seminggu dan lamanya pelatihan

adalah selama 4 minggu atau 12 kali pelatihan di luar dari pelaksanaan tes awal

(pre – test) dan tes akhir (post – test ).

6. Pelatihan Renang Gaya Crawl

Renang gaya crawl popular pada awal abad ke-20setelah dikembangkan oleh

orang-orang yang tinggal di daerah Laut Selatan. Di Indonesia renang gaya crawl

sering disebut dengan istilah gaya babas (David Haller, 2007:22)

Dalam renang gaya crawl sumber penghasil power yang utama adalah

datangnya dari kayuhan lengan, yang secara bergantian melakukan recovery di

udara dan melakukan dorongan keseimbangn terhadap gerakan lengn dengan cara

melakukan gerakan ke bawh dan keatas (gerakan menendang) di dalam air

(Drs.Ermat Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67)

Adapun manfaat melakukan olahraga renang menurut sumber Anonim:2012 di

internet adalah:

a. Membentuk otot

Saat berenang, kita menggerakkan hampir keseluruhan otot-otot pada tubuh,

mulai dari kepala, leher, anggota gerak atas, dada, perut, punggung, pinggang,

anggota gerak bawah, dan telapak kaki. Saat bergerak di dalam air, tubuh

mengeluarkan energi lebih besar karena harus ‘melawan’ massa air yang

mampu menguatkan dan melenturkan otot-otot tubuh.

b. Meningkatkan kemampuan fungsi jantung dan paru-paru

Gerakan mendorong dan menendang air dengan anggota tubuh terutama

tangan dan kaki, dapat memacu aliran darah ke jantung, pembuluh darah, dan

13

paru-paru. Artinya, berenang dapat dikategorikan sebagai latihan aerobik

dalam air.

c. Menambah tinggi badan

Berenang secara baik dan benar akan membuat tubuh tumbuh lebih tinggi

(bagi yang masih dalam pertumbuhan tentunya).

d. Melatih pernafasan

Sangat dianjurkan bagi orang yg terkena penyakit asma untuk berenang karena

sistem crdiovaskular dan pernafasan dapat menjadi kuat. Penapasan kita

menjadi lebih sehat, lancar, dan bisa pernafasan menjadi lebih panjang.

e. Membakar kalori lebih banyak

Saat berenang, tubuh akan terasa lebih berat bergerak di dalam air. Otomatis

energi yang dibutuhkan pun menjadi lebih tinggi, sehingga dapat secara

efektif membakar sekitar 24% kalori tubuh.

f. Self safety

Dengan berenang kita tidak perlu khawatir apabila suatu saat mengalami hal-

hal yang tidak diinginkan khususnya yang berhubungan dengan air (jatuh ke

laut dll).

g. Menghilangkan stres.

Secara psikologis, berenang juga dapat membuat hati dan pikiran lebih relaks.

Gerakan berenang yang dilakukan dengan santai dan perlahan, mampu

meningkatkan hormon endorfin dalam otak. Suasana hati jadi sejuk, pikiran

lebih adem, badan pun bebas gerah.

Adapun Teknik dasar dalam renang gaya crawl menurut Drs.Ermat

Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67 adalah sebagai berikut:

14

1. Posisi tubuh

Pada gaya crawl adalah mengapung, merentang lurus (horisontal) dengan

posisi telungkup posisi tubuh sejajar dengan air. Posisi kepala agak lebih

tinggi dari pada kedua bahu guna menurunkan posisi pantat dan kedua

paha. Degan demikian kedua kaki turun dan dapat melalukan gerakannya

dibawah permukaan air. Posisi tubuh tersebut harus dilakukan dengan

rileks agar energi dapat dihemat. Sementara itu posisi tubh horizontal

sangat berguna untuk memperkecil tahanan air terhadap gerak kuncuran.

2. Gerak lengan

Kedua lengan secara bergantian meluncurkan tubuh didalam air, dari

mulai posisi lengan merentang lurus ke depan, posisi lengan bengkok

dibawah tubuh, posisi lengan lurus ke belakang dekat paha, dan posisi

lengan di udara (di atas permukaan air) untuk kembali ke posisi semula.

Daya gerak dari dorongan lengan harus selalu dapat mengkover gerakan

lengan yang sedang melakukan recovery di udara. Adapun rangkaian

gerakannya yaitu gerakan menarik tangan dimulai setelah semua tangan

masuk kedalam air, sampai lengan mencapai bidang vertical dibawah

tubuh. Sesudah itu dilanjutkan dengan gerakan dorongan, sampai lengan

lurus kebelakang dan tangan disamping paha kemudian dilanjutan dengan

gerakan mengangkat sikut dan tang dari air ke atas melewati kepala untuk

melakukan gerakan tahapan masuk.

3. Gerakan tungkai

Gerakan tungkai di mulai dari pangkal paha secara bergantian seumpama

gerakan pecut. Pertahankan kedua tungkai agar selalu lurus ketika

melakukan gerakan keatas pada melakukan gerakan kebawah

(menendang), paha lebih dulu bergerak diikuti oleh lutut yang lurus dan

permukaan kaki bagian bawah, seperti sebuah pecut. Gerakan memecut

olek tungkai bagian bawah merupakan tahap yang paling banyak

menghasilkan power bagi lncuran. Kaki dan ujung jari kaki tidak

15

menunjuk kebawah. Untuk dapat menendang secara efektif, sendi kaki

harus longgar, lurus, dan rileks.

4. Gerakan koordinasi

Gerakan koordinasi dalam gaya crawl diarahkan pada proporsi gerakan

tungkai lengan. Koordinasi dilakukan minimal dengan proporsi satu

pukulan, artinya satu kali gerakan tungkai dan satu kali gerakan lengan.

Makin bnyak gerakan tungkai dan makin sedikit gerakan lengan dengan

irama gerakan yang proporsional, maka akan makin baik luncurannya.

Namun demikian, pada umumnya koordinasi gaya crawl ini dilakukan

dengan tiga pukulan artinya tiga kali gerakan tungkai satu kali gerakan

lengan.

Dari uraian teknik renang gaya crawl diatas terdapt beberapa kunci

yang harus diperhatikan agar memperoleh renangan yang lebih baik yaitu

sebagai berikut:

a. Pertahankan agar tubuh selalu lurus horizontal dan rileks dengan

permukaan air.

b. Lakukan pengambilan dan pengeluaran udara untuk bernapas melalui

mulut dengan pola yang berirama.

c. Pertahankan agar sikut selalu tinggi pada saat melakukan recovery.

d. Awali gerakan menarik dan akhiri gerakan mendorong dengan posisi

lengan lurus, bengkokan sikut pada waktu tangan bergerak dibawah

badan.

e. Gunakan pangkal paha sebagai poros dalam melalukan gerakan

tungkai.

f. Gunakan paha, lutut, dan sendi kaki secara berurutan dalam melakukan

gerakan lecutan terhadap air. Pertahankan agar tungkai selalu lurus

dalam melakukan lecutan dari pangkal paha.

16

7. Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)

VO2 maks merupakan kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara

optimal dalam ukuran selang waktu tertentu, biasanya dalam satuan menit.

Ukuran VO2 maks menunjukan perbedaan terbesar antara oksigen yang dihisap

masuk ke dalam paru dan oksigen yang dihembuskan ke luar paru (Junusul Hairy,

1989: 186).

Dalam notasi ini, V adalah volume, O2 adalah oksigen dan titik diatas V

menunjukan kecepatan, sehingga VO2 mencerminkan volume oksigen per unit

waktu dan secara absolut dinyatakan dalam liter per menit. Sebagai contoh jika

nilai volume oksigen maksimalnya seseorang 3 liter/menit, artinya seorang

tersebut dapat mengkonsumsi oksigen secara maksimal 3 liter permenit. Sehingga

dalam pelatihan ini tinjauan terhadap VO2 Max yaitu besarnya volume oksigen

yang mampu di konsumsi per unit waktu tertentu. Volume oksigen maksimal

(VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan

tubuh seseorang. VO2 Max akan memberikan gambaran terhadap besarya

kemampuan motorik (motorik power) terhadap proses aerobik seseorang. Volume

oksigen maksimal (VO2 Max) sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan

seseorang yaitu terhadap pemakaian dan pengangkutan oksigen oleh otot. Volume

oksigen maksimal (VO2 Max) merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat

dikonsumsi selama aktivitas fisik sampai akhir terjadi kelelahan karena VO2 Max

dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2 Max dianggap

sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik (http://eprints.undip.ac.id).

Terdapat beberapa istilah yang berhubungan terhadap VO2 Max diantaranya

maximal oxygen consumption, maximal oxygen intake dan maximal aerobic power

mempunyai pengertian yang sama, yang menunjukan perbedaan terbesar antar

oksigen yang disap masuk kedalam paru-paru dan oksigen yang dihembuskan

keluar paru yang mana artinya sama dengan istilah volume oksigen maksimal.

Peningkatan volume oksigen maksimal sangat dipengaruhi oleh peningkatan

sistem kardiorespirasi serta kemampuan otot dalam menggunakan oksigen yang

dibawa dalam darah. Peningkatan ukuran jantung serta dataran difusi paru yang

diakibatkan oleh latihan dapat meningkatkan VO2 maks. Selain itu hypertrophy

17

pada otot yang disertai dengan peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria juga

akan meningkatkan jumlah volume oksigen maksimal.

Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi energi

yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adinosine Tri Posfat (ATP). Besarnya oksigen

yang dikonsumsi oleh jaringan bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi

tingkat konsumsi oksigen maksimal seperti jenis kelamin, umur, dan tingkat

aktivitas seseorang. Dalam keadaan istirahat, komsumsi oksigen maksimal sekitar

0.25 liter/menit, jumlah ini dapat meningkat sebanyak 10-20 kali apabila seorang

melakukan latihan daya tahan yang berat (Lamb dalam Ismaryati, 2008: 78).

Tingkat komsumsi oksigen yang dipengaruhi oleh berat badan, karena

oksigen yang dipergunakan oleh semua jaringan-jaringan tubuh maka orang

memiliki ukuran berat badan yang lebih besar, juga memiliki konsumsi oksigen

yang lebih besar dari pada orang yang lebih kecil, baik pada waktu istirahat

maupun pada waktu latihan. Karena itu ukuran tubuh merupakan dasar bagi

pengukuran nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks), dan biasanya

dinyatakan dalam milliliter oksigen per kilogram berat badan.

Menurut Junusul Hairy (1989: 188), faktor-faktor yang menentukan

volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah:

a. Jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik,

sehingga oksigen yang dihirup masuk ke paru-paru, selanjutnya sampai ke

darah.

b. Proses penyampaian oksigen ke jaringan oleh sel-sel darah merah harus

normal yaitu fungsi jantung, volume darah, jumlah sel-sel darah merah,

konsentrasi hemoglobin, dan pembuluh darah harus mampu mengalihkan

darah dari jaringan-jaringan yang tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang

membutuhkan oksigen yang lebih besar.

c. Jaringan-jaringan tubuh terutama otot, harus mempunyai kapasitas yang

normal dalam mempergunakan oksigen, ini berarti harus memiliki

metabolisme yang normal begitu juga terhadap fungsi mitokondria.

18

8. Volume Paru-Paru (Vital Capasity)

Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada

penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru

(Evelyn C. Pearce, 2002: 211). Volume paru dapat dibedakan menjadi:

a. Volume Tidal (VT), yaitu jumlah udara yang dihirup dan akan dikeluarka

setiap daur pernapasan.

b. Volume Cadangan Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dihirup

setelah inspirasi biasa.

c. Volume Cadangan Ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat

dihembuskan pada akhir ekspirasi biasa.

d. Volume Residu, yaitu jumlah udara yang tetap tinggal di dalam paru-paru pada

akhir ekspirasi maksimal.

Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal pada ekspirasi yang kuat,

setelah inspirasi maksimal (Jusnul Hairy, 1989: 123). Ukuran tubuh proporsional

terhadap kapasitas vital paru-paru, kelompok atlet umumnya lebih tinggi dan lebih

besar daripada non atlet. Volume dan kapasitas vital paru-paru tidak hanya

dipengaruhi oleh ukuran dan pengembangan tubuh, tetapi juga oleh posisi tubuh.

Apabila seseorang dalam keadaan berbaring, sebagian besar volume akan

menurun. Hal ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, organ-organ yang ada

didalam rongga perut, cenderung mendorong diafragma dan sebagai akibatnya

mempengaruhi gravitasi pada posisi terlentang dan yang kedua karena terjadi

peningkatan volume darah pulmoner sebagai hasil dari perubahan tekanan

hemodinamik ( Jusnul Hairy, 1989: 126).

Kapasitas vital paru-paru dipengaruhi oleh posisi tubuh, kekuatan otot-otot

pernafasan, kemampuan paru, dan rongga dada untuk berkembang ( Jusnul Hairy,

1989: 126).

9. Sistem Energi Pelatihan Renang Gaya Crawl

Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama

berlatih dan bertanding (Bompa, 1999: 19). Adenosine Triphosphate (ATP)

merupakan bentuk energi siap pakai yang terdapat di dalam otot. ATP terdiri dari

19

satu rangkaian komponen adenosin dan tiga kelompok fosfat. Energi dibutuhkan

untuk kontraksi otot, dimana ATP akan dipecah menjadi adenosine diphosphat

(ADP) dan phosphat inorganic (Pi). Pada reaksi pemecahan ATP ini juga

dihasilkan energi yang merupakan sumber energi kontraksi otot. Pemecahan 1

molekul ATP akan melepaskan energi antara 7-12 kalori. Reaksi pemecahan ATP

terlihat sebagai berikut (Jusunul Hairy, 1989: 71):

ATP ADP + Pi + Energi.

Ketersedian ATP di dalam otot sangat terbatas, jumlah total ATP yang

terdapat di dalam tubuh setiap saat sekitar 3 ons. Jumlah ini hanya dapat

menyediakan energi untuk melakukan suatu latihan maksimal beberapa detik saja

(Jusunul Hairy, 1989: 73). Oleh karena itu pegisian kembali ATP di dalam otot

sangat penting dilakukan untuk menunjang aktivitas kontraksi otot.

Secara umum resintesis ATP dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu tanpa

melibatkan oksigen (metabolisme anaerob) dan dengan melibatkan oksigen

(metabolisme aerob).

a. Sistem Anaerob

Metabolisme anaerob merupakan rangkaian reaksi kimia pembentukan

energi tanpa melibatkan oksigen. Sumber energi untuk metabolisme anaerob

berasal dari pemecahan phospocreatine (sistem ATP-PC) dan pemecahan glukosa

(glikolisis)

1) Sistem ATP-PC

Creatin phospat (CP) atau phospocreatin yang tersimpan dalam sel

otot, selanjutnya dipecah menjadi creatin dan phospat. Proses ini

menghasilkan energi yang dipakai untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP

dan selanjutnya diubah sekali lagi menjadi ADP + P yang menyebabkan

terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Sistem ini

berlangsung selama 8 – 10 detik (Bompa, 1999: 21). Rangkaian pemecahan

phospocreatin (PC) dan pembentukan ATP tampak seperti bagan berikut

(Foss & Keteyian, 1998: 20):

20

PC Pi + C + Energi

Energi + ADP + Pi ATP

2) Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat

Sistem ini dilakukan dengan memecah glikogen yang disimpan

dalam sel otot dan hati, dibanding dengan PC, sistem ini melepaskan energi

untuk mensintesis ATP ke ADP + P. Sistem ini dapat berlangsung selama

40 detik. Dengan tidak adanya oksigen selama pemecahan glikogen secara

bersamaan terbentuk asam laktat dapat menyebabkan terjadinya kelelahan

(Bompa, 1999: 21).

Asam laktat ini tidak boleh dianggap sebagai limbah metabolisme,

sebaliknya asam laktat merupakan sumber energi kimia yang bermanfaat

dan tetap disimpan di dalam tubuh selama latihan berat. Apabila persediaan

oksigen sudah mencukupi kembali, seperti pada saat pulih asal (recovery)

atau pada saat intensitas latihan dikurangi, hidrogen terikat ke asam laktat

dan diangkut oleh dan akhirnya dioksidasi. Akibatnya, asam laktat

telah siap untuk dikonversi kembali menjadi asam piruvat dan dipergunakan

sebagai sumber energi. Selanjutnya, energi potensial dalam asam laktat dan

asam piruvat yang dibentuk di dalam otot selama latihan dapat disimpan dan

kerangka karbon dari molekul-molekul ini dipergunakan untuk sintesis

glukosa, dan proses ini disebut proses glukoneogenesis yang terjadi dalam

Daur Cori. Daur ini tidak hanya sebagai alat untuk mengangkut asam laktat

saja, tetapi juga memperbesar glukosa darah dan glukosa otot (Junusul

Hairy, 1989: 78).

b. Sistem Aerob

Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai

memproduksi energi dalam mensintesis ATP dari ADP + P. Denyut jantung dan

nafas harus ditingkatan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang

dibutuhkan sel otot, sehingga glikogen dapat dipecah melalui hadirnya oksigen.

Walaupun glikogen merupakan sumber energi yang di pakai meresintesis ATP

pada kedua sistem (sistem asam laktat dan aerobik), tetapai dengan sistem

21

aerobik akan memecah glikogen berdasarkan hadirnya oksigen dan sekaligus

menghasilkan sedikit bahkan tidak sama sekali asam laktatnya, hal ini

memungkinkan seseorang dapat meneruskan pelatihan yang lebih lama. Sistem

aerobik merupakan sumber energi utama untuk aktivitas olahraga yang berjangka

waktu 2 menit sampai 2 – 3 jam. Kerja lama yang lebih dari 2 – 3 jam, akan

mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk menggantikan cadangan ATP

selama cadangan glikogen telah mendekati habis (Bompa, 1999: 22).

Dalam pelatihan ini subyek melakukan gerakan-gerakan renang gaya crawl

secara cepat dan teratur serta kemampuan dalam mengatur pengambilan nafas.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 repetisi pelatihan adalah 1,5

sampai 2 menit per 50 meter. Prinsif dasar daya tahan dan kecepatan adalah

mengubah kordinasi gerakan lengan, kaki, ketepatan pengambilan napas dan

kestabilan fisik saat renang. Untuk melakukan gerakan secepat diperlukan sistem

gerak yang mendukung gerakan tersebut diantaranya otot-otot pada tungkai. Otot

yang terlibat sebagian besar adalah otot tungkai, otot lengan dan otot perut

disamping otot-otot yang lain juga memiliki peranan. Otot-otot tubuh merupakan

alat, energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan mekanik

(Hairy, 1989: 15). Dalam hubungan ini jumlah pekerjaan mekanik yang

dilakukan itu menentukan berapa jumlah energi yang harus diubah dari yang

tersimpan secara kimiawi untuk melakukan kontraksi. Dari penjelasan sistem

pembentukan energi tersebut dan berdasarkan jenis pelatihannya yang akan

dilakukan maka pelatihan renang gaya crawl lebih banyak menggunakan sistem

energi aerobik.

10. Perkembangan Fisik Anak Sekolah Dasar (SD)

Perkembangan adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau

kemampuan kerja organ-organ tubuh kearah keadaan yang makin terorganisasi

dan terspesialisasi ( Iwan Swadesi, 2009: 10). Makin terorganisasi artinya adalah

bahwa organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai kemauan. Makin

terspesialisasi artinya bahwa organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai

dengan fungsinya masing-masing (Iwan Swadesi, 2009: 10). Masa SD dikenal

22

juga sebagai masa fisik anak besar. Anak besar adalah anak yang berusia antara 6

sampai denan 10 atau 12 tahun. Pada masa anak besar terjadi kecendrungan

perbedaan dalam hal kepesatan dan pola pertumbuhan yang berkaitan dengan

proporsi ukuran bagian-bagian tubuh. Pada masa anak besar pertumbuhan fisik

anak laki-laki dan perempuan sudah mulai menunjukan kecendrungan semakin

jelas tampak adanya perbedaan. (Dr. sugianto dkk: 1998: 113).

Menurut Dr. sugianto dkk (1998: 140) pertumbuhan fisik pada masa anaa

besar relatf lambat dan konstan apabila dibandingkan dengan pada masa bayi dan

juga pada masa adolesensi. Ukuran dan proporsi bagian-bagian tubuh anak besar

mengalami perubahan dibandingkan pada masa anak kecil. Secara proporsional

kaki dan tangan tubuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan togok. Mulai umur

11 tahun pada anak perempuan presentase panjang kaki disbanding panjang togok

mulai menurun, atau bearti secara proporsional pertumbuhan panjang togok mulai

lebih cepat dibandng pertumbuhan panjang kaki.sedangkan pada anak laki-laki hal

ini baru mulai terjadi pada umur lebih kuran 14 tahun. Dengan gambaran keadaan

seperti tersebut diatas berarti pada akhir masa anak besar perbandingan proporsi

ukuran bagian-bagian tubuh anak laki-laki dengan ana perempuan mulai tampak

perbedaannya.

Masa anak besar merupakan waktu yang tepat untuk mengikuti berbagai

macam kegiatan olahraga. Karena pada masa anak besar pertumbuhan fisik dan

kemampuan fisik semakin meningkat. Beberapa macam kemampuan fisik yang

cukup nyata perkembangannya pada anak besar adalah kekuatan, fleksibilitas,

keseimbangan, dan koordinasi.(Dr. Sugianto dkk,1998:145)

Berdasarkan penjelasan diatas, untuk meningkatkan kondisi fisik secara

optimal melalui pelatihan fisik secara optimal melalui pelatihan fisik sangat tepat

diberikan pada masa anak besar atau masa pertubuhan saat anak tersebut duduk

dibangku Sekolah Dasar (SD). Salah satu pelatihan yang akan diberikan untuk

meningkatkan kondisi fisik anak SD adalah pelatihan renang gaya crawl.

23

11. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh pelatihan renang gaya crawl

terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-

paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.

b. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anggota club junior renang Guna

Tirta Tabanana.

c. Pengukuran volume oksigen maksimal (VO2 maks) didasarkan pada hasil tes

Multilevel Fitnes Test (MFT)

d. Pengukuran volume paru-paru didasarkan pada hasil tes menggunakan

spirometer.

H. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 02. Kerangka Berfikir

24

Subyek Penelitian

Prinsip-prinsip dasar dan Sistematika Pelatihan

Intensitas, Frekuensi, Lamanya Pelatihan

Proses Pelatihan

Luaran

Peningkatan Volume Paru-paru

Luaran

Peningkatan VO2 maks

Pelatihan Renang Gaya Crawl

Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan: Dalam penelitian ini yang

digunakan sebagai subjek penelitian anggota club junior renang Guna Tirta

Tabanana. dengan umur berkisar antara 10-12 tahun. Subyek penelitian diberikan

pelatihan renang gaya crawl untuk kelompok perlakuan, sedangkan kelompok

kontrol tidak diberikan pelatihan. Untuk menghindari terjadinya cedera pada saat

melaksanakan suatu pelatihan serta mampu menghasilkan manfaat yang

maksimal, maka pelatihan tersebut harus dilakukan sesuai dengan sistematika

pelatihan. Adapun sistematika pelatihan tersebut yaitu: pelatihan pemanasan

(peregangan, kalisthenik, aktivitas spesifik), aktivitas formal, pelatihan inti, dan

pelatihan pendinginan. Dalam pemberian pelatihan renang gaya crawl harus

memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan, adapun prinsip pelatihan tersebut yaitu:

prinsip beban berlebih, prinsip tahanan bertambah, prinsip pelatihan

beraturan,prinsip pelatihan spesifik, prinsip individu, dan prinsip pulih asal.

Agar pelatihan dapat memberikan hasil yang lebih baik, dalam pemberian

pelatihan tersebut hendaknya memperhatihan intensitas, frekuensi serta lamanya

pelatihan. Lamanya pelatihan yang diberikan yaitu selama empat minggu atau dua

belas kali pertemuan, yang tiap minggunya menggunakan frekuensi pelatihan tiga

kali seminggu yaitu selasa, kamis, sabtu pada sore hari pukul 15.30 sampai 17.30

dan terjadi peningkatan secara progresif dengan intensitas 75%-85% denyut nadi

optimal dan penurunan set pada akhir pelatihan agar pelatihan tersebut mendapat

hasil yang efektif yang sesuai dengan sistem yang disebut the step type approach

atau sistem tangga. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan,

intensitas, frekuensi, lamanya pelatihan serta sistematika pelatihan yang benar

maka pelatihan renang gaya crawl dapat meningkatkan fungsi faal tubuh.

Pelatihan renang gaya crawl merupakan salah satu jenis pelatihan yang

dapat meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.

Dalam pelatihan renang gaya crawl ini subjek penelitian akan dituntut melakukan

gerakan tangan, badan dan kaki serta pengaturan pola pengambilan nafas secara

bersamaan dan melakukannya berulang-ulang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, pelatihan renang gaya crawl dapat

meningkatkan meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume

paru-paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana dengan

25

mengikuti prinsip-prinsip pelatihan dengan baik, memperhatikan intensitas,

frekuensi, lamanya latihan dan sistematika pelatihan yang sesuai dengan program

pelatihan.

I. Hipotesis

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, maka jawaban

sementara yang hendak dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume

oksigen maksimal (VO2 maks) pada anggota club junior renang Guna Tirta

Tabanana..

2. Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume paru-

paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.

J. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dimaksudkan untuk

mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subyek

penelitian. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu

(quasi experimental), dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen

yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol

dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Kanca, 2006: 79).

2. Rancangan Penelitian

Kanca (2006: 42) mendefinisikan rancangan penelitian sebagai rencana

tentang bagaimana cara mengumpulkan, menyajikan, dan menganalisis data untuk

memberi arti terhadap data tersebut secara efektif dan efisien. Dalam menentukan

suatu rancangan penelitian harus memperhatikan kegunaan dari rancangan

26

penelitian tersebut agar dapat menguji kebenaran hipotesis penelitian serta sedapat

mungkin mengontrol atau mengendalikan varians.

Melihat dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini

rancangan penelitian yang akan digunakan adalah “The Non-Randomized Control

Group Pretest Posttest Design” (Kanca, 2006: 81). Rancangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

X1

K1 T2

S T1 OP

X0

K0 T2

Keterangan:

S : Subyek penelitian

T 1 : Tes awal (pre-test)

OP : Ordinal pairing

K1 : Kelompok perlakuan

K 0 : Kelompok kontrol

X1 : Perlakuan senam aerobik Low impact

X0 : Perlakuan Konvensional (kontrol)

T2 : Test - akhir (post test)

Berdasarkan rancangan penelitian di atas, maka penelitian yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut: subyek penelitian diberikan tes awal atau pre-

test (T1) yaitu berupa tes Multistage Fitness Test untuk mengukur VO2 maks dan

tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru. Berdasarkan hasil tes awal

subyek penelitian dikelompokan ke dalam dua kelompok penelitian melalui

metode ordinal pairing. Kelompok perlakuan (K1) diberikan pelatihan renang

gaya crawl selama empat minggu atau dua belas kali pelatihan dan belum

27

termasuk pre-test dan post-test. Sedangkan kelompok control (K0) tidak diberikan

pelatihan khusus, hanya diberikan pelatihan secara konvensional yang sering

dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Setelah program pelatihan berakhir

diadakan tes akhir atau post-test (T2) dengan tes Multistage Fitness Test untuk

mengukur VO2 max dan tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru,

setelah subyek penelitian melakukan program latihan yang diberikan. Sehingga

peneliti bisa mendapatkan data sebagai bahan untuk menyimpulkan seberapa jauh

pengaruhnya program latihan yang telah dilaksanakan selama penelitian.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah keseluruhan varian yang menjadi bahan penelitian.

Dalam penelitian ini jumlah subyek penelitian yang dipergunakan sebanyak 30

orang yang diambil dari anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana..

Berdasarkan hasil tes awal subyek yang berjumlah 30 orang akan dibagi

menjadi 2 kelompok secara acak, hal ini bertujuan untuk menjaga homogennya

atau kesamaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pembagian kelompok

tersebut adalah:

Kelompok 1 : kelompok perlakuan dengan pelatihan renang gaya crawl

(X1) = 15 orang

Kelompok 2: kelompok kontrol atau aktivitas olahraga tanpa program

(X0) = 15 orang.

Tabel 02. Teknik Pembagian kelompok secara ordinal pairing dari hasil tes awal

Rangking berdasarkan tes awal (pre-test)

Kelompok 1 Kelompok 2

1 2

4 3

5 6

28

8 7

9 10

Dst Dst

Cara ini dimaksudkan agar kedua kelompok tersebut mempunyai

kemampuan mendekati sama tau hampir sama baik itu kelompok perlakuan

maupun kelompok kontrol.

4. Variabel Penelitian

Variabel adalah semua ciri atau faktor yang dapat menunjukkan variasi atau

segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan penelitian (Kanca, 2006: 32).

Variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Variabel bebas : pelatihan renang gaya crawl

b. Variabel terikat : volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume

paru-paru

c. Variabel moderator : Umur, jenis kelamin, sehat jasmani dan rohani.

5. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan pengertian yang jelas dan menghindari kesalahan

penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini, maka akan

dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian yang dilakukan.

Istilah-istilah tersebut diantaranya:

a) Pengaruh

Pengaruh adalah suatu perubahan yang terjadi dari keadaan semula

sebagai akibat dari pelatihan (Kanca, 1990: 22). Dalam penelitian ini yang

dimaksudkan adalah pengaruh dari pelatihan renang gaya crawl terhadap

volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan peningkatan volume paru-paru.

29

b) Pelatihan Renang Gaya Crawl

Renang gaya crawl adalah gaya yang paling cepat dan paling mudah

dipelajari dan yang sering disebut dengan renang gaya bebas. Pelatihan renang

gaya crawl ya hars diingat ialah tubuh harus berada pada posisi datar di atas

air dengan bahu agak kebelakang, sedangkan kaki hanya beberapa inci

dibawah permukaan air kolam. Hal yang utama adalah mempertahankan

wajah agar tetap berada di atas permukaan air dengan mata terus menghadap

ke depan dan kebawah, kecuali pada saat bernapas. Kita bernaps ke sisi,

sementara kepala kita segaris dengan permuaan air. (Davit Haller, 2007: 22).

c) Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks )

Volume oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan kemampuan tubuh

untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal dalam perunit waktu tertentu

dan secara absolut dinyatakan dalam liter permenit. Dalam penelitian ini nilai

volume oksigen maksimal (VO2 maks) akan diukur menggunakan Multistage

Fitness Test (MFT) atau lari multi tahap.

d) Volume Paru-paru

Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada

penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru

(Evelyn C. Pearce, 2002: 211).

e) Umur

Umur adalah lamanya orang hidup yang dimulai dari dilahirkan

sampai saat meninggal. Dalam penelitian ini kisaran umur yang digunakan

yaitu 10-12 tahun.

f) Kebugaran jasmani

Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk beraktiftas

dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebih setelah

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Keadaan ini diketahui melalui wawancara

dan pengamatan langsung terhadap subyek penelitian.

30

6. Instrumen dan Fasilitas Penelitian

a. Instrumen Penelitian

Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

mempergunakan spirometer untuk mengukur volume paru-paru.

Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) diukur dengan

menggunakan Multistage Fitness Test (MFT) yang memiliki tingkat

reliabilitas 0,98 dan nilai validitas 0,77 (Luc Leger dalam Muchsin

Doewes & M.Furgon 1999:1). Petugas yang mencatat adalah mahasiswa

yang telah lulus mata kuliah Tes dan Pengukuran Kebugaran Jasmani.

b. Fasilitas Penelitian

Fasilitas yang dipergunakan adalah kolam renang Guna Tirta Tabanan, dan

lapangan datar atau Gor Debes Tabanan untuk mengadakan tes. Sedangkan

untuk alat-alat penelitian yang dipergunakan adalah:

1) Halaman, lapangan atau permukaan datar dan tidak licin.

2) Mesin pemutar kaset (tape recorder atau dvd)

3) Kaset audio

4) Meteran

5) Stopwatch

6) Kabel rol

7) Buku dan pulpen

8) Kamera

9) Lak ban

10) Tali

11) Spirometer

7. Prosedur Kerja

Dalam penelitian ini terdapat beberapa langkah kerja yang dilakukan,

langkah-langkah tersebut adalah.

a. Konsultasi judul penelitian dengan pembimbing akademik.

31

b. Mengajukan judul penerlitian kepada ketua jurusan setelah mendapat

persetujuan dari pembimbing akademik.

c. Penetapan dosen pembimbing setelah mendapat persetujuan dari Ketua

Jurusan Ilmu Keolahragaan dan Dekan Fakultas Olahraga dan Kesehatan.

d. Menyusun proposal penelitian dan melakukan konsultasi dengan pembimbing

untuk dikoreksi dan melakukan perbaikan untuk selanjutnya disetujui

melakukan seminar proposal.

e. Seminar proposal penelitian di Jurusan Ilmu Keolahragaan.

f. Perbaikan proposal penelitian yang telah diseminarkan pada Jurusan Ilmu

Keolahragaan.

g. Mempersiapkan subyek penelitian, fasilitas dan alat-alat yang di perlukan

dalam penelitian

h. Mengurus izin penelitian.

i. Mempersiapkan subyek yang akan melakukan tes awal.

j. Melaksanakan tes awal pada subyek dengan Multistage Fitness Test (MFT)

dan spirometer untuk menentukan kelompok kontrol dan perlakuan.

k. Memberikan perlakuan pada subyek penelitian selama 12 kali pelatihan yaitu

selama 4 minggu dengan renang gaya crawl.

l. Melaksanakan tes akhir pada kedua kelompok

m. Menganalisis data yang telah terkumpul

n. Menyususn laporan penelitian

o. Ujian skripsi

p. Revisi skripsi

q. Mengumpulkan skripsi pada Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

8. Program Pelatihan

Lamanya pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah 4 minggu

atau 12 kali pelatihan, dengan frekensi pelatihan tiga kali seminggu.Waktu

pelaksanaan pelatihan adalah selasa, kamis dan sabtu pada sore hari yaitu pukul

15.30 wita sampai 17.30 wita. Tempat pelatihan adalah Kolam Renang Guna

Tirta. Setiap pelatihan harus mencapai daerah pelatihan (training zone),yaitu 70-

85% dari denyut nadi optimal. Subyek yang digunakan adalah anak-anak SD

32

yang tergabung dalam club Guna Tirta dan bukan atlet karena itu denyut nadi

yang digunakan adalah denyut nadi optimal, untuk menentukan denyut nadi

optimal, dituliskan sebagai berikut:

(Nala, 1992: 38)

Adapun intensitas program pelatihan tersebut adalah:

1. Hari I, II, III, IV : 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 75% DNO

2. Hari V, VI, VII, VIII : 1 repetisi x 6 set, intensitasnya 80% DNO

3. Hari XI, X, XI : 1 repetisi x 8 set, intensitasnya 85% DNO

4. Hari XII : 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 80% DNO

Hal tersebut dibuat berdasarkan prinsip-prinsip dasar pelatihan, dengan

menggunakan sistem unloading fase fase dimana pada akhir pelatihan terdapat

penurunan intensitas pelatihan. Pelatihan renang gaya crawl dilakukan 1-4 set

dengan waktu istirahat 3-5 menit.

Tabel 03. Deskripsi program pelatihan senam aerobik low impact yang dilaksanakan sebanyak 12 kali pelatihan antara lain sebagai berikut:

Pelatihan

Ke-

Uraian Kegiatan Pelatihan

Waktu

Pelaksanaan Repetisi Set

Intensitas

Pelatihan

Waktu istirahat

I, II, III, IV

1) Pendahuluana. Doa dan

pengarahan

b. Pemanasan

2) Inti Pelatihan

Renang gaya crawl

10 menit

10 menit

35 menit 1 4 75% DNO 3 menit

33

Denyut nadi optimal: (220 – Umur) - 10

Pelatihan

Ke-

Uraian Kegiatan Pelatihan

Waktu

Pelaksanaan Repetisi Set

Intensitas

Pelatihan

Waktu istirahat

3) Penutupa. Pendinginan

b. Pengarahan

dan doa

10 menit

10 menit

V, VI, VII, VIII

1) Pendahuluan

a. Doa dan pengarahan

b. Pemanasan

2) Inti Pelatihan Renang gaya crawl

3) Penutupa . Pendinginan

b . Pengarahan dan doa

10 menit

10 menit

50 menit

10 menit

10 menit

1 6 80% DNO 3 menit

IX, X, XI 1) Pendahuluana. Doa dan

pengarahan

b. Pemanasan

2) Inti Pelatihan Renang gaya crawl

10 menit

10 menit

70 menit

1 8 85%

DNO

3 menit

34

Pelatihan

Ke-

Uraian Kegiatan Pelatihan

Waktu

Pelaksanaan Repetisi Set

Intensitas

Pelatihan

Waktu istirahat

3) Penutupa . Pendinginan

b . Pengarahan dan doa

10 menit

10 menit

XII 1) Pendahuluana. Do

a dan pengarahan

b. Pemanasan

2) Inti Pelatihan

Renang gaya crawl

3) Penutup

a. Pendinginan

b. Pengarahan dan doa

10 menit

10 menit

50 menit

10 menit

10 menit

1 6 80% DNO 3 menit

9. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah hal yang paling penting dalam penelitian untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan. Data penelitian ini diperoleh dari hasil

pengukuran variabel terikat yaitu volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan

volume paru-paru. Data-data tersebut merupakan data yang didapat dari tes awal

(pre-test) dan tes akhir (post-test). Pada masing-masing kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol. Pelaksanaan tes akhir dilaksanakan setelah kelompok

35

perlakuan diberikan pelatihan renang gaya crawl selama 12 kali pelatihan dengan

menggunakan tes sama seperti di atas. Selanjutnya dianalisis berdasarkan hasil

pengukuran dari masing-masing kelompok.

a. Tahap Persiapan

1. Memberikan pengarahan secara umum kepada para petugas peneliti

kepada tugasnya masing-masing.

2. Mengecek alat-alat dan fasilitas lainya yang akan dipakai.

3. Mengumpulkan seluruh anggota club junior yang dijadikan subyek

penelitian.

4. Memberikan penjelasan kepada subyek penelitian tentang pelaksanaan

penelitian yang dilakukan.

5. Sebelum melakukan pengukuran dalam penelitian, subyek penelitian

diberikan peregangan dan pemanasan yang cukup dalam mempersiapkan

otot-otot tubuh untuk melakukan tes.

6. Setelah melakukan tes subyek penelitian melakukan pendinginan

b. Tahap Pelaksanaan

1) Tes Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)

Pelaksanaan tes volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah

dengan menggunakan Multistage Fitness Test (MFT), tahap

pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a) Multistage Fitness Test (MFT) dilakukan dengan menempuh jarak 20

meter dengan lebar lintasannya 1-1,5 meter, untuk setiap subyek

penelitian dengan lari bolak-balik dimulai dengan lari pelan-pelan,

secara bertahap makin lama makin cepat, sampai subyek penelitian

tidak mampu mengikuti irama waktu lari, berarti kemampuan

maksimalnya pada level dan bolak-balik tersebut.

b) Setiap level waktunya satu menit

c) Mulailah menghidupkan tape recorder. Pada bagian permulaan pita

tersebut, jarak antara dua sinyal “tut” menandai suatu interval 1 menit

yang telah terukur secara akurat.

36

d) Pada saat bunyi “tut” tunggal pada beberapa interval yang teratur para

subyek penelitian diharapkan berusaha agar dapat sampai ke ujung yang

berlawanan (di seberang) bertepatan dengan sinyal “tut” yang pertama

berbunyi, kemudian subyek penelitian harus meneruskan berlari pada

kecepatan seperti ini, dengan tujuan agar salah satu dari kedua ujung

tersebut bertepatan dengan terdengarnya sinyal “tut” berikutnya.

e) Bunyi sinyal “tut” tunggal menandai akhir tiap lari bolak-balik dan

bunyi “tut” tiga kali berturut-turut menandai akhir dari setiap level.

f) Subyek penelitian selalu menempatkan salah satu kaki tepat pada atau

di belakang tanda garis 20 meter pada akhir setiap lari dan berbalik lari

menunggu bunyi “tut” berikutnya.

g) Subyek penelitian harus meneruskan lari selama mungkin, sampai tidak

mampu lagi mengikuti dengan kecepatan yang telah diatur dalam pita

rekaman.

h) Apabila subyek penelitian gagal mencapai jarak dua langkah menjelang

garis ujung pada saat terdengar sinyal “tut”, subyek penelitian masih

diberi kesempatan untuk meneruskan dua kali lari agar dapat

memperoleh kembali langkah yang diperlukan sebelum ditarik mundur.

i) Setelah subyek penelitian selesai melakukan tes harus melakukan

gerakan pendinginan dengan berjalan dan diikuti dengan peregangan

otot, janganlah dibiarkan subyek penelitian duduk secara mendadak

setelah selesai melaksanakan tes.

1

2

3

4

5

Gambar 07. Lintasan Multiple Fitness Test

37

FINISH

Keterangan:1. Angka 1 – 5 = subyek2. = subyek berlari bolak – balik pada lintasan

2) Tes Volume Paru-paru

Pelaksanaan tes volume paru-paru adalah dengan tes spirometer, tahap

pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a) Subyek penelitian dipanggil dan berdiri didepan tester.

b) Subyek penelitian kemudian diberikan spirometer untuk mengukur

volume vital paru-paru.

c) Subyek penelitian harus berkonsentrasi saat pelaksanaan tes.

d) Setelah diberikan aba-aba oleh tester, subyek penelitian harus

berusaha untuk menarik nafas sekuat-kuatnya dan kemudian menaruh

spirometer didepan mulut subyek. Kemudian menghembuskan nafas

dengan sekuat-kuatnya.

e) Pada spirometer akan terlihat hasil hembusan maksimal subyek dan

itu merupakan volume paru-paru subyek.

f) Subyek penelitian diberikan kesempatan melakukan tes dengan

spirometer sebanyak dua kali dengan cara langsung, yaitu

melakukannya langsung sebanyak dua kali.

g) Data yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kali kesempatan

tes tersebut.

Gambar: 03 Cara pelaksanaan tes dan Spirometer( Sumber : http://www.bpp2.com/physical_therapy_products/1875.html)

38

10. Teknik Analisis Data

a. Uji Persyaratan

Untuk menganalisis data tentang pengaruh pelatihan renang gaya crawl

terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-

paru pada anggota junior club renang Guna Tirta Tabanan adalah menggunakan

independen t-tes, pada α = 0,05.

Untuk memenuhi asumsi dalam teknik independen t-tes, maka dilakukan uji

Normalitas dengan uji Chi Kuadrat (2) (Sugiyono, 2008:61), dan uji

Homogenitas Varians dengan Uji Bartlet (Sudjana, 2002:261). Adapun langkah-

langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa

subyek berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji Normalitas data

dalam penelitian ini mengggunakan metode uji Chi Kuadrat (2), dengan

banyak kelas (db) = (k) - 3 dan taraf nyata (α) = 0,05. Untuk mempermudah

hitungan uji Normalitas akan dibantu dengan SPSS 16.

Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menentukan jumlah kelas interval (dengan rumus):

Jumlah kelas interval = 1 + 3,3 log n

(n = banyak data)

b. Menentukan panjang kelas interval (dengan rumus):

Panjang Kelas =Data terbesar – data terkecil

Jumlah kelas interval

39

c. Menentukan rata- rata data subyek ( ) dan

simpangan baku

d. Menyusun tabel ke dalam distribusi frekuensi, sekaligus

tabel penolong untuk menghitung harga Chi Kuadrat.

Table 06. Tabel Penolong untuk Menghitung Harga Chi Kuadrat

No DataRentang

klsfi x Z

Luas daerah

tiap bidang

Ei Oi hitung

--- --- --- --- --- --- --- --- --- ---

Keterangan:

fi = frekuensi

x = batas nyata kelas

Z = skor baku (Z-skor)

Oi = frekuensi / jumlah data hasil observasi.

Ei = jumlah/ frekuensi yang diharapkan

= Chi Kuadrat

e. Menentukan batas nyata kelas, menghitung Z-skor dan

menghitung luas daerah tiap kelas.

f. Menghitung Ei (frekuensi yang diharapkan) dengan rumus

Ei = 100 x luas daerah tiap kelas

g. Menghitung harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan rumus =

.

40

Membandingkan harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan Chi Kuadrat

(2) tabel. Bila harga Chi Kuadrat (2) hitung lebih kecil dari pada Chi

Kuadrat (2) tabel, maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila lebih

besar dinyatakan tidak nomal.

2. Uji Homogenitas Varians

Uji Homogenitas Varians data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa

dua atau lebih kelompok data subyek berasal dari populasi-populasi yang

memiliki varians yang sama. Uji Homogenitas Varians data dilakukan dengan uji

Barlet dan untuk mempermudah hitungan dibantu dengan SPSS 16. Langkah-

langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok subyek,

dk (ni– 1), , Si2, dan (dk) log Si

2.

b. Menghitung variansi gabungan dari semua subyek, rumusnya:

c. Menghitung satuan B dengan rumus

B =

d. Menghitung dengan rumus

= (ln 10) ,

dengan (ln 10) = 2,3026,

pada taraf signifikansi α = 0,05 dan dk (n – 1)

Hasilnya ( hitung ) kemudian dibandingkan dengan = (1-α)(k-1)

e. Apabila hitung ≤ maka Ho diterima, artinya varian subyek bersifat

homogen. Begitu juga sebaliknya apabila hitung ≥ maka Ho ditolak,

artinya varian subyek bersifat hiterogen.

41

2) Uji Hipotesis.

Setelah dilakukan uji Normalitas dan uji Homogenitas Varians, maka

pemanfaatan independen t-tes dalam analisis data sudah bisa dilakukan. Data hasil

tes terakhir yaitu Volume Paru-paru dan O2 maks dianalisis dengan uji

independen t-tes dan pengujian hipotesis dengan perhitungan uji t pada taraf

signifikansi 5% dan dk = n1+n2-2 dengan bantuan SPSS 16.

Adapun pengujian uji independen t-tes adalah sebagai berikut:

thit =

dengan

dan

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Tolak Ho jika nilai t-hitung > tα/2 atau nilai t-hitung < -tα/2, berarti pelatihan

senam aerobik low impact berpengaruh terhadap volume paru-paru dan VO2

maks.

42