Upload
ritonga
View
27
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
A. JUDUL
PENGARUH PELATIHAN RENANG GAYA CRAWL TERHADAP
PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2 maks) DAN
VOLUME PARU-PARU TERHADAP ANGGOTA CLUB JUNIOR
RENANG GUNA TIRTA TABANAN
B. IDENTITAS PENELITI
a. Nama Peneliti : Komang Gede Cahya Dinata
b. Nomor Induk Peneliti : 0816021012
c. Jurusan : Ilmu Keolahragaan
d. Fakultas : Olahraga dan Kesehatan
C. LATAR BELAKANG
Setiap aktivitas pasti mempunyai tujuan, tidak terkecuali dengan pelatihan.
Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga dapat
dibagi atas kebutuhannya, yakni untuk: 1) rekreasi (bersenang-senang), 2)
pendidikan (membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama, dll), 3)
kesehatan (pencegahan agar tidak sakit jantung, pengobatan sakit asma,
rehabilitasi, dll.), 4) kesegaran jasmani (agar mampu melakukan pekerjaan
sehari-hari dengan tingkat efisiensi dan produktivitas tinggi, dll.) dan 5)
prestasi (menjadi juara olahraga) (Nala, 1998 : 4). Olahraga prestasi merupakan
olahraga yang lebih menekankan pada peningkatan prestasi seorang atlet pada
suatu kecabangan olahraga tertentu. Melalui olahraga prestasi ini dapat
dikembangkan potensi diri atau bakat dari atlet bersangkutan. Olahraga prestasi
juga berperan penting dalam pengembangan aspek kepribadian atlet seperti
tanggung jawab, kompetisi, disiplin, dan percaya diri.
Kebugaran jasmani merupakan salah satu indikator dalam menentukan
derajat kesehatan seseorang. Kebugaran jasmani yang baik akan berimplikasi
pada kekuatan, kecepatan, ketepatan, kelentukan, kelincahan, power, dan daya
tahan yang baik pula. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) dipakai sebagai
salah satu parameter derajat daya tahan seseorang. Volume oksigen maksimal
1
(VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan
tubuh seseorang. Di Indonesia, menurut data dari Sport Development Index
(SDI) pada tahun 2010, hanya sebesar 1.08% masyarakat yang memiliki tingkat
kebugaran jasmani yang baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk
kategori sedang, 43.30% tergolong kurang bugar, dan 37.40% tergolong kurang
sekali (Anonim, 2011: 1).
Volume paru-paru adalah jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan
keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat
(Evelyn C. Pearce, 2002). Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks)
adalah kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal
dalam perunit waktu tertentu dan secara absolut dinyatakan dalam liter
permenit (Junusul Hairy, 1989).
Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan
kesanggupan sistem jantung-paru dan pembuluh darah dalam mengambil
oksigen dan menyalurkannya keseluruh tubuh terutama jaringan yang aktif
sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Depkes RI, 2005).
Daya tahan jantung-paru yang terdiri dari kemampuan paru-paru, jantung dan
pembuluh darah dalam menyediakan oksigen bagi kelangsungan kerja otot,
merupakan salah satu unsur yang paling utama dalam menunjang kebugaran
jasmani seseorang.
Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan
komponen yang bersifat dinamis yang berubah-ubah sesuai dengan aktivitas
fisik yang dilakukan khususnya pelatihan fisik. Pelatihan fisik yang dilakukan
secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu
program dapat meningkatkan kemampuan fisik tertentu secara nyata (Astrand
& Rodhal, 1986, dalam Kanca, 2004: 50). Besarnya daya tahan jantung paru
dapat diukur dengan mengetahui volume paru-paru (vital capasity) serta
dengan menilai volume oksigen maksimal (VO2 maks) yang dapat digunakan
oleh tubuh.
2
Olahraga renang sangat berbeda dengan olahraga yang lain dan bergerak
di air berbeda dengan bergerak di darat. Gerak di darat pada umum biasanya
pada posisi tegak atau vertikal yang dipengaruhi oleh daya tarik bumi
sepenuhnya. Sedangkan gerak di air dalam posisi horisontal di bawah pengaruh
daya tarik bumi yang dikurangi daya tekan air ke atas. Pada umumnya anak-
anak lebih cepat terampil daripada orang dewasa bila belajar renang yang
diakibatkan oleh anank-anak menyukai belajar renang atau pengalaman baru
yang terdapat di dalam air. Sehingga dalam pelatihan renang yang akan peneliti
ambil memakai anak kecil sebagai sampel atau subjek penelitian.
Bertititk tolak dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian dengan judul “ Pengaruh Pelatihan renang gaya
crawl terhadap Peningkatan Volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan
Volume paru-paru terhadap anggota club junior renang Guna Tirta
Tabanan”.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang hendak dikaji
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan
volume oksigen maksimal (VO2 maks)?
2. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan
volume paru-paru?
E. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Untuk memperkenalkan serta memberikan pengetahuan tentang
pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume
oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.
3
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap
peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-
paru.
F. MANFAAT
Setelah penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi dalah bidang ilmu
pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang ilmu keolahragaan
pada khususnya yang dikaitkan dengan pengaruh pelatihan renang
gaya crawl terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2
maks) dan volume paru-paru.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan informasi bagi pembina, pelatih, guru olahraga, atlet
dan pelaku olahraga untuk dapat digunakan sebagai salah satu
acuan dalam meningkatkan kebugaran jasmani maupun prestasi
yang lebih menekankan pada peningkatan volume oksigen
maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.
b. Dapat digunakan sebagai pembanding dalam memberikan
pelatihan kondisi fisik untuk meningkatkan volume oksigen
maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.
c. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi peneliti untuk
kepentingan penelitian yang dilaksanakan.
G. Kajian Teori
1. Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang
dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (refetitif) dalam jangka waktu
(durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan
individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan
4
psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai
penampilan yang optimal (Nala, 1998: 1). Pelatihan adalah suatu proses yang
sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan
kian hari meningkatkan jumlah beban pelatihan atau pekerjaan, dan salah satu
yang paling penting dari pelatihan harus dilakukan secara berulang-ulang dan
meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan
otot yang diperlukan untuk pekerjaannya (Junusul Hairy, 1989:67). Pelatihan
adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang
dan kian hari jumlah beban pelatihannya kian bertambah, sehingga memberikan
rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan fisik dan mental secara menyeluruh (Kanca, 1990: 25).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan
adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam
jangka waktu (durasi) lama dan dengan jumlah pelatihan beban harian meningkat
yang bertujuan meningkatkan kemampuan fisik untuk mencapai penampilan yang
optimal.
Suatu pelatihan olahraga agar mencapai hasil yang maksimal, maka
diperlukan prinsip-prinsip pelatihan dimana nantinya dapat mendukung pelatihan
olahraga tersebut. Untuk berlatih dan melatih dengan baik, pemahaman tentang
pedoman umum pelatihan yang disebut dengan prinsip-prinsip dasar pelatihan
sangat penting untuk diperhatikan, selain itu pelatihan fisik juga sangat penting
diperhatikan dalam melatih.
2. Prinsip-prinsip Dasar Pelatihan
Prinsip pelatihan merupakan suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis,
dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati
dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 1998: 11). Menurut Kanca
(1990: 28) beberapa prinsip dasar program pelatihan fisik sebagai berikut:
a. Prinsip beban berlebih (the overload principle)
Prinsip beban berlebih pada dasarnya untuk mendapatkan efek
pelatihan yang baik, organ tubuh harus mendapatkan pembebanan melebihi
5
beban dari biasanya diterima dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Beban yang
diberikan bersifat individual dan pada dasarnya diberi beban mendekati beban
sub maksimal sampai beban maksimalnya.
Menurut Martens (dalam Sukadiyanto, 2005:17) tingkat penambahan
beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas dan
durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan menambah sesi
pelatihan. Untuk intensitas pelatihan dapat dengan cara meningkatkan
kualitas pembebanannya. Sedangkan durasi dengan cara menambah jam
pelatihan atau bila jam pelatihan tetap dapat dengan cara memperpendek
waktu recovery dan interval, sehingga kualitas pelatihan meningkat.
Agar prinsip beban berlebih ini efektif, sebaiknya menganut sistem
tangga (step-type approach) seperti nampak pada bagan di bawah ini
(Bompa,1999).
Gambar 1. Step Type Aproach
Sumber: (Bompa, 1999: 48)
Garis vertikal menunjukkan perubahan (penambahan) beban latihan dan
setiap garis horizontal adalah tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban
yang baru. Pada tahap ke-4 dan ke-8 beban diturunkan (ini disebut unloading
6
12
34
56
78
910
11
PRESTASI
phase), yang maksudnya ialah untuk memberikan kesempatan kepada tubuh
untuk melakukan regenerasi agar dapat mengumpulkan tenaga dan
memperbaiki sel-sel yang rusak akibat latihan.
Dalam pelatihan renang gaya crawl ini, prinsip pembebanan berlebih
dapat dilakukan dari meningkatkan durasi latihan secara bertahap serta set
dan intensitasnya.
b. Prinsip tahanan bertambah (the principle of progresive resistance)
Agar terjadi proses adaptasi terhadap tubuh, maka diperlukan prinsip
beban berlebih yang diikuti dengan prinsip tahanan bertambah. Sebab
keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Prinsip tahanan bertambah,
artinya dalam pelaksanaan pelatihan dilakukan dari yang mudah ke yang
sukar, sederhana ke kompleks serta dari beban yang ringan kemudian
ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dan makin lama beban
pelatihannya makin berat.
c. Prinsip pelatihan beraturan (the principle of arrangement of exercise)
Suatu pelatihan hendaknya diatur sedemikian rupa, dimulai dengan
melatih kelompok otot-otot yang besar, kemudian baru dilanjutkan dengan
melatih kelompok otot-otot yang kecil. Karena melatih otot yang besar lebih
mudah dalam pelaksanaannya. Tidak boleh melakukan latihan secara
berurutan kepada kelompok otot yang sama, berikan senggang waktu yang
cukup untuk periode pemulihan. Dalam penelitian ini penerapan pelatihan
beraturan dilakukkan secara sistematis yang dimulai dari pemanasan,
pelatihan inti dan diakhiri dengan pendinginan
d. Prinsip pelatihan spesifik (the principle of spesific)
Program pelatihan dalam beberapa hal hendaknya bersifat khusus, karena
setiap cabang olahraga memerlukan persiapan yang khusus dan khas dalam
penyusunan program pelatihan.
Menurut Sukadiyanto (2005: 18) hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penerapan prinsip pelatihan spesifik, antara lain (a) spesifikasi kebutuhan
energi, (b) spesifikasi bentuk dan pelatihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan
7
kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasi pelatihan. Dalam
penerapan prinsip pelatihan spesifik dilakukan dengan pemberian pelatihan
renang gaya crawl untuk meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2
maks) dan volume paru-paru
e. Prinsip pulih asal (the principle of reversibility)
Hasil dari peningkatan kualitas fisik sebagai akibat dari pelatihan yang
diberikan yang bersifat reversibel yang berarti kualitas fisik yang diperoleh
melalui hasil latihan, akan menurun kembali jika tidak melakukan latihan
dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu kesinambungan latihan memiliki
peran yang sangat penting dalam prinsip-prinsip pelatihan. Dalam pelatihan
ini prinsip pulih asal yang dimaksud yaitu selang latihan dan istirahat yang
diberikan dari setiap sesi latihan yang dilakukan.
f. Prinsip Individu (The Principle of Individuality)
Pada dasarnya setiap individu memiliki fisik dan karakter yang berbeda
antara individu yang satu dengan individu yang lainya. Begitu juga dalam
merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda,
sehingga beban latihan setiap orang tidak bisa disamakan antara orang yang
satu dengan orang yang lainnya. Sukadiyanto (2005:14) menjelaskan, hal
yang harus diperhatikan dalam prinsip individualisasi adalah faktor
keturunan, kematangan, status gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat
kebugaran, pengaruh lingkungan, cedera, dan motivasi.
Dalam pelatihan ini prinsip individu yang dimaksudkan adalah setiap
individu yang memiliki karakter dan fisik yang berbeda nantinya dapat
beradaptasi terhadap pelatihan renang gaya crawl yang diberikan dan setiap
individu dapat mencapai hasil yang maksimal yang berbeda-beda pula
tergantung kemampuan masing-masing individu.
3. Sistematika Pelatihan
Suatu pelatihan akan memberikan dampak yang besar apabila pelatihan yang
diberikan mengikuti sistematika pelatihan. Hal ini ditunjukan untuk menghindari
cedera pada saat melaksanakan suatu pelatihan serta mampu memperoleh hasil
8
yang maksimal, maka pemberian pelatihan harus dilakukan secara sistematik,
kontinyu dan tepat. Jadi seorang pelatih maupun atlet harus memperhatikan
sistematika pelatihan. Menurut Kanca, (1990: 62) adapun sistematika yang
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Pelatihan Pemanasan (Warming-up)
Pemanasan ialah suatu proses aktivitas jasmani baik secara aktif maupun
pasif untuk menyiapkan fisik dan mental atlet melakukan latihan atau
pertandingan dalam olahraga (Suharno, 1983: 68). Pemanasan (warming-up) amat
perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih (pra-pelatihan) maupun
sebelum bertanding (pra-pertandingan).
Menurut Nala (1998: 50) aktivitas dalam pemanasan secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga tahapan aktivitas yaitu:
1) Peregangan
Peregangan otot merupakan aktivitas yang pertama kali dilakukan dalam
periode pemanasan. Gerakan peregangan tidak boleh dilakukan secara tiba-
tiba atau meledak-ledak tetapi perlahan-lahan untuk menghindari cedera.
2) Kalisthenik (dinamis)
Gerakan kalistherik menggerakan sekelompok otot yang dilakukan secara
aktif berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah
pada otot yang bersangkutan.
3) Aktivitas Spesifik
Aktivitas spesifik dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan suhu otot
dan aliran darah pada otot yang bersangkutan, serta meningkatkan kesiapan
sistem saraf otot atau unit motoriknya dalam kegiatan olahraga
spesifikasinya.
b. Aktivitas formal (formal activity)
Aktivitas formal merupakan fase terakhir darigerakan pemanasan. Aktivitas
ini dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam
aktivitas olahraga bersangkutan seperti teknik dasar dari kecabangan olahraga
9
yang digeluti. Aktivitas fomal yang dilakukan pada penelitian ini adalah
melakukan gerakan renag gaya crawl.
c. Pelatihan Inti
Pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga
yang di latihkan. Bentuk pelatihan inti ini melakukan renang gaya crawl. Selama
penelitian berlangsung pembebanan ditingkatkan secara progressif melalui
intensitas, volume, dan frekuensi latihan yang diberikan selama proses penelitian
berlangsung.
d. Pelatihan Pendinginan (Cooling-Down)
Pendinginan atau cooling-down dilakukan setelah usai melakukan
pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Pelatihan pendinginan yang dimaksud adalah
melakukan pelatihan yang ringan sesudah masa berat. Dengan melakukan
pendinginan, derajat keasaman darah akan lebih cepat menurun, sehingga
kelelahan akibat stress pelatihan yang diakibatkan oleh peningkatan asam laktat
dalam darah akan cepat hilang.
Menurut Power dalam Nala (1998: 52) menyatakan lama pendinginan yang
ideal berkisar antara 10-30 menit yang tergantung cepatnya asam laktat diubah.
Lamanya pendinginan pada pelatihan ini adalah selama 10 menit.
4. Intensitas Pelatihan
Intensitas pelatihan meruakan ukuran yang menunjukan kualitas (mutu)
suatu rangsang atau pembebanan (Sukadiyanto, 2005:24). Intensitas pelatihan
adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seorang atlet menurut program yang
telah ditentukan. Astrad, Miller, dan Brooks (dalam Nala, 1998:45) mengatakan,
untuk mengetahui intensitas pelatihan sudah cukup atau belum yaitu dengan
menghitung denyut nadi pada waktu pelatihan.
Menurut Harsono (1988: 115) menyatakan bahwa banyak pelatih kita yang
telah gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada atletnya. Sebaliknya
banyak pula atlet kita yang tidak berani melakukan latihan melebihi ambang
rangsangnya.. Menurut teori Karvonen intensitas pelatihan dapat diukur dengan
10
berbagai cara dan yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut
jantung (heart rate) (Harsono, 1988: 115) teknik yang dipakai yaitu :
Keterangan:
THR = Training Heart Rate (denyut/menit)
(Denyut jantung pelatihan)
RHR = Resting Heart Rate (denyut/menit)
(Denyut jantung waktu istirahat)
MHR = Maximum Heart Rate (denyut/menit)
(Denyut jantung maksimal)
Nala (1992:38) menyatakan, apabila intensitas pelatihan diambil
berdasarkan denyut nadi maka, dapat diukur dengan menggunakan dalil sebagai
berikut:
a. Denyut Nadi Maksimal (DNM) : 220-Umur
b. Denyut Nadi Optimal (DNO) : (220- Umur) -10
c. Denyut Nadi Minimal : ¾ X (220-Umur)
Denyut nadi atau denyut jantung merupakan salah satu ukuran tentang
kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen. Oksigen ini diangkut oleh darah
dari paru ke otot akibat dari kekuatan otot jantung dalam memompa darah (Nala,
1998:45). Pekik Irianto (2002:56) menerangkan, teknik yang dipakai untuk
menghitung denyut nadi adalah dengan meraba atau memegang dengan tiga jari
(jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada arteri radialis atau pada arteri
coratid selama 15 detik.
Menurut Bompa dalam Nala (1998: 45) tingkat intensitas pelatihan dari
tingkat intensitas terendah sampai pada intensitas tertinggi dapat dilihat pada tabel
01.
11
THR = RHR + O,6 (MHR-RHR)
Tabel 01. Tingkat intensitas dari yang terendah sampai yang tertinggi
NO Kemampuan Maksimal Intensitas
1 30-50% Rendah
2 50-70% Intermedium
3 70-80% Medium
4 80-90% Submaksimal
5 90-100% Maksimal
6 100-105% Supermaksimal
Dalam penelitian ini intensitas yang digunakan adalah 75% - 85% dari
denyut nadi optimal pada tingka intensitas kombinasi antara intensitas medium
dengan sub maksimal, dengan pertimbangan subyek penelitian ini adalah anggota
club junior yang merupakan pemula dalam aktivitas olahraga dan bukan atlet.
Serta dengan intensitas tersebut tidak akan membahayakan bagi tubuh, karena
tergolong dalam intensitas latihan yang medium.
5. Frekuensi Pelatihan dan Lamanya Pelatihan
Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu
tertentu. Pada umumnya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah
frekuensi tersebut adalah satuan minggu (Sukadiyanto, 2005:29).
Menurut Nala (1998: 47), menetapkan frekuensi pelatihan amat tergantung
pada tipe olahraga dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan.
Lebih lanjut Fox (dalam Nala, 1998:47) menjelaskan, frekuensi pelatihan untuk
mengembangkan kemampuan anaerobik akan cukup efektif dengan pelatihan
selama 3 kali seminggu dengan durasi pelatihan selama 8-10 minggu. Untuk
meningkatkan kecepatan dan kekuatan otot cukup baik dilakukan 2-3 kali
seminggu. Sedangkan dalam meningkatkan komponen daya tahan kardiovaskuler
(physical fitness), maka frekuensi pelatihannya sebanyak 4-5 kali seminggu,
dengan selingan istirahat maksimal 48 jam.
12
Program pelatihan fisik baik aerobik maupun anaerobik dengan frekuensi 3
kali perminggu selama 4 minggu merupakan stressor fisik yang dapat
dikondisikan, sehingga tubuh beradaptasi dan sekaligus mampu memperbaiki dan
meningkatkan fungsi sistem tubuh (Kanca, 2004:148). Dalam penelitian ini
frekuensi pelatihan yang digunakan adalah 3 kali seminggu dan lamanya pelatihan
adalah selama 4 minggu atau 12 kali pelatihan di luar dari pelaksanaan tes awal
(pre – test) dan tes akhir (post – test ).
6. Pelatihan Renang Gaya Crawl
Renang gaya crawl popular pada awal abad ke-20setelah dikembangkan oleh
orang-orang yang tinggal di daerah Laut Selatan. Di Indonesia renang gaya crawl
sering disebut dengan istilah gaya babas (David Haller, 2007:22)
Dalam renang gaya crawl sumber penghasil power yang utama adalah
datangnya dari kayuhan lengan, yang secara bergantian melakukan recovery di
udara dan melakukan dorongan keseimbangn terhadap gerakan lengn dengan cara
melakukan gerakan ke bawh dan keatas (gerakan menendang) di dalam air
(Drs.Ermat Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67)
Adapun manfaat melakukan olahraga renang menurut sumber Anonim:2012 di
internet adalah:
a. Membentuk otot
Saat berenang, kita menggerakkan hampir keseluruhan otot-otot pada tubuh,
mulai dari kepala, leher, anggota gerak atas, dada, perut, punggung, pinggang,
anggota gerak bawah, dan telapak kaki. Saat bergerak di dalam air, tubuh
mengeluarkan energi lebih besar karena harus ‘melawan’ massa air yang
mampu menguatkan dan melenturkan otot-otot tubuh.
b. Meningkatkan kemampuan fungsi jantung dan paru-paru
Gerakan mendorong dan menendang air dengan anggota tubuh terutama
tangan dan kaki, dapat memacu aliran darah ke jantung, pembuluh darah, dan
13
paru-paru. Artinya, berenang dapat dikategorikan sebagai latihan aerobik
dalam air.
c. Menambah tinggi badan
Berenang secara baik dan benar akan membuat tubuh tumbuh lebih tinggi
(bagi yang masih dalam pertumbuhan tentunya).
d. Melatih pernafasan
Sangat dianjurkan bagi orang yg terkena penyakit asma untuk berenang karena
sistem crdiovaskular dan pernafasan dapat menjadi kuat. Penapasan kita
menjadi lebih sehat, lancar, dan bisa pernafasan menjadi lebih panjang.
e. Membakar kalori lebih banyak
Saat berenang, tubuh akan terasa lebih berat bergerak di dalam air. Otomatis
energi yang dibutuhkan pun menjadi lebih tinggi, sehingga dapat secara
efektif membakar sekitar 24% kalori tubuh.
f. Self safety
Dengan berenang kita tidak perlu khawatir apabila suatu saat mengalami hal-
hal yang tidak diinginkan khususnya yang berhubungan dengan air (jatuh ke
laut dll).
g. Menghilangkan stres.
Secara psikologis, berenang juga dapat membuat hati dan pikiran lebih relaks.
Gerakan berenang yang dilakukan dengan santai dan perlahan, mampu
meningkatkan hormon endorfin dalam otak. Suasana hati jadi sejuk, pikiran
lebih adem, badan pun bebas gerah.
Adapun Teknik dasar dalam renang gaya crawl menurut Drs.Ermat
Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67 adalah sebagai berikut:
14
1. Posisi tubuh
Pada gaya crawl adalah mengapung, merentang lurus (horisontal) dengan
posisi telungkup posisi tubuh sejajar dengan air. Posisi kepala agak lebih
tinggi dari pada kedua bahu guna menurunkan posisi pantat dan kedua
paha. Degan demikian kedua kaki turun dan dapat melalukan gerakannya
dibawah permukaan air. Posisi tubuh tersebut harus dilakukan dengan
rileks agar energi dapat dihemat. Sementara itu posisi tubh horizontal
sangat berguna untuk memperkecil tahanan air terhadap gerak kuncuran.
2. Gerak lengan
Kedua lengan secara bergantian meluncurkan tubuh didalam air, dari
mulai posisi lengan merentang lurus ke depan, posisi lengan bengkok
dibawah tubuh, posisi lengan lurus ke belakang dekat paha, dan posisi
lengan di udara (di atas permukaan air) untuk kembali ke posisi semula.
Daya gerak dari dorongan lengan harus selalu dapat mengkover gerakan
lengan yang sedang melakukan recovery di udara. Adapun rangkaian
gerakannya yaitu gerakan menarik tangan dimulai setelah semua tangan
masuk kedalam air, sampai lengan mencapai bidang vertical dibawah
tubuh. Sesudah itu dilanjutkan dengan gerakan dorongan, sampai lengan
lurus kebelakang dan tangan disamping paha kemudian dilanjutan dengan
gerakan mengangkat sikut dan tang dari air ke atas melewati kepala untuk
melakukan gerakan tahapan masuk.
3. Gerakan tungkai
Gerakan tungkai di mulai dari pangkal paha secara bergantian seumpama
gerakan pecut. Pertahankan kedua tungkai agar selalu lurus ketika
melakukan gerakan keatas pada melakukan gerakan kebawah
(menendang), paha lebih dulu bergerak diikuti oleh lutut yang lurus dan
permukaan kaki bagian bawah, seperti sebuah pecut. Gerakan memecut
olek tungkai bagian bawah merupakan tahap yang paling banyak
menghasilkan power bagi lncuran. Kaki dan ujung jari kaki tidak
15
menunjuk kebawah. Untuk dapat menendang secara efektif, sendi kaki
harus longgar, lurus, dan rileks.
4. Gerakan koordinasi
Gerakan koordinasi dalam gaya crawl diarahkan pada proporsi gerakan
tungkai lengan. Koordinasi dilakukan minimal dengan proporsi satu
pukulan, artinya satu kali gerakan tungkai dan satu kali gerakan lengan.
Makin bnyak gerakan tungkai dan makin sedikit gerakan lengan dengan
irama gerakan yang proporsional, maka akan makin baik luncurannya.
Namun demikian, pada umumnya koordinasi gaya crawl ini dilakukan
dengan tiga pukulan artinya tiga kali gerakan tungkai satu kali gerakan
lengan.
Dari uraian teknik renang gaya crawl diatas terdapt beberapa kunci
yang harus diperhatikan agar memperoleh renangan yang lebih baik yaitu
sebagai berikut:
a. Pertahankan agar tubuh selalu lurus horizontal dan rileks dengan
permukaan air.
b. Lakukan pengambilan dan pengeluaran udara untuk bernapas melalui
mulut dengan pola yang berirama.
c. Pertahankan agar sikut selalu tinggi pada saat melakukan recovery.
d. Awali gerakan menarik dan akhiri gerakan mendorong dengan posisi
lengan lurus, bengkokan sikut pada waktu tangan bergerak dibawah
badan.
e. Gunakan pangkal paha sebagai poros dalam melalukan gerakan
tungkai.
f. Gunakan paha, lutut, dan sendi kaki secara berurutan dalam melakukan
gerakan lecutan terhadap air. Pertahankan agar tungkai selalu lurus
dalam melakukan lecutan dari pangkal paha.
16
7. Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)
VO2 maks merupakan kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara
optimal dalam ukuran selang waktu tertentu, biasanya dalam satuan menit.
Ukuran VO2 maks menunjukan perbedaan terbesar antara oksigen yang dihisap
masuk ke dalam paru dan oksigen yang dihembuskan ke luar paru (Junusul Hairy,
1989: 186).
Dalam notasi ini, V adalah volume, O2 adalah oksigen dan titik diatas V
menunjukan kecepatan, sehingga VO2 mencerminkan volume oksigen per unit
waktu dan secara absolut dinyatakan dalam liter per menit. Sebagai contoh jika
nilai volume oksigen maksimalnya seseorang 3 liter/menit, artinya seorang
tersebut dapat mengkonsumsi oksigen secara maksimal 3 liter permenit. Sehingga
dalam pelatihan ini tinjauan terhadap VO2 Max yaitu besarnya volume oksigen
yang mampu di konsumsi per unit waktu tertentu. Volume oksigen maksimal
(VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan
tubuh seseorang. VO2 Max akan memberikan gambaran terhadap besarya
kemampuan motorik (motorik power) terhadap proses aerobik seseorang. Volume
oksigen maksimal (VO2 Max) sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan
seseorang yaitu terhadap pemakaian dan pengangkutan oksigen oleh otot. Volume
oksigen maksimal (VO2 Max) merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat
dikonsumsi selama aktivitas fisik sampai akhir terjadi kelelahan karena VO2 Max
dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2 Max dianggap
sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik (http://eprints.undip.ac.id).
Terdapat beberapa istilah yang berhubungan terhadap VO2 Max diantaranya
maximal oxygen consumption, maximal oxygen intake dan maximal aerobic power
mempunyai pengertian yang sama, yang menunjukan perbedaan terbesar antar
oksigen yang disap masuk kedalam paru-paru dan oksigen yang dihembuskan
keluar paru yang mana artinya sama dengan istilah volume oksigen maksimal.
Peningkatan volume oksigen maksimal sangat dipengaruhi oleh peningkatan
sistem kardiorespirasi serta kemampuan otot dalam menggunakan oksigen yang
dibawa dalam darah. Peningkatan ukuran jantung serta dataran difusi paru yang
diakibatkan oleh latihan dapat meningkatkan VO2 maks. Selain itu hypertrophy
17
pada otot yang disertai dengan peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria juga
akan meningkatkan jumlah volume oksigen maksimal.
Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi energi
yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adinosine Tri Posfat (ATP). Besarnya oksigen
yang dikonsumsi oleh jaringan bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi oksigen maksimal seperti jenis kelamin, umur, dan tingkat
aktivitas seseorang. Dalam keadaan istirahat, komsumsi oksigen maksimal sekitar
0.25 liter/menit, jumlah ini dapat meningkat sebanyak 10-20 kali apabila seorang
melakukan latihan daya tahan yang berat (Lamb dalam Ismaryati, 2008: 78).
Tingkat komsumsi oksigen yang dipengaruhi oleh berat badan, karena
oksigen yang dipergunakan oleh semua jaringan-jaringan tubuh maka orang
memiliki ukuran berat badan yang lebih besar, juga memiliki konsumsi oksigen
yang lebih besar dari pada orang yang lebih kecil, baik pada waktu istirahat
maupun pada waktu latihan. Karena itu ukuran tubuh merupakan dasar bagi
pengukuran nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks), dan biasanya
dinyatakan dalam milliliter oksigen per kilogram berat badan.
Menurut Junusul Hairy (1989: 188), faktor-faktor yang menentukan
volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah:
a. Jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik,
sehingga oksigen yang dihirup masuk ke paru-paru, selanjutnya sampai ke
darah.
b. Proses penyampaian oksigen ke jaringan oleh sel-sel darah merah harus
normal yaitu fungsi jantung, volume darah, jumlah sel-sel darah merah,
konsentrasi hemoglobin, dan pembuluh darah harus mampu mengalihkan
darah dari jaringan-jaringan yang tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang
membutuhkan oksigen yang lebih besar.
c. Jaringan-jaringan tubuh terutama otot, harus mempunyai kapasitas yang
normal dalam mempergunakan oksigen, ini berarti harus memiliki
metabolisme yang normal begitu juga terhadap fungsi mitokondria.
18
8. Volume Paru-Paru (Vital Capasity)
Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada
penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru
(Evelyn C. Pearce, 2002: 211). Volume paru dapat dibedakan menjadi:
a. Volume Tidal (VT), yaitu jumlah udara yang dihirup dan akan dikeluarka
setiap daur pernapasan.
b. Volume Cadangan Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dihirup
setelah inspirasi biasa.
c. Volume Cadangan Ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat
dihembuskan pada akhir ekspirasi biasa.
d. Volume Residu, yaitu jumlah udara yang tetap tinggal di dalam paru-paru pada
akhir ekspirasi maksimal.
Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal pada ekspirasi yang kuat,
setelah inspirasi maksimal (Jusnul Hairy, 1989: 123). Ukuran tubuh proporsional
terhadap kapasitas vital paru-paru, kelompok atlet umumnya lebih tinggi dan lebih
besar daripada non atlet. Volume dan kapasitas vital paru-paru tidak hanya
dipengaruhi oleh ukuran dan pengembangan tubuh, tetapi juga oleh posisi tubuh.
Apabila seseorang dalam keadaan berbaring, sebagian besar volume akan
menurun. Hal ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, organ-organ yang ada
didalam rongga perut, cenderung mendorong diafragma dan sebagai akibatnya
mempengaruhi gravitasi pada posisi terlentang dan yang kedua karena terjadi
peningkatan volume darah pulmoner sebagai hasil dari perubahan tekanan
hemodinamik ( Jusnul Hairy, 1989: 126).
Kapasitas vital paru-paru dipengaruhi oleh posisi tubuh, kekuatan otot-otot
pernafasan, kemampuan paru, dan rongga dada untuk berkembang ( Jusnul Hairy,
1989: 126).
9. Sistem Energi Pelatihan Renang Gaya Crawl
Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama
berlatih dan bertanding (Bompa, 1999: 19). Adenosine Triphosphate (ATP)
merupakan bentuk energi siap pakai yang terdapat di dalam otot. ATP terdiri dari
19
satu rangkaian komponen adenosin dan tiga kelompok fosfat. Energi dibutuhkan
untuk kontraksi otot, dimana ATP akan dipecah menjadi adenosine diphosphat
(ADP) dan phosphat inorganic (Pi). Pada reaksi pemecahan ATP ini juga
dihasilkan energi yang merupakan sumber energi kontraksi otot. Pemecahan 1
molekul ATP akan melepaskan energi antara 7-12 kalori. Reaksi pemecahan ATP
terlihat sebagai berikut (Jusunul Hairy, 1989: 71):
ATP ADP + Pi + Energi.
Ketersedian ATP di dalam otot sangat terbatas, jumlah total ATP yang
terdapat di dalam tubuh setiap saat sekitar 3 ons. Jumlah ini hanya dapat
menyediakan energi untuk melakukan suatu latihan maksimal beberapa detik saja
(Jusunul Hairy, 1989: 73). Oleh karena itu pegisian kembali ATP di dalam otot
sangat penting dilakukan untuk menunjang aktivitas kontraksi otot.
Secara umum resintesis ATP dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu tanpa
melibatkan oksigen (metabolisme anaerob) dan dengan melibatkan oksigen
(metabolisme aerob).
a. Sistem Anaerob
Metabolisme anaerob merupakan rangkaian reaksi kimia pembentukan
energi tanpa melibatkan oksigen. Sumber energi untuk metabolisme anaerob
berasal dari pemecahan phospocreatine (sistem ATP-PC) dan pemecahan glukosa
(glikolisis)
1) Sistem ATP-PC
Creatin phospat (CP) atau phospocreatin yang tersimpan dalam sel
otot, selanjutnya dipecah menjadi creatin dan phospat. Proses ini
menghasilkan energi yang dipakai untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP
dan selanjutnya diubah sekali lagi menjadi ADP + P yang menyebabkan
terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Sistem ini
berlangsung selama 8 – 10 detik (Bompa, 1999: 21). Rangkaian pemecahan
phospocreatin (PC) dan pembentukan ATP tampak seperti bagan berikut
(Foss & Keteyian, 1998: 20):
20
PC Pi + C + Energi
Energi + ADP + Pi ATP
2) Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat
Sistem ini dilakukan dengan memecah glikogen yang disimpan
dalam sel otot dan hati, dibanding dengan PC, sistem ini melepaskan energi
untuk mensintesis ATP ke ADP + P. Sistem ini dapat berlangsung selama
40 detik. Dengan tidak adanya oksigen selama pemecahan glikogen secara
bersamaan terbentuk asam laktat dapat menyebabkan terjadinya kelelahan
(Bompa, 1999: 21).
Asam laktat ini tidak boleh dianggap sebagai limbah metabolisme,
sebaliknya asam laktat merupakan sumber energi kimia yang bermanfaat
dan tetap disimpan di dalam tubuh selama latihan berat. Apabila persediaan
oksigen sudah mencukupi kembali, seperti pada saat pulih asal (recovery)
atau pada saat intensitas latihan dikurangi, hidrogen terikat ke asam laktat
dan diangkut oleh dan akhirnya dioksidasi. Akibatnya, asam laktat
telah siap untuk dikonversi kembali menjadi asam piruvat dan dipergunakan
sebagai sumber energi. Selanjutnya, energi potensial dalam asam laktat dan
asam piruvat yang dibentuk di dalam otot selama latihan dapat disimpan dan
kerangka karbon dari molekul-molekul ini dipergunakan untuk sintesis
glukosa, dan proses ini disebut proses glukoneogenesis yang terjadi dalam
Daur Cori. Daur ini tidak hanya sebagai alat untuk mengangkut asam laktat
saja, tetapi juga memperbesar glukosa darah dan glukosa otot (Junusul
Hairy, 1989: 78).
b. Sistem Aerob
Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai
memproduksi energi dalam mensintesis ATP dari ADP + P. Denyut jantung dan
nafas harus ditingkatan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang
dibutuhkan sel otot, sehingga glikogen dapat dipecah melalui hadirnya oksigen.
Walaupun glikogen merupakan sumber energi yang di pakai meresintesis ATP
pada kedua sistem (sistem asam laktat dan aerobik), tetapai dengan sistem
21
aerobik akan memecah glikogen berdasarkan hadirnya oksigen dan sekaligus
menghasilkan sedikit bahkan tidak sama sekali asam laktatnya, hal ini
memungkinkan seseorang dapat meneruskan pelatihan yang lebih lama. Sistem
aerobik merupakan sumber energi utama untuk aktivitas olahraga yang berjangka
waktu 2 menit sampai 2 – 3 jam. Kerja lama yang lebih dari 2 – 3 jam, akan
mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk menggantikan cadangan ATP
selama cadangan glikogen telah mendekati habis (Bompa, 1999: 22).
Dalam pelatihan ini subyek melakukan gerakan-gerakan renang gaya crawl
secara cepat dan teratur serta kemampuan dalam mengatur pengambilan nafas.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 repetisi pelatihan adalah 1,5
sampai 2 menit per 50 meter. Prinsif dasar daya tahan dan kecepatan adalah
mengubah kordinasi gerakan lengan, kaki, ketepatan pengambilan napas dan
kestabilan fisik saat renang. Untuk melakukan gerakan secepat diperlukan sistem
gerak yang mendukung gerakan tersebut diantaranya otot-otot pada tungkai. Otot
yang terlibat sebagian besar adalah otot tungkai, otot lengan dan otot perut
disamping otot-otot yang lain juga memiliki peranan. Otot-otot tubuh merupakan
alat, energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan mekanik
(Hairy, 1989: 15). Dalam hubungan ini jumlah pekerjaan mekanik yang
dilakukan itu menentukan berapa jumlah energi yang harus diubah dari yang
tersimpan secara kimiawi untuk melakukan kontraksi. Dari penjelasan sistem
pembentukan energi tersebut dan berdasarkan jenis pelatihannya yang akan
dilakukan maka pelatihan renang gaya crawl lebih banyak menggunakan sistem
energi aerobik.
10. Perkembangan Fisik Anak Sekolah Dasar (SD)
Perkembangan adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau
kemampuan kerja organ-organ tubuh kearah keadaan yang makin terorganisasi
dan terspesialisasi ( Iwan Swadesi, 2009: 10). Makin terorganisasi artinya adalah
bahwa organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai kemauan. Makin
terspesialisasi artinya bahwa organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai
dengan fungsinya masing-masing (Iwan Swadesi, 2009: 10). Masa SD dikenal
22
juga sebagai masa fisik anak besar. Anak besar adalah anak yang berusia antara 6
sampai denan 10 atau 12 tahun. Pada masa anak besar terjadi kecendrungan
perbedaan dalam hal kepesatan dan pola pertumbuhan yang berkaitan dengan
proporsi ukuran bagian-bagian tubuh. Pada masa anak besar pertumbuhan fisik
anak laki-laki dan perempuan sudah mulai menunjukan kecendrungan semakin
jelas tampak adanya perbedaan. (Dr. sugianto dkk: 1998: 113).
Menurut Dr. sugianto dkk (1998: 140) pertumbuhan fisik pada masa anaa
besar relatf lambat dan konstan apabila dibandingkan dengan pada masa bayi dan
juga pada masa adolesensi. Ukuran dan proporsi bagian-bagian tubuh anak besar
mengalami perubahan dibandingkan pada masa anak kecil. Secara proporsional
kaki dan tangan tubuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan togok. Mulai umur
11 tahun pada anak perempuan presentase panjang kaki disbanding panjang togok
mulai menurun, atau bearti secara proporsional pertumbuhan panjang togok mulai
lebih cepat dibandng pertumbuhan panjang kaki.sedangkan pada anak laki-laki hal
ini baru mulai terjadi pada umur lebih kuran 14 tahun. Dengan gambaran keadaan
seperti tersebut diatas berarti pada akhir masa anak besar perbandingan proporsi
ukuran bagian-bagian tubuh anak laki-laki dengan ana perempuan mulai tampak
perbedaannya.
Masa anak besar merupakan waktu yang tepat untuk mengikuti berbagai
macam kegiatan olahraga. Karena pada masa anak besar pertumbuhan fisik dan
kemampuan fisik semakin meningkat. Beberapa macam kemampuan fisik yang
cukup nyata perkembangannya pada anak besar adalah kekuatan, fleksibilitas,
keseimbangan, dan koordinasi.(Dr. Sugianto dkk,1998:145)
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk meningkatkan kondisi fisik secara
optimal melalui pelatihan fisik secara optimal melalui pelatihan fisik sangat tepat
diberikan pada masa anak besar atau masa pertubuhan saat anak tersebut duduk
dibangku Sekolah Dasar (SD). Salah satu pelatihan yang akan diberikan untuk
meningkatkan kondisi fisik anak SD adalah pelatihan renang gaya crawl.
23
11. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh pelatihan renang gaya crawl
terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-
paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.
b. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anggota club junior renang Guna
Tirta Tabanana.
c. Pengukuran volume oksigen maksimal (VO2 maks) didasarkan pada hasil tes
Multilevel Fitnes Test (MFT)
d. Pengukuran volume paru-paru didasarkan pada hasil tes menggunakan
spirometer.
H. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 02. Kerangka Berfikir
24
Subyek Penelitian
Prinsip-prinsip dasar dan Sistematika Pelatihan
Intensitas, Frekuensi, Lamanya Pelatihan
Proses Pelatihan
Luaran
Peningkatan Volume Paru-paru
Luaran
Peningkatan VO2 maks
Pelatihan Renang Gaya Crawl
Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan: Dalam penelitian ini yang
digunakan sebagai subjek penelitian anggota club junior renang Guna Tirta
Tabanana. dengan umur berkisar antara 10-12 tahun. Subyek penelitian diberikan
pelatihan renang gaya crawl untuk kelompok perlakuan, sedangkan kelompok
kontrol tidak diberikan pelatihan. Untuk menghindari terjadinya cedera pada saat
melaksanakan suatu pelatihan serta mampu menghasilkan manfaat yang
maksimal, maka pelatihan tersebut harus dilakukan sesuai dengan sistematika
pelatihan. Adapun sistematika pelatihan tersebut yaitu: pelatihan pemanasan
(peregangan, kalisthenik, aktivitas spesifik), aktivitas formal, pelatihan inti, dan
pelatihan pendinginan. Dalam pemberian pelatihan renang gaya crawl harus
memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan, adapun prinsip pelatihan tersebut yaitu:
prinsip beban berlebih, prinsip tahanan bertambah, prinsip pelatihan
beraturan,prinsip pelatihan spesifik, prinsip individu, dan prinsip pulih asal.
Agar pelatihan dapat memberikan hasil yang lebih baik, dalam pemberian
pelatihan tersebut hendaknya memperhatihan intensitas, frekuensi serta lamanya
pelatihan. Lamanya pelatihan yang diberikan yaitu selama empat minggu atau dua
belas kali pertemuan, yang tiap minggunya menggunakan frekuensi pelatihan tiga
kali seminggu yaitu selasa, kamis, sabtu pada sore hari pukul 15.30 sampai 17.30
dan terjadi peningkatan secara progresif dengan intensitas 75%-85% denyut nadi
optimal dan penurunan set pada akhir pelatihan agar pelatihan tersebut mendapat
hasil yang efektif yang sesuai dengan sistem yang disebut the step type approach
atau sistem tangga. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan,
intensitas, frekuensi, lamanya pelatihan serta sistematika pelatihan yang benar
maka pelatihan renang gaya crawl dapat meningkatkan fungsi faal tubuh.
Pelatihan renang gaya crawl merupakan salah satu jenis pelatihan yang
dapat meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.
Dalam pelatihan renang gaya crawl ini subjek penelitian akan dituntut melakukan
gerakan tangan, badan dan kaki serta pengaturan pola pengambilan nafas secara
bersamaan dan melakukannya berulang-ulang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pelatihan renang gaya crawl dapat
meningkatkan meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume
paru-paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana dengan
25
mengikuti prinsip-prinsip pelatihan dengan baik, memperhatikan intensitas,
frekuensi, lamanya latihan dan sistematika pelatihan yang sesuai dengan program
pelatihan.
I. Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, maka jawaban
sementara yang hendak dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume
oksigen maksimal (VO2 maks) pada anggota club junior renang Guna Tirta
Tabanana..
2. Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume paru-
paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.
J. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subyek
penelitian. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu
(quasi experimental), dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Kanca, 2006: 79).
2. Rancangan Penelitian
Kanca (2006: 42) mendefinisikan rancangan penelitian sebagai rencana
tentang bagaimana cara mengumpulkan, menyajikan, dan menganalisis data untuk
memberi arti terhadap data tersebut secara efektif dan efisien. Dalam menentukan
suatu rancangan penelitian harus memperhatikan kegunaan dari rancangan
26
penelitian tersebut agar dapat menguji kebenaran hipotesis penelitian serta sedapat
mungkin mengontrol atau mengendalikan varians.
Melihat dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini
rancangan penelitian yang akan digunakan adalah “The Non-Randomized Control
Group Pretest Posttest Design” (Kanca, 2006: 81). Rancangan ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
X1
K1 T2
S T1 OP
X0
K0 T2
Keterangan:
S : Subyek penelitian
T 1 : Tes awal (pre-test)
OP : Ordinal pairing
K1 : Kelompok perlakuan
K 0 : Kelompok kontrol
X1 : Perlakuan senam aerobik Low impact
X0 : Perlakuan Konvensional (kontrol)
T2 : Test - akhir (post test)
Berdasarkan rancangan penelitian di atas, maka penelitian yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut: subyek penelitian diberikan tes awal atau pre-
test (T1) yaitu berupa tes Multistage Fitness Test untuk mengukur VO2 maks dan
tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru. Berdasarkan hasil tes awal
subyek penelitian dikelompokan ke dalam dua kelompok penelitian melalui
metode ordinal pairing. Kelompok perlakuan (K1) diberikan pelatihan renang
gaya crawl selama empat minggu atau dua belas kali pelatihan dan belum
27
termasuk pre-test dan post-test. Sedangkan kelompok control (K0) tidak diberikan
pelatihan khusus, hanya diberikan pelatihan secara konvensional yang sering
dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Setelah program pelatihan berakhir
diadakan tes akhir atau post-test (T2) dengan tes Multistage Fitness Test untuk
mengukur VO2 max dan tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru,
setelah subyek penelitian melakukan program latihan yang diberikan. Sehingga
peneliti bisa mendapatkan data sebagai bahan untuk menyimpulkan seberapa jauh
pengaruhnya program latihan yang telah dilaksanakan selama penelitian.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah keseluruhan varian yang menjadi bahan penelitian.
Dalam penelitian ini jumlah subyek penelitian yang dipergunakan sebanyak 30
orang yang diambil dari anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana..
Berdasarkan hasil tes awal subyek yang berjumlah 30 orang akan dibagi
menjadi 2 kelompok secara acak, hal ini bertujuan untuk menjaga homogennya
atau kesamaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pembagian kelompok
tersebut adalah:
Kelompok 1 : kelompok perlakuan dengan pelatihan renang gaya crawl
(X1) = 15 orang
Kelompok 2: kelompok kontrol atau aktivitas olahraga tanpa program
(X0) = 15 orang.
Tabel 02. Teknik Pembagian kelompok secara ordinal pairing dari hasil tes awal
Rangking berdasarkan tes awal (pre-test)
Kelompok 1 Kelompok 2
1 2
4 3
5 6
28
8 7
9 10
Dst Dst
Cara ini dimaksudkan agar kedua kelompok tersebut mempunyai
kemampuan mendekati sama tau hampir sama baik itu kelompok perlakuan
maupun kelompok kontrol.
4. Variabel Penelitian
Variabel adalah semua ciri atau faktor yang dapat menunjukkan variasi atau
segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan penelitian (Kanca, 2006: 32).
Variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.
a. Variabel bebas : pelatihan renang gaya crawl
b. Variabel terikat : volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume
paru-paru
c. Variabel moderator : Umur, jenis kelamin, sehat jasmani dan rohani.
5. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan pengertian yang jelas dan menghindari kesalahan
penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini, maka akan
dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian yang dilakukan.
Istilah-istilah tersebut diantaranya:
a) Pengaruh
Pengaruh adalah suatu perubahan yang terjadi dari keadaan semula
sebagai akibat dari pelatihan (Kanca, 1990: 22). Dalam penelitian ini yang
dimaksudkan adalah pengaruh dari pelatihan renang gaya crawl terhadap
volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan peningkatan volume paru-paru.
29
b) Pelatihan Renang Gaya Crawl
Renang gaya crawl adalah gaya yang paling cepat dan paling mudah
dipelajari dan yang sering disebut dengan renang gaya bebas. Pelatihan renang
gaya crawl ya hars diingat ialah tubuh harus berada pada posisi datar di atas
air dengan bahu agak kebelakang, sedangkan kaki hanya beberapa inci
dibawah permukaan air kolam. Hal yang utama adalah mempertahankan
wajah agar tetap berada di atas permukaan air dengan mata terus menghadap
ke depan dan kebawah, kecuali pada saat bernapas. Kita bernaps ke sisi,
sementara kepala kita segaris dengan permuaan air. (Davit Haller, 2007: 22).
c) Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks )
Volume oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan kemampuan tubuh
untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal dalam perunit waktu tertentu
dan secara absolut dinyatakan dalam liter permenit. Dalam penelitian ini nilai
volume oksigen maksimal (VO2 maks) akan diukur menggunakan Multistage
Fitness Test (MFT) atau lari multi tahap.
d) Volume Paru-paru
Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada
penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru
(Evelyn C. Pearce, 2002: 211).
e) Umur
Umur adalah lamanya orang hidup yang dimulai dari dilahirkan
sampai saat meninggal. Dalam penelitian ini kisaran umur yang digunakan
yaitu 10-12 tahun.
f) Kebugaran jasmani
Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk beraktiftas
dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebih setelah
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Keadaan ini diketahui melalui wawancara
dan pengamatan langsung terhadap subyek penelitian.
30
6. Instrumen dan Fasilitas Penelitian
a. Instrumen Penelitian
Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mempergunakan spirometer untuk mengukur volume paru-paru.
Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) diukur dengan
menggunakan Multistage Fitness Test (MFT) yang memiliki tingkat
reliabilitas 0,98 dan nilai validitas 0,77 (Luc Leger dalam Muchsin
Doewes & M.Furgon 1999:1). Petugas yang mencatat adalah mahasiswa
yang telah lulus mata kuliah Tes dan Pengukuran Kebugaran Jasmani.
b. Fasilitas Penelitian
Fasilitas yang dipergunakan adalah kolam renang Guna Tirta Tabanan, dan
lapangan datar atau Gor Debes Tabanan untuk mengadakan tes. Sedangkan
untuk alat-alat penelitian yang dipergunakan adalah:
1) Halaman, lapangan atau permukaan datar dan tidak licin.
2) Mesin pemutar kaset (tape recorder atau dvd)
3) Kaset audio
4) Meteran
5) Stopwatch
6) Kabel rol
7) Buku dan pulpen
8) Kamera
9) Lak ban
10) Tali
11) Spirometer
7. Prosedur Kerja
Dalam penelitian ini terdapat beberapa langkah kerja yang dilakukan,
langkah-langkah tersebut adalah.
a. Konsultasi judul penelitian dengan pembimbing akademik.
31
b. Mengajukan judul penerlitian kepada ketua jurusan setelah mendapat
persetujuan dari pembimbing akademik.
c. Penetapan dosen pembimbing setelah mendapat persetujuan dari Ketua
Jurusan Ilmu Keolahragaan dan Dekan Fakultas Olahraga dan Kesehatan.
d. Menyusun proposal penelitian dan melakukan konsultasi dengan pembimbing
untuk dikoreksi dan melakukan perbaikan untuk selanjutnya disetujui
melakukan seminar proposal.
e. Seminar proposal penelitian di Jurusan Ilmu Keolahragaan.
f. Perbaikan proposal penelitian yang telah diseminarkan pada Jurusan Ilmu
Keolahragaan.
g. Mempersiapkan subyek penelitian, fasilitas dan alat-alat yang di perlukan
dalam penelitian
h. Mengurus izin penelitian.
i. Mempersiapkan subyek yang akan melakukan tes awal.
j. Melaksanakan tes awal pada subyek dengan Multistage Fitness Test (MFT)
dan spirometer untuk menentukan kelompok kontrol dan perlakuan.
k. Memberikan perlakuan pada subyek penelitian selama 12 kali pelatihan yaitu
selama 4 minggu dengan renang gaya crawl.
l. Melaksanakan tes akhir pada kedua kelompok
m. Menganalisis data yang telah terkumpul
n. Menyususn laporan penelitian
o. Ujian skripsi
p. Revisi skripsi
q. Mengumpulkan skripsi pada Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
8. Program Pelatihan
Lamanya pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah 4 minggu
atau 12 kali pelatihan, dengan frekensi pelatihan tiga kali seminggu.Waktu
pelaksanaan pelatihan adalah selasa, kamis dan sabtu pada sore hari yaitu pukul
15.30 wita sampai 17.30 wita. Tempat pelatihan adalah Kolam Renang Guna
Tirta. Setiap pelatihan harus mencapai daerah pelatihan (training zone),yaitu 70-
85% dari denyut nadi optimal. Subyek yang digunakan adalah anak-anak SD
32
yang tergabung dalam club Guna Tirta dan bukan atlet karena itu denyut nadi
yang digunakan adalah denyut nadi optimal, untuk menentukan denyut nadi
optimal, dituliskan sebagai berikut:
(Nala, 1992: 38)
Adapun intensitas program pelatihan tersebut adalah:
1. Hari I, II, III, IV : 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 75% DNO
2. Hari V, VI, VII, VIII : 1 repetisi x 6 set, intensitasnya 80% DNO
3. Hari XI, X, XI : 1 repetisi x 8 set, intensitasnya 85% DNO
4. Hari XII : 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 80% DNO
Hal tersebut dibuat berdasarkan prinsip-prinsip dasar pelatihan, dengan
menggunakan sistem unloading fase fase dimana pada akhir pelatihan terdapat
penurunan intensitas pelatihan. Pelatihan renang gaya crawl dilakukan 1-4 set
dengan waktu istirahat 3-5 menit.
Tabel 03. Deskripsi program pelatihan senam aerobik low impact yang dilaksanakan sebanyak 12 kali pelatihan antara lain sebagai berikut:
Pelatihan
Ke-
Uraian Kegiatan Pelatihan
Waktu
Pelaksanaan Repetisi Set
Intensitas
Pelatihan
Waktu istirahat
I, II, III, IV
1) Pendahuluana. Doa dan
pengarahan
b. Pemanasan
2) Inti Pelatihan
Renang gaya crawl
10 menit
10 menit
35 menit 1 4 75% DNO 3 menit
33
Denyut nadi optimal: (220 – Umur) - 10
Pelatihan
Ke-
Uraian Kegiatan Pelatihan
Waktu
Pelaksanaan Repetisi Set
Intensitas
Pelatihan
Waktu istirahat
3) Penutupa. Pendinginan
b. Pengarahan
dan doa
10 menit
10 menit
V, VI, VII, VIII
1) Pendahuluan
a. Doa dan pengarahan
b. Pemanasan
2) Inti Pelatihan Renang gaya crawl
3) Penutupa . Pendinginan
b . Pengarahan dan doa
10 menit
10 menit
50 menit
10 menit
10 menit
1 6 80% DNO 3 menit
IX, X, XI 1) Pendahuluana. Doa dan
pengarahan
b. Pemanasan
2) Inti Pelatihan Renang gaya crawl
10 menit
10 menit
70 menit
1 8 85%
DNO
3 menit
34
Pelatihan
Ke-
Uraian Kegiatan Pelatihan
Waktu
Pelaksanaan Repetisi Set
Intensitas
Pelatihan
Waktu istirahat
3) Penutupa . Pendinginan
b . Pengarahan dan doa
10 menit
10 menit
XII 1) Pendahuluana. Do
a dan pengarahan
b. Pemanasan
2) Inti Pelatihan
Renang gaya crawl
3) Penutup
a. Pendinginan
b. Pengarahan dan doa
10 menit
10 menit
50 menit
10 menit
10 menit
1 6 80% DNO 3 menit
9. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah hal yang paling penting dalam penelitian untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Data penelitian ini diperoleh dari hasil
pengukuran variabel terikat yaitu volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan
volume paru-paru. Data-data tersebut merupakan data yang didapat dari tes awal
(pre-test) dan tes akhir (post-test). Pada masing-masing kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Pelaksanaan tes akhir dilaksanakan setelah kelompok
35
perlakuan diberikan pelatihan renang gaya crawl selama 12 kali pelatihan dengan
menggunakan tes sama seperti di atas. Selanjutnya dianalisis berdasarkan hasil
pengukuran dari masing-masing kelompok.
a. Tahap Persiapan
1. Memberikan pengarahan secara umum kepada para petugas peneliti
kepada tugasnya masing-masing.
2. Mengecek alat-alat dan fasilitas lainya yang akan dipakai.
3. Mengumpulkan seluruh anggota club junior yang dijadikan subyek
penelitian.
4. Memberikan penjelasan kepada subyek penelitian tentang pelaksanaan
penelitian yang dilakukan.
5. Sebelum melakukan pengukuran dalam penelitian, subyek penelitian
diberikan peregangan dan pemanasan yang cukup dalam mempersiapkan
otot-otot tubuh untuk melakukan tes.
6. Setelah melakukan tes subyek penelitian melakukan pendinginan
b. Tahap Pelaksanaan
1) Tes Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)
Pelaksanaan tes volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah
dengan menggunakan Multistage Fitness Test (MFT), tahap
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a) Multistage Fitness Test (MFT) dilakukan dengan menempuh jarak 20
meter dengan lebar lintasannya 1-1,5 meter, untuk setiap subyek
penelitian dengan lari bolak-balik dimulai dengan lari pelan-pelan,
secara bertahap makin lama makin cepat, sampai subyek penelitian
tidak mampu mengikuti irama waktu lari, berarti kemampuan
maksimalnya pada level dan bolak-balik tersebut.
b) Setiap level waktunya satu menit
c) Mulailah menghidupkan tape recorder. Pada bagian permulaan pita
tersebut, jarak antara dua sinyal “tut” menandai suatu interval 1 menit
yang telah terukur secara akurat.
36
d) Pada saat bunyi “tut” tunggal pada beberapa interval yang teratur para
subyek penelitian diharapkan berusaha agar dapat sampai ke ujung yang
berlawanan (di seberang) bertepatan dengan sinyal “tut” yang pertama
berbunyi, kemudian subyek penelitian harus meneruskan berlari pada
kecepatan seperti ini, dengan tujuan agar salah satu dari kedua ujung
tersebut bertepatan dengan terdengarnya sinyal “tut” berikutnya.
e) Bunyi sinyal “tut” tunggal menandai akhir tiap lari bolak-balik dan
bunyi “tut” tiga kali berturut-turut menandai akhir dari setiap level.
f) Subyek penelitian selalu menempatkan salah satu kaki tepat pada atau
di belakang tanda garis 20 meter pada akhir setiap lari dan berbalik lari
menunggu bunyi “tut” berikutnya.
g) Subyek penelitian harus meneruskan lari selama mungkin, sampai tidak
mampu lagi mengikuti dengan kecepatan yang telah diatur dalam pita
rekaman.
h) Apabila subyek penelitian gagal mencapai jarak dua langkah menjelang
garis ujung pada saat terdengar sinyal “tut”, subyek penelitian masih
diberi kesempatan untuk meneruskan dua kali lari agar dapat
memperoleh kembali langkah yang diperlukan sebelum ditarik mundur.
i) Setelah subyek penelitian selesai melakukan tes harus melakukan
gerakan pendinginan dengan berjalan dan diikuti dengan peregangan
otot, janganlah dibiarkan subyek penelitian duduk secara mendadak
setelah selesai melaksanakan tes.
1
2
3
4
5
Gambar 07. Lintasan Multiple Fitness Test
37
FINISH
Keterangan:1. Angka 1 – 5 = subyek2. = subyek berlari bolak – balik pada lintasan
2) Tes Volume Paru-paru
Pelaksanaan tes volume paru-paru adalah dengan tes spirometer, tahap
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a) Subyek penelitian dipanggil dan berdiri didepan tester.
b) Subyek penelitian kemudian diberikan spirometer untuk mengukur
volume vital paru-paru.
c) Subyek penelitian harus berkonsentrasi saat pelaksanaan tes.
d) Setelah diberikan aba-aba oleh tester, subyek penelitian harus
berusaha untuk menarik nafas sekuat-kuatnya dan kemudian menaruh
spirometer didepan mulut subyek. Kemudian menghembuskan nafas
dengan sekuat-kuatnya.
e) Pada spirometer akan terlihat hasil hembusan maksimal subyek dan
itu merupakan volume paru-paru subyek.
f) Subyek penelitian diberikan kesempatan melakukan tes dengan
spirometer sebanyak dua kali dengan cara langsung, yaitu
melakukannya langsung sebanyak dua kali.
g) Data yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kali kesempatan
tes tersebut.
Gambar: 03 Cara pelaksanaan tes dan Spirometer( Sumber : http://www.bpp2.com/physical_therapy_products/1875.html)
38
10. Teknik Analisis Data
a. Uji Persyaratan
Untuk menganalisis data tentang pengaruh pelatihan renang gaya crawl
terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-
paru pada anggota junior club renang Guna Tirta Tabanan adalah menggunakan
independen t-tes, pada α = 0,05.
Untuk memenuhi asumsi dalam teknik independen t-tes, maka dilakukan uji
Normalitas dengan uji Chi Kuadrat (2) (Sugiyono, 2008:61), dan uji
Homogenitas Varians dengan Uji Bartlet (Sudjana, 2002:261). Adapun langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa
subyek berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji Normalitas data
dalam penelitian ini mengggunakan metode uji Chi Kuadrat (2), dengan
banyak kelas (db) = (k) - 3 dan taraf nyata (α) = 0,05. Untuk mempermudah
hitungan uji Normalitas akan dibantu dengan SPSS 16.
Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah kelas interval (dengan rumus):
Jumlah kelas interval = 1 + 3,3 log n
(n = banyak data)
b. Menentukan panjang kelas interval (dengan rumus):
Panjang Kelas =Data terbesar – data terkecil
Jumlah kelas interval
39
c. Menentukan rata- rata data subyek ( ) dan
simpangan baku
d. Menyusun tabel ke dalam distribusi frekuensi, sekaligus
tabel penolong untuk menghitung harga Chi Kuadrat.
Table 06. Tabel Penolong untuk Menghitung Harga Chi Kuadrat
No DataRentang
klsfi x Z
Luas daerah
tiap bidang
Ei Oi hitung
--- --- --- --- --- --- --- --- --- ---
Keterangan:
fi = frekuensi
x = batas nyata kelas
Z = skor baku (Z-skor)
Oi = frekuensi / jumlah data hasil observasi.
Ei = jumlah/ frekuensi yang diharapkan
= Chi Kuadrat
e. Menentukan batas nyata kelas, menghitung Z-skor dan
menghitung luas daerah tiap kelas.
f. Menghitung Ei (frekuensi yang diharapkan) dengan rumus
Ei = 100 x luas daerah tiap kelas
g. Menghitung harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan rumus =
.
40
Membandingkan harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan Chi Kuadrat
(2) tabel. Bila harga Chi Kuadrat (2) hitung lebih kecil dari pada Chi
Kuadrat (2) tabel, maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila lebih
besar dinyatakan tidak nomal.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji Homogenitas Varians data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa
dua atau lebih kelompok data subyek berasal dari populasi-populasi yang
memiliki varians yang sama. Uji Homogenitas Varians data dilakukan dengan uji
Barlet dan untuk mempermudah hitungan dibantu dengan SPSS 16. Langkah-
langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok subyek,
dk (ni– 1), , Si2, dan (dk) log Si
2.
b. Menghitung variansi gabungan dari semua subyek, rumusnya:
c. Menghitung satuan B dengan rumus
B =
d. Menghitung dengan rumus
= (ln 10) ,
dengan (ln 10) = 2,3026,
pada taraf signifikansi α = 0,05 dan dk (n – 1)
Hasilnya ( hitung ) kemudian dibandingkan dengan = (1-α)(k-1)
e. Apabila hitung ≤ maka Ho diterima, artinya varian subyek bersifat
homogen. Begitu juga sebaliknya apabila hitung ≥ maka Ho ditolak,
artinya varian subyek bersifat hiterogen.
41
2) Uji Hipotesis.
Setelah dilakukan uji Normalitas dan uji Homogenitas Varians, maka
pemanfaatan independen t-tes dalam analisis data sudah bisa dilakukan. Data hasil
tes terakhir yaitu Volume Paru-paru dan O2 maks dianalisis dengan uji
independen t-tes dan pengujian hipotesis dengan perhitungan uji t pada taraf
signifikansi 5% dan dk = n1+n2-2 dengan bantuan SPSS 16.
Adapun pengujian uji independen t-tes adalah sebagai berikut:
thit =
dengan
dan
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Tolak Ho jika nilai t-hitung > tα/2 atau nilai t-hitung < -tα/2, berarti pelatihan
senam aerobik low impact berpengaruh terhadap volume paru-paru dan VO2
maks.
42