ABSTRAK TESIS MTP

Embed Size (px)

Citation preview

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DI DKI JAKARTA Oleh: Lamidi Upaya perbaikan lingkungan di DKI Jakarta telah dilaksanakan sejak tahun 1969 melalui program perbaikan kampung yang lebih dikenal dengan sebutan KIP-MHT. Namuh hingga saat ini pemukiman kumuh masih menjadi masalah besar bagi pemerintah DKI Jakarta. Hasil evaluasi oleh BPS DKI Jakarta tahun 1997,2001 dan 2004 menunjukkan bahwa jumlah pemukiman kumuh yang kondisinya semakin buruk dri 5% tahun 1997 menjadi 22% dari jumlah RW kumuh pada tahun 2004. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penanganan permukiman kumuh adalah tidak adanya keseimbangan dalam pengelolaan terhadap fasilitas atau sarana yang telah dibangun oleh pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui factorfaktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam penanganan permukiman kumuh. Dilihat dari tingkatnya terdapat 4 tingkatan partisifasi masyarakat yaitu informasi, konsultasi,kemitraan (partnership), dan swadaya (self-help). Sedangkan dilihat dari keterlibatannya dalam proses kegiatan, partisifasi dapat terjadi pada tahap usulan, perencanaan, dan pengelolaan (Wates, N.2000). Oakley dan Marsden (1984) mengemukakan adanya 3 kendala partisifasi masyarakat yaitu, kendala operasional, kendala cultural, dan kendala structural. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil 3 contoh kasus lokasi kumuh berdasarkan data Evaluasi RW Kumuh BPS DKI Jakarta Tahun 2001 dan 2004. kasus 1 adalah RW kumuh yang mengalami perubahan menjadi baik yaitu RW 006 Kelurahan Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat; Kasus 2 adalah RW kumuh yang mengalami perubahan menjadi semakin buruk yaitu RW 01 Kelurahan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan; dan Kasus 3 adalah RW kumuh yang tidak mengalami perubahan tingkat kekumuhan yaitu RW 16 Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Hasil penelitian lapangan pada 3 lokasi kasus tersebut menunjukkan bahwa ada kendala operasional, kultural dan structural yang menghambat partisipasimasyarakat untuk pengelolaan lingkungan perumahannya. Kendala operasional muncul akibat pola kebijakan yang diterapkan pemerintah yang tidak mampu membangkitkan partisipasi masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan terutama pada fase setelah proyek; kendala cultural muncul terkait dengan sikap masyarakat yang tidak peduli terhadap upaya pengelolaan lingkungan dan tidak adanya motivasi untuk berperan serta dalam upaya pengelolaan lingkungan. Motivasi masyarakat masih terbatas pada kegiatan-kegiatan yang mendatangkan manfaatekonomi bagi dirinya. Sedangkan kendala struktur muncul terkait dengan lemahnya kelembagaan dan kepemimpinan local terutama RW dan RT. Kelemahan ini seharusnya dapat menjadi wadah pengorganisasian bagi warga dalam rangka mengembangkan swadaya dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dari hasil penelitian seperti tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan konsep kebijakan yang diterapkan oleh Pemda DKI Jakarta saat ini, kondisi sikap dan kepedulian masyarakat kumuh yang rendah terhadap lingkungan, serta lemahnya

1

kemampuan kelembagaan dan kepemimpinan local, maka sulit diharapkan bahwa partisipasi masyarakat akan tumbuh dengan baik. Mengingat bahwa partisipasi masyarakat merupakan factor yang sangat penting dalam upaya penanganan permukiman kumuh, maka perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk mendapatkan rumusan tentang upaya-upaya untuk mengatasi kendala partisipasi tersebut.

2

PENGEMBANGAN PERUMAHAN SEWA PEKERJA INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI DENGAN POLA KEMITRAAN Studi Kasus : Kawasan Industri MM2100, Cibitung, Bekasi Oleh: Mona Anggiani Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka kegiatan industri pun meningkat. Kawasan Industri sebagai lokasi tempat berdirinya pabrik (sebagai tempat berproduksi), tidak dapat disangkal terus bertambah jumlah investornya. Pekerjapekerja tersebut memerlukan tempat tinggal. Perumahan satu kebutuhan penting bagi semua orang, termasuk para pekerja industri di kawasan Industri. Jumlah pekerja industri di Kawasan Industri yang cukup banyak, otomatis menuntut keberadaan perumahan, bukanlah hanya sekedar tempat tinggal atau pemukiman. Di Amerika Serikat, terdapat program bantuan perumahan bagi pekerja melalui kemitraan yang dikemukakan oleh George Falis dan Tom Schwartz. Namun di Negara Indonesia, belum terdapat program khusus yang serupa. Yang ada adalah berupa kebijakan, Keputusan Menteri Perumahan Rakyat mengenai subsidi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Program kemitraan dalam pengadaan asrama bagi pekerja industri belum dapat berjalan. Penelitian ini ditunjukan untuk mengungkap alasan-alasan yang ada, mengapa perumahan bagi pekerja industri di Kawasan Industri MM2100, Cibitung, Bekasi belum dapat terlaksanakan atau terbangun hingga saat ini. Lokasi pemilihan KI MM2100 dikarenakan KI tersebut dapat mewakili tipikal KI lainnya yang ada di daerah Bekasi. Metode analisis yang digunakan adalah dengan melihat keuntungan dan kerugian yang ditiap-tiap pihak yang terkait dengan system pengadaan perumahan bagi pekerja industri di KI MM2100. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlu adanya persamaan pemahaman di setiap pihak terkait keuntungan (nilai positif), kerugian (nilai negative) dan manfaat yang bias diperoleh apabila perumahan sewa bagi pekerja industri terbangun. Selama pihak-pihak terkait belum dapat menyamakan persepsi tersebut, maka program kemitraan pengadaan perumahan bagi pekerja di kawasan industri tidak akan terlaksana. Hal ini dikarenakan program kemitraan tidak dapat berjalan dengan baik apabila disalah satu pihak tidak mendapat keuntungan atau nilai positif dari program yang diadakannya.

3

STUDI MENGENAI KEMUNGKINAN PENGELOLAAN KAWASAN SEBAGAI BAGIAN TERINTEGRASI DARI PROSES PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN Studi Kasus: Kawasan Estate Summarecon Kelapa Gading Oleh: Albertus Arifin Kawasan kecamatan Kelapa Gading bertumbuh dengan pesat, apabila dilihat dari tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,9% dan jumlah penduduk yang mencapai 104.984 jiwa pada tahun 2004 serta berbagai property didalamnya yang bertumbuh dengan pesat Khusus Mal Kelapa Gading, saat ini mampu menarik tak kurang dari 30 juta pengunjung pertahunnya. Pada tahun 2003 lalu, menurut para agen dan broker property, nilai transaksi property di Kelapa Gading telah mencapai Rp 25 Trilyun per tahun, setara dengan seperempat total transaksi oleh seluruh agen property nasional (p.xviii, Creating Land of Golden Opportunity, Hermawan Kertajaya, MarkPlus&Co, 2005). Pertumbuhan ini juga menunjukan bahwa property di kecamatan Kelapa Gading Bertumbuh dengan pesat selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ini akhirnya akan membawa dampak pada permasalahan pengelolaan mau atau tidak mau harus dihadapi oleh pengembang maupun oleh pemerintah. Berbagai permasalahan pengelolaan yang terjadi di Kelapa Gading seperti biaya pengelolaan yang makin lama makin besar, permasalahan serah terima, permasalahan kerangka legal, dan kurangnya tenaga ahli yang berkecimplung di dalam bidang pengelolaan ini mengakibatkan banyak terjadi konflik di lapangan, baik antara pemerintah dan pengembang, antara pengembang dan warga, ataupun antara warga dan pemerintah. Imbasnya adalah kualitas lingkungan yang semakin menurun. Tahapan pengelolaan (post-construction) memang menjadi masalah klasik bagi para pengembang di Indonesia dan belum ditemukan jalan keluar konkrit untuk mewujudkan suatu kawasan yang sustainable. Masalah bagi para pengembang karena dengan asset lahan pengembangan yang makin terbatas, yang juga berarti pembangunan yang makin sedikit, penjualan produk property dari pengembang juga makin terbatas, yang berarti tingkat pendapatan yang makin menipis, sedangkanbiaya pengelolaan harus senantiasa di keluarkan pengembang jika belum menyerahterimakan lahan fasum dan fasos nya kepada pemerintah daerah. Biaya pengelolaan ini semakin lama juga semakin besar. Biaya pengelolaan yang semakin lama semakin besar menjadi suatu hal yang musti dicari solusinya demi keberlangsungan hidup dan citra baik developer itu sendiri. Hal yang lebih berat lagi ialah apabila lahan pengembangan sudah habis. Darimana lagi bias diperoleh biaya pengolahan itu? Kerangka legal juga memegang peranan yang sangat penting. Paying hokum yang tegasdan adil, akan memudahkan mekanisme kerja pengolahan kawasanironisnya, kerangka legal yang ada di lapangan terlihat rancu. Lalu, langkah perbaikan dalam konteks kerangka legal apa yang bias dilakukan pengembang, untuk mewujudkan pengelolaan kawasan yang mendukung pengembangan kawasan yang berkelanjutan?

4

Kendala lain yang menghambat pengelolaan kawasan adalah lemahnya kerjasama antar-stakeholder, hal ini dapat diindikasikan dari berbagai pelanggaran fasilitas umum dan sosial, serta perselisihan antar-stakeholder karena perbedaan kepentingan. Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan-permasalahan di atas? Bagaimana mengatasi masalah biaya pengelolaan yang semakin lama semakin besar? Seberapa jauh kerangka-legal harus dibenahi agar pengelolaan kawasan tetap terjaga? Apakah Badan Pengelola yang ada sekarang cukup efektif? Seberapa penting peran para stake-holderdan kerjasama antar mereka terhadap pengelolaan kawasan? Konsep pendekatan yang diajukan dalam laporan tesis ini adalah konsep pengembangan berkelanjutan (sustsinable development), dimana proses pengelolaan merupakan suatu mata rantai dari proses peencanaan dan pembangunan, yang merupakan suatu siklus yang senantiasa berputar. Sector reklame diambil sebagai point pertama dalam suatu pengelolaan kawasan.

5

STUDI MENGENAI KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN KAWASAN SEBAGAI BUSINESS ENTITY Studi Kasus: Kawasan Estate Summarecon Kelapa Gading Oleh: Bucknell Julbidas Hata Proses Pengelolaan merupakan salah satu tahapan proses dari 2 proses sebelimnya: Perencanaan, dan Pembangunan. (Miles, Mike E.,et al. Real Estate Development, Principles and process, Washington, DC.: ULT-The Urban Land Institute,1991.) Proses pengelolaan (post-construction) memang selalu menjadi masalah klasik bagi para pengembang di Indonesia dan sampai saat ini kenyataan dilapangan proses yang yang dilaksanakan developer hanya proses perencanaan dan proses pembangunan fisik saja kemudian developer melakukan proses penjualan sampai produk propertinya terjual semuanya. Developer kurang memperhatikan proses ketiga yaitu proses pengelolaan kawasan, sehingga sebagian besar developer setelah masa penjualan proses pengelolaan tidak terpikirkan secara terintegrasi dengan proses perencanaan dan proses pembangunan fisik, ini yang menyebabkan permasalahan dip roses pengelolaan. Kondisi yang ada di Summarecon Kelapa Gading secara umum hamper sama dengan pengembang dari kawasan lainnya, dengan asset lahan pengembangan yang makin terbatas, yang juga berarti pembangunan (tahapan konstruksi) yang makin sedikit, maka penjualan produk property dari pengembang juga makin terbatas, yang berarti pendapatan (income) yang makin menipis, sedangkan biaya pengelolaan harus senantiasa di keluarkan pengembang jika belum menyerah-terimakan lahan fasilitas umum dan fasilitas sosialnya kepada Pemda. Biaya pengelolaan ini semakin lama juga semakin besar. Biaya Pengelolaan yang semakin lama semakin besar menjadi suatu hal yang musti dicari solusinya demi keberlangsungan hidup dan citra baik developer itu sendiri. Hal yang lebih berat lagi ialah apabila lahan pengembangan dari pengembang sudah habis. Darimana lagi bias diperileh biaya pengelolaan itu? Pemikiran tentang cost-recovery seharusnya sudah dipikirkan jauh sebelumnya. Selain kurangnya dana untuk operasional pengelolaaan permasalahan lain juga akan timbul dalam pengelolaan seperti pelayanan pengelolaan yang kurang baik dan tidak professional, menurutnya kualitas fasilitas umum social yang ada, menurunnya semua jaringan yang ada dalam kawasan, menurunnya kualitas kawasan, dan akhirnya penurunan citra kawasan dan nilai kawasan sehingga dapat berakibat ditinggalkannya kawasan oleh para penghuni, penyewa, pemilik, pemakai dan pengunjung. Permasalahan-permasalahan yang ada diatas sampai saat ini masih terjadi pada semua pengembang dan belum adanya kerangka legal dan konsep yang bias dipraktekan dan diterapkan secara umum. Para pengembang masih mencari jalan sendiri-sendiri dalam menangani kondisi permasalahan yang ada didalam kawasannya masing-masing. Kerangka Legal juga memegang peranan yang sangat penting dalam aspek pengelolaan ini. Paying hokum yang tegas dan adil, akan memudahkan mekanisme kerja pengelolaan kawasan. Ironisnya, kerangka legal yang ada di lapangan terlihat tidak tegas. Lalu, langkah perbaikan dalam konteks kerangka legal apa yang bias dilakukan pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan dan pelayanan

6

kawasan, bahkan pengelolaan dan pelayanan kota yang sustainable? Kendala lain yang menghambat pengelolaan kawasan adalah kurangnya kerjasama antarstakeholder. Hal ini dapat diindikasikan dari berbagai pelanggaran fasum fasos dan perselisihan antar-stakeholder karena perbedaan kepentingan. Untuk itu perlu adanya pendekatan atau konsep dalam menangani permasalahan yang ada seperti perlu adanya integrasi dalam pengembangan kawasan, pembangunan fisik, dan pengelolaan kawasan dengan pendekatan pelayanan kota atau urban services. Selain itu perlu juga pembenahan kerangka legal dan pembenahan kerjasama antar stakeholder agar tercipta kerjasama yang saling menguntungkan . Pertanyaannya bagaimana melakukan pelayanan kota atau kawasan yang baik dalam pengelolaan kawasan? Pendekatan yang akan dilakukan adalah membentuk satu Badan Pengelola Kawasan yang berbentuk perusahaan berorientasi pada business Entity dan corperate management dalam melakukan pengelolaan. Badan Pengelola Kawasan mengenai permasalahan yang ada di pengelolaan kawasan seperti kebutuhan masyarakat akan pelayanan kota atau kawasan secara umum yang ada dan mengenali kekurangan yang ada pada pengelolaan kawasan yang ada seperti kurangnya fasilitas umum dan fasilitas social yang ada dan pelayanan yang yang kurang professional yang diberikan kepada masyarakat secara khusus. Pengenalan permasalahan ini bias melalui pendekatan Supply-Demand mengenai pelayanan perkotaan bagi masyarakat sekarang ini dalam kawasan, supaya kita mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat yang kemudian ditindak lanjuti oleh badan Pengelola kawasan dengan memenuhi kebutuhan dan kekurangan yang ada pada pelayanan masyarakat sehingga Badan pengelola kawasan dapat terus memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan perkotaan yang nantinya dapat berjalan secara berkesinambungan dan dapat meningkatkan citra kawasan dan meningkatkan nilai suatu kawasan.

7

STUDI BANDING PENGARUH HARGA JUAL RUMAH TERHADAP HARGA JUAL UNIT APARTEMEN (Studi kasus Apartemen dan Perumahan di Jakarta Selatan Oleh: Rizki Novarino Pembangunan apartemen kian menjamur ke wilayah lain di DKI Jakarta, bahkan meluber ke kawasan pinggiran seperti Depok, Bekasi dan Tangerang, bahkan di luar Jabotabek. Mengingat proyek apartemen di lokasi Depok, Tangerang, dan Bandung yang dibangun merupakan apartemen pertama di kota tersebut, dan belum terdapat apartemen lain di sekitarnya yang dapat dijadikan acuan untuk penentuan jual, maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana studi awal dari penetapan harga jual unit apartemen tersebut? Bagaimana agar harga jual aparteen tersebut dapat diterima/diserap oleh pasar? Apakah harga rumah landed houses dapat dijadikan patokan atau dasar untuk menentukan harga jual apartemen tersebut? Thesis ini merupakan studi tentang ada atau tidaknya hubungan antara Harga Residential Landed Houses terhadap harga jual apartemen di sekitar kawasan perumahan sebagai dampak Substitusi Fungsi Hunian, yang kemudian dinyatakan dalam suatu fungsi. Fungsi ini merupakan harga jual per meterpersegi unit apartemen strata title yang dipengaruhi oleh variable bebas berupa harga tanah perumahan dengan karakteristik spesifikasi bangunan perumahan yang telah dan juga paling berkembang di suatu kawasan sekitar Apartemen. Fungsi ini merupakan salah satu cara untuk memprediksi haga jual apartemen yang paling mungkin dan paling menguntungkan yang dapat diserap oleh pasar di wilayah tersebut. Hasil penelitian ini hanya untuk memprediksi harga jual apartemen dengancara singkat, yang paling mungkin (most probable price) yang dapat diserap oleh pasar di suatu wilayah,namun tidak memperhitungkan timing kapan apartemen tersebut layak untuk dibangun dan berapa jumlah unit yang akan dipasarkan, karena untuk menghitung hal tersebut perlu dilakukan penelitian supply and demand tentag permintaan pasar hunian, khususnya apartemen serta studi kelayakan proyek tersebut serta studi tentang kultur masyarakat di suatu daerah apakah mereka sudah cukup menyukai untuk tinggal di unit apartemen Penelitian ini menggunakan sample berupa data harga apartemen dan rumah tinggal tahun 2006 di wilayah Jakarta Selatan. Untuk variable apartemen digunakan harga apartemen dan dan luas unit apartemen. Sedangkan untuk rumah tinggal, variable yang digunakan adalah harga rumah, luas tanah rumah dan luas bangunan rumah. Diharapkan hasil studi ini dapat bermanfaat bagi para penilai atau estimator harga unit apartemen dalam menentukan harga dengan waktu yang sangat singkat.

8

STUDI PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR KESUKSESAN PROYEK PERUMAHAN Studi Kasus di Kota Bogor Oleh: Anton Suryadi Tesis ini menguji hipotesis kesuksesan dari sebuah estate perumahan di Kota Bogor berdasarkan teori pengembangan real estat yang berlaku umum yaitu jika semakin baik lokasi perumahan maka akan semakin sukses perumahan tersebut. Untuk menguji hipotesis tersebut maka dilakukan pengumpulan data yang meliputi pendapatan, penjualan, apresiasi, kepuasan konsumen, pengukuran lokasi, desain rumah, harga, fasilitas, dan infrastruktur. Uji hipotesis menggunakan Pearson Product Moment menghasilkan korelasi apresiasi dengan variable lokasi sebesar 0,968 dengan signifikasi 0,007 < 0,05 yang berarti hipotesis kesuksesan tersebut terbukti. Sumbangan factor lokasi terhadap kesuksesan sebesar 30% sementara sisanya disebabkan oleh factor harga 27%, fasilitas 11%, infrasuktur 28%, desain rumah 4%.

9

STUDI PERKEMBANGAN TOWNHOUSE DI JAKARTA SELATAN Studi Kasus: Kecamatan Mampang Prapatan, Kecamatan Cilandak, dan Kecamatan Pasar Minggu Oleh: Mike Paulina Daerah perkotaan yang padat dengan ketersediaan lahan yang terbatas seperti halnya Jakarta membutuhkan bentuk perumahan dengan menggunakan lahan yang efisiensi. Sebagai perumahan dengan menggunakan lahan yang efisien dibandingkan landed house konvensional dandidukung dengan system keamanan yang baik, maka townhouse sangat tepat diterapkan di Kota Jakarta dan keberadaannya cukup diminati masyarakat khususnya golongan menengah keatas. Seiring berjalannya waktu, townhouse terus menunjukan perkembangan, khususnya di wilayah Jakarta Selatan, dimana jumlah lokasi townhouse yang ada di daerah ini tercatat mencapai 47,3% dari sekitar 809 jumlah keseluruhan lokasi townhouse yang ada di wilayah Jakarta. Townhouse di Jakarta Selatan pertama kali muncul di wilayah Kecamatan Mampang Prapatan tepatnya di daerah Kemang sekitar tahun 1980-an. Karena ketersediaan lahan kosong di daerah ini semakin sedikit, perkembangan townhouse selanjutnya bergeser ke wilayah Kecamatan Cilandak yang letaknya cukup berdekatan. Memasuki tahun 2000, para developer mulai melirik Kecamatan Pasar Minggu karena harga tanah di wilayah ini relative lebih murah dibandingkan dengan Kecamatan Mampang Prapatan dan Cilandak. Hingga saat ini, Kecamatan Pasar Minggu merupakan wilayah yang paling banyak memiliki pembangunan townhouse. Laporan tesis ini membahas mengenai perkembangan townhouse di wilayah Jakarta Selatan, khususnya di Kecamatan Mampang Prapatan, Cilandak dan Pasar Minggu dengan melihat pergeseran lokasi, pola serta tren persebaran yang akan terjadi di masa dating serta mengungkap karakter dan tren town house diwilayah Jakarta Selatan dilihat dari sisi lokasi, konsep luas lahan, desain, akses, factor pembeli dan pengembang.

10

STUDI DEGRADASI KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PADA PERUMAHAN STUDI KASUS: PERUMNAS BUMI KARAWACI BARU Oleh: Andreas Sriyono Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana dia tinggal dalam kehidupannya sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar, dismping kebutuhan pangan dan sandang. Tempat tinggal memang sangat vital bagi kehidupan manusia. Tanpa tempat tinggal, manusiatidak akan hidup dengan layak. Hal ini mendorong Pemerintah mengeluarkan beberapa keputusan didalam bidang perumahan, yaitu pembentukan Perusahaan Umum Pembangunan Perusahaan Nasional (Perum Perumnas) pada tahun 1974. badan ini ditugaskan melaksanakan pembangunan perumahan dan pembangunan kota, terutama untuk melayani penduduk berpenghasilan menengah dan rendah di seluruh Indonesia. Pada perumahan Perumnas Bumi karawaci Baru sudah terlihat degradasi kualitas lingkungan. Perkembangan jumlah penduduk memberikan dampak pada perkembangan kebutuhan ruang. Diikuti dengan peningkatan ekonomi penduduk, maka sebagian besar rumah dikembangkan untuk menyesuaikan kebutuhan ruang dengan jumlah anggota keluarga yang bertambah. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada perumahan ini, terlihat bahwa kepadatan bangunannya sangat tinggi. Sebagian besar kavling rumah tertutup bangunan dan hanya menyisakan sedikit halaman rumah dan ruang terbuka. Dengan sangat tingginya kepadatan bangunan pada perumahan ini menyebabkan perubahan fungsi peruntukan lahan, yaitu yang terjadi hamper seluruh jalan utama kolektor primer pada perumahan ini berubah fungsi dari fungsi sebagai perumahan berubah menjadi fungsi untuk kegiatan perdagangandan jasa komersial. Berbagai aktivitas perdagangan seperti: warung, rumah makan, toko, bengkel motor/mobil dan lain-lain. Sehingga terlihat kesemrawutan wajah bangunan. Factor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan perumahan, meliputi social dan fisik. Dari sosial, dapat ditinjau dari karakteristik penghuninya, meliputi tingkat pertumbuhan penduduk dari social pula dapat ditinjau dari hubungan antar masyarakatnya, partisipasi masyarakat. Dari Fisik, ditinjau dari bangunannya, meliputi perubahan bentuk bangunannya, alih fungsi lahan serta ditinjau dari infrastrukturnya, yang meliputi kondisi sarana dan prasarana lingkungan, dan lainnya.

11

PENGARUH PERTUMBUHAN PERUMAHAN TERHADAP TATA RUANG KAWASAN DI WILAYAH SUB URBAN (Studi Kasus: Kawasan Pamulang) Oleh: Budiyono Integrasi dan fungsi pelayanan kawasan (kota) merupakan indicator yang dapat memecahkan masalah-masalah ruang kawasan dari ketidakteraturan, tidak adanya sarana/fasilitas dan prasarana yang memadai. Dengan mengambil kasus permasalahan di kawasan Pamulang, yang merupakan fenomena kawasan baru yang berkembang dan tumbuh akibat pengaruh pertumbuhan kawasan perumahan, sehingga secara positif dan negative dapat mempengaruhi tata ruang kawasan. Fenomena ini merupakan karakteristik dari wilayah-wilayah pinggiran kota Jakarta, yang berada diantara bagian kota penyangga, Tangerang, Bekasi, Bogor dan Depok, dengan pertumbuhan dimulai dari suburbanisasi yang berkembang dengan dibangunnya kawasan-kawasan perumahan secara sporadic. Permasalahan dari pertumbuhan kawasan perumahan terhadap tata ruang kawasan Pamulang adalah banyaknya kawasan perumahan yang dibangun melalui jalan linear yang ada, tanpa membentuk integrasi pada kawasan atau antar kawasan perumahan itu sendiri. Hingga saat ini tercatat ada 35 kawasan perumahan yang telah dibangun, belum lagi kawasan perumahan luasan kecil yang sedang/akan dibangun. Namun dari hasil pengamatan dan penelitian hanya ada 2 bentuk/pola perumahan yang memiliki kontribusi positif terhadap tata ruang kawasan, baik secara spasial maupun sarana fasiitas yang disediakan. Sementara fungsi pelayanan pada skala perumahan, hingga kawasan juga kurang terukur sebagai kebutuhan bagi masyarakatnya. Dari hasil penelitian terhadap sarana/fasilitas dan prasarana terbukti bahwa hamper dari seluruh kawasan perumahan bernilai negative. Hal yang sama juga terhadap konsep pengembangan kawasan atau perumahan dengan cara melalui aspek berkelanjutan (sustainable) yang salah satu poinnya adalah menghargai alam, namun terlihat bahwa pengembangan perumahan banyak mengabaikan aspek-aspek lingkungan/kondisi alam yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya.

12

STUDI PENGEMBANGAN PROYEK-PROYEK KOMERSIAL SKALA KECIL DI TENGAH KOTA Studi kasus: Kawasan Tomang, Jakarta Barat Oleh: Dani Sudradjat Perkembangan pertumbuhan property komersial di tengah kota seperti halnya Jakarta merupakan aktivitas yang sangat menjanjikan mengingat sebagian besar kegiatan perekonomian berada ditengah kota. Pengembangan property komersial skala kecil di tengah kota merupakan salah satu aplikasi konsep bisnis yang ditangkap oleh developer sebagai salah satu cara dalam memperoleh keuntungan dalam bisnis property dengan kisaran modal yang tidak terlalu besar dan tingkat pengembalian dan perputaran modal yang relative cepat. Aktivitas ini teridentifikasi sejak bermunculnya pembangunan pusat kegiatan komersial skala besar yang menyebabkan perkembangnya pertumbuhan ekonomi di daerah setempat. Salah satu kawasan di Jakarta yang mengalami fenomena perkembangan proyek-proyek komersial skala kecil adalah kawasan Tomang yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Grogol dan Petamburan, Kotamadya Jakarta Barat dimana pengembangan property dilakukan dengan menaikan nilai ekonomis suatu property menjadi property yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi penggunanya. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan mengembangkan hunian yang memiliki lokasi yang strategi menjadi tempat beraktifitas yang tetap dapat digunakan sebagai tempat tinggal namun dapat mewadahi kegiatan ekonomi yang menghasilkan. Laporan thesis ini membahas mengenai pengembangan property komersial skala kecil di wilayah Tomang, Jakarta Barat yang mengidentifikasi pola laku pengembang skala kecil dan aktivitasnya serta strategi-strategi apa yang dilakukan dalam memperoleh keuntungan dalam aktifitasnya. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pengembangan skala kecil merupakan bentuk bisnis yang menarik untuk dilakukan namun banyak hal yang harus diperhatikan dalam menjalankannya. Melalui hubungan yang baik antara pihak pengembang skala kecil dan system hubungan antar rekanan yang terjadi maka konsep bisnis pengembangan real estate skala kecil dapat dilakukan secara individu dan berkelanjutan.

13

STUDI PROSES PERUBAHAN PEMANFAATAN GUNA LAHAN DI JALAN UTAMA KAWASAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: pada jalan lingkar utama, kawasan kebayoran baru, Jakarta Selatan) Oleh: Heru Supriyadi Pertumbuhan kota-kota akan diikuti dengan tekanan-tekanan (urban development pressures) yang antara lain berupa: makin kritisnya cadangan air tanah dan air permukaan; meningkatnya inefisiensi dalam pelayanan prasarana dan sarana perkotaan karena wilayah perkotaan yang makin melebar ke segala arah; serta berkurangnya tingkat produktivitas masyarakat perkotaan yang diakibatkan oleh makin besarnya tenaga dan waktu yang terbuang untuk mencapai pusat-pusat kegiatan (Antariksa : 2007) Indikasi lain dapat terlihat pada terjadinya pemusatan kegiatan perkotaan dengan nilai tambah yang tinggi di lokasi-lokasi strategi, tanpa memperhitungkan daya dukung dari infrastruktur yang ada serta dampak negatifnya bagi fungsi-fungsi lain di sekitarnya. Kebijakan pengembangan kota yang demikian pada akhirnya akan melahirkan kota dengan bagian-bagian yang tidak saling terintegrasi sehingga tidak bis perfungsi secara efisien. Kota hanya bias menjadi tempat hidup yang berkualitas melalui proses pengaturan kehidupan berkota secara kolektif, yang mampu mengakomodasi kepentingan semua lapisan masyarakat. Bila perlu, hal ini harus dicapai dengan cara mengendalikan mekanisme pasar. Hamper semua kota dunia yang berkualitas mempraktikan berbagai instrument pengendalian perkembangan kota, seperti pembatasan pembangunan di restricted urban area atau melalui moratorium (pelarangan perubahan fungsi) (Jo Santoso, 2006). Kawasan Kebayoran Baru mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan kota Jakarta, karena Kebayoran Baru di Jakarta Selatan adalah kota taman pertama di Indonesia yang dirancang arsitek local, Moh. Soesilo (1948), sejalan dengan pertumbuhan kota Jakarta, kawasan ini cenderung menjadi kawasan yang semakin padat dan ramai. Sehingga saat ini, kawasan Kebayoran Baru banyak mengalami perubahan tata guna lahan. Melihat pada kecendrungan perubahan Kawasan Kebayoran Baru, maka studi ini bermaksud untuk mengetahui seberapa besar kecendrungan pola perubahan pemanfaatan lahan dari hunian ke komerial lainnya yang menjadi. Studi ini meneliti mengenai sebaran perubahan pemanfaatan lahan, proses dan tipologi perubahan pemanfaatan lahan, Selanjutnya, dilakukan pula identifikasi factor yang berpengaruh terhadap perubahan pemanfaatan lahan di jalan Lingkar Utama Kawasan Kebayoran Baru. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa laju perubahan yang terjadi cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50 persen lahan hunian berubah menjadi kawasan komersial. Pada ruas jalan Senopati-Suryo perubahan lebih banyak menjadi restoran dan caf, pada jalan Wijaya I-Wijaya II dominant berubah menjadi perkantoran, pada jalan Peta Raya-Gandaria I perubahan menjadi pertokoan dan bengkel, dan sedangkan pada ruas jalan Pakubuwono VI guna lahan dominant masih berupa hunian. Sedangkan factor yang paling berpengaruh pada perubahan tersebut adalah adanya tekanan pada

14

perkembangan kota yang semakin pesat sehingga membutuhkan ruang untuk lahan komersial dan diimbangi dengan peningkatan harga lahan pada lahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengaturan yang tepat agar perubahan yang terjadi mengganggu struktur kota dan lingkungan yang telah ada.

15

STUDI PENGHEMATAN ENERGI Studi Kasus: BSD city Serpong Oleh: Janti Susanto Tak dapat dipungkiri bahwa kota telah menjadi suatu tempat bergantung hidup bagi berjuta-juta penduduknya. Melihat perkembangan kota-kota besar dunia saat ini serta melihat kesadaran daripada kota-kota besar tersebut dalam menanggulangi masalah perkotaannya, seharusnya membuat kita berpikir untuk ikut turut melakukan tindakan preventif dan antisipatif terhadap segala kemungkinan masalaha perkotaan yang akan berimbas kepada kota-kota besar di Indonesia. Kesadaran suatu kota dalam memikirkan kelangsungan hidup penduduknya telah melahirkan ssuatu konsep pengembangan yang dituangkan dalam kebijakankebijakan yang pada akhirnya akan menolong kehidupan kota-kota tersebut di masa yang akan datang. Salah satunya adalah dengan mulai merencanakan pengembangan suatu kota dengan konsep Sustainable Development yang mana salah satu penekanannya alah penghematan energi. Studi ini dibuat untuk mengupas sebagian kecil upaya yang bisa dilakukan setidak-tidaknya oleh suatu kota atau kawasan baru dalam melakukan penghematan energi fosil. Dan bagaimana mempersiapkan kotanya dalam menghadapi krisis energi, pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini. Tujuannya adalah mendapatkan suatu kondisi perkotaan yang lebih baik yang mana menekankan pada pengembangan yang dapat menjawab masalah krisis energi yang tidak hanya akan dialami di Indonesia bahkan dunia.

16

STUDI MENGENAI GATED COMMUNITIES DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN FISIK DAN SOSIAL (Studi Kasus: BSD City, Alam Sutera & Summarecon Serpong) Oleh: Meyriana Kesuma Gated Community atau Komunitas berpagar adalah salah satu tipe bentuk permukiman di perkotaan yang memakai pagar keliling untuk mendefinisikan identitas territorialnya. Di beberapa Negara, gated community merupakan sebuah ide baru yang sangat bermanfaat dan berpotensi untuk merubah lingkungan perkotaan pada abad 21. Amerika Serikat, London, Spanyol, Portugal, Rusia, Turki, Argentina, Brasil, Syria, Mesir, Aprika Selatan dan juga Indonesia mulai menggunakan konsep gated community pada pengembangan hubian (perumahan). Di Indonesia , terutama di kota-kota besar, tipe komunitas ini cenderung berkembang sangat pesat namun tanpa control dan arahan yang kuat dalam konteks perencanaan kota. Pemagaran tersebut jika dilihat dari sisi lingkungan merupakan suatu upaya defensive masyarakat untuk menciptakan defensible space guna meminimalisasikan terjadinya tindak criminal dilingkungan merek. Pada dasarnya, gated communities merupakan sebuah konsep hunian perumahan dimana fisik areanya di batasi oleh pagar atau tembok. Jalan masuk menuju kawasan hunian tersebut tertutup dan dijaga/di control oleh sebuah pintu masuk. Lingkungannya yang tertutup (enclosed neighbourhoods) dan kawasannya yang siap jaga (security village) juga merupakan bagian dari Gated communities. Lingkungan yang tertutup maksudnya adalah lingkungan hunian yang mempunyai control akses dengan pintu masuk yang mensortir orang-orang yang boleh masuk ke dalam lingkungan perumahan tersebut. Sedangkan kawasan siap jaga adalah kawasan yang mempunyai private area di dalam lingkungan hunian tersebut yang hanya bisa digunakan oleh penghuni di dalam kawasan tersebut, bukan hanya keamanan tapi juga kenyamanan yang diaplikasikan ke dalam bentuk private facility. Seperti golf area, open space, dan club house. Dari perkembangan gated communities sebagai sebuah ide pengembangan yang berpotensi merubah pola lingkungan hunian di perkotaan dan akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya dimana akan terjadi perubahan kondisi socialekonomi, kesenjangan antara si kaya dan si miskin, bahkan mempengaruhi pembuatan keputusan dari pemerintah kota. Dalam sebuah penelitian mengenai Gated Community di Afrika Selatan, Karina Landman (2000) telah mengklarifikasikan hubungan antara gated communities dengan urban sustainability. Landman menemukan hubungan antara gated communities dengan urban sustainability, yang dikelompokan dalam matriks hubungan.

17

STUDI PENGEMBANGAN PROYEK HUNIAN SEWA BERSKALA KECIL DI TENGAH KOTA Studi Kasus: Kawasan Tomang, Jakarta barat Oleh: Muhammadi Aktifitas pengembang property di kota besar khususnya di Jakarta merupakan hal yang menarik untuk dicermati. Baik dari keberadaannya, potensi hingga dampak yang ditimbulkannya terhadap ruang kota. Pesatnya Aktifitas pengembang khususnya skala kecil di tengah Kota Jakarta tumbuh dimana-mana di kawasan kelas menengahmenengah dan kelas menengah ke bawah. Perkembangan produk yang dikembangkan oleh pengembang skala kecil bervariasi mulai dari hunian jual, hunian sewa, ruko, rukan, mini market hingga town house. Yang menarik dari tinjauan awal pesatnya pertumbuhan atau aktifitas pengembang skala kecil aktifitas ini terkadang secara formal tidak dianggap menjadi salah satu bagian dari property bisnis dan pelaku pengembangnya tersebut juga tidak duanggap menjadi bagian dari REI. Walaupun kegiatan ini terlihat mengalami peningkatan baik dari segi intensitas keberadaan maupun kualitas. Pesatnya pertumbuhan dari beberapa produk yang dikembangkan pengembang skala kecil sangat beragam, namun perkembangan akan kebutuhan tempat tinggal yang dekat dengan pusat kegiatan atau didalam kota lebih diminati oleh pasar. Hal tersebutlah yang menjadikan hunian sewa lebih diminati oleh pengembang kecil untuk dikembangkan khususnya pengembang hunian sewa berskala kecil disekitar tempat pendidikan tinggi dan aktifitas perkantoran. Laporan thesis ini membahas mengenai model pengembangan hunian sewa berskala kecil di wilayah Jakarta, khususnya di Jakarta Barat, di kelurahan Tomang, dengan mengidentifikasi keberadaan object, karakteristik, pelaku, profil pengembang, proses dan pola pengembangan

18

STUDI MENGENAI METAPORFOSIS KEWENANGAN KEPEMERINTAHAN DAN DAMPAK BAGI PENGEMBANGAN PROPERTI STUDI KASUS: KOTA BATAM Oleh: Tatang Sukmana Dilihat dari geografis Kota Batam, sangatlah strategis dimana perbatasan langsung dengan Negara tetangga (Singapura dan Malaysia) serta berada di lintasan perdagangan terdapat di dunia. Keberadaan Batam yang strategis ini membuat pemerintah RI menetapkan Batam sebagai kawasan khusus industry dan perdagangan di bawah pengawasan dan pengembangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OBDIPB) pada era tahun 1970-an yang juga dikenal dengan nama Otorita Batam (OB). Seiring dengan perkembangan kebijakan dari pemerintah pusat, system kepemerintahan Kota Batam juga ikut berkembang, dimulai dari Pertamina, kemudian Otorita Batam serta Pemerintah Kota sebagai pemberlakuan Otonomi Daerah di atas wilayah Batam dan sekitarnya. Masing-masing lembaga dilandasi dengan hokum dan peraturan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Metamorfosis kewenangan pengelolaan atas Kota Batam tersebut memberikan dampak positif bagi perkembangan kota dan tentunya pengembangan property di Kota Batam. Penelitian ini membahas mengenai metamorphosis kewenangan kepemerintahan Kota Batam yang memiliki sejarah kebijakan dan arahan pengembangan Kota Batam yang berbeda dimana hal tersebut berdampak terhadap pengembangan kota secara umum dan pengembangan property di kota batam secara khusus. Dalam penelitian ini juga dijabarkan mengenai factor-faktor yang mempengaruhi proses perkembangan suatu kota. Secara keseluruhan, penelitian ini membahas mengenai peran seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengembangan kota batam termasuk di dalamnya pengembangan property.

19

STRATEGI DAN KELAYAKAN INVESTASI PENGGUNAAN SEL SURYA: SUATU STUDI PADA PERUMAHAN PENGEMBANG SWASTA DI INDONESIA Oleh: Caroline Dreizella Santoso Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan social, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Pada tingkat keseluruhan konsumsi energi Indonesia, peranan minyak bumi dalam penyediaan energi nasional masih sangat besar. Namun penggunaan minyak bumi dan batubara sebagai pembangkit energi mempunyai dampak negative kepada lingkungan dengan memproduksi tingkat emisi CO2 yang tinggi, sehingga berkontribusi terhadap Efek Rumah Kaca. Hal itu tentu tidak mendukung pengembangan berkelanjutan (sustainable development). Untuk menanggulangi kondisi ini, maka perlu adanya femanfaatan akan energi yang berkelanjutan (sustainable energy) yang mampu mendukung pengembangan yang berkelanjutan (sustainable development). Energi berkelanjutan mempunyai dua prinsip utama yang sebagai penyokong, yaitu: pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) dan efisiensi energi. Di Indonesia, potensi energi terbarukan besar namun pemanfaatannya kini masih kecil. Salah satu sumber energi terbarukan dalam penyediaan energi listrik bagi sector perumahan yang dianggap paling aman, tidak menghasilkan emisi dalam aplikasinya dan sudah diaplikasikan pada sector perumahan secara umum dalam skala global adalah pemanfaatan sel surya/photovoltaic (PV). Sector perumahan adalah kontributor emisi CO2 terbesar dimana emisi tersebut dihasilkan oleh konsumsi energi listrik yang diperoleh dari perusahaan listrik ritel. Dalam hal ini, konsumsi listrik sector perumahan dapat menjadi sasaran utama dalam pemanfaatan energi berkelanjutan untuk menekan kontribusinya kepada dampak negative terhadap lingkungan. Pada kondisi local, sejak tahun 1979 hingga kini, pemanfaatan sel surya/photovoltaic pada sector perumahan mayoritas masih bersifat governmentdriven project yang masih bersifat proyek bantuan mengakibatkan aplikasi dan pemanfaatan sel surya/PV bagi sector perumahan menjadi tidak terkomersialisasi dan tidak mendorong adanya investasi oleh sector swasta. Namun dengan kondisi local diatas, mada bulan Maret 2009 yang lalu, salah satu pengembang swasta yaitu PT ASRI yang bekerjasama dengan BPPT-B2TE pada perumahan Alam Sutera yang berlokasi di Serpong-Tangerang, meluncurkan produk perumahan pada salah satu cluster-nya (onyx) dengan memanfaatan sel surya/PV pada produk property mereka. Hal ini menarik untuk dikaji karena proyek ini merupakan salah satu pelopor dalam pengembangan pemanfaatan sel surya/PV pada sector perumahan swasta di Indonesia khususnya mengenai feasilibiltas ekonomi, relevansi, prospek, hambatan dan strategi awal pemanfaatan sel serya/PV pada sector perumahan swasta di Indonesia.

20

STUDI EVALUASI PASCA HUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI JAKARTA TERHADAP ARSITEKTUR BANGUNAN Oleh: Dedy Irawan Evaluasi Pasca Huni ini didasari keinginan untuk mengetahui dampak dari desain arsitektur bangunan dalam beberapa periode tahun pembangunannya terhadap penghuninya. Hal ini penting untuk mengetahui performa bangunan rusunawa termasuk didalamnya fungsi dan ketersediaannya fasilitas. Evaluasi pasca huni pada rusunawa di DKI Jakarta adalah untuk mengetahui persepsi penghuni terhadap perkembangan performa desain arsitektur bangunan rusunawa berdasarkan beberapa periode pembangunan. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk memperbaiki desain rusunawa masa yang akan dating. Tujuan dari evaluasi pasca huni untuk : (1) menghasilkan dasar pertimbangan terhadap desain arsitektur bangunan rumah susun yang sesuai dengan standar pembangunan gedung, kenyamanan penghuni dan optimasi biaya pengelolaan dan (2) meminimalkan permasalahan dan kekeliruan dalam perancangan, sehingga desain dan penggunaan bahan bangunan yang dihasilkan pada masa yang akan dating menjadi lebih baik. Identifikasi masalah yang dilakukan berdasarkan pengamatan awal terhadap arsitektur bangunan antara lain: (1) permasalahan kebutuhan jenis ruang, (2) permasalahan besaran ruang dan (3) permasalahan jenis bahan dan material. Berdasarkan analisis terhadap hasil observasi dan pengamatan di lapangan dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa perkembangan arsitektur baik dari kebutuhan akan jenis program ruang, besaran dan ukuran ruang serta penggunaan material/bahan bangunan dalam beberapa periode, semakin lama menjadi lebih baik. Dapat dijelaskan bahwa beberapa jenis kebutuhan akan program ruang, besaran dan ukuran ruang serta penggunaan material/bahan bangunan yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) kebutuhan akan jenis ruang semakin berkembang dalam beberapa periode pembangunan, ini terlihat dari makin bervariasinya program ruang, (2) besaran ruang pada unit hunian semakin lama semakin besar, sesuai dengan ketentuan bahwa unit paling kecil adalah 30 M2 dengan 2 (dua) ruang tidur, kebutuhan besaran unit juga perlu diperhatikan terhadap target penghuni yang berbeda dan disesuaikan kebutuhan ruang dari target penghuni seperti buruh pabrik/mahasiswa atau keluarga kecil/menengah yang hanya membutuhkan ruang serbaguna untuk unit huniannya. (3) perletakan zona ruang dalam beberapa periode tidak mengalami perubahan yang drastis, penempatan zona ruang pada unit hunian sudah memenuh criteria dalam standar penataan ruang, (4) jenis bahan dan material semakin lama berdasarkan beberapa periode semakin baik, hanya pada bagian-bagian tertentu penggunaan bahan dan material belum memenuhi satu criteria, antara lain finishing untuk ruang dalam unit hunian dan (5) desain dan tampak muka (faade) bangunan rusunawa semakin baik, sehingga dapat meningkatkan image dari rusunawa tersebut. Selanjutnya untuk memperbaiki persepsi negative atas rusunawa dapat direkomendasikan antara lain: (1) berusaha melahirkan bentukan yang lebih dinamis dan imajinatif, (2) memilih material bangunan yang rendah perawatan (3) mengolah pilihan material tersebut menjadi lebih menarik dan memiliki nilai estetis.

21

STUDI PROSES PERUBAHAN KAWASAN KOMERSIAL Studi Kasus: Blok M-Kebayoran Baru Oleh: Heru Wahyudianto Blok M Kebayoran baru pada awal perencanaannya ditetapkan sebagai kawasan yang diperuntukan sebagai pusat (nucleus) dari kawasan neighborhood center Kebayoran Baru. Kawasan ini dilengkapi dengan taman kota yang besar (Taman Christina Martha Tiahahu) dengan terminal bus skala kota yang merupakan fasilitas bagi era perdagangan yang ada di kawasan Blok M. letak kawasan Blok M yang sangat strategis tersebut akhirnya berkembang dengan sangat pesat terutama dalam melayani kebutuhan akan ruang usaha dikarenakan letaknya yang semakin hari semakin strategis. Saat ini kawasan Blok M telah menjadi kawasan sentral primer perdagangan utama yang melayani kebutuhan penduduk diwilayah Selatan Jakarta pada umumnya bahkan cenderung melebihi kapasitas perencanaan yang hanya sekedar menjadi nucleus atau inti dari kawasan Kebayoran Baru saja. Kawasan Blok M yang juga dikenal sebagai kawasan Pusat Belanja dan sempat menjadi icon pusat belanja di Jakarta menjadikan Kawasan Blok M sebagai Sentra perdagangan. Dimulai dari pengembangan PD. Pasar Jaya, kemudian diikuti dengan pembangunan Aldiron Plaza dan kemudian setiap periode 10 tahunan dimulai dari periode tahun 70an sampai periode tahun 2000an, terjadi dinamika pengembangan pusat belanja yang mengganti pusat belanja yang terlebih dahulu mati. Selain itu dengan adanya dinamika pertumbuhan dan penggantian pusat belanja di Blok M tersebut, juga tumbuh fungsi-fungsi komersial lainnya sebagai dampak atas meningkatnya skala pelayanan dan tuntutan pengunjung yang dating berbelanja di kawasan ini. Dari semua kondisi yang ada di kawasan Blok M, mencerminkan bahwa kegiatan komersialnya telah membuat kawasan ini menjadi semakin pelik oleh masalah baik pengelolaannya maupun masalah perkotaan lain yang ditimbulkannya, akan tetapi disisi lain juga menjadikan kawasan ini tetap menarik untuk dikembangkan oleh pengembang serta menjadi magnet untuk dijadikan tujuan bagi para pengunjungnya. Semua dinamika perkembangan dan kondisi yang ada dan proses perkembangan yang terjadi dikawasan Blok M Kebayoran Baru khususnya proses perubahan fungsi komersial yang terjadi tidak terlepas dari perkembangan kota Jakarta yang menjadikan era ini semakin berat oleh kompleksitas permasalahannya baik ditinjau dari segi pengembangan kota/urban development maupun dari sisi perkembangan kawasan itu sendiri. Studi proses perubahan fungsi komersial yang terjadi dikawasan Blok M ini adalah pengidentifikasian trend dan karakter proses perubahan fungsi komersial yang terjadi yang dibagi dalam beberapa periode, yaitu periode tahun 70an, tahun 80an, tahun 90an dan tahun 2000an. Dari hasil studi ini didapatkan pola perubahan kawasan Komersial yang terjadi selama kurun waktu periode penelitian tersebut, untuk dapat dijadikan acuan bagi pengembangan dan penataan kawasan komersial di Blok M di kemudian hari.

22

KAJIAN KAITAN GENTRIFICATION DENGAN PERKEMBANGAN HARGA TANAH PADA PEMUKIMAN DI CBD JAKARTA (Studi Kasus: Kelurahan Setiabudi, Kecamatan Setiabudi, Jak-Sel) Oleh: Jenny Mastiur Hutapea Proses perkembangan Kota Jakarta terjadi sangat dinamis. Ketika perkembangan pesat terjadi secara melebar kearah pinggiran kota (suburan), pada pusat Kota Jakarta ternyata juga mengalami pembangunan kembali kawasan perkotaannya. Salah satu penomena perkembangan kota yang terjadi adalah gentrification. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji perkembangan yang terjadi di kawasan perkotaan yang mengarah pada proses gentrification. Dan lebih lanjut focus pada perkembangan harga tanahnya, sebagai salah satu elemen kota yang juga terus mengalami peningkatan. Membahas proses gentrification dari keluar masuknya investasi property yang terjadi pada kawasan tersebut, sehingga juga berdampak pada perkembangan harga tanahnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menyimpulkan apakah proses gentrification memang sudah terjadi pada kawasan di pusat Kota Jakarta. Factor-faktor yang berperan dalam mendorong terjadinya proses perubahan perkembangan kawasan perkotaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus dari daerah pemukiman yang berada di wilayah CBD Jakarta (Kelurahan Setiabudi, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan) yang diamati oleh penulis sedang mengalami proses gentrification.

23

STUDI TENTANG MODEL PENGEMBANGAN DAN INOVASI PRODUK HOTEL BINTANG TIPE BISNIS (Kasus: di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan) Oleh: Kodrat Santoso Maraknya semangat pengembangan hotel bintang 2 dan bintang 1 yang dilakukan oleh beberapa hotelier (investor dan operator) local maupun regional di beberapa kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya, Banjarmasin dan Bali dalam kurun 2 tahun terakhir bila dikaitkan dengan krisis global yang masih bergulir hingga laporan penelitian ini selesai dibuat ternyata membuat tipe hotel ini (bintang 2 dan bintang 1) diharuskan krisis dalam membuat model pengembangannya. Apa yang dilakukan oleh beberapa hotel tersebut menjadi tipikal dan dikenal dengan sebutan Budget Star Hotel, yang dengan segala keunikan aktifitasnya (sebagai konsep hotel bisnis dan hotel keluarga), mengharuskan pengelolaannya senantiasa dapat bertahan dan mempunyai daya saing mengikuti perkembangan kebutuhan tren pasar yang dinamis dan cepat. Keberadaan hotel tersebut harus dapat bersinergi dengan Life Style dan Entertainment yang berorientasi pada konsep global. Karena itu dengan konsep pemikiran Key Success factor (Jo Santoso : 2004), pemilihan lokasi yang tepat (untuk hotel dengan bangunan baru), pemanfaatan potensi lokasi dan pemiihan model renovasi (untuk bangunan yang sudah ada) serta pemilihan konsep dan model pembangunan investasi (hotel baru maupun lama) menjadi alas an kenapa studi ini dilakukan.

24

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERALIHAN PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI DKI JAKARTA Oleh: Suharyanti Di DKI Jakarta program rumah susun sewa untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah merupakan salah satu program utama pemerintah daerah. Sejak tahun 1996 sudah terbangun sekitar 4.94 unit rumah susun sewa. Namun ada indikasi bahwa terjadi pengalihan hak hunian dari kelompok yang menjadi sasaran ke kelompok bukan sasaran. Tesis ini akan meneliti seberapa banyak terjadi pengalihan hak hunian dan factor-faktor dominant yang mempengaruhinya. Melalui survey dengan pengamatan lapangan dan kwesioner di 3 lokasi studi kasus, penelitian ini menemukan bahwa ada beberapa factor dominant yang berpengaruh. Berbeda dengan teori mengenai lokasi yang menekankan pentingnya lokasilokasi dan lokasi, maka penelitian ini justru menemukan bahwa bagi masyarakat berpenghasilan rendah factor ekonomi factor dominant yang mempengaruhi pengalihan hak. Peluang memperoleh penghasilan dari penyewaan unit hunian ke pasar perupakan untuk memperoleh keuntungan dengan mengambil selisish dari harga sewa. Hal ini yang menjadi penyebab dari terjadinya pengalihan hak hunian ini adalah lemahnya pengawasan dan control dari pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa yang dalam hal ini adalah Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta. Dimana para penjalok (penjaga lokasi) memiliki tugas yang berat namun tidak didukung oleh penghasilannya (minimnya gaji penjalok). Tesis ini memberikan beberapa rekomendasi untuk Pemerinta Daerah untuk meningkatkan pengawasan dan pengelolaan dengan menerapkan konsep dan prinsipprinsip manajemen property dalam pengelolaan rusunawa (rumah susun sederhana sewa) sehingga konsep dan tujuan pembangunan rusunawa dapat dicapai.

25

STUDI MENGENAI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PADAT DENGAN KONSEP ZEROWASTE DAN KEMUNGKINAN APLIKASINYA PADA PERUMAHAN SKALA BESAR DI DAERAH SUBURBAN Oleh: Tirza Serafina Gani Pengelolaan sampah padat merupakan salah satu bagian penting bagi kehidupan manusia. Melihat isu global, system pengelolaan diarahkan pada isu keberlanjutan (sustainability); diantaranya pada gabungan konsep teknologi 3R (reduce, reuse dan recycle). Perkembangan lebih lanjut adalah focus pada konsep Zero Waste. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membahas system pengelolaan sampah padat dengan basis konsep zero waste di perumahan skala besar. Membahas permasalahan sampah dari aspek peraturan pemerintah, system pengelolaan, teknologi dan kelembagaan yang digunakan serta partisipasi warga. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan prinsip-prinsip dasar penerapan konsep pengelolaan sampah padat berbasis zero waste pada kawasan perumahan skala besar di daerah suburan. Dari penelitian ini ingin menunjukan bahwa: 1. Motivasi dan komitmen terhadap lingkungan oleh stakeholder merupakan kunci awal menuju keberhasilan pengelolaan sampah padat berbasis zero waste. 2. Dalam hal teknologi, tinggi atau rendahnya teknologi mempengaruhi tingkat investasi dan hasil pengelolaan sampah 3. dalam hal kelembagaan, pentingnya membangun kerjasama dengan pihak-pihak (stakeholder) terkait yang focus pada isu lingkungan. Dalam penelitian ini, menggunakan beberapa studi kasus dari perumahan skalabesar di wilayah subur (Serpong, Tangerang) yang menerapkan dan atau akan merencanakan system pengelolaan sampah padat berbasis zero waste.

26

STUDI POTENSI PENERAPAN KONSEP WALKABLE COMMUNITY DI KAWASAN SUMMARECON SERPONG (Studi Kasus: Kawasan Summarecon Serpong) Oleh: Vitria Alting Konsep walkable community merupakan suatu pandangan yang didasari pada keinginan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memberi kemudahan bagi penghuninya untuk menempuh berbagai tempat tujuannya sehari-hari dengan berjalan kaki. Salah satu fasilitas pejalan kaki yang tidak dapat terpisahkan dalam perencanaan suatu kawasan adalah yang disebut dengan pedestrian atau jalur pejalan kaki. Pedestrianisasi hakikatnya bukan hanya sebagai sebuah fasilitas semata tapi ia merupakan penggerak aktivitas kota dengan menawarkan pencapaian melalui cara yang lebih sehat dan ramah lingkungan tentunya. Pada perencanaan suatu kawasan oleh pengembang perumahan baru seringkali hal ini menjadi tidak diperhatikan dalam perencanaannya. Sehingga sering kali yang terjadi adalah keengganan dan kurangnya minat-minat orang untuk berjalan. Hal ini menyebabkan pada kawasan baru ini penggunaan mobil dan kendaraan pribadi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari penghuni dan menjadi satu-satunya alternative pilihan dalam melakukan perjalanan. Padahal tidak semua perjalanan harus selalu ditempuh dengan berkendara dan tidak semua orang bisa berkendara. Misalnya orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi dan bergantung pada kendaraan umum, orang yang tidak bisa menyetir, orang lanjut usia dan anak-anak. Hal ini menyebabkan pilihan bagi tiap individu menjadi dibatasi Dampak yang terjadi adalah beberapa permasalahan yang hamper setiap hari kita hadapi, seperti kemacetan dan polusi akibat tingginya ketergantungan pada kendaraan pribadi, kurangnya pilihan dalam transportasi, kualitas lingkungan yang menurun akibat kurangnya ruang terbuka dan kualitas udara yang buruk akibat polusi, mempengaruhi penurunan tingkat kesehatan fisik dan mental bagi masyarakat perkotaan dan lai-lain. Salah satu prinsip pendekatan Walkable community adalah mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, melalui pola perencanaan kawasan yang ramah bagi pejalan kaki yaitu yang memperhatikan jarak tempuh, keamanan, dan desain yang nyaman.adapun judul yang diambil dalam penelitian ini adalah studi potensi penerapan konsep walkable community di kawasan Summarecon Serpong, dengan studi kasus: Kawasan perumahan, Sumarecon Serpong Kawasan Summarecon serpong merupakan salah satu kawasan perumahan yang dikembangkan oleh pengembang swasta di kabupaten Tangerang, tepatnya di kecamatan Kelapa Dua. Kawasan ini terbentuk dari fenomena kota pinggiran (edge city). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauhmana potensi yang ada yang dapat menunjukan bahwa konsep walkable community dapat diterapkan pada kawasan ini. Karena kawasan Summarecon Serpong merupakan kawasan perumahan yang relative baru dengan banyak lahan yang masih bisa dikembangkan kedepannya. Serta untuk mengetahui sejauh mana pola perencanaan oleh pengembang sekarang berpengaruh terhadap tingginya angka penggunaan kendaraan pribadi di kawasan ini.

27

RELEVANSI TREND BACK TO THE CITY TERHADAP PEMBANGUNAN APARTEMEN MENENGAH DI JAKARTA Oleh: Erwin Hadi Subrata Pada era tahun 80-an sampai dengan era tahun 90-an di Jakarta terjadi fenomena migrasi orang dari tengah kota (Urban Area) ke daerah pinggiran kota (sub-urban area) atau yang lebih dikenal sebagai fenomena suburbanisasi. Fenomena ini dipicu dengan adanya kebutuhan rumah dan lingkungan yang lebih nyaman bila dibandingkan dengan kondisi pemukiman di tengah kota. Namun sangat disayangkan fenomena ini gagal karena kurangnya keseimbangan antara pembangunan perumahan di wilayah sub urban dengan kemacetan lalu lintas dan polusi udara menjadi masalah baru yang harus diterima oleh para commuter. Melihat kondisi tersebut, rumah dengan harga yang cukup terjangkau dan lingkungan yang nyaman di sub-urban bukan lagi menjadi pilihan utama dalam membeli tempat tinggal, mengingat lamanya waktu perjalanan yang harus terbuang dan tingginya biaya perjalanan yang harus mereka keluarkan. Sehingga dengan demikian telah terjadi fenomena baru dimana banyak dari mereka yang ingin kembali untuk tinggal di kota atau yang dikenal sebagai fenomena Back To The City. Di sisi lain pengembangan Jakarta sebagai kota metropolitan, pada saat ini telah memasuki lembaran baru, dimana terbatasnya pengembangan / ekspansi secara horizontal menyebabkan terjadinya pengembangan pada density tinggi (secara vertikal). Hal ini terlihat pada fenomena yang terjadi pada 3 tahun terakhir di kota Jakarta dimana terjadi maraknya pembangunan apartemen di tengah kota. Dalam laporan tesis ini, dibahas mengenai keterkaitan antara kedua fenomena tersebut. Dimana dari hasil penelitian yang dilakukan, trend Back To The City mempunyai potensi yang cukup besar sebagai pasar dalam pembangunan apartemen menengah di Jakarta. Faktor Harga tanah dan ketersediaan transportasi umum merupakan determinan yang paling penting dalam memilih lokasi yang cocok untuk membangun apartemen menengah bagi mereka yang ingin kembali ke Jakarta.

28

EVALUASI PEMANFAATAN FASILITAS PENDIDIKAN DAN KESEHATAN PADA LINGKUNGAN PERUMAHAN MENENGAH KE BAWAH DI KAWASAN BUMI SERPONG DAMAI (BSD) Oleh: Karya Subagya Kawasan bumi Serpong Damai (BSD) merupakan suatu kawasan perumahan skala besar yang dikelola oleh swasta, didalamnya terdiri dari sektor-sektor lingkungan perumahan, mulai sektor lingkungan perumahan mewah sampai dengan sektor lingkungan perumahan bawah dan sektor Khusus Rumah Sangat Sederhana (RSS). Penyediaan fasilitas sosial pada lingkungan perumahan menengah ke bawah merupakan salah satu aspek yang sangat sensitif, karena lokasi perumahan menengah kebawah membaur dengan lingkungan perumahan menengah ke atas dan lingkungan perumahan mewah. Dari kondisi lokasi di atas merupakan kendala dalam penyediaan dan pemanfaatan fasilitas sosial bagi penghuni perumahan menengah ke bawah, maka dalam penulisan tesis ini penulis melakukan evaluasi terhadap penyediaan dan pemanfaatan fasilitas sosial yang tersedia pada saat ini, adapun yang dievaluasi dibatasi pada fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Evaluasi yang dilakukan adalah dengan membandingkan ketersediaan fasilitas dengan tuntutan standar PU dan DKI, dan menganalisis pemanfaatan fasilitas bagi penghuni perumahan menengah kebawah. Dari hasil evaluasi dan analisa yang ada menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan menurut standar cukup memenuhi, akan tetapi masyarakat / penghuni dari perumahan menengah kebawah kurang memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan financial bagi para penghuninya. Masalah tersebut terjadi karena lokasi yang berdekatan dengan perumahan menengah dan mewah, sehingga pengadaan fasilitas yang tersedia tidak terjangkau bagi penghuni perumahan menengah ke bawah. Hal ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengelola BSD dalam hal penyediaan fasilitas yang sesuai bagi bergai macam tingkatan dan merupakan masukan untuk memperbaiki standar yang ada, serta agar semua kekurangan dapat terindikasi dan dapat diselesaikan sesuai kebutuhan.

29

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENTUAN HARGA JUAL RUMAH PADA PERUMAHAN SEGMEN MENENGAH ATAS, MENENGAH-MENENGAH DAN MENENGAH BAWAH DITINJAU DARI SEGI BIAYA PENGEMBANGAN Oleh: Ricky Pittra Halim Pengembangan suatu proyek perumahan tidak akan terlepas dari faktor internal maupun faktor eksternal, kedua faktor tersebut merupakan salah satu dasar penentuan keputusan oleh pengembang dalam menentukan segmen. Semakin banyak segmen perumahan yang dikembangkan maka harga jual rumah semakin bervariatif ini semua adalah mengikuti segmen pasar. Salah satu pengaruh penentu harga jual adalah biaya pengembangan (development cost), hal ini dapat dipahami bahwa proses pembentukan harga pokok penjualan berasal dari biaya pengembangan, sedangkan pembentukan biaya pengembangan adalah terdiri daribanyak faktor biaya. Untuk mengetahui faktor-faktor biaya mana yang paling berpengaruh terhadap penentuan harga jual pada perumahan segmen menengah, menengah-menengah dan menengah bawah, maka dilakukan analisis statistik multivariat dengan menggunakan analisis multi diskriminasi, penggunaan analisis ini karena indevendent variable-nya adalah bersifat data kuantitatif, sedangkan Dependent variablenya adalah bersifat kualitatif. Sebagai pembuktian dengan analisis statistik yang berupa signifikansi dari uji F (Wilks lambda), dan koefisien fungsi diskriminan dari masing-masing independent variable yang paling dominan nilainya terhadap dependent variable. Independent variable didapatkan dari masing-masing faktor biaya pengembangan dalam bentuk persentase yang terdiri dari: biaya perijinan, biaya perolehan tanah, biaya pematangan tanah, biaya perencanaan, biaya pembangunan prasarana, biaya pembangunan rumah, biaya pembangunan sarana, biaya pemasaran dan biaya overhead merupakan data kuantitatif, sedangkan dependent variable yang terdiri dari: perumahan segmen menengah atas, menengah-menengah dan menengah bawah merupakan data kuantitatif. Di dalam penelitian ini sampling yang digunakan non probability sampling, dengan metode convenience sampling. Sampling/kasus digunakan sebanyak 49 kasus/objek penelitian terdiri dari 15 objek untuk perumahan segmen menengah atas yang terbagi 12 objek yang berlikasi di Jakarta Barat, dan 3 objek di Kab.Bogor, dan untuk perumahan segmen menengah-menengah terdiri dari 17 objek yang terbagi 13 objek di lokasi Jakarta Barat dan 4 objek di lokasi Kodya Tangerang, serta 17 objek untuk perumahan menengah bawah yang terbagi 5 objek di lokasi Kab.Bandung, 3 objek di lokasi Kab.Bogor, 7 objek di lokasi Kab.Tangerang dan 2 objek di Kab.Serang. Akhir dari penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai gambaran maupun acuan bagi para pelaku properti perumahan agar dapat lebih memahami faktor-faktor biaya pengembangan yang berpengaruh terhadap penentuan harga jual rumah pada segmen menengah atas, menengah-menengah dan menengah bawah, serta mengetahui nilai ratarata persentase biaya pengembangan pad masing-masing segmen perumahan tersebut

30

STUDI MENGENAI FENOMENA SUPERBLOK DI JAKARTA Oleh : Henky Japri Istilah superblok berasal dari Inggris, bermula dari penggabungan blok-blok kecil dalam sistem grid menjadi satu blok besar yang meliputi segi fungsi. Bangunanpengembangan tersendiri. Pengembangan super blok di DKI Jakarta terkait erat dengan pengembangan sentra-sentra komersial yang mempunyai dampak kuat terhadap kota seperti traffic, land use dan energy. Restrukturisasi ekonomi kota, dan mengurangi sprawl. Tiga pendekatan yang dipakai dalam meneliti fenomena pengembangan superblok ini adalah aspek defloment concept (konsep pengembangan), aspek bisnis approach(pendekatan bisnis) dan aspek puplicinterest ( kepentingan publik). Aspek defeloment concept mengenai hal-hal terikat konsep desigen dan konsep fisik dari suatu superblok,aspek pendekatan bisnis mengenai hal-hal terkait dengan profit ataupun keuntungan bagi defelomant dan aspek kepentingan publik mengenai hal-hal terkaitan kepentingan kota dan masyarakat. (Urban Land Institutte, Real estate development: principles and process, USA, 2004) Dalam study ini akan dipelajari fenomena pengembangan superbolok secara umum dan khususnya konsekuensi bagi stakuensi bagi stakeholder ( defeloper dan pemerintah) serta dampak pembangunan super blok bagi kota jakarta dan masyarakat. Secara khusus study ini akan mengindefikasikan motifasi-motifasi stakeholder (defeloper, konsultan,pemerintah) dan dampak positif dan negative superblock terhadap kota secara ekonomi, lingkungan dan social. Studi ini juga akan meneliti mengenai masalah masalah yang terjadi pada superblok di DKI jakarta. Kata kunci : superblok / superblok / jakarta

31

APLIKASI KONSEP TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) PADA PENGEMBANGAN PUSAT KOTA (STUDI KASUS PUSAT KOTA DEPOK) Oleh : Herman Armada Masalah perkotaan adalah masalah peradaban dan tempat kumpulan kegiatan dari berbagai kepentingan. Yakni lingkungan, bagunan, sosiologi, kesehatan hingga ekonomi. Untuk meningkatan aspirasi terhadap kehidupan masyarakat di wilayah perkotaan butuh wacana yang mampu menggugah kesadaran serta partisipasi dari masyarakat. Kawasan pusat kota Depok saat ini berkembang secara linier dan bangunan yang ada terkesan tidak tertata baik secara banyak dijumpai bangunan-bangunan yang berdiri tidak sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Depok. Ini disebabkan karena kepemilikan atas lahan di kawasan pusat kota Depok dimiliki oleh perorangan,sehingga dalam pengembangan fungsi bangunan tidak dapat dikembangkan sesuai dengan rencana pemerintah kota Depok. Penduduk kota Depok saat ini merupakan pelaku perjalanan komuter dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dengan dalam mempergunakan angkutan umum yakni bus dan kereta api serta kendaraan pribadi masyarakat yang menggunakanya angkutan kereta api tahun 2005,setiap harinya mencapai 28.179 orang atau terjadi kenaikan sebesar 5,1 0/0 dibandingdengan tahun 2004. Angkutan umum di kota Depok berjumlah 2880 unut dengan kapasitas daya angkut 10-12 orang, dalam rencana jangka panjang pemerintah kota Depok akan mengoptimalkan kapasitas daya angkut menjadi lebih besar dengan menggunakan bus sedang, serta dapatmenjangkau keseluruh wilayah yang ada di kota Depok. Rencana penggantian angkutan dari kapasitas kecil ke kapasitas angkutan yang lebih besar adalah untuk menekan penggunan kendaraan pribadi dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Dalam penulisan tesis ini bagaimana Amplikasi konsep Transit Oriented Defeloment pada pengembangan Kota Depok, dapat diterapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan faktor-faktor penunjang lain dan kebutuhan fungsi bangunan. Aksebilitas antar bangunan dalam kawasan dan terhubungkan dalam fasilitas transpotasi masal serta tersedianya fasilitas pedestrian yang didesain khusus serta mempunyai ruang puplik dan ruang hijau. Kata kunci : Transit Oriented Development

32

STUDI APLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KASUS : DESA JATI LUWIH TABANAN BALI Oleh : I Ketut Pramana Wibawa Pariwisata telah menjadi salah satu industri yang besar di dunia. Pada saat ini jenis parifisata yang berkembang di dunia maupun di Indonesia adalah pariwisata masal (mas tourism) dan pulau Bali salah satu tujuan pariwisata Pada perkembanganya, timbul tren di kalangan para ahli pariwisata dan wisatawan mancanegara untuk mengunjungi dan ikut menjaga kondisi lingkungan sosial budaya masyarakat dan lingungan almnya. Perkembangan pariwisata berkelanjutan(sustainable torisme) ini menyebabkan perkembanganya alternative torisme dimanaekowisata sebagai salah satu bagainya. Bali sebagain salah satu tujuan wisata memiliki potensi sebagai daerah kawasan eko wisata, karena memiliki potensi sosial budaya yangkas dan lingkungan alam yang masih alami. Sehingga meliahat dari hal tersebut penulismembuat setudi amplikasi konsep pengembangan kawasan eko wisata di Bali sebagi salah satu alternatif penebangan pariwisata di Bali, dengan mengambil satu kawasan sebagai daerah setudi kasus penelitian. Penelitian dalam tesis ini akan melakukan penelitian terhadap 3 Stakeholder yaitu masyarakat Desa jati luwih, wisatawan asing yang senang dengan perjalanan ketempat alami dan kawasan setudi, Kawasan yang dipilih Desa jiti luwih sebagai kasus setudi dengan melihat potensi alam dan falsafah-falsafah lokal sebagai dasr untuk pengembagan kawasanya. Dalam pengembangan konsep kawasan eko wisata ini dilakukan dengan berupaya memaksimalkan potensi alam dan budaya didasarkan pada falsafah Tri Hita Karana, Tri Mandala dan falsafah wana sari serta melihat dari keinginan wisatawan asing dan masyarakat lokal yang berientaksi langsung dengan kegiatan ekowisata. Hasil penelitian ini mendapatkan beberapa aplikasi konsep pengembangankawasan ekowisata yaitu pengembangan ekowisata yang memberikan keuntunganekonomi, pengembangan terhadap intereksi sosial antara masyarakat lokal dengan wisatawan dan pengembangan terhadap kegiatan wisata yang dapat dilakukan berdasarkan zoning kawasan. Kata Kunci: Ekowisata

33

STUDI KOMERSIALISA DI KELAPA GADING Oleh : Mariani Suwirya Dengan berkembangnya kegiatan tentunya menimbulkan perubahan pada sebuah kawasan, hal tersebut juga terjadi pada kelapa Gading. Daerah yang awalny sama sakali tidak dilirik atau hanya dipandang sebelah mata oleh sebagaian masyarakat. Seiring dengan berjalanya waktu kawasan tersebut berkembang pesat bhkan kawasan komersialnyasangat terkenal sebagai salah satu surga makanan di jakarta seiring berkembangnya kawasan tersebut, ruang publik yang seharusnya di gunakan untuk kepentingan bersama tanpa ada salah satu pihak yang menguasai akhirnya sedikit tersisih seperti banyaknya pengunaan ruang bagi pejalan kaki misalnya trotoar, arcede di sepanjang pertokoantersubut jusru digunakan untuk para pedagang berjualan. Begitu juga dengan lahan parkir,karena dari awal tidak di pikirkan untuk kawasan komersial yang sangat berkembang sehingga parkir yang ada sekarang mengunakan badan jalan (onstreet parking) yangyang sangat menggangu kelancaran lalulintas. Dengan banyaknya pertokoan yang membuka usaha serupa sehingga timbulnya persaingan sehingga media untuk berpromosi sepertireklame yang ada justru satu sama lain saling berlomba-lomba dengan ukuran dan penempatan paling mudah diliat oleh orang-orang yang lewat. Dari pemanfaatan ketigaobjek tersebut terdapat pihak-pihak yang justru dirugikan tetapi disisilain juga diuntungkan.Pihak diuntungkan biasanya dadlah pra pelaku (agensts) sedangkanpihak yang dirugikan umumnya adalah para penghuni, defeloper, serta tidak adanya forum yang bisa mengkominikasikan antara para stakeholder yang terlihat dalam kawasan tersebut. Beberapa faktor terjadinya proses komersialisasi antara lain adalah keterbatasan lahan, persaingan/kompetisi,terbatasnya biaya (capital). Kata kunci : Komersialisasi, Ruang publik

34

STUDI MENGENAI FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG TERJADINYA INTEGRASI DIDALAM PEGELOMPOKAN PUSAT BELANJA Oleh : Steven Reman Martin Pesatnya pertumbuhan pusat belanja di kota besar khususnya di Jakarta merupakan hal yang menarik untuk di cermati. Baik dari keberadaanya hingga dampak yang ditimbulkannya terhadap ruang kota. Pesatnya pertumbuhan pusat belanja khususnya di jakarta beberapa tahun terakhir ini juga yang menjadi point of interest dari penelitian yang dilakukan oleh prudev pada tahun 2007. yang menarikdari hasil penelitian tersebut adalah pesatny pertumbuhan pusat belanja kecendrungan mengelompok dibeberapa kawasan tertentu di dalam kota jakarta. Hal ini pula menjadi dasar awal penelitian yang dilakuakan oleh sipenulis atas keberadaan pengelompokakan pusat belanja pada suatu kawasan tertentu di jakarta. Sekumpulan pusat belanja yang mengelompok didalam suatu kawasan seharusnya dapat memberikan suatu kontribusi yang lebih bagi kota dan tidak hanya menjadi big commersial machine seperti yang di utarakan oleh wall. Lebih lanjut dikatakan wall bahwa keberadaan pengelompokan pusat belanja yang ada di jakarta mempunyai potensi dari sisi sosial, budaya dan maupun sebagai commersial magmen. Akan tetapi hal ini dapat terjadi jika terjadinya integrasi. Disertai unsur urbanity didalamya, antar pusat belanjaan yang mengelompok didalam satu kesatuan ruang yang sama. Bagaimana dengan pengelompokan pusat belanja yang ada di jakarta? Apakah integrasi telah terjadi antar pusat belanja. Jika masih belum terbentuk intergasi, apakah ada faktor-faktor yang dapat mendukung terjadinya integrasi didalam pengelompokan pusat belanja?. Dan faktor apasaja yang dominan di setiap pengelompokan pusat belanja yang dapat mendukung trjadinya integrasi didalamnya sehingga pada akhirnya pengelompokan pusat belanja yang ada di jakarta dapat memberikan kontribusi positif bagi kota jakarta..

35

STUDI EVALUASI KONDISI RUANG PUBLIK DI KAWASAN KOMERSIAL DI JAKARTA Oleh : Winardi Ruang publik memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting bagi masyarakat sebagai tempat bersosilisai diri , berekreasi diri, akualisasi diri berekreasi, rileksasi, bermain,menikmati keindahan pemandangan lingkungan alamiyah dan melakukan aktifitas tertentu lainya. Oleh kerena itu oleh setiap kota wajib memiliki ruang publik yang berkualitas agar dapat berfungsi sebagai sebuah kota yang dapat mewadahi aktifitas masyarakatnya. Di samping itu,ruang puplik juga dapat bermanfaat untuk mendukung keberhasilan kawasan komersial, karena ruang publik dapat berfungsi sebagi magnet, people oriented places, dan atractive public realm.Tanggungjawab atas ketersediaan ruang publik saat ini teru di dorong agar sektor privat (developer) juga memiliki tanggung jawab untuk menyediakan ruang publik bagi masyarakat, di simpang ruang publik yang di sediakan oleh sektor publik (pemerintah) dan ruang publik yang disediakan dalam bentuk partner ship antar pemerintah dan sewasta. Kota jakarta memiliki kawasan komersial seperti pusat pembelanjaan yang membentuk clustering yang berfungsi sebagai city center seperti di kawasan Kebon Kacang Thamrin, Mangga Dua dan Kelapa Gading. Bagaimanakah kondisi ruang publik yang ada dikawasan komersial pusat pembelanjaan yang membentuk clutering tersebut dilihat dari ilmu pelening? Apkah sudah dapat memenuhi fungsi dan perananya sebagai ruang publik yang baik? Apa kendala yang ada dari developer dan pemerintah dalam menyediakan ruang publik yang baik? Studi ini mencoba melakukan evaluasi pengembangan ruang publik di kawasan komersial dilihat dari sisi planner., pengembang dan pemerintah peneliti difokuskan pada peninjoan dari konsep urban desegen dan coopetition sebagai alat untuk melakukan analisis. Kata Kunci : Ruang Publik, Kawasan Komersial

36

ANALISIS FAKTOR YANG PALING BER PENGARUH TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA BANGUNAN PERKANTORAN DI JAKARTA Oleh : Cakrawijaya tjakrawala Salah satu penyebab dari pemanasan global adalah penggunaan energi di dunia yang berlebihan.Saat ini, penggunaan energi listrik di Indonesia khususnya jakatra masih cukup tinggi. Hal ini di sebabkan oleh tiga faktor penting yaitu pertama disain bangunan, kedua sistem teknologi danketiga adalah manajemen. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa : . Struktur/bentuk bangunan dan orientasi berpengaruh terhadap desain bagunan dan pemakaian energi listrik. . Pada sistem teknologi, sistem pendingin dan penerangan menentukan tingkat konsumsi listrik. . Dalam manajemen, manajemen properti menikuti aturan aturan yang dapat mengikuti aturan yang dapat meningkatkanpenggunaan energi pada bangunanya. Dalam hal ini akan dibahas mengenai pendingin dan penerangan. Untuk penelitian ini, saya akan mengambil sampel pada beberapa bangunan perkantoran yang beroprasi sebelum dan sesudah tahun 1990 untuk melihat faktor yang paling signifikan berpegaruh terhadap konsumsi energi listrik dan melihat besarnya pemakaian energi listrik rata-rata. Kata kunci : hemat energi/ energi saving/energy/ efficiency/gren bulding/energy management.

37

SETUDI DEGRADASI KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL Oleh : David haryanto Bagi manusia tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic neeed), Disamping kebutuhan akan pangan dan sedang. Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) pada tahun 1974 di bentuk Badan ini ditugaskan melaksanakan pembangunan kota terutama untuk melayani penduduk berpenghasilan menegah dan rendah di seluruh Indonesia. Perum perumnas mengembangkan perunhan prumnas Bumi karawaci baru yang di mulai pada tahun 1980. Pada saat ini di dalam perumahan Prumnas Bumi Karawaci Baru sudah terlihat degradasi kualitas lingkungan. Perkembangan jumlah penduduk memberikan dampak pada perkembangan kebutuhan ruang,maka sebagaian besar rumah di kembangkan untuk menyesuaikan kebutuhan ruang.Berdasrkan studi lapangan pada perumahan ini, terlihat bahwa kepadatan bangunan dan ruangnya sangat tinggi. Sebagaian besar kafling rumah tertutup bangunan (termasuk daerah sepadan jalanya) dan hanya menyisakan sedikit ruang terbuka. Sehingga lingkungan terasa sesak. Kumuh, dan hanya menyisakan sedikit ruang terbuka hijau(RTH). Masalah lain selain kepadatan bangunan yang tinggi adalah perubahan fungsi peruntukan lahan, yaitu yang terjadi pada hampir seluruh jalur jalan utama kolektor primer pada perumahan ini berubah fungsi dari fungsi dari fungsi sebagai perumahan berubah menjadi fungsi untuk kegiatan perdagangan dan komersial terutama yang bersifat nonformal. Berbagai aktifitas perdagangan seperti:warung,rumah makan,toko bengkel, motr/mobil,bengkel besi,salon,kantor,gudang,dan lain-lain. Sehinhgga terlihat kesermafutan wajah fisik bagunan. Volumelalulintas sagat besar sementara prasarana lingkungan yaitu jalan dan prasarana angkutan umum tidak dapat mengimbangi kebutuhanya, menyebankanjerjadinya kemacetan hampir setiap hari terutam pada jam-jam sibuk seperti saat berangkat dan pulang kerja, dan terdapat banyaknya jalan yang rusak dan tergenang air akibat salurandrinase yang tidak dapat mengalir dengan lancar. Fasilitas sosial pada perumahan, terlihat kurang terawat, banyak lahan untuk fasilitas sosial yang tidak terbangun dan ada pula yang berubah fungsi menjadi fungsi lain. Dalam setudi ini akan di pelajari faktor-faktor eksternal apakah yang menyebabkan terjadinya degaradasi kualitas lingkungan.faktor-faktor eksternal yang dipelajari adalah: faktor rencana awal,faktor kebijakan dan faktor ekonomi. Potensi-potensi yang ada harus di gali untuk melakukan revilisasi agar perumahan ini tidak terus terdegradasi. Kata kunci : Perumahan Perumnas,Degradasi, Faktor Eksternal.

38

SETUDI KEMITRAAN PEMDA-SWASTA-MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN FASILITAS DI PERUMAHAN PAMULANG PERMAI KABUPATEN TANGERANG Oleh : Essa nugraha Pengelolaan terhadap fasilitas di lingkungan perumahan kurang begitu berjalan dengan baik pasca pembangunan perumahan. Pihak pemerintah yang seharusnya memiliki wewenang dan tangung jawab terhadap pengelolaan ,ternyata masih belum dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal. Demikian pula halny dengan yang terjadi di perumahan pamulang permai I Kabupaten Tangerang, dimana telah terjadi proses pengelolaan fasilitas yang belum berjalan setempat. Pemda Kabupaten Tangerang mengakui dalam sampai dengan saat ini pihakpengolaan fasilitas di kawasan perumahan Saat ini hanya mengandalkan permandagri NO I Tahun 1987 sebagai acuan teknis pengelolaan fasilitas di wilayahnya. Pada sisi lain juga mereka mengetahui bahwa pengolahan fasilitas perumahan yang berada diwilayah Kabu Paten Tangerang ini tidak berjalan dengan baik dan mengaku adanya keterbatasan dana dan personil untuk menangani permasalahan tersebut. Beragkat dari permasalahan tersebut, maka setudi kemitraan pemda sewasta-masyarakat dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana pegolaan yang telah dijalankan sertabagaimana dampak dan kendala yang di hadapi. Selain itu studi ini juga bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya peluang pengembangan pengolaan fasilitas melalui pola kemitraan,serta menghasilkan bentuk kemitraan dalam pengolahan wasilitas di lingkungan perumahan kedepanya. Setudi ini dilakukan dengan meteode pendekatan kualitatif. Dari hasil setudi, dapat diungkapkan beberapa permasalahan dalam keberlangsungan pengelolaan di lperumahan pamulang permai I di antaranya : 1. Pengelolaan fasilitas yang ada diperumahan Pamulang Permai 1 Kabupaten Tangerang masih memiliki kendala dalam hal ketersediaan dan pelayanan kualitas yang diberikan. 2. Masalah kurang optimalnya peran yang diberikan oleh para stakeholder (pemerintah, swasta, masyarakat) 3. Belum adanya badan pengelolaan dan organisasi pemerhati fasilitas yang nindependen dan berorientasi non profit. 4. Gagasan konsep kemitraan dengan melibatkan selutuh stakeholder didalam pengelolaan. Fasilitas di lingkungan perumahan dapat di jadikan acuan untuk memperbaiki kondisi pegelolaan, mengigat cukup besarnya peluang yang ada untuk membentuk pola kemitraan. Kata kunci : Kemitraan.

39

SETUDI PERKEMBANGAN RUKO DI JAKARTA BARAT Oleh : Gatot adi praseyo Perkembangan ruko (rumah toko) saat ini lebih memberikan kesan sebagai salah satu properti komersial. Sehingga makna ru (rumah)dari ruko itu menjadi sekedar nama saja.Tuntutan efesiensi terus mendorong terjadinya variasi pada ruko, saat ini banyak usaha perkantoran, usaha restoran,dan usaha perbangkan yang medirikan usahanya di ruko tersebut sehingga menimbulkan istilah rukan. Hal ini mungkin didasari semakin sempit dan mahalnya lahan yang tersedia di perkotaan sehingga mereka lebih memilih menggunakan ruko karena sifatya yang fleksibel dan memiliki bentuk tipikal yang memudahkan bagi mereka untuk merencanakan usahanya atau membuat cabang usaha yang sudah mereka miliki sebelumnya. Dari perubahan fungsi inilah ruko dapat terus berkembang seperti sekarang ini,menempati tempat-tempat yang strategis dan menguntungkan dari segi bisnis. Dari penelitian ini dapat di ketahui sejauh mana perkembangan karakterstik ruko dulu hingga sekarang,serta mengetahui karakterisitik ruku yang diinginkan oleh konsumen. Dalam penelitihan ini penulis mengambil sampele ruko yang di bangun sebelum terjadi krisis ekonomi 1999 dan setelah terjadi krisis ekonomi 1999. Sehingga dapat diketahui perubahan karakteristiknya. Kata kunci : Perkembangan. Perubahan, karakteristik ruko.

40

KAJIAN KARAKTERISTIK PENGEMBANGAN HUNIAN TOWNHOUSE DI JAKARTA PADA TAHUN 1990-AN KEATAS Oleh: Gerrits S. B. C. Udjung Pemenuhan kebutuhanakan hunian selalu menjadi masalah yang penting di kota besar akibat dari keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah. Hal ini memicu munculnya bentuk-bentuk hunian baru di dalam kota yang berusaha memaksimalkan penggunaan lahan. Hunian Townhouse merupakan salah satu bentuk hunian yang muncul di daerah perkotaan khususnya di Kota DKI Jakarta. Maraknya pengembangan hunian Townhouse di Kota DKI Jakarta khususnya pada tahun 1990-an keatas, cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut. Fenomena pengembangan hunian Townhouse ini tentu saja dipicu oleh tingginya minat masyarakat untuk memiliki hunian Townhouse. Tingginya minat tersebut mengakibatkan munculnya penggunaan istilah hunian Townhouse yang digunakan hanya untuk kepentingan marketing saja. Untuk mengetahui seperti apa hunian Townhouse sebenarnya yang berkembang di Kota DKI Jakarta, maka perlu dilihat melalui karakteristik tara-rata pengembangnya baik dari segi fisik maupun non fisiknya. Karakteristik hunian Townhouse itu sendiri rata-rata tercipta atas tuntutan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul didalam kota seperti masalah keamanan, keterbatasan lahan, maupun gaya hidup. Hunian Townhouse juga memiliki kelebihan maupun kekurangan dibandingkan dengan tipe hunian lainnya yang ada di perkotaan. Perbedaan hunian Townhouse terletak dalam hal tingkat kepadatannya maupun eklusifitas yang ditawarkannya. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi seorang pengembang dalam memilih properti yang akan ia kembangkan. Dan juga menjadi bahan pertimbangan bagi calon pembeli hunian dalam memilih hunian yang sesuai dengan kebutuhannya.

41

STUDI MENGENAI KEKUATAN DAN KELEMAHAN PENGEMBANGAN GATED COMMUNITY DI KOTA BARU (STUDI KASUS : GADING SERPONG) Oleh: Indah Swastika Purnama Sari Pada pertengahan tahun 1980, di indonesia mulai kuat bermunculan konsep gatedcommunity dalam pengembangan perumahan swasta (Harald Leisch: 1999). Seperti yang banyak jug aterjadi di dunia terdapat hal-hal yang kontradiktif dalam menerapkan konsep gated community ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kekuatan dan kelemahan pengembangan gated community di Kota baru Gading Serpong. Dengan menggunakan literatur untuk melakukan observasi pada penerapan konsep gated community dipengembangan hunian Kota Baru Gading Serpong, lalu dengan melakukan indepth interview dengan pihak developer, estate managers, planner, perwakilan dari pihak pemerintah yakni Dinas Tata Ruang dan penghuni dari hunian konsep gated community di Kota Baru Gading Serpong untuk menemukan karakteristik, kekuatan dan kelemahan dari konsep ini di Indonesia dengan studi kasus Kota Baru Gading dari Aspek Property business dan aspek sosial.

42

STUDI PROSES PERUBAHAN FUNGSI RUANG DARI PEMUKIMAN MENJADI KOMERSIAL DI PERKOTAAN Studi Kasus: Kawasan Pemukiman Tanjung Duren, Jakarta Barat Oleh: Indra Kurniawan Hartanu Dinamika kegiatan masyarakat yang berlangsung diwilayah perkotaan terus mengalami pergerakan yang cukup cepat. Dalam melakukan kegiatannya tersebut, masyarakat memerlukan tempat.pada akhirnya keadaan ini menimbulkan permasalahan tata ruang di wilayah perkotaan karena terjadinya benturan kepentingan berbagai pihak Salah satu kawasan di Jakarta yang mengalami permasalahan dengan tata ruang wilayah adalah kawasan Tanjung Duren yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Grogol dan Petamburan, Kotamadya Jakarta Barat dimana beberapa bangunan rumah yang ada di Tanjung Duren telah mengalami perubahan fungsi ruang menjadi komersial yang diperlihatkan oleh menjamurnya kegiatan-kegiatan komersial berupa perdagangan dan jasa pada lahan yang sebenarnya diperuntukan sebagai tempat tinggal atau hunian saja.fenomena ini sangat berpotensi menghilangkan kawasan pemukiman yang ada di wilayah perkotaan termasuk kawasan pemukiman Tanjung Duren sebagai sebagian dari kota Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan tahapan siklus perubahan kawasan siklus perubahan kawasan pemukiman di perkotaan, kawasan Tanjung Duren telah memasuki tahap perubahan antara incipient dan clearly decline. Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan pungsi di kawasan pemukiman Tanjung Duren adalah maraknya pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, apartemen dan Universitas di sepanjang Jalan S. Parman yang berdekatan dengan kawasan pemukiman ini serta dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap penegakan aturan pengguna lahan. Kawasan Tanjung Duren tumbuh secara organik dengan mengikuti kekuatan utama pasar (dominant market forces) tanpa mengindahkan keterkaitan, keselarasan dan keseimbangannya dengan kawasan lain diperkotaan, bahkan tidak jarang mengabaikan daya dukung lingkungan yang ada. Pada akhirnya keadaan ini dapat mengakibatkan wajah kota semakin tidak teratur karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayahnya.

43

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PUSAT PERBELANJAAN SEWA MENENGAH ATAS DI JAKARTA Oleh: Stevany Nagawan Sejak tahun 2000sampai dengan saat ini pertumbuhan dan persaingan pusat perbelanjaan di kota Jakarta semakin meningkat, sehingga juga berpengaruh pada fenomena penurunan tingkat hunian di beberapa pusat perbelanjaan. Maka dari itu para pengelola pusat perbelanjaan perlu mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan pusat perbelanjaan mereka, dimana faktor-faktor tersebut mengacu pada salah satu referensi, yaitu faktor-faktor keberhasilan di Malaysia, dimana faktorfaktor keberhasilan tersebut berkaitan dengan teori pada manajemen pusat perbelanjaan. Sehingga dengan diketahuinya faktor-faktor utama keberhasilan pada pusat perbelanjaan, hal tersebut dapat dijadikan salah satu acuan bagi para pengembang dalam mengatasi persaingan pusat perbelanjaan yang semakin tinggi.

44

KONSEP PENGELOLAAN MAL DENGAN PENEKANAN KEPADA KEGIATAN PROMOSI (Studi Kasus: Mal Puri Indah) Oleh: Vinta Yarpiyatina Dewasa ini masyarakat menjadikan pusat perbelanjaan sebagai tempat rekreasi keluarga, meeting point bersama teman saudara bahkan relasi bisnis. Pengelola pusat perbelanjaan dituntut untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengunjung dan tenantnya. Kegiatan promosi merupakan salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pengelola. Penulis mencoba untuk meneliti lebih dalam kegiatan promosi pada pusat perbelanjaan, disesuaikan dengan segmentasi dan karakteristik dari pengunjung, sehingga penyelenggara acara sesuai dengan target pasar di pusat perbelanjaan tersebut. Studi ini mencoba melakukan evaluasi dari pengelolaan mal pusat perbelanjaan, melakukan evaluasi terhadap tenant mixed, dan positioning dari pusat perbelanjaan di Jakarta Barat. Penekanan studi ini yaitu kepada evaluasi kegiatan promosi di salah satu pusat perbelanjaan di jakarta Barat.

45