59
AKNE VULGARIS I. PENDAHULUAN Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah- daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. 1 Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. 2 Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3 Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya 1

Acne, Lentigo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lentigo

Citation preview

AKNE VULGARISI. PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.2 Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2,3 Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4 Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8 Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2,5,6II. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5 Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.7 Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.2 III. ETIOPATOGENESISAkne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.31. SebumSebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3 2. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalahPropionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakniPropionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3 3. Herediter

Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit(glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3 4. HormonHormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1

Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3

5. KosmetikPemakaian jenis kosmetik tertentu secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu.8,11 Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan akne tak tergantung pada harga, merek, dan kemurnian bahannya. Suatu kosmetika dapat bersifat lebih komedogenik tanpa mengandung suatu bahan istimewa, tetapi karena kosmetika tersebut memang mengandung campuran bahan yang bersifat komedogenik atau bahan dengan konsentrasi yang lebih besar.Bahan yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krim muka seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), krim penahan sinar matahari (sunscreen), dan krem malam. Yang mengandung bahan-bahan, seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, dan bahan pewarna merah D & C dan asam oleic). Penyebab utamanya adalah unsur minyak yang terlalu berlebih yang sering di tambahkan pada kosmetik untuk memberikan hasil yang lebih halus. Minyak ini akan bertindak seperti minyak alami dan bisa menyumbat pori-pori, dan berakibat timbulnya akne. Penyebab lainnya adalah zat pewarna yang banyak di temukan pada kosmetik zat ini cenderung untuk menutup pori-pori dan mengakibatkan akne, zat pewarna ini umumnya juga memperparah akne. Unsur terakhir yang juga harus di perhatikan adalah unsur pengharum.21,22 Meskipun unsur ini sebenarnya seringkali tidak diperlukan, tapi masih banyak perusahaan kosmetik yang menambahkannya dengan tujuan untuk memberikan kesan yang lebih menyenangkan pada saat penggunaan kosmetik tersebut. Bahan-bahan seperti ini akan mengakibatkan reaksi alergi, iritasi, dan meningkatkan resiko untuk terkena AV.

Timbulnya akne oleh karena tabir surya tampaknya sangat berhubungan dengan vehikulum. Vehikulum dan bahannya masing-masing dapat merupakan komedogenik, namun tidak dengan tabir surya dalam bentuk minyak. Folikulitis kontak, folikulitis pustulosa minor juga dapat terjadi sebagai bentuk lain dari iritasi. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tabir surya dapat menyebabkan sensitisasi kontak. Bahan-bahan ini meliputi derivat lanolin, trigliserida, asam lemak, petrolatum, emulsifiers, pengawet, pewangi, isopropil ester, dan sebagainya.25 Perempuan memiliki dermatosis (penyakit kulit) yang berhubungan dengan jenis kosmetik yang digunakan dan 14% diantaranya memiliki lesi aktif akibat kosmetik. Terjadinya akne akibat penggunaan kosmetik banyak terjadi di AS, maupun di Negara-negara maju lainnya, dan sering dikenal dengan istilah Acne Cosmetics.Lebih banyak ditemukan pada daerah dagu dan pipi, dibandingkan dengan daerah dahi. Awalnya berupa benjolan keputihan dan kecil, yang akan lebih terlihat saat kulit ditarik atau diregangkan.Namun, adakalanya muncul sebagai lesi kemerahan. Akne kosmetik lebih jarang menimbulkan bekas luka, tapi bisa bertahan selama bertahun-tahun sebagai akibat dari penggunaan kosmetik secara terus-menerus.6. DietPada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.17. IklimDi daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1 8. Faktor iatrogenic Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).21. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2 Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2 Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

P

a

b

c

d

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul (Diambil dari kepustakaan 2 )2. Keratinisasi folikel

Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.2Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne.1,2Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.2IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.2 3. Bakteri

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.2 4. InflamasiPada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2IV. GEJALA KLINISAkne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7,8,9 Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.7Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7 V. KLASIFIKASI

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe ( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4 1. Klasifikasi sederhana

Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ).4Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.4Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.42. FDA global grade

Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasiGrade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasiGrade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodularGrade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4 Gambar.2 Akne vulgaris grade 1

Gambar.3 Akne vulgaris grade 2 Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4 VII. DIAGNOSIS BANDING

Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,81. Erupsi akneiformis

Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.82. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10 3. Dermatitis perioral

Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10 Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12 VIII. PENATALAKSANAANTerapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,61. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13

b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang berat. 2,6Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung dan badan.2,5c. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.22. TopikalPenggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.8,13 Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:a. Retinoid topical.

Mekanisme kerja dari retinoid topical:

Mengeluarkan komedo yang telah matur.

Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

Menghambat reaksi inflamasi.

Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance terapi.13b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%. 13e. Tazarotene

Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13f. Antibiotik TopikalKeguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13g. Asam SalisilatAsam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13h. Anti-androgenSejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara komersial. 2,5,133. Terapi FisikSelain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:a. Ekstraksi komedoPengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13b. Kortikosteroid IntralesiAkne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13c. Liquid NitrogenCara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13d. Radiasi UltravioletRadiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,134. Diet

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5

IX. PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.2Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun perubahan komposisi lemak.14LENTIGO

A. DEFENISI

Lentigo (lentigines) adalah suatu makula berwarna coklat sampai coklat gelap atau hitam, sirkumskripta, dengan diameter kurang dari 0,5 cm. Lesi ini mempunyai warna yang sama (uniform) ataupun berseling-seling (variegated), dan bisa didapatkan di mana saja dipermukaan kulit, termasuk telapak tangan, telapak kaki, dan membran mukosa. Lentigo bisa berbentuk oval atau regular. Kelainan ini dapat timbul sejak permulaan kehidupan. Lentigo perlu dibedakan dengan lentigo maligna yang merupakan lesi premaligna yang akan menjadi lentigo melanoma.(16,17)

Warna lentigo maligna, pada permulaan stadium, bisa seragam tetapi kemudian akan terlihat berwarna tipikal, yaitu pigmentasi yang tidak teratur. Selain itu bentuknya lebih besar dari lentigo dan timbul pada usia pertengahan. Untuk membedakan kedua jenis lentigo tersebut, perlu diadakan pemeriksaan patologi anatomi (biopsi).(16,17)

B. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika, lentigo senilis atau solar lentigo yang didapatkan adalah sebanyak 90% dari orang tua berkulit putih yang berumur lebih dari 60 tahun dan 20% dari orang muda berkulit putih yang berumur lebih dari 35 tahun. Psoralen dan UVA (PUVA) lentigines menurut penelitian ditemukan pada hampir setengah dari total individu penderita psoriasis vulgaris yang menerima terapi PUVA selama minimal 5 tahun.(17,18)

Lentigo simplex adalah bentuk paling umum dari lentigo, tetapi frekuensinya belum ditentukan. Penelitian dari Alper dan Holmes mengatakan lentigines dari 492 bayi baru lahir yang berkulit hitam hitam 91 dari mereka (18,5%) didiagnos lentigo simplex dan 1 (0,04%) dari 2.682 bayi baru lahir yang berkulit putih, namun konfirmasi histologi dari lesi ini kurang.

C. ETIOPATOGENESIS

Pathogenesis dan penyebab lentigo adalah berbeda-beda pada setiap jenis lentigo, menifestasi klinisnya bisa berupa lesi yang soliter atau lesi multiple yang dapat timbul di manapun daerah tubuh. Beberapa lentigines dapat timbul akibat dari manifestasi gejala sistemik, seperti yang ditemukan pada sindrom LEOPARD.(17,18)

Pada penelitian evaluasi microarray analysis di Jepang berkaitan lentigo senilis atau solar lentigo pada kelompok kontrol 16 orang dewasa menunjukkan peningkatan regulasi gen yang berhubungan dengan inflamasi, metabolisme asam lemak, dan melanosit dan penurunan regulasi gen cornified envelope-related. Para peneliti menyarankan lentigo senilis atau solar lentigo dapat dirangsang. oleh efek mutagenik berulang dari eksposur terhadap sinar ultraviolet, yang menyebabkan peningkatan signifikan pada produksi melanin.(17,18)

Beberapa klasifikasi dan mekanisma yang dapat menjadi penyebab lentigo adalah: (16,17,18,19,20)1. Lentiginosis generalisata(16,17)Lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu demi satu atau dalam kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor genetik. Dibagi menjadi :

a. Lentiginosis eruptif

Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mula-mula berupa telangiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun berubah jadi melanostik seluler.b. Sindrom lentiginosis multipelMerupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai kelainan perkembangan. Diturunkan secara dominan autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh tubuh.

Sering disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau subaorta. Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan mata berupa hipertelorisme ocular dan kelainan tulang prognatisme mandibular. Kelainan yang menetap adalah tuli dan kelainan genital, yakni hipoplasia gonad dan hipospadia.Sindrom tersebut dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu :

L entigenes

E CG abnormalities

O cular hypertelorism

P ulmonary stenosi

A bnormality of the genitalia

R etardation of growth

D eafness

2. Lentiginosis sentrofasial(16,18)Diturunkan secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8 10 tahun.

Distribusi terbatas pada garis horizontal melalui sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah retardasi mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh arkus palatum yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sacral, spina bifida, dan skoliosis.

3. Sindrom Peutz-Jegher(16,17)

Sindrom Peutz-Jegher adalah kondisi yang diturunkan secara autosomal dominan dengan penetrasi tingkat tinggi dan ditandai oleh polip gastrointestinal dan makula berpigmen.Polip jinak hamartomas yang dapat ditemui pada seluruh traktus intestinal , yang paling khas adalah pada daerah jejunum.Polip ini mengakibatkan perdarahan perirektal berulang dan nyeri abdomen.Pasien sering pertama kali terlihat dengan perdarahan atau dengan intussusception yang bermanifestasi sebagai obstruksi, nyeri perut, prolaps rektum, muntah, dan atau tinja seperti kismis jelly.

Lentigines berwarna coklat,hitam atau biru yang biasanya muncul pada anak usia dini.Ukuran lentigines dari 1-12 mm.Makula hiperpigmentasi terjadi pada lebih dari 95% dari pasien, dan lesi memiliki distribusi karakteristik pada daerah sekitar mulut, di bibir, dan pada membran mukosa bukal,lesi juga dapat tersebar di sekitar hidung dan wajah.Selain itu, lesi boleh muncul pada jari tangan dan kaki pada kedua telapak dan permukaan volar.Lesi yang khas muncul pada fleksor dan ekstensor permukaan dari seluruh tubuh. Makula pada mukosa bukal adalah tanda penting karena lesi lentigines ini persisten, sedangkan makula lain mungkin memudar dengan usia.Hubungan antara tingkat melanosis dan tingkat poliposis belum ditemukan.4. Lentigo senilis (actinica/solar lentigo) (18,19)

Lentigo senilis et actinica, lebih dikenal sebagai senile atau actinic lentigo atau Solar lentigo, adalah istilah untuk lentigines yang disebabkan oleh radiasi sinar UV. Prevalensi lentigines actinic berkorelasi dengan phototype kelas rendah dan bertambahnya usia. lentigo senilis pada umumnya terjadi pada 90 persen dari golongan Kaukasia tua berumur lebih dari 60 tahun yang sering terpapar sinar matahari, terutama pada daerah wajah dan tangan. Lesi berdiameter sekitar kurang dari 1 mm sampai beberapa sentimeter. lesi biasanya berwarna coklat muda, kadang-kadang hitam. Lesi bisa menetap dan sedikit memudar biarpun pada kondisi ketiadaan paparan sinar matahari.5. Lentigo simplex(18,19)

Lentigo simpleks (misalnya, lentigo sederhana, lentigo juvenile) adalah bentuk paling umum dari lentigo. Lentigo simplex tidak disebabkan oleh paparan sinar matahari, dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik. Secara klinis, lesi bulat atau makula berbentuk oval asimtomatik yang berukuran sekitar 3-15 mm.

Batas lesi dapat berupa bergerigi atau halus. Pigmentasi yang merata, dengan warna mulai dari coklat sampai hitam. Lesi yang sedikit jumlahnya dan dapat terjadi di mana saja pada kulit atau selaput lendir. Lesi biasanya muncul pertama pada anak usia dini, tetapi lesi juga dapat timbul pada saat lahir atau waktu anak sedang berkembang di kemudian hari.6. PUVA lentigo(19,20)

PUVA lentigo merupakan lesi persisten berupa makula coklat pucat yang muncul 6 bulan atau lebih setelah dimulainya terapi PUVA untuk psoriasis. Lesi menyerupai Lentigo senilis, namun lesi PUVA lentigo memiliki batas lebih teratur dan dapat menyerupai ephelides.

Terjadinya lesi sangat erat disebabkan kumulatif dosis PUVA, dan lesi dapat terjadi di semua daerah yang diterapi. Daerah yang paling umum terdapat lesi adalah bagian dada dan punggung, pangkal paha, bokong, glans penis, dan batang penis. Ukuran lesi bervariasi dari 3-8 mm, namun lesi stellata dapat membesar sehingga 3 cm. lentigines dapat bertahan selama 3-6 bulan setelah terapi dihentikan manakala lesi stellata dapat bertahan sampai lebih dari 2 tahun. 7. Radiation lentigo(18,19)

Radiation lentigo menyerupai lentigo yang disebabkan oleh paparan sinar UV, tetapi Radiation lentigo sering kali disertai tanda-tanda histopatologis lain seperti tanda-tanda kerusakan jangka panjang akibat radiasi seperti atrofi epidermis, fibrosis subkutan, keratosis, dan telangiektasias. 8. Vulvar and penile lentigo(19,20)

Vulvar and penile lentigo adalah lesi jinak yang mirip dengan makula melanotik pada labial. Pada pria, daerah yang paling umum ditemukan lentigines adalah glans penis, corona, sulkus korona, dan batang penis.

Lesi bervariasi dari coklat ke coklat sampai coklat gelap, dan lesi memiliki batas tidak teratur dan skip areas. Lesi individu biasa memiliki diameter sebesar 15 mm. Pada wanita, lesi bisa muncul di manapun di daerah mukosa genital, berbintik-bintik pigmen dengan skip areas. Diameter dapat berkisar sekitar 5-15 mm atau lebih besar. Lesi dapat juga terjadi pada bekas luka episiotomi setelah melahirkan.

9. Partial unilateral lentiginosis(18,19,20)

Partial unilateral lentiginosis (PUL) adalah gangguan pigmen yang jarang ditemukan yang ditandai dengan lentigines banyak dan berkelompok dan mengenai separuh tubuh. PUL didiagnosis terutama pada individu berusia muda, dan bahkan boleh muncul pada saat kelahiran. Tidak ada kaitan dengan genetika. Pada pemeriksaan histologi, sebagian besar kasus memiliki gambaran persis lentigo, tetapi beberapa pasien memiliki gambaran "jentigo"(beberapa sarang kecil dari melanosit di dermal-epidermal junction).

Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis PUL, namun belum ada jawaban yang pasti. Beberapa kasus PUL mungkin bentuk segmental dari neurofibromatosis. Dalam kasus lain pula, PUL dapat menyerupai gejala yang kurang dari sindrom lentiginosis. Ini kemungkinan semua konsisten dengan pandangan yang lebih umum bahwa PUL mencerminkan somatik mosaicism10. Laugier-Hunziker syndrome(18,19)

Laugier-Hunziker syndrome ditandai oleh sejumlah makula berpigmen yang paling sering muncul di bibir bawah, mukosa bukal, palatum durum, dan, kadang-kadang, ujung-ujung jari. Lokasi lain termasuk komisura labial, lidah, gusi, dasar mulut, leher, dada, perut, kuku, dan telapak kaki.

Lentigines mungkin banyak dan konfluen, tapi jarang terjadi dalam pola linear. Lesi kebanyakan terjadi pada kuku. Batas lesi yang halus dan tegas. Warna lesi dapat bervariasi dari abu-abu menjadi coklat, biru, atau hitam. Meskipun sindrom ini memiliki perjalanan kronis tanpa remisi, individu umumnya asimptomatik.

Sindrom ini berbeda dengan sindrom Peutz-Jeghers karena adanya polip usus. Laugier-Hunziker sindrom terjadi pada individu yang berusia sekitar 20-50 tahun dan boleh terjadi kedua-dua jenis kelamin,

11. Xeroderma pigmentosum(18,19)

Xeroderma pigmentosum (XP) adalah kondisi lentigo yang diturunkan secara autosomal resesif yang melibatkan kelainan yang berasal dari ketidakmampuan sel untuk memperbaiki kerusakan DNA yang disebabkan oleh paparan sinar UV dan bahan kimia tertentu. Secara klinis, pasien mengalami atrofi kulit dan perubahan pigmen yang progresif. Perubahan neoplastik biasa terjadi pada kulit, seringkali di terjadi pada masa anak-anak, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal adalah keganasan yang paling sering muncul. Kanker lainnya, seperti melanoma, boleh muncul juga. Semua perubahan neoplastik berkembang di daerah terkena sinar matahari, terutama kepala, leher, dan wajah.

XP didiagnosis pada anak-anak, yang biasanya sehat. Anak-anak harus menghindari paparan sinar matahari karena percepatan perubahan kulit mengarah pada pembentukan neoplasma. Cacat mata dan neurologis juga dapat terkait dengan XP.

12. Myxoma syndrome(18,19)

Myxoma syndrome merupakan lentigines mukokutan bersama dengan kelainan yang berbagai. Beberapa bentuk kelainan telah diberi klasifikasi tertentu. Namun semua klasifikasi mungkin menjadi bagian dari spektrum manifestasi dari gangguan yang sama. Antara klasifikasi Myxoma syndrome adalah:

LAMB syndrome

LAMB (lentigines, atrial myxomas, mucocutaneous myxomas, and blue nevi) lentigines paling sering muncul pada bibir, wajah, sclera, dan vulva. Lesi ini berwarna coklat dan dapat berukuran kurang lebih 1 cm. mucocutaneous myxomas muncul sebagai papula atau nodul kulit di berbagai tempat pada tubuh, termasuk payudara, bahu, mukosa mulut, dan lidah. Myxomas kardiak jarang terjadi pada anak-anak dan biasanya terjadi dalam bentuk atrial myxomas, yang terbukti secara klinis sebagai episode dari emboli intermiten dan obstruksi katup. Kelainan nodul tiroid jinak merupakan salah satu penyebab. NAME syndrome

NAME (nevi, atrial myxoma, myxoid neurofibroma, and ephelides) merupakan varian dari LAMB syndrome yang melibatkan beberapa, makula berpigmen yang datar,. Lesi dimulai saat lahir dan memberat di musim panas. Warna lesi bervariasi dari pucat ke coklat gelap. Daerah yang paling sering terlibat adalah leher, punggung, dan paha. Lesi juga terkadang bisa muncul di telapak tangan dan telapak.

Carney syndrome

Carney syndrome diturunkan secara autosomal dominan. Merupakan neoplasia sindrom yang menyebabkan kelainan seperti kelainan kardiak, cutaneous, dan mammary myxomatous masses (lentigines; blue nevi; endocrine disorders)

13. Inherited patterned lentiginosis(18,19)

Inherited patterned lentiginosis dapat terjadi pada orang berkulit hitam. Bentuk ini ditandai dengan makula hiperpigmentasi pada wajah dan bibir. Kadang-kadang, lesi tambahan terlihat pada siku, lutut, bokong, dan permukaan palmoplantar. Lesi tidak hadir pada mukosa mulut, dan lesi tidak terkait dengan keterlibatan organ atau suatu risiko jelas kanker dan diturunkan secara autosomal dominan. 14. Nevus spilus(18,19)

Nevus spilus boleh diklasifikasikan sebagai baik lentigo maupun melanocytic nevus, merupakan neoplasma unik yang hanya memiliki jarang berkembang menjadi melanoma. Bermanifestasi sebagai makula atau papula beberapa berpigmen dalam bentuk patch dari patch pigmen bawaan atau didapat.

Gambar 1: lentigo senilis pada daerah muka yang sering terpapar sinar UV.

Gambar 2: Lentigo simpleks makula berwarna coklat tua sampai bercak hitam, sedikit tidak teratur dengan kulit.

Gambar 3 : Sindrom Peutz-Jegher Lentigines berwarna cokelat,hitam atau biru.

D. DIAGNOSIS

Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur ; berwarna coklat kehitaman berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durum, dan bibir. Bercak di muka tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama di sekitar hidung dan mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah adanya polip di usus, penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi ganas dan kematian disebabkan oleh adanya metastasis dari karsinoma tersebut(16)

Selain itu sindrom lentiginosis ditandai manifestasi beberapa lentigines (LEOPARD [beberapa lentigines, elektrokardiografi kelainan konduksi, ocular hypertelorism, pulmonary stenosis, abnormalitas genitalia, retardasi mental, tuli sensorineural]) syndrome, Moynahan syndrome, centrofacial lentiginosis,Carney complex, Laugier-Hunziker disease, Peutz-Jeghers syndrome, dan Bannayan-Ruvalcaba-Riley syndrome.(21)E. DIAGNOSIS BANDING

Lentigo harus dibedakan dari lainnya datar, lesi berpigmen, termasuk Efelid/freckles, junctional nevi, postinflammatory hyperpigmentation, dan pigmented actinic keratoses. Pigmentasi mukosa adalah khas untuk Sindrom Peutz-Jegher, hal ini tidak didapatkan pada penyakit Addison. Freckles umumnya dijumpai pada orang kulit putih, dipengaruhi oleh sinar matahari dan tidak mengenai membrane mukosa. Penelitian pada keluarga akan membantu menegakkan diagnosis lentigo.(16,21)F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi didapatkan jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di dermis bagian atas. Di seluruh epidermis terdapat banyak granula melanin. Polip dapat ditemukan di seluruh traktus intestinal, termasuk lambung, tetapi terutama pada usus kecil yang merupakan hamartoma adenomatosa yang jinak.(16,21)

G. PENATALAKSANAANa) Medikamentosa

Pemberian krim topikal noninvasif merupakan terapi medikamentosa pilihan. Pemberian secara bulanan krim tretinoin dan krim hidrokuinon dapat meringankan lentigines. Efikasi dan keamanan dari cryotherapy dan asam trikloroasetat (TCA) digunakan untuk terapi Lentigo senilis. Cryotherapy adalah lebih efektif daripada solusi TCA 33% dalam pengobatan Lentigo senilis pada bagian belakang tangan, TCA 33% mungkin lebih disukai, meskipun hiperpigmentasi postinflamasi tetap menjadi risiko untuk kedua modalitas.(17,18)

Administrasi bleaching solution yang mengandungi mequinol 2% (4-hidroksianisol, 4HA) dan tretinoin 0,01% (Solage) diterapkan dua kali sehari selama 3 bulan pada Lentigo senilis yang muncul pada bagian belakang tangan menunjukkan efek perbaikan yang signifikan setelah 2 bulan pengobatan dan dipertahankan setidaknya 2 bulan setelah menghentikan pengobatan.(17,18)

Pemutih kulit yang tersedia secara komersial dapat memicu produksi melanin secara alami, antara terapi yang diteliti untuk mengobati lentigo yang dapat memberi perbaikan yang signifikan adalah.(17,18) :

Kombinasi Terapi Dengan Cream Imiquimod 5% dan Cream tazarotene 0,1% untuk terapi Lentigo maligna dan Lentigo senilis Efek Samping dari Q-Switched Ruby Laser untuk Pengobatan lentigines pada jenis kulit yang tidak terlalu putih atau hitam.

Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.(17,18)1) RetinoidRetinoid mengurangi kekompakan keratinosit hiperproliferatif abnormal dan dapat mengurangi potensi degenerasi maligna. Agen ini memodulasi diferensiasi keratinosit. Golongan obat ini telah terbukti mengurangi risiko kanker kulit pada pasien yang telah mengalami transplantasi ginjal. (Tretinoin 0,025-0,1% (Retin-A, Avita))

2) Bleaching creams

Bleaching creams mencerahkan kulit yang hiperpigmentasi dengan oksidasi enzimatik menghambat tirosin dan dengan menekan proses metabolism lain dari melanosit terutama oksidasi enzimatik3,4-dihydroxyphenylamine, sehingga semakin menghambat produksi melanin. Hydroquinone (Eldopaque-Forte, Solaquin Forte, Lustra)

b) Tindakan bedah

Terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal; kecuali kalau lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis dapat dianjurkan.(16)

Cryosurgery adalah pengobatan sederhana untuk lentigines terisolasi. Banyak yang menganggap terapi lini pertama untuk Lentigo senilis menjadi terapi ablatif dengan cryotherapy.(18)

Q-switched neodymium:yttriumaluminum- garnet (Nd:YAG) laser efektif dalam pengobatan berbagai lentigines. Perkembangan terbaru dari bedah laser ini menyebabkan perbaikan klinis yang signifikan, risiko efek samping yang rendah, dan penerimaan pasien yang tinggi.(18)

H. PROGNOSIS

Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo dan pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosisnya baik kecuali pada tipe sindrom lentigo yang tidak diterapi dengan baik(17,18)

DAFTAR PUSTAKA1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.

3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.

4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from: http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003

6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000. p: 231-44.8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-189. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005. p:10-20.

10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:175-180

11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF, Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-256

12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:125-131.13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42. 2003

14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from : http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html16. Soepardiman Lily. Kelainan Pigmen. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p. 289-4117. Rook, Disorders of Skin Colour In Textbook Of Dermatology Volume I, 7th Edition. Blackwell Publishing, 2008: Ch 39 P. 1942 4418. Schwartz AR, James WD, Lentigo [online]. 2012. [cited 2013, April 4]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1068503-overview19. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ et al, Hypomelanoses and Hypermelanoses In Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2009 : Ch 90 P. 974-7720. James WD, Berger TG, Elston DM, Melanocytic Nevi and Neoplasma In Andrews Diseases of The Skin Clinical Dermatology 10th Edition. Philadelphia. Elsevier inc 2006: Ch 30 P 696-9821. Grimes EP, Disorders of Pigmentation In ACP Medicine DERMATOLOGY online ed. WebMD Corp 2003 : Ch 15 P 142-43

8