ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    1/42

    RESPONSI

    SINDROMA KORONER AKUT, STEMI INFERIOR, DAN INFARK VENTRIKEL

    KANAN

    Oleh:

    Febri Ariadi 105070106111014

    Khadhiroh Putri Firdaus 105070107111012

    Wahyu Triadmajani 105070101111014

    Pembimbing:

    dr. Cholid Tri Tjahjono, M.Kes, Sp.JP

    LABORATORIUM / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR

    MALANG

    2014

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    2/42

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Menurut survey WHO tahun 2004, penyakit kardiovaskuler, terutama

    penyakit jantung koroner, menempati peringkat pertama penyebab kematian di

    dunia dengan angka kematian sebesar 29,34% dari seluruh penyebab kematian

    (American Heart Association, 2010). Pada tahun 2005, penyakit kardiovaskuler

    bertanggungjawab atas 864.500 kematian atau 35.3% dari total kematian pada

    tahun tersebut di seluruh dunia (Jones et.al, 2009). Bahkan, angka kematian

    akibat aterosklerosis diprediksi akan meningkat sebesar 137% pada laki-laki dan

    120% pada wanita pada tahun 2020 (ANTARA News, 2010).Pada tahun 2004,

    tercatat sekitar 400 ribu penduduk Indonesia mengalami penyakit aterosklerosis

    yang menempatkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah

    penderita aterosklerosis tertinggi di dunia (US Cencus Bureau, 2004). Penyakit

    jantung koroner selain dapat menyebabkan sudden death,juga lambat laun akan

    mengakibatkan berbagai macam komplikasi.

    Dari uraian di atas,

    makapentingbagikitauntukmengenaligejalagagaljantungsecaradiniterutamabagip

    araklinisi, olehkarenaitupadaresponsikasus kali ini, kami akanmembahastentang

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Bagaimana diagnosis dan tatalaksana

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    3/42

    1.3 Tujuan Penulisan

    1. Mengetahui patofisiologi gagal jantung akibat penyakit jantung koroner

    2. Mengetahui diagnosa dan penatalaksanaan gagal jantung akibat penyakit

    jantung koroner

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    4/42

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Sindroma Koroner Akut

    2.1.1 Definisi

    Sindroma koroner akut merupakan spektrum presentasi klinis dari ST-

    Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) sampai dengan Non-ST-

    Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

    2.1.2 Patofisiologi

    Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium meng-ubah

    metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme

    anaerobik lewat lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan

    dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs.

    Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir

    metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan

    pH sel. (Corwin, 2000)

    Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang ter-sedia, serta

    asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi

    daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek,

    dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen

    yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol

    keluar setiap kali ventrikel berkontraksi. (Corwin, 2000)

    Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah

    hemodinamika. Perubahan hemo-dinamika bervariasi sesuai ukuran segmen

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    5/42

    yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf

    otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung

    dengan berkurangnya curah sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali

    jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan

    memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat;

    tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru

    akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan daya

    kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin

    mem-perberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu Pada iskemia,

    manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan

    tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Jelas bahwa, pola ini

    merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi mio-

    kardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh

    katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium

    yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. Iskemia

    miokardium secara khas disertai oleh dua perubahan elektrokardiogram akibat

    perubahan elektrofisiologi selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi

    segmen ST. Elevasi segmen ST dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal

    dengan nama angina Prinzmetal. (Corwin, 2000 ; Kalim, 2001)

    Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila

    ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.

    Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografik yang

    terjadi semuanya bersifat reversibel. (Kalim, 2001)

    Penyebab infark miokardium adalah terlepasnya plak arteriosklerosis dari

    salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut di bagian hilir sehingga

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    6/42

    menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh

    tersebut. Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombotik yang melekat di

    arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian hilir, atau jika

    suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigen

    tidak dapat terpenuhi. (Hanafi, 1997 ; Corwin, 2000)

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    7/42

    2. 1. 3 Diagnosis Penyakit Jantung Koroner

    Metode diagnosis yang digunakan pada penderita penyakit jantung

    koroner meliputi dua hal, yaitu pemeriksaan fisik dan peemeriksaan penunjang.

    Pada pemeriksaan fisik, suara bising jantung dapat ditemukan pada penderita

    penyakit jantung koroner. Suara bising tersebut dapat ditemukan pada saat

    auskultasi daerah arteri yang mengalami penyakit jantung koroner. Suara ini

    dapat mengindikasikan sedikitnya aliran darah oleh karena pembentukan plak.

    Absen atau kecilnya nadi juga dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Hal ini

    bisa merupakan tanda arteri tersebut terhalangi alirannya. Tentu, pemeriksaan

    fisik ini perlu didukung dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang

    (NHLBI, 2011).

    Pemeriksaan penunjang pada penderita penyakit jantung koroner meliputi

    pemeriksaan darah, elektrokardiogram (EKG), dan radiologi. Pemeriksaan darah

    dilakukan untuk melihat kandungan lemak, kolesterol, gula, dan protein yang

    abnormal pada penyakit jantung koroner. Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan

    detak dan irama jantung, serta melihat kekuatan dan periode sinyal elekrik yang

    terdapat pada jantung. Foto thorax, ekokardiografi, Computed Tomography

    Scan(CT-scan), atau angiografi merupakan pemeriksaan radiologis yang dapat

    dilakukan untuk melihat kondisi pembuluh darah pada tubuh (NHLBI, 2011).

    Cara lain untuk mendiagnosa penyakit jantung koroner, salah satunya

    dengan treadmill. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan

    Treadmill test ini yaitu: penderita boleh memakai sepatu olahraga dan pakaian

    yang nyaman untuk aktifitas fisik, sebaiknya jangan makan tiga jam sebelum test

    atau minum berlebih dan jangan merokok sebelum test, memberitahukan kepada

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    8/42

    dokter mengenai semua obat - obatan yang dikonsumsi dan penyakit lain yang

    dideritanya.(Sebastian, 2010).

    Pada awalnya tubuh penderita akan dipasang sejumlah elektroda yang

    terhubung ke monitor, jadi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pasien

    melakukan Treadmill, tekanan darah akan diukur secara berkala dan EKG akan

    dimonitor dan direkam secara berkala atau bila dianggap perlu oleh dokter yang

    mengawasi. Pada Treadmill test ini ada tiga tingkat kecepatan dan tanjakan,

    awalnya hanya jalan santai kemudian tiap tiga menit kecepatan dan tanjakan

    akan meningkat, demikian seterusnya sesuai dengan protokol yang dipakai.

    Apabila selama pemeriksaan pasien merasa tidak kuat, sesak napas,kaki lelah,

    pusing atau didapatkan kelainan pada monitor EKG atau perubahan tekanan

    darah yang tidak normal maka dokter akan memberhentikan test ini. Kelainan -

    kelainan yang menyebabkan diberhentikannya test ini antara lain : adanya nyeri

    dada (angina) , pasien pusing, pucat, sesak nafas, didapatkan perubahan

    segmen ST pada monitor ECG , penurunan tekanan darah lebih dari 10 mmHg

    pada saat latihan, atau peningkatan tekanan darah sampai 240 mmHg dan

    gangguan irama jantung yang mengancam. (Sebastian, 2010)

    2.1.4 Terapi pada Jantung Koroner

    Penatalaksanaan penyakit jantung koroner dibagi menjadi dua macam,

    yaitu terapi medis dan terapi bedah.Terapi medis penyakit jantung koroner

    meliputi obat-obat yang memiliki efek antiplatelet, seperti aspirin dan clopidogrel.

    Obat ini efektif menghadapi penyakit jantung koroner karena mencegah

    pembentukan bekuan darah.Terapi bedah penyakit jantung koroner dilakukan

    untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit jantung koroner. Terapi bedah ini

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    9/42

    meliputi pembenahan aneurisma aorta abdominalis, angioplasti dan stent

    placement, pembedahan arteri karotis, pembedahaan coronary artery bypass,

    dan pembedahan jantung invasif minimalis (Klasco, 2011).

    Penatalaksanaan penyakit jantung koroner dapat didukung dengan

    perubahan gaya hidup dari penderita. Perubahan tersebut di antaranya adalah

    menambah ikan sebagai diet minimal dua kali seminggu, konsumsi berbagai

    buah dan sayur setiap hari, diet makanan imbang gizi yang rendah lemak dan

    kolesterol. Selain itu, ada pula perubahan gaya hidup lain melalui olahraga

    teratur, membatasi konsumsi alkohol, dan menjaga berat ideal tubuh dan

    tekanan darah di bawah 140/90 mmHg (Klasco, 2011).

    2.2 STEMI

    2.2.1 Definisi

    Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah

    angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik

    untuk STEACS (ST Elevation Acute Coronary Syndrome). Sebagian besar

    pasien STEACS akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut

    menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial

    Infarction, STEMI). Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk

    STEACS dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan

    marka jantung tersedia.

    Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:

    - Angina tipikal

    - EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEACS

    - Peningkatan marka jantung (PERKI)

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    10/42

    2.2.3 Patofisiologi

    STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

    mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

    sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara

    lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

    sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat

    pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak

    aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau

    sistemik memicu trombogenesis. Sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi

    rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology

    menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai vibrous

    cap yang tipis dan intinya kaya lipid.

    Infark miokard yang di sebabkan thrombus arteri koroner dapat mengenai

    endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural. Namun bisa juga

    hanya mengenai daerah sebendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    11/42

    20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,

    dan bila berlanjut terus rata rata dalam 4 jam telah terjadi infrak translumural.

    Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan

    irreversible dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit. Proses

    remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa

    minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark

    mengalami dilatasi.

    2.2.4 Diagnosis

    2.2.4.1 Anamnesis

    Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada

    yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina

    tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri,

    leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat

    berlangsung intermiten/ beberapa menit atau persisten (>20 menit. Keluhan

    angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis, mual/muntah,

    nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop

    Presentasi angina tipikal yang sering dijumpai, yaitu nyeri di daerah

    penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), ses ak nafas

    yang tidak dapat diterangkan, atau mendadak rasa lemah yang sulit diuraikan.

    Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)

    atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,

    atau demensia.

    The Canadian Cardiovascular Society Classification of angina pectoris

    membagi pasien dengan gejala angina ke dalam kelompok kelompok

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    12/42

    berdasarkan keparahan gejala mereka. Klasifikasi ini menggunakan tingkat

    keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari dan jenis aktivitas fisik yag memicu

    serangan angina.

    Tabel. Canadian Cardiovascuar Society (CCS) Functional Classification of

    Angina

    Grade Ciri-ciri Temuan Klinis

    I Aktivitas fisik umum, seperti

    berjalan atau naik tangga, tidak

    menyebabkan angina. Angina

    mungin terjadi dengan usaha

    yang keras dan lama pada saat

    bekerja atau rekreasi

    Tidak ada

    keterbatasan

    dalam melakukan

    aktivitas fisik

    sehari-hari

    II Angina mungkin terjadi dengan:

    Berjalan atau naik

    tangga dengan cepat

    Mendaki

    Berjalan atau naik

    tangga setelah makan

    atau pada saat terkena

    angin dingin atau

    Sedikit

    keterbatasan

    dalam melakukan

    aktivitas fisik

    sehari-hari

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    13/42

    dibawah stres

    emosional

    Berjalan lebih dari 2

    blok dengan kecepatan

    normal dan kondisi yang

    normal

    Naik lebih dari 1 anak

    tangga dengan

    kecepatan yang normal

    dan kondisi yang normal

    III Angina mungkin terjadi setelah

    Berjalan 1-2 blok

    Naik 1 anak angga

    dalam kondisi yang

    norma dengan

    kecepatan yang normal

    Keterbatasan

    dalam melakukan

    aktivitas fisik

    sehari-hari

    IV Angina muncul saat istirahat Tidak dapat

    melakukan

    aktivitas fisik tanpa

    gejala

    Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini

    patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,

    terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    14/42

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    15/42

    paradoksal. Irama gallop. Kadang kadang di temukan pulsasi diskinetik yang

    tampak atau treraba di dinding dada pada IMA inferior.

    2.2.4.3 EKG

    Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard

    infrak akut. EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan

    elevasi segmen ST kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan

    berkembang menjadi gelombang Q. sevagian kecil berkembang menjadi

    gelombang non Q. pada STEMI inferior. ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,

    dan aVF.

    2.2.4.4 Pemeriksaan laboratorium

    Pada nekrosis miokard, protein intraselular akan masuk dalam ruang

    interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler local dan aliran

    infark. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein

    dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein protein tersebut antara

    lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase

    isoenzyme MB ( CKMB) mioglobin, carbonic anhydrase III ( CA III), myosin light

    chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar

    serum protein protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.

    2.4 Manajemen STEMI

    2.4.1 Oksigen

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    16/42

    Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen

    kurang dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan

    oksigen selama 6 jam pertama.

    2.4.2 Nitrogliserin

    Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4

    mg dan dapat diberikan sampai 3 kali dosis dengan interval 5 menit. Selain

    mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen

    miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard

    dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh

    kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.

    Nitrogliserin intravena diindikasikan untuk meredakan nyeri dada yang terus

    berlanjut, mengontrol hipertensi, atau manajemen kongesti pulmonal (Loscalzo,

    2013).

    Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah < 90

    mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior

    pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi), bradikardi dengan laju

    denyut nadi < 50 denyut per menit, takikardi > 100 denyut per menit. Nitrat juga

    harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase inhibitor

    sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat

    (Idrus, 2013).

    2.4.3 Morfin.

    Morfin merupakan analgesik pilihan untuk mengurangi nyeri dada karena

    sangat efektif untuk tata laksana nyeri pada STEMI. Morfin diberikan dalam dosis

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    17/42

    2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

    efek samping morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan

    simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan

    tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan

    pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0.9%.

    morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia

    atau blok jantung derajat tinggi terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini

    dapat diatasi dengan pemberian atropine 0.5 mg intravena (Idrus, 2013).

    2.4.4 Aspirin

    Terapi aspirin merupakan ujung tombak dari penanganan segera pada

    STEMI. Studi pada Second International Study of Infark Survival (ISIS-2)

    menunjukkan adanya penurunan mortalitas vascular hingga 5 minggu pada

    pasien yang mendapat aspirin segera setelah setelah onset serangan, dengan

    atau tanpa terapi fibrinolitik (Berger et al., 2008).

    Aspirin bekerja dengan inhibisi cepat siklooksigenase-1, yang mencegah

    pembentukan prostaglandin H2 dari asam arakidonat, yang kemudian diubah

    menjadi tromboxan A2. Tromboksan A2 disintesis dan dilepaskan oleh platelet

    dan bekerja sebagai aggregator platelet dan vasokonstriktor. Pada dosis yang

    lebih tinggi, aspirin menghambat pembentukan prostasiklin oleh sel endotel

    pembuluh darah, yang juga menghasilkan penghambatan agregasi platelet dan

    vasodilatasi (Berger et al., 2008). Trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

    tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg

    di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg

    (Idrus, 2013).

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    18/42

    Efek samping aspirin adalah adanya risiko pendarahan, yang tergantung

    dosis. Aspirin diserap dengan cepat pada saluran pencernaan atas dan efek

    inhibisi platelet terjadi setelah 60 menit (Berger et al., 2008).

    2.4.5 Beta Bloker

    Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat

    beta blocker dapat digunakan.Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5

    mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60

    menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    19/42

    Onset gejala

    Onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark

    dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolysis dalam menghancurkan

    thrombus sangat tergantung oleh waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan

    dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan

    infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian (Alwi,

    2013).

    Risiko Perdarahan

    Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien.

    Jika terapi reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolysis, semakin

    tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan

    untuk memilih PCI (Alwi, 2013).

    Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke Laboratorium PCI.

    Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI

    dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, PCI lebih

    superior dari reperfusi farmakologis (Alwi, 2013).

    Langkah langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI:

    Langkah 1: Nilai waktu dan risiko

    Waktu sejak onset gejala

    Risiko STEMI

    Risiko fibrinolisis

    Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang

    mampu (Alwi, 2013).

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    20/42

    Langkah 2: Tentukan apakah fibrinolisis atau strategi invasif lebih disukai.

    Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi

    invasive, PCI merupakan pilihan.

    Indikasi fibrinolisis:

    Presentasi awal < 3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan

    untuk strategi invasif

    Strategi invasif bukan merupakan pilihan

    Laboratorium kateterisasi belum tersedia

    Kesulitan akses vascular

    Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu

    Terlambat untuk strategi invasif:

    o Transport jauh

    o (Door to balloon) ke (door to needle) time lebih dari 90 menit

    o door to balloon lebih dari 90 menit (Loscalzo, 2013).

    Strategi invasif umumnya lebih disukai jika:

    Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical

    (Door to balloon )-(door to needle) time< 1 jam.

    Risiko tinggi STEMI:

    -Syok kardiogenik

    -kelas Killip lebih atau sama dengan 3

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    21/42

    kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko pendarahan.

    Presentasi terlambat, onset gejala >3 jam yang lalu

    2.4.6 PCI (Percutaneous Coron ary Intervention)

    Intervensi koroner per kutan, biasanyaangioplasti dan/ atau stenting tanpa

    didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan

    perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard

    akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang

    tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka

    panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika

    terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko pendarahan

    meningkat, atau gejala sudah ada sekurang kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan

    darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolysis. Namun

    demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya

    terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya ada di beberapa Rumah Sakit

    (Antman et al., 2013).

    2.4.7 Reperfusi Farmakologis

    2.4.7.1 Fibrinolisis

    Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit

    sejakmasuk (door to needle time< 30menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah

    restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik

    antara lain: tissue plasminogen activator(tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK)

    dan reteplase(rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi

    plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    22/42

    Terdapat 2 kelompok yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non-spesifik

    fibrin seperti streptokinase (Antman et al., 2013).

    Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri coroner yang terlibat

    digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in

    myocardial infarction (TIMI) grading system:

    Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang

    terkena infark.

    Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik

    obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.

    Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian

    distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan dengan aliran

    arteri normal.

    Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark

    dengan aliran normal (Loscalzo, 2013).

    Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada

    arteri coroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam

    membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan

    laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang.

    Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah sakit sampai

    50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI dan manfaat ini

    dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang

    mendapat terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang

    terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan terapi dalam 1-3

    jam, kontraindikasi terapi fibrinolitik pada STEMI dapat dilihat pada tabel 3, tetapi

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    23/42

    masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan

    beberapa manfaat tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika nyeri

    dada masih ada dan segmen ST masih tetap elevasi pada sandapan EKG yang

    belum menunjukkan gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI

    pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi

    yang lebih disukai pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian terhadap

    masalah logistik seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada

    antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis

    dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.

    Tissue plasminogen activator (tPA) dan activator plasminogen spesifik fibrin lain

    seperti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan

    perfusi penuh, aliran coroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih

    baik (Alwi, 2010).

    2.4.7.2 Streptokinase (SK)

    Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajang dengan

    SK tidak boleh diberikan pajanan lagi karena sudah terbentuk antibody. Tidak

    jarang terjadi rekasi alergi terhadap streptokinase. Manfaat mencakup harganya

    murah dan insiden pendarahan intrakranial rendah (Alwi, 2013).

    2.4.7.3 Tissue Plasminog en A ctivator (tPA, alteplase)

    Studi menemukan terjadi penurunan mortalitas sebesar 15 % pada pasien yang

    mendapat tPA dibandingkan dengan yang mendapat SK. tPA memiliki harga

    lebih mahal dan risiko pendarahan intracranial sedikit lebih tinggi daripada SK.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    24/42

    2.4.7.4 Reteplase (Retavase)

    Studi menemukan Reteplase memiliki efikasi dan keamanan sebanding SK dan

    sebanding tPA dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih

    panjang.

    2.4.7.5 Tenekplase (TNKase)

    Keuntungannya TNKase memperbaiki spesifitas fibrin dan resistansi tinggi

    terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 10 B

    menunjukkan tenekplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan

    yang sama dibandingkan dengan tPA.

    2.4.7.6 Indikasi Terapi Fibrinolitik

    Kelas 1

    Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien

    STEMI dengan onset gejala 0.1 mV pada sekurang-

    kurangnya 2 sandapan precordial atau sekurang-kurangnya 2 sandapan

    ekstremitas.

    Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien

    STEMI dengan onset gejala< 12 jam dan LBBB baru atau diduga baru.

    Kelas IIA.

    Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi

    fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12

    sandapan konsisten dengan infark miokard posterior.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    25/42

    Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi

    fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari 50% dalam 90 menit pemberian trombolitik (Loscalzo,

    2013).

    2.5 Tata Laksana di Rumah Sakit

    2.5.1 ICCU

    2.5.2 Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama

    2.5.3 Diet. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,

    pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam

    pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    26/42

    biasanya efektif. Tambahan dosis dapat diberikan pada malam hari untuk

    menjamin tidur yang cukup (Loscalzo, 2013).

    2.3 Infark Ventrikel Kanan

    Infark Ventrikel kanan atau Right Ventrikulat Infark (RVI) adalah komplikasi

    dari penyakit jantung koroner, akibat tersumbatnya pembuluh darah terutama

    arteri koroner kanan. Sindroma RVI sangat penting untuk diketahui hal ini

    berkaitan dengan tata laksana yang berbeda dengan infark ventrikel kiri. Sindrom

    RVI didapatkan pada 24 % - 34 % kasus infark inferior. Kondisi infark ventrikel

    kanan dapat menyebabkan komplikasi antara lain syok kardiogenik, ventrikel

    fibrilasi dan total AV blok.

    Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan

    sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien

    dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara

    klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena

    jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi

    segemn ST pada sandapan EKG sisi kanan, terutama sandapan V4R, sering

    dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari

    ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat

    dan upaya untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary Capilary

    Wedge(PCW) dan tekanan arteri pulmonalis.

    Berikut tatalaksana infark ventrikel kanan:

    - Pertahankanpreload ventrikel kanan:

    - Loading volume (infus NaCl 0,9 %): 1-2 liter cairan jam I selanjutnya

    200ml/jam (target tekanan atrium kanan>10mmHg (13,6 cmH20).

    - Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardia harus dikoreksi.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    27/42

    - Pacu jantung sekuensi A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik

    yang tidak respon dengan atropin

    - Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading

    volume

    - Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri

    - Pompa balon intra-aortik

    - Vasodilator arteri (nitropruspid, hidralazin)

    - Penghambat ACE

    - Reperfusi

    - Obat trombolitik

    - Percutaneous coronary intervention (PCI) primer

    - Coronary artery bypass graft (CABG) (pada pasien tertentu dengan

    penyakit multivesel)

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    28/42

    BAB III

    KASUS

    3.1 Anamnesis

    Laki-laki/69 tahun/CVCU

    Pasien mengeluh nyeri dada 5 hari yang lalu saat berkebun. Nyeri dada

    lebih dari 20 menit disertai sesak nafas, 1 hari setelahnya pasien MRS ke RS

    Wlingi. Dikatakan jantung koroner. Pasien dirawat 3 hari di RS Blitar, dirujuk ke

    RSSA pro PCI. Nyeri dada disertai sesak nafas, saat ini sudah berkurang.

    Riwayat sesak nafas sebelumnya apabila mengangkat benda berat. Orthopneu(-)

    Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (-) Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu,

    sudah rutin kontrol dan minum obat. Tidak merokok, tidak ada DM. Pasien

    memiliki penyakit jantung sejak 10 tahun yang lalu saat berobat ke RS di

    Surabaya.

    3.2 Pemeriksaan Fisik

    GCS : 456, compos mentis RR : 28x/menit

    Nadi : 54 x/menit TD : 130/70 Tax : 35,8 SaO2 : 96%

    Kepala Leher : Anemia (-) Ikterus (-) JVP R + 0 cmH20 flat position

    Thorax : C/ ictus invisible palpable at ICS V MCL sinistra 2 cm

    Lateral, s1 a2 single normal, murmur (-) gallop (-)

    P/ D=S Suara nafas vesikuler, Rh (-), Wh (-)

    Abdomen : flat, soefl, Bu (+) N, liverspan 10 cm, traubes space

    Timpani

    Ekstremitas : Akral Dingin, edema (-)

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    29/42

    3.3 Pemeriksaan Penunjang

    3.3.1 Pemeriksaan Laboratorium Klinik

    Hb 13,90 g/dL 13,4-

    17,7

    Ureum 45,9 16,6-

    48,5

    MCV 91,80 fL 80-93 Creatinin 1,61

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    30/42

    3.3.2 Elektrokardiografi

    a. Lead Anterior Sinistra

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    31/42

    b. Lead Anterior Dextra

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    32/42

    c. Lead Posterior

    Hasil Elektrokardiografi :

    Kesimpulan :

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    33/42

    3.3.3 Foto Polos Thorax

    Jantung : Ukuran membesar ke kiri

    Aorta : Kalsifikasi (+), dilatasi (-), elongasi (-)

    Trakea : Di Tengah

    Paru Kiri : Corakan vaskular paru meningkat, hilus paru kanan kiri

    normal, infiltrate (-), kalsifikasi (-), cavitas (-), nodul (-)

    Hmidiafragma D/S : Dome shaped

    Skeletal : Lesi litik (-), Lesi blastik (-), trabekulasi normal

    Soft tissue : Normal

    Kesimpulan : Kardiomegali dengan kongestif pulmonum

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    34/42

    3.4 POMR

    Cues and Clues Problem List IDX PDX PTX PMo Ed

    Laki-laki/69 tahun

    Typical chest pain

    Riwayat HT sejak

    10 tahun

    Riwayat penyakit

    jantung 10 th yll

    Pem. Fisik :

    TD : 130/70 HR :

    54

    RR : 28x/menit

    EKG : ST

    Segment elevasi

    di II,III,aVF,V2,

    V3, V4

    Troponin I : 12,10

    CK-NAC : 403

    CKMB : 48

    1. STEMI

    inferior late

    onset

    1.1 dt

    RCA

    occlusion

    DCA,

    Profil

    lipid,

    GD

    I/GD

    II,

    Asam

    urat

    O2 2-4 lpm

    IVFD NS

    1000cc/24 jam

    Diet Jantung

    1700 kkal/hari

    Inj. Enoxaparin

    2 x 0,6 cc

    ASA 1 x 80 mg

    pagi

    Clopidogrel 1 x

    75mg

    Atrovastatin 0-0-

    40 mg

    Diazepan 0-0-

    2mg

    Laxadin 1 x cth

    1

    Subj,

    VS,

    EKG

    Lakilaki/ 69

    tahun

    HR : 54 RR :

    28x/menit

    Sesak nafas

    EKG : PR interval

    2.TAVB EKG Terapi sesuai

    algoritma jika

    HR < 50x/menit

    Subj,

    VS

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    35/42

    memanjang0,24s

    P tidak

    berhubungan dgnQRS

    Laki-laki / 69

    tahun

    Typical chest pain

    5 hari yang lalu

    Subsided pain

    EKG : gelombang

    q patologis V1-V4

    3. OMI

    Anterior

    Laki-laki / 69

    tahun

    Dyspneu de effort

    Riw. HT 10 tahun

    yang lalu, rutin

    kontrol

    Riw. Penyakit

    jantung

    Pem fisik :

    TD ; 130/70 HR :

    54x/menit RR :

    28x

    Ictus invisible

    palpable at ics V 2

    cm lat MCL S

    EKG : LV strain

    CXR :

    kardiomegali

    4. HF stage

    C fc 1

    1.1 CAD

    1.2 HHD

    Echo Bed rest

    Semifowler

    position

    IVFD NS

    1000cc/hari

    Cairan oral

    maksimun

    1000cc/hariO2 2-4 lpm NC

    Captopril 3 x

    12,5 mg

    Subj,

    VS,

    Produksi

    urine

    Laki-laki / 69

    tahun

    TD 130/70

    5. HT Grade

    1

    Captopril 3 x

    12,5 mg

    Subj,

    VS

    Laki-laki / 69

    tahun

    Mual muntah

    Ur/Cr :

    6. Azotemia

    Renal

    Terapi penyakit

    penyebab

    Subj,

    VS,

    Produksi

    urine

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    36/42

    BUN :

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    37/42

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.2 Kajian Kasus Berdasarkan Tinjauan Pustaka

    4.2.1 Hipotesis Perjalanan Penyakit Pasien

    Dari hasil anamnesis, terdapat riwayat hipertensi dan penyakit jantung

    selama kurang lebih 10 tahun. Kemudian dalam 10 tahun berikutnya pasien

    mengalami keluhan nyeri dada dan sesak nafas yang selanjutnya didiagnosis

    dengan STEMI dan HF. Pada pasien ini kemungkinan adanya hipertensi kronis

    menyebabkan terjadinya penyumbatan pada arteri koroner dan timbul infark

    myokard akut. Infark myokard akut kemudian menyebabkan penurunan fungsi

    ventrikel kiri akibat fibrosis miokardial dan dilatasi ventrikel kiri yang berlanjut

    pada timbulnya gagal jantung.

    Tabel 4.1 Timeline Perjalanan Penyakit Pasien

    Tahun 2004 20 September 2014 26 September 2014

    Hipertensi dan Penyakit

    Jantung di RS Surabaya

    (Anamnesis)

    STEMI anterior di RS

    Wlingi

    - Dirujuk ke RSSA

    - STEMI inferior, RV

    infark, dan OMI anterior

    -HF st C FC II

    4.2.2 Munculnya Blok Atrioventrikular

    Munculnya blok atrioventrikular pada pasien ini diperkirakan karena

    terjadi iskemia pada AV-Node.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    38/42

    4.2.3 Pembesaran Ventrikel Kiri

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, iskemia dapat menyebabkan

    disfungsi sistolik ventrikel kiri dan akhirnya mengalami pembesaran. Pada pasien

    ini kita dapatkan pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan secara klinis

    terdapat riwayat penyakit jantung sejak 10 tahun yang lalu, batas kiri jantung

    mengalami pembesaran, yaitu ictus invisible palpable pada 2 cm lateral dari

    midclavicular line. Adanya LV strain pada lead V4 dan V5. Dari foto thorax

    didapatkan kardiomegali dan kongestif pulmonum.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    39/42

    4.2.4 Tatalaksana pada Pasien

    Berdasarkan tinjauan pustaka, tatalaksana yang dapat dilakukan antara

    lain terapi farmakologis, pembedahan, dan pemasangan alat. Terapi

    farmakologis yang digunakan antara lain ACE Inhibitor, Angiotensin receptor

    blockers, Beta adrenergic blockers, Lipid Lowering Agents,Anti platelet dan

    Antikoagulan.Pada pasien telah diberikan Captopril 3 x 6,25 mg, Aspilet 1 x 80

    mg pagi, Clopidogrel 1 x 75mg, Atrovastatin 0-0-40 mg, dan injeksi Enoxaparin

    2 x 0,6 cc. Sedangkan untuk terapi pembedahan, pasien masih direncanakan

    untuk dilakukan revaskularisasi.

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    40/42

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    41/42

    DAFTAR PUSTAKA

    Bolognese L, Neskovic AN, Parodi G, Cerisano G, Buonamici P, Santoro

    GM, Antoniucci D. Left ventricular remodeling after primary coronary angioplasty:

    patterns of left ventricular dilation and long-term prognostic implications.

    Circulation . 2002;106:2351235

    Bonow RO. Myocardial viability and prognosis in patients with ische-mic

    left ventricular dysfunction. J Am Coll Cardiol . 2002;39:1159 1162

    Corwin E. Handbook of Pathophysiology, alih bahasa, Brahm U.Pendit ;

    Endah P ed,, Jakarta 2000. hal 35271.

    Dubey, L, Sharma SK, Chaurasia AK. 2012. Clinical Profile of Patients

    Hospitalized with Heart Failure in Bharatpur, Nepal. Journal of Cardiovascular

    and Thoracic Research. 4 (4), p103-105.

    Fauci, Anthony S. 2008. Harrisons Internal Medicine, 17th Edition, USA,

    McGrawHill.

    Hanafi, Muin Rahman, Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta: FKUI

    1997, hal 1082-108.

    Manurung D. Patogenesa terkini dari Sindroma Koroner Akut. Prosiding

    Mappahya, A.A. 2004. Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung. Pendidikan

    Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar. 2004.

    Niemen, MarkkuS.,et al. Guidelines on the diagnosis and the treatment of

    acute heart failure.2005; 35: 21-41

    Kalim H. Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik sampai Geriatrik. Jakarta:

    Balai Penerbit RS Jantung Harapan Kita. 2001. hal 226 35.

    Scarabelli T, Stephanou A, Rayment N, Pasini E, Comini L, Curello S,

    Ferrari R, Knight R, Latchman D. Apoptosis of endothelial cells precedes

  • 8/10/2019 ACS Komplikasi TAVB (Tambahan RVI)

    42/42

    myocyte cell apoptosis in ischemia/reperfusion injury. Circu-lation .

    2001;104:253256

    Sebastian, Michael, 2010. Treadmill Test untuk Diagnosa Penyakit

    Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Balai Penerbit

    Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2003 : 63-69.

    Sudoyo, AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata,M, Setiati S. 2009. Buku

    Ajar Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing.

    Task Force AHF Guideline. Eur Heart Journal2005; 26 :384-416