31
Penyebab Sesak Nafas dan Wajah yang Membiru Pada Saat Mendaki Gunung Ajeng Aryuningtyas Dewanti 102012259 – B4 e-mail: [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012 Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia pasti perlu bernafas untuk kelangsungan hidupnya. Menghirup udara yang mengandung gas yang diperlukan oleh tubuh, maka dari itu udara yang dihirup harus sehat dan bersih. Sistem pernafasan melibatkan rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, paru, dan alveolus. Gangguan sistem pernapasan pada manusia dapat terjadi apabila adanya gangguan pada mekanisme pernapasan atau kelainan struktur pernapasan. Volume dan kapasitas paru setiap individu akan berbeda dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan melalui pengukuran kapasitas paru dengan menggunakan Spirometri. Kata Kunci : Struktur Makro dan Mikro Sistem Pernafasan, Mekanisme Pernafasan, dan Pusat Pengendalian Pernafasan. Abstract In everyday life, every man would have to breathed for survival. Breathing air containing the gas is needed by the body, therefore the inhaled air must be healthy and clean. Respiratory system involving the nasal cavity, pharynx, larynx, trachea, bronchi, bronchioles, lungs, and alveoli. Respiratory system disorders in humans can occur when a disturbance in the mechanism of structural abnormalities of the respiratory or breathing. Volume and lung capacity every individual will be different 1

ajeng respirasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: ajeng respirasi

Penyebab Sesak Nafas dan Wajah yang Membiru Pada Saat

Mendaki Gunung

Ajeng Aryuningtyas Dewanti

102012259 – B4

e-mail: [email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061

AbstrakDalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia pasti perlu bernafas untuk kelangsungan

hidupnya. Menghirup udara yang mengandung gas yang diperlukan oleh tubuh, maka dari itu udara yang dihirup harus sehat dan bersih. Sistem pernafasan melibatkan rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, paru, dan alveolus. Gangguan sistem pernapasan pada manusia dapat terjadi apabila adanya gangguan pada mekanisme pernapasan atau kelainan struktur pernapasan. Volume dan kapasitas paru setiap individu akan berbeda dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan melalui pengukuran kapasitas paru dengan menggunakan Spirometri.

Kata Kunci : Struktur Makro dan Mikro Sistem Pernafasan, Mekanisme Pernafasan, dan Pusat Pengendalian Pernafasan.

AbstractIn everyday life, every man would have to breathed for survival. Breathing air

containing the gas is needed by the body, therefore the inhaled air must be healthy and clean. Respiratory system involving the nasal cavity, pharynx, larynx, trachea, bronchi, bronchioles, lungs, and alveoli. Respiratory system disorders in humans can occur when a disturbance in the mechanism of structural abnormalities of the respiratory or breathing. Volume and lung capacity every individual will be different from other individuals, and this can be determined by measuring lung capacity by using Spirometry

Keywords : Macro and Micro Structure of Respiratory System, Respiratory Mechanism, and Control of Respiratory Center.

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pernapasan merupakan satu proses pertukaran gas-gas respirasi yaitu oksigen (O²)

yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang

1

Page 2: ajeng respirasi

merupakan hasil dari metabolisme tersebut yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui

paru. Dalam proses respirasi ini berperan berbagai macam organ yang berfungsi untuk

mengangkut udara dan sebagai alat pertukaran udara. Fungsi utama pernapasan adalah

menyediakan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme sel-sel tubuh dan

mengeluarkan karbondioksida hasil dari metabolisme tersebut. Sistem pernafasan

melibatkan rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, paru, dan

alveolus. Proses bernapas terjadi akibat dari inspirasi dan ekspirasi, yang diakibatkan oleh

kontraksi otot-otot interkostal dan diafragma. Setelah oksigen disalurkan ke paru, akan

berlakulah proses difusi dan transportasi gas tersebut ke kapiler darah seterusnya ke

jaringan dalam tubuh yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Volume dan kapasitas paru

setiap individu akan berbeda dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan

melalui pengukuran kapasitas paru dengan menggunakan spirometri.1

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu mahasiswa kedokteran dalam

memahami pengetahuan tentang sistem respirasi, mulai dari organ tubuh yang berfungsi

dalam sistem pernafasan baik mikro maupun makro, sistem kerja dan mekanisme

pernafasan, serta pusat pengendalian pernafasan.

Skenario

Seorang mahasiswa laki-laki berusia 20 tahun ikut dengan temannya mendaki

gunung. Ditengah pendakian mahasiswa tersebut merasa sesak dan sulit untuk bernafas

disertai wajahnya membiru. Oleh teman-temannya, dia disuruh beristirahat dan tidak boleh

melanjutkan pendakian lagi. Setelah itu mahasiswa tersebut dibawa kedokter untuk

mendapatkan pengobatan.

Pembahasan

2.1 Struktur Organ Pernafasan

Secara sistematis, sistem pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pernafasan atas

(bagian konduksi) dan saluran pernafasan bawah (bagian respirasi). Bagian konduksi

merupakan bagian yang menyalurkan gas/udara, terbagi atas cavum nasi, faring, laring,

trakea, bronkus, dan bronkiolus terminalis. Lalu, bagian respirasi merupakan bagian paru

yang berhubungan dengan proses pertukaran gas, terbagi atas bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.2

2

Page 3: ajeng respirasi

Saluran Pernafasan Bagian Atas (Bagian Konduksi)

Saluran pernafasan bagian atas ini berfungsi untuk menghangatkan, menyaring, dan

melembabkan udara yang masuk ke dalam tubuh. Organ saluran nafas bagian atas adalah

sebagai berikut:

1. Rongga Hidung (Cavum Nasi)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasi). Rongga

hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar

sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi

menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Di dalam

vestibulum terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk beralih menjadi

epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet yang disebut sebagai epitel

respirasi sebelum memasuki fosa nasal.

Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yakni vestibulum, penghidu, dan

pernapasan. Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat

di sebelah dalam nares. Vestibulum ini dilapisi kulit yang mengandung bulu

hidung yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Ke

arah atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi

atas cartilago ala nasi major. Dimulai sepanjang limen nasi ini, kulit yang

melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung. Regio penghidu berada

di sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung meluas sampai setinggi

concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha

tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga hidung selebihnya. Di dinding

lateral cavum nasi terdapat 3 tonjolan tulang yaitu :

Chonca Nasalis Superior

a. Sebelah cranial dan dorsal terdapat recessus sphenoethmoidalis

yang mengandung muara sinus sphenoidalis.

b. Daerah inferior terdapat meatus nasi superior yang

memperlihatkan sebuah lubang sebagai muara sinus ethmoidalis

posterior.

Choncha Nasalis Medius

a. Agger Nasi berada di ujung atas tepi bebas bagian anterior concha

nasalis medius.

3

Page 4: ajeng respirasi

b. Bulla Ethmoidalis merupakan pembengkakkan sinus ethmoidalis

dan terdapat muara sinus ethmoidalis medius.

c. Hiatus Semiulnaris merupakan tempat muara sinus maxillaris dan

sinus frontalis dan melalui ductus fronto-nasalis.

Chonca Nasalis Inferior

a. Meatus nasi inferior di caudal dan lateral concha berisi muara

ductus nasolacrimalis.

b. Dinding medial atau septum nasi dibentuk oleh lamina

perpendicularis ossis ethmoidalis, os vomer dan cartilago septi

nasi.2

Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris. Sinus

berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada

saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi

mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.

a. Sinus Frontalis

Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus superficialis,

antara tabula externa dan tabula interna os frontale. Pendarahan disuplai oleh

cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis anterior.

Darah balik bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura supraorbitalis yang

menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan opthalmica superior. Persarafannya

disuplai oleh N. supraorbitalis.

b. Sinus Ethmoidalis

Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut juga

cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labirin ossis

ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale,

sphenoidale, dan palatinum. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales anterior dan

posterior serta A. sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama

dengan arteri. Persarafannya oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan posterior serta

cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

4

Page 5: ajeng respirasi

c. Sinus Sphenoidalis

Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas rongga

hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-

ethmoidalis. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang

pharyngeal A. maxillaries interna. Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan

cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

d. Sinus Maxillaris

Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramid,

berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke dalam

processus zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita,

sedangkan lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan

disuplai oleh A. facialis, A. palatine major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan

A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris superior anterior dan posterior cabang A.

maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior

anterior, medius dan posterior.3

Epitel yang membatasi sinus-sinus paranasal merupakan lanjutan dari epitel

hidung yaitu jenis epitel bertingkat torak bersilia yang lebih tipis yang mengandung

sedikit sel goblet.4

Gambar 1. Rongga Hidung

5

Page 6: ajeng respirasi

2. Faring

Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang terbentang dari

bagian dasar tulang tengkorak sampai esophagus. Faring terbagi menjadi

nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

Nasofaring

Merupakan bagian posterior rongga nasal yang membuka

ke arah rongga nasal melalui melalui dua naris internal (koana).

Dua tuba eustachius menghubungkan nasofaring dengan telinga

tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada

kedua sisi gendang telinga. Amandel faring adalah penumpukan

jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran

adenoid dapat menghambat aliran udara. Nasofaring ini tersusun

atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

Orofaring

Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak

muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Uvula adalah

prosessus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah

tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua

sisi orofaring posterior. Orofaring disusun oleh epitel berlapis

gepeng tanpa lapisan tanduk.

Laringofaring

Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring,

yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik, selanjutnya

laringofaring disusun oleh epitel bervariasi dan sebagian besar

epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.5

Gambar 2. Faring

6

Page 7: ajeng respirasi

3. Laring

Laring (kotak suara) dihubungkan faring dengan trakea. Laring adalah

tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh kartilago, tiga

berpasangan dan tiga tidak berpasangan.

a. Kartilago tidak berpasangan

Kartilago Tiroid

Terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya

berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat

hormon yang di sekresi saat pubertas.

Kartilago Krikoid

Merupakan cincin anterior yang yang lebih kecil dan lebih

tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.

Epiglotis

Merupakan katup kartilago elastic yang melekat pada

tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara

otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya

makanan dan cairan.

b. Kartilago berpasangan

Kartilago Aritenoid

Terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid.

Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan

berpasangan dari epithelium squamosa bertingkat.

Kartilago Kornikulata

Melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.

Kartilago Kuneiform

Berupa batang-batang kecil yang membantu menopang

jaringan lunak.

Pada laring, terdapat dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring

tersebut yaitu pasangan bagian atas yang disebut lipatan ventrikular (pita suara

palsu), tidak berfungsi pada produksi suara, dan lipatan vocalis yang

merupakan pita suara sejati. Pita suara sejati melekat pada tulang rawan

thyroid dan kartilago cricoid, serta aritenoid. Pembuka diantara pita ini adalah

glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot

laring, dan glotis membentuk triangular. Saat menelan, pita suara teraduksi

7

Page 8: ajeng respirasi

(tertarik menutup) dan glotis membentuk celah sempit. Dengan demikian,

kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat

ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara. Di dalam lamina

propia terdapat sejumlah tulang rawan laryngeal. Seluruh permukaan

laryngeal dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

Permukaan lingual dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.3,4

Gambar 3. Laring

4. Trakea

Trakea atau pipa udara adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm

dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini

terbentang dari laring pada area vertebra servikal keenam sampai area vertebra

toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama yaitu bronchus

principalis dexter dan bronchus principalis sinister.

Di dalam trakea terdapat lamina propia, berfungsi menjaga agar lumen

trakea tetap terbuka. Bagain trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars

kartilagenia sedangkan mengandung otot polos disebut pars membranasea.

Trakea dilapisi oleh suatu membran mukosa yang terdiri dari epitel bertingkat

torak bersilia yang banyak mengandung sel goblet.5

8

Page 9: ajeng respirasi

Gambar 4.Trakea

5. Bronkus

Merupakan cabang batang trakea yang jumlahnya dua, yang satu menuju

ke paru-paru kiri dan yang satu menuju ke paru-paru kanan. Bronkus kanan lebih

lebar, pendek, dan lebih vertikal dari bronkus kiri. Setiap bronkus berukuran

sekitar setengah dari diameter trakea dan terdiri dari kartilago yang sama, hanya

dengan skala lebih kecil, yang dihubungkan dengan jaringan fibrosa. Dindingnya

dilapisi hanya sedikit otot polos dan dilapisi epitel bersilia yang mengandung

kelenjar mukosa dan serosa. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya

dindingnya lebih halus, kedudukan bronkus kiri lebih mendatar dibandingkan

bronkus kanan sehingga bronkus kanan lebih mudah terserang penyakit.

Gambar 5. Bronkus

9

Page 10: ajeng respirasi

6. Bronkiolus Terminalis

Cabang utama bronkus kanan dan kiri kemudian bercabang menjadi

bronkus lobaris, yang kemudian bercabang menjadi bronkus segmentalis.

Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang diameternya lebih kecil

sampai akhirnya bercabang menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara

terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus terminalis

memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin

tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.

Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut

sebagai penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar

udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Bronkiolus terminalis merupakan

bagian akhir dari saluran pernapasan pada manusia. Setelah bronkiolus terminalis

adalah bronkiolus respiratorius (bagian respiratorius) yang sudah mengandung

alveolus sehingga mampu mengadakan pertukaran udara. Bronkiolus terminalis

berepitel selapis slindris bersilia atau selapis kuboid. Epitel bronkioulus terminalis

mengandung sel clara. Sel-sel ini tidak memiliki silia, pada bagian apikalnya

terdapat kelenjar sekretorik.

Gambar 6. Bronkiolus Terminalis

10

Page 11: ajeng respirasi

Saluran Pernafasan Bagian Bawah (Bagian Respirasi)

Bagian yang berhubungan dengan proses pertukaran gas, yang menghantarkan udara

yang masuk dari saluran bagian atas hingga ke alveoli. Organ saluran nafas bagian bawah

adalah sebagai berikut:

1. Bronkiolus respiratorius

Bronkiolus respiratorius merupakan bagian awal tempat proses pertukaran

udara di paru-paru. Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik

dengan yang ada pada bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi

banyak alveolus (tempat terjadinya pertukaran gas). Bagian dari bronkiolus

respiratorius dilapis epitel kuboid bersilia dan sel clara. Makin ke distal, makin

banyak alveolusnya, dan jarak diantaranya makin kecil. Bronkiolus respiratorius

yang lebih besar dilapisi oleh epitel kubis bersilia yang akan menjadi epitel selapis

kubis pada saluran yang lebih kecil dan dilanjutkan dengan epitel selapis gepeng

yang membatasi alveolus pada muara alveolus.5

Gambar 7. Bronkiolus Respiratorius

2. Duktus Alveolaris

Duktus alveolaris merupakan sebuah saluran yang dikelilingi oleh sakus

alveolaris. Pada duktus alveolaris terdapat atrium, yang menghubungkan beberapa

sakus alveolaris. Duktus alveolaris mempunyai epitel selapis gepeng.3,4

11

Page 12: ajeng respirasi

Gambar 8. Duktus Alveolaris

3. Sakus alveolaris

Merupakan sebuah kantong yang dibentuk oleh beberapa alveoli. Terdapat

banyak serat elastin dan retikulin yang melingkari muaranya, dan sudah tidak

ditemukan lagi otot polos.

Gambar 9. Sakus Alveolaris

4. Alveolus

Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung. Alveoli adalah

bagian terminal dari percabangan bronkus. Secara struktural, alveolus menyerupai

kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya. Di dalam struktur mirip mangkuk

ini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Struktur

dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara

lingkungan luar dan dalam.

Umumnya setiap dinding terletak diantara 2 alveolus bersebelahan disebut

dinding interalveolus. Satu septum terdiri dari 2 lapis epitel gepeng tipis, kapiler,

fibroblast, serat elastin dan reticular, makrofag. Terdapat 2 sel alveolar. Sel tipe I

12

Page 13: ajeng respirasi

disebut juga sel alveolus gepeng, adalah sel yang sangat tipis yang melapisi

permukaan alveolus. Sel tipe I merupakan 97% dari permukaan alveolus. Fungsi

utama sel ini adalah mengadakan sawar agar mudah dilalui gas (untuk pertukaran

gas). Sel alveolar tipe II disebut juga sel alveolar besar atau sel septal. Ditemukan

terselip diantara sel alveolar tipe I. Sel tipe II berbentuk agak kuboid dan biasanya

berkelompok 2 atau 3 sepanjang permukaan alveolus. Sel ini mensekresi surfaktan

pulmoner, yang fungsinya untuk menurunkan tegangan permukaan alveolar.3,4

Gambar 10. Alveolus

2.2 Otot-otot Pernapasan

Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot

pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk

inspirasi, mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot ekspirasi tambahan.6

1. Otot-otot Inspirasi

Otot inspirasi utama yaitu m.intercostalis eksterna dan otot diafragma.

Pembesaran rongga dada kira-kira 75% oleh diafragma. Dan 15% oleh

m.intercostalis ekstrenus. Bila m.intercostalis ekstrenus kontraksi maka iga-

iga akan terangkat ke atas lateral, sternum bergerak ke anterior atas, dan

meningkatkan diameter antero posterior dada sekitar 25%. Otot inspirasi

tambahan yang sering juga disebut otot bantu nafas, yait

m.sternokleiodomastoideus, m.scalenus anterior, scalenus medius, dan

scalenus posterior.6

2. Otot-otot Ekspirasi

Saat bernafas biasa untuk ekpirasi tidak diperlukan kegiatan otot,

cukup daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekpirasi.

Namun, ketika ada serangan asma, sering diperlukan active breathing dalam

13

Page 14: ajeng respirasi

keadaan ini, untuk ekpirasi diperlukan kontribusi kerja otot-otot berikut

m.interkostalis interna, m.rektus abdominis, m.oblikus abdominis eksternus.

M.scalenus dan sternokleidomastoideus di dalam leher membantu

mengangkat sangkar thorax selama pernapasan sulit yang dalam. Kontraksi

dinding abdomen anterior juga membantu ekspirasi dengan menarik sangkar

iga ke bawah dalam dan dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang

mendorong diafragma ke atas. Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan

mengatur pernapasan saat bebricara, batuk, bersin, mengedan saat buang air

besar dan saat bersalin.6

Gambar 11. Otot-Otot Pernapasan.

LOKASI INSPIRASI EKSPIRASI

Diafragma Kontraksi (tampak

datar)

Relaksasi (melengkung ke

atas)

Costae Bergerak ke atas ke luar Bergerak kebawah dan

kedalam

Tulang dada Bergerak ke luar Bergerak ke dalam

Rongga dada Membesar Mengecil

Paru-paru Mengembang Mengempis

14

Page 15: ajeng respirasi

2.3 Mekanisme Pernapasan

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan

tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut

tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu

pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi

antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah

pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya

udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan

tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan

masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.7

Pertukaran Oksigen dengan Karbondioksida

Pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida terjadi melalui proses difusi.

Difusi adalah proses masuknya molekul gas ke dalam cairan. Proses tersebut terjadi di

alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan

gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi atau

tekanan tinggi ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah.

Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus.

Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri pori-pori. Masuknya oksigen dari luar

(lingkungan) menyebabkan tekanan parsial oksigen (P02) di alveolus Iebih tinggi

dibandingkan dengan P02 di kapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari

daerah yang bertekanan parsial tinggi ke daerah yang bertekanan parsial rendah, oksigen akan

bergerak dari alveolus menuju kapiler arteri paru-paru. Oksigen di kapiler arteri diikat oleh

eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai menjadi jenuh (tidak apat mengikat kembali).

Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh

hemoglobin dalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat sub unit, setiap sub unit terdiri dari

bagian yang disebut heme. Di setiap pusat heme terdapat unsur besi yang dapat berikatan

dengan oksigen, sehingga setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen

berbentuk oksihemoglobin. Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara

reversibel (bolak-balik) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, pH, konsentrasi

oksigen, dan karbon dioksida, serta tekanan parsial.

Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian akan

berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Proses difusi ini

15

Page 16: ajeng respirasi

terjadi karena tekanan parsial oksigen pada kapiler tidak sama dengan tekanan parsial

oksigen di sel-sel tubuh.

Di dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi

di dalam sel mitokondria. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel-sel tubuh,

semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut

menyebabkan tekanan parsial karbondioksida atau (PCO2) dalam sel-sel tubuh lebih tinggi

dibandingkan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karenanya karbondioksida dapat

berdifusi dari sel-sel tubuh ke dalam kapiler vena sel-sel tubuh yang kemudian akan dibawa

oleh eritrosit menuju ke paru-paru. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju

alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi

daripada tekanan parsial CO2 dalam alveolus.

Karbondioksida dalam eritrosit akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.

Akibat terbentuknya asam karbonat, pH darah menjadi asam, yaitu sekitar 4,5. Darah yang

bersifat asam dapat melepaskan banyak oksigen ke dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh

yang memerlukannya.7

Volume dan Kapasitas Paru-paru

1. Volume Tidal (TV)Volume alun nafas, udara yang keluar masuk paru pada pernafasan tenang. (±500 cc)

2. Volume cadangan inspirasi ( IRV)Volume udara maksimal yang dapat masuk ke paru-paru sesudah inspirasi biasa.

(±1500 cc)3. Volume cadangan ekspirasi (ERV)

Jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa.(±1500 cc)

4. Volume residu (RV)Udara yang masih tersisa dalam paru sesudah ekspirasi maksimal.(±1500 cc)

5. Kapasitas inspirasi (IC)IC = TV + IRV (±2000 cc)

6. Kapasitas residu fungsional (FRC)FRC = ERV + RV(±3000 cc)

7. Kapasitas Vital ( VC)VC = IRV+TV+ERV(±3500 cc)

8. Kapasitas paru total (TLC)TLC = VC + RV (±5000 cc)

16

Page 17: ajeng respirasi

Gambar 12. Volume dan Kapasitas Paru.

Perubahan Tekanan Pada Saat Pernafasan

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses

ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari

paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intrapulmonal, pada saat

inspirasi tekanan intrapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari

atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan

intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari

paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume

thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi

kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma) sehingga

terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax

(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan

intrapulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam

(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan inspirasi,

yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum

thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka

terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan

nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis

internus dan muskulus abdominis.

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat

pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron

17

Page 18: ajeng respirasi

inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi

pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga

terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area

ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan

irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).8

2.4 Pusat Pengendalian Pernafasan

Pusat pengaturan pernafasan adalah medulla oblongata dan pons. Respirasi normal

antara 12–15 kali per menit. Pada kondisi tertentu frekuensi respirasi dapat meningkat atau

menurun bergantung kondisi. Yang menaikkan atau menurunkan kecepatan respirasi adalah

medulla oblongata dan pons.

Pusat pernapasan terdiri dari 3 bagian:

1. Pusat Respirasi

2. Pusat Apneustik

3. Pusat Pneumotaksik

1. Pusat Respirasi

Pusat respirasi kerjanya tidak sadar dan berada di formatio retikularis. Pusat

respirasi terdiri dari 2 kelompok neuron yaitu kelompok dorsal ( Dorsal repiratory group=

DRG) dan kelompok ventral (Ventral respiratory group = VRG). Kelompok dorsal terdiri

dari neuron I yang fungsinya untuk mengaktifkan otot-otot inspirasi tenang. Kelompok

ventral terdiri dari neuron I dan neuron E yang menyebabkan terjadinya inspirasi dan

ekspirasi kuat.

2. Pusat Apneustik

Pusat apneustik kerjanya sadar dan berada di pons bawah. Pusat apneustik memiliki

fungsi untuk memperkuat inspirasi I dorsal dan I ventral.

3. Pusat Pneumotaksik

Pusat pneumotaksik berada di pons atas dan memiliki fungsi untuk menahan

inspirasi dari pusat apneustik. Tidak mungkin inspirasi selalu kuat jadi ditahannya dengan

pusat pneumotaksik.6

18

Page 19: ajeng respirasi

2.5 Saturasi dan Disosiasi Hb

Oksigen merupakan komponen yang sangat penting dalam proses metabolisme.

Manusia mendapatkan oksigen melalui gas yang dihirup dari udara bebas. Gas dapat bergerak

dari satu tempat ke tempat lain dengan difusi. Gerakan tersebut disebabkan oleh perbedaan

tekanan dari tempat satu ketempat lain. Gas dari udara bebas masuk ke dalam alveolus karena

adanya perbedaan tekanan antara udara bebas dan alveolus. Lalu oksigen berdifusi dari

alveolar ke dalam darah kapiler paru karena adanya perbedaan tekanan, yaitu tekanan

oksigen di dalam alveolus lebih besar daripada tekanan oksigen didalam kapiler darah paru.

Kemudian kapiler darah paru ditransport melalui sirkulasi ke jaringan perifer. Di

sana, PO2 darah arteri lebih tinggi daripada PO2 sel dan menyebabkan oksigen dari dalam

darah kapiler berdifusi ke sel melalui cairan intersitiel. Sebagian besar oksigen ditransport

dari alveolus menuju jaringan perifer dalam bentuk berikatan dengan hemoglobin.

Persentase hemoglobin yang membawa oksigen tergantung pada beberapa faktor.

Namun faktor yang paling penting adalah tekanan parsial oksigen (PO2). Terdapat hubungan

langsung, namun tidak linier antara saturasi oksigen dan tekanan parsial oksigen. Hubungan

ini digambarkan dalam kurva dissosiasi oksihemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin

memiliki dampak fisiologis yang sangat berarti. Kurva ini menunjukkan sistem kompensasi

tubuh yang sangat besar dalam berupaya untuk menyediakan saturasi oksigen yang cukup

sehingga mampu memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

Tekanan parsial oksigen dimana saturasi hemoglobin 50 % adalah sebesar 26.6

mmHg pada orang sehat, dikenal dengan P50. P50 adalah perkiraan konvensional afinitas

hemoglobin terhadap oksigen. Adanya penyakit tertentu yang mengubah afinitas hemoglobin

dan mengubah kurva bergerak ke kiri atau kanan maka juga akan mengubah P50.

Peningkatan P50 menandakan kurva bergerak ke kanan yang berarti diperlukan tekanan

parsial yang besar untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar 50%. Ini menandakan

penurunan afinitas. Begitu juga sebaliknya. Faktor-faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi

Oksigen-Hemoglobin Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Faktor-faktor ini juga yang kemudian mengubah kurva disosiasi. Pergeseran kurva ke

kanan disebabkan oleh peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG, peningkatan PCO2, atau

penurunan pH. Untuk kondisi sebaliknya, kurva bergeser ke kiri. Pergeseran kurva ke kanan

menyebabkan penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Sehingga hemoglobin sulit

berikatan dengan oksigen (memerlukan tekanan parsial yang tinggi bagi hemoglobin untuk

mengikat oksigen). Pergeseran kurva ke kiri dan peningkatan afinitas tampak memberikan

manfaat bagi pasien karena hemoglobin dapat mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun,

19

Page 20: ajeng respirasi

hemoglobin telah tersaturasi 97 % dengan afinitas yang normal, sehingga tidak terdapat

penambahan oksigen yang cukup bermakna dengan adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan,

peningkatan afinitas Hb-O ini dapat mengganggu pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan

pada umumnya menimbulkan dampak yang merugikan.8

2.6 Keseimbangan Asam dan Basa

Ph darah arteri normal adalah kurang lebih 7,40 atau di antara 7,38 – 7.40. proses

perubahan ph ada dua macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik, karena

perubahan konsentrasi ion nikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme. Dan proses

perubahan yang bersifat respiratorik, karena perubahan tekanan parsial CO2 disebabkan

gangguan respirasi. Perubahan pCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah. PH darah akan

turun atau yang disebut asidosis jika pCO2 naik (asidosis respiratorik primer) atau jika HCO3-

turun (asidosis metabolik primer). PH darah akan naik atau yang disebut alkalosis jika pCO2

turun (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO3- naik (alkalosis metabolik primer)

(respirologi).9

Proses asidosis respiratorik terjadi jika terdapat akumulasi CO2 sehingga terjadi

peningkatan pCO2. Karena pCO2 naik, pH darah akan turun. Pada proses asidosis yang baru

saja terjadi, setiap perubahan pCO2 sebesar 10 mmHg akan menurunkan pH darah sebesar

0,08 unit, sedangkan pada proses asidosis yang telah lama terjadi dan telah terdapat hasil

upaya ginjal untuk mengompensasi, perubahan pCO2 sebesar 10 mmHg hanya menurunkan

pH darah sebesar 0,03 unit. Sebaliknya pada alkalosis respiratorik, menurunnya pCO2 akan

meningkatkan pH darah, setiap perubahan sebesar 10 mmHg akan terjadi perubahan darah

sebesar 0,08 unit pada proses akut dan 0,3 unit pada proses kronik.9

Pada asidosis metabolik, konsentrasi HCO3- akan turun. Pada keadaan ini dibedakan

apakah terdapat peningkatan anion gap atau tidak. Anion gap adalah perbedaan antara umlah

muatan ion positif pada Na+ dan jumlah muatan ion negatif pada Cl- dan HCO3-. Anion

HCO3- turun karena kehadiran anion lain. Karena anion HCO3- turun, akan terdapat

peningkatan harga anion gap atau anion gap melampaui angka normal. Sedangkan pada

alkalosis metabolik,terjadinya peningkatan anion HCO3- . Kejadian ini diakibatkan oleh

hilangnya ion H+. Sebagai upaya kompensasi, paru akan berusaha menciptakan keadaan

hipoventilasi sehingga CO2 tertimbun dan pCO2 naik, dengan demikian pH akan naik

kembali.9

20

Page 21: ajeng respirasi

Penutup

3.1 Kesimpulan

Sitem pernapasan pada manusia melibatkan berbagai macam struktur sistem repirasi

dari rongga hidung hingga bagian terkecil yakni alveolus, fungsi pernapasan secara garis

besar adalah sebagai proses pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi dalam

beberapa mekanisme. Mekanisme pernapasan dan struktur pernapasan turut mempengaruhi

sistem pernapasan. Apabila terjadi gangguan dalam mekanisme pernapasan ataupun kelainan

pada struktur pernapasan dapat menyebabkan gangguan pula pada sistem pernapasan

Daftar Pustaka

1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 2004.

h.266-74.

2. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2007. h.2-13.

3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2003. h.266-8.

4. Eroschenko V. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta:

EGC; 2005. h.231-45.

5. Veldman J. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h.266-9.

6. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007. h.9-17.

7. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 22. Jakarta: EGC; 2008. h.611-94.

8. Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2011. h.411, 431-5.

9. Butler, Shier, Lewis. Human Anatomy and Physiology: List of Clinical Application.

9th edition. New York: Hill Companies; 2002. h.487-93.

21