42
Akta PPAT dan Bukti Kepemilikan Tanah 1) Apakah surat tanah non sertifikat yang kepemilikannya terdaftar & diakui Camat memiliki kekuatan hukum dan dapat diajukan ke Hukum jika ada pihak lain yang menggarap / menguasai / mengakui lahan secara fisiknya? 2) Mengenai hal ini berada di UU nomor berapa? Terima kasih. ANGGI_SHS Tweet Jawaban: ILMAN HADI, S.H. 1. Kami kurang memahami apa maksud dari “Surat tanah non sertifikat yang kepemilikannya terdaftar & diakui Camat”, karena bukti kepemilikan hak atas suatu bidang tanah dibuktikan dengan adanya sertipikat tanah (lihat Pasal 19 ayat [2] huruf c UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) jo. Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”). Kami asumsikan bahwa surat yang Saudara maksud adalah akta yang dikeluarkan oleh Camat sebagai PPAT Sementara . Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”): (1). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. (2). Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a) Jual beli; b) Tukar menukar; c) Hibah;

Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

silahkan mengunjungi alamat asli web.

Citation preview

Page 1: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Akta PPAT dan Bukti Kepemilikan Tanah1) Apakah surat tanah non sertifikat yang kepemilikannya terdaftar & diakui Camat memiliki

kekuatan hukum dan dapat diajukan ke Hukum jika ada pihak lain yang menggarap /

menguasai / mengakui lahan secara fisiknya? 2) Mengenai hal ini berada di UU nomor berapa?

Terima kasih.

ANGGI_SHS

Tweet

Jawaban:ILMAN HADI, S.H.

1. Kami kurang memahami apa maksud dari “Surat tanah non sertifikat yang kepemilikannya terdaftar & diakui Camat”, karena bukti kepemilikan hak atas suatu bidang tanah dibuktikan dengan adanya sertipikat tanah (lihat Pasal 19 ayat [2] huruf c UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) jo.Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”).

Kami asumsikan bahwa surat yang Saudara maksud adalah akta yang dikeluarkan oleh Camat sebagai PPAT Sementara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”):

(1). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(2). Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

a) Jual beli;

b) Tukar menukar;

c) Hibah;

Page 2: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

d) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

e) Pembagian hak bersama;

f) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

g) Pemberian Hak Tanggungan;

h) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Akta tersebut kemudian dapat menjadi dasar pensertipikatan tanah yang selanjutnya bisa Saudara baca di artikelBagan/Proses/Prosedur Pembuatan Sertipikat Tanah.

Mengenai apakah akta tersebut memiliki kekuatan hukum, jika akta tersebut adalah akta jual beli tanah, memang dapat membuktikan telah terjadi transaksi jual beli tanah. Akan tetapi, untuk pembuktian yang kuat mengenai kepemilikan atas tanah hanya dapat dibuktikan oleh adanya sertipikat tanah sebagai surat tanda bukti hak atas tanah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 PP 24/1997 yang berbunyi:

(1). Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

(2). Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Untuk itu, sebaiknya dilakukan pengurusan sertipikat tanah agar jika terjadi sengketa (misal: tanah dikuasai secara fisik oleh orang lain), pemilik tanah mempunyai dasar kepemilikan yang kuat.

Jika kepemilikan atas tanah tersebut tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang kuat, tanah tersebut mungkin saja didaftarkan oleh orang lain yang menguasai secara fisik tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut dan memenuhi syarat dalam Pasal 24 ayat (2) PP 24/1997:

Page 3: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

a) penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.

b) penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Jadi, surat/akta yang dikeluarkan oleh Camat seperti yang Saudara sebutkan belum dapat menjadi pembuktian yang kuat untuk membuktikan hak kepemilikan atas tanah.

2. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, peraturan-peraturan yang mengenai bukti kepemilikan tanah diatur dalam UUPA dan PP 24/1997. Kami menyarankan agar tanah tersebut segera didaftarkan agar memiliki Sertipikat Tanah sebagai pembuktian kepemilikan tanah yang kuat.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

2. PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Mohon penjelasan di mana saya bisa dapatkan aliran data/proses/prosedur pembuatan

sertipikat tanah terima kasih. Wass, Irina.

INDRI_SUWARDI

Tweet

Jawaban:SHANTI RACHMADSYAH, S.H.

Untuk prosedur pembuatan sertipikat untuk tanah yang belum bersertipikat sudah pernah kami bahas, dan dapat Anda lihat di artikel ini.

Prosedur penerbitan sertipikat tanah juga Anda bisa lihat di situs resmi BPN (bpn.go.id):

Page 4: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

PENDAFTARAN PERTAMA KALI

Jenis Layanan Prosedur

Sertipikat Wakaf Untuk

Tanah Yang Belum

Terdaftar

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Surat Permohonan

2. Identitas diri Wakif (fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku dan

dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang)

3. Identitas diri Nadzir (fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku dan

dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang)

4. Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan

5. Bukti perolehan kepemilikan tanah disertai:

a. pernyataan pemohon bahwa telah menguasai secara

fisik selama 20 tahun terus menerus

b. keterangan Kepala Desa/Lurah dengan saksi 2 orang

tetua adat/penduduk setempat yang membenarkan

penguasaan tanah tersebut.

6. Akta Ikrar Wakaf

7. Surat Pengesahan Nadzir

8. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000 / bidang (diluar biaya pengukuran dan pemetaan

untuk sporadik).

2. 120 hari

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Page 5: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Pendaftaran Pertama

Kali Konversi -

Sistematik

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya

dikuasakan.

2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK

yang masih berlaku dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang).

3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,

yaitu:

a. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan

Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau

b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA

No. 9/1959, atau

c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang

berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya

UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan

hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua

kewajiban yang disebut didalamnya, atau

d. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan

Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No.

10/1961, atau

e. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang

dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala

Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang

dialihkan, atau

Page 6: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT,

yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas

hak yang dialihkan, atau

g. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum

atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan

disertai alas hak yang diwakafkan, atau

h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang

berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan

disertai alas hak yang dialihkan, atau

i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah

pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah,

atau

j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan

disertai alas hak yang dialihkan, atau

k. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama

apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI

dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan

berlaku sebelum berlakunya UUPA.

4. Surat Pernyataan Tdk Dalam Sengketa diketahui Kades/Lurah dan

2 Saksi dari tetua adat / penduduk setempat.

5. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.

Biaya dan Waktu

1. Sesuai PP 46/2002 dan SE Ka. BPN No.600-1900 tanggal 31 Juli

2003 (Diluar biaya pengukuran dan pemetaan untuk Sporadik)

2. Waktu: 90 hari/100 bidang.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Pendaftaran Tanah

Pertama Kali Konversi

- Sporadik

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

Page 7: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya

dikuasakan

2. Identitas diri para pemilik tanah / pemohon (dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang) dan atau kuasanya (untuk Perorangan:

fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku atau untuk Badan

Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan-

perubahannya, serta dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang)

3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,

yaitu:

a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan

Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau

b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA

No. 9/1959, atau

c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang

berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya

UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan

hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua

kewajiban yang disebut didalamnya, atau

d. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kikitir dan

Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No.

10/1961, atau

e. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang

dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala

Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang

dialihkan, atau

f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT,

yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas

hak yang dialihkan, atau

g. akta ikrar wakaf / akta pengganti ikrar wakaf / surat ikrar

wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai

dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak

Page 8: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

yang diwakafkan, atau

h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang

berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan

disertai alas hak yang dialihkan, atau

i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah

pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah,

atau

j. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan

disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang), atau

k. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama

apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI

dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, atau

l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan

berlaku sebelum diberlakunya UUPA (dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang), atau

4. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan : Surat

Prnyataan Penguasaan fisik lebih dari 20 thn secara terus-

menerus dan surat keterangan Kades / Lurah disaksikan oleh 2

org tetua adat / penduduk setempat.

5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas

6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan

7. Fotocopy SK Izin Lokasi dan Sket Lokasi (apabila pemohon adalah

Badan Hukum)

Persyaratan Tanda Batas, bentuk dan ukuran luas di bawah 10 ha:

1. Pipa besi, Panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm, atau Pipa

paralon diisi beton, panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm

2. Kayu besi, bengkirai, jati, atau kayu lainnya yang kuat, panjang

100 cm dan bergaris tengah 7.5 cm, atau

3. Tugu dari batu bata atau batako dilapisi semen 0.20 m X 0.20 m

tinggi 0.40 m, atau

4. Tugu dari beton , batu kali atau granit 0.10 m2 tinggi 0,5 m, atau

tembok - tembok atau pagar besi / beton / kayu.

Biaya dan Waktu

Page 9: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

1. Rp. 25.000 / bidang (diluar biaya pengukuran dan pemetaan

untuk sporadik).

2. 120 hari

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Pendaftaran Tanah

Pertama Kali

Pengakuan Dan

Penegasan Hak -

Sporadik

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya

dikuasakan

2. Identitas diri para pemilik tanah / pemohon (dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang) dan atau kuasanya (untuk

perseorangan: fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku atau

untuk Badan Hukum: fotocopy Akte Pendirian Perseroan dan

Perubahan-perubahannya, serta dilegalisir oleh Pejabat yang

berwenang)

3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan,

yaitu:

a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan

Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau

b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA

No. 9/1959, atau

c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang

berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya

UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan

hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua

kewajiban yang disebut didalamnya, atau

Page 10: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

d. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kikitir dan

Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No.

10/1961, atau

e. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang

dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala

Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang

dialihkan, atau

f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT,

yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas

hak yang dialihkan, atau

g. akta ikrar wakaf / akta pengganti ikrar wakaf / surat ikrar

wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai

dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak

yang diwakafkan, atau

h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang

berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan

disertai alas hak yang dialihkan, atau

i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah

pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah,

atau

j. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan

disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang), atau

k. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama

apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI

dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, atau

l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan

berlaku sebelum diberlakunya UUPA (dilegalisir oleh

Pejabat yang berwenang), atau

4. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan : Surat

Prnyataan Penguasaan fisik lebih dari 20 thn secara terus-

menerus dan surat keterangan Kades / Lurah disaksikan oleh 2

org tetua adat / penduduk setempat.

5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas

6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan

7. Fotocopy SK Izin Lokasi dan Sket Lokasi (apabila pemohon adalah

Page 11: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Badan Hukum)

Persyaratan Tanda Batas, bentuk dan ukuran luas di bawah 10 ha:

1. Pipa besi, Panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm, atau Pipa

paralon diisi beton, panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm

2. Kayu besi, bengkirai, jati, atau kayu lainnya yang kuat, panjang

100 cm dan bergaris tengah 7.5 cm, atau

3. Tugu dari batu bata atau batako dilapisi semen 0.20 m X 0.20 m

tinggi 0.40 m, atau

4. Tugu dari beton , batu kali atau granit 0.10 m2 tinggi 0,5 m, atau

tembok - tembok atau pagar besi / beton / kayu.

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000 / bidang (diluar biaya pengukuran dan pemetaan

untuk sporadik).

2. 120 hari

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

TANAH TERDAFTAR

Jenis Layanan Prosedur

Penggabungan

Sertipikat

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Permohonan yang disertai alasan Penggabungan tersebut.

2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan

dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang).

Page 12: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

3. Sertipikat Hak Atas Tanah asli, dengan catatab:

a. Jika semua Sertipikat yang digabung sudah

menggunakan SU maka tidak diperlukan pengukuran

(harus ada pernyataan dari pemohon bahwa bidang

tanah yang akan digabung tidak ada perubahan fisik)

b. Jika salah satu atau semua Sertipikat yang digabung

masih menggunakan Gambar Situasi, maka perlu

dilaksanakan pengukuran

c. Jika SU pada salah satu atau semua Sertipikat tidak

memenuhi syarat teknis atau ada perubahan bentuk dan

ukuran, maka perlu dilakukan pengukuran

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000,- untuk setiap Hak Atas Tanah hasil pengabungan.

2. Waktu: 7 hari kerja = 1 bidang diluar waktu Pengukuran.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Keterangan:

Catatan: Untuk menghapus catatan dalam sertipikat tentang ijin pejabat

yang berwenang diperlukan SE KBPN.

Pemisahan Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Permohonan yang disertai alasan Pemisahan tersebut.

2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP).

3. Sertipikat Hak Atas Tanah asli.

Page 13: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

4. Site Plan (Untuk Kawasan Pembangunan Perumahan).

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemisahan yang

diterbitkan.

2. Waktu: 7 hari kerja = 1 bidang diluar waktu Pengukuran.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Keterangan:

Catatan: Untuk menghapus catatan dalam sertipikat tentang ijin pejabat

yang berwenang diperlukan SE KBPN.

Pemecahan SertipikatDasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Permohonan yang disertai alasan Pemecahan tersebut.

2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP).

3. Sertipikat Hak Atas Tanah asli.

4. Site Plan (Untuk Kawasan Pembangunan Perumahan).

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemecahan yang

diterbitkan.

2. Waktu: 7 hari kerja = 1 bidang diluar waktu Pengukuran.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Keterangan:

Page 14: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Catatan: Untuk menghapus catatan dalam sertipikat tentang ijin pejabat

yang berwenang diperlukan SE KBPN.

Perubahan HM Menjadi

HGB Atau HP Dan HGB

Menjadi HP Tanpa

Ganti Blanko

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997

4. Keputusan Menteri Negara Agraria No. 16 Tahun 1997

5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002

6. SE Ka.BPN-600-1900 tanggal 31 Juli 2003

Persyaratan:

1. Surat Permohonan perubahan hak

2. Surat Kuasa jika yang mengajukan permohonan bukan yang

bersangkutan bermeterai cukup

3. Identitas pemegang hak dan atau kuasanya (foto copy) :

1. Perorangan : KTP yang masih berlaku *)

2. Badan Hukum : FC Akta Pendirian Pengesahan Badan

Hukum yang telah disahkan *)

4. Sertipikat Hak Atas Tanah (aslinya)

5. Kutipan Risalah Lelang jika perlolehannya melalui proses

pelelangan

6. Surat Persetujuan dari pemegang HT (jika dibebani HT)

7. Bukti pelunasan BPHTB

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000,- / sertipikat

2. Waktu: 3 hari kerja

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Keterangan:

*) dilegalisir oleh pejabat berwenang

Catatan:

1. Untuk perubahan HM menjadi HGB atau HP, pemohon tidak

dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara

Page 15: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

2. Untuk perubahan HGB menjadi HP, pemohon wajib membayar

uang pemasukan kepada negara dengan memperhitungkan uang

pemasukan yang sudah dibayar kepada negara untuk

memperoleh HGB ybs.

Perubahan HM Menjadi

HGB Atau HP Dan HGB

Menjadi HP Dengan

Ganti Blanko

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997

4. Keputusan Menteri Negara Agraria No. 16 Tahun 1997

5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002

6. SE Ka.BPN-600-1900 tanggal 31 Juli 2003

Persyaratan:

1. Surat Permohonan perubahan hak

2. Surat Kuasa jika yang mengajukan permohonan bukan yang

bersangkutan bermeterai cukup

3. Identitas pemegang hak dan atau kuasanya (foto copy) :

1. Perorangan : KTP yang masih berlaku *)

2. Badan Hukum : FC Akta Pendirian Pengesahan Badan

Hukum yang telah disahkan *)

4. Sertipikat Hak Atas Tanah (aslinya)

5. Kutipan Risalah Lelang jika perlolehannya melalui proses

pelelangan

6. Surat Persetujuan dari pemegang HT (jika dibebani HT)

7. Bukti pelunasan BPHTB

Biaya dan Waktu

1. Rp. 50.000,-

2. Waktu: 10 hari kerja

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Keterangan:

*) dilegalisir oleh pejabat berwenang

Catatan:

1. Untuk perubahan HM menjadi HGB atau HP, pemohon tidak

dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara

Page 16: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

2. Untuk perubahan HGB menjadi HP, pemohon wajib membayar

uang pemasukan kepada negara dengan memperhitungkan uang

pemasukan yang sudah dibayar kepada negara untuk

memperoleh HGB ybs.

Pemberian Informasi surat Ukur dikenakan Biaya Rp.25.000,- meliputi

kegiatan:

1. Surat Ukur untuk sertipikat pengganti karena (Rusak,Hillang,ganti

blanko dan sertipikat yang tidak di serahkan karena ekskusi lelang

serta penggantian sertipikat berdasarkan Keputusan Pengadilan

2. Salinan Surat Ukur untuk keperluan permohonan perubahan

hak,perpajangan dan pembaharuan hak atas tanah.

3. Permohonan informasi tentang satu bidang tanah berupa

fotocopy surat ukur sesuai dengan DI 207pada PMNA/KBPN Nomor

3/1997.

Perubahan Hak Dari

HGB Menjadi HM Untuk

RS/RSS Tanpa Ganti

Blanko

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997

4. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun

1997

5. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 15 Tahun

1997

6. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun

1998

7. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002

8. SE Ka.BPN-600-1900 tanggal 31 Juli 2003

Persyaratan:

1. Surat Permohonan perubahan hak

2. Identitas diri pemegang hak dan atau kuasanya (foto copy KTP

yang masih berlaku) *)

3. Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan

4. Sertipikat HAT (HGB/HP), luas tidak lebih dari 200 m2 untuk

perkotaan dan tidak lebih dari 400 m2 untuk luar perkotaan

Page 17: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

5. Akta Jual Beli / Surat Perolehan (harga perolehan tidak lebih dari

Rp. 30.000.000,-)

6. Surat Persetujuan dari pemegang HT (jika dibebani HT)

7. Membayar uang pemasukan kepada Negara.

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000,-

2. Waktu: 3 hari kerja

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Keterangan:

*) dilegalisir oleh pejabat berwenang

Catatan :

1. Persyaratan no. 2 tidak diperlukan KK (NIK sudah tercantum

dalam KTP)

2. Persyaratan no. 3 Surat kuasa bermeterai cukup

Perubahan Hak Dari

HGB Menjadi HM Untuk

RS/RSS Dengan Ganti

Blanko

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997

4. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun

1997

5. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 15 Tahun

1997

6. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun

1998

7. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002

8. SE Ka.BPN-600-1900 tanggal 31 Juli 2003

Persyaratan:

1. Surat Permohonan perubahan hak

2. Identitas diri pemegang hak dan atau kuasanya (foto copy KTP

yang masih berlaku) *)

3. Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan

4. Sertipikat HAT (HGB/HP), luas tidak lebih dari 200 m2 untuk

Page 18: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

perkotaan dan tidak lebih dari 400 m2 untuk luar perkotaan

5. Akta Jual Beli / Surat Perolehan (harga perolehan tidak lebih dari

Rp. 30.000.000,-)

6. Surat Persetujuan dari pemegang HT (jika dibebani HT)

7. Membayar uang pemasukan kepada Negara.

Biaya dan Waktu

1. Rp. 50.000,-

2. Waktu: 10 hari kerja

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Keterangan:

*) dilegalisir oleh pejabat berwenang

Catatan :

1. Persyaratan no. 2 tidak diperlukan KK (NIK sudah tercantum

dalam KTP)

2. Persyaratan no. 3 Surat kuasa bermeterai cukup

3. 10 hari adalah jangka waktu maksimal

Pemberian Informasi surat Ukur di kenakan Biaya Rp.25000 meliputi

kegiatan:

1. Surat Ukur untuk sertipikat pengganti karena (Rusak,Hillang,ganti

blanko dan sertipikat yang tidak di serahkan karena ekskusi lelang

serta penggantian sertipikat berdasarkan Keputusan Pengadilan

2. Salinan Surat Ukur untuk keperluan permohonan perubahan

hak,perpajangan dan pembaharuan hak atas tanah.

3. Permohonan informasi tentang satu bidang tanah berupa

fotocopy surat ukur sesuai dengan DI 207pada PMNA/KBPN Nomor

3/1997.

Sertipikat Hak Milik

Atas Satuan Rumah

Susun

Dasar Hukum:

1. Undang-undang No 5 Tahun 1960

2. Undang-undang No 16 Tahun 1986

3. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1988 tentang Rumah Susun

4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997

Page 19: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002

7. SE Ka.BPN-600-1900 tanggal 31 Juli 2003

8. Perda tentang Rumah Susun (Belum semua daerah punya Perda)

Persyaratan:

1. Permohonan yang disertai proposal pembangunan rumah susun

2. Identitas pemohon (Perorangan/Badan Hukum)

3. Sertipikat Hak Atas Tanah asli

4. Ijin layak huni

5. Advis Planinng

6. Akta pemisahan yang dibuat oleh penyelenggara pembangunan

Rumah Susun, dengan lampiran gambar dan uraian pertelaan

dalam arah vertikal maupun horisontal serta nilai perbandingan

proposionalnya *)

Biaya dan Waktu

1. Rp. 25.000 / Sarusun (diluar biaya pengukuran)

2. Waktu: 10 hari kerja.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Keterangan:

*) Akta Pemisahan dengan lampiran gambar dan uraian pertelaan

disahkan oleh Pejabat yang berwenang (Bupati/ Walikota)

Catatan :

1. Bahwa Kantor Pertanahan menjadii Sekretariat kegiatan

pengesahan akta pemisahan dan pertelaan

2. Kepala Kantor Pertanahan menetapkan sistem perhitungan nilai

perbandingan proposional dan pembuatan gambar dan uraian

pertelaan khususnya dalam menentukan hak perseorangan dan

hak bersama atas tanah, bagian dan benda bersama

3. Gambar dan uraian pertelaan dengan nilai perbandingan

proposional dilampirkan pada akta pemisahan yang dibuat dan

ditandatangani pemohon untuk disahkan oleh Bupati/Walikota

(Khusus DKI oleh Gubernur)

4. Kegiatan no 1 dan 3 dibuat alur kegiatan pengesahan akta

pertelaan

5. Pemberian Informasi surat Ukur di kenakan Biaya Rp.25000

meliputi Kegiatan:

Page 20: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

1. Surat Ukur untuk sertipikat pengganti karena

(Rusak,Hillang,ganti blanko dan sertipikat yang tidak di

serahkan karena ekskusi lelang serta penggantian

sertipikat berdasarkan Keputusan Pengadilan

2. Salinan Surat Ukur untuk keperluan permohonan

perubahan hak,perpajangan dan pembaharuan hak atas

tanah.

3. Permohonan informasi tentang satu bidang tanah berupa

fotocopy surat ukur sesuai dengan DI 207pada

PMNA/KBPN Nomor 3/1997.

6. 35 hari adalah jangka waktu maksimal

7. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam

Sertipikat Wakaf Untuk

Tanah Terdaftar

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

2. UU Tentang Perwakafan Tanah Milik.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.

4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977.

6. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan

Pertanahan Nasional.

7. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900

Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:

1. Surat Permohonan.

2. Akta Ikrar Wakaf.

3. Sertipikat Hak Milik asli.

4. Surat Pengesahan Nadzir.

5. Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan.

6. Identitas Wakif (fotocopy KTP dan dilegalisir oleh Pejabat yang

berwenang).

7. Identitas Nadzir (fotocopy KTP dan dilegalisir oleh Pejabat yang

berwenang).

Page 21: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Biaya dan Waktu

1. Rp. 0,-

2. Waktu: maksimal 20 hari kerja.

3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.

Sumber: bpn.go.id

Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses

pendaftaran hak atas tanah. Hal lain yang menjadi penyebab yakni juga minimnya pengetahuan masyarakat

akan arti pentingnya bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka

harus memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki, akan tetapi pada kenyataannya

tanah-tanah yang dimiliki masyarakat pedesaan atau masyarakat adat itu dimiliki secara turun temurun dari

nenek moyang mereka, sehingga surat kepemilikan tanah yang mereka miliki sangat minim bahkan ada

yang tidak memiliki sama sekali. Mereka menempati dan menggarap tanah tersebut sudah berpuluh-puluh

tahun sehingga masyarakat pun mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik si A atau si B tanpa perlu

mengetahui surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut.

Untuk tanah yang memiliki surat minim itu biasanya berupa leter C. Letter C ini diperoleh dari kantor desa

dimana tanah itu berada, letter C ini merupakan tanda bukti berupa catatan yang berada di Kantor Desa

atau Kelurahan. Dalam masyarakat masih banyak yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan buku

letter C, karena didalam literatur ataupun perundang-undangan mengenai pertanahan sangat jarang

dibahas atau dikemukakan. Mengenai buku letter C ini sebenarnya hanya dijadikan dasar sebagai catatan

penarikan pajak, dan keterangan mengenai tanah yang ada dalam buku letter C itu sangatlah tidak lengkap

dan cara pencatatannya tidak secara teliti sehingga akan banyak terjadi permasalahan yang timbul

dikemudian hari dikarenakan kurang lengkapnya data yang akurat dalam buku letter C tersebut. Adapun

kutipan Letter C terdapat dikantor Kelurahan, sedangkan Induk dari Kutipan Letter C terdapat di Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Dan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah memiliki alat

bukti berupa girik sebagai alat bukti pembayaran pajak atas tanah.

Dan saat ini dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan adanya Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tidak mungkin lagi diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

ataupun yang akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hak-hak tersebut

merupakan hak adat. Mengingat pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah adat sebagai bukti

kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang

Pokok Agraria, maka diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik Adat.

Pasal 19 UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Republik Indonesia, dikarenakan masih minimnya pengetahuan, kesadaran masyarakat tentang bukti

kepemilikan tanah. Mereka mengganggap tanah milik adat dengan kepemilikan berupa girik, dan Kutipan

Letter C yang berada di Kelurahan atau Desa merupakan bukti kepemilikan yang sah. Juga masih terjadinya

Page 22: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

peralihan hak seperti jual beli, hibah, kewarisan ataupun akta-akta yang belum didaftarkan sudah terjadi

peralihan hak yang dasar perolehannya dari girik dan masih terjadinya mutasi girik yang didasarkan oleh

akta-akta, tanpa didaftarkan di Kantor Pertanahan. Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak, tanggal 27

Maret 1993, Nomor : SE-15/PJ.G/1993, tentang Larangan Penerbitan Girik/Petuk D/Kekitir/Keterangan

Obyek Pajak (KP.PBB II). Saat ini dibeberapa wilayah Jakarta pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan, sudah ditiadakannya mutasi girik, hal ini disebabkan karena banyaknya timbul permasalahan

yang ada di masyarakat karena dengan bukti kepemilikan berupa girik menimbulkan tumpang tindih dan

kerancuan atau ketidakpastian mengenai obyek tanahnya. Maka peran serta buku kutipan letter C sangat

dominan untuk menjadi acuan atau dasar alat bukti yang dianggap masyarakat sebagai alat bukti

kepemilikan tanah.

Sebagai contoh, dalam hal seorang warga yang akan mengurus sertipikat, padahal tanahnya pada saat ini

baru berupa girik, maka yang dilakukan Kepala Desa atau Kelurahan adalah dengan berpedoman pada

keadaan fisik tanah, penguasaan, bukti pembayaran pajak. Seorang Kepala Desa atau Kelurahan akan

mencocokkan girik tersebut pada Kutipan Letter C pada Kelurahan. Sedangkan pengajuan hak atas tanah

untuk yang pertama kali adalah harus ada Riwayat Tanah (yang dikutip dari letter C) serta Surat Keterangan

Tidak Dalam Sengketa yang diketahui oleh Kepala Desa atau Kelurahan. Dengan dipenuhinya dokumen

alat bukti tersebut seorang warga dapat mengajukan permohonan atas kepemilikan tanah tersebut untuk

memperoleh hak atas tanah pada Badan Pertanahan yang disebut Sertipikat.

Pembahasan mengenai pengakuan hak milik atas tanah disertai dengan penerbitan sertipikat tanah

sangatlah penting, setidak-tidaknya karena :

Sertipikat hak atas tanah memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi pihak yang

namanya tercantum dalam sertipikat. Karena penerbitan sertipikat dapat mencegah sengketa tanah. Dan

kepemilikan sertipikat akan memberikan perasaan tenang dan tentram karena dilindungi dari tindakan

sewenang-wenang yang dilakukan oleh siapapun.

Dengan kepemilikan sertipikat hak atas tanah, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum

apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain

itu, sertipikat tanah memiliki nilai ekonomis seperti disewakan, jaminan hutang, atau sebagai saham.

Pemberian sertipikat hak atas tanah dimaksudkan untuk mencegah pemilikan tanah dengan luas

berlebihan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengakuan hak milik atas tanah yang dituangkan kedalam bentuk sertipikat merupakan tanda bukti hak

atas tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UUPA dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah. Sertipikat tanah membuktikan bahwa pemegang hak

mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. Sertipikat tanah merupakan salinan buku tanah dan

didalamnya terdapat gambar situasi dan surat ukur serta memuat data fisik dan data yuridis sesuai dengan

data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Data fisik mencakup keterangan

mengenai letak, batas, dan luas tanah. Data yuridis mencakup keterangan mengenai status hukum bidang

tanah, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Data fisik dan

data yuridis dalam Buku Tanah diuraikan dalam bentuk daftar, sedangkan data fisik dalam surat ukur

disajikan dalam peta dan uraian. Untuk sertipikat tanah yang belum dilengkapi dengan surat ukur disebut

Page 23: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

sertipikat sementara. Fungsi gambar situasi pada sertipikat sementara terbatas pada penunjukan objek hak

yang didaftar, bukan bukti data fisik. Sedangkan buku Letter C sebagai satu poin penting dalam persyaratan

pengurusan sertipikat jika yang dimiliki sebagai bukti awal kepemilikan hak atas tanah itu hanya berupa

girik, ketitir, atau petuk.

Penyebab Jual Beli Tanah Dianggap Tidak Sah

Dalam pemeriksaan sertifikat, pastikan bahwa tanah dan bangunan tersebut tidak sedang

berada di bawah hak tanggungan atau sedang dalam sita jaminan, atau sedang diblokir

karena terlibat sengketa hukum.Tanah dan bangunan adalah benda tidak bergerak (benda tetap) sehingga proses jual belinya berbeda dengan jual beli benda bergerak seperti kendaraan, televisi, dan lain-lain. Secara hukum, jual beli benda bergerak terjadi secara tunai dan seketika, yaitu selesai ketika pembeli membayar harganya dan penjual menyerahkan barangnya.

Hal tersebut berbeda dengan jual beli tanah dan bangunan yang memerlukan akta otentik. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang.

Dalam proses jual beli tanah dan bangunan, akta tersebut dibuat oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan dengan perjanjian di bawah tangan tidaklah sah, dan tidak menyebabkan beralihnya tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli (meskipun pembeli telah membayar lunas harganya).

Jual beli tanah dan bangunan memang harus dilakukan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Notaris/PPAT. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan jual beli tanah dan bangunan:

Periksa dulu obyek tanah dan bangunan yang akan dibeli. Pemeriksaan bisa meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sertifikat.

Setelah pemeriksaan fisik, pembeli dapat melakukan pemeriksaan pajak (PBB) di kantor pajak dan pemeriksaan sertifikat tanah dan bangunan di kantor pertanahan setempat. Pemeriksaan PPB di kantor pajak dilakukan untuk memastikan bahwa pemilik tanah telah melunasi seluruh PBB yang menjadi kewajibannya.

Dalam pemeriksaan sertifikat, pastikan bahwa tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada di bawah hak tanggungan atau sedang dalam sita jaminan, atau sedang diblokir karena terlibat sengketa hukum. Jika diperlukan, calon pembeli juga dapat memastikan tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada dalam sengketa, yaitu dengan memeriksanya ke Pengadilan Negeri di mana tanah dan bangunan tersebut terletak.

Selanjutnya, jika berdasarkan pemeriksaan tanah dan bangunan tersebut tidak bermasalah, proses jual beli dilakukan dengan pembuatan AJB di kantor Notaris/PPAT. Jika penjual dan pembeli tidak sempat atau tidak mengerti proses dan tata cara pemeriksaan tanah sebagaimana dimaksud di atas, penjual dan pembeli dapat meminta Notaris/PPAT untuk melakukan pemeriksaan tersebut sebelum dibuatnya AJB.

Page 24: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

AJB merupakan syarat untuk pencatatan balik nama sertifikat tanah dari penjual kepada pembeli. Dalam pembuatan AJB, masing-masing pihak penjual dan pembeli berkewajiban membayar pajak transaksi. Penjual wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5% dan pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Setelah pembuatan AJB dan pembayaran pajak, maka Notaris/PPAT akan melakukan balik nama sertifikat di kantor pertanahan dan setelah itu tanah dan bangunan telah sah menjadi milik pembeli.

sumber : kompas.com

INFO LAIN TENTANG JENIS-JENIS SERTIFIKAT :

Sebelum membeli properti, baik tanah, rumah, maupun apartemen,

perlu Anda ketahui status hukum atas properti tersebut. Soal

sertifikat, misalnya. Apakah statusnya Hak Milik, Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangun, atau Hak Pakai?

Urusan status tentu penting. Salah sedikit, ujung-ujungnya yang

didapat bukan kenyamanan, melainkan kerugian dan penyesalan.

Untuk itu, memilih hunian atau properti tidak bisa sembarangan.

Pemilihannya harus dilakukan dengan pemikiran matang dan

investigasi yang mendalam, terutama pada sertifikat tanahnya.

Karena sertifikat tanah menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan

atas tanah berdirinya hunian Anda.

Kepala Bidang Humas Badan Pertanahan Republik Indonesia, Doli

Manahan Panggabean, sertifikat kepemilikan tanah sangat penting

bagi siapa pun yang memiliki dan menguasai tanah tersebut.

Sertifikat tanah juga menjadi bukti penguasaan sah atas hukum

pertanahan.

Ada beberapa macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam

undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria,

yaitu:

SHM (Sertifikat Hak Milik)

SHM merupakan jenis sertifikat dengan kepemilikan hak atas penuh

oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti

kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah karena tidak ada lagi

campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan pihak lain.

Page 25: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Status SHM juga tak memiliki batas waktu. Sebagai bukti kepemilikan

paling kuat, SHM menjadi alat paling valid untuk melakukan transaksi

jual beli maupun penjaminan untuk kepentingan pembiayaan

perbankan.

SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangun)

SHGB memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 tahun. Pemilik

SHGB bisa saja meningkatkan status kepemilikan atas tanah yang

mereka kuasai dalam bentuk SHM. Biasanya, peningkatan status

sertifikat dari SHGB ke SHM karena di atas tanah itu didirikan

bangunan tempat tinggal.

“Sepanjang bidang tanah tersebut terdapat bangunan yang

dipergunakan untuk rumah tinggal, dapat ditingkatkan menjadi hak

milik. Biaya peningkatan itu sebenarnya tidak ada. Hanya cukup

mendaftarkan diri untuk peningkatan hak milik dengan ketentuan

yang berlaku, ada IMB. Jika tak ada IMB, cukup diganti surat Model

PNI dari kelurahan di atas tanah bidang tersebut yang menyatakan

untuk rumah tinggal,” kata Doli.

SHSRS (Sertifikat Hak Satun Rumah Susun)

Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas

rumah vertikal, rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan

kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan

rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas bench

tak bergerak yang menjadi obyek kepemilikan di luar unit, mulai

taman, tempat parkir, sampai area lobi.

Pahami Perbedaan Hukum dari PPJB dan AJB!Dalam PPJB biasanya diatur tentang syara-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. Dengan demikian, PPJB merupakan ikatan awal yang bersifat di bawah tangan untuk dapat dilakukannya AJB yang bersifat otentik.Pada proses transaksi jual beli tanah, kita seringkali mendengar dua istilah ini, PPJB dan AJB. Kedua istilah itu merupakan sama-sama perjanjian, tapi memiliki akibat hukum yang berbeda.

Page 26: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

PPJB adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli, sedangkan AJB adalah Akta Jual Beli. Perbedaan utama keduanya adalah pada sifat otentikasinya.

PPJB merupakan ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah yang bersifat di bawah tangan atau akta nonotentik. Akta non otentik berarti akta yang dibuat hanya oleh para pihak atau calon penjual dan pembeli, tetapi tidak melibatkan notarsi/PPAT.

Karena sifatnya non otentik, hal itu menyebabkan PPJB tidak mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya, dan tentu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari penjual ke pembeli.

Umumnya, PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu. Misalnya, tanahnya masih dalam jaminan bank atau masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan. Maka, dalam sebuah transaksi jual beli tanah, calon penjual dan pembeli tidak diwajibkan membuat PPJB.

Berbeda halnya dengan PPJB, AJB merupakan akta otentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT dan merupakan syarat dalam jual beli tanah. Dengan dibuatnya AJB oleh Notaris/PPAT, maka tanah sebagai obyek jual beli telah dapat dialihkan atau balik nama dari penjual kepada pembeli.

Dalam PPJB biasanya diatur tentang syara-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. Dengan demikian, PPJB merupakan ikatan awal yang bersifat di bawah tangan untuk dapat dilakukannya AJB yang bersifat otentik. Sekali lagi, AJB sifatnya otentik!

Cara Menghitung Pajak Tanah yang Anda Beli!Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi.

Pada saat melakukan jual-beli tanah dan bangunan, baik pembeli maupun penjual tentu akan dikenakan pajak. Penjual akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas uang pembayaran harga tanah yang diterimanya, sedangkan Anda, misalnya, sebagai pembeli akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya. Nah, sudah tahu cara menghitungnya?

Perlu diketahui, BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli tanah, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya. Pada transaksi jual-beli tanah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli.

Dalam rangka pembayaran BPHTB oleh Anda sebagai pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi. Ini jelas berbeda, misalnya, dengan tukar menukar, hibah atau warisan, yang

Page 27: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP).

Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tergantung dari kesepakatan penjual dan pembeli. Terkadang, harga transaksi itu bisa juga sama dengan nilai NJOP.

Namun, apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi tersebut, yaitu nilai paling tinggi di antara NPOP dan NJOP.

NPOPTKP

Selain NPOP dan NJOP, faktor lain perlu Anda perhatikan dalam menentukan besarnya BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.

Contohnya? Jika harga transaksi tanah Rp 100.000.000, maka sebelum harga transaksi tersebut dikenakan tarif BPHTB (5 persen), terlebih dahulu harga transaksi itu dikurangi NPOPTKP. Misalnya. dikurangi NPOPTKP sebesar Rp 80.000.000 untuk daerah DKI Jakarta. Hal ini akan membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai pajak penjual, karena penjual tidak dikenakan NPOPTKP.

Contoh menghitung BPHTB

Tentunya, setiap daerah memiliki penetapan NPOPTKP berbeda-beda, tergantung peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta misalnya, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.000 untuk transaksi jual beli tanah dan Rp 350.000.000 untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.

Anda membeli tanah milik si A dengan nilai jual beli sebesar Rp 200.000.000. Maka, pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:

Pajak Pembeli (BPHTB)

NPOP: Rp 200.000.000 NPOPTKP: Rp 80.000.000 NPOP Kena Pajak : Rp 120.000.000 BPHTB: : 5 % x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000Pajak Penjual (PPh)

NPOP: Rp 200.000.000NPOP Kena Pajak: Rp 200.000.000PPh: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000

Mengubah HGB ke SHMAnda akan dikenai biaya peningkatan HGB menjadi SHM. Besar biaya tergantung biaya NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan luas tanah. Adapun rumus menentukan biaya NJOP

Page 28: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

sebagai berikut: 2 x (NJOP Tanah – Rp 60 juta).

Tanah dengan status sertifikat hak guna bangunan (HGB) bisa ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik (SHM) dengan melakukan pengurusan pada kantor pertanahan di wilayah tanah itu berada. Selain tidak repot, prosesnya juga cepat. Berikut langkah-langkah mengurusnya:

Sertifikat asli

Siapkan sertifikat asli HGB yang akan diubah status. Tanpa sertifikat ini, upaya Anda untuk mengubah status akan sia-sia. Oleh karena itu, Anda harus menyiapkannya lebih awal dengan membuat copysertifikat HGB.

Fotokopi IMB

Langkah selanjutnya adalah menyiapkan fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini berguna sebagai bukti legalitas yang memperbolehkan tanah digunakan untuk mendirikan bangunan.

Identitas diri

Jangan lupa juga untuk fotokopi identitas diri. Lampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai keterangan identitas pengajuan Anda. Siapkan fotokopi SPPT PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang terakhir. Lampiran ini diperlukan untuk melihat jejak rekam pajak, seperti luas tanah dan luas bangunan yang kena pajak.

Surat permohonan

Anda juga harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat. Surat ini sebaiknya sudah diproses sebelum Anda mengajukan pengubahan status sertifikat HGB menjadi SHM. Ketika surat ini sudah ada, segeralah di-copy beberapa lembar dan lampirkan aslinya bersama dengan lampiran lain.

Membayar biaya

Anda akan dikenai biaya peningkatan HGB menjadi SHM. Besar biaya tergantung biaya NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan luas tanah. Adapun rumus menentukan biaya NJOP sebagai berikut: 2% x (NJOP Tanah – Rp 60 juta).

Sebagai gambaran, untuk tanah seluas 100m2 di Jakarta dengan NJOP sebesar Rp 1 juta per meter persegi, Anda mesti membayar Rp 800.000. Perlu diingat, bahwa angka variabel tergantung daerahnya. Misalnya, Jakarta angka variabelnya sebesar Rp 60 juta, Tangerang sebesar Rp 50 juta, dan Bekasi sebesar Rp 30 juta.

Jasa notaris

Namun, jika tak mau repot, Anda juga bisa menggunakan jasa notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk pengurusan HGB ke SHM. Tentunya, Anda harus menyiapkan dana sekitar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta untuk jasa notaris itu. (penulis :Hotmian Siahaan)

aksa Berwenang Menyita Sertifikat Asli

Page 29: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Tanah?Dengan hormat. Saya mempunyai persoalan sebagai berikut, saya dengan beberapa tetangga

satu kompleks dipanggil oleh kejaksaan untuk menjadi saksi atas dugaan korupsi dari

pemilik/pengelola tanah sebelumnya. Pada saat dipanggil untuk dimintakan kesaksiannya kami

diminta untuk membawa dokumen asli sertifikat tanah yang kami miliki. Karena berhalangan

saya tidak bisa hadir. Tetangga yang hadir diminta untuk menyerahkan sertifikat aslinya

kepada kejaksaan untuk dijadikan barang bukti. Kami tidak tahu apakah kasus tersebut sudah

disidangkan atau belum. Jaksa tersebut meminta sertifikat asli, bukan photocopy. Yang menjadi

pertanyaan; 1. Apakah diperbolehkan menurut UU bahwa jaksa mengambil barang bukti dari

saksi sebelum sidang dimulai? 2. Apakah benar untuk kasus sertifikat tanah, barang bukti

harus diserahkan yang asli, dan tidak diperkenankan menyerahkan copynya (sudah

dilegalisir)? Terima kasih sebelumnya, Salam.

SETYO2

Tweet

Jawaban:ERIC MANURUNG, S.H.

Dari kronologis yang Saudara ceritakan dan pertanyaan yang diajukan, maka sebelumnya kami ingin mengetahui pemeriksaan yang dilakukan jaksa tersebut sudah sampai di tingkat apa? Jika jaksa meminta sertifikat tanah tersebut dalam tahap penyidikan, maka jaksa memiliki wewenang dan saksi wajib menyerahkan sertifikat tersebut guna melengkapi berkas penyidikan. Namun, jika proses yang dijalani sudah sampai pada tahap penuntutan, maka jaksa tidak berwenang meminta saksi menyerahkan sertifikat tanah tersebut. Karena pada tingkat ini, Pengadilanlah melalui hakim yang memeriksa perkara tersebut yang berwenang untuk meminta sertifikat itu diperiksa di persidangan.

Jika proses/tahap yang sedang dilakukan adalah tahap penyidikan,maka sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan:

” di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang”.

Penyidikan, menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Page 30: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

Dan dalam tahap penyidikan tersebut, Penyidik diberi kewenangan antara lain untuk melakukan Penangkapan (Pasal 16 KUHAP), Penahanan (Pasal 20 KUHAP), Penggeledahan (Pasal 32 KUHAP), Penyitaan (Pasal 38 KUHAP) dan pemeriksaan surat (Pasal 47 KUHAP).

Jadi, yang Anda maksud dengan pengambilan barang bukti oleh jaksa adalah penyitaan yang dilakukan dalam penyidikan. Dalam Pasal 39 huruf e KUHAP dinyatakan antara lain bahwa yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Karena itu penyitaan yang dilakukan jaksa adalah sah dan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh jaksa dalam melakukan penyidikan guna melengkapi berkas-berkas yang akan dibawa ke pengadilan nantinya.

Mengenai keharusan menyita sertifikat tanah asli sebagai barang bukti, hal itu sesuai dengan Petunjuk Teknis Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tahun 2003 Nomor: B581/f/fek.2/7/1991 perihal Pengamanan terhadap Benda Sitaan/Barang Bukti Tanah dalam Kasus Perkara Tindak Pidana Korupsi (“Juknis”). Di dalam Juknis tersebut disebutkan antara lain bahwa penyitaan terhadap tanah selalu disertai dengan penyitaan terhadap surat-suratnya baik yang sudah berbentuk SERTIFIKAT maupun yang masih berbentuk girik. Disebutkan juga bahwa jaksa juga melakukan penelitian terhadap keabsahan surat-suratnya baik yang berbentuk Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan maupun Hak Guna Usaha.

Dari Juknis tersebut dapat dilihat bahwa surat-surat/sertifikat tersebut harus dilakukan penelitian keabsahannya/keasliannya. Karena itu, dapat dipahami yang dimaksud untuk disita atas sertifikat tanah adalah sertifikat asli dari tanah yang akan disita tersebut.

Penyitaan sertifikat asli tanah oleh kejaksaan memang memiliki sisi negatif dan positif. Sisi negatifnya, menurut Togar R. Hoetabarat,S.H.*selaku mantan Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), jika sertifikat tanah yang asli disita dan dipegang oleh jaksa, maka tidak jelas siapa yang akan bertanggung jawab jika barang sitaan tersebut hilang atau rusak, apakah jaksa penuntut umum atau institusi kejaksaan. Padahal, di kemudian hari hakim dapat memutuskan untuk mengembalikan barang sitaan tersebut kepada pemiliknya yang sah.

Sementara itu, sisi positifnya, masih menurut Togar, adalah jika sita dilakukan terhadap sertifikat asli, maka jika hakim memutuskan untuk mengeksekusi benda sitaan, maka benda sitaan (sertifikat asli tanah) tersebut telah memiliki nilai.

Togar berpendapat sebaiknya untuk mengurangi resiko bagi Jaksa/Kejaksaan sebaiknya benda sitaan berupa sertifikat asli tanah tetap dilakukan penyitaan namun sertifikat tersebut tetap dipegang oleh pemiliknya atau orang yang namanya

Page 31: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

tercantum dalam sertifikat. Sehingga, jika terjadi kehilangan atau kerusakan adalah tanggung jawab yang memegang sertifikat tersebut. Namun jika Hakim memutuskan untuk mengeksekusi benda sitaan, maka jaksa dapat langsung mengeksekusi sertifikat asli tanah tersebut walaupun dipegang oleh pemiliknya.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan, semoga dapat menjawab pertanyaan Saudara.

*Catatan: Penjawab meminta pendapat Togar R Hoetabarat pada 11 Mei 2011.

Sertifikat Tanah yang RusakSelamat pagi. Kami ingin menanyakan beberapa hal mengenai sertifikat tanah. Sertifikat tanah

keluarga kami rusak karena dimakan rayap sehingga tidak ada sisa dari dokumen tersebut.

Bagaimana prosedur yang harus kami lakukan untuk mendapatkan sertifikat penggantinya?

Bagaimana status sertifikat yang baru tersebut? Terima kasih atas jawabannya.

ZAINAB AFRA

Tweet

Jawaban:DIANA KUSUMASARI, S.H. , M.H.

Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemegang hak atas tanah dapat mengajukan permohonan kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) agar diterbitkan sertifikat pengganti atas sertifikat yang rusak atau hilang.

Sertifikat asli tanah yang Anda miliki sebagai pemegang hak atas tanah

sebenarnya hanyalah salinan dari buku tanah yang disimpan di Kantor BPN.

Sehingga, permohonan sertifikat pengganti ini dapat diajukan oleh pihak yang

namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang ada di

kantor BPN atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT

(Pejabat Pembuat Akata Tanah) atau kutipan risalah lelang.

Menurut Irma Devita Purnamasari, SH, M.Kn. dalam buku “Hukum

Pertanahan” prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan sertifikat

pengganti adalah pemegang hak atas tanah harus mengajukan surat

Page 32: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

permohonan dengan melampirkan:

1. Surat laporan kehilangan sertifikat tersebut dari kepolisian setempat. Untuk

mengajukan laporan hilang pemohon harus membawa:

· Fotokopi sertifikat yang hilang

· Surat keterangan Lurah setempat yang menerangkan bahwa memang

benar ada tanah yang tertera dalam fotokopi sertifikat tanah tersebut dan

berlokasi di kelurahan itu.

2. Bukti pengumuman sertifikat hilang dalam surat kabar sebanyak 2x2 bulan.

3. Bukti pengumuman sertifikat hilang dalam Lembaran Berita Negara Republik

Indonesia sebanyak 2x2 bulan.

4. Fotokopi KTP pemohon yang dilegalisasi.

5. Bukti Kewarganegaraan RI yang dilegalisasi (WNRI).

6. Bukti Pembayaran Lunas PBB tahun terakhir.

7. Aspek penatagunaan tanah jika terjadi perubahan penggunaan tanah.

Lebih lanjut Irma Devita menjelaskan, untuk menerbitkan sertifikat pengganti,

biasanya Kantor Pertanahan akan melakukan peninjauan lokasi dan melakukan

pengukuran ulang untuk memastikan bahwa keadaan tanah tersebut masih seperti

yang tertera dalam Buku Tanah dan copy sertifikat dari pemohon. Setelah dilakukan

pengukuran, proses penerbitan sertifikat akan dilanjutkan. Apabila semua proses

berjalan dengan normal, dalam arti tidak ada pihak-pihak yang mengajukan

keberatan atau gugatan, maka sertifikat pengganti akan terbit dalam waktu 3 (tiga)

bulan setelah permohonan.

Status sertifikat tanah yang baru tersebut adalah sama sahnya dengan sertifikat

aslinya karena dikeluarkan oleh BPN dan dicatatkan dalam buku tanah.

Demikian semoga bermanfaat.

Keaslian Sertifikat TanahDear hukum online. 1. Saya ingin mempertanyakan, bagaimana mengetahui keaslian dari

sertifikat tanah yang telah dikeluarkan oleh BPN? 2. Apakah sertifikat yang dikeluarkan oleh

BPN harus sama dengan PBB-nya? Apabila PBB-nya atas nama orang lain apakah boleh?

Sementara nama pemilik tanah yang tertera di sertifikat tanah berbeda dengan nama yang

tertera di PBB-nya. 3. Apa konsekuensi dan akibat hukum serta dasar-dasar hukum yang

melandasi mengenai permasalahan di atas. Mohon untuk dijelaskan secara detail dan

Page 33: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

terperinci. Terima kasih untuk jawabannya.

CHRISTOPER

Tweet

Jawaban:SHANTI RACHMADSYAH, S.H.

1. Untuk mengecek keaslian sertipikat, Anda dapat datang ke kantor Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) setempat. Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”)menyatakan bahwa setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah. Jadi, Anda berhak untuk melakukan pengecekan data yuridis dan data fisik suatu tanah, termasuk mengecek apakah suatu sertipikat tanah asli atau tidak. Bawalah sertipikat asli untuk dicocokkan dengan buku tanah yang disimpan oleh BPN. Anda juga bisa meminta bantuan pada PPAT untuk mengecek keaslian sertipikat tanah tersebut, namun prosedurnya juga sama, yaitu PPAT tersebut akan membawa sertipikat tersebut untuk dicocokkan dengan buku tanah yang disimpan di BPN.

Menurut informasi dalam situs bpnsurabaya.com, dokumen-dokumen yang harus dibawa untuk melakukan pengecekan sertipikat adalah:

1 asli sertipikat hak atas tanah1 Fotokopi identitas diri pemohon dan atau kuasanya yang dilegalisir1 surat kuasa, jika pengecekan sertipikat itu dikuasakan1 Surat permohonan

Adapun biaya untuk pengecekan sertipikat di BPN, masih menurut situsbpnsurabaya.com, adalah sebesar Rp25 ribu.

2. Slip Pajak Bumi dan Bangunan (“PBB”) bukanlah bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya bukti pembayaran pajak. Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 menyatakan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

3. Mengenai data slip bukti pembayaran PBB yang berbeda, hal ini mungkin saja karena masih dalam proses untuk perubahan data di kantor pajak. Akan tetapi, perbedaan nama di PBB dan sertipikat tanah tidak akan menyebabkan kepemilikan tanah dipertanyakan, karena yang berlaku sebagai bukti hak atas

Page 34: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

tanah adalah sertipikat, bukan slip pembayaran PBB.

Prosedur Mengurus Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah TinggalBeberapa waktu lalu saya membeli rumah dari developer dan diberi tahu bahwa saya hanya

mendapatkan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan). Padahal harga yang saya bayar adalah

termasuk tanah dan bangunan. Saya bingung kenapa saya tidak mendapatkan hak milik atas

rumah dan tanah tersebut? Untuk itu mohon bisa dijelaskan perihal perbedaan SHGB (Sertifikat

Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) dari segi hukumnya. Kapan kita membeli

rumah mendapatkan SHGB dan kapan mendapatkan SHM? Dari segi hukum, apakah SHGB

lebih lemah, artinya jika masa berlaku habis, properti kita bisa diambil alih oleh pemerintah

tanpa persetujuan pemegang SHGB? Apakah SHGB bisa diubah menjadi SHM, dan berapa kira-

kira biayanya? Mohon penjelasannya, terima kasih.

GLORIA

Tweet

Jawaban:RETNO S. DARUSSALAM, S.H.

Hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak-hak atas tanah seperti Hak Milik dan Hak Guna Bangunan diatur dalam Bagian III dan Bagian V UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). Dalam kaitan ini, Sertifikat Hak Guna Bangunan (“SHGB”) hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Dan bila lewat dari waktu yang ditentukan maka hak atas tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh Negara.

Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (“SHM”), pemegang haknya mempunyai

kepemilikan yang penuh atas tanah dan merupakan hak turun temurun yang

terkuat dari hak-hak atas tanah lainnya yang dikenal dalam UUPA. Hanya warga

Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Sedangkan, perusahaan-

perusahaan swasta, seperti misalnya developer atau perusahaan pengembang

perumahan tidak dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik. Mereka

hanya diperbolehkan sebagai pemegang SHGB. Dalam hal developer membeli

tanah penduduk yang semula berstatus tanah-tanah Hak Milik, maka dalam

penerbitan sertifikat hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) akan

Page 35: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

menurunkan status tanah-tanah yang dimiliki developertersebut dari penduduk,

menjadi berstatus Hak Guna Bangunan, yaitu hanya bangunan–bangunan yang

dapat dimiliki oleh developer. Sedangkan, tanahnya menjadi milik Negara,

sehingga sertifikat yang dikeluarkan adalah dalam bentuk SHGB. Hal ini diatur

secara tegas dalam Pasal 36 UUPA.

Namun, pemegang SHGB tidak perlu khawatir karena berdasarkanKeputusan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun

1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal,

tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat Hak Milik,

dengan cara melakukan pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah

tersebut berada. Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang

berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun

syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1. SHGB asli

2. copy IMB

3. copy SPPT PBB tahun terakhir

4. identitas diri

5. Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya

kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan

6. membayar uang pemasukan kepada Negara.

Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

2. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang

Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Keabsahan Sertifikat TanahSaya ingin menanyakan tentang keabsahan sertifikat yang ditandatangani oleh ketua tim

Page 36: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

adjustifikasi dalam sertfikat hak milik? Bila memang sah, apa dasar hukumnya? Mengingat

yang selama ini terjadi sertifikat ditandatangani oleh Ketua BPN.

VICTOR C HANDOJO

Tweet

Jawaban:SHANTI RACHMADSYAH, S.H.

Mungkin yang Anda maksud adalah Panitia Ajudikasi. Ajudikasi adalahkegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (lihat pasal 1 angka 8 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah/”PP No. 24 Tahun 1997”). Panitia Ajudikasi ini dibentuk oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk, dan bertugas untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan pendaftaran tanah sistemik (lihat pasal 8 ayat [1] PP No. 24 Tahun 1997).

Menurut pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1998 tentang Kewenangan Menandatangani Buku Tanah, Surat Ukur dan Sertipikat, buku tanah, sertipikat dan surat ukur dalam pendaftaran tanah bisa ditandatangani oleh ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan dalam hal;

1. pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik yang melibatkan Panitia Ajudikasi.

2. pemeliharaan dan pendaftaran tanah yang telah didaftar untuk pertama kali secara sistematik, sepanjang hal tersebut dilakukan sebelum penyerahan hasil kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam pasal 72 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Jadi, memang bisa ada sertipikat yang ditandatangani Ketua Panitia Ajudikasi, dan sertipikat itu tetap berlaku sebagai alat bukti kepemilikan tanah yang sah. Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum:

Page 37: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

1. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1998 tentang Kewenangan Menandatangani Buku Tanah, Surat Ukur dan Sertipikat

Pengurusan sertifikat tanahSaya tinggal di Jakarta Selatan, memperoleh hibah (secara notarial) atas satu tanah dan

bangunan dari almarhum kakek saya. Saat ini saya berupaya untuk meningkatkan statusnya

dari "Occupatie Verguning" menjadi SHM. Prosedur dan biaya apa saja yang harus saya

penuhi?

FA JAR206

Tweet

Jawaban:ALFI RENATA, S.H.

Tanah yang dimaksud adalah tanah yang belum bersertipikat. Untuk pensertipikatan

tanah (pendaftaran tanah untuk pertama kali), prosedurnya adalah sebagai berikut:

- Anda ke Kantor Pertanahan setempat, dalam hal ini Kantor Pertanahan

Kotamadya Jakarta Selatan, untuk mengajukanpermohonan hak. Dalam hal ini,

Anda melampirkan:

2 identitas diri Anda dan Kakek Anda (KTP, Akta Perkawinan-kalau ada, dan

Kartu Keluarga Anda dan kakek Anda),

2 akta hibah (sebagai bukti peralihan hak),

2 bukti-bukti penguasaan tanah yang dipunyai kakek Anda dahulu,

2 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

1 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

1 surat keterangan belum bersertipikat, surat keterangan riwayat tanah, dan

surat keterangan tidak sengketa,

- Kemudian, menandatangani permohonan-permohonan sesuai formulir yang

diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional. Kemudian, karena hibah dilakukan

antara keluarga dalam garis lurus (kakek Anda dan Anda), maka untuk

menunjukkan hal tersebut sehingga Anda tidak perlu membayar PPh, maka

dilampiri;

Page 38: Akta PPAT Dan Bukti Kepemilikan Tanah

1 Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) dari Kantor Pajak setempat,

1 Akta Perkawinan kakek Anda,

1 Akta Perkawinan orang tua Anda,

1 Akta Kelahiran orang tua Anda,

1 Akta Kelahiran Anda,

1 Apabila permohonan pensertipikatan dilakukan melalui jasa notaris/PPAT, juga

melampirkan surat kuasa.

- Kemudian akan dilakukan pengumpulan dan pengolahan data fisik, seperti

pengukuran oleh Kantor Pertanahan setempat. Juga dilakukan pengumpulan dan

pengolahan data yuridis oleh Kantor Pertanahan setempat, berdasarkan bukti-

bukti yang Anda miliki seperti tersebut di atas.

- Setelah diukur, diteliti dan dimohon sertipikat, akan keluar Surat Keputusan

Pemberian Hak. Pada SK Pemberian Hak tersebut akan dicantumkan bahwa untuk

tanah Anda akan diberikan status sebagai tanah hak milik, harus membayar

pemasukan kepada negara, dan mungkin juga membayar PPh dan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sesuai yang tercantum dalam SK. Untuk

Adapun besarnya pemasukan kepada negara adalah 2% x Nilai Jual Obyek Pajak

(NJOP) tanah.

- Setelah ketentuan dalam SK Pemberian Hak dipenuhi, maka Kantor Pertanahan

akan menerbitkan sertipikat.

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang

Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional

4 Peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan, seperti peraturan

mengenai pajak