72
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet. Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam segi atau fase, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.

Alhamdulillah jadi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Alhamdulillah jadi

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk

mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam

kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia

meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang

bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia

harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari

gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet.

Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang

identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas

enam segi atau fase, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang

dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia

merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah

dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.

Analisis dan evaluasi keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari

ketersediaan ransum yang berkualitas baik. Untuk memperoleh ransum yang

berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga.

Pengetahuan kita tentang ternak dinilai sangat penting, untuk menilai dan menguji

bahan pakan yang akan diberikan.

Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisi pakan dengan cara

melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik

secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian

secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga

dapat mengevaluasi bahan pakan.

Page 2: Alhamdulillah jadi

2

Analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan,

sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia, secara biologis

atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi

bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. Komposisi

kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat

kasar, dan abu.

Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi

kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/ pangan). Satu item hasil analisis

merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang mempunyai sifat yang sama

(fraksi). Analisis proksimat merupakan salah satu dari tingkatan cara penilaian suatu

bahan pakan secara kimia.

Tingkatan penilaian bahan pakan terdiri secara fisik, kimia, biologis. Protein,

karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein

dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.

Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energy dalam aktivitas tubuh manusia,

sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga.

Analisis proksimat merupakan factor penting dalam kelangsungan hidup.

Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh. Tubuh menghasilkan 9,3 kalori

lemak, protein 4,1 kalori, dan 4,2 kalori karbohidrat.

Ketepatan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan

peralatan yang digunakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri.

Kecermatan dan ketelitian kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang dapat juga

diperoleh karena bertambahnya pengalaman kerja seseorang. Maka sebelum

melakukan analisa harus mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan

digunakan beserta fungsi dan cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan

makanan ini dimaksudkan sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu

analisa.  Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum

Page 3: Alhamdulillah jadi

3

yaitu mengenai analisis fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar,

protein kasar, FAA dan Gross Energy.

Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat dimakan, dicerna dan

digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan makanan adalah

bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, dan

kadang-kadang juga berasal dari ternak atau hewan yang ada di laut. Karena ternak

pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya. Bahan pakan

memiliki kondisi fisik kimia yang berbeda-beda sehingga dalam penanganan,

pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan perlakuan yang berbeda pula.

Tujuan dari mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan adalah mempermudah

penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenitas, dan stabilitas saat

pencampuran (Sudarmadji, 1997).

Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat

gizi. Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-

fungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam penyusunan ransum dengan

cara sederhana.  Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan

ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting

yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan,

daya ambang, dan faktor higroskopis (Jaelani, 2007).

Penyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari

ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui

berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan

ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan.

Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak

mempunyai sifat kimia secara individual. Secara garis besar jumlah zat makanan

dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proxsimat, dan terhadap

pakan berserat analisis proxsimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat

(Soejono, 2004).

Page 4: Alhamdulillah jadi

4

Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat

paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak dan

alkohol. FFA sesuai dengan namanya adalah "free fatty acids" atau "asam lemak

bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam

lemak atau jumlah yang menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang

terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut dihidrolisa.Tujuan analisa angka asam

atau bilangan saponifikasi adalah sebagai indikasi untuk mengetahui seberapa besar

Mr lemak yang dianalisa. FFA adalah bagian dari angka asam untuk mengetahui

tingkat kerusakan minyak, semakin tinggi FFA, semakin tinggi tingkat kerusakan

minyak. Sebagai faktor koreksi pada titrasi, sehingga dapat mengetahui volume titran

yang benar-benar bereaksi dengan titran yang diinginkan. Asam lemak bebas

merupakan hasil degradasi dari trigliserida, sebagai akibat dari kerusakan minyak

(Lubis, 1985).

Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan dengan cara yang

berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan secara langsung

dengan peneitian atau dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang dimilikinya.

Energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan sehingga

diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya. Energi bruto adalah

banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu zat dioksidasi secara

sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm O2). Bomb kalorimeter terbuat dari

logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk menentukan energi total dan

sampel makanan (Rahardjo, 2001).

1.2 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 15.00

WIB sampai dengan hari Sabtu, 20 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB. Praktikum Ilmu

Bahan Pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak (IBMT),

Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.

Page 5: Alhamdulillah jadi

5

II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan

1. Pemberian nomenklatur dan pengelompokan bahan pakan.

2. Mengenal alat laboratorium.

3. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak.

4. Menganalisis komposisi zat gizi suatu bahan pakan.

5. Menganalisis kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.

6. Menganalisis energi bruto suatu bahan pakan.

2.2 Manfaat

1. Mengetahui nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan

kandungan nutriennya.

2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan.

3. Mempermudah penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan.

4. Menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.

5. Mengetahui tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan

organik, lemak kasar, protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan.

6. Mengetahui kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.

7. Menyusun ransum.

8. Mengevaluasi keberhasilan pemberian pakan.

Page 6: Alhamdulillah jadi

6

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

Bahan makan ternak adalah suatu abahn yang dapat dimakan oleh hewan yang

mengandung energy dan zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut.

Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap, yaitu segala sesuatu yang

dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsure gizi dan atau energy, yang

tercerna sebagian atau seluruhnya. Bahan makanan ternak yang diberikan ternak

dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002).

Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tata nama bahan

pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiapa bahan pakan.

Setiap pemberian tata nama bahan pakan terdiri atas enam segi atau fase (prasetyo,

2002).

Pengenalan alat merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan

analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrument.

Laboratorium sebagai pendukung langsung dalam menganalisi bahan pakan.

Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil

yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai dalam

laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain dilakukan

pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji,

1997).

3.2 Uji Fisik Bahan Pakan

Penyediaan bahan pakan pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Peemilihan bahan tidak akan terlepas dari

ketersediaan zat makan itu sendiri. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan

yang ddiperlukan oleh ternak serta cara penyusunana ransum, diperlukan

Page 7: Alhamdulillah jadi

7

pengetahuan mengenai kualitas zat makanan. Ini merupakan suatu keuntungan bahwa

zat makanan, selain mineral dan vitamin tidak mempunyai sifat kimia secara

individual (Soejono, 2002)

Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat

gizi. Makanan ternak berisi zat gizi. Fungsi-fungsi zat gizi memungkinkan bahan

pakan digunakan dalam penyusunan ransum secara sederhana (Jaelani, 2007).

Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel

bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis,

kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan daya ambang, dan

factor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan ternak (Soejono, 2002).

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume

ruang yang ditempati oleh bahan tersebut.  Menurut Axe (1995), apabila bahan

mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah

mixing dan handling.  Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah

melewati partikel lam yang lebih halus atau ringan. Luas permukaan spesifik

merupakan bahan pada berat tertentu mempunyai permukaan luas.  Peranan dari

permukaan luas adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dan suatu bahan secara

spesifik akan tetapi tanpa diketahui adanya komposisi secara keseluruhan. Daya

ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari

atas ke bawah dalam jangka waktu tertentu. Sudut Tumpukan adalah sudut yang

dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar.  Sudut tumpukan merupakan

kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan.  Semakin tinggi tumpukan, maka

semakin kurang bebas suatu tumpukan.  Sudut tumpukan berfungsi dalam

pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pengangkutan secara

mekanik (Thomson, 1984).

Page 8: Alhamdulillah jadi

8

3.3 Analisis Proksimat

Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan

dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga sampel

sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel makanan

ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel makanan

disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).

Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama

beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap.

Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl. Analisis

ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Analisis ini

dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N%x6,25) (Hartadi,

1989).

Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring , dipakai untuk

mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan

dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci, dikeringkan dan

ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang dan dibakar dengan

krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman, 1989).

3.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid (FFA)

Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan salah satu

factor penentu jenis proses pembuatan metal ester (Hasjmy, 2007). Penetapan asam

lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada minyak

tertentu (Sutardi, 2004). Analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam

basa atau asam di dalam kondisi tertentu. Asam lemak bebas tidak mengurangi fungsi

antioksidan dan melindungi ternak.

Apabila penambahan terlalu banyak kadar lemak bebas, akan merusak mesin

karena asam lemak mudah bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya

menyebabkan karat (Sudarmadji, 1997). Asam lemak dengan grup-grup fungsional

Page 9: Alhamdulillah jadi

9

seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih

dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi

sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999).

3.5 Penetapan Energi Bruto

Gross energy adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot

bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE biasanya dinyatakan

dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang

dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan

air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap

mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2

dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto

bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sutardi,

2004).

Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan,

dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang

dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran

dari makanan, bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan

sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi

total makanan dan produk ekskretori (Tillman, 1993).

Sudarmadji (2004) menyatakan bahwa apabila suatu nutrien organik dibakar

sempurna sehingga menghasilkan oksisda (CO2,H2O), maka panas yang dihasilkan

disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat

digunakan suatu alat bom kalorimeter.  Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama

twrgantung dari macam nutrien dan bahan Pakan.

Page 10: Alhamdulillah jadi

10

IV. MATERI DAN CARA KERJA

4.1 Materi

4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan

Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah rumput raja

(Pennicetum purpuroides), rumput gajah (Pennicetum purpureum), setaria

lampung (Setaria splendida), setaria ancep (Setaria spachelata), rumput benggala

(Panicum maximum), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), daun pepaya

(Carica papaya), rami (Boehmeria nivea), daun singkong (Manihot utilissima),

daun pisang (Musa parasidiaca), daun nangka (Arthocarpus integra), daun waru

(Hibiscus tileaceus), murbei (Morus indica L), putri malu (Mimosa pudica),

lamtoro (Leucaena glauca), kaliandra (Calliandra calothyrtus), daun gamal

(Glirisida maculata) dan daun dadap (Erytrina lithospermae).

4.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat

Bahan-bahan yang digunakan dalam nomenklatur konsentrat adalah tepung

jagung, tepung limbah roti, biji jagung merah, biji jagung kuning, limbah soun,

pollard, bekatul, millet, molasses, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung

kedelai, tepung udang, tepung darah sapi, tepung ikan, tepung kerang, tepung

cangkang ayam, tepung kepala udang, tepung tulang ayam, tepung cangkang

keong, tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, premix, kapur, phospat

alam, CuSO4, urea, egg stimulant, tetra chlor dan neo bro.

4.1.1.3 Pengenalan Alat

Alat-alat yang digunakan untuk pengenalan alat adalah autoklaf, destilator,

destructor, kompor listrik, kondensor, desikator, vakum penyedot, water bath,

oven, tabung oksigen/ bom kalorimeter, bucket, jaket, termometer, tanur suhu

600ºC, beker glass, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, corong, Erlenmeyer, labu

kjeldahl, timbangan analitik, cawan porselin, timbangan analog, neraca ohauss,

buret dan statif.

Page 11: Alhamdulillah jadi

11

4.1.2 Uji Fisik Bahan Pakan

4.1.2.1 Berat Jenis

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran berat jenis adalah gelas ukur

100 ml, neraca ohauss dan bekatul volume 100 ml.

4.1.2.2 Luas Permukaan Spesifik

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran luas permukaan spesifik adalah

kertas milimeter blok, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.

4.1.2.3 Daya Ambang

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran daya ambang adalah stopwatch,

nampan, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.

4.1.2.4 Sudut Tumpukan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran sudut tumpukan adalah mistar,

corong, besi penyangga, timbangan analog dan bekatul 200 gr.

4.1.3 Analisis Proksimat

4.1.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan bahan kering adalah

awan porselin, oven, desikator, timbangan analitik, tang penjepit dan tepung

limbah soun 2 gr.

4.1.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar abu dan bahan organik

adalah, cawan porselin berisi BK, desikator, tanur (verasingoven) 600oC,

timbangan analitik, tang penjepit, pembakar Bunsen dan tepung limbah soun 2 gr.

4.1.3.3 Kadar Protein Kasar

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar adalah labu

kjeldhal, destilator, erlenmeyer, destruktor, buret, pipet 10 ml, kompor listrik,

timbangan analitik, gelas ukur, becker gelas, tepung limbah soun 0,1 gr, larutan

h2so4 pekat, larutan HCl 0,1 N, asam borat, indikator metyl red, larutan NaOH

40% dan akuades.

Page 12: Alhamdulillah jadi

12

4.1.3.4 Kadar Serat Kasar

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah erlenmeyer,

cawan porselin, kertas saring whatman, corong tegak, timbangan analitik, oven,

tanur, tang penjepit, alat pemanas / kompor listrik, kondensor, desikator, tepung

limbah soun 1 gr, aceton, H2SO4 0,3 N, H2O panas dan NaOH 1,5 N.

4.1.3.5 Kadar Lemak Kasar

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar lemak kasar adalah kertas

saring whatman, labu didih, kondensor, oven 105oC, timbangan analitik,

waterbath, desikator, alat ekstraksi soxhlet, tepung limbah soun 1 gr dan petroleum

benzene.

4.1.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar asam lemak bebas adalah

erlenmeyer, buret, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring, corong, kompor

listrik, kondensor, tepung limbah soun, alkohol netral, indikator PP dan NaOH 0,1 N.

4.1.5 Penetapan Kadar Energi Bruto

Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar energy bruto adalah bom

kalorimeter, kawat kalori, tabung oksigen, bucket, beker glass, pipet, buret,

erlenmeyer, gelas ukur, obeng, tang, tepung limbah soun, akuades, Na2CO3, methyl

orange dan oksigen.

4.2 CARA KERJA

4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan

1. Hijauan

2. Diambil gambar (difoto)

3. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan

4. Sumber, defoliasi, grade jenis hijauan

Page 13: Alhamdulillah jadi

13

4.2.1.2 Nomenklatur Konsentrat

1. Bahan Pakan (Konsentrat)

2. Diambil gambar (difoto)

3. Dibuat tabel

4. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan sumber,

grade jenis konsentrat

4.2.1.3 Pengenalan Alat

1. Alat

2. Diambil gambar (difoto)

3. Dibuat tabel

4. Dicatat nama dan fungsi

4.2.2 Uji Fisik Bahan Pakan

4.2.2.1 Berat Jenis

1. Gelas ukur 100 ml  ditimbang

2. Sampel dimasukan sampai volume 100 ml

3. Ditimbang

4.2.2.2 Luas Permukaan Spesifik

1. 1 gr sampel

2. Diratakan pada milimeter blok

3. Diukur luasnya

4.2.2.3 Daya Ambang

1. Sampel ditimbang 1 gr

2. Sampel dijatuhkan dari jarak 1 m

3. Waktu dicatat

4.2.2.4 Sudut Tumpukan

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Corong dipasang

3. Bahan ditimbang 200 gr

Page 14: Alhamdulillah jadi

14

4. Bahan dituang melalui corong

5. Diameter dan tinggi curahan diukur

4.2.3 Analisis Proksimat

4.2.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering

1. Cawan porselin yang sudah bersih

2. Dioven  (1050C) 1 Jam

3. Didesikator (15 menit)

4. Ditimbang (x)

5. Sampel ditimbang 2 gr (y)

6. Sampel dimasukan cawan

7. Sampel + cawan dioven (1050C) 12 Jam

8. Didesikator 15 menit

9. Sampel ditimbang (z)

10. Penimbangan dilakukan 2 kali

4.2.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik

1. Cawan porselin ditanur 6000C 30 menit

2. Ditimbang (x)

3. Sampel ditimbang 2 gram (Y)

4. Dipijarkan diatas api bursen

5. Ditanur 6000C (4-12 jam)

6. Didinginkan (1400 C)

7. Didesikator 1jam

8. Dampel ditimbang  (Z)

4.2.3.3 Kasar Protein Kasar

1. Sampel ditimbang 0,1 gr

2. Dimasukan kedalam labu kjeldhal

3. Ditambah katalisator dan

Page 15: Alhamdulillah jadi

15

4. 1,5 ml H2SO4 pekat

5. Didestruksi sampai warna hijau jernih

6. Erlenmeyer 125ml diisi 10ml asam borat dan beberapa tetes indikator metyl

red

7. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dari corong atas destilator

8. Didestilasi

9. Volume erlenmeyer 60 ml dihentikan

10. Hasil destilasi 

11. Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda

4.2.3.4 Kadar Serat Kasar

1. Sampel ditimbang 1 gr (x)

2. Dimasukan ke erlenmeyer

3. Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N

4. Didihkan (30 menit)

5. Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N didihkan 30 menit

6. Disaring

7. Dicuci (50ml H2O panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml H2O panas, dan 25ml

Aceton)

8. Dioven 1050C (8 jam) 

9. Didesikator 15 menit

10. Ditimbang (Y) 

11. Ditanur 6000C selama 3 jam

12. Didesikator  15 menit

13. Ditimbang (Z)

4.2.3.5 Kadar Lemak Kasar

1. Kertas saring whatman

2. Dioven 14 jam dan didesikator 1 jam

3. Sampel ditimbang 2 gr (X)

4. Dibungkus  dioven 1050c (± 14 jam)

Page 16: Alhamdulillah jadi

16

5. Didesikator (10 menit) 

6. Ditimbang (Y)

7. Dimasukan kedalam alat ekstraksi soxlet + ethyl ether

8. Diekstraksi (4-16 jam) sampai warna ethyl eter jernih

9. Diangin-anginkan sampai tidak bau eter

10. Dioven 1050C (± 14 jam)

11. Didesikator 15 menit

12. Ditimbang (z)

4.2.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

1. Sampel 7,05 gr

2. Ditimbang

3. Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96%

4. Direfluk 15 menit

5. Disaring dengan kertas saring whatman

6. Diambil 10 ml

7. Ditambahkan indikator PP

8. Dititrasi dengan 0,1 N NaOH

9. Sampai warna merah muda

4.2.5 Penetapan Kadar Energi Bruto

1. Kertas saring dioven lalu ditimbang

2. Sempel ditimbang 0,5 gr

3. Dibungkus dan diikat dengan kawat kalori

4. Dipasang pada bomb kalorimeter

5. Diisi oksigen

6. Dimasukkan kedalam bucket

7. Dicatat temperaturnya

8. Dikeluarkan

Page 17: Alhamdulillah jadi

17

9. CO dikeluarkan dari bomb

10. Dicuci dengan aquades

11. Kawat sisa dan volume air cucian dihitung

12. Air cucian diambil 10 ml + 2 tetes methyl orange

13. Dititrasi dengan Na2CO3 0,0725 N sampai warna kuning jernih

Page 18: Alhamdulillah jadi

18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

5.1.1 Nomenklatur Hijauan

Tabel 1. Nomenklatur Hijauan

No

Nama

Hijauan/

Ilmiah

Bagian Sumber Defoliasi Grade Jenis Gambar

1. Rumput raja

(Penisetum

purpuroides)

Aerial Energi 40 hari SK:10-

11%

PK:7-9%

Graminae

2. Rumput

gajah

(Penisetum

purpureum)

Aerial Energi 40 hari SK:12-

13%

PK:8-9%

Graminae

3. Setaria

lampung

(Setaria

splendid)

Aerial Energi 35 hari SK: 17-

19%

PK: 7-12%

Graminae

4. Setaria

anceps

(Setaria

spachelata)

Aerial Energi 35 hari SK: 17-

19%

PK: 7-12%

Graminae

5. Rumput

benggala

(Pennicum

maximum)

Aerial Energi 40 hari SK: 14-

16%

PK: 10%

Graminae

Page 19: Alhamdulillah jadi

19

6. Jagung (Zea

mays)

Aerial Energi 100 hari PK: 8,7%

Lemak:

4,5%

Poaceae

7. Jerami padi

(Oryza

sativa)

Aerial Energi 100 hari Graminae

8. Daun pisang

(Musa

parasidica)

Daun Energi Dewasa SK: 10-

11%

PK: 4-5%

Limbah

pertanian

9. Rami

(Boehmeria

nivea)

Aerial Energi 40 hari SK 23%

10. Daun nangka

( Arthocarpus

integra)

Daun Energi Dewasa SK: 12-

14%

PK: 2-3%

11. Daun papaya

(Carica

papaya)

Daun Energi Ramban

12. Daun

singkong

(Manihot

utillisima)

Daun Energi SK: 5-6%

PK: 9-10%

Limbah

pertanian

Page 20: Alhamdulillah jadi

20

13. Daun waru

(Hibiscus

thiliaceus)

Daun Energi Dewasa

30-40 hari

SK: 16-

17%

PK: 7%

Ramban

14. Gamal

(Glirisida

machulata)

Daun dan

ranting

Protein Dewasa

30 hari

SK: 8-10%

PK: 12-

13%

Legumino

sa

15. Murbei

(Morus

indica L)

Daun dan

ranting

Energi 35-40 hari SK:12-

14%

PK: 18,3%

Ramban

16. Daun dadap

(Erytrina

lithospermae)

Daun dan

ranting

Protein 45 hari SK: 8-9%

PK: 3-4%

Legumino

sa

17. Lamtoro

(Leucaena

glauca)

Daun dan

ranting

Protein SK:7-8%

PK:11-

12%

Legumino

sa

18. Kaliandra

(Caliandra

callothyrsus)

Daun dan

ranting

Protein 35-45 hari SK: 7-8%

PK: 9-10%

Legumino

sa

Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat

dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan

oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap

Page 21: Alhamdulillah jadi

21

bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak

mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang

baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin

banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan

baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).

Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan

dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai

gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal

mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan

pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang

dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang

akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)

pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong

dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan

pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).

Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai

pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman

pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi

kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak

(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).

5.1.2 Nomenklatur Konsentrat

Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat

No Nama Asal Bagian Proses Sumber Grade Gambar

Page 22: Alhamdulillah jadi

22

1 Tepung

jagung

Jagung Biji Dikeringkan,

digiling

Energi

2 Biji

jagung

merah

Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5%

SK: 2,5%

3 Jagung

kuning

pipilan

Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5%

SK: 2,5%

4 Molasses Tetes

tebu

Endapan

tetes tebu

Diendapkan/

kristalisasi

Energi

5 Limbah

roti

Roti Limbah

roti

Dikeringkan,

digiling

Energi

6 Onggok Singkong Ampas

singkong

Dikeringkan,

digiling

Energi PK: 0,8%

SK: 2,2%

7 Limbah

soun

Soun Limbah

soun

Dikeringkan,

digiling

Energi

Page 23: Alhamdulillah jadi

23

8 Bekatul Kulit ari

padi

Kulit ari

padi

Dikeringkan,

digiling

Energi PK: 12%

SK: 4%

9 Pollard Gandum Kulit ari

gandum

Dikeringkan,

digiling

Energi PK: 15%

SK:10%

10 Millet Biji millet Biji Dipipil Energi PK: 8,4%

SK: 6%

11 Urea Batuan

alam

Batuan

alam

Dihaluskan,

pemurnian

(kristalisasi)

Protein

12 Tepung

kedelai

Kedelai Biji

kedelai

dikeringkan

digiling

Protein

13 Tepung

ikan

Ikan Ikan utuh dikeringkan

digiling

Protein PK:

54,6%

SK: 2%

14 Tepung

kerang

Kerang Daging

dalam

kerang

(bukan

cangkang)

dikeringkan

digiling

Protein 25-27%

Page 24: Alhamdulillah jadi

24

15 Tepung

darah

sapi

Sapi Darah sapi dikeringkan

digiling

Protein PK:90%

SK: 1%

16 Tepung

udang

Udang Udang

utuh

dikeringkan

digiling

Protein PK: 75%

SK:-

17 Bungkil

kedelai

Kedelai Bungkil

kedelai/

limbah

kedelai

dikeringkan

digiling

Protein PK: 42%

SK: 6%

18 Bungkil

kelapa

Kelapa Bungkil

kelapa/

limbah

kelapa

dikeringkan

digiling

Protein PK: 20%

SK: 12%

19 Tepung

tulang

ayam

Ayam Tulang dikeringkan

digiling

Mineral PK: 12%

SK: 2%

20 Tepung

tulang

ikan dan

sirip

Ikan Tulang

ikan dan

sirip

dikeringkan

digiling

Mineral PK: 12%

SK: 2%

21 Tepung

cangkang

keong

Keong Cangkang

keong

Dicuci,

dikeringkan,

digiling

Mineral

Page 25: Alhamdulillah jadi

25

22 Premix Batuan

alam

Batuan Digiling Mineral

23 Tepung

kerabang

telur

Telur Kerabang Dikeringkan,

digiling

Mineral PK: 7,6%

SK:-

24 Tepung

kepala

udang

udang Kulit Dikeringkan,

digiling

Mineral PK: 45%

SK:

11,4%

25 Kapur Batuan

kapur

Batuan

kapur

Dibakar

(dikeringkan)

, digiling

Mineral

26 Phosphat

alam

Batuan

phosphat

Phosphat Dikeringkan,

digiling

Mineral

27 CuSO4 Batuab

alam

Batu

phosphat

Digiling/

dihaluskan

mineral

28 Tepung

kulit

udang

Udang Kulit Dikeringkan,

digiling

Mineral PK:

45,3%

SK:

17,6%

29 Feed

aditive

Berbagai

komposis

i pakan/

Berbagai

komposisi

pakan/

Divaksin/

dicampur

Pakan

tambahan

Page 26: Alhamdulillah jadi

26

campuran

vitamin,

mineral,

suplemen

campuran

vitamin,

mineral,

suplemen

Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat

dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan

oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap

bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak

mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang

baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin

banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan

baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).

Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan

dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai

gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal

mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan

pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang

dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang

akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)

pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong

dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan

pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).

Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai

pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman

pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi

Page 27: Alhamdulillah jadi

27

kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak

(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).

5.1.1 Pengenalan Alat

Tabel 3. Pengenalan Alat

No Nama Gambar Fungsi

1 Bomb

kalorimeter

Analisis Gross Energy

2 Oven Memanaskan atau

mengeringklan bahan dan alat

3 Waterbath Memanaskan/ penangas air

4 Kondensor Alat pendingin tegak

5 Kompor listrik Memanaskan/ merefluk

larutan

Page 28: Alhamdulillah jadi

28

6 Destructor Destruksi saat analisis

proksimat

7 Destilator Destilasi/ menguapkan N

8 Tanur Memijar, digunakan untuk

analisis kadar abu

9 Tabung O2 Digunakan untuk analisis GE,

memasukkan O2 ke dalam

bomb kalorimeter

10 Becker glass Menampung larutan

Page 29: Alhamdulillah jadi

29

11 Erlenmeyer Menampung larutan, tempat

titrasi

12 Gelas ukur Mengukur larutan

13 Botol aquadest Tempat menyimpan aquadest

14 Labu kjeldahl Tempat bahan analisis protein

kasar

15 Cawan porselen Tempat sampel, digunakan

pada uji KA dan abu

Page 30: Alhamdulillah jadi

30

16 Neraca ohaus Menimbang uji fisik (BJ)

17 Corong Tempat untuk menyaring

18 Batang

pengaduk

Mengaduk larutan/ sampel

19 Desikator Penstabil suhu

20 Soxhlet Ekstraksi lemak

Page 31: Alhamdulillah jadi

31

21 Timbangan

analitik

Mengukur berat sampel

dengan ketelitian 0,0001 gram

22 Filler Mengambil (menyedot)

larutan

23 Penjepit Mengambil alat di dalam

desikator, dan tanur

24 Pipet ukur Mengukur larutan

25 Pipet seukuran Mengukur larutan dengan

volume tertentu/ ayang telah

ditentukan

Page 32: Alhamdulillah jadi

32

26 Biuret Digunakan untuk titrasi

27 Pipet tetes Mengambil larutan

28 Statif Penyangga biuret

26 Autoklaf Memanaskan dengan tekanan

Praktikum mengenal alat bertuuan untuk menentukan tetapan hasil analisa

kimia yang akurat. Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain untuk penimbangan,

penyaringan, pengukuran volume caian, pemijaran, dan pengabuan, serta pengeringan

(Sudarmadji, 1997). Sedangkan menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat

laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukuran volume cairan,

melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran, dan pengabuan serta penyaringan.

Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lain, begitu pula dengan cara

penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik.

Page 33: Alhamdulillah jadi

33

Layaknya timbangan yang digunakan dalam laboratorium perlu diketahui kapasitas

dan ketelitian timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997).

Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula

dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari

penggunaan itu baik. Seperti timbangan yang digunakan dalam laboratorium terdiri

dari berbagai jenis dan merk, yang perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian

timbangan yang akan digunakan apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji,

1997). Jenis timbangan yang akan dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk

penentuan kadar abu dan air harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1

mg, sedangkan untuk menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan

jenuh, cukup menggunakan timbangan yang lebih kasar.  Alat-alat untuk

penimbangan harus bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan

didinginkan sampai suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila

akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara

yang sama. Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil

sesuatu agar tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok

tanduk, spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil

beban dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol.

Apabila selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam

keadaan terkunci (Sudarmadji,1997).

5.2 Hasil Uji Fisik Bahan

5. 2.1 Berat Jenis (Density)

Sampel 1:

Berat gelas ukur = 87,7 gr

Berat (sampel-gelas ukur) = 122,3-87,7 = 34,6 gr

BJ1= berat sampel = 34,6 = 0,346 gr/ml

Volume gelas ukur 100

Page 34: Alhamdulillah jadi

34

Sampel 2:

Berat gelas ukur = 87,7 gr

Berat (sampel-gelas ukur) = 121,6-87,7 = 33,9 gr

BJ2 = berat sampel = 33,9 = 0,339 gr/ml

Volume gelas ukur 100

BJ rata-rata = 0,346 + 0,339 = 0,3425 gr/ml

2

Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting diketahui, karena apabila

suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah, yaitu perbandingan antara

berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti intake untuk ternak hanya

sedikit dan sebaliknya. Percobaan berat jenis pada praktikum uji fisik, penimbangan

dilakukan sebanyak dua kali. Penimbangan pertama gelas ukur ditimbang beratnya

87,7 gr. Kemudian, gelas ukur diisi sampel yaitu pakan komplit sapi potong hingga

terisi sebanyak 100 ml tanpa ditekan dan kemudian ditimbang.

Penimbangan pertama gelas ukur yang telah di isi sampel menghasilkan berat

122,3 gr dan hasil penimbangan kedua 121,6 gr. Berat jenis dihitung dengan cara

berat sampel dibagi dengan volume dari gelas ukur. Hasil BJ yang didapat pada

penimbangan sampel pertama yaitu 0,346 gr/ml dan kedua menghasilkan BJ 0,339

gr/ml. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan karakteristik permukaan partikel dan

pemasukan sampel yang kurang teliti kedalam gelas ukur. Dilihat dari nilai berat

jenisnya ternyata dari kedua sampel menunjukan nilai di bawah 1 yang berarti lebih

kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai berat jenis 0,309 gr/ml dan 0,377

gr/ml. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar, sehingga intake pakan

meningkat (Sudarmadji, 1997).

Page 35: Alhamdulillah jadi

35

5. 2.2 Luas Permukaan Spesifik

Sampel 1:

Berat sampel = 1,0007 gr

Luas = 46,5 mm2

LPS1 = luas = 46,5 = 46, 467 mm2/gr

berat 1,0007

Sampel 2:

Berat sampel = 1,0008 gr

Luas = 62,75 mm2

LPS2 = luas = 62,75 = 62, 699 mm2/gr

berat 1,0008

LPS rata-rata = 46, 467 + 62, 699 = 54,583 mm2/gr

2

Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan

berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan

bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan

(Sutardi, 2003). Sampel pertama seberat 1,0007 gr dan sampel kedua seberat 1,0008

gr, luas permukaan spesifik yang diperoleh pada sampel pertama adalah 46, 467 mm-

²/gr dan pada sampel kedua menghasilkan LPS sebesar 62, 699 mm²/gr. LPS rata-

ratanya sebesar 54,583 mm²/gr. Hasil LPS yang berbeda-beda dapat disebabkan

karena berat sampel yang berbeda dan kurang tepat saat meratakan sampel diatas

kertas millimeter blok, maupun saat menghitung luas sampel yang kurang teliti.

Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu

proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan. Apabila luas

permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka dalam suatu packaging

Page 36: Alhamdulillah jadi

36

akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan

penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani (2007)

yang menyatakan bahwa keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan

penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang

komposisi kimia dan nilai.

5. 2.3 Daya Ambang

Sampel 1:

Jarak = 1 m

Waktu (t) = 5,31 sekon/ detik

DA1 = jarak = 1 = 0,18 m/detik

waktu 5,31

Sampel 2:

Jarak = 1 m

Waktu (t) = 1,22 sekon/detik

DA2 = jarak = 1 = 0,81 m/detik

waktu 1,22

DA rata-rata = 0, 18+ 0, 81 = 0,495 m/detik

2

Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan bila

dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan

daya ambang adalah 0,495 m/detik. Daya ambang yang terlalu lama akan

menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih

lama (Jaelani, 2007).

Page 37: Alhamdulillah jadi

37

Pada saat praktikum sampel yang digunakan seberat 1 gram, dan alat yang

digunakan adalah stopwatch. Sampel diukur dengan menghitung waktu yang

dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel pertama seberat 1,0007 gram tercatat

waktu 5,31 detik dan sampel kedua seberat 1,0008 dibutuhkan waktu 1,22 detik untuk

sampai ke lantai. Daya ambang pada sampel pertama adalah 0,18 m/detik dan daya

ambang pada sampel kedua adalah 0,81 m/detik. Perbedaan hasil daya ambang dapat

disebabkan oleh kurang tepatnya penekanan stopwach dengan jatuhnya sampel. Hal-

hal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel: lantai, tempat jatuhnya, bahan

diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan saat jatuh.

Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang

memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007).

Daya ambang berperan terhadap keefisienan pemindahan atau pengangkutan.

Apabila daya ambang suatu bahan pakan kecil maka waktu yang dicapai juga kecil,

sebaliknya jika daya ambangnya besar maka waktu yang dicapai juga besar.

Perhitungan daya ambang bertujuan untuk efisiensi pemindahan atau pengangkutan

yang menggunakan alat penghisap, pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi

dan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2003).

5.2.4 Sudut Tumpukan

Sampel 1:

Berat = 200 gr

Tinggi (t) = 6,4cm

Diameter (d) = 19,5 cm

tg α1 = 2t = 2 (6,4) = 0,656 α = 33,26º

d 19,5

Page 38: Alhamdulillah jadi

38

Sampel 2:

Berat = 200 gr

Tinggi (t) = 6,5 cm

Diameter (d) = 23 cm

tg α2 = 2t = 2 (6,5) = 0,65 α = 29,466º

d 20

STRata-rata = 33,26º + 29,466º = 31,363º

2

Sudut tumpukan atau angle of repose didefinisikan sebagai sudut yang

dibentuk oleh permukaan bidang miring bahan yang dicurahkan membentuk

gundukan dengan bidang horizontal. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan

bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka

semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan

berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu

bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan

dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan. Besarnya sudut tumpukan

dari hasil percobaan berupa pakan komplit sapi potong adalah 31,363o.

Percobaan dalam praktikum dilakukan sebanyak dua kali. Besarnya sudut

tumpukan dari hasil percobaan pertama dengan diameter 19,5 cm dan tinggi 6,4 cm

adalah α = 33,26º. Sedangkan pada percobaan kedua dengan diameter 23 cm dan

tinggi 6,5 cm besarnya sudut tumpukan adalah α = 29,466º. Sehingga rata-rata sudut

tumpukan yang diperoleh dari dua percobaan tersebut adalah α = 31,363º. Menurut

Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok

sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar

pengangkutan relative sedang. Sudut tumpukan merupakan faktor yang

mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam

campuran dapat mngakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai

perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995).

Page 39: Alhamdulillah jadi

39

5. 3 Hasil Analisis Proxsimat

5. 3.1 Kadar Air dan Kadar Bahan Kering

Berat cawan (X) = 38, 648 gr

Berat sampel (Y) = 2,0009gr

Berat sampel setelah dioven (Z) = 40, 4570 gr

Kadar Air = X + Y - Z x 100 % = 38, 648 + 2,0009 – 40, 4570 x 100 %

Y 2,0009

= 9,62 %

Bahan Kering = 100 % – KA = 100% – 9, 62% = 90,38 %

Beberapa kelemahan analisis proksimat, yaitu (a) system tidak mencerminkan

zat makanan secara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama analisis

serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat, (c)

proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat menerangkan lebih jaun

tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan (Soejono, 2004).

Sutardi (2003), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan pakan

harus diatur. Kadar ini menentukan komposisis kandungan nutrient pakan. Faktor

yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan

kandungan air dari suatu bahan pakan.

Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%,

karena kandungan gizi yang terlalu tinggi akan merusak nutrient dari bahan pakan

karena di degradasi oleh bakteri. Kadar air pakan komplit sapi potong hasil praktikum

adalah 9,62%, maka bahan ini termasuk pakan yang baik karena kadar air melebihi

14%.

Page 40: Alhamdulillah jadi

40

5. 3.2 Kadar Abu dan Kadar Bahan Organik

Berat sampel (Y) = 2,0009 gr

Berat sampel sebelum ditanur (x) = 38,6486gr

Berat sampel setelah ditanur (z) = 38,8903 gr

Kadar Abu = Z – X x 100 % = 38,3059 – 38,2849 x 100 % = 12,03 %

Y 2,0005

Bahan Organik = Bahan Kering – Kadar Abu = 90,38% – 12,03% = 78,35 %

Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan kandungan pembakaran bahan pada

suhu tinggi (500-600%). Suhu yang tinggi pada bahan organic yang ada akan terbakar

sempurna menjadi CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya

merupakan merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral. Kadar abu

yang didapat pada saat praktikum adalah 12,03% dan kandungan bahan organic

sebesar 78,35%. Hal ini menunjukan bahwa pakan komplit sapi potong banyak

mengandung karbon.

5. 3.3 Kadar Protein Kasar

Berat sampel (x) = 0,1007 gr

Volume titran (y) = 2,52 ml

Protein Kasar = ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 %

X

= 2,52 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100 % = 21,89 %

0,1007

Page 41: Alhamdulillah jadi

41

Pertama diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein

padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa

kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu

16% (Soejono, 2004). Tahapan dalam proses mendapatkan protein kasar antara lain:

(1) Destruksi, (2) Destilasi, dan (3) Titrasi. Hasil dari kadar serat kasar pada pakan

komplit sapi potong adalah 19,878%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, yaitu kandungan kadar serat kasar

sebesar 15,25%-20%.

5. 3.4.   Kadar Serat Kasar

Berat sampel (x) = 1,0011 gr

Berat kertas saring (a) = 0,3869 gr

Berat setelah oven (y) = 39, 0279 gr

Berat setelah tanur (z) = 38,4420 gr

Serat Kasar = Y – Z – a x 100 % = 39, 0279 – 38,4420 – 0,3869 x 100 %

X 1,0013

= 19,878 %

Thomson (1993), menyatakan bahwa serat kasar merupakan salah satu nutrien

yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode pengukuran

kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah

pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua

bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut

dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu

yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.

Page 42: Alhamdulillah jadi

42

Hasil dari analisis kadar serat kasar pada tepung limbah soun adalah 19,878%.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman (1993), konsentrat dikatakan sebagai

sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20 % dan

serat kasar 18 %.

5. 3.5 Kadar Lemak Kasar

Berat sampel (x) = 1,0006 gr

Berat setelah oven I (y) = 1,2943 gr

Berat setelah oven II (z) = 1,2900 gr

Lemak Kasar = Y – Z x 100 % = 1,2943 – 1,2900 x 100 % = -0, 429 %

X 1,0006

Analisis kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan metode langsung yang

berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi dengan eter atau pelarut lemak lainnya,

sedangkan metode tidak langsung berprinsip lemak tidak dapat diekstrasi oleh eter

atau pelarut lainnya (Tilman, 1993). Praktikum yang dilakukan pada pengujian kadar

lemak kasar didapatkan hasil -0,429%. Hasil ini tidak sesuai, karena pada saat

pengukuran atau penimbangan sampel sebelum dioven, sesudah dioven pertama dan

kedua, terdapat kesalahan dalam pembacaan angka, sehingga hasil yang didapat tidak

akurat.

5. 4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)

ml NaOH = 2,6 ml

N NaOH = 0,1

Berat molekul asam lemak = 278

Berat sampel = 7,0512

Page 43: Alhamdulillah jadi

43

% FFA = ml NaOH x N x berat molekul asam lemak x 100 %

Berat sampel x 1000

= 2,6 x 0,1 x 278 x 100 % = 1, 025 %

7,0512 x 1000

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein,

lemak, abu, serat kasar dan BETN. Sedikit pembahasan tentang FFA (Free Fatty

Acid) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester.

Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%), sehingga dapat

langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas

minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan prasterifikasi dengan

menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. Jika bahan yang digunakan adalah

bahan yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), maka proses transesterifikasi yang

dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metal ester tidak akan berjalan

efisien. Bahan-bahan tersebut perlu melalui praesterifikasi untuk menurunkan kadar

FFA hingga di bawah 5% (Hasjmy, 2007).

Page 44: Alhamdulillah jadi

44

5.5 Analisis Energi Bruto

Berat sampel = 0,5014 gr

Berat kertas = 0,2254 gr

Sisa kawat = 5,5 cm

Air cucian = 5,3 ml

ta (suhu konstan) = 27,63º

tc (suhu tertinggi) = 28,01º

tc1 = 27,64º

Ta (waktu pembakaran) = 5

Tc = ½ x jumlah pembakaran = ½ x 10 = 5

E1 = vol. air cucian x ml titrasi = 5,3 x 0, 27 = 0, 1431

10 10

E2 = (panjang kawat – sisa kawat) x 2,3 = (12 – 5,5) x 2,3 = 14,95

E3 = 0,2254 gr (berat kertas)

r1 = tc1 – ta = 27,64º – 27,63º = 0,002

5 5

Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6

T = (tc – ta) – r1 x │Ta – Tb│

= (28,01º – 27,63º) – 0,002 x │5 – 6│ = 0,38 – 0,002 = 0,378

Hg = (2423 x T) – E1 – E2 – E3 = (2423 x 0,378) – 0, 1431 – 14,95 – 0,2254

Berat sampel x BK % 0,5014 x 90,38 %

= 1.988,025

Page 45: Alhamdulillah jadi

45

GE = Hg x koreksi benzoat = 1988,025 x 0,985 = 1.958,204

GE kertas = 178,224 x berat kertas = 178,224 x 0,2254 = 401, 718

GE total = GE – GE kertas = 1958,204 – 401, 718 = 1.556,491 kkal/gr

Gross energy diartikan sebagai energy yang dinyatakan dalam panas bila suatu

zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air inilah yang

masih mengandung energy, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena

hewan sudah tidak bias memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energy diukur

dengan alat bomb calorimeter. Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan

karbon H dan O (C1H dan O). Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida

nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa ini dioksider dalam bomb calorimeter.

Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur ADAC

(1990).

Gross energy (GE) adalah energy yang terkandung dalam bahan pakan

berdasarkan nilai ekuivalen untuk kaarbohidrat 4,1 kkal/ g (17,2 kJ/ g), lemak 9,5

kkal/ g (39,8 kJ/ g), dan protein 5,6 kkal/ g (23,4 kJ/ g) (Bioscientiae, 2011). Energy

kotor (gross energy, GE) juga merupakan sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu

unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energy kotor bahan pakan

ditentukan dengan jalan membakar dalam bomb calorimeter. Tidak semua GE bahan

pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses. Energy kotor dalam

feses disebut feal energy (FE) (Hermawati, 2011).

Page 46: Alhamdulillah jadi

46

VI.  KESIMPULAN DAN SARAN

 

6.1 Kesimpulan

1. Pemberian nomenklatur bertujuan untuk menghindari kesamaan nama antara

jenis pakan yang satu dengan pakan yang lain. Pemberian nama terbagi

menjadi enam faset yaitu ; asal, bagian, proses, umur, defoliasi dan grade. Dan

pengenalan alat digunakan untuk mempermudah proses praktikum karena

praktikan sudah mengetahui kegunaan alat yang telah dikenalkan.

2. Kualitas sifat fisik suatu bahan tergantung dari berat jenis (density), luas

permukaan spesifik, daya ambang dan susut tumpukan.

3. Analisis proxsimat dapat digunakan untuk menghitung kadar komposisi bahan

pakan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan kualitas suatu bahan.

4. Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan

ternak menunjukan bahan tersebut tidak mudah tengik atau basi dan

sebaliknya.

5. Tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein.

6. Hasil dari analisis proxsimat, Free Fatty Acid, dan Energi Bruto dapat

digunakan dalam penyusunan ransum.

6.2 Saran

1. Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah bahan yang akan

ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu.

2. Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani praktikum agar hasil yang

didapat lebih tepat.

3. Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan yang diukur dalam

proses titrasi.

4. Saat menimbang dan mengambil sesuatu dari oven atau tanur harus

mengunakan alat penjepit.

5. Saat melakukan perhitungan harus lebih teliti lagi.

Page 47: Alhamdulillah jadi

47

DAFTAR PUSTAKA

 

Agus, B.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anggorodi. 1991. Ilmu Bahan Pakan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion  of Official Analitic Chemist.

Washington DC. USA.

Axe, D.E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed Ingredients.

Mundelain.

Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa Tenggara Timur. Prosiding

Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil – Hasil Penelitian Peternakan dan

Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili / Balai

Informasi Pertanian Noelbaki. Kupang.

Chung, D.S. And C.H. Lee. 1985. Grain Phisical and Thermal Properties Related to Drying

and Aeration. ACIAR Proceeding No. 71. Australia.

Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Page 48: Alhamdulillah jadi

48

Hartadi, H. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Hartadi, H., Soedomo R., dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartati, Sri. 2002.  Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti

Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Laporan Penelitian.

Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan.

Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan

Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1994. Beternak Kelinci Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal :

Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat

Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.

Page 49: Alhamdulillah jadi

49

Lay, W.A., D. Amalo, Y.R. Noach dan G. Malelak. 2002. Analisis Pertumbuhan Finansial

Penggunaan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) pada Pemeliharaan Sapi

Bali Jantan Muda. Laporan Penelitian Proyek Indonesia – Australia Pasca IAEUP

Fakultas Peternakan Universitas Cendana, Bali.

Lu, C.D. and M.J. Potchoiba. 1990. Feed Intake and Weight Gain of Goats Fed Diets of

Various Energy and Protein Levels. J. Anim. Sci. 68 : 1751 – 1759.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Bogor.

Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Percetakan IPB. Bogor.

Prasetyastuti, et.al.  1988.  Pedoman Praktis Cara Pemberian Pakan:  Malang. Proyek Kali Konto

A 206.

Prasetyo, A., T. Herawati, dan Muryanto. 2006. Produksi dan Kualitas Limbah Pertanian

sebagai Pakan Subtitusi Ternak Ruminansia Kecil Di Kabupaten Brebes. Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jawa Tengah, Ungaran.

Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sibbald, I.R. and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable

energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen

retention. Poultry Sci., 64: 127-138.

Page 50: Alhamdulillah jadi

50

Soejono, M. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sudarmadji, S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.

Yogyakarta.

Suhartanto, B. 2000. Kecernaan Kompartimental Riel Nitrogen Pakan Di dalam Intestinum

dan Rundamen Transformasinya Ke dalam Nitrogen Mikroorganisme pada

Ruminansia : Aplikasi dan Evaluasi Bahan Pakan yang Telah Diukur Protein Real

Tercernanya dalam Intestinum pada Ransum. Karya Ilmiah Hasil Penelitian

Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta.

Suhartati, F.M., W. Suryapratama, dan S. Rahayu. 2004. Analisis Sifat Fisik Rumput Lokal.

Animal Production, Vol 6, No.1:37-42.

Sulistyo, J., Y.S. Soeka, E. Triana dan R.N.R. Napitupulu. 1999. Bioprocessing of fermented

coconut oil by application of enzilmatic technology. Berita biologi 4 (5): 273-279

Sutardi, Tri R., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu

Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.

Purwokerto.

Sutardi, T.R., E. Aris, dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas

Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Page 51: Alhamdulillah jadi

51

Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal

Soedirman. Purwokerto.

Suwandyastuti, S.N.O., Suparwi, Zubaidah, dan Rimbawanto. 1989. Kecernaan Energi dan

Protein Kompos Jamur Merang (Mushroom  straw) pada Pedet Jantan Lepas Sapih.

Laporan Peneitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.

Thomson, F.M. 1993. Hand Book of Powders Science and Technology 391, 393, eds, M. E.

Fayed and L. Otten. New York.

Tillman, A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wina, E. 2001. Tanaman Pisang sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTAZOA Vol.11,

No.1:20-27.

Winarno, F.G. 1987. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.

Yani, A. 2004.  Pengaruh Teknologi Silase terhadap Nilai Nutrisi Bagasse Tebu pada Sapi

Bali. Jurnal Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan, Vol. VII. No. 4.