11
ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIK (HSS) GAMA I PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN Zulkifli Lubis, Dwi Kartika Sari ABSTRAK Kali Blawi merupakan area Bengawan Jero yang sering mengalami bencana banjir setiap tahunnya. Analisis perhitungan debit banjir rancangan pada DAS Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi resiko bencana banjir yang sering terjadi pada Bengawan Jero. Pengolahan data curah hujan dimulai dengan uji konsistensi, perhitungan curah hujan rata-rata, analisis frekuensi, kemudian distribusi hujan jam-jaman. Metode perhitungan debit banjir menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I dan Snyder, dengan uji penyimpangan Root Mean Square Errors (RMSE). Data curah hujan menggunakan 7 (tujuh) stasiun pengamatan hujan yang berada di sekitar DAS Kali Blawi selama 10 (sepuluh) tahun (2002-2011). Pada analisis frekuensi digunakan distribusi Log Pearson Tipe III dengan uji kesesuaian data Smirnov Kolmogorov dan Chi Square. Hasil perhitungan debit banjir rancangan dengan HSS Gama I sebesar 461,463 m 3 /dt pada kala ulang 100 tahun, sedangkan debit pengamatan pada Kali Blawi sebesar 205,48 m 3 /dt. Kata kunci: Kali Blawi, Debit Banjir Rancangan, Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN …journal.unisla.ac.id/pdf/11512013/zulkifli dwi.pdf · Metode perhitungan debit banjir menggunakan hidrograf satuan ... (2002-2011). Pada analisis

  • Upload
    hadung

  • View
    225

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN HIDROGRAF SATUAN

SINTETIK (HSS) GAMA I PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN

LAMONGAN

Zulkifli Lubis, Dwi Kartika Sari

ABSTRAK

Kali Blawi merupakan area Bengawan Jero yang sering mengalami bencana banjir setiap tahunnya.

Analisis perhitungan debit banjir rancangan pada DAS Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi resiko

bencana banjir yang sering terjadi pada Bengawan Jero.

Pengolahan data curah hujan dimulai dengan uji konsistensi, perhitungan curah hujan rata-rata, analisis

frekuensi, kemudian distribusi hujan jam-jaman. Metode perhitungan debit banjir menggunakan hidrograf

satuan sintetik Gama I dan Snyder, dengan uji penyimpangan Root Mean Square Errors (RMSE).

Data curah hujan menggunakan 7 (tujuh) stasiun pengamatan hujan yang berada di sekitar DAS Kali

Blawi selama 10 (sepuluh) tahun (2002-2011). Pada analisis frekuensi digunakan distribusi Log Pearson Tipe III

dengan uji kesesuaian data Smirnov Kolmogorov dan Chi Square. Hasil perhitungan debit banjir rancangan

dengan HSS Gama I sebesar 461,463 m3/dt pada kala ulang 100 tahun, sedangkan debit pengamatan pada Kali

Blawi sebesar 205,48 m3/dt.

Kata kunci: Kali Blawi, Debit Banjir Rancangan, Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

I. PENDAHULUAN

Banjir merupakan peristiwa terjadinya

aliran/genangan air yang dapat terjadi karena

adanya luapan-luapan pada kanan atau kiri

sungai/saluran akibat alur sungai tidak

memiliki kapasitas yang cukup bagi debit

aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Curah

hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit

air yang mengalir pada sungai. Curah hujan

yang diperlukan untuk analisis hidrologi

adalah curah hujan rata-rata dari seluruh

daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan

pada suatu titik tertentu (stasiun)

(Sosrodarsono, 1999).

Kali Blawi merupakan area Bengawan

Jero yang sering mengalami bencana banjir

setiap tahunnya, terutama musim penghujan.

Hal ini disebabkan akibat ketidak mampuan

sungai menampung aliran air. Bengawan Jero

merupakan daerah hamparan wilayah yang

berada pada 6 kecamatan yaitu Kecamatan

Turi, Karanggeneng, Kalitengah,

Karangbinangun, Glagah dan Deket. Luas

hamparan sebesar ± 10.329 Ha yang

merupakan wilayah terminal air yang

menampung buangan air dari 16 kecamatan

yang berarti ± 65% dari seluruh kecamatan di

Kabupaten Lamongan melalui sistem rawa dan

anak-anak kali Bengawan Solo, diantaranya

adalah Kali Gondang, Plalangan, Mengkuli,

Dapur, Pengaron, Deket dan Blawi (dikutip

dari www.lamongankab.go.id, tanggal 5 Maret

2012; 9:20 WIB).

Sebagai urat nadi Bengawan Jero adalah

Kali Blawi yang membentang di tengah –

tengahnya dengan panjang ± 20 km. Posisi

Kali Blawi membujur dari arah barat ke timur

yang dimulai dari sluis Kentong Desa

Pucangro Kecamatan Kalitengah sampai

dengan Sluis Kuro di Desa Kuro Kecamatan

Karangbinangun. Kedalaman Kali Blawi

paling rendah di banding dengan kali-kali

lainnya yaitu antara - 2.00 sampai dengan -

3.50 SHVP (dikutip dari

www.lamongankab.go.id, tanggal 5 Maret

2012; 9:35 WIB).

Metode-metode yang akan digunakan

untuk perhitungan dan perbandingan dalam

menganalisa debit banjir rencana

menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I

Analisis perhitungan debit banjir rancangan

pada Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk

mengurangi resiko bencana banjir yang sering

terjadi pada Bengawan Jero khususnya pada

Kecamatan Glagah dan Kecamatan

Karangbinangun.

Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari kajian ini

adalah untuk:

1. Mengetahui pola distribusi yang sesuai

pada DAS Kali Blawi.

2. Mengetahui besarnya intensitas hujan

maksimum pada DAS Kali Blawi.

3. Mengetahui analisa perbandingan

debit banjir rancangan pada DAS Kali

Blawi dengan menggunakan hidrograf

satuan sintetik Gama I dan Snyder.

II LANDASAN TEORI

2.1 Sungai

Sebagian air hujan yang turun ke

permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat

yang lebih rendah dan setelah mengalami

bermacam-macam perlawanan akibat gaya

berat, akibatnya melimpah ke danau atau ke

laut. Suatu alur yang panjang di atas

permukaan bumi tempat mengalirnya air yang

berasal dari hujan disebut alur sungai. Bagian

yang senantiasa tersentuh aliran air ini disebut

alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai

dan aliran air di dalamnya disebut sungai

(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).

2.2 Karakteristik Sungai

2.2.1 Daerah Pengaliran

Daerah pengaliran sungai adalah suatu

kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara

alamiah, dimana air meresap atau mengalir

melalui sungai dan anak-anak sungai yang

bersangkutan. Sering disebut dengan DAS

(daerah aliran sungai) atau DTA (daerah

tangkapan air). Menurut Sri Harto (1993),

daerah aliran sungai merupakan daerah yang

dimana semua airnya mengalir ke dalam

sungai yang dimaksudkan.

Gambar .1 Gambaran Suatu DAS

Corak dan Karakteristik Daerah

Pengaliran

Karakteristik sungai memberikan

gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai

dan genetis sungai. Menurut Sosrodarsono dan

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

Tominaga (1994) bentuk DAS dapat

dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Daerah Pengaliran Bulu Burung

Gambar 2 DAS Berbentuk Bulu Burung

2. Daerah Pengaliran Radial

Gambar 3 DAS Berbentuk Radial

3. Daerah Pengaliran Pararel

Gambar 4 DAS Berbentuk Pararel

4. Daerah Pengaliran Kompleks

Hanya beberapa buah daerah aliran yang

mempunyai bentuk-bentuk ini dan disebut

daerah pengaliran yang kompleks.

2.3 Curah Hujan

Curah hujan yang diperlukan untuk

penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air

dan rancangan pengendalian banjir adalah

curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu

titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah

hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam

mm (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).

Curah hujan dimaksudkan untuk

mendapatkan data hujan terolah yang dapat

digunakan pada analisis selanjutnya. Dalam

hal ini analisis-analisis yang memerlukan data

hujan terolah adalah analisis debit banjir

rancangan.

2.3.1 Uji Konsistensi

Jika data hujan tidak konsistensi karena

perubahan atau gangguan lingkungan di

sekitar tempat penakar hujan dipasang,

misalnya, penakar hujan terlindung oleh

pohon, terletak berdekatan dengan gedung

tinggi, perubahan cara penakaran dan

pencatatan, pemindahan letak penakar dan

sebagainya, memungkinkan terjadi

penyimpangan terhadap trend semula.

2.3.2 Perhitungan Curah Hujan Rata-

rata Daerah Aliran Sungai

Secara umum terdapat tiga metode

untuk mendapatkan curah hujan rata-rata

daerah yaitu :

1. Cara Rata-rata Aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata

secara aljabar curah hujan di dalam dan di

sekitar daerah yang bersangkutan.

...(2.1)

Dimana :

= curah hujan rata-rata

(mm)

= besarnya curah hujan

pada masing-masing satuan (mm)

= banyaknya stasiun hujan

(Sosrodarsono dan Takeda, 1999).

2. Cara Poligon Thiessen

Cara ini memberikan bobot tertentu

untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian

bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili

hujan dalam suatu daerah dengan luasan

tertentu (Sri Harto, 1993).

...(2.2)

...(2.3)

Dimana :

= curah hujan rata-rata (mm)

= curah hujan ditiap pengamatan

(mm)

= bagian daerah yang mewakili

tiap titik pengamatan (km2)

3. Cara Isohyet

Isohyet ini adalah garis yang

menghubungkan tempat-tempat yang

mempunyai kedalaman hujan sama pada saat

yang bersamaan (Sri Harto, 1993). Curah

hujan itu dapat dihitung dengan persamaan

sebagai berikut:

Rumus :

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

...(2.4)

Dimana :

= curah hujan daerah

= curah hujan rata-rata

pada area A1, A2, A3

= bagian daerah antara

garis isohyet (topografi).

2.4 Analisis Frekuensi

Dalam perhitungan untuk keperluan

analisa mencari rata-rata hujan rencana,

dibutuhkan analisa distribusi frekuensi, ini

dimaksudkan untuk mendapatkan besaran

curah hujan rancangan yang ditetapkan

berdasarkan patokan perencanaan tertentu.

Untuk keperluan analisa ditetapkan curah

hujan dengan periode ulang 5,10,25,50 dan

100 tahun.

Dalam statistik dikenal beberapa

parameter yang berkaitan dengan analisis data

yang meliputi :

Tabel 1: Parameter Statistik Analisis Frekuensi

Parameter Rumus

Rata-rata

Simpangan

baku

Koefisien

variasi Koefisien

skewness

Koefisien

kurtosis

(Singh, 1992).

Dalam analisis frekuensi, hasil yang

diperoleh tergantung pada kualitas dan

panjang data. Makin pendek data yang

tersedia, makin besar penyimpangan yang

terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu

statistik dikenal beberapa macam distribusi

dan empat jenis distribusi yang umum

digunakan dalam bidang hidrologi, adalah :

1. Distribusi Normal

2. Distribusi Log Normal

3. Distribusi Log-Pearson Type III dan

4. Distribusi Gumbel

Distribusi Log Pearson Type III

Langkah-langkah penggunaan distribusi

Log Pearson Type III adalah sebagai berikut :

1. Mengubah data ke dalam bentuk

logaritmis, X = log X,

2. Nilai rata-rata:

...(2.7)

3. Standar Deviasi:

...(2.8)

4. Koefisien kemencengan (coeffisient

skew):

...(2.9)

5. Hitung logaritma hujan dengan

periode ulang T:

...(2.10)

(Lingsley, 1975)

Dimana :

= nilai rata-rata

n = banyak data

Sd = standar deviasi

Cs = koefisien Skewness

Sehingga nilai X bagi setiap tingkat

probabilitas dapat dihitung dari persamaan:

Log Xt = G.(Sd) hubungan antara koefisien

skewness dengan kala ulang nilai Xt didapat

dari anti LogXt.

2.5 Uji Kesesuaian Distribusi

Setelah memilih distribusi yang akan

digunakan sesuai, kemudian dilakukan uji

kesesuaian distribusi untuk mengetahui

kebenaran analisa curah hujan rancangan baik

secara simpangan data vertikal ataupun

simpangan horizontal. Uji kesesuaian

distribusi ini digunakan beberapa uji, yaitu:

Uji Smirnov Kolmogorov

Uji Chi Square

2.5.1 Uji Smirnov Kolmogorof

Pengujian Smirnov Kolmogorof ini

digunakan untuk menguji simpangan secara

horizontal yaitu merupakan

selisih/persimpangan maksimum antara

distribusi teoritis dan empiris (Δ maks).

Persamaan yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Dimana:

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

Δ maks = selisih data probabilitas

teoritis dan empiris

Pt = peluang teoritis

Pe = peluang empiris

Perhitungan peluang empiris dengan

persamaam Weibull (CD. Soemarto, 1995),

sebagai berikut:

Dimana:

Pe = peluang (%)

m = nomor urut data

n = jumlah data

Kemudian dibandingkan antara Δmaks

dan Δcr (dari Tabel 2.4). Apabila Δmaks < Δcr

maka distribusi frekuensi tersebut dapat

diterapkan untuk data yang ada.

Tabel 2. Nilai Kritis Uji Smirnov Kolmogorov

N α

0,2 0,1 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,2 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>

50

1,07/(N0,5

)

1,22/(N0,5

)

1,36/(N0,5

)

1,63/(N0,5

)

2.5.2 Uji Chi Square

Pengujian Chi Square yang

dimaksudkan untuk menentukan apakah

persamaan distribusi peluang yang telah

dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik

sampel data yang dianalisis.

Rumus :

...(2.14)

...(2.15)

Jumlah distribusi dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

...(2.16)

Dimana :

G = jumlah sub-kelompok

k = jumlah kelas distribusi

n = banyak data

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas

yang sama

Ef = frekuensi yang

diharapkan sesuai pembagian kelasnya

Agar distribusi frekuensi yang dipilih

dapat diterima, maka harga X²Hit < X² Cr

harga X²cr dapat diperoleh dengan

menentukan taraf signifikan α dengan derajat

kebebasannya (level of significant).

2.6 Distribusi Hujan Jam-Jaman

Dalam perhitungan distribusi hujan jam-

jam menggunakan rumus Mononobe.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

...(2.17)

Dimana :

R24= curah hujan efektif dalam satu hari (mm)

T=waktu dari awal hujan sampai ke T (jam)

t= lamanya curah hujan (jam), diambil 6 jam

RT= rerata intensitas hujan dari

awal sampai jarak ke T (mm/jam)

Dari hasil perhitungan rerata intensitas

hujan satuan kemudian dihitung prosentase

distribusi hujan satuannya. Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

...(2.18)

Dimana :

Rt=curah hujan pada jam ke T

RT= rerata intensitas hujan dalam T jam

t= lamanya curah hujan (jam)

RT-1=intensitas hujan dalam (t-1)

Setelah didapat nilai prosentase

distribusi hujan satuan, kemudian dihitung

sebaran curah hujan efektif jam-jaman.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

...(2.19)

Dimana :

Rn=curah hujan efektif (mm)

C= koefisien pengaliran

R= curah hujan rancangan (mm)

2.7 Debit Banjir Rancangan

Debit rancangan (design flood)

ditakrifkan sebagai besaran banjir yang

menentukan untuk mendimensi bangunan-

bangunan hidraulik atau struktur kaitannya

sedemikian rupa sehingga kerusakan yang

ditimbulkan baik langsung maupun tidak

langsung oleh banjir tidak boleh terjadi selama

besaran banjir itu tidak terlampaui. Banjir

rancangan dapat berupa debit puncak, volum

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

banjir, tinggi muka air maupun hidrograf (Sri

Harto, 1993).

Pada analisa debit puncak akan

dilakukan perhitungan dengan menggunakan

hidrograf satuan sintetik Gama I dan Snyder.

2.7.1 Hidrograf Satuan

Teori hidrograf satuan yang pertama

kali dikembangkan oleh Sherman (1932)

ditaktifkan sebagai hidrograf limpasan

langsung yang dihasilkan oleh hujan mangkus

satu satuan kedalaman yang tersebar merata di

seluruh DAS dengan intensitas tetap selama

satu satuan waktu (Sherman, 1932; Chow,

1964; Givler, 1972; Sri Harto, 1985).

Menurut Sri Harto (1993), hidrograf

satuan mempunyai dua andaian pokok, yaitu:

1. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh

hujan yang terjadi merata di seluruh

DAS (spatialy evenly distributed).

2. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh

hujan yang terjadi merata selama waktu

yang ditetapkan (constant intensity).

Selain itu, konsep hidrograf juga

didasarkan pada tiga buah landasan pemikiran

(postulates):

1. Ordinat hidrograf satuan sebanding

dengan volume hujan yang

menimbulkannya (linier system).

2. Tanggapan DAS tidak tergantung dari

waktu terjadinya masukan (time

invariant).

3. Waktu dari puncak hidrograf satuan

sampai akhir hidrograf limpasan

langsung selalu tetap.

2.7.1.1 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)

Gama I

Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I

(Sri Harto, 1993) diturunkan berdasarkan

parameter-parameter DAS yang dapat diukur

dari peta topografi pada penggal sungai yang

ditinjau. Parameter-parameter DAS tersebut

dapat ditakrifkan sebagai berikut ini :

1. Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan

antara jumlah panjang sungai-sungai

tingkat satu dengan jumlah panjang

sungai-sungai semua tingkat.

2. Frekuensi sumber (SN) yaitu

perbandingan antara jumlah pangsa

sungai-sungai tingkat satu dengan

jumlah pangsa sungai-sungai semua

tingkat.

3. Faktor lebar (WF) yaitu perbandingan

antar lebar DAS yang terukur di titik

sungai yang berjarak 0,75 L dengan

lebar DAS yg diukur di titik di sungai

yg berjarak 0,25 L dari stasiun

hidrometri.

Gambar 5: Sketsa Penerapan WF

4. Luas DAS sebelah hulu (RUA) yaitu

perbandingan antara luas DAS yg

diukur di hulu garis yg ditarik tegak

lurus garis hubung antara stasiun

hidrometri dengan titik yg paling

dekat dengan titik berat DAS,

melewati titik tersebut.

Gamba 6: Sketsa Penerapan RUA

5. Faktor simetri (SIM) yaitu hasil kali

antara faktor lebar (WF) dengan luas

DAS sebelah hulu (RUA).

6. Jumlah pertemuan sungai (JN) antara

jumlah semua pertemuan sungai di

dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak

lain adalah jumlah pangsa sungai

tingkat satu dikurangi satu.

7. Kerapatan jaringan kuras (D) yaitu

jumlah panjang sungai semua tingkat

tiap satuan luas DAS.

Hidrograf satuan memiliki persamaan

sebagai berikut :

...(2.21)

Dimana :

Qt = debit pada jam ke t

(m3/dt)

Qp = debit puncak (m3/dt)

t = waktu dari saat

terjadinya debit puncak (jam)

K = koefisien tampungan

Selanjutnya hidrograf satuan diberikan

dengan empat variabel pokok, yaitu waktu

naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar

(TB) dan koefisien tampungan (K), dengan

persamaan-persamaan berikut ini:

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

1. Waktu puncak HSS Gama I

...(2.22)

2. Debit puncak banjir

...(2.23)

3. Waktu dasar

...(2.24)

4. Koefisien resesi

...(2.25)

Dimana :

A = luas DAS (km2)

L = panjang sungai utama (km)

S = kemiringan dasar sungai

SF = faktor sumber

SN = frekuensi sumber

WF = faktor lebar

JN = jumlah pertemuan sungai

RUA = luas DAS sebelah hulu

SIM = faktor simetri (hasil kali antara

WF dengan RUA)

D = kerapatan jaringan kuras

III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 7 Diagram Alur Penelitian

IV. ANALISIS DATA DAN

PEMBAHASAN

4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Karakterisitik Daerah Aliran Sungai

(DAS) Kali Blawi berbentuk radial. DAS

berbentuk radial memiliki ciri-ciri, anak-anak

sungai mengkonsentrasi ke suatu titik secara

radial, dan banjir besar dalam waktu yang

cepat.

Tikung

Gambar 8 DAS Kali Blawi

Dalam penentuan Daerah aliran Sungai

(DAS) pada Kali Blawi, perlu diperhatikan

peta topografi sungai. Luas DAS Kali Blawi

760,83 km2, yang mencakup 17 kecamatan

pada Kabupaten Lamongan, antara lain:

Kecamatan Tikung, Kecamatan Lamongan,

Kecamatan Kembangbahu, Kecamatan

Sambeng, Kecamatan Sugio, Kecamatan

Sukodadi, Kecamatan Pucuk, Kecamatan

Kedungpring, Kecamatan Babat, Kecamatan

Sekaran, Kecamatan Maduran, Kecamatan

Karanggeneng, Kecamatan Kalitengah,

Kecamatan Karangbinangun, Kecamatan

Deket, Kecamatan Mantup, dan Kecamatan

Glagah.

4.2 Analisis Data Curah Hujan

Dalam proses analisis digunakan data

curah hujan harian sebagai data acuan, karena

ketidak tersediaan data debit sungai. Dari data

curah hujan yang diperoleh, dilakukan analisis

hidrologi untuk menentukan debit banjir

rencana. Data curah hujan yang dipergunakan

dalam perhitungan diperoleh dari 7 (tujuh)

stasiun pengamatan hujan yang berpengaruh di

sekitar DAS Kali Blawi, yaitu :

Tabel 3 Nama-nama Stasiun Pengamatan

Hujan

No. No.

Stasiun Nama Stasiun

Elevasi

(SHVP)

1. 53 Lamongan + 1,0

2. 50.a Blawi + 1,2

3. 44 Karanggeneng + 2,1

4. 45 Pucuk + 3,0

5. 1 Babat + 5,0

6. 46 Gondang + 30

7. 56 Kembangbahu + 10

Sumber : DPU. Pengairan Kab. Lamongan

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

Tabel 4 Rekapitulasi Data Curah Hujan

Maksimum

Tahun R max

Lmg Blawi

Kr.

geneng Pucuk Babat Gondang Kb.bahu

2002 129 136 149 75 74 111 91

2003 65 94 102 65 102 97 112

2004 123 53 80 96 105 102 79

2005 72 70 68 125 75 109 61

2006 66 65 73 113 89 81 60

2007 77 200 119 96 94 92 86

2008 50 55 86 50 115 101 90

2009 83 81 91 120 86 90 94

2010 59 96 122 80 128 118 105

2011 92 113 99 60 94 71 84

Sumber : Hasil Analisa

Uji Konsistensi

Tabel 5 Rekapitulasi Uji Konsistensi

No. Nama Stasiun R2

1. Lamongan 0,991

2. Blawi 0,987

3. Karanggeneng 0,996

4. Pucuk 0,988

5. Babat 0,998

6. Gondang 0,998

7. Kembangbahu 0,998

Sumber: Hasil Perhitungan

Jika nilai R2 semakin mendekati nilai 1, maka

data tersebut konsisten dan memiliki

keterkaitan yang tinggi terhadap stasiun yang

lain. Dari hasil uji konsistensi dari masing-

masing stasiun di atas, diperoleh nilai R2

mendekati nilai 1, yang artinya data tersebut

konsisten semua.

Analisis Data Curah Hujan Rata-Rata

Tabel 7 Luas Daerah Pengaruh Stasiun Hujan

No. Nama Stasiun

Hujan

Poligon Thiessen Faktor

Luas DAS

(km²) Bobot (%)

1 Lamongan 161,11 21,18

2 Blawi 86,38 11,35

3 Karanggeneng 83,05 10,92

4 Pucuk 166,03 21,82

5 Babat 33,02 4,34

6 Gondang 83,76 11,01

7 Kembangbahu 147,48 19,38

Jumlah 760,83 100,00

Sumber : Hasil Perhitungan

Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana

Distribusi Log Pearson Tipe III

Perhitungan curah hujan rancangan

menggunakan distribusi Log Pearson Tipe III,

adalah sebagai berikut:

Tabel 8 Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe

III

Th. Xi (mm)

P (%)

Log Xi

Log

Xi-

Log X

(Log

Xi-Log

X)²

(Log Xi-Log X)3

2010 70,69 9,09 1,85 -0,10 0,010159 -0,001024

2003 78,39 18,18 1,89 -0,06 0,003119 -0,000174

2002 84,39 27,27 1,93 -0,02 0,000568 -0,000014

2005 84,97 36,36 1,93 -0,02 0,000435 -0,000009

2006 86,57 45,45 1,94 -0,01 0,000163 -0,000002

2011 92,84 54,55 1,97 0,02 0,000311 0,000005

2007 93,07 63,64 1,97 0,02 0,000348 0,000007

2009 94,75 72,73 1,98 0,03 0,000700 0,000019

2004 103,83 81,82 2,02 0,07 0,004381 0,000290

2008 108,46 90,91 2,04 0,09 0,007248 0,000617

Jumlah 897,97 19,50 0,027433 -0,000285

Rerata 89,80 1,95

Sd. Dv 11,29 0,06

Skewness (Cs) -0,24

Sumber : Hasil Perhitungan

Perhitungan Standar Deviasi (Si)

Perhitungan Koefisien Skewness

tuk nilai Cs = -0,2 dan Cs = -0,3 didapat nilai

K (koefisien Pearson

Tabel 10 Interpolasi Data Koefisien Pearson

untuk Cs = -0,24

Tr 5 10 25 50 100

Cs =

-0,24

0,851 1,253 1,667 1,926 2,152

Sumber : Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan nilai koefisien pearson:

Cs = -0,24 ; kala ulang 5 tahun

Tabel 11 Curah Hujan Rancangan Metode Log

Pearson Tipe III dengan Berbagai Kala Ulang

No Tr

R

rata2

Std

Devias

i

Skewnes

s Pel K

Curah Hujan

Rancan

g

(tahun

) (Log) (log) (Cs)

(%

) Log

m

m

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

[7] [8] [9]

1 5 1,95 0,06 -0,24 20 0,85 2,00 99,34

2 10 1,95 0,06 -0,24 10 1,25 2,02 104,5

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

5

3 25 1,95 0,06 -0,24 4 1,66 2,04

110,1

9

4 50 1,95 0,06 -0,24 2 1,92 2,06

113,8

8

5 100 1,95 0,06 -0,24 1 2,15 2,07 117,20

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari perhitungan didapat nilai D max = 0,068

Dari tabel 2.4 (Bab II) didapat nilai D kritis,

dengan n = 10, adalah sebagai berikut:

n = 10 dan α = 5%, maka Δ kritis = 0,41

n = 10 dan α = 1%, maka Δ kritis = 0,49

Δ max < Δ kritis, maka pemilihan distribusi

Log Pearson Tipe III memenuhi syarat/sesuai.

4.5 Distribusi Hujan Jam-Jaman

Dalam perhitungan distribusi hujan jam-

jam menggunakan rumus Mononobe sebagai

berikut :

Maka diperoleh rerata intensitas hujan satuan,

sebagai berikut :

Tabel 12 Intensitas Hujan Satuan

T t RT

(jam) (jam)

Jam 1 6 0,550 R24

Jam 2 6 0,347 R24

Jam 3 6 0,265 R24

Jam 4 6 0,218 R24

Jam 5 6 0,188 R24

Jam 6 6 0,167 R24

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari hasil perhitungan rerata intensitas

hujan satuan kemudian dihitung prosentase

distribusi hujan satuannya, dengan rumus

sebagai berikut :

Tabel 13 Distribusi Hujan Satuan

t RT Rt Prosentase

(jam)

Jam 1 0,550 0,550 55,03%

Jam 2 0,347 0,143 14,30%

Jam 3 0,265 0,100 10,03%

Jam 4 0,218 0,080 7,99%

Jam 5 0,188 0,067 6,75%

Jam 6 0,167 0,059 5,90%

Sumber : Hasil Perhitungan

Setelah didapat nilai prosentase

distribusi hujan satuan, kemudian dihitung

sebaran curah hujan efektif jam-jaman, dengan

nilai koefisien pengaliran 0,45 (Bab II Tabel

2.6). Persamaannya adalah sebagai berikut :

Kala ulang 100 tahun

Tabel 13 Perhitungan Curah Hujan Efektif

Jam-Jaman (100 th)

No

. Jam

ke

R 100

(mm)

Koef

Pengaliran

R

efektif

(mm)

Pro

sentase

R efektif

jam-

jaman

(mm

)

1. 1 117,20 0,45 52,74 55,03% 29,02

2. 2 117,20 0,45 52,74 14,30% 7,54

3. 3 117,20 0,45 52,74 10,03% 5,29

4. 4 117,20 0,45 52,74 7,99% 4,21

5. 5 117,20 0,45 52,74 6,75% 3,56

6. 6 117,20 0,45 52,74 5,90% 3,11

Sumber : Hasil Perhitungan

4.6 Waktu Konsentrasi

Diketahui :

Panjang saluran (L) (mm):760,83 km2

Kemiringan saluran (S) (m/m): 0,0005

Maka diperoleh intensitas hujan sebagai

berikut:

Tabel 14 Perhitungan Intensitas Hujan

Tr Curah

Hujan Tc Intensitas

(Tahun) Max (mm/jam)

5 99,34 2,48 18,78

10 104,55 2,48 19,77

25 110,19 2,48 20,83

50 113,88 2,48 21,53

100 117,20 2,48 22,16

Sumber: Hasil Perhitungan

4.7 Debit Banjir Rancangan

4.7.1 Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

Perhitungan debit banjir rancangan

dengan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

menggunakan persamaan 2.21 sampai dengan

persamaan 2.25 (Bab II). Data-data yang

digunakan dalam perhitungan HSS Gama I

DAS Kali Blawi adalah sebagai berikut:

Tabel 15 Karakteristik Sungai

No. Karakteristik Notasi Satuan Nilai

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

1 Panjang sungai utama L km 22

2 Lebar DAS 1/4 L WL km 28,29

3 Lebar DAS 3/4 L WU km 21,13

4 Luas DAS A km2 760,83

5 Luas DAS hulu Au km2 367,24

6

Jumlah pertemuan

sungai c bh 8

7

Jumlah pangsa sungai

tingkat I d bh 8

8

Jumlah pangsa sungai

semua tingkat e bh 13

9

Jumlah panjang

sungai semua tingkat LN km 126,5

10

Jumlah panjang

sungai tingkat I LI km 83,5

11 Slope sungai utama S 0,0005

12

Panjang sungai ke

titik berat DAS Lc km 6,35

Sumber: Hasil Analisa

Parameter-parameter DAS adalah sebagai

berikut:

1. Faktor sumber (SF)

2. Frekuensi sumber (SN)

3. Faktor lebar (WF)

4. Luas DAS sebelah hulu (RUA)

5. Faktor simetri (SIM) yaitu hasil kali antara

faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah

hulu (RUA).

6. Jumlah pertemuan sungai (JN) antara

jumlah semua pertemuan sungai di dalam

DAS tersebut.

7. Kerapatan jaringan kuras (D)

Selanjutnya hidrograf satuan diberikan

dengan empat variabel pokok, yaitu waktu

naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar

(TB) dan koefisien tampungan (K), dengan

persamaan-persamaan berikut ini:

5. Waktu naik (TR)

6. Debit puncak banjir (QP)

7. Waktu dasar (TB)

8. Koefisien tampungan (K)

Dari hasil perhitungan debit banjir

banjir rancangan didapat nilai debit banjir

rancangan dengan kala ulang 5th, 10th, 25th,

50th, dan 100 th, sebagai berikut:

Tabel 16 Perbandingan Debit Banjir

Rancangan

Kala Ulang

(Tr/Tahun)

Q puncak

Gama I

5 394,544

10 414,074

25 435,214

50 449,013

100 461,463

Sumber: Hasil Analisa

V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Intensitas hujan maksimum pada DAS

Kali Blawi sebesar 22,16 mm/jam dalam

kala ulang 100 tahun dengan waktu

konsentrasi 2,48 jam.

2. Dari hasil analisis debit banjir rancangan

menggunakan HSSGama I

Kala Ulang

(Tr/Tahun)

Q puncak

Gama I

(m3/dt)

5 394,544

10 414,074

25 435,214

50 449,013

100 461,463

Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013 ISSN No. 2085 - 0859

Perhitungan debit banjir dengan menggunakan

HSS Gama I menghasilkan debit puncak

sebesar 461,463 m3/dt, pada kala ulang 100

tahun.

5.2 Saran

Untuk mengurangi debit banjir yang

melebihi kapasitas Kali Blawi dapat dilakukan

beberapa alternatif, antara lain:

1. Normalisasi Kali Blawi, yaitu pengerukan

Kali Blawi agar lebih maksimal dalam

memperlancar pembuangan air banjir ke

Bengawan Solo.

2. Pembuangan air menggunakan pompa di

bagian hilir tepatnya di Sluis Kuro ke

sungai Bengawan Solo pada saat air

Bengawan Solo tinggi.

3. Pengerukan waduk-waduk dan rawa-rawa

yang berada di selatan Kali Blawi untuk

menampung debit air sungai yang

mengarah ke Kali Blawi, selain berguna

untuk mengurangi debit air yang masuk

ke Kali Blawi juga dapat digunakan untuk

kepentingan irigasi.

Daftar Pustaka

Lamongankab, 2011. Uraian Singkat

Bengawan Jero.

http://www.lamongankab.go.id/instansi/dinas_

pu_pengairan. [05 Maret 2012 pukul 09.20

WIB].

Loebis, J., 1992. Banjir Rencana dan

Bangunan Air. Departemen Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Martha, Joyce, 1991. Mengenal Dasar-Dasar

Hidrologi. Nova, Bandung.

Sandi, I Made, dkk, 1985. Geomorfologi

Terapan. Jurusan Geografi MIPA

Universitas Indonesia, Jakarta.

Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik.

Usaha Nasional, Surabaya.

Sosrodarsono, Suyono. dan K. Takeda , 1999.

Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya

Paramita, Jakarta.