Upload
others
View
63
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN TANJUNG BARU
STA 34+116.052 PADA PROYEK JALAN TOL
MEDAN – KUALANAMU – TEBING TINGGI SEKSI 1A
TUGAS AKHIR
Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Terapan Teknik
Oleh
M. ZAKI CHAIRUMAN
NIM : 1505131001
PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2019
iii
ABSTRAK
ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN TANJUNG BARU
STA 34+116.052 PADA PROYEK JALAN TOL
MEDAN – KUALANAMU– TEBING TINGGI SEKSI 1A
Oleh
M. ZAKI CHAIRUMAN
NIM: 1505131001
Pada pembangunan jalan tol ini terdapat jalan yang terputus akibat adanya rintangan
berupa jalan raya di bawahnya yang terletak pada STA 34+116.052. Karena adanya jalan
raya tersebut, maka dalam pembangunan jalan tol ini memerlukan jembatan sebagai
penghubung jalan tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi. Jembatan Tanjung Baru yang
telah dibangun ini merupakan jenis jembatan konstruksi beton prategang dengan panjang
jembatan 62 meter yang dihubungkan dari abutment ke abutment dan lebar 28,30 meter,
menggunakan PC-I girder sebanyak 7 buah dengan jumlah diafragma 6 buah dan span
antara balok 2,2 meter, dengan bentang dari pilar ke pilar 30,8 meter dan dari Abutment
ke pilar 15,6 meter menggunakan PC-I girder sebanyak 6 buah dengan jumlah diafragma
5 buah dan span antara balok 2,2 meter.
Tujuan pembahasan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui analisis struktur atas
dan besarnya stabilitas geser dan guling pada abutment dan pilar. Jembatan Tanjung Baru
STA 34+116.052 menggunakan sistem jembatan prategang dengan balok I girder.
Perencanaan struktur beton prategang dilakukan menurut RSNI T-12-2004. Pembebanan
pada jembatan menggunakan SNI 1725:2016 dan gempa menggunakan SNI 2833:2016
dengan periode ulang 1000 tahun.
Hasil dari analisis untuk struktur atas diperoleh tebal plat lantai 0,25 m dengan tulangan
lentur positif dan negatif D16-120 tulangan bagi D13-150, tebal plat injak 0,25 m dengan
tulangan memanjang jembatan D13-150 dan tulangan melintang D19-200, berat
diafragma di bentang 30,8 meter sebanyak 6 buah 51,72 kNm dan berat diafragma di
bentang 15,6 meter sebantak 5 buah 7,8 kNm, berat tiang sandaran 10,218 kN/m, balok
girder dengan bentang 30,8 meter yang digunakan memiliki 3 tendon dengan tendon 1
terdiri dari 18 strands dan tendon 2 terdiri dari 19 strands dan tednon 3 terdiri dari 19
strands, maka jumlah strands di 3 tendon 56 strands. sedangkan balok girder dengan
bentang 15,6 meter yang digunakan memiliki 3 tendon dengan tendon 1 terdiri dari 16
strands dan tendon 2 terdiri dari 15 strands dan tednon 3 terdiri dari 15 strands, maka
jumlah strands di 3 tendon 46 strands. Untuk struktur bawah, abutment aman terhadap
guling arah memanjang maupun melintang, namun pada combination 1 tidak aman untuk
stabilitas geser arah memanjang pada abutment, untuk stabilitas geser arah melintang
abutment aman. Sedangkan stabilitas guling arah memanjang pilar aman terhadap
combination 1-3, tidak aman untuk Combination 4. Stabilitas guling arah melintang pilar
aman terhadap combination 1-3, tidak aman untuk Combination 4. Untuk stabilitas geser
arah memanjang maupun melintang aman terhadap geser.
Kata Kunci : Jembatan Prategang, Balok I Girder
iv
ABSTRACT
CALCULATION ANALYSIS OF TANJUNG BARU BRIDGE
STA 34 + 116.052 ON TOLL ROAD PROJECTS
MEDAN - KUALANAMU - TEBING TINGGI SECTION 1A
By
M. ZAKI CHAIRUMAN
NIM: 1505131001
In the construction of this toll road there is a road that was cut off due to obstacles in the
form of a highway below it which is located at STA 34 + 116,052. Because of this
highway, the construction of this toll road requires a bridge to connect Medan -
Kualanamu - Tebing Tinggi toll road. The Tanjung Baru bridge that has been built is a
type of prestressed concrete construction bridge with a bridge length of 62 meters
connected from abutment to abutment and width of 28.30 meters, using 7 PC-I girder
with 6 diaphragms and span between beams 2, 2 meters, with span from pillar to pillar
30.8 meters and from Abutment to pillar 15.6 meters using 6 PC-I girders with 5
diaphragms and span between beams 2.2 meters.
The purpose of the discussion of this thesis is to determine the analysis of the upper
structure and the magnitude of the shear and rolling stability of the abutments and pillars.
The Tanjung Baru STA 34 + 116,052 bridge uses a prestressed bridge system with beam
I girder. The structure planning of prestressed concrete construction is carried out
according to RSNI T-12-2004. The load on the bridge uses SNI 1725: 2016 and the
earthquake uses SNI 2833: 2016 with a return period of 1000 years.
The results of the analysis for the upper structure obtained 0.25 m thick floor plate with
positive and negative flexural reinforcement D16-120 reinforcement for D13-150, tread
plate thickness 0.25 m with longitudinal reinforcement D13-150 bridge and transverse
reinforcement D19-200, the weight of the diaphragm in the span of 30.8 meters was 6
units of 51.72 kNm and the weight of the diaphragm was in the span of 15.6 meters as
much as 5 units of 7.8 kNm, the weight of the backrest pole was 10.218 kN / m, the girder
beam with a span of 30.8 meters was used have 3 tendons with the first consisting of 18
strands and the second consisting of 19 strands and the third consisting of 19 strands, then
the amount of strands in 3 tendons is 56 strands. while the girder beam with a span of
15.6 meters used has 3 tendons with the first tendon consisting of 16 strands and the
second tendon consisting of 15 strands and the third tendon consisting of 15 strands, then
the amount of strands in 3 tendons is 46 strands. For the lower structure, the abutment is
safe against rolling lengthwise or transversely, but in first combination it is not safe for
the stability of the longitudinal sliding direction of the abutment, for the stability of the
sliding direction transversely the abutment is safe. While the bolt stability of the
longitudinal direction of the pillar is safe against combination 1-3, it is not safe for
Combination 4. The cross-sectional bolster stability is safe for combination 1-3, not safe
for Combination 4. For the sliding stability of both the longitudinal and transverse
direction, it is safe against sliding.
Keywords: Prestressed Bridges, Beam I Girder
v
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR
Tugas Akhir DIPLOMA IV yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di
Perpustakaan Politeknik Negeri Medan, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan
bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKi yang berlaku di
Politeknik Negeri Medan. Referensi Kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai
dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir haruslah seizin
Direktur Politeknik Negeri Medan.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul Laporan Tugas Akhir “ANALISA PERHITUNGAN
STRUKTUR JEMBATAN TANJUNG BARU STA 34+116.052 PADA PROYEK
JALAN TOL MEDAN – KUALANAMU – TEBING TINGGI SEKSI 1A” ini
merupakan satu syarat yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan semester VIII,
Program Studi Diploma IV Teknik Perancanan Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Medan.
Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini, Penyusun menghadapi berbagai
kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka selayaknya
penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
materi;
2. Bapak M. Syahruddin, S.T., M.T., Direktur Politeknik Negeri Medan;
3. Bapak Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Medan;
4. Bapak Ir. Ependi Napitu, M.T., Kepala Program Studi D-IV TPJJ;
5. Bapak Ir. Ependi Napitu, M.T., Selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan saran dan nasihat;
6. JASA MARGA KUALANAMU TOL, Selaku Owner;
7. PT. ADHI KARYA, Selaku Penyedia Jasa Konstruksi;
8. Rekan – rekan mahasiswa Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan angkatan 2015
Politeknik Negeri Medan, Khususnya TPJJ-8B yang telah banyak membantu
dalam penyusunan laporan ini;
Penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun dan
menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Namun, penyusun menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penyusun menerima dengan terbuka segala
masukan-masukan, kritik, saran, dan pendapat yang bersifat membangun guna
memperbaiki Laporan Tugas Akhir ini.
vii
Demikian laporan ini ditulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun bagi semua pihak yang membaca laporan ini, terutama di dunia Pendidikan
dalam bidang Teknik Sipil.
Medan, September 2019
Hormat Saya Penulis,
M. Zaki Chairuman
NIM : 1505131001
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR ............................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
I.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
I.4 Manfaat Tugas Akhir ............................................................................ 4
I.5 Batasan Masalah .................................................................................. 4
I.6 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ....................................... 4
I.7 Sistematika Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
II.1 Umum .............................................................................................. 7
II.2 Jalan Tol .......................................................................................... 7
II.3 Jembatan ........................................................................................... 10
II.4 Bagian Struktur Jembatan ................................................................ 12
II.4.1 Struktur Atas (Super Structure) .............................................. 12
II.4.2 Struktur Bawah (Sub Structur) ................................................ 13
II.5 Struktur Jembatan Prategang ........................................................... 14
II.5.1 Beton Prategang ...................................................................... 14
II.5.2 Prinsip Dasar Beton Prategang ............................................... 15
ix
II.5.3 Metode Penegangan Beton Prategang ..................................... 16
II.5.4 Baja Prategang ........................................................................ 18
II.6 Analisis Perhitungan Srtuktur Atas ................................................... 19
II.6.1 Plat Lantai ............................................................................... 19
II.6.1.1 Pembebanan Plat Lantai ............................................. 19
II.6.1.2 Momen Pada Plat Lantai Kendaraan .......................... 24
II.6.1.3 Kombinasi Beban ........................................................ 24
II.6.1.4 Pembesian Plat Lantai ................................................. 28
II.6.1.5 Analisis Tegangan Geser Ponds ................................. 29
II.6.2 Balok Prategang (I Girder) ...................................................... 30
II.6.3 Gaya Prategang, Eksentrisitas, dan Jumlah Tedon ................. 34
II.6.3.1 Kondisi Awal (Saat Transfer) ..................................... 34
II.6.3.2 Kondisi Akhir ............................................................. 35
II.6.3.3 Posisi Tendon .............................................................. 36
II.6.3.4 Lintasan Tendon ......................................................... 37
II.6.4 Kehilangan Gaya Prategang .................................................... 38
II.6.4.1 Kehilangan Langsung (Immediately Loss) ................. 38
II.6.4.2 Kehilangan Tak Langsung (Time Dependent Loss) .... 39
II.7 Analisis Perhitungan Struktur Bawah ............................................... 40
II.7.1 Perhitungan Abutment ............................................................ 40
II.7.1.1 Berat Sendiri ............................................................... 40
II.7.1.2 Beban Mati Tambahan (MA) ..................................... 42
II.7.1.3 Tekanan Tanah (TA) .................................................. 43
II.7.1.4 Beban Lajur “D” (TD) ............................................... 45
II.7.1.5 Gaya Rem (TB) .......................................................... 45
II.7.1.6 Pengaruh Temperatur (ET) ........................................ 46
II.7.1.7 Beban Angin (EW) ..................................................... 46
II.7.1.8 Kontrol Stabilitas Guling pada Abutment .................. 49
II.7.1.9 Kontrol Stebilitas Geser pada Abumnet ..................... 50
II.7.2 Perhitungan Pilar ..................................................................... 50
II.7.2.1 Pembebanan pada Pilar .............................................. 51
II.7.3 Stabilitas Guling dan Geser ..................................................... 51
x
II.7.3.1 Kontrol Terhadap Guling ........................................... 51
II.7.3.2 Kontrol Terhadap Geser ............................................. 52
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 53
III.1 Lokasi Proyek ................................................................................... 53
III.2 Data Umum Proyek .......................................................................... 53
III.3 Metodologi Penelitian ....................................................................... 54
III.3.1 Tahap Persiapan ..................................................................... 56
III.3.2 Pengumpulan Data ................................................................. 56
III.3.3 Analisis Data .......................................................................... 56
III.3.3.1 Struktur Atas ........................................................... 56
III.3.3.2 Struktur Bawah ....................................................... 57
III.3.4 Kesimpulan ............................................................................ 57
BAB IV ANALISIS DATA ................................................................................. 58
IV.1 Analisis Perhitungan Struktur Atas Jembatan tanjung Baru ............. 58
IV.1.1 Plat Lantai .............................................................................. 60
IV.1.1.1 Pembeban Plat Lantai ............................................. 60
IV.1.1.2 Momen Pada Plat Lantai ......................................... 63
IV.1.1.3 Kombinsai Beban pada Plat Lantai ......................... 66
IV.1.1.4 Pembesian Plat Lantai ............................................. 70
IV.1.1.5 Kontrol Lendutan Plat Lantai Jembatan ................. 75
IV.1.1.6 Kontrol Tegangan Geser Pons ................................ 78
IV.1.2 Plat Injak ............................................................................... 80
IV.1.2.1 Plat Injak Arah Melintang Jembatan ...................... 80
IV.1.2.2 Plat Injak Arah Memanjang Jembatan ................... 84
IV.1.3 Analisis Tiang Sandaran ....................................................... 88
IV.1.4 Analisis Balok Girder Bentang 30,8 Meter .......................... 92
IV.1.5 Material Balok Girder Prategang .......................................... 94
IV.1.6 Penentuan Lebar Efektif Plat Lantai ..................................... 95
IV.1.7 Section properties Balok Girder ........................................... 96
IV.1.8 Section properties Balok Komposit (Balok Prategang +
Plat) ....................................................................................... 98
xi
IV.1.9 Pembahasan Balok Prategang ............................................... 99
IV.1.9.1 Berat Sendiri Balok Prategang (MS) ...................... 99
IV.1.9.2 Beban Mati Tambahan (MA) ................................. 101
IV.1.9.3 Beban Lajur “D” (TD) ........................................... 102
IV.1.9.4 Gaya Rem (TB) ...................................................... 103
IV.1.9.5 Beban Angin (EW) ................................................ 104
IV.1.9.6 Beban Gempa (EQ) ................................................ 105
IV.1.10 Resume Momen dan Gaya Geser pada Balok ................... 108
IV.1.11 Gaya Prategang,Eksentrisitas dan Jumlah Tendon ............ 113
IV.1.11.1 Kondisi Awal (Saat Transfer) .............................. 113
IV.1.11.2 Kondisi Akhir ..................................................... 114
IV.1.11.3 Pembesian Balok Prategang................................. 116
IV.1.11.4 Posisi Tendon ....................................................... 118
IV.1.11.5 Lintasan Inti Tendon (Cable) ............................... 120
IV.1.11.6 Sudut Angkur ....................................................... 121
IV.1.11.7 Tata Letak Trace Kabel........................................ 123
IV.1.11.8 Kehilangan Tegangan (Loss of Prestress) pada
Kabel ................................................................... 120
IV.2 Analisis Balok Girder Bentang 15,6 Meter ..................................... 128
IV.2.1 Material Balok Girder Prategang .......................................... 129
IV.2.2 Pernentuan lebar Efektif Plat Lantai ..................................... 131
IV.2.3 Section Properties Balok Girder ........................................... 132
IV.2.4 Section Properties Balok Komposit (Balok Prategang +
Plat) ...................................................................................... 134
IV.2.5 Pembebanan Balok Prategang .............................................. 135
IV.2.5.1 Berat Sendiri Balok Prategang (MS) ..................... 135
IV.2.5.2 Berat Mati Tambahan (MA) .................................. 137
IV.2.5.3 Beban Lajur “D” (TD) ........................................... 138
IV.2.5.4 Gaya Rem (TB) ...................................................... 139
IV.2.5.5 Beban Angin (EW) ................................................ 140
IV.2.5.6 Beban Gempa (EQ) ................................................ 141
IV.2.6 Resume Momen dan Gaya Geser pada Balok ...................... 149
xii
IV.2.7 Gaya Prategang, Eksentrisitas dan Jumlah Tendon .............. 149
IV.2.7.1 Kondisi Awal (Saat transfer) ................................. 146
IV.2.7.2 Kondisi Akhir ........................................................ 150
IV.2.7.3 Pembesian Balok Prategang................................... 152
IV.2.7.4 Posisi Tendon ......................................................... 153
IV.2.7.5 Lintasan Inti Tendon (Cable) ................................. 155
IV.2.7.6 Sudut Angkur ......................................................... 156
IV.2.7.7 Tata Letak dan Trace Kabel ................................... 157
IV.2.7.8 Kehilangan Tegangan (Loss Of Prestress) pada
Kabel ...................................................................... 158
IV.3 Analisis Perhitungan Struktur Bawah Jembatan Tanjung Baru....... 163
IV.3.1 Analisis Abutment pada jembatan Tanjung Baru ................. 163
IV.3.1.1 Analisis Beban Kerja Abutment Jembatan
Tanjung Baru ......................................................... 165
IV.3.2 Analisis Pilar pada Jembatan Tanjung Baru ......................... 186
IV.3.2.1 Analisis Beban Kerja Pilar ..................................... 187
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 206
V.1. Simpulan ........................................................................................... 206
V.2. Saran .................................................................................................. 207
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 208
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Dimensi Ruang Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol ................... 9
Tabel. II.2 Jenis Tulangan Prategang .................................................................. 18
Tabel. II.3 Berat Jenis Bahan .............................................................................. 20
Tabel. II.4 Faktor Beban untuk Berat Sendiri .................................................... 20
Tabel. II.5 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan ...................................... 21
Tabel. II.6 Faktor Akibat Pemebebanan Truk “T” .............................................. 22
Tabel. II.7 Komponen Beban Angin yang Bekerja pada Kendaraan .................. 23
Tabel. II.8 Temperatur Jembatan Rata – Rata Nominal ...................................... 24
Tabel. II.9 Kombinasi Beban Umum untuk Keadaan Layan dan Ultimit ........... 27
Tabel. II.10 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D” ............................................... 32
Tabel. II.11 Faktor Koefisien Susut ....................................................................... 40
Tabel. IV.1 Data Geometri Jembatan Tanjung Baru ............................................. 58
Tabel. IV.2 Berat jenis Bahan ............................................................................... 59
Tabel. IV.3 Beban Mati Tambahan pada Plat Lantai ............................................ 60
Tabel. IV.4 Rekapitulasi Kombinsi Momen pada Plat Lanti ................................ 66
Tabel. IV.5 Kombinasi Beban dan Faktor Beban Berdasarkan SNI 1726:2016 .. 67
Tabel. IV.6 Faktor Kombinasi Pembebanan ......................................................... 68
Tabel. IV7 Momen Lapangan Terfaktor .............................................................. 68
Tabel. IV.8 Momen Tumpuan Terfaktor ............................................................... 69
Tabel. IV.9 Data Jembatan Tanjung Baru ............................................................. 92
Tabel. IV.10 Berat Isi .............................................................................................. 93
Tabel. IV.11 Dimensi Balok Prategang .................................................................. 93
Tabel. IV.12 Dimensi Balok Prategang .................................................................. 97
Tabel. IV.13 Section Properties Balok Komposit .................................................. 98
Tabel. IV.14 Berat Sendiri Struktur Atas .............................................................. 101
Tabel. IV.15 Beban Mati Tambahan ..................................................................... 101
Tabel. IV.16 Resume Momen dan Gaya pada Balok Prategang ........................... 108
Tabel. IV.17 Persamaan Momen dan Gaya Geser pada Balok Girder .................. 108
Tabel. IV.18 Momen pada Balok Girder .............................................................. 109
Tabel. IV.19 Gaya Geser pada Balok Girder ........................................................ 110
xiv
Tabel. IV.20 Momenn Statis tendon ..................................................................... 119
Tabel. IV.21 Momen Statis Tendon ...................................................................... 119
Tabel. IV.22 Lintasan Inti Tendon ........................................................................ 120
Tabel. IV.23 Sudut Angkur Masing – Masing Tendon ......................................... 121
Tabel. IV.24 Trase Kabel ...................................................................................... 122
Tabel. IV.25 Data Jembatan Tanjung Baru ........................................................... 128
Tabel. IV.26 Berat Isi ........................................................................................... 128
Tabel. IV.27 Dimensi Balok Prategang ................................................................ 129
Tabel. IV.28 Dimensi Balok Prategang ................................................................ 133
Tabel. IV.29 Section Properties Balok Prategang ................................................ 134
Tabel. IV.30 Berat Sendiri Struktur Atas .............................................................. 137
Tabel. IV.31 Bebana Mati Tambahan ................................................................... 137
Tabel. IV.32 Resume Momen dan Gaya pada Balok Prategang ........................... 144
Tabel. IV.33 Persamaan Momen dan Gaya Geser pada Balok Girder .................. 144
Tabel. IV.34 Momen pada Balok Girder .............................................................. 145
Tabel. IV.35 Gaya Geser pada Balok Girder ........................................................ 145
Tabel. IV.36 Momenn Statis tendon ..................................................................... 154
Tabel. IV.37 Momen Statis Tendon ...................................................................... 155
Tabel. IV.38 Lintasan Inti Tendon ........................................................................ 156
Tabel. IV.39 Sudut Angkur Masing – Masing Tendon ......................................... 157
Tabel. IV.40 Trase Kabel ...................................................................................... 157
Tabel. IV.41 Data Struktur Atas ........................................................................... 163
Tabel. IV.42 Data Tanah dan Abutment ............................................................... 164
Tabel. IV.43 Berat Sendiri Struktur Atas pada Abutment ..................................... 165
Tabel. IV.44 Berat Sendiri Struktur Bawah .......................................................... 166
Tabel. IV.45 Berat Total Akibat Berat Sendiri .................................................... 166
Tabel. IV.46 Beban Mati Tambahan pada Abutment ............................................ 167
Tabel. IV.47 Distribusi Beban Gempa pada Abutment ......................................... 175
Tabel. IV.48 Rekapitulasi Beban yang Bekerja pada Abutment ........................... 178
Tabel. IV.49 Rekp Kombinasi Beban Untuk Perencanaan Tegangan Kerja pada
Abutment .......................................................................................... 181
Tabel. IV.50 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah X .................................... 183
xv
Tabel. IV.51 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah Y .................................... 184
Tabel. IV.52 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah X ...................................... 185
Tabel. IV.53 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah Y ...................................... 186
Tabel. IV.54 Berat Sendiri Struktur Atas pada Pilar ............................................. 187
Tabel. IV.55 Berat Sendiri Pierhead ..................................................................... 188
Tabel. IV.56 Akibat Titik Berat pada Pierhead ................................................... 189
Tabel. IV.57 Akibat Titik Berat pada Kolom Pierhead ........................................ 190
Tabel. IV.58 Berat Sendiri Pilecap ....................................................................... 190
Tabel. IV.59 Akibat Titik Berat pada Pilecap ...................................................... 190
Tabel. IV.60 Beban Mati Tambahan pada Pilar .................................................... 191
Tabel. IV.61 Koefisiean Geser Dasar Untuk tanah ............................................... 198
Tabel. IV.62 Rekapitulasi Beban yang Bekerja pada Pilar ................................... 199
Tabel. IV.63 Rekap Kombinasi beban untuk Perencanaan tegangan Kerja
pada Pilar ......................................................................................... 201
Tabel. IV.64 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah X .................................... 203
Tabel. IV.65 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah Y .................................... 203
Tabel. IV.66 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah X ...................................... 204
Tabel. IV.67 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah Y ...................................... 205
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar. II.1 Tipe – Tipe Jembatan .................................................................... 10
Gambar. II.2 Potongan Memanjang Jembatan Tanjung Baru STA 34+127.351 12
Gambar. II.3 Struktur Bangunan Atas ................................................................ 13
Gambar. II.4 (a) Penampang Balok ; (b) Distribusi Tegangan Serat Pada Balok
Persegi Panjan ............................................................................... 15
Gambar. II.5 Metode Pratarik ............................................................................. 17
Gambar. II.6 Metode Pasce – Tarik .................................................................... 17
Gambar. II.7 Jenis Baja Tendon ......................................................................... 18
Gambar. II.8 Pembebanan Truk “T” (500 KN) .................................................. 22
Gambar. II.9 Beban Garis Mendatar Pada Bidang Samping Kendaraan ........... 23
Gambar. II.10 Bidang Geser Pons pada Lantai ................................................... 29
Gambar. II.11 Berat Sendiri pada Balok Prategang (I girder) .............................. 30
Gambar. II.12 Beban Lajur “D” .......................................................................... 32
Gambar. II.13 Gambar Beban Lajur (TD) ............................................................ 32
Gambar. II.14 Gambar Beban Angin pada Balok Prategang................................ 33
Gambar. II.15 Tahap Saat Transfer (Kondisi Awal) ............................................ 35
Gambar. II.16 Posisi Tendon di Tengah Bentang dan Tumpuan ......................... 37
Gambar. II.17 Lintasan Isi Tendon ....................................................................... 37
Gambar. II.18 Berat Sendiri Abutment akibat Struktur Atas ................................ 41
Gambar. II.19 Berat Sendiri Abutment dan Wingg Wall ...................................... 42
Gambar. II.20 Beban Mati Tambahan Abutment ................................................. 43
Gambar. II.21 Tekanan Tanah (TA) ..................................................................... 44
Gambar. II.22 Gaya Rem Abutment (TTB) ............................................................ 45
Gambar. II.23 Gaya Akibat Temperatur pada Abutment .................................... 46
Gambar. II.24 Beban Angin Pada Samping Jembatan ........................................ 47
Gambar. II.25 Transfer Beban Angin ke Lantai Jemabatan ................................ 48
Gambar. II.26 Jenis – Jenis Pangkal Jembatan .................................................... 51
Gambar. III.1 Lay Out Proyek Jalan Tol Medan – Kualanamu -Tebing Tinggi.. 53
Gambar. III.2 Bagan Alir Penelitian Tugas Akhir ............................................... 55
Gambar. IV.1 Dimensi Jembatan Arah Melintang ............................................... 58
Gambar. IV.2 Beban Garis Mendatar (TEW) pada Bidang Samping Kendaraan 61
xvii
Gambar. IV.3 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Berat Sendiri .......................... 63
Gambar. IV.4 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Mati Tambahan .......... 63
Gambar. IV.5 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Truk ............................ 64
Gambar. IV.6 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Angin .......................... 65
Gambar. IV.7 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Temperatur ................. 65
Gambar. IV.8 Bidang Geser Pons pada Lantai .................................................... 78
Gambar. IV.9 Pembesian Plat Lantai ................................................................... 79
Gambar. IV.10 Pembeban Plat Injak Arah Melintang ........................................... 80
Gambar. IV.11 Pembeban Plat Injak Arah Memanjang ........................................ 84
Gambar. IV.12 Pembesian Plat Injak ..................................................................... 87
Gambar. IV.13 Detail Tiang Sandaran ................................................................... 88
Gambar. IV.14 Beban Horizontal pada Tiang Sandaran ........................................ 80
Gambar. IV.15 Potongan Melintang Bentang 30,8 meter ...................................... 92
Gambar. IV.16 Dimensi Balok Girder Prategang .................................................. 93
Gambar. IV.17 Lebar efektif Plat Lantai................................................................ 95
Gambar. IV.18 Dimensi Lebar Efektif Plat Lantai ................................................ 96
Gambar. IV.19 Letak Titik Berat Balok Girder ..................................................... 96
Gambar. IV.20 Letak Titik Berat Balok Komposit ................................................ 98
Gambar. IV.21 Beban Rem (TB) ......................................................................... 103
Gambar. IV.22 Beban Angin (EW) ...................................................................... 104
Gambar. IV.23 Diagram Momen (Bending Moment Diagram) Balok
Prategang ..................................................................................... 111
Gambar. IV.24 Diagram Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Balok
Prategang ..................................................................................... 112
Gambar. IV.25 Pembagian Penulangan Balok Prategang .................................... 116
Gambar. IV.26 Posisi Tendon di tumpuan dan di Tengah Bentang ..................... 119
Gambar. IV.27 Lintasan Masing – Masing Tendon ............................................. 122
Gambar. IV.28 Potongan Melintang Bentang 15,6 meter .................................... 128
Gambar. IV.29 Dimensi Balok Girder Prategang ................................................ 129
Gambar. IV.30 Lebar efektif Plat Lantai.............................................................. 131
Gambar. IV.31 Dimensi Lebar Efektif Plat Lantai .............................................. 132
Gambar. IV.32 Letak Titik Berat Balok Girder ................................................... 132
xviii
Gambar. IV.33 Letak Titik Berat Balok Komposit .............................................. 134
Gambar. IV.34 Beban Rem (TB) ......................................................................... 139
Gambar. IV.35 Beban Angin (EW) ...................................................................... 140
Gambar. IV.36 Diagram Momen (Bending Moment Diagram) Balok
Prategang ..................................................................................... 147
Gambar. IV.37 Diagram Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Balok
Prategang ..................................................................................... 148
Gambar. IV.38 Posisi Tendon di tumpuan dan di Tengah Bentang ..................... 155
Gambar. IV.39 Lintasan Masing – Masing Tendon ............................................. 158
Gambar. IV.40 Dimensi Jembatan Arah Melintang ............................................. 163
Gambar. IV.41 Dimensi Abutment Jembatan Tanjung Baru ................................ 164
Gambar. IV.42 Tekanan Tanah Pada Abutment .................................................. 168
Gambar. IV.43 Gaya Rem pada Abutment ........................................................... 170
Gambar. IV.44 Pengaruh Temperatur pada Abutment ......................................... 171
Gambar. IV.45 Beban Angin yang Meniup Samping jembatan .......................... 172
Gambar. IV.46 Transfer Beban Angin Ke Lantai Jembatan ................................ 173
Gambar. IV.47 Gesekan pad Perletakan Abutment .............................................. 177
Gambar. IV.48 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Jembatan ...... 182
Gambar. IV.49 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Melintang Jembatan ......... 183
Gambar. IV.50 Gaya Geser Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Jembatan.......... 184
Gambar. IV.51 Gaya Geser Aksi dan Reaksi Arah Melintang Jembatan ............ 185
Gambar. IV.52 Pembebanan pada Pilar P2A ....................................................... 186
Gambar. IV.53 Berat Sendiri pada Pilat P2A ...................................................... 187
Gambar. IV.54 Berat Sendiri pada Pierhead P2A .............................................. 188
Gambar. IV.55 Jarak Titik Berat pada Pierhead P2A ke A ................................. 189
Gambar. IV.56 Berat Sendiri Kolom pada Pierhead P2A ................................... 189
Gambar. IV.57 Berat Sendiri Pilecap pada Pierhead P2A .................................. 190
Gambar. IV.58 Beban Mati Tambahan Total ....................................................... 192
Gambar. IV.59 Beban Lajur pada Pilar ................................................................ 193
Gambar. IV.60 Gaya Rem pada Pilar ................................................................... 194
Gambar. IV.61 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Pilar .............. 202
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 As Built Drawing Struktur Jembatan Up Tanjung Baru STA
34+116.052
Lampiran 2 Lembar Asistensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sarana transportasi merupakan hal penentu perkembangan ekonomi suatu
Negara. Transportasi darat umumnya menjadi salah satu sarana yang digunakan untuk
melintasi antar kota dan daerah di dalam suatu negara. Salah satu prasarana untuk
transportasi darat adalah jalan. Beberapa jalan dibangun agar memperlancar akses
transportasi darat ke beberapa kota maupun provinsi. Namun seiring berkembangnya
zaman, volume kendaraan makin bertambah sehingga ruas jalan tidak dapat menampung
kendaraan yang ada. Beberapa solusi yang dilakukan pemerintah berupa penambahan
jalan untuk menanggulangi kemacetan. Salah satunya yaitu pembangunan jalan tol
Menurut PP Nomor 8 tahun 1990, jalan tol berperan untuk melayani jasa distribusi utama
yang mempunyai spesifikasi bebas hambatan agar dicapai tingkat efisiensi yang
maksimal dalam penggunaan sumber daya dan sebagai pemacu pengembangan wilayah
untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah sehingga dengan dibangunnya jalan tol
dapat meningkatkan pengembangan wilayah dan menyelesaikan masalah-masalah yang
ada.
Pokok yang terpenting pada jalan tol adalah jembatan sebagai sarana transportasi
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana
fungsi jembatan adalah menghubungkan rute/lintasan transportasi yang terpisah baik oleh
sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api dan perlintasan lainnya.
Pada mulanya jembatan hanya dipakai untuk menghubungkan dua tempat
terpisah dengan jarak yang relatif pendek. Seiring dengan perkembangannya, jembatan
dapat dipakai untuk menghubungkan tempat terpisah pada jarak yang berjauhan bahkan
sampai menyeberangi laut. Dengan semakin meningkatnya teknologi dan fasilitas
pendukung seperti komputer, bentangan bukan merupakan kendala lagi.
Dari segi perkonomian, jembatan dapat mengurangi biaya transportasi. Dan dari
segi efisiensi waktu, dengan adanya jembatan dapat mempersingkat waktu tempuh pada
perjalanan darat yang saling terpisah. Jembatan juga dapat meningkatkan daerah
tertinggal untuk dapat lebih berhubungan dengan daerah lain dengan mudah.
2
Pengembangan jembatan pada jalan tol dilakukan dengan tujuan
menghubungkan jalan yang dibatasi kondisi alam berupa sungai, lembah curam, dan jalan
lain yang melintang. Perkembangan teknologi transportasi saat ini terutama jembatan
meningkat seiring dengan perubahan waktu. Perencanaan jembatan harus memperhatikan
beberapa aspek seperti arus lalu lintas, hidrologi, kondisi tanah, struktur bangunan
jembatan dan aspek pendukung lainnya. Suatu jembatan harus direncanakan agar dapat
menahan beban seperti beban angin, beban gempa, beban lalu lintas dan beban lain yang
ada pada jembatan. Suatu jembatan terdiri dari 3 bagian utama yaitu pondasi, bangunan
bawah, dan bangunan atas. Bagian terpenting dalam suatu jembatan adalah pondasi dan
bangunan bawah. Bangunan bawah ini terdiri dari struktur utama berupa pilar dan
pangkal jembatan (Abutment).
Jalan Tol Tebing Tinggi berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bina Marga No:
UM.0103.-Dp / 224 tanggal 15 April 2004 perihal : Penetapan Rute Jalan Tol Medan –
Kualanamu – Tebing Tinggi, maka Pemerintah Tingkat I Sumatera yang tertuang didalam
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No 6 tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Provinsi Sumatera Utara tahun 2005. Rencana kegiatan pembangunan
jalan tol merupakan bagian usaha pemenuhan peningkatan kebutuhan akan prasarana
jalan raya sehingga diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang timbul pada ruas
jalan utama.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, PT Jasamarga Kualanamu Tol sebagai
penyelenggara Jalan Tol, melaksanakan pembangunan jalan tol Medan – Kualanamu –
Tebing Tinggi dibagi dalam 7 seksi. Seksi 1 dan 2 yang menghubungkan Jalan Tol
Belmera disekitar gerbang Tol Tanjung Morawa ke Kualanamu dikerjakan oleh
Pemerintah, Seksi 3 sampai dengan 7 dilaksanakan oleh BUJT PT Jasamarga Kualanamu
Tol pada tahun 2015.
Pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A
dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan nomor
kontrak 001/KONTRAK -- DIR/JMKT/2017 pada tanggal 30 Januari 2017.
Pelaksanaan pembangunan Jalan Tol ini dimulai sejak diterbitkannya Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) dengan nomor 060/JMKT/II/2017 pada tanggal 16 Februari 2017
dan dengan waktu pelaksanaan 330 hari kalender.
3
Pada pembangunan jalan tol ini terdapat jalan yang terputus akibat adanya
rintangan berupa jalan raya di bawahnya yang terletak pada STA 34+116.052. Karena
adanya jalan raya tersebut, maka dalam pembangunan jalan tol ini memerlukan jembatan
sebagai penghubung jalan tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi. Jembatan Tanjung
Baru yang telah dibangun ini merupakan jenis jembatan konstruksi beton prategang
dengan panjang jembatan 62 meter yang dihubungkan dari abutment ke abutment dan
lebar 28,30 meter, menggunakan PC-I girder sebanyak 7 buah dengan jumlah diafragma
6 buah dan span antara balok 2,2 meter, dengan bentang dari pilar ke pilar 30,8 meter
dan dari Abutment ke pilar 15,6 meter menggunakan PC-I girder sebanyak 6 buah dengan
jumlah diafragma 5 buah dan span antara balok 2,2 meter.
Dengan melakukan perhitungan konstruksi kita dapat mengetahui kemampuan
dari bangunan itu sendiri apakah mampu memikul beban yang ditanggungnya. Maka pada
penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengangkat judul “Analisa Perhitungan Struktur
Jembatan Tanjung Baru STA 34+116.052 Pada Proyek Jalan Tol Medan –
Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A”
I.2 Rumusan Masalah
Dengan berdasarkan latar belakang di atas maka didapat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana analisa struktur atas Jembatan Tanjung Baru STA 34+116.052 pada
Poyek Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A?
2. Bagaimana perhitungan stabilitas abutmen dan pilar pada struktur bawah
Jembatan Tanjung Baru STA 34+116.052 pada Poyek Jalan Tol Medan –
Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A?
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pembahasan Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui analisa struktur atas Jembatan Tanjung Baru STA
34+116.052 pada Poyek Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi
1A?
2. Untuk dapat mengetahui besarnya stabilitas abutmen dan pilar pada struktur
bawah Jembatan Tanjung Baru STA 34+116.052 pada Poyek Jalan Tol Medan –
Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A?
4
I.4 Manfaat Tugas Akhir
Laporan tugas akhir ini diharapkan memliki manfaat:
1. Bagi mahasiswa atau pembaca untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan
baru dalam menganalisa struktur jembatan dengan balok girder prategang
sebagai usaha pengaplikasian dari ilmu sipil yang diperoleh selama perkuliahan;
2. Secara umum memberikan gambaran bagaimana pekerjaan seorang teknik sipil
tentang bagaimana cara menganalisa struktur jembatan prategang;
3. Penulis sendiri untuk menambah pengetahuan dan pengalaman agar mampu
melaksanakan kegiatan yang sama kelak setelah bekerja atau terjun ke lapangan.
I.5 Batasan Masalah
Penulisan Tugas Akhir ini agar dapat terarah dan dilakukan secara efektif perlu
dibuat batasan. Adapun batasan masalah dari penelitian ini sebagi berikut:
1. Analisa Perhitungan struktur bangunan atas yang meliputi Plat lantai kendaraan,
Plat injak, diafragma, tiang sandaran dan balok girder;
2. Perhitungan struktur bangunan bawah yang meliputi abutment dan pilar sampai
besarnya stabilitas guling dan stabilitas geser;
3. Standar yang digunakan pada analisis perhitungan mengacu pada:
- RSNI T-12-2004 : Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan;
- SNI 1725:2016 : Standar Pembebanan Untuk Jembatan;
- SNI 2833:2016 : Standar Pembebanan Gempa;
- BMS (Bridge Management System) 1993.
I.6 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Adapun tahapan atau metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah
dimulai dengan penyajian data-data perencanaan dan gambar yang dilanjutkan dengan
menganalisis data dalam bentuk perhitungan. Kemudian hasil analisis akan dibandingan
kembali dengan hasil perencanaan dilapangan.
Berikut merupakan standar prosedur agar terwujudnya Tugas Akhir ini, yaitu
dengan cara:
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Mengadakan Studi Pendahuluan;
b. Mengadakan Studi Kepustakaan;
5
c. Melakukan pengumpulan data dari instasi yang terkait tentang Jembatan
Tanjung Baru pada Proyek Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi
Seksi 1A, yaitu JMKT (Jasamarga Kualanamu Tol);
d. Observasi di lokasi proyek.
2. Teknik Pengolahan Data
a. Hasil pengamatan langsung di lapangan;
b. Melakukan diskusi kepada orang yang berkompeten di lokasi proyek dan
dosen pembimbing;
c. Melakukan asistensi atau perbaikan dari bab 1 ke bab 2 dan bab selanjutnya
yang diarahkan oleh dosen pembimbing;
d. Melakukan analisis dan perhitungan dari masalah yang dibahas pada struktur
bawah jembatan Tanjung Baru.
I.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematik penulisanTugas Akhir yang akan dilakukan ini
terdiri dari lima bab yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Analisa
dan Perhitungan Struktur, dan Penutup dengan sistematika sebagai berikut:
1) BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan tentang informasi secara umum dari Tugas Akhir ini
yang berkenaan dengan latar belakang masalah, permasalahan, tujuan, manfaat
Tugas Akhir, batasan-batasan dalam permasalahan, teknik pengumpulan dan
penguoalah data serta sistematika penulisan.
2) BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori serta beberapa definisi dari studi literatur yang
dijadikan sebagai dasar dalam analisis dan pembahasan masalah yang
berhubungan dalam penulisan ini.
3) BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang tahapan kegiatan Tugas Akhir yang dimulai dari
tahapan persiapan, pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan perhitungan
struktur serta perumusan kesimpulan dan saran yang akan diberikan.
6
4) BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN STRUKTUR
Bab ini berisikan tentang analisa dan perhitugan struktur dari data yang sudah
diperoleh sesuai dengan permasalahan yang ditentukan
5) BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dengan memberikan hasil keluaran
Tugas Akhir yang dapat dijadikan bahan pertimbangan serta saran yang dapat
ditindaklanjuti terhadap hasil keluaran Tugas Akhir ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang
sungai, saluran air, lembah atau menyilang jalan lainnya yang tidak sama tinggi
permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas
dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-
arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika.
Jembatan Tanjung Baru adalah jembatan yang dibangun untuk menghubungkan
jalan tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi untuk menghindari daerah/kawasan yang
selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, jembatan Tanjung Baru pada
umumnya sama dengan Jembatan lainnya yang terdiri dari dua struktur yaitu struktur atas
dan struktur bawah.
Secara umum konstruksi jembatan dibagai menjadi bagian utama, yaitu:
1. Struktur atas (superstructure);
2. Struktur bawah (substructure).
Struktur atas merupakan bangunan atas jembatan yang berfungsi untuk memikul
beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan seperti orang, kendaraan, berat sendiri dan
beban lainnya yang kemudian disalurkan pada struktur bawah jembatan. Struktur atas
jembatan umumnya terdiri dari trotoar, railing, lapis perkerasan, slab lantai kendaraan,
gelagar, dan balok diafragma. Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban
struktur atas dan beban lain yang ditimbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
gesekan pada tumpuan dsb. Untuk kemudian disalurkan ke pondasi yang selanjutnya
beban tersebut disalurkan oleh pondasi ke tanah dasar.
II.2 Jalan Tol
Jalan tol (freeway) adalah fasilitas jalan raya yang mempunyai dua lajur atau lebih
di setiap arah agar lalu-lintas berlangsung secara eksklusif, dengan pengendalian penuh
atas akses dan egres. Dalam tingkatan jalan raya, jalan tol adalah satu-satunya fasilitas
yang menyediakan arus bebas-hambatan yang sempurna. Menurut Peraturan No.7 tahun
8
2009 Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga, bagian-bagian jalan tol secara
umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan.
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur
pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan,
galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan.
Ruang manfaat jalan bebas hambatan untuk jalan tol harus mempunyai lebar dan
tinggi ruang bebas serta kedalaman sebagai berikut:
a) lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas bahu jalan;
b) tinggi ruang bebas minimal 5 (lima) meter di atas permukaan jalur lalu lintas
tertinggi;
c) kedalaman ruang bebas minimal 1,50 meter di bawah permukaan jalur lalu
lintas terendah.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Ruang milik jalan diperuntukkan bagian ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan
maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol. Ruang milik jalan bebas
hambatan untuk jalan tol harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) lebar dan tinggi ruang bebas ruang milik jalan minimal sama dengan lebar
dan tinggi ruang bebas ruang manfaat jalan;
b) lahan ruang milik jalan harus dipersiapkan untuk dapat menampung minimal
2 x 3 lajur lalu lintas terpisah dengan lebar ruang milik jalan minimal 40 meter
di daerah antarkota dan 30 meter di daerah perkotaan;
c) lahan pada ruang milik jalan diberi patok tanda batas sekurang-kurangnya
satu patok setiap jarak 100 meter dan satu patok pada setiap sudut serta diberi
pagar pengaman untuk setiap sisi;
d) Pada kondisi jalan tol layang, perlu diperhatikan ruang milik jalan di bawah
jalan tol.
3. Ruang Pengawasan Jalan
Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas hambatan
untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah perkotaan dan 75 meter untuk
daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Jalan ditetapkan keberadaannya dalam
9
suatu ruang yang telah didefinisikan di atas. Ruang-ruang tersebut dipersiapakan
untuk menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan
disamping keutuhan konstruksi jalan. Dimensi ruang yang minimum untuk
menjamin keselamatan pengguna jalan diatur sesuai dengan jenis prasarana dan
fungsinya. Standar ukuran dimensi minimum dari Rumaja, Rumija, dan Ruwasja
jalan bebas hambatan untuk jalan tol dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II.1 Dimensi Ruang Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol
Bagian –
Bagian Jalan
Kompnen
Geometri Dimensi minimum (m)
Jalan Tol
Antar Kota Perkotaan
RUMAJA
Lebar Badan
Jalan 30 22
Tinggi 5 5
Kedalaman 1,5 2,5
Jalan Tol
Antar Kota Perkotaan
Layang/
Terowongan
RUMIJA Lebar 40 30 20
Jalan Tol
Antar Kota Perkotaan
Layang/
Terowongan
RUWASJA Lebar 75 40 100
Sumber : Peraturan Departemen Pekerjaan Umum No. 7 tahun 2009
Tipikal dari Ruang manfaat jalan pada jalan tol mencakup seluruh fasilitas
yang dibangun pada jalan tol. Bagian-bagian yang mencakup Rumaja antara lain drainase,
lampu penerang jalan, telepon darurat, rel pengaman dan reflektor, patok sta dan rambu.
Sementara itu, wilayah Rumija berada diluar Rumaja dan dibatasi oleh pagar Rumija.
Berikut detail tipikal Rumaja, Rumija dan Ruwasja pada jalan tol.
Pada jalan tol layang pembagian wilayah untuk Rumaja, Rumija dan
Ruwasja diatur dalam peraturan Departemen Pekerjaan Umum. Wilayah Rumaja pada
10
jalan tol layang diantaranya bahu dalam dan luar jalan, lajur lalu lintas, lampu jalan dan
trotoar. Sementara itu wilayah Rumija hanya sebatas pagar/railing dan reflektor.
II.3 Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,
alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak
sebidang, dan lain sebagainya. Namun Pemilihan bentuk dan jenis jembatan sangat
dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung
medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di
daerah dengan kata lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis. Jenis
jembatan sendiri dapat dibedakan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe
strukturnya. Selain menjadi penghubung, jembatan juga dijadikan icon suatu kota.
Klasifikasi tipe struktur jembatan secara umum ada 6 tipe sebagai berikut.
• Jembatan Gelagar
• Jembatan Pelengkung
• Jembatan rangka
• Jembatan Portal
• Jembatan Gantung
• Jembatan Kabel
Gambar II.1 Tipe-tipe Jembatan
Penentuan bentuk struktur jembatan ada di tahap perencanaan.Perencanaan
jembatan harus sesuai peraturan yang berlaku. Berdasarkan perkembangan teknologi saat
ini, peraturan perencanaan yang dapat digunakan perencana adalah peraturan
perencanaan jembatan dari BMS 1993, SNI T-12-2004, SNI 1725:2016, dan SNI
1975:2016. Bagian- bagian utama jembatan adalah sebagai berikut:
1. Fondasi Jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistemnya, fondasi dibedakan menjadi beberapa macam : fondasi
telapak (spread footing), Fondasi Sumuran (caisson), Fondasi tiang (pile
foundation);
11
2. Struktur Bawah jembatan berfungsi menerima/memikul beban-beban yang
diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Bangunan
bawah terdiri dari pilar, kepala pilar (pier head), tubuh pilar (pier), tumpuan
(bearing);
3. Struktur Atas jembatan berfungsi menampung beban-beban yang ditimbulkan
oleh lalu lintas kemudian menyalurkan ke bangunan bawah. Bangunan atas
terdiri dari pelat, Box Girder, I Girder, T Girder, U Girder,bangunan pengaman
(Railing).
Pada perencanaan konstruksi jembatan diperlukan data-data yang digunakan
sebagai dasar perencanaan. Survey perlu dilaksanakan dengan cermat sehingga akan
diperoleh data yang akurat. Adapun data-data yang diperlukan dalam perencanaan
konstruksi jembatan antara lain :
a. Data tanah setempat dimana jembatan akan dibangun. Hal ini penting untuk
menentukan tipe pondasi yang akan digunakan;
b. Data banjir sungai, guna mengetahui tinggi muka air banjir yang akan digunakan
untuk menentukan lantai jembatan. Sedangkan kecepatan aliransungai dan debit
banjir digunakan sebagai dasar untuk merencanakan konstruksi pilar jembatan;
c. Data tentang kepadatan lalu lintas serta tekanan gandar yang direncanakan akan
melewatinya;
d. Data topografi untuk memperoleh karakteristik topografi daerah perencanaan.
Menurut RSNI T-12-2004, Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur
yang memberikan jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang
dapat diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan.
Perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom beton bertulang sebagai komponen struktur
jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan aksial, geser dan puntir,
harus didasarkan pada cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor
(PBKT). Untuk perencanaan komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu
pembatasan tegangan kerja, seperti untuk perencanaan terhadap lentur dari komponen
struktur beton prategang penuh, atau komponen struktur lain sesuai kebutuhan perilaku
deformasinya, atau sebagai cara perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan
berdasarkan Batas Layan (PBL). Di samping itu, perencanaan harus memperhatikan
12
faktor integriti komponen-komponen struktur maupun keseluruhan jembatan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Kontinuitas dan redundansi;
2. Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang terjamin
terhadap kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang direncanakan;
3. Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang tidak
direncanakan atau beban berlebih.
Gambar II.2 Potongan Memanjang Jembatan Tanjung Baru STA 34+127.351
Sumber : As Bulit Drawing Pembangunan Jalan Tol MKTT Seksi 1A
II.4 Bagian Struktur Jembatan
Struktur jembatan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian atas (super
structure) dan bagian bawah (sub – structure). Berikut akan dijelaskan pembagian
masing – masing elemen jembatan.
II.4.1 Struktur Atas (Super Structure)
Struktur atas merupakan bagian dari struktur yang secara langsung menahan
beban lalu lintas untuk selanjutnya disalurkan ke bangunan bawah. Beban yang dimaksud
meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan,
gaya rem, beban pejalan kaki,dll. Struktur over pass pra- tegang umumnya meliputi:
1. Sandaran;
2. Trotoar;
3. Plat lantai jembatan;
4. Plat injak;
5. Balok girder prategang;
6. Diafragma.
13
Gambar II.3 Struktur Bangunan Atas
Sumber : As Bulit Drawing Pembangunan Jalan Tol MKTT Seksi 1A
II.4.2 Struktur Bawah (Sub Structure)
Struktur bawah berfungsi memikul seluruh beban pada bangunan atas dan beban
lain yang ditimbilkan oleh tekanan tanah, aliran air, tumbukan, gesekan pada tumpuan,
dan sebagainya serta pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Yang
selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. Bagian dari struktur
bawah over pass adalah sebagai berikut:
1. Pangkal jembatan (Abutment)
Abutment merupakan struktur penahan tanah yang mendukung bangunan atas
pada bagian ujung-ujung suatu jembatan. Abutment berfungsi juga sebagai
penahan tanah. Bagian-bagian Abutment yaitu:
• Dinding belakang (Back wall);
• Dinding penahan (Breast wall);
• Dinding sayap (Wing wall);
• Oprit, plat injak (Approach slab);
• Konsol pendek untuk jacking (Corbel);
• Tumpuan (Bearing).
2. Pilar jembatan (Pier)
Pilar merupakan struktur yang mendukung bangunan atas pada pertengahan
antara dua Abutment. Pilar digunakan jika bentang jembatan terlalu panjang.
Seperti halnya Abutment, pilar juga dapat didesain dalam berbagai ukuran dan
bentuk. Desain pilar perlu memperhatikan aspek estetika karena sangat
14
mempengaruhi keindahan tampak jembatan. Selain bangunan Abutment dan
pilar jembatan juga memiliki bangunan pelengkap, seperti:
• Kepala pilar (Pier Head);
• Pilar (Pier), yang berupa dinding, kolom, atau portal;
• Konsol pendek untuk jacking (Corbel);
• Tumpuan (Bearing).
3. Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya yang mampu menahan
seluruh beban konstruksi. Pondasi dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
• Pondasi dangkal, seperti : pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi
rakit;
• Pondasi dalam, seperti : tiang pancang (beton, kayu, baja, dan komposit),
sumuran.
II.5 Struktur Jembatan Prategang
Struktur jembatan prategang (Prestressed Bridge Structure) merupakan salah
satu jenis jembatan dengan kosntruksi beton pratekan yaitu beton dengan berisi kabel baja
dengan tujuan untuk memberikan tengan awal berupa tegangan tarik terhadap beton
akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik khususnya pada struktur dengan
bentang yang besar. Material yang digunakan yaitu beton dan kabel. Kabel yang dimaksud
terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong, dan angkur (angkur hidup dan angkur
mati).
II.5.1 Beton Prategang
Beton prategang adalah beton yang mengkombinasikan secara aktif antara beton
berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi. Hal ini dicapai dengan cara menarik baja (tendon)
dan menahannya ke beton, jadi membuat beton dalam keadaan tertekan, sehingga akan
dihasilkan regangan dan tegangan yang dikehendaki dengan maksud untuk mereduksi
atau menghilangkan retak-retak pada beton. Beton prategang ini menghasilkan mutu yang
lebih tinggi daripada beton bertulang. Terdapat dua macam cara pelaksanaan pemberian
15
prategangan pada beton prategang yaitu sistem pratarik (pretension) dan pascatarik
(posttension).
Keuntungan dari beton prategang merupakan komponen struktur prategang
mempunyai tinggi lebih kecil dibanding beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban
yang sama. Pada umumya tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65
sampai 80 persen dari tinggi struktur komponen beton bertulang (Edward. G. Nawy,
2001:4)
II.5.2 Prinsip Dasar Beton Prategang
Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan
internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat
beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 (tiga) konsep yang dapat di pergunakan
untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang.
Salah satu konsepnya adalah Sistem Pratekan untuk Mengubah Beton yang Getas
Menjadi Bahan yang Elastis.
Dalam buku Ir. Soetoyo Konstruksi Beton Pratekan menggambarkan dengan
memberikan tekanan terlebih dahulu (pratekan) pada bahan beton yang pada dasarnya
getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan (dengan menarik
baja mutu tinggi), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan. akibatnya tekanan
internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan
dengan gambar II.4 (a) dan (b) dibawah ini :
Gambar II.4 (a) Penampang Balok ; (b) Distribusi Tegangan Serat Pada Balok
Persegi Panjang
Sumber : Ir. Soetoyo, Konstruksi Beton Pratekan
16
Akibat diberi gaya prategang F yang bekerja pada pusat berat penampang beton
akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebesar F/A,
dimana A = b x h ( luas penampang beton tersebut).
Akibat beban merata (termasuk berat sendiri beton) akan memberikan tegangan
tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat
terluar penampang adalah:
Tegangan Lentur:
F = (M x C)/I
Dimana:
M = momen lentur pada penampang yang ditinjau
C = jarak garis netral ke serat terluar penampang (h/2)
I = momen inersia penampang ( 1/12 bh3)
Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur
ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah:
Tegangan di serat atas:
𝑓𝑡 = − 𝐹
𝐴−
𝑀 x 𝐶
𝐼
Tegangan di serat bawah:
𝑓𝑏 = − 𝐹
𝐴+
𝑀 x 𝐶
𝐼
II.5.3 Metode Penegangan Beton Prategang
Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya pratekan berbentuk tendon atau
kabel baja. Pemberian gaya pratekan pada beton ini terdiri dari 2 cara, yaitu:
1. Pratarik (Pre-Tension)
Pratarik adalah suatu sistem pemberian tegangan tekan pada elemen beton
dengan menegangkan kabel prategang terlebih dahulu (biasanya menggunakan
hydraulic – jack) melalui struktur Abutment untuk menahan kabel tersebut
setelah beton dicor dan cukup keras tegangan ditransfer perlahan. Untuk gambar
contoh bentuk pratarik disajikan pada gambar berikut:
17
Gambar II.5 Metode Pratarik
Sumber : Ir. Soetoyo, Konstruksi Beton Pratekan hal:6
2. Pasca-tarik (Post-Tensioning)
Pasca-tarik adlaah suatu sistem pemberian tegangan tekan pada elemen
beton dengan cara kabel baja ditegangkan pada saat beton telah cukup keras
kemudian tegangan ditransferkan pada elemen beton tersebut melalui system
angkur. Untuk gambar contoh pasca tarik disajikan pada gambar dibawah ini :
Gambar II.6 Metode Pasca – Tarik
Sumber : Ir. Soetoyo, Konstruksi Beton Pratekan hal: 7
18
II.5.4 Baja Prategang
Didalam praktek baja prategang tendon yang dipergunakan ada 3 jenis, yaitu:
kawat tunggal (wire), kawat batangan (bar), dan untaian kawat (strand). Untaian kawat
ini biasanya dipergunakan dalam beton pra-tegang dengan sistem pasca tarik (post
tension). Jenis baja tendon disajikan pada gambar II.7 dan jenis tulangan prategang
berdasarkan ASTM A416M : 2012 disajikan pada tabel II.2.
Gambar II.7 Jenis Baja Tendon
Sumber : Ir. Soetoyo, Konstruksi Beton Pratekan
Tabel II.2 Jenis Tulangan Prategang
Grade
Diameter
Nominal
(mm)
Kekuatan
putus (kN)
Luas
Nominal
Strand
(mm2)
Beban
Minimum
pada
Pemuaian 1%
(kN)
7.90 64.50 37.40 58.10
250 9.50 89.00 51.60 80.10
11.10 120.10 69.70 108.09 (1725)
12.70 160.10 92.90 144.09
15.20 140.20 139.40 216.18
9.53 102.30 54.80 92.10
270 11.11 137.90 72.40 124.10
12.70 183.70 98.70 165.30 (1860)
15.25 260.70 140.00 234.60
17.78 353.20 189.70 318.00
Sumber: ASTM A416M : 2012
Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem
pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bendel
kawat terdiri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal.
19
Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon
monostrand, batang tunggal, multi-wire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension
method ini tendon dapat bersifat bonded (dimana saluran kabel diisi dengan material
grouting) dan unbonded saluran kabel diisi dengan minyak gemuk atau grease. Tujuan
utama dari grouting ini adalah untuk :
1. Melindungi tendon dari korosi;
2. Mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya.
Material grouting ini biasanya terdiri dari campuran semen dan air dengan w/c
ratio 0,5 dan admixe (water reducing dan expansive agent) Common Types from CPCI
Metric Design Manual Cabel pratekan yang berupa strand atau untaian kawat ASTM A
416 “Uncoated seven wire stress relieved strand ’’ ini ada 2 macan grade, yaitu:
1. Grade 250
Tegangan tarik batas minimumnya fpu = 250.000 psi (17.250 kg/cm2 )
2. Grade 270
Tegangan tarik batas minimumnya fpu = 270.000 psi (18.600 kg/cm2 )
II.6 Analisis Perhitungan Struktur Atas
Analisis perhitungan struktur atas terdiri dari perhitungan plat lantai, plat injak,
parapet dan balok girder
II.6.1 Plat Lantai
Analisis perhitungan plat lantai terdiri dari analisis pembebanan dan momen
pada pelat lantai yang terjadi akibat berat sendiri, beban mati tambahan, beban truk, beban
angin, dan pengaruh temperatur.
II.6.1.1 Pembebanan Plat Lantai
1. Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, dan ditambah dengan elemen non struktural yang dipikulnya dan bersifat tetap.
Berat sendiri dihitung berdasarkan berat satuan. Berat satuan tersebut disajikan pada tabel
II.3 di halaman berikut.
20
Tabel II.3 Berat Jenis Bahan
No. Bahan Berat isi
(kN/m3)
Kerapatan
Massa (kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal
(bituminous wearing surfaces) 22,0 2245
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
3 Timbunan tanah dipadatkan
(compacted sand, silt, or clay) 17,2
1755
4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel,
macadam, or ballast) 18,8-22,7 1920-2315
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
7 Beton fc’ < 35 MPa 22,0-25,0 2320
35 < fc’ < 105 MPa 22 + 0,022 fc’ 2240 + 2,29 fc’
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Sumber: SNI 1725:2016 hal 13
Berikut merupakan tabel faktor beban untuk berat sendiri yang nantinya akan
digunakan pada kombinasi pembebanan tabel II.9
Tabel II.4 Faktor Beban Untuk Berat Sendiri
Tipe
beban
Faktor Beban (𝜸𝑴𝑺)
Keadaan batas layan (𝜸𝑺𝑴𝑺) Keadaan batas ultimate (𝜸𝑼𝑴𝑺)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,1 0,9
Aluminium 1,00 1,1 0,9
Beton Pracetak 1,00 1,2 0,85
Beton cor ditempat 1,00 1,3 0,75
Kayu 1,00 1,4 0,70
Sumber: SNI 1725:2016 hal 14
Rumus yang digunakan untuk menghitung berat sendiri plat lantai adalah:
QMS = b x h x Wc
Dimana :
QMS = berat sendiri plat lantai (kN/m)
21
b = lebar plat lantai yang ditinjau (m)
h = tebal plat lantai (m)
Wc = berat jenis beton (kN/m3)
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan. Beban mati tambahan berupa lapisan aspal (overlay) + beban air
hujan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung beban mati tambahan sama seperti
menghitung berat sendiri, yaitu:
QMA = b x h x Wc
Dimana :
QMA = beban mati tambahan plat lantai (kN/m)
b = lebar plat lantai yang ditinjau (m)
h = tebal plat lantai (m)
Wc = berat jenis beton (kN/m3)
Tabel II.5 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan
Tipe Beban Faktor beban (𝜸𝑴𝑨)
Keadaan batas layan (𝜸𝑺𝑴𝑨) Keadaan batas ultimit (𝜸𝑺𝑴𝑨)
Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00(1)
2,00 0,70
Khusus (Terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan(1): Faktor beban layan sebesar 1,30 digunakan untuk berat utilitas
Sumber: SNI 1725:2016 hal 14
3. Beban Truk “T”
Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T)
yang besarnya (T=112,5 kN) dan nilai Faktor Beban Dinamis untuk pembebanan truk
diambil, 30%, harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang
berada diatas permukaan tanah.
22
PTT = (1 + FBD) x T
Dimana:
PTT = beban truk (kN)
FBD = faktor beban dinamis (%)
T = beban roda gandar oleh truk (kN)
Tabel II.6 Faktor Akibat Pembebanan Truk “T”
Tipe
Beban
Jembatan
Faktor beban (𝜸TD)
Keadaan batas
layan (𝜸𝑺TT)
Keadaan batas
ultimate(𝜸UTT)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 hal 41
Gambar II.8 Pembebanan Truk “T” (500 KN)
Sumber : SNI 1725:2016 hal 41
4. Beban Angin (EW)
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar
1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja1800 mm du atas permukaan jalan. Seperti pada
gambar II.9 di halaman berikut.
23
Gambar II.9 Beban Garis Mendatar pada Bidang Samping Kendaraan
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
Jika beban yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja
untuk berbagai sudut serang dapat diambil seperti yang di tentukan dalam tabel II.7
dimana arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap arah permukaan kendaraan.
Tabel II.7 Komponen Beban Angin yang Bekerja pada Kendaraan
Sudut Komponen
Tegak Lurus
Komponen
Sejajar
Derajat N/mm N/mm
0 1,46 0,00
15 1,28 0,18
30 1,20 0,35
45 0,96 0,47
60 0,5 0,55
Sumber: SNI 1725:2016 hal 57
5. Pengaruh Temperatur
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul
akibat pengaruh temperature, diambil perbedaan temperatur yang besarnya setengah dari
selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum rata-rata pada lantai
kendaraan.
ΔT = (Tmax-Tmin)/2
Dimana:
ΔT = selisih temperatur (oC)
Tmax = temperatur rata-rata maksimum (oC)
Tmin = temperatur rata-rata minimum (oC)
24
Tabel II.8 Temperatur Jembatan Rata – Rata Nominal
Tipe Bangunan Atas Tipe Bangunan
Atas
Temperatur
Jembatan Rata-rata
Maksimum
Lantai beton di atas gelagar
atau boks beton 15° C 40° C
Lantai beton di atas gelagar,
boks atau rangka baja 15° C 40° C
Lantai pelat baja di atas
gelagar, boks, atau rangka
baja
15° C
45° C
Sumber: SNI 1725:2016 hal 49
CATATAN 1 Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C
untuk lokasi yang terletak ada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas
permukaan laut.
II.6.1.2 Momen Pada Plat Lantai Kendaraan
Adapun momen yang terjadi pada plat lantai kendaraan sebagai berikut:
1. Akibat Berat Sendiri
2. Akibat Beban Mati Tambahan
3. Akibat Beban Truk (T)
4. Akibat Beban Angin (PEW)
5. Akibat Temperatur
II.6.1.3 Kombinasi Beban
Menurut SNI 1725:2016, faktor beban untuk setiap pembebanan dan kombinasi
pembebanan harus diambil seperti yang ditentukan pada Tabel II.9 setiap kombinasi
pembebanan bertujuan untuk memperhitungkan gaya-gaya yang timbul akibat kondisi
tertentu, kombinasi pembebanan beserta penjelasan kondisinya adalah sebagai berikut.
Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul
pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban
angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan
dengan faktor beban yang sesuai.
25
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan
untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya
rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal
jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam
hingga 126 km/jam.
Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup ɣEQ yang
memperhitungkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung
harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan
Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup
terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan
kendaraan, banjir, atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus
pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat
banjir tidak boleh dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan kendaraan
dan tumbukan kapal.
Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan
dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memeperhitungkan
adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-gorong
baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik serta untuk mengontrol
lebar retak struktur beton bertulang; dan juga untuk analisis tegangan tarik
pada penampang melintang jembatan beton segmental. Kombinasi
pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi stabilitas lereng.
Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelelehan
pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.
26
Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah
memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol
besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan
beton segmental.
Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom
beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik : Kombinasi pembebanan fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik
akibat induksi beban yang waktunya tak terbatas.
Tabel II.9 berikut akan menunjukkan factor serta kombinasi beban yang akan
digunakan pada analisis Struktur Atas Jembatan Tantung Baru STA 34+127.351 Medan
– Kulanamu – Tebing Tinggi.
27
Tabel II.9 Kombinasi Beban Umum untuk Keadaan Layanan dan Ultimit
Sumber : SNI 1725:2016
Catatan : - γp dapat berupa γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH tergantung beban yang ditinjau
- γEQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa
Keadaan Batas
MS
MA
TA
PR
PL
SH
TT
TD
TB
TR
TP
EU
EWs
EWL
BF
EUn
TG
ES
Gunakan salah satu
EQ
TC
TV
Kuat I γp 1,8 1,0 - - 1,0 0,5/1,2 γTG γES - - -
Kuat II γp 1,4 1,0 - - 1,0 0,5/1,2 γTG γES - - -
Kuat III γp - 1,0 1,4 - 1,0 0,5/1,2 γTG γES - - -
Kuat IV γp - 1,0 - - 1,0 0,5/1,2 - - - - -
Kuat V γp - 1,0 0,4 1,0 1,0 0,5/1,2 γTG γES - - -
Ekstrem I γp γEQ 1,0 - - 1,0 - - - 1,0 - -
Ekstrem II 1,0 0,50 1,0 - - 1,0 - - - - 1,0 1,0
Daya Layan I 1,0 1,0 1,0 0,3 1,0 1,0 1,0/1,2 γTG γES - - -
Daya Layan II 1,0 1,3 1,0 - - 1,0 1,0/1,2 - - - - -
Daya Layan III 1,0 0,8 1,0 - - 1,0 1,0/1,2 γTG γES - - -
Daya Layan IV 1,0 - 1,0 0,7 - 1,0 1,0/1,2 - 1,0 - - -
Fatik (TD dan TR) - 0,75 - - - - - - - - - -
28
II.6.1.4 Pembesian Plat Lantai
Adapun tahapan yang harus dilakukan untuk pembesian plat lantai adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan momen yang terbesar dari kombinasi momen yang akan digunakan
untuk perhitungan tulangan;
2. Faktor bentuk distribusi tegangan beton
𝜌𝑏 = 𝛽1 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′𝑐
𝑓𝑦 𝑥
600
600 𝑓𝑦
𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 𝜌𝑏
Rmaks = 𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 x fy (1 − 1
2 𝑥 𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 𝑓𝑦
0,85 𝑥 𝑓𝑐′ )
3. Tebal efektif slab beton
d = h – d’
4. Hitung momen nominal
Mn = 𝑀𝑛
Φ
, Nilai 𝚽 untuk lentur = 0,8
5. Faktor tahanan momen
Rn = 𝑀𝑛
b 𝑑2 , harus dipengaruhi syarat, Rn < Rmax
6. Rasio tulangan yang diperlukan
𝜌 = 0,85 𝑓′𝑐
𝑓𝑦 (1 − √(1 −
2 𝑅𝑛
0,85 𝑓𝑐′))
7. Rasio tulangan minimum
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 25% x 1,4
fy
8. Luas tulangan minimum
A = 𝜌 . b . d
9. Jarak antara tulangan
S =
1
4 𝑥 𝜋 𝑥 𝑑𝑡 𝑥 𝑏
𝐴𝑠
10. Tulagan bagi pada arah memanjang
Abg = 50% . As
29
II.6.1.5 Analisis Tegangan Geser Pons
Tegangan geser pons adalah tegangan yang terjadi akibat adanya beban truk pada
roda yang dipikul oleh lantai jembatan (lapis perkerasan).Bagian roda truk yang
bersentuhan dengan lapis perkerasan disebut bidang geser. Besar nilai beban ultimit roda
truk pada slab tidak boleh lebih besar dari nilai gaya geser pons nominal dikalikan dengan
faktor reduksi kekuatan geser, untuk mencegah keretakan yang dapat terjadi pada slab
lantai jembatan (lapis perkerasan). Untuk gambar bidang geser pons pada lantai dapat
dilihat pada gambar II.10 berikut:
Gambar II.10 Bidang Geser Pons pada Lantai
Sumber : RSNI T – 02 -2005 Pembebanan Jembatan
Berikut tahapan perhitungan kontrol tegangan geser pons:
1. Bidang geser pons
u = a + 2 ta + h
v = b + 2 ta + h
2. Luas bidang geser
Av = 2(u + h ) x d
3. Gaya geser pons nominal
Pn = (Av x 1
6 x √𝑓𝑐′ )
4. Beban ultimit roda truk pada slab
Pu = KTT x PTT (syarat, Pu < ΦPn aman)
30
II.6.2 Balok Prategang (I Girder)
Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa pier ataupun
Abutment pada suatu jembatan. Adapun tahapan menghitung balok prategang adalah
sebagai berikut:
1. Berat Sendiri (MS)
Adapun berat sendiri pada over pass disajikan pada gambar II.11 di bawah ini
Gambar II.11 Berat Sendiri pada Balok Prategang (I girder)
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
Menghitung berat sendiri pada balok prategang (I girder)
QMS = A x W
Dimana : QMS = Berat sendiri balok prategang (kN/m)
A = Luas Penampang (m2)
W = Berat Jenis (kN/m3)
Gaya geser pada balok prategang yang sesuai dengan gambar II.11 dapat
diperoleh dengan rumus:
VMS = ½ x QMS x L
Dimana : VMS = Gaya geser (kN)
QMS = Berat sendiri balok prategang (kN/m)
L = Panjang Bentang (m)
Gaya momen pada balok prategang yang sesuai dengan gambar II.11 dapat
diperoleh dengan rumus:
MMS = 1/8 x QMS x L2
Dimana : MMS = Gaya momen (kNm)
QMS = Berat sendiri balok prategang (kN/m)
L = Panjang Bentang (m)
31
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan pada balok berupa beban lapisan aspal + beban air hujan
Menghitung beban mati tambahan pada balok prategang (I girder)
QMA = A x W
Dimana : QMA = Beban mati tambahan (kN/m)
A = Luas Penampang (m2)
W = Berat Jenis (kN/m3)
Gaya geser pada balok prategang yang sesuai dengan gambar II.11 dapat
diperoleh dengan rumus:
VMS = ½ x QMA x L
Dimana : VMA = Gaya geser (kN)
QMA = Beban mati tambahan (kN/m)
L = Panjang Bentang (m)
Gaya momen pada balok prategang yang sesuai dengan gambar II.11 dapat
diperoleh dengan rumus:
MMS = 1/8 x QMA x L2
Dimana : MMA = Gaya momen (kNm)
QMA = Beban mati tambahan (kN/m)
L = Panjang Bentang (m)
3. Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur “D” terdiri dari Beban Terbagi Rata (BTR) dan Beban Garis
Terpusat (BGT). BTR mempunyai intensitas q (kPa) yang besarnya tergantung
pada panjang total L yang dibebani pada gambar II.12 dan dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut:
32
Gambar II.12 Beban Lajur “D”
Sumber : SNI 1725:2016 halaman 39
L < 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 9,0 [ 0.5 + 15 / L ] kPa
Berikut merupakan faktor beban untuk beban lajur yang nantinya akan
digunakan kombinasi pembebanan pada tabel II.9 halaman 27.
Tabel II.10 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”
Tipe
Beban
Jembatan
Faktor beban (𝜸TD)
Keadaan batas
layan (𝜸𝑺TD)
Keadaan batas
ultimate (𝜸UTD)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber : SNI 1725:2016 halaman 39
Faktor beban dinamis untuk KEL diambil sebagai berikut:
KEL mempunyai intensitas p = 49 kPa
DLA = 0,4 untuk L ≤ 50m
DLA = 0,4 – 0,0025 x (L-50) untuk 50 < L < 90 m
DLA = 0,3 untuk L ≥ 90m
Untuk bentang menerus, digunakan panjang bentang ekuivalen yang dinyatakan
dengan rumus:
LE = √(Lav ∗ Lmax)
Dimana : LAV = Panjang bentang rata – rata
LMax= Panjang bentang maksimum
Gambar II.13 Gambar Beban Lajur (TD)
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
33
4. Gaya Rem (TB)
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan akibat gaya rem dan traksi
harus ditinjau berlaku untuk kedua jurusan lalulintas. Pengaruh ini
diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur “D” yang
dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. Gaya rem tersebut dianggap bekerja
horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas
permukaan lantai kendaraan.
5. Beban Angin (EW)
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus
sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan.
Seperti pada gambar II.14 di bawah ini.
Gambar II.14 Gambar Beban Angin Pada Balok Prategang
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
6. Beban Gempa (EQ)
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
namun diperbolehkan mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan
terhadap pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal
yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respon elastik (Csm)
dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasi respon (Rd) dengan formulasi Beban rencana gempa minimum
diperoleh dari rumus berikut:
𝐸𝑄 = 𝐶𝑠𝑚
𝑅𝑑 𝑊𝑡
Keterangan :
EQ = gaya gempa horizontal statis (kN);
h/2
34
Csm = koefisien respons gempa elastis;
Rd = faktor modifikasi respon;
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai
(kN).
Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar
dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa
rencana. Perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban
gempa, cara analisis, peta gempa, dan detil struktur mengacu pada SNI
2883:2008.
Pada perancangan komponen jembatan, beban gempa yang diterapkan
adalah beban gempa vertikal yang diambil nilai terbesar dari dua persamaan
berikut :
PEQ = 0,10 Wt
PEQ = kv Wt, dengan kv < 1,00
PEQ = beban gempa vertikal;
kv = koefisien gempa vertikal;
Koefisien gempa vertikal adalah sebesar 50% dari koefisien gempa horisontal
(kh).
II.6.3 Gaya Prategang, Eksentrisitas, dan Jumlah Tendon
Gaya prategang adalah gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang
di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban
hidup transversal atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon
yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi
mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja,
mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.
II.6.3.1 Kondisi Awal (Saat Transfer)
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan
dilakukan penarikan kabel prategang . Simulasi tahap transfer disajikan pada gambar
II.15 di halaman berikut.
35
Gambar II.15 Tahap Saat Transfer (Kondisi Awal)
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
Untuk menentukan gaya prategang pada kondisi awal, perlu diperhitungkan:
Tegangan di serat atas :
0 = − 𝑃𝑡
𝐴+ 𝑃𝑡 x
𝑒𝑠
𝑊𝑎+
𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
𝑊𝑎 …………………………………………………(1)
Tegangan di serat bawah :
0,6 x f ′ci = − 𝑃𝑡
𝐴+ 𝑃𝑡 x
𝑒𝑠
𝑊𝑎+
𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
𝑊𝑎 ………………………………………..………(2)
Besar gaya prategang awal :
• Dari Persamaan 1 :
𝑃𝑡 = 𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
(𝑒𝑠 − 𝑊𝑎
𝐴 )
• Dari Persamaan 2 :
𝑃𝑡 = [0,6 x f ′ci x Wb + 𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘]
(𝑒𝑠 − 𝑊𝑏
𝐴 )
II.6.3.2 Kondisi Akhir
Kondisi akhir adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan sebagai
komponen struktur. Untuk mencari gaya prategang saat jacking digunakan dua persamaan
berikut ini:
Gaya prategang saat jacking
𝑃𝑗 = 𝑃𝑡
0,85 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … . (1)
𝑃𝑗 = 0,80 x 𝑃𝑏1x 𝑛𝑡 …………………………………………...………………………(2)
36
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh jumlah tendon yang diperlukan :
nt = 𝑝𝑡
(0,85 x 0,80 x 𝑃𝑏1
Jumlah kawat untaian (strands cable) yang digunakan:
ns = 𝑝𝑡
(0,85 x 0,80 x 𝑃𝑏𝑠
Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% force jacking) :
P𝑜 = 𝑝𝑡
(0,85 x ns x 𝑃𝑏𝑠
II.6.3.3 Posisi Tendon
Posisi tendon akan berbeda ditumpuan dan ditengah bentang. Pada tengah
bentang kecenderungan posisi tendon berada dibawah garis eksentrisitas balok. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan gaya tekan ke atas. Untuk menentukan posisi tendon dicari
sebagai berikut:
1. Posisi Tendon di Tengah Bentang Momen statis tendon terhadap alas
𝑛𝒔 x 𝑍0 = 𝑛1 x a + 𝑛2 (𝑎 + yd)
𝑦𝑑 = 𝑛𝑠 x (Zo − a)
𝑛2
2. Posisi Tendon di Tumpuan
Σni x yd’ = ns x ye
𝑦𝑒
𝑦𝑑′=
(Σni x yd
𝑦𝑑′ )
𝑛𝑠
𝑦𝑒 = 𝑦𝑏 − 𝑎′
𝑦′𝑑 = 𝑦𝑒
[𝑦𝑒
𝑦𝑑′]
Posisi tendon di tengah bentang dan di tumpuan dapat dilihat pada gambar II.16
di halaman berikut.
37
Gambar II.16 Posisi Tendon di Tengah Bentang dan Tumpuan
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
II.6.3.4 Lintasan Inti Tendon
Berikut merupakan gambar lintasan isi tendon dengan eksentrisitasnya tersaji
pada gambar II.17 di bawah ini.
Gambar II.17 Lintasan Isi Tendon
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
Persamaan lintasan tendon adalah sebagai berikut:
Y = 4 x f x X
𝐿2x ( L − X)
Untuk mencari sudut angkur dipakai persamaan lintasan tendon berikut:
4 x fix X Y =
L2x (L − X)
38
𝑑𝑦
𝑑𝑥=
4 x fi x (L − 2x)
𝐿2
Maka untuk x = 0 (posisi angkur di tumpuan):
𝑑𝑦
𝑑𝑥=
4 x fi
𝐿
Sehingga persamaaan sudut angkur:
𝛼 = arc Tan (𝑑𝑦
𝑑𝑥
)
Rumus yang digunakan untuk posisi masing – masing kabel:
𝑍𝑖 = 𝑍𝑖′ = 4 x fi x X
𝐿2 x (L x X)
II.6.4 Kehilangan Gaya Prategang
II.6.4.1 Kehilangan Langsung (Immediately Loss)
Yaitu kehilangan gaya pratekan yang terjadi segera setelah peralihan gaya
pratekan yang meliputi:
1. Kehilangan pratekan akibat perpendekan elastis (T.Y Lin tahun 1996):
Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan gaya
prategangditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga
setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata semua kabel.
𝐸𝑆 = ∆𝑓𝑐 = 𝑛 𝑃𝑗
𝐴𝑝
Dimana :
Pj = Gaya prategang awal (Jacking)
n = rasio modular Es/Ec
2. Kehilangan pratekan akibat gesekan kabel (friction and wobble effect). pada
struktur beton prategang dengan tendon melengkung diketahui adanya gesekan
pada sistem penarik (jacking) dan angkur sehingga tegangan yang ada pada
beton sangat dipengaruhi oleh pergerakan dari selongsong (wobble). Kehilangan
prategang akibat gesekan menurut ACI 318:
39
P𝑥 = 𝑃𝑜 x 𝑒−𝜇 x (α + β x 𝐿𝑥)
Dimana:
Po = tegangan baja prategang pada saat jacking
Px = tegangan baja prategng dititik x sepanjang beton
μ = koefisien friksi 0.2 untuk strand pada selongsong besi yang mengkilap
dan dilapisi zink
α = perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari titik
jacking
β = koefisien wobble. Atau tergantung pada diameter selonsong, untuk 50 <
ds < 90 mm besar koefisien 0.012 < β < 0.016
e = nilai dasar logaritmik natural naverian
Lx = Panjang baja prategang diukur dari titik jacking.
3. Kehilangan pratekan akibat slip angker (slip anchorage):
Pmax = P'max – Δpe
II.6.4.2 Kehilangan Tak Langsung (Time Dependent Loss)
Yaitu kehilangan pratekan yang bergantung pada fungsi waktu yang meliputi:
1. Kehilangan pratekan akibat rangkak beton (creep) (T.Y Lin tahun 1996: 87):
CR = 𝐾𝐶𝑟 𝐸𝑠
𝐸𝑐 (f𝑐𝑖𝑟 − f𝑐𝑑𝑠)
Dimana :
Kcr = Koefisien rangakak, harganya 1.6 untuk pasca tarik
Ec = modulus elastisitas beton
Es = modulus elastisitas baja
Fcir = tegangan pada beton pada level baja sesaat setelah transfer
Fcds = tegangan pada beton pada pusat berat tendon akibat beban mati
2. Kehilangan pratekan akibat susut beton (shrinkage) (T.Y Lin tahun 1996: 88):
∆f𝑠ℎ = 8,2 x 10−6 𝐾𝑠ℎ𝐸𝑠 (1 − 0,06 𝑣
𝑠 ) (100 − 𝑅𝐻)
Dimana :
Es = modulus elastistas baja prategang
40
V = volume beton dari suatu komponen struktur
S = Luas permukaan dari suatu komponen struktur
Rh = Kelembaban udara relatif
Ksh = Koefisien susut, harganya ditentukan terhadap waktu antara akhir
pengecoran dan pemberian gaya prategang
Tabel II.11 Faktor Koefisien Susut
Waktu
antara
(hari) 1 3 5 7 10 20 30 60
Ksh 0.92 0.85 0.80 0.77 0.73 0.64 0.58 045
Sumber: Desain Struktur Beton Prategang: 88
II.7 Analisis Perhitungan Struktur Bawah
Struktur bawah Jembatan Tanjung Baru yang ditinjau terdiri dari abutmen dan
pilar yang menerima beban dari struktur atas untuk diteruskan ke pondasi yang kemudian
akan dilanjutkan ke tanah dasar.
II.7.1 Perhitungan Abutment
Abutmen adalah konstruksi bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua
ujung jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup dan beban mati pada
jembatan. Dalam perancangan Abutment adapun gaya-gaya yang harus diperhitungkan
meliputi:
II.7.1.1 Berat Sendiri
Berat sendiri (self weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang dipikulnya
dan bersifat tetap. Berat sendiri dibedakan menjadi 2 macam, yaitu berat sendiri struktur
atas dan berat sendiri struktur bawah.
41
1. Berat Sendiri Struktur Atas
Gambar II.18 Berat Sendiri Abutment akibat Struktur Atas
Perhitungan beban sendiri Abutment struktur atas:
a. Beban pada Abutment akibat berat sendiri struktur atas
PMS = 1
2 x WMS
b. Eksentrisitas beban terhadap pondasi
e = −𝐵𝑥
2 + b5 +
𝑏3
2
c. Momen pada fondasi akibat berat sendiri struktur atas
MMS = PMS . e
2. Berat Sendiri Struktur Bawah
Berikut merupakan berat sendiri struktur bawah yang terdiri dari berat abutment
dan wing wall tersaji pada gambar II.19 di halaman berikut.
42
Gambar II.19 Berat Sendiri Abutment dan Wingg Wall
Perhitungan beban sendiri Abutment struktur bawah:
a. Beban pada Abutment berat sendiri pada struktur bawah
PMS = Total berat pada Abutment + Total berat pada WingWall + Total berat
pada tanah
b. Momen pada fondasi akibat berat sendiri struktur bawah
MMS = Total momen pada Abutment + Total momen pada WingWall + Total
momen pada tanah
c. Beban Total Akibat Beban Sendiri
Perhitungan beban total (MS) akibat beban sendiri:
• Beban total pada abutmen akibat berat sendiri
PMS = PMS struktur atas + PMS struktur bawah
• Momen total pada Abutment akibat berat sendiri
MMS = MMS struktur atas + MMS struktur bawah
II.7.1.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (superimposed dead load) adalah berat seluruh bahan yang
menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non – struktural dan
43
kemungkinan besar berubahnya selama umur rencana jembatan. Jembatan dianalisis
harus mampu memikul beban tambahan seperti:
1. Penambahan lapisan aspal (overlay) di kemudian hari,
2. Genangan air hujan jika sistem drainase tidak bekerja dengan baik,
Gambar II.20 Beban Mati Tambahan Abutment
Adapun perhitungan yang dilakukan pada berat mati tambahan seperti gambar
II.15 di atas sebagai berikut:
1. Beban pada Abutment akibat beban mati tambahan
PMA = 1/2 * WMA
2. Lengan terhadap fondasi (y)
e = −𝐵𝑥
2 + b5 +
𝑏3
2
3. Momen pada fondasi akibat berat sendiri pada struktur atas
MMA = PMA * y
II.7.1.3 Tekanan Tanah (TA)
Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah
di belakang struktur penahan tanah. Bagian bangunan yang menahan tanah harus
direncanakan untuk dapat menahan tekanan tanah sesuai dengan ketentuan yang ada.
b5 b3 b6
44
Tekanan tanah lateral dihitung berdasarkan harga nominal dari berat tanah (Ws),
sudut geser dalam (ϕ) dan kohesi (c) dengan:
1. Ws̍ = Ws
2. 𝜙′ = 𝑡𝑎𝑛−1(𝐾𝜙𝑅) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝜙′, 𝐾𝜙
𝑅 = 0,7
3. c’ = 𝐾𝜙𝑅 * c dengan factor reduksi untuk c’, 𝐾𝜙
𝑅 = 1,0
4. Koefisien tekanan tanah aktif:
Ka = tan2 (45 - 𝜙′
2 )
5. By = Lebar Abutment (m)
Adapun perhitungan yang dilakukan pada gaya akibat tekanan tanah adalah:
1. Gaya tekanan tanah pada bagian 1
TTA1 = (0,60 * Ws) * H * Ka * Bx
2. Gaya tekanan tanah pada bagian 2
TTA2 = 1/2 * H2 * Ws * Ka * Bx
3. Momen tekanan tanah pada bagian 1
MTA1 = TTA1 * (H/2)
4. Momen tekanan tanah pada bagian 2
MTA2 = TTA2 * (H/3)
Gambar II.21 Tekanan Tanah (TA)
1
2
0,60*Ws
45
II.7.1.4 Beban Lajur “D” (TD)
Beban Lajur pada abutment pada dasarnya hampir sama dengan beban lajur pada
girder, tetapi pada abutment menghitung momen akibat beban lajur terhadap lengan
pondasi.
1. Beban pada Abutment akibat beban lajur “D”
Beban terbagi rata “UDL” = q x L x Lebar jalur lalu lintas
Beban garis “KEL” = p x DLA x Lebar jalur lalu lintas
WTD = Beban terbagi rata “UDL” + Beban garis “KEL”
2. Total beban hidup untuk 1 Abutment
PTD = 𝑊𝑇𝐷
2
3. Momen pada pondasi akibat beban lajur “D”
MTD = PTD * y
II.7.1.5 Gaya Rem (TB)
Berikut merupakan Perhitungan gaya rem (TTB) pada Abutmen yang tersaji pada
gambar II.22 di bawah ini Perhitungan gaya rem (TTB) pada Abutmen adalah berikut :
1. Lengan terhadap pondasi
YTB = h2 + d + h6 + h7
2. Momen pada pondasi akibat gaya rem
MTB = TTB * YTB
Gambar II.22 Gaya Rem Abutment (TTB)
T TB
TTB
c
46
II.7.1.6 Pengaruh Temperatur (ET)
Adapun perhitungan yang dilakukan untuk menghitung gaya pada Abutment
yang terjadi akibat perubahan temperatur adalah berikut:
a. Gaya pada Abutment yang terjadi akibat perubahan temperatur
TET = 𝛼 ∗ ∆𝑇 ∗ 𝐾 ∗ 𝐿
2∗ 𝑛
b. Lengan terhadap pondasi
YET
c. Momen pada pondasi akibat perubahan temperature
MET = TET * YET
Gambar II.23 Gaya Akibat Temperatur pada Abutment
II.7.1.7 Beban Angin (EW)
1. Beban angin yang meniup bidang samping jembatan
Gaya akibat angin yang meniup bidang samping jembatan dihitung dengan
rumus:
TEW 1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
Dimana :
Cw = Koefisien seret
Vw = Kecepatan angina rencana (m/det)
Ab = luas bidang samping jembatan (m2)
TET TET
c
47
Gambar II.24 Beban Angin pada Samping Jembatan
Adapun perhitungan yang dilakukan untuk perhitungan gaya yang terjadi pada
Abutment akibat gaya angin bidang samping jembatan adalah berikut:
a. Luas bidang samping jembatan
Ab = L
2 * ha
b. Beban angina bidang samping pada Abutment
TEW 1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
c. Lengan terhadap pondasi
YEw 1 = h8 + ℎ𝑎
2
d. Momen pada pondasi akibat angina
MEW 1 = TEW 1 * YEW 1
2. Angin yang meniup kendaraan
Gaya angin tambahan arah horizontal pada permukaan lantai jembatan akibat
beban angin yang meniup kendaraan diatas lantai jembatan dapat dihitung
dengan rumus:
a. Beban angina yang meniup kendaraan
TEW2 = 0,0012 x Cw x (Vw)2 x L/2
b. Lengan terhadap pondasi
YEW 2 = h8 + hb + ts + ta
c. Momen pada pondasi
MEW 2 = TEW 2 * YEW 2
TEW
c
48
3. Beban angin total pada Abutment
Beban angin total jembatan merupakan jumlah dari beban angin pada struktur
atas dan beban angin yang meniup kendaraan.
a. Total beban angin pada Abutment
TEW = TEW 1 + TEW 2
b. Total momen pada pondasi
MEW = MEW 1 + MEW 2
d. Tranfer beban angin ke lantai jembatan
Berikut transfer bebang angin ke lantai jembatan yang kemudian di distribusikan
ke abutment dapat dilihat pada gambar II.25 di bawah ini.
Gambar II.25 Transfer Beban Angin ke Lantai Jembatan
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
Adapun perhitungan yang dilakukan untuk menghitung transfer beban angin ke
lantai jembatan adalah berikut:
1. Beban angin tambahan yang meniup beban samping kendaraan
TEW = = 0,0012 x Cw x (Vw)2
2. Gaya pada Abutment akibat transfer beban angin ke lantai jembatan
PEW = 2 * [1
2 x
ℎ
x x 𝑇𝐸𝑊] x
𝐿
2
3. Eksentrisitas beban pada pondasi
e = −𝐵𝑥
2+ 𝑏5 +
𝑏3
2
4. Momen pada pondasi akibat transfer beban angin
MEW = PEW * e
b5 b3 b6
49
II.7.1.8 Kontrol Stabilitas Guling pada Abutment
Kontrol stabilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan Abutment
menahan gaya guling yang terjadi akibat tekanan tanah maupun beban luar yang terjadi.
Kontrol stabilitas guling dilakukan dengan meninjau dua arah, yaitu arah x dan arah y.
1. Stabilitas Guling Arah X
Pondasi tidak diperhitungkan dalam analisis stabilitas terhadap guling, sehingga
angka aman (SF) terhadap guling cukup diambil = 2,2.
a. Letak titik guling A (ujung fondasi) terhadap suatu fondasi (A)
A = 𝐵𝑥
2
b. Momen penahan guling (Mpx)
MPX = P * 𝐵𝑥
2 * (1 + k)
Dimana :
k = Persenana kelebihan beban yang diijinkan (%)
Mx = Momen penyebab guling arah x
c. Angka terhadap guling (SF)
SF = 𝑀𝑝𝑥
𝑀𝑥 > 2,2
2. Stabilitas guling arah Y
a. Letak titik guling A (ujung pondasi) terhadap pusat pondasi:
𝐵𝑦
2
b. Momen penahan guling (Mpy)
MPy = P * 𝐵𝑦
2 * (1 + k)
Dimana :
k = Persenana kelebihan beban yang diijinkan (%)
Mx = Momen penyebab guling arah x
c. Angka terhadap guling (SF)
SF = 𝑀𝑝𝑦
𝑀𝑥 > 2,2
50
II.7.1.9 Kontrol Stabilitas Geser pada Abutment
Kontrol stabilitas geser dilakukan untuk mengetahui tahan atau tidaknya
Abutment terhadap gesekan yang timbul. Kontrol stabilitas geser juga dilakukan dengan
meninjau dua arah, yaitu stabilitas geser arah X dan stabilitas geser arah Y.
1. Stabilitas Geser Arah X
a. Gaya penahan geser
H = ( C * Bx * By + P * tan ∅) * (1 + k )
Dimana:
k = persen kelebihan beban yang diijinkan (%)
Tx = gaya penyebab geser
b. Angka aman terhadap geser (SF)
SF = 𝐻
𝑇𝑥 > 1,1
2. Kontrol Stabilitas Geser Arah Y
a. Gaya penahan geser
H = ( C * Bx * By + P * tan ∅) * (1 + k )
Dimana:
k = persen kelebihan beban yang diijinkan (%)
Tx = gaya penyebab geser
b. Angka aman terhadap geser (SF)
SF = 𝐻
𝑇𝑥 > 1,1
II.7.2 Perhitungan Pilar
Pilar atau pier merupakan struktur pendukung bangunan atas. Pilar biasa
digunakan pada jembatan bentang panjang, posisi pilar berada diantara kedua Abutment
yang berfungsi sebagai pemikul seluruh beban pada ujung luar batang, pinggir dan gaya-
gaya lainnya, serta melimpah ke pondasi. Apabila daya dukung tanah yang terdapat di
bawah pilar tidak memenuhi maka daya dukungnya harus ditambah dengan pondasi
dalam (pondasi sumuran, pondasi caisson). Adapun jenis pondasi yang digunakan adalah
tergantung dari jenis tanah yang ada di bawah struktur tersebut. Pilar/pangkal jembatan
dapat diasumsikan sebagai dinding penahan tanah, yang berfungsi menyalurkan gaya
vertikal dan horizontal dari bangunan atas ke pondasi dengan fungsi tambahan untuk
51
mengadakan peralihan tumpuan dari oprit ke bangunan atas jembatan. Berikut jenis-jenis
pilar menurut BMS Tahun 1992:
Gambar II.26 Jenis – Jenis Pangkal Jembatan
Sumber : BMS:1992
II.7.2.1 Pembebanan pada Pilar
Pembebanan yang terjadi di pilar mengacu pada Standart Pembebanan pada
Jembaran SNI 1725:2016. Adapun beban-beban yang terjadi antara lain:
1. Berat Sendiri dan Beban Mati Tambahan
2. Beban Lajur “D”
3. Beban Truk “T”
4. Gaya Rem
5. Beban Tumbukan
6. Beban Angin
7. Beban Gempa
Kombinasi pembebanan yang digunakan dapat dilihat pada tabel II.9 yang
mengacu pada Standart Pembebanan pada Jembaran SNI 1725:2016.
II.7.3 Stabilitas Guling dan Geser
II.7.3.1 Kontrol Terhadap Guling
Kestabilitasan konstruksi diperiksa terhadap kombinasi gaya dan muatan yang
paling menentukan.
1. Stabilitas guling arah memanjang jembatan (arah X)
Pondasi bore pile tidak diperhitungkan dalam analisis stabilitas terhadap guling,
52
sehingga angka aman (SF) terhadap guling cukup diambil = 2.2
a. Momen penahan guling:
MPX = P * 𝐵𝑥
2 * (1 + k)
Dimana :
k = Persenana kelebihan beban yang diijinkan (%)
Mx = Momen penyebab guling arah x
b. Angka terhadap guling (SF)
SF = 𝑀𝑝𝑥
𝑀𝑥 > 2,2
2. Stabilitas guling arah Y
a. Momen penahan guling (Mpy)
MPy = P * 𝐵𝑦
2 * (1 + k)
Dimana :
k = Persenana kelebihan beban yang diijinkan (%)
Mx = Momen penyebab guling arah x
b. Angka terhadap guling (SF)
SF = 𝑀𝑝𝑦
𝑀𝑥 > 2,2
II.7.3.2 Kontrol Terhadap Geser
1. Gaya penahan geser
H = ( C * Bx * By + P * tan ∅) * (1 + k )
Dimana :
Φ = Sudut gesek:
C = Kohesi
Bx = Ukuran dasar pile cap
By = Ukuran dasar pile cap
K = persen kelebihan beban yang diijinkan (%)
Ty = gaya penyebab geser
2. Angka keamanan utuk control stabilitas geser adalah
SF = 𝐻
𝑇𝑥 > 1,1
53
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi Proyek
Lokasi proyek yang menjadi objek penelitian tugas akhir ini adalah proyek jalan
tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Seksi 1A Jembatan tanjung baru. Jembatan yang
dimaksud berada tepat di atas Jalan kualanamu. Berikut merupakan Layout Proyek
Pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi.
Gambar III.1 Lay Out Proyek Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi
III.2 Data Umum Proyek
Adapun data umum yang terdapat pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Medan
– Kualanamu – Tebing Tinggi adalah sebagai berikut:
1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu –
Tebing Tinggi Seksi 1A STA 32+000 – STA
35+250
2. Lokasi Proyek : Jembatan Tanjung Baru di jalan kualanamu
3. Pemilik proyek : PT. Jasamarga Kualanamu Tol (JMKT)
4. Kontraktor : PT. Adhi Karya (Persero) Tbk
5. Konsultan Supervisi : PT. Eskapindo Matra Consulting Engineer
54
6. Konsultan PMI : PT. Perentjana Diaya Jo
: PT. Wahana Mitra Amerta
7. Jenis Jembatan : Jembatan Prategang
8. Bentang Jembatan : 62,1 meter
9. Lebar Jembatan : 28,30 meter
10. Konstruksi Atas : Gelagar balok I girder (prategang)
: Diafragma
: Plat lantai jembatan beton bertulang
: Lapis aspal beton
Konstruksi Bawah : Abutment beton bertulang
: Pilar beton bertulang
: Pondasi tiang pancang
11. Diameter Tiang Pancang : 60 cm
III.3 Metodologi Penelitian
Untuk menganalisis struktur Jembatan Tanjung Baru diawali dengan studi
literatur yang berkaitan dengan struktur Jembatan yang kemudian dilanjutkan dengan
mengumpulkan data Jembatan Tanjung Baru. Data Jembatan Tanjung Baru merupakan
data skunder yang diperoleh dari instansi terkait yaitu PT. Jasamarga Kualanamu Tol
(JMKT). Data-data skunder tersebut adalah gambar As Built Drawing Jembatan Tanjung
Baru yang terdiri dari penulangan plat lantai, dan dimensi pilar, potongan memanjang dan
melintang Jembatan Tanjung Baru STA 34+116.052. Setelah diperoleh data skunder
kemudian dilakukan analisis struktur atas yang terdiri dari analisis plat lantai, plat injak,
tiang sandaran, balok I girder dan diafragma, sedangkan analisis struktur bawah terdiri
dari analisis pilar dan abutment tentang stabilitas geser dan guling. Terakhir membuat
kesimpulan berdasarkan hasil analisis. Bagan alir penelitian disajikan pada gambar
berikut.
55
Gambar III.2 Bagan Alir Penelitian Tugas Akhir
Persiapan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Struktur Atas - Plat Lantai - Balok Girder - Diafragma
Aman /
Tidak Aman
Analisis Struktur Bawah
- Abutment dan Pilar
Stabilitas Guling
Stabilitas Geser
Kesimpulan hasil
Selesai
Aman /
Tidak Aman
Mulai
56
III.3.1 Tahap Persiapan
Tahapan persiapan merupakan langkah awal dalam analisa yang dilakukan,
beberapa tahap tersebut bertujuan agar mengefektifkan waktu analisis dan penyelesaian
tugas akhir. Beberapa tahap awal yang dilakukan antara lain:
1. Studi pustaka, pengumpulan referensi terhadap materi yang sesuai dengan yang
ditinjau;
2. Menentukan kebutuhan data;
3. Mendata instansi – instansi terkait yang menjadi narasumber;
4. Mencari informasi dan melengkapi data pendukung penulisan Tugas Akhir
5. berupa data sekunder maupun data primer;
6. Survey lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi sebenarnya;
7. Pembuatan proposal penyusunan tugas akhir.
III.3.2 Pengumpulan Data
Demi tercapainya tujuan penulis dan agar diperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan dalam pembahasan tugas akhir ini maka penulis melakukan pengambilan data
melalui:
1. Studi literatur yaitu pengumpulan data melalui karya ilmiah, bahan kuliah, jurnal
dan bahas pustaka lainnya yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir ini.
2. Data skunder yaitu pengumpulan dari data yang sudah ada, dalam hal ini
memperoleh data dari proyek berbentuk AS built drawing, hasil test sondir dan
Hand Bor Log.
III.3.3 Analisis Data
Setelah dilakukan tahap persiapan dan pengumpulan data, maka selanjutnya
dilakukan analisa struktur Jembatan Tanjung Baru. Adapun analisis ini meliputi:
III.3.3.1 Struktur Atas
Adapun analisa yang yang dilakukan pada struktur atas, yaitu:
1. Perhitungan plat lantai
a. Pembebanan plat lantai;
b. Momen pada plat lantai;
c. Penulangan plat lantai;
d. Geser pons.
57
2. Perhitungan balok I girder prategang
a. Perhitungan pembebanan pada I girder prategang;
b. Perhitungan eksentrisitas;
c. Menentukan jumlah tendon;
d. Menghitung kehilangan gaya prategang.
III.3.3.2 Struktur Bawah
Adapun analisa yang dilakukan pada struktur bawah, yaitu:
1. Menghitung satabilitas geser pada Abutment dan pilar;
2. Menghitung stabilitas guling pada Abutment dan pilar;
III.3.4 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis struktur atas dan struktur bawah Jembatan Tanjung
Baru yang sudah diperika aman atau tidak maka selanjutnya akan ditarik kesimpulan.
Simpulan dari analisis data berupa hasil dari perencanaan struktur atas beruba beban,
momen, tulangan maupun dimensi dan struktur bawah berupa kontrol stabilitas guling
dan geser.
58
BAB IV
ANALISIS DATA
IV.1 Analisis Perhitungan Struktur Atas Jembatan Tanjung Baru
Analisis perhitungan struktur atas terdiri dari perhitungan plat lantai, balok girder
prategang, dan diafragma. Untuk melakukan analisa perhitungan diperlukan data-data
jembatan sebagai berikut:
1. Data geometri jembatan tanjung baru
Data geometrik jembatan tanjung baru merupakan dimensi jembatan yang akan
digunakan untuk di analisis. Data geometrik jembatan tanjung baru tersaji pada
tabel di bawah ini.
Tabel IV.1 Data Geometri Jembatan Tanjung Baru
No Data Jembatan
Tanjung Baru Simbol Nilai
(m)
1 Tebal Slab Lantai Jembatan ts 0,25
2 Tebal Lapisan Aspal + Overlay ta 0,10
3 Tebal Genangan Air Hujan th 0,05
4 Jarak Antara Girder s 2,22
5 Lebar Jalur Lalu Lintas b1 12,30
6 Lebar Total Jembatan b 28,30
7 Panjang Jembatan dari Pilar ke Pilar ba 30,8
8 Panjangan Total Jembatan L 62
Catatan : nilai L dan ba terlihat di lampiran
Gambar IV.1 Dimensi Jembatan Arah Melintang
59
2. Spesifikasi material yang digunakan
Spesifikasi material yang digunakan pada struktur jembatan tanjung baru ini,
yaitu:
a. Beton
- Plat lantai, plat injak, dan diafragma menggunakan beton K-350
Kuat tekan beton (fc’) = 0,83 x K/10 = 29,05 Mpa
Modulus elastisitas (Ec) = 4700 √𝑓𝑐′ = 25332,08 Mpa
Mpa Angka poisson (𝛖) = 0,2
Modulus geser (G) = 𝐸𝑐
2 x (1+υ ) = 10555,035 Mpa
- Balok girder prategang menggunakan beton K-500
Kuat tekan beton (fc’) = 0,83 x K/10 = 41,50 Mpa
Modulus elastisitas (Ec) = 4700 √𝑓𝑐′ = 30277,63 Mpa
Mpa Angka poisson (𝛖) = 0,2
Modulus geser (G) = 𝐸𝑐
2 x (1+υ ) = 12615,68 Mpa
b. Baja tulangan
- Baja tulangan ≥ D-13 mm menggunakan BJTD 40/fy = 400 Mpa
- Baja tulangan < D-13 mm menggunakan BJTD 24/fy = 240 Mpa
c. Kabel prategang (Tendon)
- Jenis strands Uncoated 7 wire strands ASTM A-416 grade 270
- Diameter nominal strands 12,7 mm
3. Berat jenis
Berat jenis yang digunakan dalam analisis jembatan tanjung baru ini antara lain:
Tabel IV.2 Berat Jenis Bahan
No. Bahan Simbol Berat
(kN/m3)
1 Berat beton bertulang wc 25.00
2 Berat beton tidak bertulang wc’ 24.00
3 Berat aspal wa 22.00
4 Berat jenis air ww 9.80
5 Berat baja ws 77.00
60
IV.1.1 Plat Lantai
Analisis perhitungan plat lantai terdiri dari analisis pembebanan dan momen
pada pelat lantai yang terjadi akibat berat sendiri, beban mati tambahan, beban truk, beban
angin, dan pengaruh temperatur.
IV.1.1.1 Pembebanan Plat Lantai
Dalam menganalisa pembebanan plat lantai, ditinjau plat lantai selebar 1,00 m
pada arah memanjang jembatan.
1. Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat dari plat lantai itu sendiri. Faktor beban untuk berat
sendiri berdasarkan SNI 1725:2016 diperoleh:
Faktor
Beban
Layan : KMS = 1,0
Ultimit : KMS = 1,3
Ditinjau Slab lantai jembatan selebar (b) = 1,00 m
Tebal Slab lantai jembatan (h=ts) = 0,25 m
Bearat betom bertulang (Wc) = 25,00 kN/m3
Berat sendiri QMS = h x Wc x b
= 0,25 x 25 x 1,00
= 6,25 kN/m
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan merupakan beban yang berasal dari beban permanen yang
berada di atas plat lantai terdiri dari beban aspal dan genangan air hujan. Faktor
beban untuk beban mati tambahan berdasarkan SNI 1725:2016:
Faktor
Beban
Layan : KMA = 1,0
Ultimit : KMA = 2,0
Tabel IV.3 Beban Mati Tambahan pada Plat Lantai
Jenis Tebal Berat Beban
(m) (kN/m3) (kN/m2)
Tebal Lapisan Aspal + Overlay 0.10 22.00 2.20
Tebal Genangan Air hujan 0.05 9.80 0.49
Beban mati tambahan = QMA = 2.690
61
3. Beban Truk “T” (TT)
Beban roda ganda oleh truk (beban T) berdasarkan standar pembebanan sebesar
112,5 kN. Untuk pembebanan truk “T”, FDB yaitu faktor beban dinamis diambil
sebesar 37%. Harga FDB yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan
yang berada di atas permukaan tanah SNI 1725:2016. Faktor beban untuk beban
truk, yaitu:
Faktor
Beban
Layan : KTT = 1,0
Ultimit : KTT = 1,8
Besar Beban Truk “T”, PTT :
PTT = (1 + FDB) x T
= (1 + 37%) x 112,5
= 154,13 kN
4. Beban Angin (PEW)
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus
sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan.
Beban angin dapat dilihat pada gambar IV.1 di bawah ini
Gambar IV.2 Beban garis mendatar (TEW) pada bidang samping
kendaraan
Sumber : [C]2008:MNI-CE Perhitungan Balok Prategang
62
Beban angin arah horizontal:
TEW = 1,46 N/mm
= 1,46 kN/m
Vw (kecepatan angin rencana) = 108 m/det
Bidang vertical yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2 m di atas lantai jembatan, maka transfer beban angin ke plat lantai
jembatan dihitung dengan rumus:
h = 2 m
Jarak antara roda kendaraan, x = 1,75 m
PEW = [12
x ℎ𝑥
x T𝐸𝑊 ]
= [12
x 21,75
x 1,46 ]
= 0,3914 kN
5. Pengaruh Temperatur (ET)
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul
akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya
setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum
rata-rata pada lantai jembatan.
Faktor beban akibat temperatur menurut SNI 1725:2016, yaitu:
Faktor
Beban
Layan : KET = 1,0
Ultimit : KET = 1,2
Temperatur jembatan rata-rata menurut SNI 1725:2016 (tabel II. 7), untuk lantai
beton di atas gelagar:
Temperatur maksimum rata – rata Tmax = 40 oC
Temperatur minimum rata – rata Tmin = 15 oC
Perbedaan temperatur, ΔT = (Tmax – Tmin)/2 = 12,5 oC
Kuat tekan beton fc’ = 29,05 mPa
Koef. Muai panjang untuk beton α = 1 x 10-5/ oC
Modulus elastisitas beton Ec = 25332,08 Mpa
63
IV.1.1.2 Momen Pada Plat Lantai
Momen maksimum pada slab lantai dihitung berdasarkan metode one way slab.
Berikut perhitungan momen pada plat lantai:
1. Akibat berat sendiri (QMs)
Gambar IV.3 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Berat Sendiri
Sumber : Ir. Thamrin Nasution “Struktur Baja II”
Berat sendiri, QMS = 6,25 kN/m
Jarak gelagar, S = 2,22 m
Momen tumpuan maksimum MMS
T = 1/12 x QMS x S²
= 1/12 x 6,25 x 2,222
= 2,566 kNm
Momen lapangan maksimum MMSL = 1/24 x QMS x S2
= 1/24 x 6,25 x 2,222
= 1,284 kNm
2. Akibat beban mati tambahan (QMA)
Gambar IV.4 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Mati Tambahan
Sumber : Ir. Thamrin Nasution “Struktur Baja II”
64
Beban mati tambahan, QMA = 2,690 kN/m
Jarak gelagar, S = 2,22 m
Momen tumpuan maksimum MMA
T = 5/48 x QMA x S²
= 5/48 x 2,690 x 2,222
= 1,380 kNm
Momen lapangan maksimum MMA L = 5/96 x QMA x S2
= 5/96 x 2,690 x 2,222
= 0,716 kNm
3. Akibat beban Truk (T)
Gambar IV.5 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Truk
Sumber : Ir. Thamrin Nasution “Struktur Baja II”
Beban Truk “T”, PTT = 154,13 kN/m
Jarak gelagar, S = 2,22 m
Momen tumpuan maksimum MTT
T = 5/32 x PTT x S
= 5/32 x 154,125 x 2,22
= 53,445 kNm
Momen lapangan maksimum MTT L = 9/64 x PTT x S
= 9/64 x 154,125 x 2,22
= 48,141 kNm
65
4. Akibat Beban Angin (PEW)
Gambar IV.6 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Angin
Sumber : Ir. Thamrin Nasution “Struktur Baja II”
Berat sendiri, PEW = 0,35225 kN/m
Jarak gelagar, S = 2,22 m
Momen tumpuan maksimum MEW
T = 5/32 x PEW x S
= 5/32 x 0,3914 x 2,22
= 0,136 kNm
Momen lapangan maksimum MEW L = 9/64 x PEW x S
= 9/64 x 0,3914 x 2,22
= 0,122 kNm
5. Akibat Temperatur (PET)
Gambar IV.7 Nilai Momen yang Terjadi Akibat Beban Temperatur
Sumber : Ir. Thamrin Nasution “Struktur Baja II”
66
Momen inersia lantai beton, I = 1/12 x b x h3
= 132083333,3 mm4
Modulus elastisitas, Ec = 25332,08 Mpa
Koefisien muai α = 10-5 / °C
Tebal Lantai h = 250 mm
Perbedaan temperatur, ΔT = Tmax – Tmin
= (40 oC – 15 oC)/2
= 12,5 oC
Momen tumpuan maksimum
METT = 0,000000562 x ∆T x α x Ec x S3
= 0,000000562 x 25 x 10-5 x 25332,08 x 2,223
= 0,00001947 kNm
Momen lapangan maksimum
MET L = 0,000000281 x ∆T x α x Ec x S3
= 0,000000281 x 25 x 10-5 x 25332,08 x 2,223
= 0,000009735 kNm
IV.1.1.3 Kombinasi Beban Pada Plat Lantai
Berikut tabel rekapitulasi beban dan kombinasi beban yang bekerja pada plat
lantai:
Tabel IV.4 Rekapitulasi Kombinasi Momen Pada Plat Lantai
No Jenis Beban Faktor
beban
Daya
layan
Keadaan
ultimit
Mtumpuan
(kNm)
Mlapangan
(kNm)
1 Berat sendiri MMS 1 1,3 2,566 1,284
2 Beban mati
tambahan MMA 1 2 1,380 0,715
3 Beban truk PTT 1 1,8 53,445 48,141
4 Beban angin MEW 1 1,2 0,136 0,122
5 Pengaruh
temperatur MET 1 1,2 0,000019470 0,00009735
67
Tabel IV.5 Kombinasi beban dan faktor beban berdasarkan SNI 1725:2016
Keadaan batas
MS
MA
TA
PR
PL
SH
TT
TD
TB
TR
TP
EU EWS EWL BF EUn TG
Gunakan salah satu
EQ TC TV
kuat I p 1,8 1 1 0,50/1,20 TG
kuat II p 1,4 1 1 0,50/1,20 TG
kuat III p 1 1,4 1 0,50/1,20 TG
kuat IV p 1 1 0,50/1,20
kuat v p 1 1,4 1 1 TG
ekstrem I p EQ 1 1 1
ekstrem II p 0,5 1 1 1,00/1,20 1 1
daya layan I 1 1 1 0,3 1 1 1,00/1,20 TG
daya layan II 1 1,3 1 1 1,00/1,20
daya layan III 1 1,8 1 1 1,00/1,20 TG
daya layan IV 1 1 0,7 1
fatik (TD dan
TR) 0,75
68
Tabel IV.6 Faktor kombinasi pembebanan
Jenis Beban
Jenis Kombinasi
Kuat
I
Kuat
II
Kuat
III
Kuat
IV
Kuat
V
EKSTREM
I
EKSTREM
II
Daya
Layan I
Daya
Layan II
Daya
Layan III
Daya
Layan IV
Fatik (TD
dan TR)
BERAT SENDIRI (MS) 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1 1 1 1 1
BEBAN MATI
TAMBAHAN (MA) 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 0
BEBAN TRUK (TT) 1,8 1,4 0 0 0 0 0,5 1 1,3 1,8 0 0,75
BEBAN ANGIN (EW) 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
BEBAN TEMPERATUR
(EUn) 1,2 1,2 1,2 1,2 0 0 1,2 1,2 1,2 1,2 0 0
Tabel IV.7 Momen Lapangan Terfaktor
LAPANGAN
Jenis Beban
Jenis Kombinasi
Kuat I Kuat
II
Kuat
III
Kuat
IV
Kuat
V
EKSTREM
I
EKSTREM
II
Daya
Layan
I
Daya
Layan
II
Daya
Layan
III
Daya
Layan
IV
Fatik (TD
dan TR)
BERAT SENDIRI (MS) 1,670 1,670 1,670 1,670 1,670 1,670 1,670 1,284 1,284 1,284 1,284 1,284
BEBAN MATI TAMBAHAN(MA) 1,432 1,432 1,432 1,432 1,432 1,432 1,432 0,716 0,716 0,716 0,716 0,000
BEBAN TRUK (TT) 86,655 67,398 0,000 0,000 0,000 0,000 24,071 48,142 62,584 86,655 0,000 36,106
BEBAN ANGIN (EW) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,110 0,000 0,000 0,110 0,000 0,000 0,000 0,000
BEBAN TEMPERATUR (EUn) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
MOMEN ULTIMIT Mu= 89,757 70,500 3,102 3,102 3,212 3,102 27,172 50,252 64,585 88,655 2,000 37,391
69
Tabel IV.8 Momen Tumpuan Terfaktor
TUMPUAN
Jenis Beban
Jenis Kombinasi
Kuat I Kuat
II
Kuat
III
Kuat
IV
Kuat
V
EKSTREM
I
EKSTREM
II
Daya
Layan
I
Daya
Layan
II
Daya
Layan
III
Daya
Layan
IV
Fatik (TD
dan TR)
BERAT SENDIRI (MS) 3,336 3,336 3,336 3,336 3,336 3,336 3,336 2,566 2,566 2,566 2,566 2,566
BEBAN MATI TAMBAHAN 2,760 2,760 2,760 2,760 2,760 2,760 2,760 1,380 1,380 1,380 1,380 0,000
BEBAN TRUK (TT) 96,201 74,823 0,000 0,000 0,000 0,000 26,723 53,445 69,479 96,201 0,000 40,084
BEBAN ANGIN (EW) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,122 0,000 0,000 0,122 0,000 0,000 0,000 0,000
BEBAN TEMPERATUR (EUn) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
MOMEN ULTIMIT Mu= 102,297 80,919 6,096 6,096 6,218 6,096 32,818 57,513 73,424 100,147 3,946 42,650
70
IV.1.1.4 Pembesian Plat Lantai
Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBTK) atau kondisi
ultimit.
1. Tulangan Lentur Negatif
• Momen rencana tumpuan (Mu) = 102,297 kNm (lihat Tabel IV.8)
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
• Tebal slab beton (h) = 250 mm
• Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
• Modulus elastisitas baja (Es) = 200000 MPa
• Faktor bentuk distribusi tegangan beton (β1) = 0,85
𝜌b =(0,85 x fc′x β
1)
fy x
600
(600 + fy)
𝜌b =(0,85 x 29,05 x 0,85)
400 x
600
(600 + 400)
𝜌b = 0,03148
Rmax = 0,75 x ρbx fy [1 − 0,5 x 0,75 x ρb x fy
(0,85 x fc′) ]
Rmax = 0,75 x 0,03148 x 400 [1 − 0,5 x 0,75 x 0,031482 x 400
(0,85 x 29,05) ]
Rmax = 7,63855
- Faktor reduksi kekuatan lentur (Φ) = 0,80
- Tebal efektif slab beton (d) = h – d’ = 250 – 40 = 210 mm
- Ditinjau slab selebar 1 meter (b) = 1000 mm
- Momen nominal rencana
Mn =Mu
Φ
Mn =102,297
0,8
Mn = 127,871 kNm
71
• Faktor tahanan momen
Rn =Mn x 10−6
(b x d2)
Rn =127,871 x 10−6
(1000 x 2102)
Rn = 2,89957
Rn (2,89957) < Rmax (7,63855 ) (OK)
• Rasio penulangan yang diperlukan:
ρ = 0,85fc′
fyx [1 − √{1 − 2 x
Rn
(0,85 x fc′)}]
ρ = 0,8529,05
400x [1 − √{1 − 2 x
2,89957
(0,85 x 29,05)}]
ρ = 0,00773
• Rasio tulangan minimum:
ρmin
=1,4
fy
ρmin
= 1,4
400
ρmin = 0,0035
• Rasio tulangan yang digunakan (ρ) = 0,00773
• Luas tulangan yang diperlukan
As = ρ x b x d
As = 0,00773 x 1000 x 210
As = 1623,3 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D - 16 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 x D2 x
b
As
s =π
4 x 162 x
1000
1624
s = 123,807 mm
72
• Digunakan tulangan D 16 – 120 mm
As =π
4x D2 x
b
s
As =π
4 x 162 x
1000
120
As = 1675,516 mm2 > 1623,3 mm2 ( memenuhi )
• Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok.
A′s = 50% x As
A′s = 50% x 1624 mm2
A′s = 812 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D - 13 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 x D2 x
b
A′s
s =π
4 x 132 x
1000
812
s = 163,46 mm
• Digunakan tulangan D-13 – 150 mm
Tulangan bagi bukanlah tulangan yang bersifat struktural, dengan kata lain
tulangan bagi tidak memikul momen lentur, sehingga jarak antar tulangan
dapat dibulatkan menjadi 150, maka direncanakan tulangan bagi D13 – 150
mm.
2. Tulangan Lentur Positif
• Momen rencana lapangan (Mu) = 89,757 kNm (lihat Tabel IV.7)
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
• Tebal slab beton (h) = 250 mm
• Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
• Modulus elastisitas baja (Es) = 200.000 MPa
• Faktor bentuk distribusi tegangan beton (β1) = 0,85
73
𝜌𝑏 =(0,85 x fc′x β1)
𝑓𝑦 x
600
(600 + 𝑓𝑦)
𝜌𝑏 =(0,85 x 29,05 x 0,85)
400 x
600
(600 + 400)
𝜌𝑏 = 0,03148
Rmax = 0,75 x ρbx fy [1 − 0,5 x 0,75 x ρb x fy
(0,85 x fc′) ]
Rmax = 0,75 x 0,031482 x 400 [1 − 0,5 x 0,75 x 0,031482 x 400
(0,85 x 29,05) ]
Rmax = 7,63855
- Faktor reduksi kekuatan lentur (Φ) = 0,80
- Tebal efektif slab beton (d) = h – d’ = 250 – 40 = 210 mm
- Ditinjau slab selebar 1 meter (b) = 1000 mm
- Momen nominal rencana
Mn =Mu
Φ
Mn =89,757
0,8
Mn = 112,196 kNm
• Faktor tahanan momen
Rn =Mn x 10−6
(b x d2)
Rn =112,196 x 10−6
(1000 x 2102)
Rn = 2,544132
Rn (2,54413) < Rmax (7,63855 ) (OK)
• Rasio penulangan yang diperlukan:
ρ = 0,85fc′
fyx [1 − √{1 − 2 x
Rn
(0,85 x fc′)} ]
ρ = 0,8529,05
400x [1 − √{1 − 2 x
2,54413
(0,85 x 29,05)} ]
ρ = 0,00673
74
• Rasio tulangan minimum:
ρmin
= 1,4
fy
ρmin
=1,4
400
ρmin = 0,0035
• Rasio tulangan yang digunakan (ρ) = 0,00673
• Luas tulangan yang diperlukan
As = ρ x b x d
As = 0,00673 x 1000 x 210
As = 1413,3 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D- 16 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 x D2 x
b
As
s =π
4 x 162 x
1000
1413,3
s = 142,26 mm
• Digunakan tulangan D 16 – 120 mm
As =π
4x D2 x
b
s
As =π
4 x 162 x
1000
120
As = 1675,516 mm2 < 1413,3 mm2 (memenuhi )
• Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok.
A′s = 50% x As
A′s = 50% x 1413,3 mm2
A′s = 706,65 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D - 13 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 x D2 x
b
A′s
s =π
4 x 132 x
1000
706,65
s = 187,83 mm
• Digunakan tulangan D-13 – 150 mm
75
IV.1.1.5 Kontrol Lendutan Plat Lantai jembatan
Untuk membatasi besar lendutan yang terjadi pada plat lantai akibat beban, maka
perlu dilakukan kontrol lendutan. Apabila lendutan terlalu besar, tegangan baja semakin
besar, dan memungkinkan plat lantai mengalami retak dan hancur.
- Mutu beton K-350
- Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
- Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
- Modulus elastis beton (Ec) = 25332,0844 MPa
- Modulus baja (Es) = 200000 MPa
- Tebal slab (h) = 250 mm
- Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
- Tebal efektif slab (d) = h – d’ = 210 mm
- Luas tulangan slab (As) = 1675,516 mm2
- Panjang bentang slab (Lx) = 2,22 m = 2220 mm
- Ditinjau slab selebar (b) = 1,00 m = 1000 mm
- Beban terpusat PTT = 154,13 kN
- Beban merata (Q = PMS + PMA) = 8,84 kN/m
- Lendutan total yang terjadi (δtot) harus < Lx/240 = 9,25 mm
- Inersia bruto penampang plat (Ig = 1
12 x b x h3) = 1302083333 mm3
- Modulus keruntuhan lentur beton (fr = 0,7 √f′c) = 3,77286364 MPa
- Nilai perbandingan modulus elastis:
n =Es
Ec
= 200000
25332,0844
= 7,895126072
n x As = 7,895 x 1675,516 = 13228,41 mm2
- Jarak garis netral terhadap sisi atas beton
c = n x As
b
c = 7,89512607 x 1675,516
1000
c = 13,2284 mm
76
- Inersia penampang retak yang ditransformasikan ke beton dihitung sebagai berikut:
Icr =1
3 x b x c3 + (n x As) x (d − c)2
Icr =1
3 x 1000 x 13,22843 + 7,89512607 x 1675,516 x (210 − 13,2284)2
Icr = 771545,076 + 512185540,1
Icr = 512957085,176 mm4
Yt =h
2
=250
2
= 125 mm
- Momen retak
Mcr =fr x Ig
yt
Mcr =3,77286364 x 1302083333
125
Mcr = 39300662,91 Nmm
- Momen maksimum akibat beban (tanpa faktor beban)
Ma = 1
8 x Q x Lx
2 x + 1
4 x P x Lx
Ma = 1
8 x 8,84 x 2,222 +
1
4 x 154,13 x 2,22
Ma = 5,445 + 85,542
Ma = 90,98715 kNm
Ma = 90987150 Nmm
- Inersia efektif untuk perhitungan lendutan:
Ie = (Mcr
Ma)
3
x Ig + [1 − (Mcr
Ma)
3
] x Icr
Ie = (39300662,91
90987150)
3
x 1302083333 + [1 − (39300662,91
90987150)
3
] x 512957085,176
Ie = 576549590 mm4
Q = 8,84 N/mm P = 154,13 N
77
- Lendutan elastisitas seketika akibat beban mati dan beban hidup:
δe =5
384 x
Q x Lx4
(Ec x Ie)+
1
48 x
P x Lx3
(Ec x Ie)
δe =5
384 x
8,84 x 22204
(25332,0844 x 576549590 )+
1
48 x
154,13 x 22203
(25332,0844 x 576549590 )
δe = 0,191 + 2,405
δe = 2,596 mm
- Rasio tulangan slab lantai:
ρ =AS
(b x d)
ρ =1675,516
(1000 x 210)
ρ = 0,00798
- Faktor ketergantungan waktu untuk beban mati (jangka waktu > 5 tahun) nilai:
ζ = 2,0
λ =ζ
(1 + 50 x ρ)
λ =2,0
(1 + 50 x 0,00798)
λ = 1,43
- Lendutan jangka panjang akibat rangkak dan susut:
δg = λ x 5
384 x
Q x Lx4
(Ec x Ie)
δg = 1,43 x 5
384 x
8,84 x 22204
(25332,0844 x 576549590)
δg = 0,2737 mm
- Lendutan total pada plat lantai jembatan:
Lx
240=
2220
240= 9,25 mm
δtot = δe + δg = 2,596 + 0,2737 = 2,87 mm < Lx
240 (9,25) (aman) OK
78
IV.1.1.6 Kontrol Tegangan Geser Pons
Gambar IV.8 Bidang Geser Pons pada Lantai
Sumber : RSNI T – 02 -2005 Pembebanan Jembatan
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton, fc’ = 29,05 MPa
• Kuat geser pons yang disyaratkan, fv = 0,3 x √𝑓𝑐′ = 0,3 x √29,05 = 1,617 MPa
• Faktor reduksi kekuatan geser, Ø = 0,75
• Beban roda truk pada slab , PTT = 154,13 kN = 154130 N
• Data diketahui
h = 0,25 m = 250 mm
a = 0,20 m = 200 mm
b = 0,50 m = 500 mm
ta = 0,10 m = 100 mm
• Bidang geser pons
u = a + 2 x ta + h
= 200 + (2 x 100) + 250
= 650 mm
v = b + 2 x ta + h
= 500 + (2 x 100) + 250 = 950 mm
b’= 2 u + 2 v
= (2x 650) + (2x 950) = 3200 mm
79
• Tebal efektif plat (d) = 210 mm
• Luas bidang geser (Av)
Av = 2 x (u + h) x d
Av = 2 x (650 + 250) x 210
Av = 378000 mm2
• Gaya geser pons nominal (Pn)
Pn = Av x fv
= 378000 x 1,617
= 611226 N
Ø x Pn = 0,75 x 611226
= 458419,6 N
• Faktor beban ultimit, KTT = 1,8
• Beban ultimit roda truk pada slab
Pu = KTT x PTT
= 1,8 x 154130
= 277434 N
Pu (277434 N) < Ø Pn (458419,6 N) (aman) OK
Gambar IV.9 Pembesian Plat Lantai
80
IV.1.2 Plat Injak
IV.1.2.1 Plat Injak Arah Melintang Jembatan
Gambar IV.10 Pembebanan Plat Injak Arah Melintang
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
1. Beban Truk “T”
• Beban hidup plat injak berupa beban roda ganda oleh truk (beban T) yang
besarnya T = 112,5 kN
• Faktor beban ultimit: KTT = 1,8
• Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil DLA = 0,37
• Beban truk TTT = (1 + DLA) x T = (1 + 0,37) x 112,5 kN = 154,13 kN
2. Momen Pada Plat Injak
• Tebal plat injak (h) = 0,25 m
• Tebal lapisan aspal (ta) = 0,1 m
• Lebar bidang kontak roda truk (b) = 0,5 m
• b’ = b + ta = 0,6
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Angka poison (𝛖) = 0,2
0,25 m 0,25 m
81
• Standard Modulus of Soil Reaction (Ks) = 81500 kN/m3
• Modulus elastic beton (Ec) = 25332,084 MPa = 25332084 kN/m2
• Momen maksimum pada plat injak akibat beban roda dihitung dengan rumus:
Mmax = TTT
2[1 − (r x
√2
λ)
0,6
]
Dimana:
λ = [Ec x h3
12 x (1 − υ2)x Ks]
0,25
λ = [25332084 x 0,253
12 x (1 − 0,22)x 81500]
0,25
λ = 0,8
• Lebar penyebaran beban terpusat:
r = b′
2=
0,6
2= 0,3
Mmax = TTT
2[1 − (r x
√2
λ)
0,6
]
Mmax = 154,13
2[1 − (0,3 x
√2
0,8)
0,6
]
Mmax = 24,392 kNm
• Momen ultimit plat injak arah melintang jembatan:
Mu = KTT x Mmax = 1,8 x 24,392 = 43,905 kNm
3. Pembesian Plat Injak Arah Melintang Jembatan
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
• Tebal plat injak (h) = 250 mm
• Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
• Modulus elastisitas baja (Es) = 200.000 MPa
• Faktor bentuk distribusi tegangan beton (β1) = 0,85
𝜌𝑏 =(0,85 x fc′x β1)
𝑓𝑦 x
600
(600 + 𝑓𝑦)
82
𝜌𝑏 =(0,85 x 29,05 x 0,85)
400 x
600
(600 + 400)
𝜌𝑏 = 0,05247 x 0,6 = 0,031482
Rmax = 0,75 x ρb x fy [1 − 0,5 x 0,75 x ρb x fy
(0,85 x fc′) ]
Rmax = 0,75 x 0,031482 x 400 [1 − 0,5 x 0,75 x 0,031482 x 400
(0,85 x 29,05) ]
Rmax = 9,4446 [0,8087557]
Rmax = 7,6384
• Faktor reduksi kekuatan lentur (Φ) = 0,80
• Faktor reduksi kekuatan geser (Φ) = 0,75
• Tebal efektif slab beton (d) = h – d’ = 250 – 40 = 210 mm
• Ditinjau slab selebar 1 meter (b) = 1000 mm
• Momen rencana ultimit (Mu) = 43,905 kNm
• Momen nominal rencana (Mn)
Mn =Mu
Φ
Mn =43,905
0,8
Mn = 54,881 kNm
• Faktor tahanan momen (Rn)
Rn =Mn x 106
(b x d2)
Rn =54,881 x 106
(1000 x 2602)
Rn = 0,8118
Rn (0,8118) < Rmax (7,6384 ) (OK)
• Rasio penulangan yang diperlukan:
ρ = 0,85fc′
fy[1 − √{1 − 2 x
Rn
(0,85 x fc′)}]
ρ = 0,85 29,05
400 [1 − √{1 − 2 x
0,8118
(0,85 x 29,05)}]
ρ = 0,00206
83
• Rasio tulangan minimum:
ρmin = 25% 1,4
fy
ρmin = 25% 1,4
400
ρmin = 0,000875
• Rasio tulangan yang digunakan (ρ) = 0,00206
• Luas tulangan yang digunakan
As = ρ x b x d
As = 0,00206 x 1000 x 210
As = 432,6 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D13 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 D2
b
𝐴𝑠
s =π
4 132
1000
432,6
s = 306,82 mm
• Digunakan tulangan D13 – 150 mm
As =π
4 D2
b
s
As =π
4 132
1000
150
As = 884,882 mm2
84
IV.1.2.2 Plat Injak Arah Memanjang Jembatan
Gambar IV.11 Pembebanan Plat Injak Arah Memanjang
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
1. Beban Truk “T”
• Beban hidup plat injak berupa beban roda ganda oleh truk (beban T) yang
besarnya T = 112,5 kN
• Faktor beban ultimit: KTT = 1,8
• Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil DLA = 0,37
• Beban truk TTT = (1 + DLA) x T = (1 + 0,37) x 112,5 kN = 154,13 kN
2. Momen Pada Plat Injak
• Tebal plat injak (h) = 0,25 m
• Tebal lapisan aspal (ta) = 0,1 m
• Lebar bidang kontak roda truk (a) = 0,3 m
• a’ = a + ta = 0,4
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Angka poison (𝛖) = 0,2
• Standard Modulus of Soil Reaction (Ks) = 81500 kN/m3
0,25 m 0,25 m
85
• Modulus elastic beton (Ec) = 25332,084 MPa = 25332084 kN/m2
• Momen maksimum pada plat injak akibat beban roda dihitung dengan rumus:
Mmax = TTT
2[1 − (r x
√2
λ)
0,6
]
Dimana:
λ = [Ec x h3
12 x (1 − υ2)x Ks]
0,25
λ = [25332084 x 0,253
12 x (1 − 0,22)x 81500]
0,25
λ = 0,8
• Lebar penyebaran beban terpusat:
r = a′
2=
0,4
2= 0,2
Mmax = TTT
2[1 − (r x
√2
λ)
0,6
]
Mmax = 154,13
2[1 − (0,3 x
√2
0,8)
0,6
]
Mmax = 35,767 kNm
• Momen ultimit plat injak arah melintang jembatan:
Mu = KTT x Mmax = 1,8 x 35,767 = 64,381 kNm
3. Pembesian Plat Injak Arah Memanjang Jembatan
• Mutu beton K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
• Tebal plat injak (h) = 250 mm
• Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
• Modulus elastisitas baja (Es) = 200.000 MPa
• Faktor bentuk distribusi tegangan beton (β1) = 0,85
𝜌𝑏 =(0,85 x fc′x β1)
𝑓𝑦 x
600
(600 + 𝑓𝑦)
𝜌𝑏 =(0,85 x 29,05 x 0,85)
400 x
600
(600 + 400)
86
𝜌𝑏 = 0,05247 x 0,6 = 0,031482
Rmax = 0,75 x ρb x fy [1 − 0,5 x 0,75 x ρb x fy
(0,85 x fc′) ]
Rmax = 0,75 x 0,031482 x 400 [1 − 0,5 x 0,75 x 0,031482 x 400
(0,85 x 29,05) ]
Rmax = 9,4446 [0,8087557]
Rmax = 7,6384
• Faktor reduksi kekuatan lentur (Φ) = 0,80
• Faktor reduksi kekuatan geser (Φ) = 0,75
• Tebal efektif slab beton (d) = h – d’ = 250 – 40 = 210 mm
• Ditinjau slab selebar 1 meter (b) = 1000 mm
• Momen rencana ultimit (Mu) = 64,381 kNm
• Momen nominal rencana (Mn)
Mn =Mu
Φ
Mn =64,381
0,8
Mn = 80,476 kNm
• Faktor tahanan momen (Rn)
Rn =Mn x 106
(b x d2)
Rn =80,476 x 106
(1000 x 2102)
Rn = 1,8248
Rn (1,8248) < Rmax (7,6384 ) (OK)
• Rasio penulangan yang diperlukan:
ρ = 0,85fc′
fy[1 − √{1 − 2 x
Rn
(0,85 x fc′)}]
ρ = 0,85 29,05
400 [1 − √{1 − 2 x
1,8248
(0,85 x 29,05)}]
ρ = 0,00474
87
• Rasio tulangan minimum:
ρmin = 25% 1,4
fy
ρmin = 25% 1,4
400
ρmin = 0,000875
• Rasio tulangan yang digunakan (ρ) = 0,00474
• Luas tulangan yang digunakan
As = ρ x b x d
As = 0,00474x 1000 x 210
As = 995,4 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D19 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 D2
b
As
s =π
4 192
1000
995,4
s = 284,84 mm
• Digunakan tulangan D19 – 200 mm
As =π
4 D2
b
s
As =π
4 192
1000
200
As = 1417,6 mm2
Gambar IV.12 Pembesian Plat Injak
D19-200
88
IV.1.3 Analisis Tiang Sandaran
1. Berat Pada Tiang Sandaran
Gambar IV.13 Detail Tiang Sandaran
Berat beton bertulang = 25 kN/m3
Berat parapet untuk panjang L = 1 m
No. b
(m)
h
(m) Shape
L
(m)
Berat
(kN/m) Lengan Momen
1 0.240 0.6 1 1 3,6 0,144 0,5184
2 0.240 0.35 1 1 2,1 0,358 0,7518
3 0.284 0.35 0.5 1 1.242 0,512 0,6359
4 0.524 0.25 1 1 3.275 0,561 1,8373
Total PMS= 10.218 MMs = 3,7434
89
2. Beban Hidup Pada Pedestarian
Gambar IV.14 Beban Horizontal pada Tiang Sandaran
Beban hidup pada pedestarian per meter lebar tegak lurus bidang gambar:
Jenis Beban Gaya Lengan Momen
(kN) (m) (kNm)
Beban horisontal pada sandaran (H1) 10 1,265 12,65
Momen akibat beban hidup pada pedestrian MTP = 12,65
3. Momen Ultimit Rencana Slab Trotoar
• Faktor beban ultimit untuk berat sendiri pedestarian KMS = 1,3
• Factor beban ultimit untuk beban hidup pedestarian KTP = 2
• Momen akibat berat sendiri pedestarian MMS = 3,7434 kNm
• Momen akibat beban hidup pedestarian MTp = 12,65 kNm
• Momen ultimit rencana slab trotoar Mu = 30,166 kNm
4. Pembesian Slab Trotoar
• Mutu beton K-00
• Mutu baha U - 39
• Kuat tekan beton (fc’) = 24,9 MPa
• Tegangan leleh baja (fy) = 400 MPa
• Tebal plat injak (h) = 250 mm
• Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (d’) = 40 mm
H1 = 10 kN
90
• Modulus elastisitas baja (Es) = 200.000 MPa
• Faktor bentuk distribusi tegangan beton (β1) = 0,85
𝜌𝑏 =(0,85 x fc′x β1)
𝑓𝑦 x
600
(600 + 𝑓𝑦)
𝜌𝑏 =(0,85 x 24,9 x 0,85)
400 x
600
(600 + 400)
𝜌𝑏 = 0,026985
Rmax = 0,75 x ρb x fy [1 − 0,5 x 0,75 x ρb x fy
(0,85 x fc′) ]
Rmax = 0,75 x 0,031482 x 400 [1 − 0,5 x 0,75 x 0,031482 x 400
(0,85 x 24,9) ]
Rmax = 5,671145
• Faktor reduksi kekuatan lentur (Φ) = 0,80
• Faktor reduksi kekuatan geser (Φ) = 0,75
• Tebal efektif slab beton (d) = h – d’ = 250 – 40 = 210 mm
• Ditinjau slab selebar 1 meter (b) = 1000 mm
• Momen rencana ultimit (Mu) = 30,16642 kNm
• Momen nominal rencana (Mn)
Mn =Mu
Φ
Mn =30,16642
0,8
Mn = 37,708 kNm
• Faktor tahanan momen (Rn)
Rn =Mn x 106
(b x d2)
Rn =37,708 x 106
(1000 x 2102)
Rn = 1,8248
Rn (0,8550) < Rmax (5,671145 ) (OK)
• Rasio penulangan yang diperlukan:
ρ = 0,85fc′
fy[1 − √{1 − 2 x
Rn
(0,85 x fc′)}]
91
ρ = 0,85 24,9
400 [1 − √{1 − 2 x
0,8550
(0,85 x 24,9)}]
ρ = 0,00218
• Rasio tulangan minimum:
ρmin = 25% 1,4
fy
ρmin = 25% 1,4
400
ρmin = 0,000875
• Rasio tulangan yang digunakan (ρ) = 0,00218
• Luas tulangan yang digunakan
As = ρ x b x d
As = 0,00218 x 1000 x 210
As = 458,359 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan : D19 mm
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 D2
b
As
s =π
4 192
1000
458,359
s = 618,823 mm
• Digunakan tulangan D19 – 200 mm
As =π
4 D2
b
s
As =π
4 192
1000
200
As = 1417,6 mm2
• Untuk tulangan longitudinal diambil 50% tulangan pokok
As′ = 50% x As
As′ = 50% x 1417,6
As′ = 709,107 mm2
• Diameter tulangan yang digunakan D13
• Jarak tulangan yang diperlukan:
s =π
4 D2
b
As
92
s =π
4 132
1000
709,107
s = 187,258 mm
• Digunakan tulangan D13 – 150 mm
As =π
4 D2
b
s
As =π
4 192
1000
187,258
As = 737,698 mm2
IV.1.4 Analisis Balok Girder Bentang 30,8 Meter
Gambar IV.15 Potongan Melintang Bentang 30,8 meter
Balok girder adalah sebuah balok yang menghubungkan dua penyangga dapat
berupa pilar ataupun Abutment pada suatu jembatan yang memiliki fungsi utama untuk
menahan gaya lentur yang ditimbulkan oleh beban-beban di atasnya.
Balok prategang yang digunakan adalah balok prategang sistem pasca tarik (post
– tension). Data – data teknik balok prategang sebagai berikut:
Tabel IV.9 Data Jembatan Tanjung Baru
Uraian Notasi Dimensi Satuan
Panjang balok prategang L 30,8 m
Jarak antara balok prategang S 2,22 m
Tebal plat lantai jembatan ho 0,25 m
Tebal genangan air hujan th 0,10 m
0,25
93
Tabel IV.10 Berat Isi
No Uraian Notasi Berat Satuan
1 Berat beton prategang wc 25,50 kN/m3
2 Berat beton bertulang wc’ 25,00 kN/m3
3 Beton Wc’’ 24,00 kN/m3
4 Berat aspal Waspal 22,00 kN/m3
5 Berat jenis air Ww 9,80 kN/m3
Gambar IV.16 Dimensi Balok Girder Prategang
Tabel IV.11 Dimensi Balok Prategang
Kode Lebar (m) Kode Tebal (m)
b1 0,60 h1 0,07
b2 0,80 h2 0,13
b3 0,30 h3 0,12
b4 0,20 h4 1,25
b5 0,25 h5 0,25
b6 0,70 h6 0,25
H 1,7
94
IV.1.5 Material Balok Girder Prategang
Balok prategang terdiri dari beton dan kabel prestress, spesifikasi dari bahan
material beton prategang sebagai berikut:
1. Beton
• Mutu beton girder prestress = K-500
• Kuat tekan beton (fc’) = 41,50 MPa
• Modulus elastik beton (EC = 4700 √fc’) = 30277,632 MPa
• Angka poisson (υ) = 0,2
• Modulus geser (G= 𝐸𝑐
[2 𝑥 (1+υ )]) = 12.615,68 MPa
• Koefisien muai panjang untuk beton (α) = 0,00001
• Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer)
• fci = 0,80 x fc’ = 33,20 MPa
• Tegangan ijin beton saat penarikan:
• Tegangan ijin tekan = 0,60 x fci = 19,92 MPa
• Tegangan ijin tarik = 0,50 x√ fci = 2,880972 MPa
• Tegangan ijin beton pada keadaan akhir:
• Tegangan ijin tekan = 0,45 x fc = 18,68 MPa
• Tegangan ijin tarik = 0,50 x√fc’= 3,22 MPa
• Mutu beton plat lantai jembatan = K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Modulus elastik beton (EC = 4700 √fc’) = 25.332,0844 MPa
2. Baja Prategang
• Jenis strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270
• Tegangan leleh strand (fpy) = 1580 MPa
• Kuat tarik strand fpu = 1860 MPa
• Diameter nominal strands (D) = 12,7 mm (=1/2")
• Luas tampang nominal satu strands (Ast ) = 98.7 mm2
• Beban putus minimal satu strands (Pbs) = 187.32 kN (100% UTS)
• Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 kawat untaian / tendon
• Diameter selubung ideal 84 mm
95
• Luas tampang strands 1875.3 mm2
• Beban putus satu tendon (Pb1) = 3559.1 kN (100% UTS)
• Modulus elastis strands (Es) = 193000 MPa
• Tipe dongkrak VSL 19
3. Baja Tulangan
• Baja tulangan ≥ D-13 mm menggunakan BJTD 40/fy = 400 Mpa
• Baja tulangan < D-13 mm menggunakan BJTD 24/fy = 240 Mpa
IV.1.6 Penentuan Lebar Efektik Plat Lantai
Gambar IV.17 Lebar Efektif Plat Lantai
• Lebar efektif plat (Be) diambil nilai terkecil dari:
L = 30,8 m
L
4= 7,7 m
s = 2,22 m
12 x ho = 12 x 0,25 = 3 m
• Diambil lebar efektif plat lantai (Be) = 2,22 m
• Kuat tekan beton plat (fc’(plat)) = 29,05 MPa
• Kuat tekan beton balok (fc’(balok)) = 41,50 MPa
• Modulus elastik plat beton (Eplat) = 25.332,0844 MPa
• Modulus elastik balok beton prategang:
Ebalok = 0,043 x (Wc)1,5 x √(fc’) = 32600 MPa
96
• Nilai perbandingan modulus elastik plat dan balok
n =Eplat
Ebalok =
25.332,0844
32600= 0,777058
• Jadi lebar pengganti beton plat lantai jembatan:
Beff = n x Be
Beff = 0,777058 x 2,22 m
Beff = 1,73 m
Gambar IV.18 Dimensi Lebar Efektif Plat Lantai
IV.1.7 Section Properties Balok Girder
Gambar IV.19 Letak Titik Berat Balok Girder
97
Tabel IV.12 Dimensi Balok Prategang
No.
Dimensi Luas
Tampang
A
(m2)
Jarak
thd
alas
y
(m)
A*y
(m3)
A*y2
(m4)
Inersia momen
Io
(m4)
Lebar
b
(m)
Tinggi
h
(m)
1 0.6 0.07 0.042 1,67 0,06993 0,11643 0,00002
2 0.8 0.13 0.104 1,57 0,16276 0,25472 0,00015
3 0.3 0.12 0.036 1,46 0,05256 0,07674 0,00003
4 0.2 1.25 0.25 0,88 0,21875 0,19141 0,03255
5 0.25 0.25 0.0625 0,33 0,02083 0,00694 0,00022
6 0.7 0.25 0.175 0,13 0,02188 0,00273 0,00091
Total 0.6695 0.54671 0.64898 0,03387
• Tinggi total balok prategang (h) = 1,7 m
• Luas penampang balok prategang (A) = 0.6695 m2
• Tebal Plat Lantai (h0) = 0,25 m
• Lebar Efektif (Beff) = 1,73 m
• Letak titik berat :
yb =ΣA x y
ΣA
yb = 0.54671
0,6695
yb = 0,8166 m
ya = h – yb
ya = 1,7 – 0,8166 = 0,8834 m
• Momen inersia terhadap alas balok:
Ib = ΣA x y2 + ΣIo = 0.64898+ 0,03387 = 0,68285 m4
• Momen inersia terhadap titik berat balok:
Ix = Ib – (ΣA x yb2) = 0,68285 – (0,6695 x 0,81662) = 0,23641 m4
• Tahanan momen sisi atas:
Wa =Ix
𝑦𝑎=
0,23641
0,8834= 0,26761 m3
• Tahanan momen sisi bawah:
Wb =Ix
𝑦𝑏=
0,23641
0,8166= 0,28951 m3
98
IV.1.8 Section Properties Balok Komposit (Balok Prategang + Plat)
Balok komposit dalam hal ini adalah perpaduan antara balok prategang dengan
pelat lantai. Oleh karena itu dalam perhitungan momen inersia ditentukan dengan
perpaduan keduanya.
Gambar IV.20 Letak Titik Berat Balok Komposit
Tabel IV.13 Section Properties Balok Komposit
No.
Dimensi
Luas
Tampang
A (m2)
Jarak
thd
alas
y
(m)
A*y
(m3)
A*y2
(m4)
Inersia momen
Ico
(m4)
Lebar
b
(m)
Tinggi
h
(m)
0 1,73 0.25 0,43127 1,83 0,78706 1,43639 0,00225
1 0.6 0.07 0,04200 1,67 0,06993 0,11643 0,00002
2 0.8 0.13 0,10400 1,57 0,16276 0,25472 0,00015
3 0.3 0.12 0,03600 1,46 0,05256 0,07674 0,00003
4 0.2 1.25 0,25000 0,88 0,21875 0,19141 0,03255
5 0.25 0.25 0,06250 0,33 0,02083 0,00694 0,00022
6 0.7 0.25 0,17500 0,13 0,02188 0,00273 0,00091
Total 1.10077 1,33377 2,08536 0,03612
• Tinggi total balok prategang (h) = 1,95 m
• Luas penampang balok prategang (A) = 1,10077 m2
• Tebal Plat Lantai (h0) = 0,25 m
• Lebar Efektif (Beff) = 1,73 m
99
• Letak titik berat :
ybc =ΣA x y
ΣA
ybc = 1,33377
1,10077
ybc = 1,2117 m
yac = h – ybc
yac = 1,95 – 1,2117 = 0,7383 m
• Momen inersia terhadap alas balok:
Ibc = ΣAc x y2 + ΣIoo = 2,08536+ 0,03612 = 2,12148 m4
• Momen inersia terhadap titik berat balok komposit:
Ixc = Ibc – (A x ybc2) = 2.12148 – (1,10077 x 1,2117 2) = 0,50539 m4
• Tahanan momen sisi atas plat:
Wac =Ixc
yac=
0,50539
0,7383= 0,68451 m3
• Tahanan momen sisi atas balok:
W′ac =Ixc
yac − h0=
0,50539
0,7383 − 0,25= 1,40174 m3
• Tahanan momen sisi bawah balok:
Wbc =Ixc
ybc=
0,50539
1,2117= 0,417 m3
IV.1.9 Pembebanan Balok Prategang
Pembebanan pada balok prategang digunakan untuk mengetahui apakah
penampang balok tersebut bisa menahan beban – beban yang bekerja pada penampang.
IV.1.9.1 Berat Sendiri Balok Prategang (MS)
Berat sendiri terdiri dari balok prategang , berat balok diafragma dan plat lantai
jembatan. Berikut ini akan dijelaskan masing – masing:
1. Berat Diafragma
- Ukuran diafragma:
• Tebal = 0,15 m
• Lebar = 1,84 m
• Tinggi = 1,25 m
100
- Berat 1 buah diafragma (W) = 0,15 m x 1,84 m x 1,25 m x 25 kN/m = 8,62 kN
- Jumlah diafragma (n) = 6 buah
- Berat diafragma (Wdiafragma) = 51,72 kN
- Panjang bentang (L) = 30,8 m
- Jarak diafragma:
• X2 = 12,5 m
• X1 = 6,25 m
• X0 = 0 m
- Momen maksimum ditengah bentang L:
Mmax = (1
2 x n x X2 − X2−X1 − X0) x W
Mmax = (1
2 x 6 x 10,5 − 12,5 − 6,25 − 0) x 8,6
Mmax = 269,531 kNm
- Berat diafragma ekivalen:
• Qdiafragma = 8 x 𝑀𝑀𝑎𝑥
𝐿2
= 8 x 269,531
30,82 = 2,273 kN/m
2. Berat Balok Prategang
- Panjang balok prategang (L) = 30,8 m
- Luas penampang (A) = 0.6695 m2
- Berat balok prategang +10%
W = A x L x wc’
W = 0,6995 x 30,8 x 25
W = 515,5 Kn
Wbalok = W +10%
= 515,6 Kn
Qbalok = Wbalok
L
Qbalok = 515,6
30,8
Qbalok = 16,741 kN/m
101
3. Gaya Geser dan Momen Akibat Berat Sendiri
Untuk perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Beban (QMS) = A x w kN/m
Panjang bentang (L) = 30,8 m
Gaya geser (VMS) = ½ x QMS x L kN
Momen (MMS) = 1/8 x QMS x L2 kNm
Tabel IV.14 Berat Sendiri Struktur Atas
No Jenis beban berat sendiri
Lebar b
(m)
Tebal h
(m)
Luas A
(m2)
Berat sat w
(kN/m3)
Beban Qms
(kN/m)
Geser Vms
(kN)
Momen Mms
(kNm)
1 Balok
prategang 16,741 257,808 1985,118
2 Plat lantai 1,73 0,25 0,431 25,00 10,782 166,038 1278,491
3 Deck slab 1,680 0,07 0,118 25,00 2,940 45,276 348,625
4 Diafragma 2,273 35,004 269,531
Total : 32,735 504,125 3881,765
IV.1.9.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (superimposed dead load) adalah berat seluruh bahan
yang menimbulkan suatu beban pada balok (girder) jembatan yang merupakan elemen
non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Girder jembatan
direncanakan mampu memikul beban mati tambahan berupa lapisan aspal dan genangan
air hujan.
• Beban (QMA) = A x w kN/m
• Panjang bentang (L) = 30,8 m
• Gaya geser (VMA) = ½ x QMA x L kN
• Momen (MMA) = 1/8 x QMA x L2 kNm
Tabel IV.15 Beban Mati Tambahan
No Jenis beban berat sendiri
Lebar b
(m)
Tebal h
(m)
Luas A
(m2)
Berat sat w
(kN/m3)
Beban QMA
(kN/m)
Geser VMA
(kN)
Momen MMA
(kNm)
1 Lapisan aspal + overlay
1,73 0,05 0,086253 25,00 2,156335 33,20757 255,6983
2 Air hujan 1,73 0,05 0,086253 25,00 2,156335 33,20757 255,6983
102
IV.1.9.3 Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (BTR), UDL dan beban garis
(Knife Edge Load), UDL mempunyai intensitas q (KPa) yang besarnya tergantung pada
total L yang dibebani dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
q = 9,0 x (0,5 x 15
L) > 30 𝑚
KEL mempunyai intensitas (p) = 49,0 kN/m (RSNI T – 02 – 2005 hal 16)
Faktor beban dinamis (DLA) untuk panjang bentang 30,8 m adalah 0,4
Untuk perhitungan beban dan momen akibat beban “D” dapat dilihat sebagai berikut:
• Panjang balok (L) = 30,8 m
• Jarak antara prategang (s) = 2,22 m
• Beban merata:
q = 9,0 x (0,5 + 15
L) > 30 𝑚
q = 9,0 x (0,5 + 15
30,8)
q = 8,883 kPa
• Beban merata pada balok:
QTD = q x s
QTD = 8,883 x 2,22
QTD = 19,720 kN/m
• Beban terpusat pada balok:
PTD = (1 + DLA) x p x s
PTD = (1 + 0,40) x 49,0 x 2,22
PTD = 152,292 kN
• Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat beban lajur:
- Gaya geser:
VTD = 1
2 x QTDx L +
1
2x PTD
VTD = 1
2 x 19,720 x 30,8 +
1
2x 152,292
VTD = 379,838 kN
- Momen Maksimum:
TOTAL 4,312671 66,41513 511,3965
103
MTD = 1
8 x QTDx L2 +
1
4x PTDx L
MTD = 1
8 x 19,720 x 30,82 +
1
4x 152,292 x 30,8
MTD = 3511,077 kNm
IV.1.9.4 Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
memanjang dan dianggap bekerja pada jarak 1,80 m di atas permukaan lantai jembatan.
Gambar IV.21 Beban Rem (TB)
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
• Panjang balok (L) = 30,8 m
• Jumlah balok prategang (nbalok) = 7
• Gaya rem (HTB) = 250 kN (L<80 m)
• Jarak antara balok prategang (s) = 2,22 m
TTB = HTB
nbalok
TTB = 250
7
TTB = 41,667 kN
• Gaya rem (TTB) = 5% beban lajur “D” tanpa factor beban dinamis
QTD = q x s
QTD = 8,883 x 2,22
QTD = 19,720 kN/m
• PTD = P x S
PTD = 49,0 x 2,22 = 108,78 kN
• TTB = 0,05 (QTD x L + PTD)
TTB = 0,05 (19,720 x 30,8 + 108,78 )
TTB = 35,808 kN
104
Diambil gaya rem TTB = 41,667 kN
• Lengan terhadap titik berat balok:
y = 1,80 + ha + yac
y = 1,80 + 0,10 + 0,7383
y = 2,6383 m
• Beban momen akibat gaya rem:
M = TTB x y
M = 41,667 x 2,6383
M = 109,93 kNm
• Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat gaya rem:
a. Gaya geser:
VTB = M
L
VTB = 109,93
30,8
VTB = 3,57 kN
b. Momen maksimum:
MTB = 1
2x M
MTB = 1
2 x 109,93
MTB = 54,97 kNm
IV.1.9.5 Beban Angin (EW)
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar
1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan (SNI 1725:2016).
Gambar IV.22 Beban Angin (EW)
X
105
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
TEW = 1,46 N/mm
L = 30,8 m
Bidang vertikal yang ditup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2 m diatas lantai jembatan.
h = 2 m
Jarak antara roda kendaraan (x) = 1,75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan
QEW = [1
2 x
h
X x TEW]
QEW = [1
2 x
2
1,75 x 1,46]
QEW = 0,834 kN/m
Gaya geser dan momen maksimum akibat beban angin:
a. Gaya geser:
VTB = 1
2 x QEW x L
VTB = 1
2 x 0,834 x 30,8
VTB = 12,844 kN
b. Momen maksimum:
MTB = 1
8x QEW x L2
MTB = 1
8 x 0,834 x 30,82
MTB = 98,896 kNm
IV.1.9.6 Beban Gempa (EQ)
Gaya gempa vertikal pad balok prategang dihitung dengan menggunakan
percepatan vertikal ke bawah minimal sebesar 0,10 x g (g = gravitasi) atau dapat diambil
50% koefisien gempa horizontal static ekivalen.
• Koefisien beban gempa horizontal:
Kh = C x s
• Waktu getar struktur dihitung dengan rumus:
106
T = 2 x π x √[Wt
(g x Kp)]
Dimana:
Wt = berat total yang berupa berat sendiri dari beban mati tambahan.
Kp = kekakuan struktur yang merupakan gaya horizontal diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan.
• Percepatan gravitasi bumi (g) = 9,81 m/det2
• Berat sendiri (QMS) = 32,735 kN/m
• Berat mati tambahan (QMA) = 4,312671 kN/m
• Panjang bentang balok (L) = 30,8 m
• Berat total yang berupa berat sendiri dan berat mati tambahan:
Wt = (QMS + QMA ) x L
Wt = (32,735 + 4,312671) x 30,8
Wt = 1141,081 kN
• Momen inersia balok prategang (Ixc) = 0,50539 m4
• Modulus elastik (Ec) = 30277,632 MPa = 30277632 kPa
• Kekakuan balok prategang:
Kp = 48 x Ec x Ixc
L3
Kp = 48 x 30277632 x 0,50539
30,83
Kp = 25138,32 kN/m
• Waktu getar:
T = 2 x π x √[Wt
(g x Kp)]
T = 2 x π x √[1141,081
(9,81 x 25138,32 )]
T = 0,427 detik
Untuk lokasi di wilayah gempa Zona 3, dari kurva RSNI 2833 – 2016 diperoleh
koefisien geser dasar C = 0,18
Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis beton prategang penuh
berdasarkan Standar Pembebanan untuk jembatan nilai s = 1,3 F
107
Dengan, F = 1,25 – 0,025 x n dan F harus diambil ≥ 1
F = factor perangkaan n = jumlah sendi plastis yang menahan deforms arah lateral
• Jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral n = 1
F = 1,25 – (0,025 x n)
F = 1,25 – (0,025 x 1) = 1,225
• Faktor tipe struktur:
S = 1,3, x F
S = 1,3 x 1,225
S = 1,5925
• Koefisien beban gempa:
Kh = C x S
Kh = 0,18 x 1,5925
Kh = 0,28665
• Koefisien beban gempa vertikal:
Kv = 50% x Kh
Kv = 50% x 0,28665
Kv = 0,143 < 1,00
• Gaya gempa vertikal:
TEQ = Kv x Wt
TEQ = 0,143 x 1141,081
TEQ = 163,545 kN
• Beban gempa vertikal:
QEQ = TEQ
L
QEQ = 163,545kN
30,8 m
QEQ = 5,3099 kN/m
• Gaya geser dan momen maksimum akibat gempa vertikal:
a. Gaya geser:
VEQ = 1
2 x QEQ x L
VEQ = 1
2 x 5,3099 x 30,8
VEQ = 81.77272 kN
108
b. Momen maksimum:
MEQ = 1
8x QEQ x L2
MEQ = 1
8x 5,3099 x 30,82
MEQ = 629,6499 kNm
IV.1.10 Resume Momen dan Gaya Geser Pada Balok
Tabel IV.16 Resume Momen dan Gaya Geser Pada Balok Girder
No Jenis beban Kode
beban
Q
(kN/m)
P
(kN)
M
(kNm) Keterangan
1 Berat balok
prategang
Balok 16,741 - -
Beban merata, Qbalok
2 Berat plat Plat 5,75 - - Beban merata, Qplat
3 Berat sendiri MS 32,735 - - Beban merata, QMS
4 Mati tambahan MA 4,312671 - - Beban merata, QMA
5 Lajur “D” TD 19,72026 152,292
- Beban merata, QTD
dan terpusat PTD
6 Gaya rem TB - - 109,9303
Beban merata, QTB
7 Angin EW 1,008 - - Beban merata, QEW
8 Gempa EQ 5,309917 - - Beban merata, QEQ
Untuk mencari besar momen maksimum dan gaya geser maksimum disepanjang
balok maka persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel IV.17 Persamaan Momen dan Gaya Geser Pada Balok Girder
Panjang bentang balok, L = 30,8 m
No Jenis beban Persamaan Momen Persamaan Gaya Geser
1 Berat sendiri (MS) Mx = ½ x QMS (L x X – X2) Vx = QMS (L/2 – X)
2 Mati Tambahan (MA) Mx = ½ x QMA (L x X – X2) Vx = QMA (L/2 – X)
3 Lajur “D” (TD) Mx = ½ x QTD (L x X – X2)
+ ½ x PTD x X
Vx = QTD (L/2 – X) + ½ x PTD
4 Gaya rem (TB) Mx = X/L x MTB Vx = MTB /L
5 Angin (EW) Mx = ½ x QEW (L x X – X2) Vx = QEW (L/2 – X)
6 Gempa (EQ) Mx = ½ x QEQ (L x X – X2) Vx = QEQ (L/2 – X)
109
Tabel IV.18 Momen Pada Balok Girder
Jarak X
(m)
Momen pada balok prategang akibat beban KOMB. I KOMB. II KOMB. III KOMB. IV
Berat Balok
Berat sendiri
Mati Tambahan
Lajur "D"
Rem Angin Gempa MS+MA+TD+TB MS+MA+TD+EW MS+MA+TD+TB+EW MS+MA+EQ
MS MA TD TB EW EQ
(kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1,5 318,6425 737,535 97,165 542,530 5,49651 22,7104 121,512 1382,727 1399,941 1405,437 956,2126
3,1 609,4268 1397,436 184,103 1038,291 10,993 43,0303 234,188 2630,822 2662,86 2673,853 1815,726
4,6 872,3528 1979,700 260,812 1487,284 16,4895 60,9596 338,027 3744,286 3788,756 3805,245 2578,54
6,2 1107,42 2484,330 327,294 1889,508 21,9861 76,4983 433,03 4723,117 4777,63 4799,616 3244,654
7,7 1314,63 2911,324 383,547 2244,963 27,4826 89,6465 519,197 5567,317 5629,481 5656,964 3814,069
9,2 1493,981 3260,683 429,573 2553,650 32,9791 100,404 596,528 6276,885 6344,31 6377,289 4286,784
10,8 1645,474 3532,407 465,371 2815,568 38,4756 108,771 665,022 6851,821 6922,117 6960,592 4662,8
12,3 1769,109 3726,495 490,941 3030,718 43,9721 114,747 724,68 7292,126 7362,901 7406,873 4942,116
13,9 1864,885 3842,948 506,283 3199,099 49,4686 118,333 775,502 7597,798 7666,663 7716,132 5124,733
15,4 1932,803 3881,765 511,397 3320,712 54,9651 119,529 817,488 7768,839 7833,402 7888,368 5210,65
110
Tabel IV.19 Gaya Geser Pada Balok Girder
Jarak X
(m)
Geser pada balok prategang akibat beban KOMB. I KOMB. II KOMB. III KOMB. IV
Berat Balok
Berat sendiri
Mati Tambahan
Lajur "D"
Rem Angin Gempa MS+MA+TD+TB MS+MA+TD+EW MS+MA+TD+TB+EW MS+MA+EQ
MS MA TD TB EW EQ
(kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm)
0 257,808 504,125 66,415 379,838 3,569 15,523 81,773 953,948 965,902 969,471 652,313
1,5 232,027 453,713 59,774 349,469 3,569 13,971 73,595 866,524 876,926 880,495 587,082
3,1 206,246 403,300 53,132 319,100 3,569 12,419 65,418 779,101 787,951 791,520 521,851
4,6 180,465 352,888 46,491 288,730 3,569 10,866 57,241 691,678 698,975 702,544 456,619
6,2 154,685 302,475 39,849 258,361 3,569 9,314 49,064 604,255 609,999 613,569 391,388
7,7 128,904 252,063 33,208 227,992 3,569 7,762 40,886 516,831 521,024 524,593 326,157
9,2 103,123 201,650 26,566 197,623 3,569 6,209 32,709 429,408 432,048 435,617 260,925
10,8 77,342 151,238 19,925 167,254 3,569 4,657 24,532 341,985 343,073 346,642 195,694
12,3 51,562 100,825 13,283 136,884 3,569 3,105 16,355 254,562 254,097 257,666 130,463
13,9 25,781 50,413 6,642 106,515 3,569 1,552 8,177 167,138 165,122 168,691 65,231
15,4 0,000 0,000 0,000 0,000 3,569 0,000 0,000 3,569 0,000 3,569 0,000
111
Gambar IV.23 Diagram Momen (Bending Moment Diagram) Balok Prategang
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
M (
kNm
)
X (m)
KOMB I KOMB II KOMB III KOMB IV
112
Gambar IV.24 Diagram Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Balok Prategang
0
200
400
600
800
1000
1200
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
V (
kN)
X (m)
KOMB I KOMB II KOMB III KOMB IV
113
IV.1.11 Gaya Prategang, Eksentrisitas dan Jumlah Tendon
Gaya prategang adalah gaya yang diperlukan untuk menahan semua beban yang
terja akibat beban sendiri maupun beban luar yang terjadi. Perhitungan gaya prategang
sebagai berikut:
IV.1.11.1 Kondisi Awal (Saat Transfer)
Data beton prategang:
• Mutu beton K-500
• Kuat tekan (fc’) = 0,83 x K x 100 = 41500 kPa
• Kuat tekan beton pada kondisi awal transfer (saat transfer)
fci’ = 0,80 x fc’ = 33200 kPa
• Section properties
Wa = 0,26761 m3
Wb = 0,28951 m3
• Luas (A) = 0,670 m2
• Ditetapkan jarak titik berat tendon terhadap alas balok Z0 = 0,1375 m
• Eksentrisitas tendon (es) = yb – Z0 = 0,8166 – 0,1375 = 0,6791 m
• Momen akibat berat sendiri balok (Mbalok) = 1985,118 kNm
• Tegangan di serat atas
0 = − Pt
A+ Pt x
es
Wa−
Mbalok
Wa (persamaan 1)
• Tegangan di serat bawah
0,6 x fci′ = − Pt
A− Pt x
es
Wb+
Mbalok
Wb (persamaan 2)
• Besar gaya prategang awal:
a. Dari persamaan (1):
Pt = Mbalok
(es − Wa
A )
Pt = 1985,118
(0,6791 − 0,26761
0,670 )
Pt = 7105,63
114
b. Dari persamaan (2)
Pt = [0,6 x fci′ x Wb + Mbalok]
( Wb
A + es )
Pt = [0,6 x 33200 x 0,28951 + 1985,118]
( 0,28951
0,670 + 0,6791)
Pt = 6974,37 kN
Diambil besarnya gaya prategang Pt = 6974,37 kN
IV.1.11.2 Kondisi Akhir
Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian “Stands cable”
standar VSL, dengan data sebagai berikut:
• Tegangan leleh strands (fpy) = 1580000 kPa
• Kuat tarik strands (fpu) = 1860000 kPa
• Diameter nominal strands (D) = 0,01270 m (1/2”)
• Luas tampang nominal satu strands (Ast) = 0,00010 m2
• Beban putus minimal satu strands (100% UTS atau 100% beban putus)
Pbs = 187,32 kN
• Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 untaian kawat tiap tendon
• Diameter selubung ideal = 84 mm
• Luas tampang strands = 0,00188 m2
• Beban putus satu tendon (100% UTS atau 100% beban putus)
Pb1 = 3559,08 kN
• Modulus elastisitas Es = 190.000.000 kPa
• Tipe dongkrak VSL 19
Untuk mencari gaya prategang saat jacking digunakan dua persamaan berikut ini:
• Gaya prategang awal (Pt) = 6974,37 kN
• Beban putus satu tendon (Pb1) = 3559,08 kN
• Beban putus minimal satu strands (Pbs) = 187,32 kN
• Gaya prategang saat jacking:
Pj = Pt
0,85 persamaan (1)
Pj = 0,85 x Pb1 x nt persamaan (2)
115
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh jumlah tendon yang diperlukan:
nt = Pt
0,85 x 0,80 x Pb1
nt = 6974,37
0,85 x 0,80 x 3559,08
nt = 2,8817 Tendon
Diambil jumlah tendon (nt) = 3 tendon
Jumlah kawat untaian (strands cable) yang digunakan:
ns = Pt
(0,85 x 0,80 x Pbs)
ns = 6974,37
(0,85 x 0,80 x 187,32)
ns = 54,7535 strands
Diambil jumlah strands (ns) = 56
Posisis baris tendon:
ns1 = 1 Tendon 18 strands / tendon = 18 strands dg. selubung tendon = 84 mm
ns2 = 1 tendon 19 stands/ tendon = 19
ns3 = 1 Tendon 19 strands / tendon = 19 strands dg. selubung tendon = 76 mm
nt = 3 Tendon Jumlahstrands, ns = 56 strands
Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% force jacking):
Po = Pt
(0,85 x ns x Pbs)
Po = 6974,37
(0,85 x 56 x 187,32)
Po = 78,219% < 80% OK
Gaya prategang yang terjadi akibat jacking:
Pj = Po x Ns x Pbs = 78,219 x 56 x 187,32 = 8205,11 kN
Diperkirakan kehilangan tegangan (loss of prestress) = 30%
Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (loss of prestress):
Peff = 70% x Pj = 0,70 x 8205,11 = 5743,577 kN
116
IV.1.11.3 Pembesian Balok Prategang
Gambar IV.25 Pembagian Penulangan Balok prategang
• Tulangan arah memanjang digunakan tulangan D-13 mm
As = 1
4π x D2
As = 1
4π x 0,0132
As = 0,00013 m2
1. Luas tampang bagian bawah:
Abawah = (0,7 x 0,25) + (0,25 x 0,2) + 2(1/2 x 0,25 x 0,25)
Abawah = 0,2875 m2
• Luas tulangan bagian bawah:
As bawah = 0,5% x Abawah
As bawah = 0,5% x 0,2875
As bawah = 0,00144 m2
• Jumlah tulangan:
=As bawah
(π4 x D2)
117
= 0,00144π4 x 132
= 10,84 buah
Digunakan: 12 D 13
2. Luas tampang bagian atas:
Aatas = (0,8 x 0,13) + (0,6 x 0,07) + (0,2 x 0,12) +2(1/2 x 0,3 x 0,12)
Aatas = 0,206 m2
• Luas tulangan bagian atas:
As atas = 0,5% x Aatas
As atas = 0,5% x 0,206
As atas = 0,00103 m2
• Jumlah tulangan:
= As atas
(π4 x D2)
= 0,00103π4 x 132
= 7,78
Digunakan: 10 D 13
3. Luas tampang bagian badan:
Abadan = 176 m2
• Luas tulangan bagian badan:
As badan = 0,5% x Abadan
As badan = 0,5% x 176
As badan = 0,88 m2
• Jumlah tulangan:
Jumlah tulangan = As badan
(π4 x D2)
Jumlah tulangan = 0,88
π4 x 132
Jumlah tulangan = 6,6298
Digunakan: 9 D 13
118
IV.1.11.4 Posisi Tendon
Posisi tendon akan berbeda ditumpuan dan ditengah bentang. Pada tengah
bentang kecenderungan posisi tendon berada dibawah garis eksentrisitas balok. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan gaya tekan ke atas. Untuk menentukan posisi tendon dicari
sebagai berikut:
1. Posisi Tendon di Tengah Bentang
Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke 1 (a) = 0,10 m
Eksentrisitas (es) = 0,6791 m
zo = Yb - es
zo = 0,8166 m – 0,6791 m = 0,138 m
Momen statis tendon terhadap alas
ns x zo = n1x a + n2(a + yd)
yd = ns x (zo − a)
n2
yd = 56 x (0,138 − 0,10)
19
yd = 0,112 m
Diambil yd = 0,150 m
Diameter selubung tendon (dt) = 0,084 m
Jarak bersih vertikal antara selubung tendon:
yd – dt = 0,150 – 0,084 = 0,066 m > 0,025 m (OK)
2. Posisi Tendon Tumpuan
Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke 1 (a’) = 0,35 m
yc = letak titik berat tendon terhadap pusat tendon terbawah
Jumlah tendon baris ke-1 : nt1 = 1 tendon 18 Strands 18 strands
Jumlah tendon baris ke-2 : nt2 = 1 tendon 19 strands 19 strands
Jumlah tendon baris ke-3 : nt3 = 1 tendon 19 strands 19 strands nt = 3 tendon Jumlah strands, ns = 56 strands
Jumlah tendon baris ke-1 : nt1 = 1 tendon 18 Strands 18 strands
Jumlah tendon baris ke-2 : nt2 = 1 tendon 19 strands 19 strands
Jumlah tendon baris ke-3 : nt3 = 1 tendon 19 strands 19 strands Jumlah strands, ns = 56 strands
119
Letak titik berat penampang balok terhadap alas (yb) = 0,8166 m
Momen statis tendon terhadap pusat tendon terbawah:
Tabel IV.20 Momen Statis Tendon
ni yd’ ni * yd’
18 0 0
19 1 19
19 2 38
(𝛴𝑛𝑖 𝑥 𝑦𝑑
𝑦𝑑′) 57
Σni x yd’ =x ye
ye
yd′=
(Σni x yd
yd′)
ns=
57
56= 1,017
ye = yb – a’ = 0,8166 – 0,35 = 0,4666 m
𝑦𝑑′ = ye
[ye
yd′]
= 0,4666
1,017= 0,458 m
zo = a’ + ye = yb = 0,35 + 0,4666 = 0,8166 m
3. Eksentrisitas Masing – Masing Tendon
Tabel IV.21 Momen Statis Tendon
Nomor
Tendon
Posisi
Tendon di
Tumpuan
zi'
Nomor
Tendon
Posisi Tendon
di Tenggah
Bentang
zi
fi = zi' - zi
x = 0 m m x = 15,4 m m
1 Z1’=a'+2 yd' 1.27 1 Z1 =a+yd 0.25 1.02
2 Z2’=a'+ yd' 0.81 3 Z2 =a 0.10 0.71
3 Z3’=a' 0.35 4 Z3 =a 0.10 0.25
120
Gambar IV.26 Posisi Tendon di Tumpuan Dan di tengah Bentang
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
IV.1.11.5 Lintasan Inti Tendon (Cable)
• Panjang balok (L) = 30,8 m
• Eksentrisitas (es = f ) = 0,6791 m
• Persamaan lintasan tendon adalah sebagai berikut:
Y = 4 x f x X
L2x (L − X)
• Dari persamaan diatas dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.22 Lintasan Inti Tendon
X (m) Y (m) X (m) Y (m) X (m) Y (m)
-0,25 -0,022 11 0,624 23 0,514
0 0,000 12 0,646 24 0,467
1 0,085 13 0,663 25 0,415
2 0,165 14 0,673 26 0,357
3 0,239 15 0,679 27 0,294
4 0,307 16 0,678 28 0,224
5 0,369 17 0,672 29 0,149
6 0,426 18 0,660 30 0,069
7 0,477 19 0,642 30,8 0,000
8 0,522 20 0,619 0,25 0,022
9 0,562 21 0,589
10 0,596 22 0,554
• Untuk mencari sudut inti tendon dilakukan dengan data sebagai berikut:
- es = 0,6791 m
- Xo = 0,25 m
- eo = 0,022 m
- es + eo = 0,6791 + 0,022 = 0,7011 m
L
2+ Xo =
30,8
2+ 0,25 = 15,65 m
• Besar sudut adalah:
121
αAB = 2 x (es + eo)
L2 + Xo
= 2 x 0,7011
15,65= 0,089
αBA = 2 x (es + eo)
L2 + Xo
= 2 x 0,7011
15,65= 0,089
IV.1.11.6 Sudut Angkur
Untuk mencari sudut angkur dipakai persamaan lintasan tendon berikut:
Y = 4 x fix X
L2x (L − X)
dy
dx=
4 x fi x (L − 2X)
L2
Maka untuk x = 0 (posisi angkur di tumpuan):
dy
dx=
4 x fi
L
Sehingga persamaaan sudut angkur:
α = arc Tan (dy
dx)
Dari hasil persamaan tersebut didapat sudut angkur untuk masing – masing tendon seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel IV.23 Sudut Angkur Masing – Masing Tendon
Nomor
Tendon
Jumlah
Strand
Diameter
Selubung
Eksentr-
isitas fi (m) dy/dx Sudut Angkur
1 18 84 0,6791 1.02 0,1324 α1 = 0,1316344 rad = 7,542°
2 19 84 0,6791 0.71 0,0922 α2 = 0.0919401 rad = 5,267°
3 19 84 0,6791 0.25 0,0324 α3 = 0.0323887 rad = 1,856°
IV.1.11.7 Tata Letak dan Trace Kabel
Data – data yang digunakan untuk menentukan tata letak trace kabel sebagai
berikut:
• Panjang bentang (L) = 30,8 m
• fo = es = 0,6791 m
• yb = 0,8166 m
• f1 = 1.02 m
• f2 = 0.71 m
• f3 = 0.25 m
Rumus yang digunakan untuk posisi masing – masing kabel:
122
Zi = Zi′ −
4 x fi x X
L2 x (L − X)
Didapat trase untuk masing masing kabel seperti pada tabel IV.22 berikut:
Tabel IV.24 Trase Kabel
Jarak Trace Posisi masing - masing cable
X Zo Z1 Z2 Z3
(m) (m) (m) (m) (m)
0,00 0,8166 0,95 0,65 0,35
1,00 0,732 0,8539 0,5831 0,3264
2,00 0,652 0,7642 0,5207 0,3045
3,00 0,578 0,6810 0,4627 0,2841
4,00 0,510 0,6042 0,4093 0,2652
5,00 0,448 0,5339 0,3604 0,2480
6,00 0,391 0,4700 0,3159 0,2324
7,00 0,340 0,4126 0,2759 0,2183
8,00 0,295 0,3616 0,2405 0,2058
9,00 0,255 0,3171 0,2095 0,1949
10,00 0,221 0,2791 0,1830 0,1856
11,00 0,817 0,2474 0,1610 0,1778
12,00 0,817 0,2223 0,1435 0,1716
13,00 0,817 0,2036 0,1304 0,1671
14,00 0,817 0,1913 0,1219 0,1640
15,00 0,817 0,1855 0,1179 0,1626
15,40 0,817 0,1850 0,1175 0,1625
Lintasan kabel dapat dilihat pada gambar berikut yaitu jarak yang telah di plot
dari letak masing – masing kabel dari ujung balok sampai setengah bentang.
123
Gambar IV.27 Lintasan Masing Masing tendon
IV.1.11.8 Kehilangan Tegangan (Loss of prestress) Pada kabel
Bermacam-macam kehilangan gaya prategang akan menurunkan gaya
prategang menjadi harga yang lebih rendah, sehingga beban yang dipikul balok girder
menjadi lebih rendah pula. Selisih antara gaya prategang akhir dengan gaya prategang
awal dinamakan kehilangan kehilangan prategang. Berikut ini adalah kehilangan gaya
prategang yang terjadi pada balok girder:
A. Kehilangan Langsung (Immediately Loss)
1. Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shorting)
Kehilangan tegangan akibat pemendekan elastis dapat dihitung dengan
mengunakan rumus:
Es = n x Pi
Ac
Dimana:
At = luas tampang tendon baja prategang = 0,0056 m2
Ac = luas tampang balok prategang = 669500 mm2
As = luas tampang nominal satu strands = 100 mm2/ strands
As = jumlah strands x luas satu strands = 56 x 100 = 5600 mm2
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Z0 (
m)
X (m)
Z1 Z2 Z3
124
Pi = Pj = 8205,11 kN = 820511 N
Es = modulus elestis baja prategang = 193000 MPa
Ec = modulus elestis beton prategang = 30277,63 MPa
n = Es
Ec=
193000
30277,63= 6,37
- Tegangan pada penampang:
Fc = Pj
As=
820511
5600= 146,519 N/mm2
- Untuk 3 tendon kehilangan akibat pemendekan:
As = 19 strand x 100 mm2 = 1900 mm2
Po = 3 x 146,519 x 1900 = 835158,3 N
Es = n x Po
Ac=
6,37 x 835158,3
669500= 7,946 MPa
- Besar kehilangan rata – rata dari ketiga tendon sebagai berikut:
Es = 7,946
3= 2,648722117 MPa = 26487,22117 KPa
- Kehilangan tegangan akibat pemendekatan elastis:
ΔPe = Es x At = 26487,22117 x 0,0056 = 148,328 kN
2. Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction)
Kehilangan gaya akibat gesekan antara tendon dan selongsong beton sekitarnya
diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prategang akibat jacking. Gaya prategang akibat
jacking (Pj) = 8205,11 kN
Po = 97% x Pj
= 97% x 8205,11
= 7958,9567 kN
Sudut lendutan tendon dari ujung ke tengah:
αAB = 0,089 rad
αBA = 0,089 rad
α = αAB + αBA = 0,178 rad
Loss of prestress akibat gesekan kabel:
Px = Po x e-μ x (α+ β x Lx)
Dimana:
e = bilangan natural (2,7183)
Lx = bentang jembatan yang ditinjau (tengah bentang) = 15,4 m
μ = koefisien gesek = 0,2
125
β = koefisien wobble = 0,012
Maka didapat:
Px = Po x e-μ x (α + β x Lx)
Px = 7958,9567 x 2,7813-0,2 x (0,2 + 0,012 x 15,4)
Px = 7356,4253 kN
3. Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring)
Panjang tarik masuk (bekisar antara 2-7 mm) diambil 2 mm: ΔL = 0,002 m
Modulus elastis baja prategang (Es) = 193.000.000 KPa
Luas tampang tendon baja prategang (At) = 0,0056 m2
Loss of prestress akibat gesekan angkur (Po) = 7958,9567 kN
Loss of prestress akibat gesekan kabel (Px) = 7356,4253 kN
Jarak dari ujung sampai tengan bentang balok (Lx) =15,4 m
Kemiringan diagram gaya:
m = tan ω = Po − Px
Lx=
7958,9567 − 7356,4253
15,4= 39,12541 kN/m
Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung:
Lmax = √∆L x Esx At
m= √
0,002 x 193000000 x 0,0056
39,12541= 7,43 m
Loss prestress akibat angkur:
ΔP = 2 x Lmax x tan ω = 2 x 7,43 x 39,12541 = 581,40359 kN
P′max = Po − ∆P
2= 7958,9567 −
581,40359
2= 7668,2549 kN
Pmax = P’max – ΔP = 7668,2549 – 581,40359 = 7086,8513 kN
B. Kehilangan Tak Langsung (Time Dependent Loss)
1. Kehilangan pratekan akibat rangkak beton (creep)
Untuk mencari kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
CR = Kcr x x Es
Ecx(fcir − fcds)
Dimana:
Kcr = 1,64 (untuk komponen struktur pasca tarik)
126
Es = 193000 MPa
Ec = 30277,63 MPa
fcds = Mp x e
I
Dimana:
e = eksentrisitas = 0,6791 m = 67,91 cm
I = momen inersia penampang = 23164750,8 cm4
Mp adalah momen pada prategang akibat berat sendiri balok, pelat lantai
kendaraan, deck slab dan balok diafragma sQebelum komposit berfungsi (tanpa beban
hidup dan beban aspal)
Berat balok (Qbalok) = 16,741 kN/m
Berat plat lantai = 10,782 kN/m
Berat deck slab = 2,940 kN/m
Berat diafragma = 2,273 kN
Berat untuk 6 buah diafragma = 6 x 2,273 = 13,638 kN
Panjang bentang adalah 30,8 m, momen maksimum yang terjadi:
Mp = 1/8 x ( Qbalok + Qplat + Qdeck slab) x L2 + (1/4 x Qdiafragma x L)
Mp = 1/8 x (16,741 + 10,782 + 2,940) x 30,82 + (1/4 x 13,638 x 30,8)
Mp = 2531,51514 kNm
Mp = 253151,514 kNcm
fcds = Mp x e
I=
253151,514 x 67,91
23164750,8= 0,742141245 kN/𝑐𝑚2 = 7,42141245 MPa
fcir =Pj
Ac+
Pj x e2
I−
Mbalok x e
I
Pj adalah gaya jacking sebesar 8205,11kN
Ac adalah luas penampang komposit yaitu 66,950 cm2
Mbalok adalah momen akibat balok prategang. Besar momen balok dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Mbalok = 1/8 x Qbalok x L2
Mbalok = 1/8 x 16,741x 30,82
127
Mbalok = 1985,14778 kNm
Mbalok = 19851,48 kNcm
fcir =Pj
Ac+
Pj x e2
I−
Mbalok x e
I
fcir =8205,11
66,950 +
8205,11 x 67,912
23164750,8−
19851,48x 67,91
23164750,8
fcir = 1,694 kN/cm2
fcir = 16,94 MPa
Kehilangan gaya prategang akibat rangkak adalah sebagai berikut:
σcr = Kcr x x Es
Ecx(fcir − fcds)
σcr = 1,64 x 193000
30277,63 x(16,94 − 7,42141245 )
σcr = 99,506577 MPa = 99506,577 kPa
Pinitial (keadaan transfer) di tengah bentang:
Pi = Px – ΔPe = 7356,4253 – 148,328 = 7208,0973 kN
Δσsc = σcr + σsh = 99506,577 + 5497,866 = 102004,443 kPa
σpi =Pi
At=
7208,0973
0,0056= 1287160,232 kPa
2. Kehilangan pratekan akibat susut beton (shrinkage)
Bila tidak terbenam dalam air terus menerus (kondisi kelembaban 100%) beton
akan kehilangan kebasahannya (moisture). Proses ini disebut sebagai penyusutan betan.
Kehilangan gaya prategang akibat susut beton dapat dihitung dengan rumus:
SH = 8,2 x 10 –6 x Ksh x Es x (1 – 0,06 x v/s) x (100 – RH)
Dimana:
RH = kelembaban relative (diambil 80%)
Ksh = 0,64 (dimisalkan jangka waktu perawatan basah sampai pada penerapan
prategang = 20 hari)
V = Luas permukaan balok prategang = 6695 cm2
128
S = Keliling Balok girder = 551, 3323 cm
Maka :
V
S =
6695
551,3323 = 12,1433 cm
Besar kehilangan gaya prategang akibat susust:
SH = 8,2 x 10 –6 x Ksh x Es x (1 – 0,06 x v/s) x (100 – RH)
SH = 8,2 x 10 –6 x 0,64 x 193000 x (1 – 0,06 x 12,1433 ) x (100 – 80)
SH = 5,497866 MPa
σSH = 5497,866 kPa
IV.2 Analisis Balok Girder Bentang 15,6 Meter
Gambar IV.28 Potongan Melintang Bentang 15,6 meter
Balok girder adalah sebuah balok yang menghubungkan dua penyangga dapat
berupa pilar ataupun Abutment pada suatu jembatan yang memiliki fungsi utama untuk
menahan gaya lentur yang ditimbulkan oleh beban-beban di atasnya.
Balok prategang yang digunakan adalah balok prategang sistem pasca tarik (post
– tension). Data – data teknik balok prategang sebagai berikut:
Tabel IV.25 Data Jembatan Tanjung Baru
Uraian Notasi Dimensi Satuan
Panjang balok prategang L 15,6 m
Jarak antara balok prategang S 2,22 m
Tebal plat lantai jembatan ho 0,25 m
Tebal genangan air hujan th 0,10 m
0,25
129
Tabel IV.26 Berat Isi
No Uraian Notasi Berat Satuan
1 Berat beton prategang wc 25,50 kN/m3
2 Berat beton bertulang wc’ 25,00 kN/m3
3 Beton Wc’’ 24,00 kN/m3
4 Berat aspal Waspal 22,00 kN/m3
5 Berat jenis air Ww 9,80 kN/m3
Gambar IV.29 Dimensi Balok Girder Prategang
Tabel IV.27 Dimensi Balok Prategang
Kode Lebar (m) Kode Tebal (m)
b1 0,35 h1 0,075
b2 0,09 h2 0,075
b3 0,17 h3 0,7
b4 0,24 h4 0,1
b5 0,65 h5 0,125
H 0,9
IV.2.1 Material Balok Girder Prategang
Balok prategang terdiri dari beton dan kabel prestress, spesifikasi dari bahan
material beton prategang sebagai berikut:
1. Beton
• Mutu beton girder prestress = K-500
• Kuat tekan beton (fc’) = 41,50 MPa
130
• Modulus elastik beton (EC = 4700 √fc’) = 30277,632 MPa
• Angka poisson (υ) = 0,2
• Modulus geser (G= 𝐸𝑐
[2 𝑥 (1+υ )]) = 12.615,68 MPa
• Koefisien muai panjang untuk beton (α) = 0,00001
• Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer)
• fci = 0,80 x fc’ = 33,20 MPa
• Tegangan ijin beton saat penarikan:
• Tegangan ijin tekan = 0,60 x fci = 19,92 MPa
• Tegangan ijin tarik = 0,50 x√ fci = 2,880972 MPa
• Tegangan ijin beton pada keadaan akhir:
• Tegangan ijin tekan = 0,45 x fc = 18,68 MPa
• Tegangan ijin tarik = 0,50 x√fc’= 3,22 MPa
• Mutu beton plat lantai jembatan = K-350
• Kuat tekan beton (fc’) = 29,05 MPa
• Modulus elastik beton (EC = 4700 √fc’) = 25332,0844 MPa
2. Baja Prategang
• Jenis strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270
• Tegangan leleh strand (fpy) = 1580 MPa
• Kuat tarik strand fpu = 1860 MPa
• Diameter nominal strands (D) = 12,7 mm (=1/2")
• Luas tampang nominal satu strands (Ast ) = 98.7 mm2
• Beban putus minimal satu strands (Pbs) = 187.32 kN (100% UTS)
• Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 kawat untaian / tendon
• Diameter selubung ideal 84 mm
• Luas tampang strands 1875.3 mm2
• Beban putus satu tendon (Pb1) = 3559.1 kN (100% UTS)
• Modulus elastis strands (Es) = 193000 MPa
• Tipe dongkrak VSL 19
131
3. Baja Tulangan
• Baja tulangan ≥ D-13 mm menggunakan BJTD 40/fy = 400 Mpa
• Baja tulangan < D-13 mm menggunakan BJTD 24/fy = 240 Mpa
IV.2.2 Penentuan Lebar Efektik Plat Lantai
Gambar IV.30 Lebar Efektif Plat Lantai
• Lebar efektif plat (Be) diambil nilai terkecil dari:
L = 15,6 m
L
4= 3,9 m
s = 2,22 m
12 x ho = 12 x 0,25 = 3 m
• Diambil lebar efektif plat lantai (Be) = 2,22 m
• Kuat tekan beton plat (fc’(plat)) = 29,05 MPa
• Kuat tekan beton balok (fc’(balok)) = 41,50 MPa
• Modulus elastik plat beton (Eplat) = 25.332,0844 MPa
• Modulus elastik balok beton prategang:
Ebalok = 0,043 x (Wc)1,5 x √(fc’) = 32600 MPa
• Nilai perbandingan modulus elastik plat dan balok
132
n =Eplat
Ebalok =
25.332,0844
32600= 0,777058
• Jadi lebar pengganti beton plat lantai jembatan:
Beff = n x Be
Beff = 0,777058 x 2,22 m
Beff = 1,73 m
Gambar IV.31 Dimensi Lebar Efektif Plat Lantai
IV.2.3 Section Properties Balok Girder
Gambar IV.32 Letak Titik Berat Balok Girder
133
Tabel IV.28 Dimensi Balok Prategang
No.
Dimensi Luas
Tampang
A
(m2)
Jara
k thd
alas
y
(m)
A*y
(m3)
A*y2
(m4)
Inersia momen
Io
(m4)
Lebar
b (m)
Tinggi
h (m)
1 0,350 0,075 0,026 0,21 0,00558 0,00119 0,00001
2 0,090 0,075 0,007 0,14 0,00093 0,00013 0,00000
3 0,170 0,700 0,119 -0,13 -0,01488 0,00186 0,00324
4 0,240 0,100 0,024 0,18 0,00420 0,00074 0,00002
5 0,650 0,125 0,081 0,06 0,00508 0,00032 0,00007
Total 0.2573 0,00091 0,00422 0,00335
• Tinggi total balok prategang (h) = 0,9 m
• Luas penampang balok prategang (A) = 0.2573 m2
• Tebal Plat Lantai (h0) = 0,25 m
• Lebar Efektif (Beff) = 1,73 m
• Letak titik berat :
yb =ΣA x y
ΣA
yb =0,00091
0.2573
yb = 0,0035 m
ya = h – yb
ya = 0,9 – 0,0035 = 0,8965 m
• Momen inersia terhadap alas balok:
Ib = ΣA x y2 + ΣIo = 0,00422 + 0,00335= 0,00757 m4
• Momen inersia terhadap titik berat balok:
Ix = Ib – (ΣA x yb2) = 0,00757 – (0.2573 x 0,0035 2) = 0,00757 m4
• Tahanan momen sisi atas:
Wa =Ix
𝑦𝑎=
0,00757
0,8965 = 0,00844 m3
• Tahanan momen sisi bawah:
Wb =Ix
𝑦𝑏=
0,00757
0,0035 = 2,14059 m3
134
IV.2.4 Section Properties Balok Komposit (Balok Prategang + Plat)
Balok komposit dalam hal ini adalah perpaduan antara balok prategang dengan
pelat lantai. Oleh karena itu dalam perhitungan momen inersia ditentukan dengan
perpaduan keduanya.
Gambar IV.33 Letak Titik Berat Balok Komposit
Tabel IV.29 Section Properties Balok Komposit
No.
Dimensi
Luas
Tampang
A
(m2)
Jarak
thd
alas
y
(m)
A*y
(m3)
Ac*y2
(m4)
Inersia momen
Ico
(m4)
Lebar
b
(m)
Tinggi
h
(m)
0 1,725 0,250 0,43127 1,03 0,44205 0,45310 0,00225
1 0,350 0,075 0,02625 0,21 0,00558 0,00119 0,00001
2 0,090 0,075 0,00675 0,14 0,00093 0,00013 0,00000
3 0,170 0,700 0,11900 -0,13 -0,01488 0,00186 0,00324
4 0,240 0,100 0,02400 0,18 0,00420 0,00074 0,00002
5 0,650 0,125 0,08125 0,06 0,00508 0,00032 0,00007
Total 0,68852 0,44296 0,45732 0,00559
• Tinggi total balok prategang (h) = 1,150 m
• Luas penampang balok prategang (A) = 0,68852 m2
• Tebal Plat Lantai (h0) = 0,25 m
• Lebar Efektif (Beff) = 1,73 m
135
• Letak titik berat :
ybc =ΣA x y
ΣA
ybc = 0,44296
0,68852
ybc = 0,6434 m
yac = h – ybc
yac = 1,150 – 0,6434 = 0,5066 m
• Momen inersia terhadap alas balok:
Ibc = ΣAc x y2 + ΣIoo = 0,45732+ 0,00559= 0,46292 m4
• Momen inersia terhadap titik berat balok komposit:
Ixc = Ibc – (A x ybc2) = 0,46292 – (0,68852 x 0,6434 2) = 0,17794 m4
• Tahanan momen sisi atas plat:
Wac =Ixc
yac=
0,17794
0,5066= 0,35121 m3
• Tahanan momen sisi atas balok:
W′ac =Ixc
yac − h0=
0,17794
0,5066 − 0,25= 1,36843 m3
• Tahanan momen sisi bawah balok:
Wbc =Ixc
ybc=
0,17794
0,6434= 0,27658 m3
IV.2.5 Pembebanan Balok Prategang
Pembebanan pada balok prategang digunakan untuk mengetahui apakah
penampang balok tersebut bisa menahan beban – beban yang bekerja pada penampang.
IV.2.5.1 Berat Sendiri Balok Prategang (MS)
Berat sendiri terdiri dari balok prategang , berat balok diafragma dan plat lantai
jembatan. Berikut ini akan dijelaskan masing – masing:
1. Berat Diafragma
- Ukuran diafragma:
• Tebal = 0,20 m
• Lebar = 0,25 m
• Tinggi = 1,25 m
136
- Berat 1 buah diafragma (W) = 0,20 m x 1,25 m x 1,20 m x 25 kN/m = 1,563 kN
- Jumlah diafragma (n) = 5 buah
- Berat diafragma (Wdiafragma) = 7,8 kN
- Panjang bentang (L) = 15,6 m
- Jarak diafragma:
• X2 = 14,8 m
• X1 = 7,40 m
• X0 = 0 m
- Momen maksimum ditengah bentang L:
Mmax = (1
2 x n x X2 − X2−X1 − X0) x W
Mmax = (1
2 x 5 x 12,5 − 6,25 − 0) x 8,6
Mmax = 46,250 kNm
- Berat diafragma ekivalen:
Qdiafragma = 8 x 𝑀𝑀𝑎𝑥
𝐿2
= 8 x 46,250
15,62 = 1,520 kN/m
2. Berat Balok Prategang
- Panjang balok prategang (L) = 15,6 m
- Luas penampang (A) = 0.2573 m2
- Berat balok prategang + 10%
W = A x L x wc’
W = 0.2573 x 15,6 x 25
W = 100,3 Kn
Wbalok = W +10%
= 100,4 kN
Qbalok = Wbalok
L
Qbalok = 100,4
15,6
Qbalok = 6,438 kN/m
137
3. Gaya Geser dan Momen Akibat Berat Sendiri
Untuk perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Beban (QMS) = A x w kN/m
Panjang bentang (L) = 15,6 m
Gaya geser (VMS) = ½ x QMS x L kN
Momen (MMS) = 1/8 x QMS x L2 kNm
Tabel IV.30 Berat Sendiri Struktur Atas
No Jenis beban berat sendiri
Lebar b
(m)
Tebal h
(m)
Luas A
(m2)
Berat sat w
(kN/m3)
Beban Qms
(kN/m)
Geser Vms
(kN)
Momen Mms
(kNm)
1 Balok
prategang 6,438 50,214 195,834
2 Plat lantai 1,725 0,25 0,431 25,00 10,782 84,097 327,979
3 Deck slab 1,680 0,07 0,118 25,00 2,940 22,932 89,435
4 Diafragma 1,520 11,859 46,250
Total : 21,680 169,102 659,497
IV.2.5.2 Berat Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (superimposed dead load) adalah berat seluruh bahan
yang menimbulkan suatu beban pada balok (girder) jembatan yang merupakan elemen
non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Girder jembatan
direncanakan mampu memikul beban mati tambahan berupa lapisan aspal dan genangan
air hujan.
• Beban (QMA) = A x w kN/m
• Panjang bentang (L) = 15,6 m
• Gaya geser (VMA) = ½ x QMA x L kN
• Momen (MMA) = 1/8 x QMA x L2 kNm
Tabel IV.31 Beban Mati Tambahan
No Jenis beban berat sendiri
Lebar b
(m)
Tebal h
(m)
Luas A
(m2)
Berat sat w
(kN/m3)
Beban QMA
(kN/m)
Geser VMA
(kN)
Momen MMA
(kNm)
1 Lapisan aspal + overlay
1,725 0,05 0,086253 25,00 2,156335 16,81942 65,59572
2 Air hujan 1,725 0,05 0,086253 25,00 2,156335 16,81942 65,59572
138
IV.2.5.3 Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (BTR), UDL dan beban garis
(Knife Edge Load), UDL mempunyai intensitas q (KPa) yang besarnya tergantung pada
total L yang dibebani dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
q = 9,0 < 30 𝑚
KEL mempunyai intensitas (p) = 49,0 kN/m (RSNI T – 02 – 2005 hal 16)
Faktor beban dinamis (DLA) untuk panjang bentang 15,6 m adalah 0,4
Untuk perhitungan beban dan momen akibat beban “D” dapat dilihat sebagai berikut:
• Panjang balok (L) = 15,6 m
• Jarak antara prategang (s) = 2,22 m
• Beban merata:
q = 9,0 > 30 𝑚
q = 9,0 kPa
• Beban merata pada balok:
QTD = q x s
QTD = 9,0 x 2,22
QTD = 19,98 kN/m
• Beban terpusat pada balok:
PTD = (1 + DLA) x p x s
PTD = (1 + 0,40) x 49,0 x 2,22
PTD = 152,292 kN
• Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat beban lajur:
- Gaya geser:
VTD = 1
2 x QTDx L +
1
2x PTD
VTD = 1
2 x 19,98 x 15,6 +
1
2x 152,292
VTD = 231,99 kN
- Momen Maksimum:
MTD = 1
8 x QTDx L2 +
1
4x PTDx L
MTD = 1
8 x 19,98 x 15,62 +
1
4x 152,292 x 15,6
MTD = 1201,73 kNm
TOTAL 4,312671 33,63883 131,1914
139
IV.2.5.4 Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
memanjang dan dianggap bekerja pada jarak 1,80 m di atas permukaan lantai jembatan.
Gambar IV.34 Beban Rem (TB)
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
• Panjang balok (L) = 15,6 m
• Jumlah balok prategang (nbalok) = 5
• Gaya rem (HTB) = 250 kN (L<80 m)
• Jarak antara balok prategang (s) = 2,22 m
TTB = HTB
nbalok
TTB = 250
5
TTB = 50 kN
• Gaya rem (TTB) = 5% beban lajur “D” tanpa factor beban dinamis
QTD = q x s
QTD = 9,0 x 2,22
QTD = 19,98 kN/m
• PTD = P x S
PTD = 49,0 x 2,22 = 108,78 kN
• TTB = 0,05 (QTD x L + PTD)
TTB = 0,05 (19,98 x 15,6 + 108,78 )
TTB = 21,0234 kN
Diambil gaya rem TTB = 50 kN
• Lengan terhadap titik berat balok:
140
y = 1,80 + ha + yac
y = 1,80 + 0,10 + 0,7383
y = 2,6566 m
• Beban momen akibat gaya rem:
M = TTB x y
M = 50 x 2,6383
M = 132,832 kNm
• Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat gaya rem:
a. Gaya geser:
VTB = M
L
VTB = 132,832
15,6
VTB = 8,51 kN
b. Momen maksimum:
MTB = 1
2x M
MTB = 1
2 x 132,832
MTB = 8,51 kNm
IV.2.5.5 Beban Angin (EW)
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar
1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan (SNI 1725:2016).
Gambar IV.35 Beban Angin (EW)
Sumber : Ir. M. Noer Ilham, MT JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I.
YOGYAKARTA
141
TEW = 1,46 N/mm
L = 15,6 m
Bidang vertikal yang ditup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2 m diatas lantai jembatan.
h = 2 m
Jarak antara roda kendaraan (x) = 1,75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan
QEW = [1
2 x
h
X x TEW]
QEW = [1
2 x
2
1,75 x 1,46]
QEW = 0,834 kN/m
Gaya geser dan momen maksimum akibat beban angin:
a. Gaya geser:
VTB = 1
2 x QEW x L
VTB = 1
2 x 0,834 x 15,6
VTB = 6,5052 kN
b. Momen maksimum:
MTB = 1
8x QEW x L2
MTB = 1
8 x 0,834 x 15,62
MTB = 25,370 kNm
IV.2.5.6 Beban Gempa (EQ)
Gaya gempa vertikal pad balok prategang dihitung dengan menggunakan
percepatan vertikal ke bawah minimal sebesar 0,10 x g (g = gravitasi) atau dapat diambil
50% koefisien gempa horizontal static ekivalen.
• Koefisien beban gempa horizontal:
Kh = C x s
• Waktu getar struktur dihitung dengan rumus:
142
T = 2 x π x √[Wt
(g x Kp)]
Dimana:
Wt = berat total yang berupa berat sendiri dari beban mati tambahan.
Kp = kekakuan struktur yang merupakan gaya horizontal diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan.
• Percepatan gravitasi bumi (g) = 9,81 m/det2
• Berat sendiri (QMS) = 21,680 kN/m
• Berat mati tambahan (QMA) = 4,312671 kN/m
• Panjang bentang balok (L) = 15,6 m
• Berat total yang berupa berat sendiri dan berat mati tambahan:
Wt = (QMS + QMA ) x L
Wt = (21,680 + 4,312671) x 15,6
Wt = 405,481 kN
• Momen inersia balok prategang (Ixc) = 0,17794 m4
• Modulus elastik (Ec) = 30277,632 MPa = 30277632 kPa
• Kekakuan balok prategang:
Kp = 48 x Ec x Ixc
L3
Kp = 48 x 30277632 x 0,17794
15,63
Kp = 68117,7 kN/m
• Waktu getar:
T = 2 x π x √[Wt
(g x Kp)]
T = 2 x π x √[405,481
(9,81 x 68117,7 )]
T = 0,1548 detik
Untuk lokasi di wilayah gempa Zona 3, dari kurva RSNI 2833 – 2016 diperoleh
koefisien geser dasar C = 0,125
Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis beton prategang penuh
berdasarkan Standar Pembebanan untuk jembatan nilai s = 1,3 F
143
Dengan, F = 1,25 – 0,025 x n dan F harus diambil ≥ 1
F = factor perangkaan n = jumlah sendi plastis yang menahan deforms arah lateral
• Jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral n = 1
F = 1,25 – (0,025 x n)
F = 1,25 – (0,025 x 1) = 1,225
• Faktor tipe struktur:
S = 1,3, x F
S = 1,3 x 1,225
S = 1,5925
• Koefisien beban gempa:
Kh = C x S
Kh = 0,125 x 1,5925
Kh = 0,199063
• Koefisien beban gempa vertikal:
Kv = 50% x Kh
Kv = 50% x 0,199063
Kv = 0,099531 < 0,10
• Gaya gempa vertikal:
TEQ = Kv x Wt
TEQ = 0,10 x 405,481
TEQ = 40,54813 kN
• Beban gempa vertikal:
QEQ = TEQ
L
QEQ = 40,54813
15,6 m
QEQ = 2,599 kN/m
• Gaya geser dan momen maksimum akibat gempa vertikal:
a. Gaya geser:
VEQ = 1
2 x QEQ x L
VEQ = 1
2 x 2,599 x 15,6
144
VEQ = 20,2741 kN
b. Momen maksimum:
MEQ = 1
8x QEQ x L2
MEQ = 1
8x 2,599 x 15,62
MEQ = 79,0688 kNm
IV.2.6 Resume Momen dan Gaya Geser pada Balok
Tabel IV.32 Resume Momen dan Gaya Geser Pada Balok Girder
No Jenis beban Kode
beban
Q
(kN/m)
P
(kN)
M
(kNm) Keterangan
1 Berat balok
prategang
Balok 6,438 - -
Beban merata, Qbalok
2 Berat plat Plat 5,750 - - Beban merata, Qplat
3 Berat sendiri MS 21,680 - - Beban merata, QMS
4 Mati tambahan MA 4,313 - - Beban merata, QMA
5 Lajur “D” TD 19,980 152,292
- Beban merata, QTD
dan terpusat PTD
6 Gaya rem TB - - 132,832 Beban merata, QTB
7 Angin EW 1,008 - - Beban merata, QEW
8 Gempa EQ 2,599 - - Beban merata, QEQ
Untuk mencari besar momen maksimum dan gaya geser maksimum disepanjang
balok maka persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel IV.33 Persamaan Momen dan Gaya Geser Pada Balok Girder
Panjang bentang balok, L = 15,6 m
No Jenis beban Persamaan Momen Persamaan Gaya Geser
1 Berat sendiri (MS) Mx = ½ x QMS (L x X – X2) Vx = QMS (L/2 – X)
2 Mati Tambahan (MA) Mx = ½ x QMA (L x X – X2) Vx = QMA (L/2 – X)
3 Lajur “D” (TD) Mx = ½ x QTD (L x X – X2)
+ ½ x PTD x X
Vx = QTD (L/2 – X) + ½ x PTD
4 Gaya rem (TB) Mx = X/L x MTB Vx = MTB /L
5 Angin (EW) Mx = ½ x QEW (L x X – X2) Vx = QEW (L/2 – X)
6 Gempa (EQ) Mx = ½ x QEQ (L x X – X2) Vx = QEQ (L/2 – X)
145
Tabel IV.34 Momen Pada Balok Girder
Jarak X
(m)
Momen pada balok prategang akibat beban KOMB. I KOMB. II KOMB. III KOMB. IV
Berat Balok
Berat sendiri
Mati Tambahan
Lajur "D"
Rem Angin Gempa MS+MA+TD+TB MS+MA+TD+EW MS+MA+TD+TB+EW MS+MA+EQ
MS MA TD TB EW EQ
(kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,8 59,41928 125,3044 24,92637 213,7087 6,641623 5,826038 13,65107 370,5812 369,7656 376,4072 163,8819
1,6 108,1257 237,4189 47,22892 415,2617 13,28325 11,03881 22,97675 713,1928 710,9483 724,2316 307,6246
2,3 146,1191 336,3435 66,90764 604,6587 19,92487 15,63831 27,97704 1027,835 1023,548 1043,473 431,2282
3,1 173,3997 422,0781 83,96253 781,9 26,56649 19,62455 28,65193 1314,507 1307,565 1334,132 534,6926
3,9 189,9673 494,6228 98,39358 946,9854 33,20811 22,99752 25,00143 1573,21 1562,999 1596,207 618,0178
4,7 195,822 553,9775 110,2008 1099,915 39,84974 25,75722 17,02553 1803,943 1789,851 1829,7 681,2039
5,5 190,9639 600,1423 119,3842 1240,689 46,49136 27,90366 4,724247 2006,707 1988,119 2034,61 724,2508
6,2 175,3928 633,1172 125,9438 1369,307 53,13298 29,43683 -11,9024 2181,501 2157,804 2210,937 747,1585
7,0 149,1088 652,9021 129,8795 1485,769 59,7746 30,35673 -32,8545 2328,325 2298,907 2358,682 749,9271
7,8 112,1119 659,497 131,1914 1590,075 66,41623 30,66336 -58,132 2447,18 2411,427 2477,843 732,5565
146
Tabel IV.35 Gaya Geser Pada Balok Girder
Jarak X
(m)
Geser pada balok prategang akibat beban KOMB. I KOMB. II KOMB. III KOMB. IV
Berat Balok
Berat sendiri
Mati Tambahan
Lajur "D"
Rem Angin Gempa MS+MA+TD+TB MS+MA+TD+EW MS+MA+TD+TB+EW MS+MA+EQ
MS MA TD TB EW EQ
(kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm)
0 50,214 169,102 33,639 231,990 8,515 7,862 20,274 443,246 442,593 451,108 223,015
0,8 45,192 152,192 30,275 216,406 8,515 7,076 18,247 407,387 405,948 414,463 200,713
1,6 40,171 135,281 26,911 200,821 8,515 6,290 16,219 371,529 369,304 377,819 178,412
2,3 35,150 118,371 23,547 185,237 8,515 5,504 14,192 335,670 332,659 341,174 156,110
3,1 30,128 101,461 20,183 169,652 8,515 4,717 12,164 299,812 296,014 304,529 133,809
3,9 25,107 84,551 16,819 154,068 8,515 3,931 10,137 263,953 259,370 267,884 111,507
4,7 20,086 67,641 13,456 138,484 8,515 3,145 8,110 228,095 222,725 231,240 89,206
5,5 15,064 50,731 10,092 122,899 8,515 2,359 6,082 192,236 186,080 194,595 66,904
6,2 10,043 33,820 6,728 107,315 8,515 1,572 4,055 156,378 149,435 157,950 44,603
7,0 5,021 16,910 3,364 91,730 8,515 0,786 2,027 120,519 112,791 121,306 22,301
7,8 0,000 0,000 0,000 0,000 8,515 0,000 0,000 8,515 0,000 8,515 0,000
147
Gambar IV.36 Diagram Momen (Bending Moment Diagram) Balok Prategang
0
500
1000
1500
2000
2500
0 1 2 3 4 5 6 7 8
M (
kNm
)
X (m)
KOMB I KOMB II KOMB III KOMB IV
148
Gambar IV.37 Diagram Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Balok Prategang
0
100
200
300
400
500
0 1 2 3 4 5 6 7 8
M (
kNm
)
X (m)
KOMB I KOMB II KOMB III KOMB IV
149
IV.2.7 Gaya Prategang, Eksentrisitas dan Jumlah Tendon
Gaya prategang adalah gaya yang diperlukan untuk menahan semua beban yang
terja akibat beban sendiri maupun beban luar yang terjadi. Perhitungan gaya prategang
sebagai berikut:
IV.2.7.1 Kondisi Awal (Saat Transfer)
Data beton prategang:
• Mutu beton K-500
• Kuat tekan (fc’) = 0,83 x K x 100 = 41500 kPa
• Kuat tekan beton pada kondisi awal transfer (saat transfer)
fci’ = 0,80 x fc’ = 33200 kPa
• Section properties
Wa = 0,00844 m3
Wb = 2,14059 m3
• Luas (A) = 0,257 m2
• Ditetapkan jarak titik berat tendon terhadap alas balok Z0 = 0,001375 m
• Eksentrisitas tendon (es) = yb – Z0 = 0,0035 – 0,001375 = 0,0022 m
• Momen akibat berat sendiri balok (Mbalok) = 1985,118 kNm
• Tegangan di serat atas
0 = − Pt
A+ Pt x
es
Wa−
Mbalok
Wa (persamaan 1)
• Tegangan di serat bawah
0,6 x fci′ = − Pt
A− Pt x
es
Wb+
Mbalok
Wb (persamaan 2)
• Besar gaya prategang awal:
a. Dari persamaan (1):
Pt = Mbalok
(es − Wa
A )
Pt = 1985,118
(0,0022 − 0,00844
0,257)
Pt = 6388,94
150
b. Dari persamaan (2)
Pt = [0,6 x fci′ x Wb + Mbalok]
( Wb
A + es )
Pt = [0,6 x 33200 x 2,14059 + 1985,118]
( 2,14059
0,257+ 0,0022)
Pt = 5099,56 kN
Diambil besarnya gaya prategang Pt = 5099,56 kN
IV.2.7.2 Kondisi Akhir
Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian “Stands cable”
standar VSL, dengan data sebagai berikut:
• Tegangan leleh strands (fpy) = 1580000 kPa
• Kuat tarik strands (fpu) = 1860000 kPa
• Diameter nominal strands (D) = 0,01270 m (1/2”)
• Luas tampang nominal satu strands (Ast) = 0,00010 m2
• Beban putus minimal satu strands (100% UTS atau 100% beban putus)
Pbs = 187,32 kN
• Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 untaian kawat tiap tendon
• Diameter selubung ideal = 84 mm
• Luas tampang strands = 0,00188 m2
• Beban putus satu tendon (100% UTS atau 100% beban putus)
Pb1 = 3559,08 kN
• Modulus elastisitas Es = 190.000.000 kPa
• Tipe dongkrak VSL 19
Untuk mencari gaya prategang saat jacking digunakan dua persamaan berikut ini:
• Gaya prategang awal (Pt) = 5099,56 kN
• Beban putus satu tendon (Pb1) = 3559,08 kN
• Beban putus minimal satu strands (Pbs) = 187,32 kN
• Gaya prategang saat jacking:
Pj = Pt
0,85 persamaan (1)
Pj = 0,85 x Pb1 x nt persamaan (2)
151
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh jumlah tendon yang diperlukan:
nt = Pt
0,85 x 0,80 x Pb1
nt = 5099,56
0,85 x 0,80 x 3559,08
nt = 2,1071 Tendon
Diambil jumlah tendon (nt) = 3 tendon
Jumlah kawat untaian (strands cable) yang digunakan:
ns = Pt
(0,85 x 0,80 x Pbs)
ns = 65099,56
(0,85 x 0,80 x 187,32)
ns = 40,03499 strands
Diambil jumlah strands (ns) = 46
Posisis baris tendon:
ns1 = 1 Tendon 16 strands / tendon = 16 strands dg. selubung tendon = 84 mm
ns2 = 1 tendon 15 stands/ tendon = 15
ns3 = 1 Tendon 15 strands / tendon = 15 strands dg. selubung tendon = 76 mm
nt = 3 Tendon Jumlahstrands, ns = 46 strands
Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% force jacking):
Po = Pt
(0,85 x ns x Pbs)
Po = 5099,56
(0,85 x 46 x 187,32)
Po = 69,626% < 80% OK
Gaya prategang yang terjadi akibat jacking:
Pj = Po x Ns x Pbs = 69,626 x 46 x 187,32 = 6709,84 kN
Diperkirakan kehilangan tegangan (loss of prestress) = 30%
Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (loss of prestress):
Peff = 70% x Pj = 0,70 x 6709,84 = 4696,8879 kN
152
IV.2.7.3 Pembesian Balok Prategang
1. Tulangan arah memanjang digunakan tulangan D-13 mm
As = 1
4π x D2
As = 1
4π x 0,0132
As = 0,00013 m2
2. Luas tampang bagian bawah:
Abawah = (0,65 x 0,125) + 2(1/2 x 0,24 x 0,1)
Abawah = 0,10525 m2
• Luas tulangan bagian bawah:
As bawah = 0,5% x Abawah
As bawah = 0,5% x 0,10525
As bawah = 0,0005263 m2
• Jumlah tulangan:
=As bawah
(π4 x D2)
= 0,0005263
π4 x 132
= 3,96 buah
Digunakan: 4 D 13
3. Luas tampang bagian atas:
Aatas = (0,35 x 0,075) +2(1/2 x 0,075 x 0,09) = 0,03300 m2
• Luas tulangan bagian atas:
As atas = 0,5% x Aatas
As atas = 0,5% x 0,206
As atas = 0,000165 m2
• Jumlah tulangan:
= As atas
(π4 x D2)
= 0,000165
π4 x 132
= 1,123
153
Digunakan: 3 D 13
4. Luas tampang bagian badan:
Abadan = 0,89 m2
• Luas tulangan bagian badan:
As badan = 0,5% x Abadan
As badan = 0,5% x 0,89
As badan = 0,00445 m2
• Jumlah tulangan:
Jumlah tulangan = As badan
(π4 x D2)
Jumlah tulangan = 0,00445 π4 x 132
Jumlah tulangan = 3,353
Digunakan: 4 D 13
IV.2.7.4 Posisi Tendon
Posisi tendon akan berbeda ditumpuan dan ditengah bentang. Pada tengah
bentang kecenderungan posisi tendon berada dibawah garis eksentrisitas balok. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan gaya tekan ke atas. Untuk menentukan posisi tendon dicari
sebagai berikut:
1. Posisi Tendon di Tengah Bentang
Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke 1 (a) = 0,10 m
Eksentrisitas (es) = 0,0022 m
zo = Yb - es
zo = 0,0035 m – 0,0022 m = 0,0013 m
Momen statis tendon terhadap alas
ns x zo = n1x a + n2(a + yd)
yd = ns x (zo − a)
n2
Jumlah tendon baris ke-1 : nt1 = 1 tendon 16 Strands 16 strands
Jumlah tendon baris ke-2 : nt2 = 1 tendon 15 strands 15 strands
Jumlah tendon baris ke-3 : nt3 = 1 tendon 15 strands 15 strands nt = 3 tendon Jumlah strands, ns = 46 strands
154
yd = 46 x (0,0013 − 0,10)
15
yd = 0,303 m
Diambil yd = 0,150 m
Diameter selubung tendon (dt) = 0,076 m
Jarak bersih vertikal antara selubung tendon:
yd – dt = 0,150 – 0,076 = 0,074m > 0,025 m (OK)
2. Posisi Tendon Tumpuan
Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke 1 (a’) = 0,35 m
yc = letak titik berat tendon terhadap pusat tendon terbawah
Letak titik berat penampang balok terhadap alas (yb) = 0,0035 m
Momen statis tendon terhadap pusat tendon terbawah:
Tabel IV.36 Momen Statis Tendon
ni yd’ ni * yd’
15 0 0
16 1 15
16 2 30
(𝛴𝑛𝑖 𝑥 𝑦𝑑
𝑦𝑑′) 45
Σni x yd’ =x ye
ye
yd′=
(Σni x yd
yd′)
ns=
45
46= 0,9783
ye = yb – a’ = 0,0035 – 0,35 = 0,3465 m
𝑦𝑑′ = ye
[ye
yd′]
= 0,3465
0,9783= 0,354 m
zo = a’ + ye = yb = 0,35 + 0,3465 = 0,0035 m
Jumlah tendon baris ke-1 : nt1 = 1 tendon 15 Strands 15 strands
Jumlah tendon baris ke-2 : nt2 = 1 tendon 16 strands 16 strands
Jumlah tendon baris ke-3 : nt3 = 1 tendon 16 strands 16 strands Jumlah strands, ns = 46 strands
155
3. Eksentrisitas Masing – Masing Tendon
Tabel IV.37 Momen Statis Tendon
Nomor
Tendon
Posisi
Tendon di
Tumpuan
zi'
Nomor
Tendon
Posisi Tendon
di Tenggah
Bentang
zi
fi = zi' - zi
x = 0 m m x = 7,8 m m
1 Z1’=a'+2 yd' 1.058 1 Z1 =a+yd 0.25 0,808
2 Z2’=a'+ yd' 0.704 3 Z2 =a 0.10 0.604
3 Z3’=a' 0.35 4 Z3 =a 0.10 0.25
Gambar IV.38 Posisi Tendon di Tumpuan Dan di tengah Bentang
IV.2.7.5 Lintasan Inti Tendon (Cable)
• Panjang balok (L) = 15,6 m
• Eksentrisitas (es = f ) = 0,0022 m
• Persamaan lintasan tendon adalah sebagai berikut:
Y = 4 x f x X
L2x (L − X)
• Dari persamaan diatas dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.38 Lintasan Inti Tendon
X (m) Y (m) X (m) Y (m)
156
-0,25 -0,0001 11 0,0018
0 0 12 0,00153
1 0,00052 13 0,0012
2 0,00097 14 0,0008
3 0,00134 15 0,00032
4 0,00165 15,6 0,0000
5 0,00188 0,25 0,00014
6 0,00204
7 0,00214
8 0,00216
9 0,00211
10 0,00199
• Untuk mencari sudut inti tendon dilakukan dengan data sebagai berikut:
- es = 0,0022 m
- Xo = 0,25 m
- eo = 0,022 m
- es + eo = 0,6791 + 0,022 = 0,7011 m
L
2+ Xo =
15,6
2+ 0,25 = 8,05 m
• Besar sudut adalah:
αAB = 2 x (es + eo)
L2 + Xo
= 2 x 0,7011
8,05= 0,1742
αBA = 2 x (es + eo)
L2 + Xo
= 2 x 0,7011
8,05= 0,1742
IV.2.7.6 Sudut Angkur
Untuk mencari sudut angkur dipakai persamaan lintasan tendon berikut:
Y = 4 x fix X
L2x (L − X)
dy
dx=
4 x fi x (L − 2X)
L2
Maka untuk x = 0 (posisi angkur di tumpuan):
dy
dx=
4 x fi
L
Sehingga persamaaan sudut angkur:
157
α = arc Tan (dy
dx)
Dari hasil persamaan tersebut didapat sudut angkur untuk masing – masing tendon seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel IV.39 Sudut Angkur Masing – Masing Tendon
Nomor
Tendon
Jumlah
Strand
Diameter
Selubung
Eksentr-
isitas fi (m) dy/dx Sudut Angkur
1 16 84 0,0022 0,808 0,2072 α1 = 0,2043089 rad = 11,71°
2 15 84 0,0022 0,604 0,1548 α2 = 0.1535809 rad = 8,799°
3 15 84 0,0022 0.25 0,0324 α3 = 0.0323887 rad = 1,856°
IV.2.7.7 Tata Letak dan Trace Kabel
Data – data yang digunakan untuk menentukan tata letak trace kabel sebagai
berikut:
• Panjang bentang (L) = 15,6 m
• fo = es = 0,0022 m
• yb = 0,0035 m
• f1 = 0,808 m
• f2 = 0.604 m
• f3 = 0.25 m
Rumus yang digunakan untuk posisi masing – masing kabel:
Zi = Zi′ −
4 x fi x X
L2 x (L − X)
Didapat trase untuk masing masing kabel seperti pada tabel berikut:
Tabel IV.40 Trase Kabel
Jarak Trace Posisi masing - masing cable
X Zo Z1 Z2 Z3
(m) (m) (m) (m) (m)
0,00 0,0035 0,67 0,46 0,25
1,00 0,0030 0,5623 0,3731 0,2138
2,00 0,0025 0,4695 0,2982 0,1826
3,00 0,0022 0,3915 0,2352 0,1563
4,00 0,0019 0,3284 0,1843 0,1351
5,00 0,0016 0,2802 0,1453 0,1189
6,00 0,0015 0,2467 0,1184 0,1076
7,00 0,0014 0,2282 0,1034 0,1014
158
7,80 0,0013 0,224 0,1 0,1
Lintasan kabel dapat dilihat pada gambar berikut yaitu jarak yang telah di plot
dari letak masing – masing kabel dari ujung balok sampai setengah bentang.
Gambar IV.39 Lintasan Masing Masing Tendon
IV.2.7.8 Kehilangan Tegangan (Loss Of Prestress) pada kabel
Bermacam-macam kehilangan gaya prategang akan menurunkan gaya
prategang menjadi harga yang lebih rendah, sehingga beban yang dipikul balok girder
menjadi lebih rendah pula. Selisih antara gaya prategang akhir dengan gaya prategang
awal dinamakan kehilangan kehilangan prategang. Berikut ini adalah kehilangan gaya
prategang yang terjadi pada balok girder:2
A. Kehilangan Langsung (Immediately Loss)
1. Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shorting)
Kehilangan tegangan akibat pemendekan elastis dapat dihitung dengan
mengunakan rumus:
Es = n x Pi
Ac
Dimana:
At = luas tampang tendon baja prategang = 0,0046 m2
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Z0 (
m)
X (m)
Z1 Z2 Z3
159
Ac = luas tampang balok prategang = 289500 mm2
As = luas tampang nominal satu strands = 100 mm2/ strands
As = jumlah strands x luas satu strands = 46 x 100 = 4600 mm2
Pi = Pj = 6709,84 kN = 670984 N
Es = modulus elestis baja prategang = 193000 MPa
Ec = modulus elestis beton prategang = 30277,63 MPa
n = Es
Ec=
193000
30277,63= 6,37
- Tegangan pada penampang:
Fc = Pj
As=
670984
4600= 145,866 N/mm2
- Untuk 3 tendon kehilangan akibat pemendekan:
As = 15 strand x 100 mm2 = 1500 mm2
Po = 3 x 145,866 x 1500 = 656397 N
Es = n x Po
Ac=
6,37 x 656397
289500= 14,4430 MPa
- Besar kehilangan rata – rata dari ketiga tendon sebagai berikut:
Es = 14,4430
3= 4,814333333 MPa = 4814,333333 KPa
- Kehilangan tegangan akibat pemendekatan elastis:
ΔPe = Es x At = 4814,333333x 0,0046 = 22,145 kN
2. Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction)
Kehilangan gaya akibat gesekan antara tendon dan selongsong beton sekitarnya
diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prategang akibat jacking. Gaya prategang akibat
jacking (Pj) = 670984 kN
Po = 97% x Pj
= 97% x 670984
= 650854,48 kN
Sudut lendutan tendon dari ujung ke tengah:
αAB = 0,1742 rad
αBA = 0,1742rad
α = αAB + αBA = 0,3484 rad
Loss of prestress akibat gesekan kabel:
Px = Po x e-μ x (α+ β x Lx)
160
Dimana:
e = bilangan natural (2,7183)
Lx = bentang jembatan yang ditinjau (tengah bentang) = 7,8 m
μ = koefisien gesek = 0,2
β = koefisien wobble = 0,012
Maka didapat:
Px = Po x e-μ x (α + β x Lx)
Px = 650854,48 x 2,7813-0,2 x (0,2 + 0,012 x 7,8)
Px = 612911,35 kN
3. Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring)
Panjang tarik masuk (bekisar antara 2-7 mm) diambil 2 mm: ΔL = 0,002 m
Modulus elastis baja prategang (Es) = 193.000.000 KPa
Luas tampang tendon baja prategang (At) = 0,0046 m2
Loss of prestress akibat gesekan angkur (Po) = 650854,48 kN
Loss of prestress akibat gesekan kabel (Px) = 612911,35 kN
Jarak dari ujung sampai tengan bentang balok (Lx) =7,8 m
Kemiringan diagram gaya:
m = tan ω = Po − Px
Lx=
650854,48 − 612911,35
7,8= 4864,50 kN/m
Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung:
Lmax = √∆L x Esx At
m= √
0,002 x 193000000 x 0,0046
4864,50= 0,604 m
Loss prestress akibat angkur:
ΔP = 2 x Lmax x tan ω = 2 x 0,604 x 4864,50 = 5876,316 kN
P′max = Po − ∆P
2= 650854,48 −
5876,316
2= 647916,322 kN
Pmax = P’max – ΔP = 647916,322 – 5876,316 = 64040,006 kN
B. Kehilangan Tak Langsung (Time Dependent Loss)
1. Kehilangan pratekan akibat rangkak beton (creep)
161
Untuk mencari kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
CR = Kcr x x Es
Ecx(fcir − fcds)
Dimana:
Kcr = 1,64 (untuk komponen struktur pasca tarik)
Es = 193000 MPa
Ec = 30277,63 MPa
fcds = Mp x e
I
Dimana:
e = eksentrisitas = 0,0022 m = 0,22 cm
I = momen inersia penampang = 3697000 cm4
Mp adalah momen pada prategang akibat berat sendiri balok, pelat lantai
kendaraan, deck slab dan balok diafragma sQebelum komposit berfungsi (tanpa beban
hidup dan beban aspal)
Berat balok (Qbalok) = 6,438 kN/m
Berat plat lantai = 5,750 kN/m
Berat deck slab = 2,940 kN/m
Berat diafragma = 1,563 kN
Berat untuk 5 buah diafragma = 5 x 1,563 = 7,815 kN
Panjang bentang adalah 30,8 m, momen maksimum yang terjadi:
Mp = 1/8 x ( Qbalok + Qplat + Qdeck slab) x L2 + (1/4 x Qdiafragma x L)
Mp = 1/8 x (6,438 + 5,750 + 2,940) x 15,62 + (1/4 x 7,815 x 15,6)
Mp = 476,98326 kNm
Mp = 47698,326 kNcm
fcds = Mp x e
I=
47698,326x 0,22
3697000= 0,002838 kN/𝑐𝑚2 = 0,02838 MPa
fcir =Pj
Ac+
Pj x e2
I−
Mbalok x e
I
Pj adalah gaya jacking sebesar 6709,84 kN
Ac adalah luas penampang komposit yaitu 6,885 cm2
162
Mbalok adalah momen akibat balok prategang. Besar momen balok dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Mbalok = 1/8 x Qbalok x L2
Mbalok = 1/8 x 6,438 x 15,62
Mbalok = 195,84396 kNm
Mbalok = 19584,396 kNcm
fcir =Pj
Ac+
Pj x e2
I−
Mbalok x e
I
fcir =6709,84
6,885 +
6709,84 x 0,222
3697000−
19584,396 x 0,22
3697000
fcir = 8,593 kN/cm2
fcir = 85,93 MPa
Kehilangan gaya prategang akibat rangkak adalah sebagai berikut:
σcr = Kcr x x Es
Ecx(fcir − fcds)
σcr = 1,64 x 193000
30277,63 x (85,93 − 0,02838)
σcr = 898,00888 MPa = 898008,88 kPa
Pinitial (keadaan transfer) di tengah bentang:
Pi = Px – ΔPe = 612911,35 – 22,145 = 612889,205 kN
Δσsc = σcr + σsh = 898008,88 + 8609,749 = 906618,629 kPa
σpi =Pi
At=
612889,205
0,0046= 133236783,7 kPa
2. Kehilangan pratekan akibat susut beton (shrinkage)
Bila tidak terbenam dalam air terus menerus (kondisi kelembaban 100%) beton
akan kehilangan kebasahannya (moisture). Proses ini disebut sebagai penyusutan betan.
Kehilangan gaya prategang akibat susut beton dapat dihitung dengan rumus:
SH = 8,2 x 10 –6 x Ksh x Es x (1 – 0,06 x v/s) x (100 – RH)
Dimana:
163
RH = kelembaban relative (diambil 80%)
Ksh = 0,64 (dimisalkan jangka waktu perawatan basah sampai pada penerapan
prategang = 20 hari)
V = Luas permukaan balok prategang = 3895 cm2
S = Keliling Balok girder = 406,452 cm
Maka :
V
S =
3895
406,452 = 9,583 cm
Besar kehilangan gaya prategang akibat susust:
SH = 8,2 x 10 –6 x Ksh x Es x (1 – 0,06 x v/s) x (100 – RH)
SH = 8,2 x 10 –6 x 0,64 x 193000 x (1 – 0,06 x 9,583 ) x (100 – 80)
SH = 8,609749 MPa
σSH = 8609,749 kPa
IV.3 Analisis Perhitungan Struktur Bawah Jembatan Tanjung Baru
Analisis beban kerja pada Abutment dan pilar terdiri dari segala beban yang
bekerja dari beban hidup dan beban mati pada struktur atas dan bawah jembatan tanjung
baru. Berikut merupakan analisis beban kerja pada Abutment (A2A) dan pilar (P2A).
IV.3.1 Analisis Abutment pada Jembatan Tanjung Baru
A. Data Struktur Atas
Gambar IV.40 Dimensi Jembatan Arah Melintang
Tabel IV.41 Data Struktur Atas
164
URAIAN DIMENSI NOTASI DIMENSI SATUAN
Lebar jalan (jalur lalu lintas) b1 12,3 m
Lebar total jembatan b 28,30 m
Tebal slab lantai jembatan ts 0,25 m
Tebal lapisan aspal + overlay ta 0,10 m
Tebal genangan air hujan th 0,05 m
Tinggi girder Prategang hb 1,7 m
Tinggi bidang samping jembatan ha 3,15 m
Jarak antara balok prategang s 2,22 m
Panjang bentang jembatan L 62 m
Panjang bentang dari Abutment ke Pilar L 15,6 m
Specify Gravity NOTASI BESAR SATUAN
Berat beton bertulang Wc 25,0 kN/m3
Berat beton tidak bertulang (beton rabat) W'c 24,0 kN/m3
Berat aspal Wa 22,0 kN/m3
Berat jenis air Ww 9,8 kN/m3
B. Data Struktur Bawah (Abutment)
Gambar IV.41 Dimensi Abutment Jembatan Tanjung Baru
Tabel IV.42 Data Tanah dan Abutment
165
NOTASI (m) NOTASI (m) KETERANGAN Notasi (m)
h1 0,7 b1 0,52 Panjang Abutment By 13,3
h2 1,29 b2 0,84 Tebal Wing Wall hw 0,5
h3 1,73 b3 1,25 TANAH-TIMBUNAN
h4 0,85 b4 0,84 Berat Volume, Ws 17,2 kN/m3
h5 2 b5 1,18 Sudut Gesek , ɸ 35 ◦
h6 0,25 b6 1,18 Kohesi, C 0 Kpa
h7 1,5 b7 4,65 TANAH ASLI (DIDASAR PILECAP)
c 5,41 bo 2 Berat Volume, Ws 18 kN/m3
d 7,09 Bx 3,62 Sudut Gesek, ɸ 28 ◦
Kohesi, C 15 Kpa
BAHAN STRUKTUR
Mutu Beton k- 350
Mutu Baja Tulangan u- 39
IV.3.1.1 Analisis Beban Kerja Abutment Jembatan Tanjung Baru
Analisis beban kerja pada Abutment terdiri dari segala beban yang bekerja dari
beban hidup dan beban mati pada struktur atas dan bawah Jembatan Tanjung Baru.
Berikut merupakan analisis beban kerja pada Abutment.
1. Berat Sendiri (MS)
a. Berat Sendiri Struktur Atas
Tabel IV.43 Berat Sendiri Struktur Atas pada Abutment
NO Beban Parameter Volume
Berat Satuan Berat
(kN) b (m) t (m) L (m) n
1 Plat Lantai 1,73 0,25 15,6 1 25 kN/m3 168,675
2 Deck Slab 1,68 0,07 15,6 5 25 kN/m3 45,864
3 Tiang Sandaran 15,6 2 10,218 kN/m 318,8016
4 Balok Prategang 15,6 6 6,438 kN/m 602,597
5 Diafragma 15,6 5 1,52 kN/m 118,56
Total berat sendiri strukur atas Wms = 1254,4974
Beban pada abutment akibat berat
sendiri struktur atas, Pms = 1/2*Wms = 627,249
Eksentrisitas beban terhadap
pondasi
e = -Bx/2+b5+b3/2 = -0,005 m
166
Momen pada pondasi akibat berat sendiri
struktur atas, Mms = Pms*e = -3,13624
b. Berat Sendiri Struktur Bawah
Berat beton, Wc = 25 kN/m3 Lebar By = 13,3 m
Berat Tanah, Ws = 17,20 kN/m3 2x Tebal Wing Wall = 1 m
Tabel IV.44 Berat Sendiri Struktur Bawah
No PARAMETER BERAT BAGAN BERAT
(kN)
LENGAN
(m)
MOMEN
(kNm) b h Shape Direc
Abutment
1 0,52 0,7 1 -1 121,030 0,885 -107,112
2 0,84 1,29 1 -1 360,297 1,045 -376,510
3 0,84 1,14 1 -1 318,402 1,045 -332,730
4 0,84 0,85 0,5 -1 118,703 0,905 -107,426
5 1,25 8,84 1 -1 3674,125 0,625 -2296,328
6 1,18 0,25 0,5 -1 49,044 1,018 -49,943
7 1,18 0,25 0,5 1 49,044 1,018 49,943
8 1,18 1,5 1 -1 588,525 1,215 -715,058
9 1,18 1,5 1 1 588,525 1,215 715,058
No PARAMETER BERAT BAGAN BERAT
(kN)
LENGAN
(m)
MOMEN
(kNm) b h Shape Direc
Wing wall
10 7,31 0,7 1 -1 127,925 5,495 -702,948
11 7 1,73 1 -1 302,750 5,340 -1616,685
12 7 0,85 1 -1 148,750 5,340 -794,325
13 7,84 3,41 1 -1 668,360 10,293 -6879,652
14 2 2 0,5 -1 50,000 1,923 -96,167
15 5,84 1,75 1 -1 255,500 5,510 -1407,805
16 4,65 0,25 1 -1 29,063 2,915 -84,717
17 0,84 0,85 0,5 -1 8,925 1,010 -9,014
Tanah
18 0,66 0,7 1 -1 105,687 5,605 -592,376
19 0,35 7,9 1 -1 632,521 0,858 -542,914
20 0,84 0,85 0,5 -1 81,667 1,045 -85,342
21 0,84 5,41 1 -1 1039,577 1,185 -1231,899
22 1,18 0,25 0,5 -1 33,7421 1,377 -46,452
PMS = 18928,394 Mms = -16854,193
c. Beban Total Akibat Berat Sendiri (MS)
167
Tabel IV.45 Berat Total Akibat Berat Sendiri
No Berat Sendiri PMS (kN) Mms (kN)
1 Struktur atas (slab, girder, Tiang sandaran dll) 627,2487 -3,13624
2 Struktur bawah (abutment, wing wall, tanah) 9352,161 -16854,193
9979,41 -16857,33
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (Superimposed dead load), adalah berat seluruh bahan yang
menimbulkan suatu beban pada jembatan yan merupakan elemen non – structural,
dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Jembatan dianalisis harus
mampu memikul beban tambahan seperti :
1) Penambahan lapisan aspal (Overlay) di kemudian hari,
2) Genangan air hujan jika system drainase tidak bekerja dengan baik,
Tabel IV.46 Beban Mati Tembahan pada Abutment
No Jenis beban mati
tambahan
Tebal
(m)
Lebar
(m)
Panjang
(m)
W
(kN/m3)
Berat
(kN)
1 Lap. Aspal + overlay 0,10 12,3 15,6 22 19,188
2 Air hujan 0,05 12,3 15,6 9,8 9,594
WMA = 28,782
Beban pada abutment akibat beban mati tambahan,
PMA = 0,5 x WMA
= 0,5 x 28,782
= 14,391 kN
Eksentrisitas beban terhadap pondasi,
e = -Bx/2 + b5 + b3/2
e = -0,005 m
Momen pada pondasi akibat berat sendiri struktur atas (MMS):
MMA = PMA x e
= -0,07195
Maka Beban total bangunan diatas Abutment (A2A)
Qtotal = Berat total Sendiri Struktur atas Abutment + Berat total mati tambahan
pada Abutment = 1283,279 kN
168
3. Tekanan Tanah (TA)
Pada bagian tanah dibelakang dinding abutment yang dibebani lalu lintas, harus
diperhtungkan adanya beban tambahan yang setara dengan tanah setebal 0,60 m yang
merupakan beban merata ekivalen beban kendaraan pada bagian tersebut.
Tekanan tanah lateral di hitung berdasarkan harga nominal dari berat tanah (Ws),
sudut gesek dalan (𝜙), dan kohesi (c) dengan :
Ws’ = Ws
ɸ’ = tan-1 (Kɸ R x tan ɸ) dengan factor reduksi untuk ɸ’ = Kɸ R = 0,7
c’ = Kɸ R x c dengan factor reduksi untuk c’ = Kc R = 1
Koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan 2 (45𝜊 - ɸ’ / 2)
Berat tanah, Ws = 17,2 kN/m3
Sudut gesek dalam, ɸ = 35𝜊
Kohesi, C = 0 Kpa
Tinggi total abutment, H = 10,13 m
Lebar abutment, By = 13,3 m
Beban merata akibat berat timbunan tanah setinggi 0,60 m yang merupakan ekivalen
beban kendaraan :
0,60 x Ws = 0,60 x 17,2 = 10,32 kpa
Gambar IV.42 Tekanan tanah pada Abutment
ɸ’ = tan-1 (Kɸ R x tan ɸ) = 0,426053 rad = 4,208𝜊
Ka = tan 2 (45𝜊 - ɸ’ / 2) = 0,781748
0,60*Ws
c
1
2
169
No Gaya akibat tekanan tanah Tta
(kN)
Lengan thd.
O (kN)
y
(m)
Mta
(kNm)
1 Tta = (0.60*Ws)*H*Ka*By 1086,94 Y = H/2 5,065 5505,376
2 Tta = 1/2*H^2*Ws*K*By 5505,38 Y = H/3 3,377 18589,82 TTA = 6592,32 MTA = 24095,2
4. Beban Lajur “D” (TD)
Beban kendaraan yang berupa beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata
(Uniformly Distributes Load), UDl dan beban garis (Knife edge Load), KEL. UDL
mempunyai intensitas q (kpa) yang besarnya tergantung pada total L yang
membebani lalu Lintas atau dinyatakan sebegai berikut:
q = 9,0 < 30 𝑚
KEL mempunyai intensitas (p) = 49,0 kN/m (RSNI T – 02 – 2005 hal 16)
Faktor beban dinamis (DLA) untuk panjang bentang 15,6 m adalah 0,4
Besar beban Lajur “D”
Untuk harga, L= 15,6 m b1 = 12,3 m DLA = 0,4
WTD = q x L x (5,5+b)/2 + p x DLA x (5,5 + b )/2
WTD = 9,0 x 15,6 x (5,5 + 12,3)/2 + 49,0 x 0,4 x (5,5 + 12,3)/2
WTD = 1797,8 kN
Beban pada abutment akibat beban lajur “D”
PTD = 1
2 x WTD = 898,9 kN
Eksentrisitas beban terhadap pondasi
e = Bx/2 + be + by/2 = -0,005
Momen pada pondasi akibat beban lajur “D”
MTD = PTD x e = -4,4945 kN
5. Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebegai gaya dalam arah
memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya
rem arah memanjang jembatan tergantung Panjang total jembatan (Lt) sebagai
berikut:
• Gaya rem, TTB = 250 KN untuk, Lt ≤ 80 m
• Untuk, , Lt = L = 15,6 m
170
• Gaya rem, TTB = 250 kN
• Lengan terhadap pondasi :
YTB = h2 + d + h6 + h7 = 10,13
• Momen pada pondasi akibat gaya rem
MTB = TTB x YTB = 2532,5 kNm
• Lengan terhadap Breast Wall :
Y’TB = h1 + h3 + h4 + C = 8,69 m
• Momen pada Breast Wall akibat gaya rem:
MTB = TTB x Y’TB = 2172,5 kNm
Gambar IV.43 Gaya Rem pada Abutment
6. Pengaruh Temperatur (ET)
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul akibat
pengaruh temperature, diambil perbedaan temperature yang besarnya setengah dari
selisih antara temperature maksimum dan temperature minimum rata – rata pada
lantai jebatan.
Temperatur maksimum rata – rata Tmax = 40∘C
Temperatur minimum rata – rata Tmin = 15∘C
Temperatur minimum rata – rata : ∆T = (Tmax − Tmin)/2
Perbedaan temperature , ∆T = 12,5∘C
c
Y’TB
TTB
171
Koefisien muai Panjang untuk beton 𝛼 = 1.0E - 05
Kekakuan geser untuk tumpuan berupa elastomeric, k = 1500 kN/m
Panjang bentang girder, L = 15,6 m
Jumlah tumpuan elastomeric (Jumlah girder), n = 6 buah
• Gaya pada abutment akibat pengaruh temperatur
TET = α ∗ ∆T ∗ K ∗ L
2∗ n = 18 kN
• Lengan terhadap pondasi
YET = 8,84 m
• Momen pada pondasi akibat perubahan temperatur
MET = TET * YET = 155 kNm
• Lengan terhadap Breast Wall
Y’ET = YET – h6 – h7 = 7,09 m
• Momen pada Breast Wall akibat perubahan temperatur
M’ET = TET * Y’ET = 124,4295 kNm
Gambar IV.44 Pengaruh Temperatur pada Abutment
7. Beban Angin (EW)
1. Angin yang meniup bidang samping jembatan dihitung dengan rumus:
TEW1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
c
TET
172
Dimana :
Cw = Koefisien seret
Vw = Kecepatan angina rencana (m/det)
Ab = luas bidang samping jembatan (m2)
Cw = 1,25
Vw = 35 m/det
Panjang bentang, L = 15,6 m
Tinggi bidang samping, ha = 3,15 m
Ab = = L
2 * ha = 24,57 m2
• Beban angin pada Abutment
TEW1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab = 22,5737 kN
• Lengan terhadap pondasi
YEw 1 = h8 + ℎ𝑎
2 = 10,415 m
• Momen pada pondasi akibat beban angin
MEW 1 = TEW 1 * YEW 1 = 235,10 kNm
• Lengan terhadap Breast Wall
Y’Ew 1 = h8 – h7 – h6 + ha/2 = 8,665 m
• Momen pada Breast Wall
M’EW 1 = TEW 1 * Y’EW 1 = 195,601 kNm
Gambar IV.45 Beban Angin yang Meniup Samping Jembatan
2. Angin yang meniup Kendaraan
c
TEW
173
Gaya angin tambahan arah horizontal pada permukaan lantai jembatan akibat
beban angin yang meniup kendaraan diatas lantai jembatan dapat dihitung dengan
rumus:
TEW2 = 0,0012 x Cw x (Vw)2 x L/2 ; dengan Cw = 1,2
TEW2 = 0,0012 x 1,2 x (35)2 x 15,6/2 = 13,759 kN
• Lengan terhadap pondasi
YEW 2 = h8 + hb + ts + ta = 10,89 m
• Momen pada pondasi
MEW 2 = TEW2 * YEW2 = 149,837 kNm
• Lengan terhadap Breast Wall
Y’Ew 2 = YEW2 – h7 – h6 = 9,14 m
• Momen pada Breast Wall
M’EW 2 = TEW 2 * Y’EW 2 = 125,76 kNm
3. Beban Angin Total pada Abutment
• Total beba angin pada Abutment, TEW = TEW1 + TEW2 = 36,333 kN
• Total momen pada pondasi, MEW = MEW1 + MEW2 = 384,943 kNm
• Total momen pada Breast Wall , M’EW = M’EW1 + M’EW2 = 321,361 kNm
4. Transfer Beban Angin ke Lantai Jembatan
Gambar IV.46 Transfer Beban Angin ke Lantai Jembatan
• Beban angin tambahan yang meniup bidang samping kendaraan :
174
TEW = 0,0012 x Cw x (Vw)2
= 0,0012 x 1,2 x 352 = 1,764 kN/m
• Bidang Vertikal yang ditiup angina merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan.
h = 2 m ; jarak antar roda kendaraan, x = 1,75 m
• Gaya pada abutment akibat transfer beban angina ke lantai jembatan
PEW = 2 x [1
2 x
ℎ
x x 𝑇𝐸𝑊] x
𝐿
2
= 2 x [1
2 x
2
1,75 x 1,764] x
15,6
2
= 15,745 kN
• Eksentrisitas beban pada pondasi
e = −𝐵𝑥
2+ 𝑏5 +
𝑏3
2 = -0,005
• Momen pada pondasi akibat transfer beban angin
MEW = PEW * e
MEW = 15,745 x -0,005 = -0,0786 kN
8. Beban Gempa (EQ)
1. Beban Gempa Arah Memanjang (Arah X)
Tinggi Breast Wall Lb = h3 + h4 + C = 7,99 m
Ukuran penampang Breast Wall b = By = 13,3 m
h = 1,25 m
Inersia penampang Breast Wall Ic = 1/12*b*h^3 2,165 m4
Mutu beton, K-350 fc' = 0.83*K/10 29,05 Mpa
Modulus elastis beon Ec = 4700*√fc' = 25332,0844 MPa
Ec = 25332084,4 kPa
Nilai kekakuan Kp = 3*Ec*Ic/Lb^3 = 322516,75 kN/m
Percepatan gravitasi g = 9,8 m/det2
Berat sendiri struktur atas PMS (struktur atas) = 627,2487 kN
Beban sendiri struktur bawah PMS (struktur bawah) = 9352,1614 kN
Berat total struktur, WTP = PMs (Struktur atas) + ½ x PMS 5303,3294 kN
Waktu getar alami struktur T = 2 x 𝜋 x √(𝑊𝑇𝑃/ (𝑔 𝑥 𝐾𝑝) = 0,2573742 detik
Koefisien geser dasar, C = 0,18
175
Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis beton bertulang, maka factor
jenis struktur, S = 10 x F dengan, F = 1,25 – 0,025 x n dan F harus di ambil ≥ 1
Untuk, n = 1 maka : F = 1,25 – 0,025 x n = 1,225
S = 1,0 x F = 1,225
Kh= C x S = 0,2205
Gaya Gempa, TEQ = Kh x I x Wt = 0,2205 x Wt
Tabel IV.47 Distribusi Beban Gempa pada Abutment
NO
Berat
Wt
(kN)
TEQ (kN) Uraian lengan terhadap titik O Besar y
(m)
MEQ
(kNm)
STRUKTUR ATAS
PMS 627,249 138,308 y = H 10,13 1401,063
PMA 14,391 3,173 y = H 10,13 32,145
ABUTMENT
1 121,030 26,687 y1 = h7 + h6 + C + h4 + h3 +
h1/2 10,09 269,273
2 360,297 79,445 y2 = h7 + h6 + C + h4 + h3/2 8,875 705,079
3 719,031 158,546 y3 = h7 + h6 + C + h4/2 7,585 1202,574
4 118,703 26,174 y4 = h7 + h6 + 2/3*C 5,357 140,205
5 784,7 810,145 y5 = h7 + h6 + d/2 5,295 4289,715
6 49,0438 10,814 y6 = h7 + 2/3*h6 1,667 18,024
7 1159,59 10,814 y7 = h7+1/3*h6 1,583 17,122
8 3597,65 129,770 y8 = h7/2 0,75 97,327
9 8533,88 129,770 y9 = h7/2 0,75 97,327
WING WALL
10 127,925 28,207 y10 = y1 10,09 284,613
11 302,75 66,756 y11 = h7 + h6 + C + (h4 + h3)/2 8,45 564,091
12 148,75 32,799 y12 = h7 + h6 + C/2 4,455 146,121
13 668,36 147,373 y13 = h7 + h6 /2 1,625 239,482
14 50 11,025 y14 = h7 +2/3*h6 1,667 18,375
15 255,5 56,338 y15 = 2/3 * h7 1 56,338
16 29,063 6,408 y16 = h7 + h6 + C + 1/3*h4 7,443 47,699
17 8,925 1,968 y17 = d + h6 + h7 8,840 17,397
TANAH
19 105,687 23,304 y19 = H-h1/2 10,09 235,137
20 632,521 139,471 y20 = h7+ h6 + (C+h4+h3)/2 5,745 801,261
21 81,6673 18,008 y21 = h7+ h6 + (C + h4)/3 3,837 69,089
22 1039,58 229,227 y22 = h7 + 2/3 *h6 1,667 382,045
TEQ = 2196,193 MEQ = 10461,45
176
Letak tiitk tangkap gaya horizontal gempa, YEQ = MEQ / TEQ = 4,763 m
2. Beban Gempa Arah Memanjang (Arah Y)
Inersia penampang breast
wall Ic = 1/12*h*b^3 = 245,06635 m4
Nilai kekakuan Kp = 3*Ec*Ic/Lb^3 = 4,E+07 kN/m
Waktu getar alami struktur T= 2*π*√[WTP/(g*Kp)] = 0,3550319 detik
Koefisien geser dasar C = 0,18
Faktor tipe struktur S = 1.3*F = 1,225
Koefisien beban gempa
horizontal Kh = C*S = 0,2205
Faktor kepentingan I = 1
Gaya gempa TEQ = Kh*I*Wt = 0,2205 *Wt
Berat sendiri (struktur atas
+ struktur bawah) PMS = 9979,41 kN
Beban mati tambahan PMA = 14,391 kN
Beban mati total Wt = PMS + PMA = 9993,801 kN
Beban gempa arah
melintang jembatan TEQ = Kh*I*Wt = 2203,633 kN
Momen pada pondasi
akibat beban gempa MEQ = TEQ*YEQ = 10461,45 kNm
9. Tekanan Tanah Dinamis Akibat Gempa
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dinamis dihitung dengan menggunakan
koefisien tekanan tanah dinamis (∆KaG) sebagai berikut :
θ = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐾ℎ)
KaG = 𝑐𝑜𝑠2 (ɸ’ - θ) / [𝑐𝑜𝑠2 θ x {1 + √(sin ɸ’ x sin(ɸ’ − θ)) / 𝑐𝑜𝑠 θ} ]
∆KaG = KaG – Ka
Tekanan Tanah dinamis, p = Hw x Ws x ∆KaG kN/m2
H = 10,13 m
By = 13,3 m
Kh = 0,2205
ɸ’ = 0,426053 rad
Ka = 0,781748
Ws = 17,2 kN/m3
∅ = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐾ℎ) = 0,21703
𝑐𝑜𝑠2 (ɸ’ - θ) = 0,989382
Cos^2Ø*{1+√(sinФ'*sin(Ф-Ø))/cosØ = 1,129516
KaG = Cos^2 (Ф-Ø)/[Cos^2Ø*{1+√(sinФ'*sin(Ф-Ø)/cos Ø}] = 0,875935
177
∆KaG = KaG - Ka = 0,094187
Gaya gempa lateral TEQ = 1/2 x H2 x Ws x ∆KaG x By = 1105,503 kN
Lengan terhadap pondasi YEQ = 2/3 x H = 6,753 m
Momen akibat gempa MEQ = TEQ x YEQ = 7465,381 kNm
10. Gesekan pada Perletakan (FB)
Koefisien gesek pada tumpuan yang berupa elastomer, 𝜇 = 0,18
Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau terhadap beban berat sendiri dan beban mati
tambahan.
Gambar IV.47 Gesekan Pada Perletakan Abutment
Reaksi Abutment akibat :
• Berat sendiri struktur atas PMS = 627,248 kN
• Berat mati tambahan PMA = 14,349 kN
• Reaksi abutment akibat beban tetap PT = PMS + PMA = 641,6397 kN
• Gaya gesek pada perletakan TFB = 𝜇 x PT = 115,495 kN
• Lengan terhadap pondasi YFB = 8,84 m
• Momen pada pondasi akibat gempa MFB = TFB x YFB = 1020,977 kNm
TFB
178
• Lengan terhadap Breast Wall Y’FB = 7,09 m
• Momen pada Breast Wall akibat gempa M’FB = TFB x Y’FB = 818,860 kNm
11. Kombinasi Beban Kerja
Tabel IV.48 Rekapitulasi Beban yang Bekerja pada Abutment
REKAP BEBAN KERJA Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Tx
(kN)
Ty
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
A Aksi Tetap
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,33
2 Beb. Mati tambahan MA 14,39 -0,07
3 Tekanan tanah TA 6592,32 24095,20
B Beban Lalu-lintas
4 Beban lajur "D" TD 898,90 -4,49
5 Beban pedestrian TP 0,00 0,00
6 Gaya rem TB 250,00 2532,50
C Aksi Lingkungan
7 Temperatur ET 17,55 155,14
8 Beban angin EW 15,72 36,33 -0,08 384,94
9 Beban gempa EQ 2196,19 2196,19 10461,45 10461,45
10 Tek. Tanah dinamis EQ 1105,50 7465,83
D Aksi lainnya
11 Gesekan FB 115,50 1020,98
179
KOMBINASI- 1 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Tx
(kN)
Ty
(kN) Mx (kNm) My (kNm)
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,329
2 Beb. Mati tambahan MA 14,391 -0,072
3 Tekanan tanah TA 6592,321 24095,197
4 Beban lajur "D" TD 898,9 -4,495
5 Beban pedestrian TP
6 Gaya rem TB
7 Temperatur ET
8 Beban angin EW
9 Beban gempa EQ
10 Tek. Tanah dinamis EQ
11 Gesekan FB
10892,7 6592,321 7233,3018
KOMBINASI- 2 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN) Tx (kN) Ty (kN) Mx (kNm)
My
(kNm)
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,33
2 Beb. Mati tambahan MA 14,391 -0,071955 3 Tekanan tanah TA 6592,321 24095,197
4 Beban lajur "D" TD 898,9 -4,4945 5 Beban pedestrian TP 6 Gaya rem TB 250 2532,5
7 Temperatur ET 8 Beban angin EW 15,7248 36,332888 -0,078624 384,94264
9 Beban gempa EQ 10 Tek. Tanah dinamis EQ
11 Gesekan FB
10908,4 6842,321 36,332888 9765,7232 384,94264
180
KOMBINASI- 3 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN) Tx (kN) Ty (kN) Mx (kNm) My (kNm)
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,33
2 Beb. Mati tambahan MA 14,391 -0,071955
3 Tekanan tanah TA 6592,321 24095,197
4 Beban lajur "D" TD 898,9 -4,4945
5 Beban pedestrian TP
6 Gaya rem TB 250 2532,5
7 Temperatur ET
8 Beban angin EW 15,7248 36,332888 -0,078624 384,94264
9 Beban gempa EQ
10 Gesekan FB 115,50 1020,9771
10908,43 6957,8165 36,332888 10786,7003 384,94264
KOMBINASI- 4 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN) Tx (kN) Ty (kN) Mx (kNm) My (kNm)
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,33
2 Beb. Mati tambahan MA 14,391 -0,071955
3 Tekanan tanah TA 6592,321 24095,197
4 Beban lajur "D" TD 898,9 -4,4945
5 Beban pedestrian TP
6 Gaya rem TB 250 2532,5
7 Temperatur ET 17,55 155
8 Beban angin EW 15,7248 36,332888 -0,078624 384,94264
9 Beban gempa EQ
10 Gesekan FB 115,50 1020,9771
10908,43 6975,3665 36,332888 10941,8423 384,94264
181
KOMBINASI- 5 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN) Tx (kN)
Ty (kN)
Mx (kNm) My (kNm)
1 Berat sendiri MS 9979,41 -16857,33
2 Beb. Mati tambahan MA 14,391 -0,071955
3 Tekanan tanah TA
4 Beban lajur "D" TD
5 Beban pedestrian TP
6 Gaya rem TB
7 Temperatur ET
8 Beban angin EW
9 Beban gempa EQ 2196,193 2196,193 10461,4539 10461,454
10 Tek. Tanah dinamis EQ 1105,503 7465,831
11 Gesekan FB
9993,801 3301,6961 2196,193 1069,88373 10461,454
Tabel IV.49 Rekap Kombinasi Beban Untuk Perencanaan Tegangan Kerja pada Abutment
No Kombinasi Beban Tegangan
berlebihan
P
(kN)
Tx
(kN)
Ty
(kN)
Mx
(kNm) My (kNm)
1 KOMBINASI-1 0% 10892,7 6592,3213 0 7233,30181 0
2 KOMBINASI-2 25% 10908,43 6842,3213 36,332888 9765,72318 384,94264
3 KOMBINASI-3 40% 10908,43 6957,8165 36,332888 10786,7003 384,94264
4 KOMBINASI-4 40% 10908,43 6975,3665 36,332888 10941,8423 384,94264
5 KOMBINASI-5 50% 9993,801 3301,6961 2196,193 1069,88373 10461,454
182
12. Kontrol Stabilitas Guling Pada Abutmnt
1) Stabilitas Guling Arah X
Berikut merupakan pemodelan dari gaya momen aksi (Mx) yang diakibatkan
beban dan momen reaksi (Mp) yaitu momen perlawnaan yang diakibatkan beban
P dikali dengan titik guling dapat dilihat pada gambar IV.46 dan IV.47. Angka
aman (SF) terhadap guling di ambil 2,2
Gambar IV.48 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Jembatan
• Letak titik guling A (ujung pondasi) terhadap pusat pondasi:
Bx/2 = 1,81 m
• Momen Penahan guling
Mpx = P x (Bx/2) x (1+ k)
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
• Angka aman terhadap guling
SF = Mpx
Mx ≥ 2,2
Dimana :
Mx = momen penyebab guling arah X
183
Tabel IV.50 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah X
No Kombinasi
Beban k
P
(kN)
Mx
(kN)
Mpx
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 10892,7 7233,3018 19715,789 2,73 > 2.2 (OK)
2 KOMBINASI-2 25% 10908,43 9765,7232 24680,314 2,53 > 2.2 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 10908,43 10786,7 27641,951 2,56 > 2.2 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 10908,43 10941,842 27641,951 2,53 > 2.2 (OK)
5 KOMBINASI-5 50% 9993,801 1069,8837 27133,17 25,36 > 2.2 (OK)
2) Stabilitas Guling Arah Y
• Letak titik guling A (ujung pondasi terhadap pusat pondsi
By/2 = 6,65 m
• Momen Penahan guling
Mpx = P x (By/2) x (1+ k)
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
• Angka aman terhadap guling
SF = Mpy
My ≥ 2,2
Dimana :
My = momen penyebab guling arah Y
Gambar IV.49 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Melintang Jembatan
y
184
Tabel IV.51 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah Y
No Kombinasi
Beban k
P
(kN)
My
(kN)
Mpy
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 10892,7 0 72436,462
2 KOMBINASI-2 25% 10908,43 384,94264 90676,29 235,557925 > 2.2 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 10908,43 384,94264 101557,44 263,824876 > 2.2 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 10908,43 384,94264 101557,44 263,824876 > 2.2 (OK)
5 KOMBINASI-5 50% 9993,801 10461,454 99688,166 9,52909287 > 2.2 (OK)
13. Kontrol Stabilitas Geser Pada Abutment
1) Stabilitas Geser Arah Memanjang Jembatan (arah X)
Berikut merupakan pemodelan dari gaya geser aksi (Tx) yang diakibatkan beban
dan reaksi (H) yaitu gaya perlawanannya tersaji pada gambar IV.45 dan IV.46.
Gambar IV.50 Gaya Geser Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Jembatan
• Parameter tanah dasar Pile - Cap
Sudut Gesek, ɸ = 28°
Kohesi, C = 15 kPa
• Ukuran dasar Pile – Cap
Bx = 3,62 m
By = 13,3 m
• Gaya penahan geser
H = ( C x Bx x By x P x tan ɸ ) x (1 + k) harus ≥ 1,1
185
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
Tx = momen penyebab geser
Tabel IV.52 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah X
No Kombinasi
Beban k
Tx
(kN)
P
(kN)
H
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 6592,321 10892,701 6513,942 0,99 < 1.1 (NO)
2 KOMBINASI-2 25% 6842,321 10908,426 8152,879 1,192 > 1.1 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 6957,816 10908,426 9131,224 1,312 > 1.1 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 6975,366 10908,426 9131,224 1,309 > 1.1 (OK)
5 KOMBINASI-5 50% 3301,696 9993,801 9053,982 2,742 > 1.1 (OK)
2) Stabilitas Geser Arah Melintang Jembatan (arah Y)
Gambar IV.51 Gaya Geser Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Jembatan
• Parameter tanah dasar Pile - Cap
Sudut Gesek, ɸ = 28°
Kohesi, C = 15 kPa
• Ukuran dasar Pile – Cap
Bx = 3,62 m
By = 13,3 m
• Gaya penahan geser
H = ( C x Bx x By x P x tan ɸ ) x (1 + k) harus ≥ 1,1
186
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
My = momen penyebab geser
Tabel IV.53 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah Y
No Kombinasi Beban k Ty
(kN)
P
(kN)
H
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 0 10892,701 6513,9419
2 KOMBINASI-2 25% 36,333 10908,426 8152,8787 224,394 > 1.1 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 36,333 10908,426 9131,2241 251,321 > 1.1 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 36,333 10908,426 9131,2241 251,321 > 1.1 (OK)
5 KOMBINASI-5 50% 2196,193 9993,8011 9053,9824 4,123 > 1.1 (OK)
IV.3.2 Analisis pilar pada Jembatan Tanjung Baru
Pilar yang ditinjau adalah pilar (P2A) pada jembatan, untuk itu dalam proses
perhitungan pembebanan pada pilar (P2A) dipengaruhi oleh beban yang bekerja dari arah
kiri dan kanan pada pilar. Gaya-gaya yang bekerja pada pilar antara lain:
Gambar IV.52 Pembebanan pada Pilar P2A
187
IV.3.2.1 Analisis Beban Kerja Pilar (P2A)
1. Berat Sendiri (MS)
A. Berat Sendiri Struktur Atas
Tabel IV.54 Berat Sendiri Struktur Atas pada Pilar
NO Beban Parameter Volume
Berat Satuan Berat
(kN) b (m) t (m) L (m) n
1 Plat Lantai 1,73 0,25 30,8 1 25 kN/m3 333,025
2 Deck Slab 1,68 0,07 30,8 6 25 kN/m3 543,312
3 Tiang Sandaran 30,8 2 10,218 kN/m 629,428
4 Balok Prategang 30,8 7 16,741 kN/m 3609,359
5 Diafragma 30,8 6 2,273 kN/m 420,05
Total berat sendiri strukur atas Wms = 5535,174
Lengan Terhadap Titik A = 11,216 m
B. Berat Sendiri Pilar
a) Bagian-bagian pada pilar P2A meliputi:
Gambar IV.53 Berat Sendiri pada Pilar P2A
188
• Pierhead
Lebar =12,092 m
• Kolom
Jumlah kolom = 3 kolom
Diameter kolom = 1,2 m
Tinggi kolom = 5,336 m
• Pile cap
Lebar = 13,143 m
• ɣbeton = 2,5 t/m³
b) Berat pada pierhead P2A meliputi:
Gambar IV.54 Berat Sendiri pada Pierhead P2A
Tabel IV.55 Berat Sendiri Pierhead
NO Luasan
(m²)
Lebar
(m)
ɣbeton
(t/m³)
Wpierhead
(ton)
1 1 x 0,73 13,143 2,5 23,986
2 2 x 1,225 13,143 2,5 80,501
3 2+1,5
2 x 0,4 13,143 2,5 23,00
Ʃ 127.487 ton
189
Tabel IV.56 Akibat Titik Berat pada Pierhead
No Beban (Ton) Jarak titik berat ke A Momen terhadap A
x (m) Mx (ton.m)
1 23,986 3,15 75,56
2 80,501 2,50 201.25
3 23,000 2,50 57,5
Σ = 334,31
Gambar IV.55 Jarak Titik Berat pada Pierhead P2A ke A
c) Berat pada kolom pierhead P2A meliputi:
Gambar IV.56 Berat Sendiri Kolom pada Pierhead P2A
1200
533
6
190
Berat kolom (W) = 3 x [(1/4 𝜋d²) x h x ɣbeton
= 3 x [(1/4 x 𝜋 x 1,2²) x 5,336 m x 2,5 t/m³
= 45,261 ton
Tabel IV.57 Akibat Titik Berat pada Kolom Pierhead
No Beban (Ton) Jarak titik berat ke A Momen terhadap A
x (m) Mx (ton.m)
1 45,261 2,5 113,152
Σ = 113,152
d) Berat pada Pilecap pierhead P2A meliputi:
Gambar IV.57 Berat Sendiri Pilecap pada Pierhead P2A
Tabel IV.58 Berat Sendiri Pilecap
NO LUASAN (m²) LEBAR (m) ɣbeton
(t/m³)
Wpilecap
(ton)
1 1,2+5
2 x 0,25 13,413 2,5 25,987
2 5 x 1,5 13,143 2,5 251,494
Ʃ 277,481 ton
Tabel IV.59 Akibat Titik Berat pada Pilecap
No Beban (Ton) Jarak titik berat ke A Momen terhadap A
x (m) Mx (ton.m)
1 25,987 2,5 64,967
2 251,494 2,5 628,735
Σ 277,481 693,702
191
Berat total sendiri pilar:
Wpilar total = Wpierhead + Wkolom + Wpilecap
= 127,487 ton + 45,261 ton + 277,481 ton
= 450,229 ton = 4415,24 kN
Maka diperoleh:
ΣMx total pilar = 334,31 ton.m + 113,152 ton.m + 693,702 ton.m
= 1141,164 ton.m
Adapun lengan pilar ke A adalah:
x = Ʃ𝑀𝑥
Ʃ𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =
1141,164 𝑡𝑜𝑛.𝑚
450,229 𝑡𝑜𝑛 = 2,53 m
Beban Akibat Berat Sendiri Berat Sendiri
• Struktur atas + Struktur Bawah = 5535,174 kN + 4415,24 kN
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (Superimposed dead load), adalah berat seluruh bahan yang
menimbulkan suatu beban pada jembatan yan merupakan elemen non – structural,
dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Jembatan dianalisis harus
mampu memikul beban tambahan seperti :
1) Penambahan lapisan aspal (Overlay) di kemudian hari,
2) Genangan air hujan jika system drainase tidak bekerja dengan baik,
Tabel IV.60 Beban Mati Tembahan pada Pilar
No Jenis beban mati
tambahan
Tebal
(m)
Lebar
(m)
Panjang
(m)
W
(kN/m3)
Berat
(kN)
1 Lap. Aspal + overlay 0,10 12,3 30,8 22 833,448
2 Air hujan 0,05 12,3 30,8 9,8 185,631
WMA = 1019,079
Maka Beban total bangunan diatas Pilar (P2A)
Q1total = Berat total Sendiri Struktur atas pilar + Berat total mati tambahan pada Pilar
= 6554,253 kN
Lengan Terhadap Titik A = 2,650 m
192
Tinjau Kanan Pilar
Perhitungan berat struktur atas pada pilar yang ditinjau dari kanan sama dengan
perhitungan berat sendiri struktur atas ditambah beban mati tambahan pada abutment
yaitu:
Q2total = 1283,279 kN
Lengan Terhadap Titik A = 3,150 m
Maka, didapat nilai Q1total (tinjau kiri pilar) dan Q2total (tinjau kanan pilar) gambar dapat
dilihat dibawah ini:
Gambar IV.58 Beban Mati Tambahan Total
193
3. Beban Lajur “D” (TD)
Gambar IV.59 Beban Lajur pada Pilar
Tinjau Kiri dari Pilar
Beban lajur "D" terdiri dari beban terbagi merata (UDL) dan beban garis (KEL).
(UDL) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya tergantung pada panjang total
yang dibebani “L” seperti berikut:
q = 9.0 x (0.5 + 15
𝐿 ) kPa untuk L > 30 𝑚
maka :
L = 30,8 m
q = 9.0 x (0.5 + 15
𝐿 )
= 9.0 x (0.5 + 15
30,8 ) = 8,883 kPa
KEL mempunyai intensitas (p) = 49,0 kN/m (RSNI T – 02 – 2005 hal 16)
Faktor beban dinamis (DLA) untuk panjang bentang 30,8 m adalah 0,4
Besar beban Lajur “D”
Untuk harga, L= 30,8 m b1 = 12,3 m DLA = 0,4
194
Beban pada pilar akibat beban lajur “D”
PTD = 2x [ q x L x (5,5 + 𝑏)/2 + p + DLA x (5,5 + b)/2]
= 2x [ 8,883 x 30,8 x (5,5 + 12,3)/2 + 49,0 + 0,4 x (5,5 + 12,3)/2]
= 4975,136 kN
Tinjau Kanan
Perhitungan beban hidup akibat beban merata dan beban garis yang terjadi pada
pilar sebelah kanan sama dengan beban Lajur pada abutment yaitu:
PTD = 898,9 kN
Makan PTD = 4975,136 kN + 898,9 kN = 5874,036 kN
4. Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebegai gaya dalam arah
memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya
rem arah memanjang jembatan tergantung Panjang total jembatan (Lt) sebagai
berikut:
Gambar IV.60 Gaya Rem pada Pilar
• Gaya rem, TTB = 250 KN untuk, Lt ≤ 80 m
• Untuk, , Lt = L = 30,8 m
• Gaya rem pada pilar untuk 2 jalur lalu lintas, TTB = 2 x 250 kN = 500 kN
195
• Lengan terhadap pondasi :
YTB = 1500 + 250 + 5336 + 400 + 1955 + 900 = 10341 mm = 10,341 m
• Momen pada pondasi akibat gaya rem
MTB = TTB x YTB = 5170,5 kNm
• Lengan terhadap Pier Wall :
Y’TB = 250 + 5336 + 400 + 1955 + 900 = 8841 mm = 8,841 m
• Momen pada Breast Wall akibat gaya rem:
MTB = TTB x Y’TB = 4420,5 kNm
5. Beban Angin (EW)
1) Beban Angin Arah Y (Melintang Jembatan)
Gaya akibat angin dihitung dengan rumus:
TEW = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab kN
Dimana :
Cw = Koefisien seret
Vw = Kecepatan angina rencana (m/det)
Ab = luas bidang samping jembatan (m2)
Cw = 1,25
Vw = 35 m/det
Panjang bentang, L = 30,8 m
Tinggi bidang samping atas, ha = 2,35 m
Tinggi bidang samping kendaraan, hk = 2 m
Ab1 = = L x (ha + hk) = 133,98 m2
• Beban angin pada pada struktur atas,
TEW1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab1 = 123,094 kN
• Lengan terhadap pondasi
YEw 1 = 1500 + 250 + 5336 + 400 + 1955 + 2350 = 11791 mm = 11,791 m
• Momen pada pondasi akibat beban angin atas
MEW 1 = TEW 1 * YEW 1 = 1451,401 kNm
• Lengan terhadap dasar Pier Wall
Y’Ew 1 = 5336 + 400 + 1955 + 2350 = 10041 mm = 10,041 m
• Momen pada Pier Wall akibat angina atas
M’EW 1 = TEW 1 * Y’EW 1 = 1235,987 kNm
196
• Tinggi bidang samping stuktur bawah,
= 5336 + 400 + 1955 = 7691 mm = 7,691 m
Ab2 = 2 x h x (7,691)
= 2 x 1,2 x 7,691 = 18,458 m2
• Beban angina pada struktur bawah
TEW2 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab2 = 16,958 kN
• Lengan terhadap pondasi
YEw 2 = 1500 + 250 + (5336 + 2355)/2 = 5596 mm = 5,596 m
• Momen pada pondasi akibat beban angin atas
MEW 2 = TEW 2 * YEW 2 = 94,897 kNm
• Lengan terhadap dasar Pier Wall
Y’Ew 2 = (5336 + 2355)/2 = 3845,5 mm = 3,846 m
• Momen pada Pier Wall akibat angina atas
M’EW 2 = TEW 2 * Y’EW 2 = 65,324 kNm
• Total gaya akibat beban angin
TEW = TEW 1+ TEW2 = 123,094 kN + 16,958 kN = 140,052 kN
• Total Momen pada pondasi akibat beban angin
MEW = MEW 1 + MEW2 = 1451,401 + 94,897 = 1546,294 kNm
• Total Momen pada Pier Wall akibat beban angin
M‘EW = M’EW 1 + M’EW2 = 1235,987 + 65,324 = 1301,311 kNm
Beban angina merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai jembatan
akibat beban yang menutup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung dengan
rumus : TEW = 0,0012 x Cw x (Vw)2 kN/m dengan, Cw = 1,2
• Beban angin tambahan yang meniup bidang samping kendaraan :
TEW = 0,0012 x Cw x (Vw)2
= 0,0012 x 1,2 x 352 = 1,764 kN/m
• Bidang Vertikal yang ditiup angina merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan.
h = 2 m ; jarak antar roda kendaraan, x = 1,75 m
• Gaya pada abutment akibat transfer beban angina ke lantai jembatan
PEW = 2 x [1
2 x
ℎ
x x 𝑇𝐸𝑊] x L
= 2 x [1
2 x
2
1,75 x 1,764] x 30,8 = 62,093 kN
197
2) Beban Angin Arah X (Memanjang Jembatan)
• Ukuran bidang pilar yang di tiup angin,
Tinggi : 7,691 m
Lebar 4,5 m
• Luas bidang pilar yang ditiup angin, Ab = 2 x 4,5 x 7,691 = 69,219 m
• Beban angin pada struktur atas
TEW = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
= 0,0006 x 1,25 x (35)2 x 69,219 = 63,595 kN
• Lengan terhadap pondasi
YEw = 1500 + 250 + (5336 + 400 + 1955)/2 = 5595,5 mm = 5,596 m
• Momen pada pondasi akibat beban angin atas
MEW 1 = TEW 1 * YEW 1 = 355,878 kNm
• Lengan terhadap dasar Pier Wall
Y’Ew 1 = (5336 + 400 + 1955)/2 = 3845,5 mm = 3,846 m
• Momen pada Pier Wall akibat angina atas
M’EW 1 = TEW 1 * Y’EW 1 = 244,586 kNm
6. Beban Gempa (EQ)
Pada grafik koefisien geser dasar gempa untuk wilayah 3 (sumatera utara) yang
terdapat dalam RSNI – T – 02 – 2005 (dengan mengasumsikan kondisi tanah pada lokasi
adalah tanah sedang) didapat nilai C = 0,18 (Tabel 34 RSNI-T-02-2005).
Beban rencana gempa yaitu :
TEQ = Kh x I x WT
Koefisien ekivalensi beban gempa horisontal :
Kh = C x S
dengan :
TEQ = Gaya gempa total dalam arah yang ditinjau
Kh = Koefisien ekivalensi beban gempa horisontal
C = Koefisien geser gempa = 0,18 (wilayah gempa III)
I = Faktor kepentingan ( Tabel 32 RSNI-T-02-2005) = 1
S = Faktor tipe bangunan ( Tabel 33 RSNI-T-02-2005) = 1
198
Tabel IV.61 Koefisien Geser Dasar Untuk Tanah
1) Gaya Gempa Terhadap Pilar
Wpilar = 44115,24 kN
Kh = C x S
= 0,18 x 1
= 0,18
TEQ = Kh x I x Wpilar
= 0,18 x 1 x 4415,24 kN
= 794,743 kN
Lengan (y) = 3,57 m
2) Gaya Gempa Terhadap Bangunan Diatasnya
Wbangunan diatasnya = 5535,174 kN
Kh = C x S
= 0,18 x 1
= 0,18
TEQ = Kh x I x Wpilar
= 0,18 x 1 x 5535,174 kN
= 996,331 kN
Lengan (y) = 10,73 m
199
Tabel IV.62 Rekapitulasi Beban yang Kerja pada Pilar
REKAP BEBAN KERJA Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Tx
(kN)
Ty
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
A Aksi Tetap
1 Berat sendiri MS 4415,240
2 Beb. Mati tambahan MA 1019,079
B Beban Lalu-lintas
3 Beban lajur "D" TD 5874,036
4 Gaya rem TB 500,00 5170,50
C Aksi Lingkungan
5 Beban angin EW 62,093 63,595 140,052 355,878 1546,294
6 Beban gempa EQ 1791,07 1791,07 48796,30 48796,30
KOMBINASI- 1 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P (kN) Ix
(kN)
Iy
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
1 Berat sendiri MS 4415,24
2 Beb. Mati tambahan MA 1019,079
3 Beban lajur "D" TD 5874,036
4 Gaya rem TB
5 Beban angin EW
6 Beban gempa EQ
11308,36 0 0
200
KOMBINASI- 2 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Ix
(kN)
Iy
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
1 Berat sendiri MS 4415,24
2
Beb. Mati
tambahan MA 1019,079
3 Beban lajur "D" TD 5874,036
4 Gaya rem TB 500 5170,5
5 Beban angin EW 62,093 140,052 355,878 1546,294
6 Beban gempa EQ
11370,45 500 140,052 5526,378 1546,294
KOMBINASI- 3 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Ix
(kN)
Iy
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
1 Berat sendiri MS 4415,24
2 Beb. Mati tambahan MA 1019,079
3 Beban lajur "D" TD
4 Gaya rem TB 500 5170,5
5 Beban angin EW 62,093 140,052 355,878 1546,294
6 Beban gempa EQ
5496,412 500 140,052 5526,378 1546,294
201
KOMBINASI- 4 Arah Vertikal Horizontal Momen
No Aksi/Beban Kode P
(kN)
Ix
(kN)
Iy
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
1 Berat sendiri MS 4415,24
2
Beb. Mati
tambahan MA 1019,079
3 Beban lajur "D" TD
4 Gaya rem TB
5 Beban angin EW 62,093 140,052 355,878 1546,294
6 Beban gempa EQ 1791,074 1791,074 48796,3 48796,3
5496,412 1791,074 1931,126 49152,178 50342,594
No Kombinasi Beban Tegangan
berlebihan
P
(kN)
Tx
(kN)
Ty
(kN)
Mx
(kNm)
My
(kNm)
1 KOMBINASI-1 0% 11308,36 0 0 0 0
2 KOMBINASI-2 25% 11370,45 500 140,052 5526,378 1546,294
3 KOMBINASI-3 40% 5496,412 500 140,052 5526,378 1546,294
4 KOMBINASI-4 50% 5496,412 1791,074 1931,126 49152,178 50342,594
Tabel IV.63 Rekap Kombinasi Beban Untuk Perencanaan Tegangan Kerja pada Pilar
202
7. Kontrol Stabilitas Guling Pada Pilar
1) Stabilitas Guling Arah X
Gambar IV.61 Gaya Momen Aksi dan Reaksi Arah Memanjang Pilar
• Letak titik guling A (ujung pondasi) terhadap pusat pondasi:
Bx/2 = 2,5 m
• Momen Penahan guling
Mpx = P x (Bx/2) x (1+ k)
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
• Angka aman terhadap guling
SF = Mpx
Mx ≥ 2,2
Dimana :
Mx = momen penyebab guling arah X
203
Tabel IV.64 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah X
No Kombinasi
Beban k
P
(kN)
Mx
(kN)
Mpx
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 11308,36 0 28270,888
2 KOMBINASI-2 25% 11370,45 5526,378 35532,65 6,43 > 2.2 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 5496,412 5526,378 19237,442 3,48 > 2.2 (OK)
4 KOMBINASI-4 50% 5496,412 49152,178 20611,545 0,42 < 2.2 (NO)
2) Stabilitas Guling Arah Y
• Letak titik guling A (ujung pondasi terhadap pusat pondsi
By/2 = 6,57 m
• Momen Penahan guling
Mpx = P x (By/2) x (1+ k)
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
• Angka aman terhadap guling
SF = Mpy
My ≥ 2,2
Dimana :
My = momen penyebab guling arah Y
Tabel IV.65 Kombinasi Beban Stabilitas Guling Arah Y
No Kombinasi
Beban k
Tx
(kN)
P
(kN)
H
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 0,000 11308,355 2069,523
2 KOMBINASI-2 25% 500,000 11370,448 2600,590 5,201 > 2,2 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 500,000 5496,412 1462,609 2,925 > 2,2 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 1791,074 5496,412 1462,609 0,817 < 2,2 (NO)
204
8. Kontrol Stabilitas Geser Pada Pilar
1) Stabilitas Geser Arah Memanjang Jembatan (arah X)
Parameter tanah dasar Pile - Cap
Sudut Gesek, ɸ = 10°
Kohesi, C = 11,5 kPa
Ukuran dasar Pile – Cap
Bx = 5 m
By = 13,14 m
Gaya penahan geser
H = ( C x Bx x By x P x tan ɸ ) x (1 + k) harus ≥ 1,1
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
Tx = momen penyebab geser
Tabel IV.66 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah X
No Kombinasi
Beban k
Tx
(kN)
P
(kN)
H
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 0,000 11308,355 2749,518
2 KOMBINASI-2 25% 500,000 11370,448 3450,583 6,901 >1.1 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 500,000 5496,412 2414,602 4,829 >1.1 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 1791,074 5496,412 2414,602 1,348 >1.1 (OK)
2) Stabilitas Geser Arah Melintang Jembatan (arah Y)
Parameter tanah dasar Pile - Cap
Sudut Gesek, ɸ = 10°
Kohesi, C = 11,5 kPa
Ukuran dasar Pile – Cap
Bx = 5 m
By = 13,14 m
Gaya penahan geser
H = ( C x Bx x By x P x tan ɸ ) x (1 + k) harus ≥ 1,1
Dimana :
k = Persenan kelebihan beban yang diijinkan (%)
Mx = momen penyebab geser
205
Tabel IV.67 Kombinasi Beban Stabilitas Geser Arah Y
No Kombinasi Beban k Ty
(kN)
P
(kN)
H
(kN) SF Keterangan
1 KOMBINASI-1 0% 0 11308,355 2749,5181
2 KOMBINASI-2 25% 140,052 11370,448 3450,5835 24,638 >1.1 (OK)
3 KOMBINASI-3 40% 140,052 5496,412 2414,602 17,241 >1.1 (OK)
4 KOMBINASI-4 40% 1931,126 5496,412 2414,602 1,250 >1.1 (OK)
206
BAB V
PENUTUP
V.1 Simpulan
1. Srtuktur Atas
a. Plat Lantai
Tebal plat lantai 25 cm
Tulangan lentur negatif D16 -120 dengan tulangan bagi D13 - 150
Tulangan lentur positif D16 - 120 dengan tulangan bagi D13 - 150
b. Plat Injak
Tebal plat lantai 25 cm
Tulangan melintang jebatan digunakan D13 -150
Tulangan memanjang jebatan digunakan D19 -200
c. Diafragma
Berat Diafragma 6 buah dibentanng 30,8 meter = 51,72 kNm
Berat Diafragma 5 buah dibentang 15,6meter = 7,8 kNm
d. Tiang Sandaran
Berat Tiang Sandaran = 10,218 kNm
e. Balok Prategang 30,8 meter
Balok girder yang digunakan memiliki 3 tendon
ns1 = 18 Strands
ns2 = 19 Strands
ns3 = 19 Strands
Makan jumlah Strands 56 Strands
f. Balok Prategang 15,6 meter
Balok girder yang digunakan memiliki 3 tendon
ns1 = 16 Strands
ns2 = 15 Strands
ns3 = 15 Strands
Makan jumlah Strands 46 Strands
207
2. Srtuktur Bawah
a. Abutment
Stabilitas guling arah memanjang jembatan
• All Combination OK (aman)
Stabilitas guling arah melintang jembatan
• All Combination OK (aman)
Stabilitas geser arah memanjang jembatan
• Combination 2 - 5 OK (aman)
• Combination 1 NO (Tidak aman)
Stabilitas geser arah melintang jembatan
• All Combination OK (aman)
b. Pilar
Stabilitas guling arah memanjang jembatan
• Combination 1 - 3 OK (aman)
• Combination 4 NO (Tidak aman)
Stabilitas guling arah melintang jembatan
• Combination 1 - 3 OK (aman)
• Combination 4 NO (Tidak aman)
Stabilitas geser arah memanjang jembatan
• All Combination OK (aman)
Stabilitas geser arah melintang jembatan
• All Combination OK (aman)
V.2 Saran
1. Dalam menghitung struktur jembatan hendaknya mengikuti perkembangan
peraturan – peraturan dan pedoman – pedoman dalam merencanakan atau
menghitung struktur jembatan.
2. Untuk penelitian selanjutnya perhitungan bisa dilanjutkan sampai dengan
penulangan abutment dan pilar
3. Dengan perkembangan zaman sebaiknya dalam melakukan perhitungan
dengan menggunakan aplikasi SAP 2000 untuk mempermudah analisis dan
kontrol terhadap perhitungan manual.
208
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2004. RSNI T-12-2004. Perencanaan struktur beton untuk
jembatan. Jakarta : BSN
Badan Standarisasi Nasional. 2016. SNI 1725:2016. Standar Pembebanan untuk Jembatan.
Jakarta : BSN
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2833:2008. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Jembatan. Jakarta : BSN
RSNI T-02-2005. Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum.
Departemen Pekerjaan Umum. 1992. BMS vol.1. Jakarta : DPU
Nasution, Ir. Thamrin. 2010. Struktur Baja II Modul 3 Perencanaan Lantai Kendaraan.
Departemen Teknik Sipil.
Lin, T.Y., & Burns, N.H. 1993. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Ir. Soetoyo. Konstruksi Beton Pratekan.
Ilham, M. Noer. 2008. Jembatan Srandakan Kulon Progo. Yogyakarta.
ASTM A 416. Standard Spesification for Steel Strand, Uncoated Seven - Wire for Prestressed
Concrete.
Ader, Giovano. 2018. Analisis Struktur Over Pass Beton Prategang Jalan Desa Pada Proyek
Jalan Tol Medan – Binjai Seksi 1. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil, Program Studi T
eknik Perancangan Jalan dan Jembatan, Politeknik Negeri Medan.