Upload
phunghanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/PBI/2005 TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun Oleh
Nama: Galih Novianto
NIM: 109048000070
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H / 2014M
iv
ABSTRAK
GALIH NOVIANTO. NIM 109048000070. ANALISIS ATURAN
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No.
7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH. Program Studi Ilmu Hukum,
Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. + 79 halaman + 6 halaman daftar
pustaka + 30 halaman lampiran.
Penelitian ini dilakukan karena adanya permasalahan dalam perlindungan
hukum data pribadi nasabah. Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya kasus
nasabah yang data pribadinya bocor ke pihak yang tidak dikehendaki oleh nasabah.
Data pribadi nasabah merupakan bagian dari rahasia bank yang sebagaimana telah
diamanatkan oleh Undang-undang terkait masalah perbankan. Jelas hal ini merupakan
suatu pelanggaran hukum dan harus segera diatasi. Untuk mencegah pelanggaran ini
terus terjadi maka dari itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang
memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut
di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
socio-legal. Penelitian socio-legal menggunakan pendekatan ilmu hukum mapun
ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain data primer yaitu wawancara terhadap narasumber yaitu Wawan Setyawan selaku
Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk dan Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer
Care PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, karena memiliki pengetahuan dan
informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Kata Kunci : Nasabah, Perlindungan Hukum, Data Pribadi Nasabah
Pembimbing : 1. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H.
2. Burhanudin, S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d Tahun 2011
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran
dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;
3. H. Ah. Azharudin Lathif, M. Ag., M.H. dan Burhanudin, SH, M.Hum selaku
pembimbing skripsi Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang
membangun untuk Penulis;
4. Ibu Sri Hastuti dan Bapak Roesman Ibrahim, kedua orang tua tercinta, yang
selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta
memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih juga untuk kakak Gatot Kurniawan yang selalu memberikan
dorongan semangat untuk penulis;
5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
vi
pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswi Ilmu Hukum. Semoga ilmu
yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT;
6. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang telah memberikan
kesempatan kepada Penulis untuk mendapatkan data-data, khususnya Bagian
Organizational Learning (ONL) Ibu Eni Rosmarniaty yang atas bantuannya
kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan wawancara, juga kepada
Bapak. Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
melakukan wawancara dan memberikan masukan yang sangat mendukung
bagi kelancaran penulisan skripsi ini, serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku
Manager Customer Care yang juga telah bersedia meluangkan waktunya
untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang amat sangat
mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini;
7. Mark Ruben Ranon selaku sahabat sekaligus rekan terbaik yang pernah saya
miliki. Terima Kasih atas dukungannya selama ini. Dari awal saya kuliah
sampai dengan saya lulus kuliah. Insya Allah segala kebaikanmu akan dibalas
oleh Allah SWT;
8. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah di Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis sangat cintai dan
sayangi, terutama Fenny Sulistiyawati dan Hilda Hilmiah, terimakasih telah
membantu dan memberi banyak masukan dalam pengerjaan skripsi, juga
kepada Syifa Iswaqi, Andhini Iasha, Harum Qorinatuzzahro, Pita
Permatasari, Mochamad Fahruroji, Jajang Indra Fadilla, dan Ali Alatas yang
sama-sama berjuang saat pembuatan skripsi. Terimakasih telah bersedia
menemani melalui 4 tahun belajar, bermain, bersenda gurau bersama semoga
persahabatan kita terus terjalin hingga akhir hayat nanti;
9. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum B angkatan 2009;
vii
10. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis angkatan
2009;
11. Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 2010;
12. Teman-teman seperjuangan Bussiness Law Community 2012;
13. Barista-barista Starbucks Cilandak Town Square yang selalu meenyediakan
kopi terbaik pada saat penulis mengerjakan skripsi;
14. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis
memanjatkan doa semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan
menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para
pembaca umumnya.
Jakarta, 10Januari 2014
Galih Novianto
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................... 10
1. Identifikasi Masalah .......................................................... 10
2. Pembatasan Masalah ........................................................ 11
3. Rumusan Masalah ............................................................ 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11
1. Tujuan Penelitian ............................................................. 11
2. Manfaat Penelitian ........................................................... 12
a. Manfaat Teoritis ................................................... 12
b. Manfaat Praktis .................................................... 12
D. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu ............................................. 12
E. Kerangka Konseptual .................................................................... 14
F. Metode Penelitian ........................................................................ 16
1. Tipe Penelitian ................................................................. 16
2. Pendekatan Masalah ......................................................... 17
3. Sumber Data ..................................................................... 18
4. Prosedur Pengumpulan Bahan ......................................... 19
5. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum ......................... 19
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 20
ix
BAB II : TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM
DATA PRIBADI NASABAH DI INDONESIA
A. Pengertian Perlindungan Hukum ................................................ 22
B. Ruang Lingkup dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data
Pribadi Nasabah Perbankan .......................................................... 24
C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Dalam Peraturan
Perundang-undangan ................................................................... 26
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ............ 26
2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan ........................................................................ 31
3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya .......................... 42
BAB III : KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA
PRIBADI NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI ................................................. 46
B. Konsep Dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi
Nasabah di Bank BNI ................................................................... 50
C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah
di Bank BNI ................................................................................. 56
BAB IV : ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
NASABAH
A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi
Nasabah ....................................................................................... 60
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan
Data Pribadi Nasabah ................................................................... 63
1. Kelemahan Struktur Hukum ............................................ 64
2. Kelemahan Substansi Hukum .......................................... 65
3. Kelemahan Budaya Hukum ............................................. 67
x
C. Bentuk-Bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran
Data Pribadi Nasabah Perbankan ................................................. 70
D. Model Ideal Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran
Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan ........................... 75
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir Pembukaan Rekening Tabungan Bank Negara Indonesia
2. Hasil Wawancara dengan Bank Negara Indonesia
3. Hasil Wawancara dengan Nasabah Bank Negara Indonesia
4. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi
Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
5. Surat Permohonan Data/Wawancara di Bank Negara Indonesia
6. Surat Keterangan Riset di Bank Negara Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki
peranan yang amat penting dalam bidang perkenomian. Selain fungsinya sebagai
penghimpun dana masyarkat, juga berperan untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi bangsa. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi
dan pelayanan jasa perbankan.
Bank merupakan lembaga jasa keuangan yang paling menjunjung tinggi
pelayanan yang maksimal terhadap hak-hak dari nasabah, yaitu dengan ketatnya
aturan dan regulasi yang dibuatnya untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan
serta kepuasan nasabahnya.
Aturan-aturan mengenai penjaminan hak dan kewajiban dari nasabah pada
dasarnya bermula dari hukum perlindungan konsumen. Pengertian dari
perlindungan konsumen itu sendiri terdapat di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :
“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.”
Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen
adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
2
dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang
dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.1
Bagi masyarakat yang memerlukan jasa industri perbankan, pertumbuhan
perbankan yang pesat sangatlah menggembirakan karena masyarakat semakin
leluasa untuk memilih produk dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pesatnya pertumbuhan perbankan yang disertai globalisasi dan era persaingan
bebas telah memacu bank untuk beroperasi dengan iklim usaha yang kompetitif.
Dalam rangka menarik masyarakat untuk menghimpun dana dan
menggunakan jasa bank, bank setiap saat berusaha mengeluarkan produk-produk
layanan terbarunya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Ditengah-tengah ketatnya persaingan antar bank, setiap bank selalu mencari
inovasi baru untuk menjaring nasabah dan berlomba-lomba memberikan
keuntungan dari produk yang ditawarkannya. Menawarkan bunga yang
menjanjikan, memberikan aneka hadiah dan berbagai fasilitas menguntungkan
lainnya menjadi semacam tren mode di sektor perbankan akhir-akhir ini. Nasabah
kini dimanjakan agar tetap bersedia menyimpan dananya di bank tertentu serta
memanfaatkan produk-produk yang ditawarkan.
Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade
terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Berbagai macam produk
perbankan yang banyak didukung teknologi tinggi telah diciptakan untuk
1 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h.
9.
3
melayani kebutuhan para pengguna jasa perbankan. Produk dan jasa yang
ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk
mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari
perbankan.
Banyak cara yang dilakukan bank dalam upayanya menambah jumlah
nasabah. Selain faktor bunga, kepercayaan dan keamanan, hadiah memang
menjadi salah satu daya tarik bagi seseorang yang ingin menjadi nasabah suatu
bank. Misalnya, iming-iming hadiah mobil mewah, hadiah rumah bagi nasabah
yang giat meningkatkan saldo tabungannya, sampai hadiah sebuah jam tangan
cantik dari merk ternama bagi nasabah yang membuka aplikasi kartu kredit.
Penggunaan teknologi juga menjadi kekuatan tersendiri bagi bank dalam
memikat minat dari calon nasabahnya. Contohnya saja bank melakukan
diversifikasi produk dan menawarkan layanan bank berbasis all in one. Bank-
bank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya
dengan memanfaatkan electronic based channels seperti pemakaian ATM
(Anjungan Tunai Mandiri), internet banking, dan phone banking. Dengan
tersedianya beragam fasilitas yang ditawarkan kepada nasabah melalui sebuah
kartu ATM, nasabah dapat membayar tagihan telepon rumah, telepon genggam,
tagihan rekening listrik, rekening air, tagihan kartu kredit dan berbagai
kemudahan pembayaran lainnya.
Selain semakin banyaknya pilihan dalam menggunakan produk dan jasa
pelayanan perbankan, meningkatnya aneka ragam produk perbankan tersebut
4
dapat menimbulkan kebingungan nasabah itu sendiri dikarenakan kurangnya
informasi mengenai produk dan atau jasa pelayanan bank yang ditawarkan. Pada
umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan belum dijelaskan
secara berimbang, baik mengenai manfaat, risiko maupun biaya-biaya lanjutan
yang melekat pada suatu produk bank itu sendiri. Akibatnya hak-hak nasabah
yang terdapat di PBI No. 7/6/PBI/2005 mengenai Peraturan Bank Indonesia
Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah seperti mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh
menjadi tidak terpenuhi.
Persoalan timbul dikarenakan isu permasalahan perlindungan data dan
informasi nasabah di Indonesia telah menjadi problematika baru di dunia
perbankan. Di sisi lain, bentuk perlindungan yang memadai untuk hak privasi
seorang nasabah belum terimplementasi menjadi instrumen hukum. Demikian
pula, keberadaan berbagai Undang-Undang (UU) yang memiliki kewenangan
mengelola data dan informasi seseorang, tidak diberikan batasan guna
menghindari terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan tidak terlindunginya
data dan informasi seseorang.2
Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan
secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah
untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada bank dalam hal nasabah
2 Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi,
(Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007), h. 4.
5
merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh bank. Jika data-data ini sampai
bocor ke pihak lain tanpa adanya persetujuan langsung dari nasabah itu sendiri
jelas hal ini adalah sebuah pelanggaran.
Ditengah persaingan pemasaran produk perbankan dalam mendapatkan
nasabah banyak ancaman terhadap penyalahgunaan data baik yang bersifat
rahasia bank maupun bukan. Adanya aktivitas di dunia maya untuk melakukan
aktivitas jual beli data nasabah paling tidak telah membuat nasabah maupun calon
nasabah gundah dalam memberi kepercayaan kepada bank. Yang menjadi
incarannya adalah nasabah dengan investasi diatas Rp. 100 juta. Dalam email
yang diterima detikINET, pelaku mencoba untuk memancing para customer
service bank yang dianggap memiliki akses ke database yang menampung data-
data sensitif tersebut. Data yang dibutuhkan seperti nama, nomor telepon, fax,
alamat rumah, hingga alamat kantor.3 Tak jarang mereka mencantumkan jabatan
dari seorang nasabah yang mengisyaratkan penghasilan perbulan dan jumlah
simpanan yang dimilikinya pada bank. Data yang diberikan belum tentu diberikan
atas izin dari nasabah yang bersangkutan. Data yang diberikan berkemungkinan
besar hanya untuk kepentingan komersil para pihak penjual dan pembeli data
nasabah tersebut. Bahkan beredarnya kasus jual-beli data nasabah ini telah
menjadi rahasia umum dikalangan marketing perusahaan penjual barang dan/atau
3 Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni
2013 dari http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-korban-jual-beli-
data-nasabah
6
jasa tak terkecuali perbankan. Pelaku perdagangan ini tidak hanya pada bagian
marketing tetapi juga pada bagian customer service ataupun bagian IT perusahaan
atau bagian-bagian yang mempunyai akses langsung terhadap data pribadi
seorang nasabah. Sehingga ada pihak yang diuntungkan dalam jual-beli data dan
informasi nasabah tersebut.4
Atas latar belakang tersebut maka jelaslah amat dibutuhkan suatu sistem
dalam dunia perbankan nasional yang dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan
Indonesia (API).5
Dengan adanya API ini jelas industri dunia perbankan telah mempunyai
tatanan perbankan nasional yang lebih baik yang berguna untuk penentu arah
kebijakan (policy direction) sekaligus rekomendasi kebijakan (policy
recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam jangka panjang.
Melihat keadaan sekarang, jelas bahwa API tidak hanya diperlukan bagi industri
perbankan melainkan juga sektor lembaga keuangan keseluruhan untuk melihat
gambaran atau peta perbankan di masa depan.6 Melalui API Bank Indonesia (BI)
menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
4 Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari
http://www.mail-archieve.com/[email protected]/msg01268.html
5 Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta:
PT. INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 25.
6 Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal
4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
7
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu
pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saiang yang tinggi
serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi
internal perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri
perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan.
Masalah perlindungan dan pemberdayaan konsumen perbankan
mendapatkan perhatian khusus pada pilar keenam API mengingat bahwa masalah
perlindungan konsumen perbankan merupakan suatu masalah pelik yang hingga
saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan
nasional. Dengan mengangkat masalah perlindungan konsumen perbankan secara
khusus di dalam API, hal ini menunjukkan bahwa besarnya komitmen BI untuk
menempatkan konsumen perbankan dalam posisi sejajar dengan bank-bank.7
7 Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal
4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
8
Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia
adalah pertama kegagalan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian
(prudential banking) dalam menyerap pertumbuhan kredit. Ditambah lagi dengan
tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk
mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua
adalah masalah yang paling berat yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam
menghadapi kelalaian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan pengurus
bank.8
Menyadari bahwa dirinya adalah regulator dalam sektor perbankan, maka
dari itu BI berusaha untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus
melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan.
Berdasarkan kedua hal tersebut BI kemudian menerbitkan PBI No. 7/6/2005
tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2005 oleh Gubernur
Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah.
PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah ini mengatur perlunya perbankan secara
transparan menjelaskan kondisi produk yang dipasarkannya. Selain itu, perbankan
pun wajib mengelola dengan baik data nasabah-nasabahnya sehingga tidak
8 Leo J. Susilo & Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank Umum,
(Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007), h. 1.
9
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak atau berwenang
menggunakannya untuk tujuan komersial.9
Terbitnya PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank
dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dilatarbelakangi oleh maraknya praktek
perbankan yang mengabaikan perwujudan good corporate governance dalam
memasarkan produknya dengan cara mengesampingkan hak nasabah tersebut
termasuk untuk memperoleh informasi data pribadi nasabah yang digunakan bank
untuk tujuan komersial. Hal ini berdasarkan ketentuan alinea kedua PBI No.
7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah yang berbunyi:
“Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih
kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian
data pribadi nasabah oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut
untuk tujuan komersial tanpa izin dari nasabah itu sendiri.”
Penggunaan perjanjian baku atau standard contract oleh perbankan
merupakan hal baru dalam praktek perbankan dalam melaksanakan setiap
kegiatan pemasaran produknya. Perjanjian baku digunakan pelaku usaha
perbankan dengan pertimbangan ekonomis. Namun sering kali dimanfaatkan oleh
pelaku usaha perbankan untuk memasukkan klausula-klausula eksonerasi yang
jarang sekali disadari oleh nasabah itu sendiri sampai pada akhirnya terjadi
9 Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013
dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-2005/msg00154.html
10
sengketa dengan bank. Nasabah tinggal menerima atau menolak atas perjanjian
yang ditawarkan oleh bank.10
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dari
itu penulis tertarik untuk membahas mengenai seperti apa bentuk pelindungan
hukum data rahasia pribadi nasabah pengguna jasa perbankan, bagaimana
perlindungan data rahasia seorang nasabah? Bagaimana pihak yang seharusnya
tidak berhak mengetahui data rahasia nasabah tetapi dapat mengetahui dan
menggunakannya untuk keuntungan komersial? Maka dari itu penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang perlindungan data pribadi pada bank, dan
menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS ATURAN
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No.
7/6/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Bagaimana memberdayakan masalah.
b. Bagaimana perlindungan data pribadi nasabah.
c. Bagaimana cara-cara perbankan menjelaskan kepada nasabah mengenai
manfaat dan risiko pada produk bank.
10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, (Jakarta: PT Grasindo,
2006), h. 41.
11
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah di lingkup perlindungan hukum
nasabah dalam perbankan Indonesia, maka ruang lingkup masalah dalam
penilitian ini difokuskan hanya terhadap masalah perlindungan hukum data
pribadi nasabah pengguna jasa perbankan.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data
pribadi nasabah?
b. Apa saja faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah?
c. Apa bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus
bocornya data pribadi nasabah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya
informasi data pribadi nasabah;
12
b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi
nasabah;
c. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank
dalam kasus bocornya data pribadi nasabah.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan
wawasan baru dibidang perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna
jasa layanan perbankan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai
pentingnya pelindungan data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan
perbankan. Yang telah nasabah percayakan kepada bank untuk menyimpan
data-data pribadi tersebut dengan baik dan tidak digunakan untuk
keuntungan komersial sepihak pihak yang tidak berhak.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Pernah ada penelitian terdahulu dalam bentuk tesis mengenai
permasalahan perlindungan hukum data pribadi nasabah yang berjudul
“Keterbukaan Data Nasabah Bank Untuk Kepentingan Perpajakan” yang disusun
oleh Marina Yulia Herina Manurung, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
13
Tahun 2008,11
yang mengkaji data-data nasabah pengguna jasa layanan
perbankan yang wajib dibuka untuk kepentingan perpajakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dasar hukum, sanksi
terhadap pihak yang melanggar, tanggung jawab bank terhadap nasabah, dan
ketentuan rahasia bank untuk mendukung akses informasi untuk perpajakan. Tesis
tersebut mengkritisi mengenai kewajiban bank dalam memberikan data-data
pribadi nasabah untuk kepentingan laporan perpajakan nasabah yang
bersangkutan. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat
oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah justru diharuskan
untuk dibuka atau diberikan kepada pihak berwajib dalam hal ini pihak
perpajakan sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan
perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan
yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan
bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.
Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu
adalah tesis dengan judul “Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu
Kredit Ditinjau Dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” yang disusun oleh
Ruly Ferdian Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2009,12
tesis ini
11
Marina Yulia Herina Manurung, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk Kepentingan
Perpajakan, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2008).
12
Ruly Ferdian, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau
dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
Depok, 2009).
14
membahas mengenai perlindungan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit
dari sudut hukum perlindungan konsumen yang memuat mengenai pengaturan,
tanggung jawab pelaku usaha, bank indonesia, dan pemerintah serta upaya
penyelesaian sengketa antara konsumen dengan produsen. Tesis ini bertujuan
untuk mengkritisi penggunaan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit. Yang
membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah
apabila didalam tesis ini data-data nasabah hanya dikhususkan dari nasabah
pengguna kartu kredit sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana
aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan
perbankan secara umum yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang
tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.
E. Kerangka Konseptual
Didalam penelitian hukum, menurut Soerjono Soekanto13
usaha untuk
merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum adalah sangat
penting. Kegunaannya untuk menghindari timbulnya beberapa perbedaan
pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis memberi batasan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut sesuai dengan
luteratur yang penulis gunakan, yaitu:
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2006), h. 143.
15
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang lingkup kegiatannya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
3. Nasabah adalah konsumen dari dunia perbankan. Nasabah ini adalah
seseorang yang melakukan transaksi perbankan baik itu menyimpan dana
maupun meminjam dana dari bank.
4. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh nasabah
kepada bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan bank.
5. Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh
BI dan mengikat setiap orang atau badan, dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
6. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan Konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen
16
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri.14
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu
yang mempelajari suatu hal atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan cara menganalisanya.15
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini
adalah penelitian socio-legal. Socio-legal adalah kajian terhadap hukum
dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial.16
Penelitian socio-legal merupakan studi hukum yang menggunakan pendekatan
metodologi ilmu sosial. Pendekatan ilmu hukum diperlukan untuk mengetahui
isi dari sebuah peraturan yang akan dikaji. Sedangkan pendekatan ilmu sosial
diperlukan untuk memberi sebuah pemahaman bagaimana peraturan tersebut
terlaksana dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada prinsipnya studi socio-legal
14
Janus Sidablok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2006), h. 9.
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 12.
16
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 174.
17
adalah metode dalam penelitian hukum menurut konsep sosiologis
(Pendekatan Makro Struktural atau juga Pendekatan Struktural – Fungsional
dan Makro).17
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal,
yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normative) dan studi sosial
(empirik). Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual
approach).18
Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menelaah lebih
lanjut mengenai perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa
layanan perbankan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005
Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk menelaah
mengenai konsep-konsep yang ada dalam peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Pengguna
Jasa Layanan Perbankan.
17
Soetandyo Wignyosoebroto, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan
Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).
18
Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum, cet. IV, (Surabaya: Kencana, 2010), h. 96.
18
Sedangkan dalam studi sosial, teknik pengambilan data yang
digunakan adalah dengan salah satu teknik sampling nonprobabilitas, yaitu
purposive sampling. Yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan atas
dasar pertimbangan peneliti, yang menganggap bahwa unsur-unsur yang
dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
masyarakat.19
Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara
dengan staf di bagian Satuan Kerja Hukum dan Kepatuhan Kantor Pusat Bank
BNI dan beberapa orang nasabah Bank BNI.
Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah perbankan
dan peraturan lainnya yang terkait.
b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan
perlindungan hukum data pribadi nasabah.
c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber
hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan
website resmi dalam internet.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, (Jakarta: UI Press, 2008), h. 31.
19
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Baik bahan hukum primer, hukum sekunder, dan bahan non-hukum
dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut
klasifikasinya dan menurut sumber dan menurut hierarkinya untuk dikaji
secara komprehensif.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi
kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan beberapa artikel dimaksud
penulis dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam
penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Setelah dilakukan studi kepustakaan tersebut, langkah
selanjutnya adalah terjun ke lapangan, yang dalam hal ini adalah PT Bank
BNI, untuk mendapatkan sumber tambahan yang kemudian sumber tersebut
dianalisis dengan hasil studi pustaka yang nantinya menghasilkan sebuah
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi. Cara pengolahan bahan hukum
dianalisis untuk melihat bagaimana bentuk perlindungan hukum data pribadi
nasabah pengguna jasa layanan perbankan dan seperti apa hal-hal yang
menyebabkan pelanggaran terhadap data pribadi pengguna jasa layanan
perbankan ini.
20
G. Sistematika Penulisan
Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-
masing bab terdiri atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup
dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-
masing bab serta pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.
BAB I Merupakan bab pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah,
dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Kerangka
Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Merupakan bab mengenai konsepsi umum perlindungan hukum data
pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
mencakup pengertian perlindungan hukum secara umum kemudian
perlindungan hukum data pribadi nasabah, ruang lingkup dan bentuk-
bentuk perlindungan data pribadi nasabah serta perlindungan hukum
data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan.
BAB III Merupakan bab yang menguraikan konsep dan implementasi
perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI. Bab ini membahas
sekilas tentang Bank BNI, konsep perlindungan data pribadi nasabah di
Bank BNI serta model dan mekanisme penerapan perlindungan data
pribadi nasabah di Bank BNI.
BAB IV Merupakan bab yang menganalisa penerapan perlindungan data pribadi
nasabah. Bab ini membahas model kasus pelanggaran perlindungan data
21
pribadi nasabah yang pernah terjadi, kemudian faktor-faktor penyebab
terjadinya pelanggaran tersebut dan bentuk-bentuk mekanisme
perlindungan hukumnya serta model ideal perlindungan hukum terhadap
kasus pelanggaran data pribadi nasabah yang pernah terjadi di dunia
Perbankan Indonesia.
BAB V Merupakan bab penutup yang akan menguraikan kesimpulan dan saran.
Dalam kesimpulan akan diuraikan secara ringkas mengenai jawaban-
jawaban dari pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan pada bab
pendahuluan. Kemudian saran yang berisi masukan-masukan dari
penulis terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan Perlindungan
Hukum terhadap data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan
menjadi bermasalah.
22
BAB II
TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI
NASABAH DI INDONESIA
A. Pengertian Perlindungan Hukum
Pengertian perlindungan adalah tempat untuk berlindung, hal (perbuatan
dan sebagainya) memperlindungi.1 Perlindungan yaitu suatu hal atau keadaan
dimana seseorang dan/atau subjek hukum dapat memberikan suatu perhatian
khusus baik berbentuk simpati atau empati yang dapat diberikan kepada
seseorang yang lain dan/atau subjek hukum yang lainnya.
Secara etimologis, kata “hukum” dalam bahasa Inggris mempunyai dua
pengertian.2 Pertama, kata “hukum” diartikan sebagai sebagai serangkaian
pedoman untuk mencapai keadilan.3 Yang kedua, kata “hukum” merujuk kepada
seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban masyarakat.4
Hukum menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, adalah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h. 750.
2 Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures,
University of Georgia Press, Athens, 1960, (Roscoe oun I), h. 1.
3 Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 2.
4 Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 3.
23
berwajib. Menurut R. Soeroso SH, hukum adalah himpunan peraturan yang
dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai
sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu
dalam kenyataan.5
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan kata lain perlindungan hukum adalah gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Sebagai suatu konsep istilah hukum itu sendiri mempunyai definisi yang
sangat luas sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigma hukum
tertentu atau pemahaman hukum oleh golongan masyarakat tertentu. Oleh
karenanya hukum dapat diartikan sebagai suatu displin, ilmu pengetahuan,
kaidah, tata hukum, keputusan pejabat, petugas, proses pemerintahan, perilaku
5 Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013 dari
http://www.putracenter.net.
24
yang ajeg, jaringan nilai, atau bahkan suatu seni. Lebih lanjut, akan diuraikan
pengertian hukum sebagai suatu disiplin.6
Jadi perlindungan hukum merupakan pemberian jaminan atau sebuah
kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan
kewajibannya sehingga seseorang tersebut merasa aman.
B. Ruang Lingkup Dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi
Nasabah Perbankan
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak
Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai
lingkup perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui
2 (dua) cara, yaitu: 7
a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,
(2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan
usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan
6 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 40.
7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
25
terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan
bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara
pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan
(7) menyediakan informasi risiko pada nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.
26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan
konsumen (nasabah/debitur), khususnya dalam perlindungan data pribadi nasabah
diatur secara khusus didalam PBI 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi
Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.8
8 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, (Jakarta: Kencana, 2010), h.
175.
26
C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan Dalam Peraturan
Perundang-Undangan
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun
hubungan antara manusia dengan corporate atau corporate dengan corporate
dalam praktik sehari-hari seringkali dapat menimbulkan hubungan hukum
yang mana dalam hubungan hukum tersebut antara yang satu dengan lainnya
akan menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-
masing pihak.
Dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk ini seringkali dalam
berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tidaklah sama
karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik.9 Maka
dari itu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur
mengenai hal itikad baik ini. Isi pasal itu sendiri adalah
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Dan dalam membuat perjanjian selain adanya itikad baik dari masing-
masing pihak juga harus dikarenakan adanya sebab yang halal. Sesuai dengan
4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang disebutkan didalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
9 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 1.
27
a. sepakat
b. kecapakan dalam membuat suatu perikatan
c. karena suatu hal tertentu
d. karena suatu sebab yang halal
Jika semua syarat di atas sudah dipenuhi barulah masing-masing pihak
dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, dan nantinya isi dari
perjanjian yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak akan menjadi
undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal
1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bank dan nasabah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Hubungan bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait,
yaitu hukum dan kepercayaan.10
Dasar hubungan hukum antara bank dan
nasabah adalah hubungan kontraktual.11
Hubungan kontraktual menimbulkan hak dan kewajiban antara bank
dan nasabah. Hak dan kewajiban antara bank dan nasabah tergantung dengan
adanya perjanjian awal yang terjadi diantara kedua belah pihak atau perintah
yang diberikan kepada bank sebagai penyedia layanan jasa perbankan untuk
10
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan
dan Deposito (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h. 32.
11
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan
dan Deposito, h. 33.
28
melakukan suatu tugas di bidang perbankan. Hubungan kontraktual dapat
terjadi melalui persetujuan dan undang-undang.12
Hubungan kontraktual melalui undang-undang tertuang dalam suatu
perjanjian baku yang berisi kesepakatan antara kedua belah pihak dan berlaku
sebagai undang-undang bagi keduanya. Perjanjian baku pada umumnya
dikenal dalam transaksi di bidang perbankan, khususnya dalam produk
tabungan dan deposito berjangka.13
Pada produk tersebut umumnya pihak
bank telah menyiapkan persyaratan yang harus dipatuhi oleh nasabah secara
baku dalam bentuk formulir produk bank tersebut. Dan nasabah tidak
diperkenankan untuk menawar isi dari ketentuan formulir produk bank
tersebut.
Penggunaan perjanjian baku ini membawa masalah tersendiri. Yang
pertama mengenai keabsahan dari perjanjian itu sendiri yang jelas melanggar
ketentuan di Hukum Perdata karena pihak lainnya diharuskan mematuhi
aturan tersebut tanpa adanya kesempatan untuk menawar. Perjanjian baku
dianggap merupakan perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan
12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004), Pasal 1233.
13
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 27.
29
kepercayaan yang membangkitkan adanya kemauan dan kepercayaan bahwa
para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.14
Hubungan kontraktual melalui persetujuan dapat terjadi antara bank
dengan nasabah yang masuk katergori walk in costumer. Walk in costumer
mempunyai pengertian bahwa ia adalah nasabah yang tidak memiliki rekening
namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Bagi
para nasabah walk in costumer ini memerintahkan kepada bank agar
melakukan suatu kegiatan perbankan dan kemudian nasabah ini akan
membayar sejumlah uang kepada bank sebagai ongkos pengganti atas jasa
yang telah dikerjakan oleh pihak bank. Hubungan ini disebut kontraktual
karena adanya asumsi bahwa ketika masyarakat telah membuat keputusan
untuk mempergunakan jasa dari pihak bank maka secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa masyarakat umum telah mengikatkan diri mereka dengan
perjanjian yang dibuat oleh pihak bank.15
Penundukkan diri secara diam-diam
ini sama halnya seperti seseorang yang ingin menaiki bus umum dimana
secara diam-diam telah terjadi suatu perjanjian yang meletakan kewajiban
bagia kedua belah pihak dimana penumpang berkewajiban membayar
sejumlah uang sesuai tarif angkutan dan kondektur yang bertindak atas nama
14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 29.
15
Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In Interview
dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004), h. 78.
30
bus berkewajiban untuk mengangkut penumpang itu dengan aman ke tempat
yang di hendak ditujunya.16
Hubungan kontraktual antara bank dengan
nasabah kategori walk in costumer ini terjadi pada nasabah yang melakukan
kegiatan perbankan seperti transfer uang, pembayaran tagihan, dan
sebagainya.
Hal kedua yang mendasari hubungan bank dan nasabah adalah rasa
kepercayaan. Bank melakukan suatu kegiatan serta mengembangkan jasa
perbankan berdasarkan adanya rasa kepercayaan yang diberikan oleh nasabah
untuk menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada
bank tersebut.
Bedasarkan bentuk rasa kepercayaan ini yang selama ini sudah lumrah
terjadi di dunia perbankan. Maka bank penerima dana simpanan nasabah
berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluan apapun juga dan
sementara itu nasabah penyimpan dana tidak mempunyai hak apapun untuk
mengetahui kemana dana tersebut diinvestasikan oleh pihak bank. Hak
nasabah penyimpan dana semata-mata hanya untuk menagih dan
mendapatkan kembali dana tersebut. Dapat disimpulkan bahwa nasabah
terlihat begitu percaya kepada bank untuk mengelola dana simpanannya
tersebut. Hal ini tercermin didalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata mengenai ketentuan umum tentang pinjam pakai. Isi pasal tersebut
sendiri adalah
16
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1993), h. 135.
31
“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu
memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-
cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya
atau setelah lewatnya waktu tertentu akan mengembalikannya.”
2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Hubungan antar bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti
hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula
kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak
lain mana pun kecuali jika ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.17
Oleh karena itu, hubungan antara nasabah dengan bank mirip dengan
hubungan antara seorang lawyer dengan kliennya atau hubungan seorang
dokter dengan pasiennya. Semua hubungan di atas sama-sama berasaskan
perjanjian yang mengandung sebuah kewajiban untuk merahasiakan data dari
masing-masing mitra bisnisnya dalam hal ini klien/nasabah/pasiennya. Sering
juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah
“rahasia jabatan”.
Hubungan bank dan nasabah adalah hubungan yang lahir karena
adanya perjanjian. Hubungan ini melahirkan hak dan kewajiban dari bank dan
nasabah adalah sebagai berikut:
17
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 5.
32
a. Kewajiban Bank
1) Menjamin kerahasiaan, identitas bank beserta dengan dana yang
disimpan pada bank kecuali kalau peraturan perundang-undangan
menentukan lain.
2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati
3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian.
4) Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu
melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas
Letter of Credit (L/C), sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi.
6) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan
simpanan dananya di bank.
7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.
b. Hak Bank
1) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada
nasabah.
2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah
disepakati bersama.
3) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit
yang diberikannya sesuai dengan akad kredit yang telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
33
4) Pemutusan rekening nasional (klausul ini hanya cukup ditemui dalam
praktek).
5) Mendapatkan buku cek, Bilyet Giro, Buku Tabungan, Credit Card,
dalam hal upaya penutupan rekening.
c. Kewajiban Nasabah
1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank
sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah.
2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank.
3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal ini dana
awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari jenis layanan jasa yang
diinginkan.
4) Membayar provisi yang ditentukan oleh bank.
5) Menyerahkan buku cuk atau bilyet giro tabungan.
d. Hak Nasabah
1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank seperti fasilitas.
2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank.
3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah.
4) Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk
melunasi kredit yang tidak terbayar. 18
18
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), h. 35.
34
Dengan memperhatikan hak dan kewajiban bank dan nasabah secara
singkat hubungan bank dan nasabah dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Dengan disetorkannya uang nasabah kepada bank maka berakhirlah masa
kepemilikan uang tersebut sebagai uang nasabah, uang tersebut beralih
kepemilikannya kepada pihak bank.
b. Bank diwajibkan untuk membayarkan kembali uang tersebut dalam
jumlah yang sama apabila diminta oleh nasabah, baik untuk jumlah yang
pokok saja atau ditambah dengan bunga sebagaimana ditetapkan oleh
bank tersebut.
c. Bank berhak untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan apapun.
d. Bank bukanlah kuasa dari nasabah tetapi debitur dari nasabah. Bahwa
kedudukan antara bank dan nasabah adalah sejajar. 19
Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Isi dari pasal ini adalah sebuah revisi dari Undang-Undang
sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang bertujuan untuk
mempertegas dan mempersempit pengertian dari rahasia bank dibanding
ketentuan dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya.
Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 28 serta
pasal-pasal lainnya mengenai rahasia bank, maka dapat ditarik kesimpulan
19
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 46.
35
mengenai apa-apa saja unsur didalam sebuah rahasia bank itu sendiri, yaitu
sebagai berikut:
1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam
kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri
dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah
sebagai berikut.
a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat
atau karyawan bank yang bersangkutan.
b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau
karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada akuntan publik, penilai konstitusi hukum, dan
konsultan lainnya.
d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang
36
saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas,
keluarga direksi, dan keluarga pengurus.20
Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu:
1. Teori Mutlak
Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka
kepada siapa pun dan dalam hal apa pun. Dewasa ini hampir tidak ada
lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang
menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-
negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga
membenarkan membuka rahasia bank dalam hal-hal khusus.
2. Teori Relatif
Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus,
yakni dalam hal yang termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank
tersebut dapat diterobos. Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau
kepentingan perkara pidana. 21
Rahasia bank hanya dapat diberikan apabila terdapat kepentingan
umum yang harus dipentingkan terlebih dahulu dari pada kepentingan pribadi.
Jika definisi kepentingan umum diartikan demi untuk kepentingan negara dan
masyarakat maka kepentingan nasabah sebagai individual baru
20
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 6.
21
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 89.
37
dikesampingkan seperti dalam kepentingan pajak, penyelesaian perkara
pidana dan perdata, kepentingan dunia perbankan demi menjaga stabilitas
perbankan dan mencegah terjadinya tindak pidana di dunia perbankan seperti
money laundring sehingga pada akhirnya yang dilindungi adalah kepentingan
nasabah itu sendiri, kepentingan bank dan kepentingan masyarakat secara
umum.
Definisi kepentingan umum yang dilindungi yang mengecualikan
rahasia perbankan dalam Undang-Undang Perbankan diatur dalam Pasal 40
Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang berbunyi:
“Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dana
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.”
a. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan perpajakan.
Pada awalnya pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang
perbankan mengatur bahwa untuk kepentingan perpajakan, Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta
surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada
pejabat bank. Namun ketentuan tersebut telah mengalami perubahan
seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-
Undang No 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang No
38
10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi:
“Untuk kepentingan perpajakan. Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-
bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”
Dengan demikian perubahan yang terjadi bahwa Pimpinan Bank
Indonesia-lah yang dapat mengeluarkan keterangan mengenai hal-hal yang
termasuk ke dalam rahasia bank. Sedangkan yang berhak untuk meminta
pembukaan rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan
adalah Menteri Keuangan dengan membuat suatu permintaan tertulis.
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang
mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Sedangkan
mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan lainnya, tidak
diperlukan permintaan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 dan
ayat 2 Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan
menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat
langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan
nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.
39
b. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan penyelesaian piutang bank yang
telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara.
Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan
penyelesaian piutang bank merupakan ketentuan yang baru yang tidak diatur
di dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tetapi telah diatur di dalam
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Pasal 41A, yaitu:
“Untuk menyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat
Badan Urusan Piutangdan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
debitur.”
Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian piutang negara
tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh
Kepala Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara serta Ketua
Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan
nama dan jabatan Badan Umum Piutang dan Lelang Negara atau Panitia
Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan
alasan diperlukannya keterangan.
c. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan pidana.
Pada awalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 42 Undang-Undang No
7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah untuk kepentingan peradilan dalam
perkara pidana. Menteri Keuangan dapat memberikan izin secara tertulis
40
kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank
tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank. Izin dari Menteri
Keuangan akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Dengan
adanya Undang-Undang No 10 Tahun 1998, ketentuan pasal tersebut berubah
menjadi bahwa hanya Pimpinan Bank Indonesia saja yang dapat memberikan
izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk mendapat keterangan tentang
keuangan nasabah bank bersangkutan. Izin dari Pimpinan Bank Indonesia
tersebut akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
d. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan perdata antara bank
dan nasabah.
Ketentuan mengenai hal ini tidak mengalami perubahan di dalam Undang-
Undang No 10 Tahun 1998. Bahwa di dalam Pasal 43 Undang-Undang
tersebut informasi dan keterangan nasabah bank yang menyangkut
kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah dapat diberikn tanpa
izin dari Menteri.
e. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan kegiatan perbankan dalam
rangka menukar informasi antar bank.
Pasal 44 Undang – Undang Perbankan ini mengecualikan rahasia bank untuk
kepentingan kegiatan perbankan. Hal ini berkaitan dengan kelancaran
kegiatan bank dalam hal tukar-menukar informasi antar bank. Tukar menukar
41
informasi ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha bank, antara lain untuk mencegah kredit rangkap maupun mengetahui
keadaan dan status seseorang nasabah debitur dari suatu bank ke bank lain
apabila ia memiliki rekening di lebih dari satu bank sehingga mencegah
kredit macet. Sehingga hal ini mengurangi resiko yang dihadapi bank.
Beberapa peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan ketentuan ini adalah
Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Peraturan Bank
Indonesia No. 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur. Sistem
Informasi Debitur digunakan untuk menyediakan informasi debitur sebagai
salah satu manajemen resiko dalam pemberian kredit.
f. Pembukaan rahasia bank atas permintaan pemegang rekening.
Pasal 44 A ayat 1 ini mengecualikan rahasia bank untuk berdasarkan
permintaan pemegang rekening. Hal ini dapat dilakukan oleh nasabah itu
sendiri atau kuasa hukum nasabah pemegang rekening.
g. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan ahli waris.
Pasal 44 A ayat 2 ini mengecualikan rahasia bank apabila dalam hal nasabah
penyimpan telah meninggal dunia maka ahli waris dari nasabah tersebut
berhak untuk sepenuhnya mengajukan pembukaan rahasia bank untuk
kepentingan ahli waris tersebut. Hal ini bisa saja untuk menyelesaikan hak
dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang keuangannya.
42
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa sudah jelas ada aturan
yang mengatur lingkup apa sajakah mengenai rahasia bank. Dan
pengecualian seperti apa yang diperbolehkan untuk memberikan data pribadi
nasabah kepada pihak lain atau pihak berwajib. Maka dari itu jelas
diperlukannya sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar ketentuan-
ketentuan mengenai rahasia bank.
3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya
Selain diatur dalam Undang-Undang Perbankan terdapat regulasi lain
perihal perlindungan hukum data pribadi nasabah, seperti:
1) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
Didalam undang-undang ini terdapat ketentuan mengenai kewajiban OJK
dalam mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ini terdapat
di Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keungan yang berbunyi :
“OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”
Dilihat dari isi pasal tersebut jelas bahwa OJK berhak secara penuh
mengawasi kinerja dari Perbankan yang salah satunya pengawasan
terhadap perlindungan hukum data pribadi nasabah yang pengaturan
43
secara rinci dijelaskan di Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi :
“Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keungan,
pleaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan
dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan;
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. penetapan lain
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.”
2) Selanjutnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Didalam undang-undang ini juga terdapat hak dan kewajiban
konsumen. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen berbunyi :
44
“Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.”
Sedangkan mengenai kewajiban konsumen dijelaskan di Pasal 5 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang
berbunyi :
“Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.”
Dari penjelasan mengenai hak dan kewajiban konsumen didalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 jelas adanya bahwa nasabah yang merupakan
konsumen dari Lembaga Jasa Keuangan Perbankan mempunyai hak
45
penuh atas perlindungan data pribadinya tetapi disamping itu ia juga
berkewajiban untuk memahami segala informasi dan ketentuan serta
prosedur dalam pemanfaatan produk layanan jasa perbankan sebelum ia
menggunakan produk layanan jasa perbankan tersebut.
46
BAB III
KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI
BNI dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama
yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1946. hanya
beberapa bulan sejak pembentukannya, Bank Negara Indonesia mulai
mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yakni ORI atau Oeang Republik
Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa
bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai
Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5
Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.1
Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari
Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah
membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank
sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan
kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses
1 Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
47
langsung untuk transaksi luar negeri.2
Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank
Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan
ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.
Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari
identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai
akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal
sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank
BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.
Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank
Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan
publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun
1996.3
Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan
lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan
identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga
menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja
2 Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
3 Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
48
secara terus-menerus.4
Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan
untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan
mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi
'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk
meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada akhir tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60%
saham BNI, sementara sisanya 40% dimiliki oleh pemegang saham publik baik
individu maupun institusi, domestik dan asing.
Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total
aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. BNI menawarkan layanan jasa
keuangan terpadu kepada nasabah, didukung oleh perusahaan anak: Bank BNI
Syariah, BNI Multi Finance, BNI Securities dan BNI Life Insurance.
Pada akhir tahun 2012, BNI memiliki total asset sebesar Rp333,3 triliun
dan mempekerjakan lebih dari 24.861 karyawan. Untuk melayani nasabahnya,
BNI mengoperasikan jaringan layanan yang luas mencakup 1.585 outlet domestik
dan 5 cabang luar negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan
Singapura, 8.227 unit ATM milik sendiri, 42.000 EDC serta fasilitas Internet
banking dan SMS banking. BNI selalu berusaha untuk menjadi bank pilihan yang
4 Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-
id/tentangkami/sejarah.aspx
49
menyediakan layanan prima dan solusi bernilai tambah kepada seluruh nasabah.
Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad
untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi
kebanggaan negara.5
Bagi nasabah institusi bisnis, BNI memberikan layanan cash management
secara online, trade finance, perdagangan internasional (ekspor/impor) dan
remittance/pengiriman uang yang didukung oleh jaringan cabang luar negeri dan
kurang lebih 1000 bank koresponden di seluruh dunia. Saham BNI tercatat di
Bursa Eefek Indonesia (BEI) dengan kode BBNI sejak tahun 1996.
a. Visi BNI
“Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan
kinerja.”
Pernyataan Visi
“BNI berupaya menjadi Bank yang menunjukkan kinerja unggul untuk
memberikan nilai investasi yang memuaskan bagi para pemegang saham,
menjadi the bank of choice dengan menyajikan kualitas layanan yang terbaik,
serta menjadi dominant player (market leader) dengan menyajikan
produk/jasa bernilai tinggi di segmen pasar yang dilayani.”
5 Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-
id/tentangkami/sejarah.aspx
50
b. Misi BNI
1) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
seluruh nasabah, dan selaku mitra pillihan utama (the bank choice)
2) Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.
3) Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya
dan berprestasi.
4) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan
sosial.
5) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang
baik.6
B. Konsep dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di
Bank BNI
Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dapat dianggap
menghambat mekanisme pasar karena informasi yang tersedia bagi masyarakat
atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain itu, sering kali sangat
sulit bagi pihak di luar bank atau masyarakat untuk mengetahui proses
pengambilan keputusan di bidang perbankan. Akhirnya timbul kesan bahwa
6 Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx
51
ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan dapat menghambat adanya
keterbukaan di bidang perbankan.7
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memuat dua
belas pasal terkait rahasia bank, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 40, 41, 41A, 42,
42A, 43, 44, 44A, 45, dan 47A. Begitupun, pengaturan ini masih belum sempurna
dan mengandung beberapa kelemahan. Walaupun di dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dinyatakan bahwa rahasia bank hanya
meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dana dan simpanannya, namun persoalan batasan pengertian rahasia
bank tersebut masih terlalu singkat, sederhana, dan kurang tajam, sehingga belum
menjawab secara tuntas mengenai rahasia bank. Sebagai contoh, pengertian
“segala sesuatu” masih belum diperjelas, selain itu istilah “keterangan mengenai
penyimpan dana” juga harus diperjelas pengertiannya, yaitu keterangan apa saja
yang menyangkut penyimpan dana yang harus dirahasiakan oleh bank.8
PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank
Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berusaha untuk memberikan perlindungan
hak privasi data pribadi nasabah, namun masih terbatas jika digunakan untuk
tujuan komersial yang dalam penjelasannya pun hanya menyebutkannya sebagai
penggunaan oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Pengertian ini relatif
7 Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum. (Jakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 3.
8 Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, h. 185.
52
luas karena batasan “memperoleh keuntungan” yang dimaksudkan tidak
dijelaskan lebih lanjut.
PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank
Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut juga belum mengatur secara
tegas masalah mekanisme persetujuan tertulis dari nasabah maupun permintaan
persetujuan nasabah.
Untuk lebih memahami kendala dalam praktek pelaksanaan PBI Nomor
7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah, maka penulis mencoba untuk mengambil contoh
penerapan konsep perlindungan data pribadi nasabah yang terdapat di dalam PBI
tersebut pada salah satu Bank Umum Nasional yaitu Bank BNI.
1. Konsep Penyusunan Kebijakan melalui Sistem Prosedur Operasi
Direksi Bank BNI dengan persetujuan Komisaris memberi wewenang
kepada Kepala dan Wakil Kepala Divisi Kepatuhan menetapkan kebijakan
transparansi penggunaan data pribadi nasabah dalam bentuk sistem prosedur
perihal Transparansi Informasi Mengenai Produk Bank BNI dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah Bank BNI, yang didistribusikan kepada segenap kantor
cabang bank melalui intranet, meliputi:9
a. Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan
secara transparan dan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah. Yang
dimaksud dengan tujuan komersial adalah penggunaan data pribadi
nasabah Bank BNI oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan,
termasuk pemberian dan penyebarluasan kepada pihak lain yang
melakukan kerja sama dengan Bank BNI;
b. Jenis data pribadi meliputi: nama nasabah, alamat, nomor telepon dan
keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan
nasabah kepada Bank BNI dalam pemanfaatan produk Bank BNI.
9 Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
53
Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain tidak diperkenankan
dilakukan dalam bentuk softcopy.
c. Apabila nasabah Bank BNI merupakan suatu badan hukum maka
pemberian dan atau penyerbarluasan data pribadi yang ditunjuk mewakili
badan hukum dan data diri dari badan hukum tersebut memerlukan
persetujuan tertulis dari yang bersangkutan;
d. Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain dalam rangka
pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank BNI tidak termasuk dalam
pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi nasabah yang
memerlukan persetujuan nasabah terlebih dahulu;
e. Penggunaan data pribadi nasabah seseorang dan atau sekelompok orang
yang diperoleh dari pihak lain oleh Bank BNI berdasarkan tujuannya:
1) Jika untuk tujuan pemasaran produk Bank BNI maka penggunaan data
pribadi tersebut harus didukung dengan persyaratan tertulis dari pihak
lain tersebut yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan bahwa
seseorang atau sekelompok orang yang data pribadinya diberikan
kepada Bank BNI tidak keberatan atas penyebarluasan data pribadinya
untuik tujuan komersial;
2) Jika untuk tujuan komersial, maka bank wajib memiliki jaminan
tertulis dari pihak lain yang berisi persetujuan tertulis dari sesorang
dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data
pribadinya;
3) Jika diminta oleh nasabah, maka pejabat dan atau petugas Bank BNI
wajib memberikan penjelasan kepada nasabah yang akan
memanfaatkan produk Bank BNI bahwa data pribadi nasabah yang
diserahkan kepada Bank BNI:
4) Hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank BNI dan atau
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
5) Akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain di luar
badan hukum Bank BNI untuk tujuan komersial apabila disetujui
secara tertulis oleh nasabah;
6) Untuk menindaklanjuti dan mendukung pelaksanaan ketentuan BI
mengenai:
7) Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan
Keamanan dalam Penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan
menggunakan kartu, dan
8) Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah, maka dilakukan penyesuaian berupa penambahan beberapa
klausula terhadap formulir ketemtuan-ketentuan produk Bank BNI;
Ketentuan-ketentuan produk tersebut dikirim ke cabang melalui
intranet. Cabang harus mencetak dan memperbanyak sendiri dengan
cara memfotocopi;
54
f. Dengan adanya penyesuaian terhadap formulir ketentuan-ketentuan
produk, maka perubahan tersebut harus dijelaskan dan diminta persetujuan
nasabah pada saat nasabah melakukan pembukaan rekening atau pada ssat
melakukan penambahan fasilitas lainnya.10
2. Hasil Pengamatan dan Konsultasi
Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Wawan Setyawan selaku
Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan Bank BNI
serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care Divisi BNI
Contact Center. Beliau-beliau ini mengatakan bahwa:
“Bank BNI sudah dan akan selalu menjalankan segala aturan perbankan yang
berlaku di Indonesia. Baik aturan secara umum maupun aturan secara khusus
yang contohnya seperti aturan-aturang yang diterbitkan Bank Indonesia dalam
bentuk PBI. Namun memang kami akui bahwa dalam segi tekhnis
pelaksanaan kami tidak langsung secara persis mengikutinya tetapi terkadang
mengadopsi kembali ketentuan yang dimaksud PBI dengan alasan efisiensi
tetapi tetap tidak terhitung itu sebuah pelanggaran.”
Berikut hasil pengamatan dan konsultasi atas ketentuan-ketentuan
yang diterbitkan Bank BNI terkait PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang
Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah,
yaitu berupa penambahan atau perubahan klausula-klausula dalam perjanjian
baku pembukaan rekening produk Bank BNI.
a) Penetapan aturan yang terdapat di Bank BNI relatif tidak langsung
menerapkan ketentuan PBI sejak pemberlakuan efektif PBI Nomor
7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan
10
Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
55
Penggunaan Data Pribadi Nasabah terkait dengan berbagai pertimbangan
yang melatarbelakangi, antara lain:
1) Fleksibilitas usaha bank
Kepentingan melindungi data pribadi nasabah di Bank BNI
berhadapan dengan kelaziman tukar menukar informasi dalam praktek
pemasaran produk bank yang sulit dihindari dan diubah secara cepat
dalam mekanisme pemasaran produk lembaga keuangan saat ini.
2) Format transaparansi yang tepat.
Penyesuaian tersebut diwujudkan oleh Bank BNI dalam bentuk
perubahan atau tambahan klausula-klausula pada formulir pembukaan
rekening produk yang ditawarkannya. Klausula yang diitambahkan
pada beberapa produk, yaitu Deposito dan Giro, dapat dikategorikan
sebagai klausula eksonerasi. Selain itu klausula tersebut berlaku untuk
nasabah yang baru mengadakan perjanjian pembukaan rekening sejak
PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk
Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berlaku, dan tidak
berlaku surat untuk nasabah yang sudah ada (existing customer).
3) Cost-Benefit
Perhitungan ekonomis dalam melaksanakan PBI Nomor 7/6/PBI/2005
Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah terkait dengan permintaan persetujuan tertulis dari
calon nasabah menjadi kendala, dengan pertimbangan keengganan
56
nasabah Bank BNI memberikan persetujuan jika disediakan berupa
formulir khusus dan dibutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Selain
itu biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka meminta persetujuan
nasabah yang datanya sudah dimiliki atau bahkan sudah digunakan
oleh Bank BNI. Biaya yang akan dikeluarkan diperhitungkan tidak
akan sepadan dengan pencapaian tujuan yang artinya hal ini tidak
efisien. 11
C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di
Bank BNI
Konsep dan mekanisme penerapan perlindungan data pribadi nasabah di
Bank BNI sendiri sebenarnya harus mengikuti aturan-aturan di dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan serta peraturan turunannya
yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank
Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah menyatakan bahwa pemberian kuasa oleh
nasabah untuk penggunaan data pribadinya harus dibuat dalam suatu formulir
khusus tetapi pada kenyatannya terlihat jelas bahwa pemberian kuasa ini
dimasukkan dalam perjanjian standar yang dijadikan satu dalam ketentuan-
11
Wawancara Pribadi dengan Endah Kusumaningrum, Manager Customer Care Divisi
BNI Contact Center PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 07 Januari 2014.
57
ketentuan umum produk perbankan, contohnya saja formulir pembukaan rekening
tabungan. Kebiasaan dalam prakterk pembukaan rekening, formulir ketentuan-
ketentuan baku tersebut tidak pernah dibaca oleh nasabah jika diberikan bahkan
ada yang menolak menerimanya sehingga seperti menjadi kebiasaan frontliners
Bank BNI hanya menyodorkannya sebagai formalitas dan tidak memberikannya
kepada nasabah. Persetujuan nasabah diberikan dengan penandatanganan di
formulir pembukaan rekening yang telah mencantumkan kode formulir ketentuan-
ketentuan umum yang baku tersebut.
Dalam praktek, menurut nasabah yang akan menabung di Bank BNI
frontliners tidak menjelaskan kepada nasabah yang akan memanfaatkan produk
Bank tersebut bahwa data pribadi yang diserahkan kepada Bank hanya akan
digunakan untuk kepentingan internal Bank saja dan atau sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dan akan diberikan dan atau disebarluaskan
kepada pihak lain di luar badan hukum Bank tersebut untuk tujuan komersial
apabila disetujui secara tertulis oleh nasabah.12
Klausula tambahan terkait yang dimasukkan dalam ketentuan umum
pembukaan rekening salah satu produk simpanan yang dipasarkan Bank BNI
dapat diindikasikan sebagai klausula eksonerasi (exemption clause) yang tidak
disadari oleh nasabah, yaitu dengan bunyi klausula berikut:
“Nasabah dengan ini memberikan persetujuan kepada Bank BNI untuk
memberikan identitas nasabah kepada pihak lain meliputi anak
12
Wawancara Pribadi dengan 5 (lima) orang nasabah PT. Bank Negara Indonesia
(Persero), Tbk., Jakarta 08 Januari 2014.
58
perusahaan dan perusahaan yang bekerjasama dengan Bank BNI
didalam pengembangan produk/layanan/jasa Bank BNI untuk tujuan
komersial dan telah memahami penjelasan Bank BNI mengenai tujuan
dan konsekuensi dari pemberian identitas tersebut.”
Bank BNI belum menentukan format transparansi penggunaan data
existing customer sesudah datanya digunakan dan belum diatur ketentuan
mengenai persetujuan terkait.
Penggunaan data dari pihak lain diakui petugas terkait jarang dilakukan
dalam operasional Bank BNI mengingat jumlah nasabah Bank BNI sendiri belum
semuanya dapat dikelola, namun pemberian data kepada pihak lain sebagai
konsekuensi kerja sama usaha dengan pihak lain dengan pembatasan-pembatasan
seperti hanya memberikan nama dan nomor telepon yang tidak boleh dalam
bentuk softcopy. Walau sebenarnya hal ini melanggar ketentuan didalam PBI
Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun hal ini sulit dihindari dalam mekanisme
operasional Bank BNI dan dunia perbankan pada umumnya.
Keberlakuan efektif PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tidak mengubah
secara berarti dalam mekanisme pembukaan rekening dalam praktek frontliners
Bank BNI, karena isi dari klausula-klausula dalam formulir ketentuan-ketentuan
terkait relatif jarang dijelaskan berdasarkan pertimbangan tuntutan waktu, antrian,
penjualan produk lain, penambahan fasilitas atas produk, dan sebagainya. Artinya
59
perubahan dengan adanya penambahan klausula persetujuan atau pemberian
kuasa terkait tidak disadari nasabah.
Kemudian ketiadaan sanksi tegas atas pelanggaran terkait yang dinyatakan
secara jelas dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi
Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Padahal bagi Bank yang
melanggar ketentuan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi
Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut dimasukkan dalam
penilaian tingkat kesehatan bank.
Setelah penulis melakukan penelitian, ditemukan beberapa kendala dalam
mekanisme penerapan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi
Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah khususnya Penggunaan
Data Pribadi Nasabah tersebut, namun sangat dimungkinkan akan muncul
permasalahan baru lainnya, sejalan dengan luasnya kesempatan berpersepsi bagi
masing-masing bank.
60
BAB IV
ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH
A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah
Terdapat beberapa kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran
perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Salah satu contoh kasus di
Indonesia yang pernah terekspos adalah pembuatan alamat situs palsu Bank BCA
oleh seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat yang dalam
sehari bisa mendapatkan ribuan nomor PIN beserta password nasabah pengguna
internet banking BCA. Waktu itu, alamat website yang semestinya
www.klikbca.com dikloning menjadi puluhan alamat website dengan variasi nama
serupa tetapi berbeda (misal: www.klikbac.com atau www.clickbca.com dan
lainnya) untuk menjaring nasabah yang mungkin salah ketik lalu mengira sudah
masuk dam menginput data PIN dan passwordnya yang langsung direkam secara
ototmatis oleh website yang dibuat pelaku. Jenis kejahatan ini juga sering
diistilahkan sebagai phising atau typosquatting dan juga termasuk dalam jenis
cyber fraud.1
Contoh kasus lainnya adalah yang menimpa saudara Irving Hutagalung
yang menjadi korban identity theft oleh oknum pegawai bagian kartu kredit
sebuah Bank Swasta Nasional ternama. Saudara Irving yang tidak pernah merasa
1 klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.com-typosquatting-atau-phishing.
61
mengajukan aplikasi kartu kredit tiba-tiba mendapat kiriman tagihan kartu kredit.
Saudara Irving yang kemudian tidak merasa memiliki kartu kredit pada bank
bersangkutan kemudian menanyakan kepada call center bank penerbit kartu
kredit atas namanya tersebut. Oleh pihak bank saudara Irving kemudian diminta
untuk datang ke salah satu kantor cabang bank tersebut. Disana diketahui ternyata
salah satu pegawai bank tersebut membuka rekening kartu kredit dan kredit tanpa
agunan atas nama saudara Irving dan mencairkan ke rekening tabungan si pelaku
dan setelah itu pelaku mengambil uang tersebut untuk keperluan pribadi.2
Satu contoh kasus lainnya adalah yang dialami Saudari Tety Candra yang
menjadi korban identity theft oleh pelaku Ridho Kurniawan Gustam. Pelaku
bekerja secara lepas di rekanan pembuat kartu kredit Bank Danamon mencari
nasabah kartu kredit.3
Modus operandinya data dan aplikasi yang dicatat tersangka milik korban
kemudian diajukan ke bank melalui kantor promosi pembuatan kartu kredit di
Blok M Plaza dan Mal Ambassador. Alamat rumah dan nomor telepon para calon
nasabah diubah dengan menggunakan alamat rumah tersangka. Bank kemudian
mengirimkan kartu kredit yang sudah selesai untuk disetujui ke rumah pelaku.
Setelah tersangka mendapatkan kartu kredit, ia pindah alamat. Tersangka lalu
2 Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth
3 Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html
62
melakukan transaksi pengambilan uang tunai di Mal Pondok Indah, ITC Roxy
Mas, dan Carrefour.4
Para klien yang mengajukan kartu kredit ada kemungkinan menganggap
aplikasinya ditolak karena kartu kredit tidak pernah sampai ke tangan mereka.
Tersangka menggunakan uang hasil transaksi ilegal ini untuk kepentingan pribadi
serta untuk bersenang-senang di Bali.5
Bank mencium ada yang tidak beres dengan salah satu nasabahnya. Pada
saat ditagih, nasabah tidak tinggal di alamat yang tertera pada data aplikasi. Pihak
bank kemudian melaporkan kejadian ini ke Kepolisian. Dari penyelidikan yang
dilakukan, polisi akhirnya menangkap pelaku.6
Dari hasil penyidikan, diketahui pelaku pernah bekerja di rekanan
pembuatan kartu kredit Bank HSBC, yaitu PT Bona Jasa Sumber Sarana sebagai
marketing. Disana tersangka mempelajari bagaimana proses aplikasi permohonan
kartu kredit. Melalui tindak kejahatan yang dilakukannya pelaku berhasil
4 Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
5 Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
6 Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
63
membobol kartu kredit HSBC, Bank Mega, Bank General Electric Finance, dan
Bank ANZ total sebesar Rp 46 juta.7
Kejahatan identity theft seperti ini jelas merugikan konsumen. Karena
meskipun korban mungkin saja tidak mengalami kerugian secara materiil, namun
karena tindakan pelaku korban harus berurusan dengan masalah hukum selain itu
korban kejahatan identity theft harus merelakan nama baiknya tercoreng karena
dianggap sebagai penunggak kartu kredit.
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan Data
Pribadi Nasabah
Dilihat dari beberapa uraian mengenai model atau jenis-jenis kasus
pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Penulis
menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran
perlindungan data pribadi nasabah tidak saja hanya dikarenakan oleh ulah oknum
pegawai bank atau pegawai dari pihak yang terafiliasi dengan bank sebagaimana
yang sudah penulis sampaikan di pendahuluan pada Bab I, tetapi juga karena
adanya kelemahan hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah di
Indonesia. Mengenai perlindungan data pribadi nasabah terhadap ulah oknum
pegawai bank itu sendiri secara umum di atur di dalam Al-Quran Surat Al-Falaq
yang berbunyi:
7 Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
64
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
2. Dari kejahatan makhluk-Nya,
3. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita,
4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-
buhul.
5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
Uraian mengenai hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah
di Indonesia memberikan pemahaman bahwa pengaturan dalam hukum positif
masih memiliki berbagai kelemahan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran
hukum. Kelemahan tersebut dalam sistem hukum dapat diartikan sebagai
kelemahan dari segi struktur, substansi dan budaya hukum. Segi substansi dan
budaya hukum merupakan faktor yang paling dominan terjadinya pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah tidak memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai hak konsumen yang berkaitan dengan
privacy atas data pribadinya.
1. Kelemahan Struktur Hukum
Dari segi struktur, DPR bersama-sama pemerintah dan instansi terkait
sebagai stakeholder, belum dapat memformulasikan suatu perubahan hukum
yang benar-benar menjadi pedoman untuk melakukan pengawasan dan
penindakan yang ketat kepada pelaku usaha agar tidak merugikan konsumen.
65
Lemahnya penegakan hukum di Indonesia memberikan kesempatan yang luas
serta ruang gerak bagi pelaku usaha dan pelaku kejahatan perbankan untuk
menggunakan data pribadi nasabah tanpa persetujuan nasabah tersebut yang
sangat merugikan kepentingan nasabah itu sendiri. Hal lain di Indonesia yaitu
belum dibentuk suatu badan yang mengawasi atau memonitor penggunaan
data pribadi nasabah oleh pelaku usaha. Pada saat ini satu-satunya lembaga
yang telah menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan data pribadi
nasabah adalah Bank Indonsia, namun sesuai kewenangannya Bank Indonesia
lebih memiliki fungsi pengawasan terhadap bank daripada mewakili
kepentingan konsumen, sementara lembaga yang dibutuhkan adalah suatu
lembaga yang mewakili kepentingan konsumen.
2. Kelemahan Substansi Hukum
Kelemahan secara struktur pada dasarnya akan berimbas pada
substansi, yaitu mengenai pengaturan-pengaturan dalam peraturan perundang-
undangan. Adapun kelemahan substansi hukum dalam hukum positif yang
mengatur tentang perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia adalah
Pertama, belum memadainya ketentuan mengenai perlindungan data
pribadi yang ada sekarang ini. Penggunaan data pribadi oleh pelaku usaha
belum diatur secara lebih detil misalnya mengenai batasan berapa lama pelaku
usaha diizinkan menyimpan data pribadi nasabah.
Kedua, masih lemahnya sanksi terhadap pelaku usaha yang lalai atau
melakukan penyalahgunaan terhadap data pribadi nasabah. Ketentuan yang
66
dikeluarkan oleh Bank Indonesia lebih ditujukan untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap bank serta sanksinya terkesan masih terlalu lunak.
Karena pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap data pribadi
nasabah hanya dikenakan sanksi teguran tertulis dan baru dikenakan sanksi
pencabutan izin usaha setelah terlebih dahulu dilakukan tiga kali teguran
tertulis.
Ketiga, belum diaturnya ketentuan mengenai badan yang secara
khusus dibentuk untuk mengawasi penggunaan data pribadi nasabah.
Dikarenakan di era informasi data pribadi nasabah kini sudah menjadi
komoditas yang dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab yang dapat merugikan masyarakat selaku nasabah. Bank
Indonesia memang sudah ikut berperan dan melaksanakan tugas pengawasan
terhadap pelaku usaha perbankan. Namun demikian tugas dan fungsi Bank
Indonesia sendiri sudah cukup berat selaku otoritas moneter sehingga akan
sulit kiranya untuk memberikan peran yang cukup signifikan dalam
perlindungan data pribadi nasabah.
Keempat, kelemahan yang terkait dengan penegakan hukumnya.
Aturan dan perangkat hukum sudah tersedia namun bagaimana penegakan
hukum dapat terwujud tentunya merupakan tanggung jawab bersama baik
bagi pemerintah, Bank Indonesia, pelaku usaha, konsumen maupun aparat
penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim sehingga hukum dapat
67
ditegakkan sebagaimana mestinya dan sehingga dapat menciptakan stabilitas
nasional.
Strategi bisnis yang semata-mata mengejar keuntungan tanpa melihat
dampak buruk bagi konsumen tentu saja mengakibatkan ketidakseimbangan
dalam dunia ekonomi. Konsumen memegang peranan yang besar dalam
kehidupan ekonomi negara, tentu kenyamanan dalam bertransaksi menjadi
jaminan yang positif dan diharapkan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
hingga kini, undang-undang ini paling banyak dicari orang, namun bisa jadi
paling sedikit dilaksanakan. Arah penegakan hukumnya pun masih terkesan
sporadis dan tidak sistematis. Sementara itu, pelanggaran-pelanggaran hak-
hak konsumen sangat kasat mata. Belum ada format politik hukum yang jelas
mau ke mana arah perlindungan konsumen ini.8
Pelaku usaha tentu akan memanfaatkan celah yang ada, terlebih
kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan Bank Indonesia.
Tidak hanya pengawasan dari para instansi terlkait namun diperlukannya
koordinasi yang intensif.
3. Kelemahan Budaya Hukum
Merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian secara serius dari
sistem hukum adalah lemahnya budaya hukum yang terdapat dalam
8 Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Citra
Aditya Bakti, 2008), h. 231.
68
masyarakat. Budaya hukum yang timbul pun tidak terlepas dari lemahnya
substansi hukum yang memberikan persepsi pesimisme konsumen terhadap
upaya perlindungan hukum yang diberikan undang-undang. Adapun budaya
hukum yang menimbulkan kelemahan tersebut adalah meliputi kesadaran
hukum masyarakat dan pelaku usaha.
a. Kesadaran Hukum Masyarakat
Apa yang dimaksud dengan budaya hukum adalah sikap konsumen
maupun pelaku usaha terhadap hukum dan sistem hukum, tentang
keyakinan nilai, gagasan serta harapan tentang hukum. Undang-undang
sebagai produk hukum yang dibuat untuk melindungi konsumen hanya
dipandang sebagai sebuah aturan tanpa kejelasan maksud dan tujuan.
Bagi konsumen, keamanan serta kenyamanan dalam menggunakan
produk bagi barang maupun jasa serta adanya jaminan kepastian hukum
yang diberikan kepada mereka sudah cukup untuk meningkatkan stabilitas
perdagangan barang dan atau jasa tentunya dengan adanya dukungan
kepercayaan terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemakaian produk
barang dan atau jasa.9
Jika pendapat seperti itu dipertahankan, konsumen dengan tingkat
pendidikan rendah akan menjadi sasaran empuk bagi pelaku usaha yang
berorientasi bisnis, memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan
9 Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20
November 2013 dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita
69
sehingga pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi konsumen atau
nasabah tersebut.
Konsumen dengan latar pendidikan cukup pun apabila
berpandangan antipati terhadap produk hukum justru akan terjerumus ke
dalam situasi dimana hukum tidak akan mempertahankan realitas
kehidupan ekonomi masyarakat karena dipandang selalu meguntungkan
pelaku usaha.
b. Kesadaran Hukum Pelaku Usaha
Dari sisi pelaku usaha, sebagaimana hasil wawancara dengan pihak
Bank ditemukan masih sering terjadi pelanggaran-pelanggaran kecil
terhadap penerapan aturan hukum yang berlaku dalam perbankan. Hal ini
dikarenakan oleh alasan efisiensi dalam operasional bank. Hal-hal kecil
seperti inilah yang biasanya menjadi awal-mula dari permasalahan yang
terjadi antara pihak bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai
konsumen dan juga yang menjadi faktor kelemahan hukum yang
memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dalam memproduksi dan
memperdagangkan barang dan atau jasa. Berbanding terbalik dengan
kesadaran hukum konsumen, dalam hal ini pelaku usaha justru
memanfaatkan produk hukum yang ada dan ketidaksadaran hukum
konsumen untuk mengambil keuntungan.
Pengaturan pada batang tubuh Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang berisikan pengaturan secara umum memberikan
70
kemungkinan beraneka ragam interpretasi sehingga memberikan ruang
gerak bagi pelaku usaha yang dari segi bisnis menguntungkan namun dari
segi hukum dapat merugikan konsumen.
C. Bentuk-bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran Data
Pribadi Nasabah Perbankan
Dalam perkembangannya hubungan nasabah dengan bank tidak selalu
berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari pengaduan nasabah. Pengaduan
ini jika tidak terselesaikan dengan baik berpotensi menjadi perselisihan atau
sengketa yang akhirnya akan menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan
mampu menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan apabila
hal tersebut tidak segera diselesaikan dengan baik.
Secara konvensional sengketa biasanya diselesaikan melalui pengadilan.
Pengadilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk
mengadili, yaitu menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan hukum
acara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.10
Namun pengadilan
mempunyai beberapa kelemahan yang kurang disukai seperti lamanya waktu yang
tersita dalam proses pengadilan sehubungan dengan tahapan-tahapan (banding
dan kasasi) yang harus dilalui dan sifat pengadilan yang terbuka untuk umum.
10
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2006), h. 2.
71
Pada umumnya para pengusaha tidak suka masalah-masalah bisnisnya
dipublikasikan.11
Untuk itu Bank Indonesia perlu membuat Peraturan untuk mengatur
penyelesiaan pengaduan nasabah yang ditujukan untuk mendukung kesetaraan
hubungan antara bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai konsumen
pengguna jasa perbankan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyelesaian nasabah
merupakan salah satu bentuk peningkatan perlindungan nasabah dalam rangka
menjamin hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank. Pengaturan akan
hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaiaan Pengaduan Nasabah. Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan
yang diajukan nasabah atau perwakilan nasabah.
Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan dan
memiliki prosedur tertulis meliputi:
a. Penerimaan pengaduan;
b. Penanganan dan penyelesaiaan pengaduan; dan
c. Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
Bank wajib menerima setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan
atau perwakilan nasabah yang terikat dengan Transaksi keungan yang dilakukan
oleh nasabah. Pengaduan tersebut dapat dilakukan secara tertulis dan atau lisan.
Dalam hal pengaduan secara tertulis, maka pengaduan tersebut wajib dilengkapi
11
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.3.
72
fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya. Sementara itu apabila
pengaduan dilakukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu 2 (dua) hari
kerja.
Dalam hal pengaduan yang diadukan secara lisan tidak dapat diselesaikan
oleh Bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Bank wajib meminta
nasabah dan atau perakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis
dengan dilengkapi dokumen sebagaimana ketentuan pengaduan secara tertulis.
Penerimaan pengaduan dapat dilakukan pada setiap Kantor Bank dan tidak
terbatas hanya pada Kantor Bank tempat nasabah membuka rekening dan atau
Kantor Bank tempat nasabah melakukan transaksi keuangan. Bank wajib
memberikan penjelasan kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah mengenai
kebijakan dan prosedur penyelesaian pengaduan pada saat nasabah dan atau
perwakilan nasabah mengajukan pengaduan.
Bank wajib menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada nasabah
dan atau perwakilan nasabah yang mengajukan pengaduan secara tertulis.
Bukti penerimaan pengaduan paling tidak memuat:
a. Nomor registrasi pengaduan;
b. Tanggal penerimaan pengaduan;
c. Nama nasabah;
d. Nama dan nomor telepon petugas bank yang menerima pengaduan; dan
e. Deskripsi singkat pengaduan.
73
Bukti penerimaan pengaduan tersebut ditanda tangani oleh petugas yang
menerima pengaduan. Selain itu bank wajib memelihara catatan penerimaan
pengaduan. Catatan penerimaan pengaduan tersebut paling kurang memuat:
a. Nomor registrasi pengaduan;
b. Tanggal penerimaan pengaduan;
c. Nama nasabah;
d. Petugas penerima pengaduan; dan
e. Deskripsi singkat pengaduan.
Bank wajib menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan tertulis. Dalam hal terdapat kondisi
tertentu, bank dapat memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20
(dua puluh) hari kerja. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah:
a. Kantor bank yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor bank
tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala
komunikasi diantara kedua kantor bank tersebut;
b. Transaksi keuangan yang diadukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah
memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen bank;
c. Terdapat hal-hal lain yang berada diluar kendali bank, seperti adanya
keterlibatan pihak ketiga diluar bank dalam transaksi keuangan yang
dilakukan nasabah.
74
Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan tersebut wajib
diberitahukan secara tertulis kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah yang
mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu awalnya berakhir.
Dalam hal pengaduan terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan
pejabat bank yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan pengaduan
tersebut, maka penanganan dan penyelesaian pengaduan wajib dilakukan oleh
pejabat bank yang tingkatannya lebih tinggi. Apabila pengaduan terkait dengan
kewenangan pemimpin kantor bank tempat nasabah mengalami permasalahan,
maka penanganan dan penyelesaian pengaduan diselesaikan oleh unit dan atau
fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan di kantor bank yang lebih
tinggi tingkatannya.
Bank wajib menginformasikan status penyelesaian pengaduan setiap saat
nasabah dan atau perwakilan nasabah meminta penjelasan kepada bank mengenai
pengaduan yang diajukannya. Dalam hal ini pengaduan diajukan secara tertulis,
bank wajib menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan secara tertulis kepada
nasabah dan atau perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Dalam
hal pengaduan diajukan secara lisan, bank dapat menyampaikan hasil
penyelesaian pengaduan secara tertulis dan atau kisan kepada nasabah dan atau
perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Hasil penyelesaian
pengaduan paling kurang memuat:
a. Nomor registrasi pengaduan;
b. Permasalahan yang diadukan; dan
75
c. Hasil penyelesaian pengaduan yang disertai penjelasan dan alasan yang
cukup.
Bank wajib menatausahakan seluruh dokumen yang berkaitan dengan
penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan. Bank wajib memiliki
mekanisme pelaporan internal penyelesaian pengaduan. Bank wajib
menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara
triwulanan kepada Bank Indonesia. Laporan penanganan dan penyelesaian
pengaduan wajib disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan Bank
Indonesia.
Pelaporan tersebut dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah
berakhirnya masa laporan. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian tetapi belum
melampaui 1 (satu) bulan sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. Bank
dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan belum disampaikan oleh
bank sampai dengan berakhirnya batas waktu.
D. Model Ideal Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Perlindungan
Data Pribadi Nasabah Perbankan
Berdasarkan pemaparan penulis di sub-bab sebelumnya ditemukan bahwa
masih terdapat banyak pelanggaran terhadap perlindungan hukum data pribadi
nasabah. Hal ini terjadi oleh karena masih banyaknya faktor yang menyebabkan
pelanggaran ini terus terjadi. Salah satu faktor yang terus menyebabkan
76
pelanggaran ini terjadi adalah karena kekurangtajaman hukum atau aturan
perundang-undangan yang mengatur hal ini.
Dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, penulis tidak menemukan adanya
sanksi pidana bagi pelaku tindak pelanggaran perlindungan hukum data nasabah
perseorangan. Sanksi yang dijelaskan dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
tersebut hanya mencakup sanksi administratif bagi pelaku pelanggaran
perlindungan data nasabah yang dilakukan oleh suatu perusahaan perbankan
maupun oknum pegawai perusahaan perbankan. Hal ini menjadi kelemahan dari
peraturan tersebut, karena sanksi pidana bagi perseorangan yang melanggar tidak
disebutkan.
Penulis melakukan studi lapangan dengan cara mewawancarai pihak Bank
BNI terkait mekanisme perlindungan data nasabah. Dalam studi tersebut penulis
menemukan bahwa beberapa pegawai Bank BNI tidak kooperatif dalam
menjelaskan mengenai perlindungan data nasabah. Perlindungan data nasabah
tersebut disebutkan dalam klausula formulir pembukaan rekening tabungan,
namun tidak dijelaskan secara rinci oleh beberapa pegawai Bank BNI. Sehingga
nasabah tidak mendapatkan kejelasan soal penggunaan data pribadinya oleh pihak
bank tersebut.
Penulis juga menemukan tidak adanya keefesiensian dari Bank BNI ketika
terjadi pengaduan nasabah yang merasa data pribadinya telah sampai ke pihak
77
lain selain Bank BNI tanpa sepengatahuan nasabah itu sendiri. Karena pengaduan
hal ini ditangani juga oleh seorang pegawai yang menjabat sebagai Customer
Service. Dalam hal ini berarti nasabah tersebut mendapatkan pelayanan
bersamaan dengan para nasabah yang baru akan membuka rekening tabungan,
giro, deposito, dan lainnya.
Jadi dalam hal model yang ideal untuk perlindungan hukum data pribadi
nasabah seharusnya PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi
Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, memuat sanksi pidana bagi
yang melakukan tindak pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah. Dalam
PBI tersebut paling tidak juga dijelaskan mengenai sanksi admnistratif bagi bank
yang tidak melakukan pengawasan terhadap beberapa pegawainya, yang tidak
kooperatif dalam hal menjelaskan mengenai ketentuan perlindungan hukum
nasabah, serta membuat suatu kebijakan bagi perusahaan bank untuk dapat
membuat staff khusus yang menangani pengaduan perlihal pelanggaran hukum
data pribadi nasabah.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Setelah penulis melakukan penelitian, penulis menemukan bentuk
pelanggaran hukum data pribadi nasabah perbankan yang banyak dilakukan
oleh oknum pegawai bank itu sendiri tanpa sepengetahuan dan seizin nasabah
yang bersangkutan. Selain itu bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya
data pribadi nasabah juga dikarenakan oleh ulah oknum pegawai dari
perusahaan yang terafiliasi dengan bank itu sendiri.
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab bocornya data pribadi nasabah yaitu
karena masih lemahnya struktur hukum di Indonesia, substansi hukum serta
budaya hukum Indonesia yang juga masih lemah.
3. Setelah penulis melakukan studi lapangan ke PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk penulis menemukan bentuk perlindungan hukum yang
diberikan oleh bank tersebut yaitu selalu menerapkan setiap regulasi yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tersebut
diterapkan dalam bentuk SOP (Standard Operational Procedure) maupun di
dalam klausula-klausula produk PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
79
B. SARAN
1. Bagi Bank selaku pelaku usaha dalam bidang perbankan, hendaknya
menjalankan secara konsisten sistem dan prosedur internal terkait yang telah
ditetapkan selain tetap memegang teguh prinsip-prinsip dasar perbankan dan
Kode Etik Bankir, termasuk kegiatan edukasi bagi nasabah. Bank pun
hendaknya secara aktif memberi masukan kepada BI atas setiap kebijakan
terkait yang menyulitkan dalam operasional bank jika dipaksakan
keberlakuannya.
2. Bagi nasabah selaku konsumen perbankan sudah sepatutnya mengemban hak
tanpa mengabaikan untuk mengemban kewajiban dengan jalan memanfaatkan
berbagai fasilitas informasi yang disediakan bank maupun lembaga keuangan
lainnya dan kritis dalam menyikapi hal-hal yang dibutuhkan demi
perlindungan haknya dalam hubungan dengan bank sebagai penyimpan dana.
3. Bagi BI selaku regulator sektor perbankan, sebaiknya dalam membuat
regulasi di bidang perbankan harus sedapat mungkin menyusunnya dengan
lebih peka terhadap kepentingan nasabah. Agar tidak terkesan mementingkan
kepentingan pelaku usaha dalam perbankan saja. Diperlukan juga penegakan
hukum terkait yang lebih tegas.
4. Bagi badan legislatif negara dan pemerintah selaku penyusun kebijakan publik
harus sedapat mungkin menyikapi dan mempertimbangkan wacana eksistensi
Undang-Undang yang melindungi data dan informasi pribadi nasabah secara
nasional.
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arthesa, Ade & Handiman, Edia, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta:
PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006.
Bako, Ronny Sautma Hotma, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk
Tabungan dan Deposito Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.
Ferdian, Ruly, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau
dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Tesis S2 Fakultas Hukum,
Universitas Indonesia, Depok, 2009.
Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, Jakarta: Kencana,
2010.
Husein, Yunus, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, Jakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
Irianto, Sulistyowati dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
2004.
81
Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In
Interview dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, Tesis Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.
Manurung, Marina Yulia Herina, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk
Kepentingan Perpajakan, Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
Depok, 2008.
Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, cet. IV, Surabaya: Kencana, 2010.
Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Roscoe Pound, Cf, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures,
University of Georgia Press, Athens, 1960.
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, Jakarta: PT Grasindo,
2006.
Shofie, Yusuf, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Citra
Aditya Bakti, 2008.
Sidablok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2006.
Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2006.
82
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. I, Jakarta: Raja Grafindo, 2006.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta: UI Press, 2008.
Soemartono, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2006.
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1993.
Susilo, Leo J. & Simarmata, Karlen, Good Corporate Governance pada Bank Umum,
Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007.
Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Wignyosoebroto, Soetandyo, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan
Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).
Peraturan Perundang-undangan:
Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi
Pribadi, (Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4
September 2007), h. 4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.
83
Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan.
Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 Tentang Sistem Informasi Debitur.
Internet:
Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4
Juni 2013 dari
http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-
korban-jual-beli-data-nasabah
Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari
http://www.mail-
archieve.com/[email protected]/msg01268.html
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada
tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni
2013 dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-
2005/msg00154.html
Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013
dari http://www.putracenter.net
84
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx
Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx
klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.com-
typosquatting-atau-phishing
Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari
http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-67107,id.html
Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20
November 2013 dari
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita
Wawancara:
Wawancara Pribadi dengan Bapak Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory
and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara
Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 06 Januari 2014.
85
Wawancara Pribadi dengan Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer
Care PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 07 Januari 2014.
Wawancara pribadi dengan 5 (lima) nasabah PT. Bank Negara Indonesia(Persero)
Tbk, Jakarta, 08 Januari 2014.
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber : Wawan Setyawan
Jabatan : Compliance Regulatory and Policy Manager, divisi kepatuhan
Hari/Tanggal : Senin, 06 Januari 2014
Waktu : 16.00
Tempat : Gedung BNI 46 Jakarta Pusat, Lantai 10
1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?
Jawaban :
Konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI menganut akan
ketentuan yang terdapat di dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun Bank BNI
sendiri membuat prosedur yang jauh lebih spesifik lagi untuk menafsirkan
ketentuan yang ada di dalam PBI tersebut yaitu dengan menetapkan kebijakan
yang dikeluarkan oleh divisi kepatuhan Bank BNI dalam bentuk sistem prosedur
perihal transparansi informasi mengenai produk Bank BNI. Tetapi kebijakan
tersebut secara detail tidak boleh dijelaskan selain dengan pihak yang berwenang.
2. Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di BNI?
Jawaban :
Bentuk penerapannya itu tersalurkan di dalam bentuk-bentuk ketentuan dalam
formulir yang selalu diupdate sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
Regulasi tersebut dibuat menjadi satu bagian di dalam formulir pembukaan
rekening karena untuk menghemat biaya (cost benefit) dan karena alasan
psikologis. Karena apabila regulasi tersebut dibuat terpisah dengan formulir
pembukaan rekening, pihak Bank BNI khawatir calon nasabah akan merasa
tertekan dengan regulasi tersebut, yang akhirnya membuat si calon nasabah
tersebut tidak berani untuk membuka rekening di bank kami.
3. Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang
merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban :
Pastinya kami akan selalu menampung keluhan yang disampaikan dari setiap
nasabah. Mengenai detail alur respons Bank BNI terhadap nasabah bisa kamu
tanyakan langsung kepada Ibu Endah Kusumaningrum. Karena beliau adalah
manager customer care.
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber : Endah Kusumaningrum
Jabatan : Manager Customer Care, divisi contact center
Hari/Tanggal : Selasa, 07 Januari 2014
Waktu : 10.00
Tempat : Gedung Landmark Tower A Jakarta Pusat, Lantai 15
1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?
Jawaban :
Apa yang dijelaskan oleh pak Wawan kemarin pada dasarnya sama dengan
apa yang akan saya jelaskan.
2. Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?
Jawaban :
Pihak kami tidak langsung menerapkan apa yang menjadi ketentuan dari PBI
tersebut. Hal itu terjadi karena banyaknya pertimbangan yang
melatarbelakanginya yaitu diantaranya fleksibilitas usaha bank. Lagipula pihak
kami memikirkan efisiensi terhadap cara untuk menyampaikan ketentuan
tersebut kepada calon nasabah.
3. Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang
merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban :
Tentunya kami akan selalu menampung setiap keluhan yang disampaikan oleh
nasabah, dan kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
masalah yang nasabah alami.
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber :
Wawancara ini dilakukan dengan 5 (lima) orang nasabah PT Bank BNI
Cabang Pembantu Ciputat. Untuk menjaga kerahasiaan bank, Penulis tidak
menyebutkan identitas nasabah tersebut.
Ny. A sebagai nasabah pertama, Tn. B sebagai nasabah kedua, Ny. C sebagai
nasabah ketiga, Ny. D sebagai nasabah keempat, dan Tn. E sebagai nasabah
kelima.
Hari :
Rabu, 8 Januari 2014
Waktu :
14.00
Tempat :
Wawancara dilakukan di kantor cabang pembantu PT. Bank BNI Ciputat
Pertanyaan :
1. Apakah benar bapak/ibu nasabah di PT Bank BNI?
Ny. A : Iya betul, mas.
Tn. B : Benar.
Ny. C : Betul, mas.
Ny. D : Iya, mas.
Tn. E : Yup.
2. Jenis nasabah apakah bapak/ibu?
Ny. A : Saya nasabah yang menabung, mas.
Tn. B : Saya menabung dan juga mempunyai kartu kredit Bank BNI, mas.
Ny. C : Saya nasabah deposan.
Ny. D : Saya nasabah penyimpan, mas
Tn. E : Saya nasabah yang hanya menabung disini.
3. Apakah bapak/ibu mengetahui perihal apa itu rahasia bank?
Ny. A : Tidak, mas.
Tn. B : Wah saya pernah dengar, tetapi tidak begitu mengerti.
Ny. C : Tidak tahu, mas.
Ny. D : Saya tidak begitu paham, mas.
Tn. E : Tidak tahu, mas
4. Apakah bapak/ibu tahu data pribadi yang ibu berikan kepada Bank BNI itu
dilindungi secara hukum?
Ny. A : Wah saya tidak begitu mengerti, mas, memang iya ya?
Tn. B : Iya saya mengetahuinya, mas.
Ny. C : Tidak tahu, mas.
Ny. D : Tidak, mas.
Tn. E : Tidak.
5. Kalau saya boleh tau pada saat bapak/ibu membuka rekening tabungan di
Bank BNI. Dijelaskan tidak oleh pihak BNI mengenai perihal data pribadi
bapak/ibu sekalian dilindungi secara hukum?
Ny. A : Saya tidak mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut, mas.
Tn. B : Tidak, mas.
Ny. C : Tidak mendapatkan penjelasan sama sekali, mas.
Ny. D : Tidak, mas. Saya baru tahu dari mas aja mengenai hal ini.
Tn. E : Tidak sama sekali, mas.
6. Apakah bapak/ibu pada saat membuka rekening tabungan di Bank BNI sudah
membaca semua isi klausula-klausula yang terdapat di formulir pembukaan
rekening tabungan?
Ny. A : Tidak, mas. Hehe
Tn. B : Iya, saya membacanya. Namun tidak semuanya, mas.
Ny. C : Iya sedikit, mas.
Ny. D : Tidak, mas.
Tn. E : Saya membacanya sedikit, mas.
7. Apakah bapak/ibu bersedia apabila dihubungi pihak Bank BNI atau pihak
yang bekerja sama dengan Bank BNI perihal penawaran produk-produk
lainnya?
Ny. A : Boleh-boleh saya, mas.
Tn. B : Tidak bersedia, mas.
Ny. C : Tidak mau, mas.
Ny. D : Boleh saja tidak masalah, mas.
Tn. E : Tidak, mas.
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/6/PBI/2005
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa transparansi informasi mengenai produk bank
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good
governance pada industri perbankan dan memberdayakan
nasabah;
b. bahwa transparansi informasi mengenai produk bank
sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan pada
nasabah mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada
produk bank;
c. bahwa transparansi terhadap penggunaan data pribadi
yang disampaikan nasabah kepada bank diperlukan untuk
meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak pribadi
nasabah dalam berhubungan dengan bank;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk mengatur
transparansi informasi produk bank dan penggunaan data
pribadi nasabah dalam suatu Peraturan Bank Indonesia;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia .....
- 2 -
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3790);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud …..
- 3 -
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
termasuk kantor cabang bank asing.
2. Kantor Bank adalah kantor pusat, kantor cabang, dan kantor di bawah kantor
cabang.
3. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang
tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan
transaksi keuangan (walk-in customer).
4. Produk Bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan
atau jasa lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai
agen pemasaran.
5. Pihak Lain adalah pihak-pihak di luar Bank, termasuk namun tidak terbatas
pada pihak-pihak yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank.
6. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah
kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank.
Pasal 2
(1) Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah.
(2) Dalam menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang
meliputi:
a. transparansi informasi mengenai Produk Bank; dan
b. transparansi penggunaan Data Pribadi Nasabah;
(3) Kebijakan .....
- 4 -
(3) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
diberlakukan di seluruh Kantor Bank.
Pasal 3
Direksi Bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur
transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi
Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
BAB II
TRANSPARANSI INFORMASI
PRODUK BANK
Pasal 4
(1) Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
Nasabah secara tertulis dan atau lisan.
(3) Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan
atau tidak etis (misconduct).
Pasal 5
(1) Informasi mengenai karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi:
a. Nama Produk Bank;
b. Jenis Produk Bank;
c. Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;
d. Persyaratan …..
- 5 -
d. Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;
e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;
(2) Dalam hal Produk Bank terkait dengan penghimpunan dana, Bank wajib
memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap Produk
Bank tersebut.
Pasal 6
(1) Bank wajib memberitahukan kepada Nasabah setiap perubahan,
penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan
kepada setiap Nasabah yang sedang memanfaatkan Produk Bank paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum berlakunya perubahan, penambahan dan
atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank tersebut.
Pasal 7
Bank dilarang mencantumkan informasi dan atau keterangan mengenai
karakteristik Produk Bank yang letak dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau
tidak dapat dibaca secara jelas dan atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
Pasal 8
(1) Bank wajib menyediakan layanan informasi karakteristik Produk Bank yang
dapat diperoleh secara mudah oleh masyarakat.
(2) Penyediaan …..
- 6 -
(2) Penyediaan layanan informasi mengenai Produk Bank sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7.
BAB III
TRANSPARANSI PENGGUNAAN
DATA PRIBADI NASABAH
Pasal 9
(1) Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan
memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak
Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
(2) Dalam permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian
dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain.
Pasal 10
(1) Permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat
dilakukan oleh Bank sebelum atau setelah Nasabah melakukan transaksi
yang berkaitan dengan Produk Bank.
(2) Persetujuan Nasabah terhadap permintaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dengan penandatanganan oleh Nasabah pada formulir
khusus yang dibuat untuk keperluan tersebut.
Pasal 11 …..
- 7 -
Pasal 11
Dalam hal Bank akan menggunakan data pribadi seseorang dan atau sekelompok
orang yang diperoleh dari Pihak Lain untuk tujuan komersial, Bank wajib
memiliki jaminan tertulis dari Pihak Lain yang berisi persetujuan tertulis dari
seseorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data
pribadinya.
BAB IV
SANKSI
Pasal 12
(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 11 dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa teguran tertulis.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan
dengan komponen penilaian tingkat kesehatan Bank.
BAB V
PENUTUP
Pasal 13
Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini tidak berlaku bagi Badan Kredit
Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan
Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.
Pasal 14 …..
- 8 -
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 15
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Januari 2005 GUBERNUR BANK INDONESIA
BURHANUDDIN ABDULLAH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 16 DPNP/DPbS/DPBPR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/6/PBI/2005
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
UMUM
Pemilihan produk bank oleh nasabah seringkali lebih didasarkan pada aspek
informasi mengenai manfaat yang akan diperoleh dari produk bank tersebut. Hal
ini pada satu sisi terjadi karena pada umumnya informasi mengenai produk bank
yang disediakan bank belum menjelaskan secara berimbang manfaat, risiko
maupun biaya-biaya yang melekat pada suatu produk bank. Oleh karena itu,
tidak jarang timbul perselisihan antara bank dengan nasabah yang disebabkan
karena adanya kesenjangan informasi mengenai karakteristik produk bank yang
ditawarkan bank kepada nasabah. Akibatnya, hak-hak nasabah untuk
mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh menjadi tidak
terpenuhi. Pada sisi yang lain, kurangnya informasi yang memadai mengenai
produk bank memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan kegiatan
usaha perbankan yang dapat merugikan nasabah sehingga diperlukan adanya
transparansi informasi mengenai produk bank untuk meningkatkan good
governance di sektor perbankan.
Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih
kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian data pribadi
oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanpa
izin .....
- 2 -
izin nasabah. Oleh karena itu, transparansi penggunaan data pribadi nasabah
perlu dilakukan agar hak-hak nasabah tetap terlindungi.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, maka transparansi informasi
mengenai produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah menjadi suatu
kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kredibilitas lembaga
perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna
jasa perbankan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
ayat (1)
Informasi tertulis antara lain dalam bentuk leaflet, brosur, atau
bentuk …..
- 3 -
bentuk tertulis lainnya.
ayat (2)
Informasi secara lisan kepada Nasabah dapat dilakukan dengan
menjelaskan ringkasan karakteristik Produk Bank, dengan tetap
memperhatikan kelengkapan informasi yang disampaikan.
ayat (3)
Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenar-benarnya
mengenai Produk Bank yang akan dimanfaatkan Nasabah dengan
memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum.
Pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead) apabila Bank
memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya
menyebutkan produk reksadana sebagai deposito.
Pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct) antara lain
apabila memberikan penilaian negatif terhadap Produk Bank lain.
Pasal 5
ayat (1)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Jenis Produk Bank mengacu kepada kegiatan usaha Bank
sebagaimana tercantum dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku seperti giro, tabungan, deposito, dan
kredit/pembiayaan.
huruf c
Bank menjelaskan secara terinci setiap manfaat yang dapat
diperoleh Nasabah dari suatu Produk Bank dan potensi risiko
yang …..
- 4 -
yang dihadapi oleh Nasabah dalam masa penggunaan Produk
Bank.
huruf d
Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank mencakup
antara lain dokumen yang diperlukan, mekanisme dan
prosedur transaksi yang berkaitan dengan Produk Bank.
huruf e
Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank antara lain biaya
administrasi, provisi, atau penalti.
huruf f
Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha secara
konvensional, informasi yang disampaikan mencakup metode
perhitungan bunga untuk Produk Bank baik untuk Produk
Bank yang terkait dengan penghimpunan maupun penyaluran
dana.
Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, informasi yang disampaikan mencakup
metode perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang
berupa penghimpunan dana, dan metode perhitungan margin
keuntungan serta perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank
yang berupa penyaluran dana.
huruf g
Informasi mengenai jangka waktu mencakup perpanjangan
dan penghentian jangka waktu dan atau manfaat Produk Bank
sebelum jatuh tempo.
huruf h .....
- 5 -
huruf h
Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain
mencakup keterangan mengenai siapa penerbitnya (Bank atau
lembaga keuangan bukan bank), hubungan hukum antara
penerbit dengan Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
ayat (2)
Informasi mengenai program penjaminan antara lain mengenai
kejelasan apakah Produk Bank tersebut termasuk dalam program
penjaminan.
Pasal 6
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Untuk Produk Bank tertentu yang frekuensi perubahan
karakteristiknya relatif tinggi, seperti perubahan suku bunga
tabungan, pemberitahuan dapat dilakukan melalui pengumuman di
Kantor Bank dan atau media lain yang mudah diakses oleh Nasabah.
Pasal 7
Penempatan tulisan, bentuk huruf, dan warna tulisan dalam penjelasan
karakteristik Produk Bank disajikan secara proporsional dan wajar sehingga
mudah dibaca.
Kalimat yang digunakan dalam menjelaskan Produk Bank disajikan secara
singkat dan jelas sehingga mudah dimengerti.
Pasal 8 …..
- 6 -
Pasal 8
ayat (1)
Layanan informasi dapat berupa publikasi tertulis di setiap Kantor
Bank dan atau dalam bentuk informasi secara elektronis yang
disediakan melalui hotline service / call center atau website.
ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
ayat (1)
Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah pengunaan Data
Pribadi Nasabah oleh Pihak Lain untuk memperoleh keuntungan.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya di bidang
informasi debitur.
ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Klausula permintaan persetujuan bersifat opt-in, yaitu Bank dilarang
melakukan hal-hal yang menjadi tujuan pencantuman klausula
tersebut, sebelum Nasabah memberikan persetujuan.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12 …..
- 7 -
Pasal 12
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Perhitungan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan Bank
dilakukan pada aspek manajemen.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4475
- 8 -