34
ANALISIS CURAH HUJAN DIURNAL INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT TRMM DIENI FITRIANI GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

ANALISIS CURAH HUJAN DIURNAL INDONESIA MENGGUNAKAN DATA ... · Analisis Curah hujan Diurnal Indonesia dengan Menggunakan Data Satelit TRMM dapat diselesaikan. ... Walaupun demikian,

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS CURAH HUJAN DIURNAL INDONESIA

MENGGUNAKAN DATA SATELIT TRMM

DIENI FITRIANI

GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Curah Hujan

Diurnal Indonesia Menggunakan Data Satelit TRMM adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Dieni Fitriani NIM G24090065

ABSTRAK

DIENI FITRIANI. Analisis Curah Hujan Diurnal Indonesia Menggunakan Data

Satelit TRMM. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT dan SOBRI EFFENDY.

Pengamatan curah hujan diurnal dengan menggunakan data TRMM di

Indonesia pada tahun 2002 dan 2006 menunjukkan hasil bahwa variasi diurnal

curah hujan, yang mana pada wilayah daratan kejadian evening rain (pukul

12LT-21LT) yang lebih tinggi daripada morning rain (00LT-09LT) dan

sebaliknya pada wilayah perairan. Kejadian morning rain cenderung lebih tinggi

dibanding evening rain. Terlihat adanya pergerakan curah hujan dari perairan ke

daratan. Curah hujan bergerak ke arah daratan yang lebih cepat mengalami

pemanasan pada siang hari dan akan bergerak ke wilayah perairan pada malam

hari. Analisis variasi curah hujan diurnal Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak dan

Gorontalo pada tahun 2002 memiliki puncak curah hujan wilayah yang berbeda.

Selanjutnya pengamatan kasus banjir Jakarta pada periode 27 Januari

sampai 1 Februari 2002 menunjukkan bahwa banjir yang terjadi pada wilayah

Jakarta disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi yang terjadi pada 27

Januari 2002 pukul 18LT yang diamati melalui data TRMM dan GMS-5.

Kata kunci: banjir, curah hujan diurnal, GMS-5, Jakarta, TRMM

ABSTRACT

DIENI FITRIANI. Diurnal Rainfall Analysis over Indonesia Using TRMM

Satellite Data. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and SOBRI EFFENDY.

Diurnal rainfall observation using TRMM data that had been conducted in

Indonesia on 2002 and 2006 showed that diurnal rainfall variation existence where

evening rain (12LT-21LT) is higher than morning rain (00LT-09LT) on a land

area. Morning rain on sea tends to be higher than the evening rain. In addition,

observation also proved that there is rainfall movement from inland to sea area.

Rainfall devolves into inland area which heaten up faster during the day and

return to sea area during the night. Analysis of diurnal rainfall variation on Bogor,

Jakarta, Jambi, Pontianak and Gorontalo during 2002 indicated all different

regional rainfall peak from each other.

Furthermore, Jakarta flood case observation during January 27th 2002

until February 1st 2002 period reffered that flood events on Jakarta were caused

by high rainfall intensity on January 27 th 2002 at 18LT observed by TRMM data

and GMS-5 data.

Keywords: diurnal rainfall, flood, GMS-5, Jakarta, TRMM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

ANALISIS CURAH HUJAN DIURNAL INDONESIA

MENGGUNAKAN DATA SATELIT TRMM

DIENI FITRIANI

GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Analisis Curah Hujan Diurnal Indonesia Menggunakan Data

TRMM

Nama : Dieni Fitriani

NIM : G24090065

Disetujui oleh

Dr Rahmat Hidayat

Pembimbing I

Dr Ir Sobri Effendy, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas berkah, rahmat serta

hidayahnya yang tercurah begitu besar sehingga karya ilmiah dengan judul

Analisis Curah hujan Diurnal Indonesia dengan Menggunakan Data Satelit

TRMM dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorolgi, Fakultas

MIPA, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya juga penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah membantu dalam

proses penyusunan penelitian sampai penulisan karya ilmiah ini, yaitu:

1. Orang tua dan adik penulis yang selalu menyemangati penulis dalam

melaksanakan penelitian ini.

2. Dr. Rahmat Hidayat, M.Sc. selaku pembimbing pertama yang selalu

memberikan saran dan kritik sehingga penelitian yang saya kerjakan

dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat.

3. Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si. selaku pembimbing kedua yang bersedia

memberi pesan dan nasihatnya dalam penelitian yang penulis lakukan.

4. Seluruh Dosen dan staf departemen Geofisika dan Meteorologi yang

mendukung kelancaran dalam proses belajar hingga penelitian.

5. Bang Ghulam selaku staf BMKG Jakarta dan Pak Pradah selaku staf

Kementerian PU Jakarta. Terima kasih atas bantuannya dalam

pengumpulan data.

6. Mbak Dini selaku Staf Lapan Pekayon yang telah memberikan banyak

ilmu dan bersabar dalam memberikan tutorial penggunaan beberapa

perangkat lunak dalam penelitian ini

7. Teman berbagi keluh kesah penulis selama masa perkuliahan: Noya,

Sunte, Nowa, Ian, Ocha, Icha, Alin, Dissa, Dodik.

8. Semua teman-teman GFM 46, terima kasih atas dukungan dan bantuan

kalian selama ini.

9. Adi, Pipit, Haikal, Ryco, dan semua adik-adik GFM 47 yang selama ini

turut mendoakan.

10. Semua teman-teman Bigreds Bogor dan Agrireds IPB, terima kasih atas

kebersamaan dan kekompakannya baik di musim EPL maupun di musim

piala dunia. Semoga uji coba musim depan LFC kembali ke Indonesia.

11. Reva dan Zahra atas persahabatan yang tidak mengenal ruang dan

waktu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis

berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik sekarang atau di kemudian hari.

Bogor, Juni 2014

Dieni Fitriani

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Variasi Regional Curah Hujan Indonesia 6

Variasi Diurnal Curah Hujan saat Musim Hujan dan Kemarau Indonesia 8

Variasi Diurnal Curah Hujan Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak, Gorontalo dan

Gunung Mas 12

Studi Kasus Banjir Jakarta 27 Januari - 1 Februari 2002 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 24

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pergerakan curah hujan secara horizontal di wilayah Sumatera 2

2 Diagram alir penelitian 6 3 Variasi regional curah hujan Indonesia 7

4 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim hujan tahun 2002 8 5 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim hujan tahun 2006 9

6 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim kemarau tahun 2002 11 7 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim kemarau tahun 2006 11

8 Lokasi wilayah yang dilakukan pengamatan variasi diurnal curah hujan 12

9 Variasi curah hujan diurnal Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak,

Gorontalo dan Gunung Mas tahun 2002 13 10 Variasi curah hujan diurnal Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak,

Gorontalo dan Gunung Mas tahun 2006 14 11 Pergerakan curah hujan tanggal 27 Januari sampai 1 Februari 2002 16

12 Pergerakan awan pada Pulau Jawa tanggal 27 Januari sampai 1 Februari

2002 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pergerakan curah hujan pertiga jam tanggal 27 Januari sampai 1

Februari 2002 20

2 Pergerakan awan di wilayah Asia tenggara 23

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rotasi bumi merupakan penyebab terjadinya pergantian siang dan malam di

suatu tempat yang mengakibatkan terjadinya cuaca periode 24 jam atau siklus

diurnal (Handoko 1994). Yang & Smith (2006) menyatakan daerah daratan

menerima curah hujan lebih banyak pada siang hari daripada malam hari dengan

rentang waktu sekitar pukul 15 local time (LT) sampai 18LT sedangkan wilayah

lautan menerima hujan lebih banyak pada waktu LE-EM (late evening-early

morning), yakni pada pukul 03LT-09LT. Yang & Slingo (2000) memaparkan

bahwa pada siang hari permukaan daratan akan mengalami kenaikan suhu dan

kelembaban yang memicu terjadinya konveksi, dengan demikian curah hujan

maksimum akan terjadi pada malam hari. Sebaliknya, pendinginan permukaan

daratan pada malam hari akan menekan terjadinya konveksi sehingga pada dini

hari terjadi curah hujan minimum. Walaupun demikian, siklus diurnal pada suatu

wilayah juga sangat tergantung oleh faktor orografi lokal.

Mori et al. (2004), menyatakan bahwa curah hujan pada pulau Sumatera

dan Kalimantan lebih banyak terjadi pada malam hari sedangkan pada wilayah

yang berada lebih dekat dengan lautan akan lebih banyak menerima hujan pada

pagi hari. Mereka menunjukkan adanya perbedaan distribusi curah hujan. Di

wilayah daratan curah hujan tertinggi terjadi pada pukul 18LT sedangkan di

wilayah pantai curah hujan maksimum akan dicapai pada dini hari, sekitar pukul

03LT dan di wilayah lautan curah hujan akan lebih banyak terjadi pada pagi hari,

sekitar pukul 09LT.

Gambar 1 menunjukkan Provinsi Sumatera Barat yang ditinjau secara

vertikal sebagaimana diilustrasikan Mori et al. (2004). Mereka menunjukkan

peristiwa perpindahan curah hujan dari lautan ke daratan. Huruf “W”

menunjukkan arah datangnya angin barat yang berhembus dari ketinggian

dibawah 8 km sedangkan angin timur yang ditandai huruf “E” berhembus dari

ketinggian diatas 8 km.

Angin laut yang ditandai huruf “S” mengakibatkan hujan di daratan terjadi

pada siang hari. Pada wilayah Tabing, puncak curah hujan terjadi sekitar pukul

10LT-13LT. Konveksi terjadi ketika angin laut pada siang hari berhembus hingga

kawasan gunung yang terletak di sepanjang pantai barat Sumatera Barat. Peristiwa

tersebut memicu terjadinya perkembangan awan pada ketinggian 1-1.5km pada

pukul 10LT-16LT dan mengakibatkan puncak curah hujan lokal bergerak ke

wilayah daratan hingga malam hari. Proses konveksi yang terjadi karena

konvergensi ditandai dengan huruf “C” dan “-C”. Pada pukul 19LT, konvergensi

lokal antara angin barat dan angin darat terjadi ditandai dengan huruf “W” dan “L”

di kaki gunung sebelah barat. Konvergensi pada pukul 22LT-01LT

mengakibatkan hujan yang bergerak ke wilayah perairan hingga pukul 07LT.

Wu et al. (2009) memaparkan dalam pengamatan curah hujan di bagian

barat pulau Sumatera dimana pada wilayah perairan curah hujan yang besar terjadi

pada malam hari. Melalui pengamatannya dengan data Tropical Rainfall

Measurement Mission (TRMM), terlihat bahwa pada curah hujan di wilayah

2

daratan paling banyak terjadi pada pukul 14LT-20LT kemudian pada pukul 20LT-

08LT curah hujan tinggi lebih banyak terjadi di wilayah perairan.

Dewasa ini pengamatan spasial curah hujan dapat dilakukan dengan

menggunakan data yang dihasilkan oleh satelit TRMM. Satelit TRMM pertama

kali diluncurkan pada 27 November 1997 dengan ketinggian 350 km, namun pada

tahun 2001, ketinggian satelit ini mengalami perubahan yakni pada 403 km.

TRMM memiliki resolusi temporal dan spasial yang baik. Data yang disediakan

mulai dari 1 Januari 1998 hingga data terkini, pada data 3B42 memiliki resolusi

temporal tiga jam. Resolusi spasial data sebesar 0,25˚x0,25˚ atau sekitar 27 km x

27 km. Area yang dapat diamati menggunakan TRMM mulai dari 50˚ LU-50˚ LS

dan 180˚ BB- 180˚ BT (NASA 2013). Oleh karena itu, data TRMM memiliki

Gambar 1 Ilustrasi pergerakan curah hujan diurnal secara horizontal di

wilayah Sumatera (sumber: Mori 2004)

3

resolusi secara temporal maupun spasial yang baik untuk pengamatan curah hujan

diurnal Indonesia.

Analisis siklus curah hujan harian penting dilakukan untuk menghindari

kerugian yang disebabkan oleh ekstremnya curah hujan harian seperti banjir. Hasil

analisis dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam

mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Contohnya, kasus banjir Jakarta pada

tanggal 27 Januari - 1 Februari 2002, hampir seluruh wilayah Jakarta digenangi

banjir yang disebabkan tingginya curah hujan di Jakarta dan wilayah

penyangganya. Banjir setinggi lima meter mengakibatkan 381.266 penduduk

harus mengungsi (Nugroho 2002). Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010) memaparkan

bahwa ketika curah hujan di wilayah Jakarta tinggi maka banjir akan terjadi.

Sebaliknya saat musim kemarau atau kering, air di Jakarta menjadi komoditas

yang langka dan tinggi permukaan air di sungai-sungai akan mengalami

penurunan yang signifikan. Sebagai tindak lanjut, hasil analisis curah hujan

harian dapat digunakan sebagai pertimbangan tata wilayah.

Tujuan Penelitian

Mengkaji variasi diurnal curah hujan di Indonesia pada musim kemarau dan

musim hujan dengan data TRMM serta menganalisis variasi curah hujan dan

kondisi keawanan pada kasus banjir Jakarta tahun 2002.

METODE

Bahan

1. Data TRMM 3B42 versi 7 periode tahun 2002 dan 2006 setiap tiga jam.

Format data berupa .bin atau binary file dengan resolusi spasial 0.25˚x0.25˚.

Area yang dapat diamati TRMM mulai dari 50˚ LU - 50˚ LS dan 180˚ BB -

180˚ BT. (Sumber: mengunduh dari ftp://trmmopen.gsfc.nasa.gov)

2. Data pengamatan keawanan satelit GMS-5 periode 27 Januari - 1 Februari

2002. Data tersedia setiap jam dengan resolusi spasial 5 km. (Sumber:

mengunduh dari http://weather.is.kochi-u.ac.jp/sat/gms.sea/)

Alat

Seperangkat komputer dengan aplikasi ENVI, ER Mapper, Arc Map dan

Microsoft Office.

4

Prosedur Analisis Data

Penggabungan Data Curah Hujan Perbulan Data TRMM yang telah diunduh terdiri atas 8 jam data setiap harinya,

yaitu pukul 00LT, 03LT, 06LT, 09LT, 12LT, 15LT, 18LT dan 21LT. Data

tersebut digabung menggunakan perangkat lunak ENVI dengan cara

menjumlahkan data pada jam dan bulan yang sama dengan rumus berikut:

Rumus penjumlahan tersebut menggabungkan data curah hujan dari data

pertama (b1) hingga data terakhir (bn). Bulan Januari terdiri dari 31 hari maka

penjumlahan data dimulai dari data hari pertama hingga hari ke-31. Begitupun

pada pukul 00LT, 03LT, 06LT, 09LT, 12LT, 15LT, 18LT dan 21LT, data

dijumlahkan dengan rumus yang sama dari hari pertama hingga hari ke-31.

Setelah digabung, file disimpan dalam format ER Mapper untuk melanjutkan ke

tahap pengolahan selanjutnya.

Komposit Data Curah Hujan Musim Hujan dan Musim Kemarau Pada pengamatan, musim hujan dipilih bulan Oktober sampai Maret dan

musim kemarau dipilih bulan April sampai September. Langkah pertama untuk

mendapatkan komposit curah hujan musim kemarau dan musim hujan adalah

dengan mengakumulasikan curah hujan dengan cara menjumlahkan data curah

hujan yang telah digabungkan pada tahap pertama sesuai dengan jam dan

musimnya dengan menggunakan ENVI. Misalnya, untuk mengakumulasikan

curah hujan pada musim hujan pukul 00 dilakukan dengan rumus berikut:

Rumus tersebut menjumlahkan data curah hujan pukul 00LT bulan

Oktober ( ), November ( ), Desember ( ), Januari ( ), Februari ( ) dan

Maret ( ). Setelah mendapatkan akumulasi curah hujan, file disimpan dengan

format ER Mapper.

Komposit curah hujan diperoleh dengan membagi hasil akumulasi curah

hujan tiap musim dengan jumlah hari pada musim tersebut. Contohnya, komposit

curah hujan di musim hujan pukul 00LT diperoleh dengan membuka file

akumulasi curah hujan musim hujan dan dilakukan penghitungan dengan rumus

sebagai berikut:

Pada rumus tersebut menunjukkan akumulasi curah hujan musim hujan

pukul 00LT sedangkan 182 merupakan jumlah hari pada musim hujan dari bulan

Oktober sampai Maret. Proses tersebut dilakukan pada musim hujan dan musim

kemarau sehingga diperoleh komposit curah hujan diurnal pada kedua musim

tersebut.

Variasi Regional Curah Hujan Tahunan Indonesia Penghitungan variasi regional curah hujan dilakukan dengan cara

menggabungkan data evening (data pukul 12LT, 15LT, 18LT dan 21LT) serta

menggabungkan data morning (data pukul 00LT, 03LT, 06LT dan 09LT) dengan

menggunakan ER Mapper. Langkah selanjutnya, data evening digabung dengan

data morning. File gabungan evening dan morning dibuka kembali dan

5

dimasukkan rumus pengurangan sehingga didapat hasil nilai selisih evening rain

dan morning rain.

Peta Komposit Curah Hujan Diurnal Indonesia dan Peta Variasi Regional

Curah Hujan Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi Arc Map 10.

Data curah hujan yang telah dikomposit dan data variasi regional curah hujan

tahunan dibuka dan diatur nilai serta warna skala curah hujan yang akan

ditampilkan. Selain skala, layout peta dan kelengkapan lain seperti judul, arah

mata angin dan legenda dapat diatur sehingga didapat tampilan peta yang

diinginkan. Setelah itu peta dapat diekspor kedalam format .jpg maupun .png.

Ekstrak Data Curah Hujan Enam Titik Wilayah Data TRMM yang telah digabung perbulan tidak hanya dapat menghasilkan

tampilan spasial, data ini dapat menghasilkan nilai curah hujan titik pada suatu

wilayah. Sebelumnya titik koordinat daerah yang akan diekstrak harus telah

diketahui terlebih dahulu. Setelah diketahui titik koordinatnya, proses

pengekstrakan data dapat dilakukukan dengan pada ER Mapper. Nilai curah hujan

yang diperoleh melalui tahapan ini akan disimpan pada direktori yang diinginkan

dengan format .txt.

Curah Hujan Diurnal Tanggal 27 Januari - 1 Februari 2002

Pada tahap ini, data TRMM tanggal 27 Januari - 1 Februari 2002

pada jam 00LT, 03LT, 06LT, 09LT, 12LT, 15LT, 18LT dan 21LT dibuka satu

persatu dengan aplikasi ENVI dan disimpan dengan format ER Mapper tanpa

digabungkan. Setelah itu data tersebut ditampilkan sebagai peta curah hujan

diurnal dengan menggunakan Arc Map 10. Peta yang telah didapat dari TRMM

kemudian dibandingkan dengan data pengamatan keawanan GMS-5 yang telah

diunduh.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi Regional Curah Hujan Indonesia

Hasil pengamatan variasi regional curah hujan Indonesia ditunjukkan pada

Gambar 3. Sesuai dengan letak geografisnya, Gambar 3 menampilkan wilayah

Indonesia yang terbentang dari 7˚ 20’ LU sampai 14˚ LS dan 92˚ BT sampai 141˚

BT (Tjasyono 2008). Gambar 3a merupakan variasi regional curah hujan tahun

2002 sedangkan Gambar 3b merupakan variasi regional curah hujan pada tahun

2006.

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Analisis

Data TRMM

3B42

2002&2006

ENVI

ER Mapper

CH 27 Jan-1

Feb 2002

Komposit

Musiman

Variasi

Regional CH

Ekstrak CH

ArcMap

Peta CH 27

Jan-1 Feb 2002

Peta Komposit

Musiman

Peta Variasi

Regional CH

Data GMS-5 27

Jan-1feb 2002

7

Curah hujan yang terjadi pada pukul 12LT-21LT disebut evening rain

sedangkan curah hujan yang terjadi pada pukul 00LT-09LT disebut morning rain.

Skala curah hujan berkisar antara -2000 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun, nilai

skala tersebut didapat dari nilai selisih curah hujan yang terjadi pada waktu

evening dengan curah hujan yang terjadi pada waktu morning, jika nilainya positif

maka curah hujan yang terjadi pada waktu evening lebih besar dari curah hujan di

waktu morning. Sebaliknya jika nilainya negatif maka morning rain lebih besar

daripada evening rain.

Gambar 3 menunjukkan evening rain terjadi lebih dominan di wilayah

tersebut yang ditunjukkan oleh warna merah (skala positif), sedangkan warna biru

(skala negatif) menunjukkan kejadian morning rain lebih dominan dan warna

putih menunjukkan bahwa besarnya evening rain sama dengan besarnya morning

rain.

Secara umum, terlihat bahwa evening rain memiliki sebaran yang relatif

lebih luas daripada morning rain. Gambar 3a menunjukkan evening rain terjadi di

wilayah daratan seperti pada pulau Sumatera dan Kalimantan. Evening rain juga

terjadi di sebagian kecil Pulau Jawa, Samudera Hindia, Selat Malaka, sekitar lepas

pantai Sulawesi Tengah dan Sulawesi barat serta perairan sekitar Papua.

Sementara morning rain terjadi di wilayah perairan utara Pulau Kalimantan, Selat

Malaka dan Samudera Hindia.

Gambar 3b juga menunjukkan evening rain memiliki sebaran yang lebih

luas daripada morning rain. Evening rain dengan intensitas terbesar terjadi di

daratan pulau Kalimantan, Sumatera, perairan Papua, Samudera Hindia serta

perairan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Morning rain pada 2006

berkurang, hal tersebut terlihat pada Gambar 3, intensitas hujan pada tahun 2006

yang bernilai negatif sebarannya berkurang jika dibandingkan dengan sebaran

intensitas curah hujan yang bernilai negatif pada peta tahun 2002.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wu (2009), curah hujan

terjadi pada pukul 09LT, 17LT, 21LT dan 01LT di wilayah Sumatera. Sementara

curah hujan pada pukul 09LT terjadi di wilayah lautan. Pada pukul 17LT curah

hujan terjadi di wilayah pegunungan dan pada pukul 21LT dan 01LT, curah hujan

(a) (b)

Gambar 3 Variasi regional curah hujan Indonesia

8

di wilayah daratan berkurang kemudian curah hujan besar mulai terjadi di wilayah

sekitar perairan barat Sumatera. Berdasarkan hasil tersebut, maka evening rain

lebih dominan terjadi di wilayah daratan sedangkan morning rain lebih dominan

terjadi di lautan.

Lebih lanjut, Mori (2005) menyatakan variasi regional terjadi karena adanya

perpindahan puncak curah hujan dari tepi pantai ke wilayah daratan pada waktu

siang dan perpindahan puncak curah hujan yang terjadi ke arah lepas pantai saat

malam hari.

Variasi Diurnal Curah Hujan saat Musim Hujan dan Kemarau Indonesia

Pengamatan dilakukan dengan membagi menjadi dua musim yaitu musim

hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi dari bulan Oktober sampai Maret

dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September.

Musim Hujan (Oktober-Maret)

Gambar 4 menunjukkan pada pukul 00LT di musim hujan tahun 2002,

curah hujan terjadi di sebagian besar di wilayah perairan Samudera Hindia, Selat

Malaka, Laut Jawa, perairan utara Kalimantan, perairan utara Papua dan selatan

Papua. Curah hujan terbesar terjadi pada wilayah perairan yang berdekatan

dengan daratan. Di wilayah selatan Sumatera, curah hujan mencapai 2.5 mm/jam

sedangkan pada wilayah perairan yang terletak jauh dari daratan curah hujannya

berkisar antara 0.5-2 mm/jam.

Pada pukul 03LT, wilayah terjadinya curah hujan masih sama seperti curah

hujan yang terjadi pada pukul 00LT, tetapi wilayah dengan intesitas hujan

tertinggi bergerak menjauhi wilayah daratan. Wilayah sebaran terjadinya hujan

berkurang jika dibandingkan dengan pukul 00LT. Curah hujan dengan intensitas

Gambar 4 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim hujan tahun 2002

9

2.5 mm/jam masih terjadi di beberapa wilayah seperti perairan selatan Sumatera,

perairan utara Kalimantan dan Laut Jawa.

Lebih lanjut, curah hujan terjadi di wilayah pesisir pulau pada pukul 06LT.

Namun curah hujan yang memasuki wilayah tepi daratan sebagian masih dalam

intensitas yang rendah. Curah hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam telah

memasuki beberapa wilayah Jawa dan Kalimantan.

Pada pukul 09LT, sebaran curah hujan di wilayah daratan mulai meluas dan

intensitasnya meningkat di wilayah tepi Kalimantan dan Sumatera. Curah hujan

terjadi secara merata di wilayah Jawa, Sulawesi dan Papua. Jika dibandingkan

dengan pukul 06LT, cakupan wilayah terjadinya hujan pada pukul 09L

sebarannya lebih luas di wilayah daratan. Wilayah Jawa dan wilayah pantai

Kalimantan terdapat curah hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam.

Perluasan curah hujan ke wilayah daratan juga terjadi pada pukul 12LT.

Wilayah Kalimantan dan Sumatera didominasi oleh curah hujan dengan intensitas

2.5 mm/jam. Pada pukul 15LT, curah hujan di pulau jawa berkurang hingga 0.5

mm/jam dan curah hujan bergerak ke wilayah perairan. Pergerakan hujan terlihat

pada wilayah Samudera Hindia dan Laut Jawa.

Pada pukul 18LT, curah hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam di Sumatera

bergerak ke arah perairan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Curah hujan di

Jawa pun bergerak ke arah perairan Laut Jawa dan Samudera Hindia. Walaupun

demikian curah hujan dengan intensutas 2.5 mm/jam masih terjadi pada

Kalimantan. Pada pukul 21LT, curah hujan yang besar masih terjadi di bagian

tengah Kalimantan dan secara keseluruhan curah hujan berada di wilayah perairan.

Pola pergerakan curah hujan pada musim hujan tahun 2002 juga terjadi

pada musim hujan tahun 2006. Gambar 5 menunjukkan pergerakan curah hujan

yang umumnya akan berangsur-angsur memasuki wilayah daratan pada pagi hari

Gambar 5 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim hujan tahun

2006

10

dan memasuki wilayah perairan pada malam hari untuk sebagian besar pulau

kecuali Kalimantan.

Pada pukul 00LT, curah hujan berada di wilayah perairan dan memiliki

rentang antara 0-2.5 mm/jam. Wilayah dengan intensitas hujan tertinggi berada di

perairan barat Sumatera dan perairan utara Kalimantan. Pada pukul 03LT,

intensitas curah hujan pada secara keseluruhan wilayah berkurang. Pada pukul

06LT, curah hujan sudah memasuki wilayah pulau. Intensitas curah hujan yang

dominan terjadi adalah 0.5 mm/jam.

Pukul 09LT dan pukul 12LT, curah hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam

memasuki wilayah pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua.

Selanjutnya, pada pukul 15LT curah hujan kembali bergerak ke arah sekitar

perairan dan pantai. Namun bagian tengah pulau Kalimantan masih mengalami

curah hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam. Pada pukul 18LT, curah hujan dengan

intensitas 2.5 mm/jam hanya terjadi di beberapa wilayah Sumatera, Kalimantan

dan Papua. Sebagian besar curah hujan sudah bergerak dan memasuki wilayah

perairan. Pada pukul 21LT beberapa wilayah daratan masih mengalami hujan,

namun curah hujan sudah terkonsentrasi pada wilayah perairan.

Hasil pengamatan sesuai dengan paparan Johnson (2011) bahwa umumnya

curah hujan maksimum terjadi di wilayah daratan pada sore hari. Hal tersebut

disebabkan oleh pemanasan permukaan oleh radiasi matahari dan curah hujan

minimum terjadi di malam harinya pada wilayah lautan.

Wu et al. (2009) memaparkan bahwa curah hujan yang terjadi pada wilayah

laut sekitar Sumatera pada malam hari dipengaruhi oleh topografi wilayahnya

yang lebih tinggi dan adanya dorongan panas dan konveksi dari sirkulasi lokal

dan perubahan diurnal pada stabilitas atmosfer di daerah lepas pantai.

Musim Kemarau (April-September)

Secara umum, pola curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau

memiliki kemiripan yakni curah hujan akan bergerak ke arah pesisir hingga

daratan saat terjadi pemanasan matahari dan akan kembali menuju perairan saat

pemanasan tersebut berkurang. Namun pada musim kemarau intensitas hujan di

Indonesia mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan curah

hujan yang terjadi pada musim hujan.

Gambar 6 menunjukkan curah hujan Indonesia pada musim kemarau tahun

2002. Pada pukul 00LT curah hujan dominan terjadi di wilayah perairan. Curah

hujan dengan intensitas 2.5 mm/jam terjadi di perairan selatan dan utara

Sumatera dan beberapa wilayah perairan Papua sedangkan curah hujan di perairan

lainnya berkisar antara 0-2 mm/jam. Pada pukul 03LT, curah hujan menjauhi

wilayah daratan dan intensitasnya mulai berkurang. Memasuki pukul 06LT, curah

hujan memasuki wilayah daratan sedangkan pada pukul 09LT, curah hujan

dengan intensitas 2.5 mm/jam memasuki Kalimantan, Sumatera, beberapa wilayah

Jawa dan Papua.

Intensitas curah hujan yang terjadi pada pukul 12LT tidak jauh berbeda,

hanya saja sebagian besar curah hujan pada perairan sudah banyak berpindah ke

daratan. Curah hujan pukul 15LT mulai berkurang dari wilayah daratan, bahkan

Pulau Jawa hampir tidak mengalami hujan sedangkan wilayah Papua masih

mengalami curah hujan dengan intensitas besar, yaitu 2.5 mm/jam. Menjelang

11

malam pada pukul 18LT dan 21LT, curah hujan mulai berangsur-angsur bergerak

dari wilayah daratan ke wilayah perairan.

Pergerakan curah hujan pada tahun 2006 yang terlihat pada Gambar 7

mengalami hal yang mirip yakni curah hujan wilayah dan intensitasnya mengecil

jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di musim hujan. Bahkan wilayah

selatan Indonesia sepeti Pulau Jawa hampir tidak terjadi hujan. Intensitas dan

luasan hujan terbesar yang terjadi pada Pulau Jawa hanya terjadi pada pukul 09LT

dan pukul 12LT saja.

Gambar 6 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim kemarau tahun

2002

Gambar 7 Peta komposit curah hujan Indonesia pada musim kemarau tahun

2006

12

Perbedaan intensitas curah hujan di Indonesia pada musim hujan dan musim

kemarau yang ditunjukkan Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7

disebabkan oleh adanya angin muson. Angin muson disebabkan oleh perbedaan

kapasitas kalor antara lautan dan daratan. Permukaan laut merefleksikan radiasi

matahari lebih besar dari daratan dan radiasi matahari dapat masuk dalam air

dengan bantuan arus lautan. Berbeda dengan panas pada wilayah daratan yang

hanya bisa menembus beberapa centimeter. Perbedaan tersebut mengakibatkan

lautan mengalami pemanasan dengan lambat saat adanya radiasi matahari namun

juga akan mendingin dengan perlahan saat radiasi matahari tidak ada, sedangkan

wilayah daratan cepat memanas dan juga cepat melepaskan panas. Muson

Indonesia merupakan bagian dari Muson timur dan tenggara Asia (Tjasyono

2008).

Lebih lanjut, Tukidi (2010) menjelaskan muson merupakan angin yang

bertiup sepanjang tahun dan berganti arah dua kali dalam setahun. Secara umum,

hal tersebut menyebabkan pada setengah tahun pertama akan terjadi angin yang

bertiup dari daratan yang kering dan setengah tahun berikutnya angin akan bertiup

dari lautan yang basah. Musim hujan terjadi saat matahari terletak di bagian bumi

selatan yang menyebabkan Australia akan mendapatkan pemanasan yang lebih

banyak daripada Asia sehingga terjadi angin muson barat yang bertiup dari pusat

tekanan tinggi di Asia ke Australia. Oleh karena itu terjadilah musim hujan.

Sebaliknya ketika matahari berada di bumi bagian utara maka Australia akan

mengalami tekanan yang lebih tinggi yang akan menyebabkan angin muson timur

yang menyebabkan musim kemarau.

Variasi Diurnal Curah Hujan Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak, Gorontalo

dan Gunung Mas

Untuk melihat lebih detail pola distribusi curah hujannya, variasi curah

hujan diurnal diamati pada enam wilayah. Enam wilayah yang diamati adalah

Bogor, Jakarta, Jambi, Gorontalo, Pontianak dan Gunung Mas. Pengamatan

dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata curah hujan harian tiap wilayah

sehingga perbedaan puncak maksimal curah hujan hariannya dan curah hujan

minimumnya dapat dianalisis.

Gambar 8 Lokasi wilayah yang dilakukan pengamatan variasi diurnal curah hujan

13

Gambar 8 menunjukkan titik pengamatan yang ditandai dengan huruf. Titik

A adalah wilayah Jakarta, titik B adalah Bogor, titik C adalah Jambi, titik D

adalah Pontianak, titik E adalah Gorontalo dan titik F adalah Gunung Mas.

Secara geografis, Bogor terletak pada 6˚25’40” LS dan 106˚47’40” BT.

Ketinggian Bogor berkisar antara 215-250 mdpl dengan kemiringan 3-15%. Kota

Bogor memiliki suhu terendah 21.8˚C dan suhu tertinggi 30.4˚C. Curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari. Curah hujan bulanan berkisar

antara 250-330 mm (Permatasari 2012). Pada tahun 2002, puncak curah hujan

pada pukul 12LT sedangkan curah hujan minimum terjadi pada pukul 00LT.

Tahun 2006, puncak curah hujan terjadi pada 09LT dan curah hujan minimum

terjadi pada pukul 03LT. Pengamatan curah hujan diurnal yang telah dilakukan

pada musim hujan (Gambar 4 dan Gambar 5), wilayah Bogor dimasuki curah

hujan pada pukul 06LT dan mengalami puncak curah hujan pada pukul 12LT.

Curah hujan minimum terjadi pada pukul 00LT dan 03LT. Sedangkan pada

musim kemarau (Gambar 6 dan Gambar 7), intensitas curah hujan maksimum

hanya mencapai 0.5mm/jam dan curah hujan maksimum terjadi pada pukul 12 LT.

Sementara itu, DKI Jakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia,

terletak pada wilayah pesisir. Jakarta terletak pada 6˚ 10.5’ LS dan 106˚ 49.7’ BT

dengan luasan 66.100 hektar. Suhu permukaan Jakarta tahun 2006 berkisar antara

24˚ pada wilayah rawa sampai 36˚ pada wilayah urban (Bakry 2011). Pengamatan

variasi diurnal tahun 2002 dan 2006 menunjukkan bahwa curah hujan maksimum

terjadi pada pukul 18LT dan curah hujan minimum pada pukul 06LT.

Berdasarkan hasil pengamatan curah hujan diurnal pada musim dan musim hujan

secara spasial, terlihat DKI jakarta mengalami puncak curah hujan di musim hujan

pada pukul 12LT dan curah hujan minimum pada pukul 00LT dan 03LT.

Sedangkan di musim kemarau curah hujan tertinggi terjadi pada pukul 12LT.

Gambar 9 Variasi curah hujan diurnal Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak,

Gorontalo dan Gunung Mas tahun 2002

14

Selanjutnya, Provinsi Jambi secara topografi merupakan daerah perbukitan

dengan ketinggian 70-1300 mdpl dengan kemiringan paling besar 8%. Dari aspek

klimatologi, Jambi memiliki curah hujan rata-rata 2181 mm per tahun dan suhu

berkisar antara 25.8˚C – 26.7˚C. Wilayah Jambi terletak pada 1˚08’ LS dan

101˚27 BT (Kalfuadi 2009). Gambar 9 menunjukkan bahwa pada tahun 2002,

Jambi memiliki puncak curah hujan pada pukul 09LT dan curah hujan minimum

pada pukul 03LT. Gambar 10 memeperlihatkan pada tahun 2006 curah hujan

maksimum terjadi pada 09LT dan curah hujan minimum pada pukul 15LT.

Pengamatan variasi curah hujan diurnal menunjukkan pada musim hujan (Gambar

4 dan Gambar 5), Jambi mengalami puncak curah hujan pada pukul 09LT dan

curah hujan minimum terjadi pada pukul 03LT. Pada musim kemarau (Gambar 6

dan Gambar 7), curah hujan maksimum terjadi pada pukul 09LT dan curah hujan

minimum pada pukul 03LT.

Wilayah kajian berikutnya, Provinsi Gorontalo, terletak pada 1˚15’ LU dan

121˚23’ BT. Pada tahun 2002, curah hujan maksimum jatuh pada pukul 06LT dan

curah hujan minimum jatuh pada pukul 03LT. Tahun 2006, curah hujan

maksimum terjadi pada pukul 06LT dan curah hujan minimal terjadi pada pukul

00LT. Pengamatan variasi curah hujan diurnal musim hujan dan musim kemarau

secara spasial menunjukkan Gorontalo memiliki kesamaan waktu curah hujan

minimum dan maksimum pada kedua musim tersebut. Curah hujan minimum

terjadi pada pukul 03LT dan curah hujan maksimum terjadi pada pukul 06LT.

Kota Pontianak yang terletak pada Provinsi Kalimantan Barat memiliki

iklim tropis dan langsung dilalui oleh garis 0˚ equator. Pontianak merupakan

daratan rendah yang dilalui banyak sungai. Suhu rata-rata berkisar antara 26˚C -

28˚C (Januarisky 2012). Pada tahun 2002, kota ini memiliki puncak curah hujan

pada pukul 06LT dan curah hujan terendah pukul 00LT sedangkan menurut

gambar 10, pada tahun 2006 curah hujan maksimum terjadi pada pukul 09LT dan

curah hujan minimum terjadi pada 03 LT. Pengamatan variasi curah hujan diurnal

musim hujan dan musim kemarau di Pontianak secara spasial menunjukkan

Gambar 10 Variasi curah hujan diurnal Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak,

Gorontalo dan Gunung Mas tahun 2006

15

bahwa pada kedua musim tersebut curah hujan minimum terjadi pada pukul 03LT

dan curah hujan maksimum terjadi pada pukul 09LT.

Gunung Mas merupakan suatu kawasan yang terletak di Kalimantan Tengah.

Letak geografisnya berada pada 1⁰ 36' 14.62" LS dan 113⁰ 47' 52.70" BT.

Kawasan terletak di sebelah utara Palangkaraya. Pada tahun 2002 dan 2006, curah

hujan maksimum terjadi pada pukul 21LT dan curah hujan minimum terjadi pada

pukul 03LT. Pengamatan variasi curah hujan diurnal musim hujan dan musim

kemarau secara spasial di wilayah ini menunjukkan waktu curah hujan maksimum

dan minimum yang sama. Curah hujan minimum terjadi pada pukul 03LT dan

curah hujan maksimum terjadi pada pukul 21LT.

Keenam daerah tersebut memiliki puncak dan titik terendah curah hujan

beragam. Hal ini disebabkan distribusi curah hujan tiap wilayah bergantung pada

lokasi keberadaan tempat itu sendiri. Seperti yang telah dibahas sebelumnya pada

variasi curah hujan diurnal bahwa suatu tempat di daratan tentu akan memiliki

perbedaan dengan lokasi pantai atau bahkan lautan yang disebabkan pergerakan

curah hujan secara spasial. Curah hujan umumnya akan bergerak memasuki

wilayah daratan pada siang sampai sore hari dan akan bergerak ke wilayah lautan

pada saat malam sampai dini hari.

Studi Kasus Banjir Jakarta 27 Januari – 1 Februari 2002

Setiap wilayah memiliki variasi diurnal curah hujan yang berbeda. Untuk

wilayah Jakarta, curah hujan maksimum umumnya terjadi pada pukul 18LT. Pada

musim hujan, intensitas curah hujan di wilayah Jakarta tinggi. Hal tersebut dapat

menyebabkan bencana banjir seperti pada kasus banjir Jakarta pada tahun 2002.

Gambar 11 menunjukkan evolusi hujan pada tanggal 27 Januari sampai 1

Februari 2002 setiap enam jam dalam sehari yaitu pada pukul 00LT, 06LT, 12LT

dan 18LT. Pada gambar tersebut curah hujan pada tanggal 27 Januari 2002 pada

pukul 00LT, 06LT dan 12LT curah hujan berada di Samudera Hindia. Curah

hujan dengan intensitas tinggi di wilayah Jakarta terjadi pada tanggal 27 Januari

pukul 18LT sampai 28 Januari 2002 pukul 06LT. Intensitas hujan tinggi di Jakarta

kembali terjadi pada 28 Januari 2002 pukul 18LT.

Pengamatan pada tanggal 29 Januari 2002 menunjukkan curah hujan yang

tinggi di wilayah Jakarta pada pukul 00LT, 06LT, 12LT dan 18LT. Nugroho

(2002) memaparkan tingginya curah hujan pada periode 27 Januari sampai 1

Februari 2002 diakibatkan oleh adanya pusat tekanan rendah wilayah Selat Sunda

dan Samudera Hindia. Hal tersebut meyebabkan massa uap air basah dari asia

berkumpul dan terjadi hujan besar.

16

Intensitas curah hujan yang tinggi pada 30 Januari 2002 terjadi pada pukul

00LT, 06LT dan 18LT sedangkan pada tanggal 31 Januari 2002 intensitas curah

hujan yang tinggi hanya terjadi pada pukul 00LT dan 18LT. Tanggal 1 Februari

wilayah Jakarta tidak terjadi hujan.

Curah hujan yang tinggi ini juga dikaitkan dengan adanya aliran trans-

equatorial monsoon. Hampir pada setiap tahun di periode 1999 sampai 2007,

terjadi aliran trans-equatorial monsoon di bulan Desember sampai pertengahan

Februari. Tahun 2002 dan 2007 transequatorial monsoon yang kuat memicu

Gambar 11 Pergerakan curah hujan tanggal 27 Januari sampai 1 Februari 2002

17

terjadinya hujan besar yang mengakibatkan bencana di Pulau Jawa. Trans-

equatorial Monsoon yang kuat diperkirakan hanya terjadi 5-10 tahun sekali (Wu

et al. 2007).

Curah hujan juga dapat dipantau melalui data keawanan GMS-5 yang

diunduh melalui situs Kochi University untuk mengkonfirmasi kejadian hujan.

Gambar 12 menunjukkan pergerakan awan yang terjadi di wilayah Indonesia.

Pada tanggal 27 Januari 2002 terdapat kumpulan awan tebal yang terbentuk di

Samudera Hindia yang bergerak ke wilayah Jakarta. Awan tebal menutupi kota

Jakarta dari tanggal 27 Januari pukul 18LT sampai 29 Januari 2002 pukul 18LT.

Tanggal 30 Januari tidak ada awan tebal di wilayah Jakarta. Awan tebal kembali

terbentuk tanggal 31 Januari 2002 pukul 12LT dan 18LT. Pada hari terakhir

bencana banjir Jakarta, tanggal 1 Februari 2002 awan tebal terbentuk pada pukul

06LT dan 18LT.

Gambar 12 Pergerakan awan pada Pulau Jawa tanggal 27 Januari 2002 sampai

1 Februari 2002

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi di

Indonesia didominasi oleh evening rain (12LT-21LT) Pergerakan curah hujan

secara umum dapat dijelaskan bahwa pada malam hari curah hujan berada pada

wilayah perairan, menjelang siang hari curah hujan akan bergerak memasuki

daerah daratan dan akan kembali menuju lautan kembali saat malam. Pada musim

hujan curah hujan berada di wilayah daratan pada pukul 06LT sampai pukul 15LT

dan berada pada wilayah lautan pada pukul 18LT sampai 03LT. Pada musim

kemarau curah hujan berada di daratan pada pukul 06LT sampai pukul 18LT dan

berada di lautan pada pukul 21LT sampai 03LT.

Enam wilayah di Indonesia dipilih untuk menganalisis adanya perbedaan

distribusi dan puncak hujan yang diakibatkan oleh variasi curah hujan diurnal,

yaitu Bogor, Jakarta, Jambi, Pontianak, Gorontalo dan Gunung Mas. Keenam

wilayah tersebut menunjukkan adanya variasi pola distribusi curah hujan baik

pada tahun 2002 maupun 2006.

Banjir yang terjadi di Jakarta pada tahun 2002 terjadi akibat besarnya

curah hujan yang diawali pada tanggal 27 Januari 2002 saat pukul 18. Pengamatan

keawanan dengan GMS-5 menunjukkan adanya awan tebal yang terbentuk di

wilayah Jakarta pada periode tanggal 27 Januari sampai 1 Februari 2002.

Saran

Untuk penelitian lebih lanjut, akan lebih baik jika parameter lain seperti

kelembaban, temperatur, serta arah dan kecepatan angin juga dianalisis. Proses

fisik dari variasi diurnal curah hujan dapat diamati pada penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bakry GN. 2011. Analisis Peningkatan Suhu Permukaan Akibat Konversi Lahan

dengan Menggunakan Citra Landsat ETM [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Bogor: Pustaka Jaya

[JMA] Japan Meteorological Agency. 2014. Meteorological Satellite MTSAT

Series. [internet]. [diacu 2014 juni 1]. Tersedia dari:

http://www.jma.go.jp/jma/jma-eng/satellite.

Januarisky HA. 2012. Pola Sebaran Titik Panas (Hotspot) dan Keterkaitannya

dengan Perubahan Penggunaan Lahan Studi kasus Kalimantan Barat [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Johnson R. 2011. Global Monsoon System Research and Forecast. 5 Toh Tuck

Link: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature Heat Index dalam Hubungannya dengan

Ruang Terbuka Hijau [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor

19

Mori S et al. 2004. Diurnal Land-Sea Rainfall Peak Migration over Sumatera

Island, Indonesian Maritime Continent, Observed by TRMM Satellite and

Intensive Rawinsonde Soundings. J. American Meteorological Society. (132):

2021-2039.

[NASA] National Aeronautics and Space Administration. 2013. Content of

TRMM and Other Satellites Precipitation Product 3B42 [internet]. [diacu 2014

Juni 10] Tersedia dari: http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/precipitation/

documentation/TRMM_README/TRMM_3B42_readme.shtml

Nugroho PS. 2002. Evaluasi dan Analisis Curah Hujan sebagai Faktor Penyebab

Banjir Jakarta. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. (3): 91-97.

Nugroho PS. 2002. Evaluasi Pembangunan Wilayah Pengembangan Selatan DKI

Jakarta sebagai Kawasan Resapan Air. J. Teknologi Lingkungan.( 3): 43-49.

[Pemprov DKI Jakarta] Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2014. Geografis

Jakarta [internet]. [diacu 2014 juni 1]. Tersedia dari:

http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/Geografis-Jakarta.Pengendalian

Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2010. Mengapa Jakarta Banjir?.

Jakarta Timur: PT Mirah Sakethi.

Permatasari PA. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro

Studi Kasus Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Tjasyono B et al. 2008. The Character of Rainfall in the Indonesia Monsoon.

Didalam: International Symposium on Equatorial Monsoon System [internet].

Yogyakarta, Indonesia. HLM 1-11; [diunduh 2014 Mei 14]. Tersedia dari:

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/BAYONG_TJA

SYONO/The_Character_of_Rainfall.pdf

Tukidi. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Geografi .(7):136-145.

Wu P et al. 2007. The Impact of Trans-equatorial Monsoon Flow on the

Formation of Repeated Torrential Rains over Java Island. Sola. (3):93-96.

Wu P et al. 2009. Why a Large Amount of Rainfalls over the Sea in the Vicinity

of Western Sumatera Island during Nighttime. J. Of Applied Meteorology and

Climatology. (48):1345-1361.

Yang G & Slingo J. 2000. The Diurnal Cycle in the Tropics. J. Of American

Meteorological Society. (129):784-801.

Yang S & Smith EA. 2006. Mechanism for Diurnal Variability of Global Tropic

Rainfall Observed from TRMM. J. Of Climate. (19):5190-5225.

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pergerakan curah hujan pertiga jam tanggal 27 Januari sampai 1 Februari 2002

21

22

23

Lampiran 2 Pergerakan awan di wilayah Asia Tenggara

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 7 September 1991 di Bogor sebagai putri pertama dari

dua bersaudara dari pasangan Ir. Achmad Harry Bucharry Akman Dipl. SE dan Nany

Bucharry S.Psi. Setelah lulus dari pendidikan Sekolah Menengah Akhir tahun 2009,

penulis mengikuti beberapa tes masuk perguruan tinggi dan diterima di beberapa

universitas negeri. Penulis memilih untuk melanjutkan pendidikan di Departemen

Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi diluar maupun

didalam lingkup kampus. Penulis merupakan staf Kominfo Himpunan Mahasiswa

Meteorologi Indonesia pada periode 2010/2012. Selain itu penulis juga pernah aktif

dalam himpunan profesi HIMAGRETO sebagai sekretaris departemen Kominfo.

Menjelang akhir masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi BEM kampus IPB di

departemen Kominfo.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Meteorologi pada

tahun akademik 2012/2013.