111
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI JAWA BARAT (Analisis Panel Data : Kabupaten/Kota di Jawa Barat Periode 2002-2006) OLEH FITRA MAILENDRA H14052668 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAHDAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI JAWA BARAT(Analisis Panel Data : Kabupaten/Kota di Jawa Barat Periode 2002-2006)

OLEHFITRA MAILENDRA

H14052668

DEPARTEMEN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2009

Page 2: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

RINGKASAN

FITRA MAILENDRA. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh Tony Irawan).

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa ini diantaranya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan. Paradigma pembangunan yang berkembang sekarang ini berfokus pada peningkatan kualitas hidup manusia. Salah satu tolok ukur yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencakup kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (daya beli).

Dengan latar belakang keadaan demografis, geografis, infrastruktur, dan kemajuan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya (manusia dan alam) yang berbeda, otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Adanya proses demokratisasi telah mendorong masyarakat untuk lebih berani mengemukakan aspirasinya. Salah satu bentuk aspirasi masyarakat adalah keinginan membentuk pemerintahan sendiri baik pada level kabupaten/kota maupun level propinsi. Di Propinsi Jawa Barat, pada tahun 2000 Banten telah menjadi propinsi tersendiri, selanjutnya terbentuk Kota Tasikmalaya dan Cimahi pada tahun 2002, Kota Banjar pada tahun 2003 serta yang terbaru adalah Kabupaten Bandung Barat pada akhir tahun 2006. Perkembangan pemekaran daerahyang terjadi, tentu berpengaruh sangat besar terhadap proses pembangunan karena daerah-daerah yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi dalam pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan visi Pemerintah Propinsi Jawa Barat yaitu “Jawa Barat Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010”. Ukuran keberhasilan pencapaian visi Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 80 pada 2010.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan IPM Jabar sebelum dan setelah adanya pemekaran. Selain itu juga akan dianalisis dampak pemekaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar sehingga didapatkan rekomendasi kebijakan guna mewujudkan visi IPM Jabar sebesar 80 pada 2010.

Pada penelitian ini, untuk melihat dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Barat digunakan analisis deskriptif dan panel data. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan IPM sebelum dan setelah adanya pemekaran wilayah serta untuk melihat dampak pemekaran dengan membandingkan capaian IPM daerah induk dan daerah baru. Sedangkan analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data basis IPM Jabar

Page 3: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

dan Jabar dalam angka 2002-2007. Periode waktu yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu tahun 2002-2003 periode sebelum adanya pemekaran dan tahun 2004-2006 periode setelah adanya pemekaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IPM seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami peningkatan. Daerah baru hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah induk. Selain daerah baru, wilayah kota memiliki nilai IPM yang relatif lebih tinggi dibanding kabupaten. Laju pertumbuhan IPM sebelum pemekaran memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan setelah pemekaran. Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS, diketahui bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen adalah tingkat kemiskinan, PDRB per kapita, dan belanja publik.

Pemekaran wilayah di Jawa Barat ternyata membuat ketimpangan antar daerah baru dan induk semakin meningkat. Hal ini dikarenakan sebagian besar potensi daerah induk berada di daerah baru yang dimekarkan. Oleh karena itu setiap usulan pemekaran daerah perlu dikaji lebih mendalam tidak hanya pada kesiapan daerah usulan baru, namun juga kesiapan kondisi daerah lama (induk) jika terjadi pemekaran.

Dari hasil penelitian, peningkatan pendapatan per kapita dan belanja publik dapat dijadikan alternatif kebijakan dalam upaya meningkatkan IPM Jawa Barat, tetapi harus disertai dengan pemerataan pendapatan yang terlihat dari nilai koefisien gini.

Page 4: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAHDAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI JAWA BARAT(Analisis Panel Data : Kabupaten/Kota di Jawa Barat Periode 2002-2006)

OLEH

FITRA MAILENDRAH14052668

SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2009

Page 5: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

Judul Skripsi : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Dan Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pembangunan Manusia Di Propinsi Jawa Barat

(Analisis Panel Data : Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat

Periode 2002-2006)

Nama : Fitra Mailendra

NIM : H14052668

Menyetujui,Dosen Pembimbing,

Tony Irawan, M. App. EcNIP. 19820306 200501 1 001

Mengetahui,Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MSNIP. 19641023198903 2 002

Tanggal Kelulusan :

Page 6: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2009

Fitra Mailendra H14052668

Page 7: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fitra Mailendra lahir pada tanggal 21 Mei 1987 di Jakarta.

Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Muhamad Husni dan Ratu

Zahro. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah

dasar pada SDN Sirnabaya 3 Karawang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3

Karawang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA

Negeri 5 Karawang dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kampung tercinta untuk melanjutkan

studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan

penulis dengan harapan besar agar memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir,

sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi kampung Karawang tercinta. Penulis

masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai

mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama

menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Dewan Perwakilan

Mahasiswa FEM, BP Himpro Hipotesa, Koperasi Mahasiswa IPB, dan Rohis kelas Ilmu

Ekonomi angkatan 42. Beberapa prestasi yang pernah diukir diantaranya quarter finalist

National Debate Competition FE UNPAD, 1st National Young Economist Icon

HIPOTESA 2008 dan PKM Kewirausahaan yang dibiayai DIKTI 2008-2009 dengan

judul Brownies dan Kripik Bawang Tepung Hanjeli Sebagai Produk Diversifikasi dari

Tepung Terigu Gandum.

Page 8: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

juga penulis curahkan kepada manusia paling mulia di muka bumi ini, Nabi Muhammad

SAW dimana berkat beliau kita dapat keluar dari masa kegelapan menuju nikmatnya

Islam. Judul skripsi ini adalah “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat”.

Pembangunan manusia merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan

berdampak positif terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya

yang terjadi di Propinsi Jawa Barat. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak

dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tony Irawan, M. App. Ec. sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas

ilmu, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses

penulisan skripsi hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan. Syamsul Hidayat

Pasaribu, M.Si atas kritik, saran dan kesediaannya menjadi dosen penguji utama

pada ujian sidang skripsi penulis. Dr. Lukytawati Anggraeni atas kesediaannya

menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan departemen Ilmu Ekonomi atas

saran dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Noer Azam Achsani Ph.D

sebagai pembimbing akademik atas saran dan masukannya selama kegiatan

perkuliahan.

2. Keluarga penulis. Ayah, Ibu, Kakak, dan Adikku tercinta yang telah memberikan

curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus selama penulis menimba

ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah. “Terima kasih Ayah, Ibu berkat doa dan

dukungannya, anakmu ini selalu menjadi orang yang optimis terhadap cita-

citanya”.

Page 9: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

3. Seluruh dosen pengajar dan staf di Departemen Ilmu Ekonomi. Terima kasih atas

segala pengetahuan, bakti dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian

skripsi ini.

4. Staf bagian perpustakaan BPS Pusat, BPS Jawa Barat, BPS Karawang, BPS Kota

Bogor, dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam proses pencarian data.

5. Rekan satu bimbingan Hary Gustara Pambudi, Sundoro Ari (Acun), dan Anggi

Destria (Achil). Terima kasih atas semangat, saran, perhatian, dukungan dan

kebersamaan dalam menjalankan seluruh tugas skripsi.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, September 2009

Fitra Mailendra

H14052668

Page 10: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah........................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 9

1.4 Ruang Lingkup.................................................................................. 10

1.5 Manfaat Penelitian............................................................................. 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11

2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................... 11

2.1.1 Konsep Pembangunan .............................................................. 11

2.1.2 Teori Pembangunan Manusia ................................................... 13

2.1.3 Konsep Pembangunan Manusia ................................................ 14

2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 16

2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia.................. 17

2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual........................................................ 20

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia ................................................. 20

2.2.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto ...................................... 22

2.2.3 Kemiskinan .............................................................................. 24

2.2.4 Koefisien Gini .......................................................................... 26

2.2.5 Infrastruktur ............................................................................. 28

2.2.6 Belanja Publik .......................................................................... 29

2.2.7 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah .................................. 31

2.3 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 36

2.4 Kerangka Operasional ....................................................................... 40

Page 11: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

Halaman

2.5 Hipotesis Penelitian........................................................................... 43

BAB 3 METODE PENELITIAN....................................................................... 44

3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 44

3.2 Metode Pengolahan Data................................................................... 44

3.2.1 Metode Deskriptif .................................................................... 45

3.2.2 Analisis Panel Data .................................................................. 45

3.2.3 Uji Kesesuaian Model .............................................................. 51

3.2.4 Evaluasi Model ........................................................................ 54

3.2.5 Spesifikasi Model Penelitian .................................................... 57

3.3 Definisi Operasional.......................................................................... 57

BAB 4 GAMBARAN UMUM............................................................................ 59

4.1 Kondisi Demografi ............................................................................ 59

4.2 Perekonomian Jawa Barat.................................................................. 61

4.3 Pembangunan Manusia di Jawa Barat ................................................ 62

4.4 Pemekaran Daerah di Propinsi Jawa Barat ......................................... 66

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 67

5.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sebelum dan Setelah Pemekaran di Propinsi Jawa Barat ..................................................... 67

5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat ....................................................................... 74

5.3.1 Uji Kesesuaian Model .............................................................. 74

5.3.2 Uji Pelanggaran Asumsi ........................................................... 75

5.3.3 Evaluasi Model ........................................................................ 76

5.3.4 Intepretasi Model ..................................................................... 79

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 87

6.2 Saran ................................................................................................. 88

Page 12: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

Halaman

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89

LAMPIRAN ......................................................................................................... 92

Page 13: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Indeks Rasio Gini Indonesia 1999-2008........................................................ 2

1.2 PDRB dan IPM Propinsi di Indonesia Tahun 2005........................................ 4

2.1 Keterkaitan Millenium Development Goals dengan Pembangunan Manusia .. 15

2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM .......................................... 21

2.3 Kategori Pemeringkatan IPM........................................................................ 22

3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ............................................................... 56

4.1 PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (Juta Rupiah)........................................................................................ 61

5.1 Perkembangan IPM Jawa Barat Tahun 2002-2006 ........................................ 68

5.2 Perbandingan Capaian PAD setelah Dimekarkan Tahun 2004-2006 (dalam juta rupiah) ................................................................................................... 70

5.3 Perkembangan Ketimpangan Pendapatan di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002-2006..................................................................................................... 71

5.4 Penduduk 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Kabupaten dan Lapangan Usaha ........................................................................................... 72

5.5 Rumah tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Air Minum Bersih............... 73

5.6 Hasil Estimasi Fixed Effect dengan pembobotan (cross section weight) dan white cross section........................................................................................ 75

5.7 Hasil Cross Section Effect ............................................................................. 79

5.8 Gambaran Indikator Makro Pembangunan Jawa Barat Tahun 2002-2006...... 81

5.9 PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 (Juta Rupiah) ......................................... 83

5.10 Persentase Realisasi Belanja Publik dalam APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002-2006 .......................................................... 85

Page 14: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Target Capaian Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Barat.............. 8

2.1 Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia ........................................................................................................ 18

2.2 Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz.......................................................... 27

2.3 Bagan Kerangka Pemikiran........................................................................... 42

4.1 Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat Tahun 2005-2007 ..... 63

5.1 Hasil Uji Normalitas ..................................................................................... 78

Page 15: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Estimasi Pooled Least Square .................................................................. 92

2. Hasil Estimasi Fixed Effect No Weights ............................................................. 93

3. Hasil Estimasi Random Effect............................................................................ 94

4. Hasil Uji Hausman ............................................................................................ 95

5. Hasil Estimasi Fixed Effect Cross Section Weights dan White Cross Section...... 96

6. Hasil Cross Section Effect ................................................................................. 97

Page 16: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa

ini diantaranya yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai

tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk

menilai keberhasilan pembangunan dari suatu negara. Dalam pelaksanaan

pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran utama bagi

negara-negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi

berkaitan erat dengan peningkatan barang dan jasa yang diproduksi dalam

masyarakat, sehingga dengan semakin banyak barang dan jasa yang diproduksi,

maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat

diukur antara lain dengan besaran yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB)

pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk

daerah.

Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses mutidimensional yang

meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan

kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang

dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan mempunyai dimensi lebih luas

Page 17: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

2

dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Manusia seharusnya merupakan

hakekat dari tujuan pembangunan. Sulit dikatakan ada pembangunan bila

kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan masih substansial.

Tabel 1.1 Indeks Rasio Gini Indonesia 1999-2008

Distribusi1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Pendapatan

40% penduduk dengan 21,66 20,92 20,57 20,8 18,81 19,75 19,1 19,56

pendapatan terendah

40% penduduk dengan 37,77 36,89 37,1 37,13 36,4 38,1 36,11 35,67

pendapatan menengah

20% penduduk dengan 40,57 42,19 42,33 42,07 44,78 42,15 44,79 44,77

pendapatan tertinggi

Gini Indeks 0,31 0,33 0,32 0,32 0,36 0,33 0,36 0,35Sumber : BPS, 2008

Kondisi ketimpangan distribusi pendapatan pasca krisis memperlihatkan

PDB per kapita Indonesia telah mencapai US$1.924,73, namun ketimpangan

distribusi pendapatan semakin meningkat. Ada dua indikator yang menunjukkan

belum berkualitasnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama jika dilihat dari

dimensi bagaimana pembagian "kue nasional". Ketimpangan yang meningkat

diukur dengan: Pertama, ketimpangan distribusi pendapatan yang makin lebar,

sebagaimana tercermin dari rasio gini yang meningkat dari 0,31 pada tahun 1999

menjadi 0,35 pada tahun 2008. Kedua, “kue nasional” yang dinikmati oleh

kelompok 40% penduduk termiskin mengalami penurunan dari 21,66 tahun 1999

menjadi 19,56 pada tahun 2008. Ironisnya, penurunan kue nasional yang

dinikmati kelompok 40% penduduk termiskin justru diikuti oleh kenaikan “kue

nasional” yang dinikmati oleh 20% kelompok terkaya dari 40,57% menjadi

44,77% pada periode tahun yang sama. Singkatnya, ada indikasi kuat terjadinya

Page 18: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

3

trickle up effect atau efek muncrat ke atas, dalam proses pembangunan di

Indonesia. Teori dampak menetes ke bawah (trickle down effect) agaknya tidak

berlaku untuk negeri kita1.

Paradigma pembangunan yang berkembang sekarang ini berfokus pada

peningkatan kualitas hidup manusia. Salah satu tolak ukur yang digunakan adalah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencakup kualitas pendidikan,

kesehatan, dan ekonomi (daya beli). Melalui peningkatan pendidikan, kesehatan,

dan daya beli diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas hidup manusia. Hal ini

dikarenakan adanya heterogenitas individu, disparitas geografi serta kondisi sosial

masyarakat yang beragam sehingga menyebabkan tingkat pendapatan tidak lagi

menjadi tolak ukur utama dalam menghitung tingkat keberhasilan pembangunan.

Namun demikian, keberhasilan pembangunan manusia tidak dapat dilepaskan dari

kinerja pemerintah yang berperan dalam menciptakan regulasi bagi tercapainya

tertib sosial.

Menurut Human Development Report 2007-2008, IPM Indonesia sebesar

0,728 dan berada pada peringkat 107 dari 177 negara yang disurvei oleh UNDP.

Indeks GDP Indonesia berdasarkan Purchasing Power Parity mencapai 0,609

(US$3.843). Angka harapan hidup orang Indonesia mencapai 69,7 tahun, atau

dinyatakan dalam indeks harapan hidup mencapai 0,745. Indeks pendidikan

mencapai 0,83 dengan angka melek huruf sebesar 90,4% dan rata-rata rasio masuk

sekolah dari SD sampai SMU mencapai 68,2%.

1

Artikel Prof. Mudrajad Kuncoro dalam harian Seputar Indonesia “Sudahkah Kita Merdeka” 18 Agustus 2008.

Page 19: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

4

Tabel 1.2 PDRB dan IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2005

Provinsi PDRB Peringkat IPM PeringkatNangroe Aceh Darussalam 56.951.611,99 10 69,0 18

Sumatera Utara 139.618.313,54 6 72,0 8

Sumatera Barat 44.674.569,24 12 71,2 9

Riau 139.018.996,15 7 73,6 3

Jambi 22.487.011,44 21 71,0 11

Sumatera Selatan 81.531.510,00 9 70,2 13

Bengkulu 10.134.450,54 28 71,1 10

Lampung 40.906.788,93 15 68,8 19

Bangka Belitung 14.171.629,64 26 70,7 12

Kepulauan Riau 40.984.738,06 14 72,2 7

DKI Jakarta 433.860.253,00 1 76,1 1

Jawa Barat 389.244.653,84 3 69,9 14

Jawa Tengah 234.435.323,31 4 69,8 16

D. I. Yogyakarta 25.337.603,43 20 73,5 4

Jawa Timur 403.392.350,76 2 68,4 22

Banten 84.622.803,32 8 68,8 20

Bali 33.946.467,53 16 69,8 15

Nusa Tenggara Barat 25.682.674,13 19 62,4 32

Nusa Tenggara Timur 14.810.472,10 25 63,6 31

Kalimantan Barat 33.869.468,05 17 66,2 28

Kalimantan Tengah 20.983.169,93 22 73,2 5

Kalimantan Selatan 31.794.068,90 18 67,4 26

Kalimantan Timur 180.289.090,07 5 72,9 6

Sulawesi Utara 18.763.479,10 23 74,2 2

Sulawesi Tengah 17.116.580,93 24 68,5 21

Sulawesi Selatan 51.780.442,52 11 68,1 23

Sulawesi Tenggara 12.981.046,47 27 67,5 24

Gorontalo 3.480.566,61 32 67,5 25

Sulawesi Barat 4.422.946,41 31 65,7 29

Maluku 4.570.664,05 30 69,2 17

Maluku Utara 2.583.101,46 33 67,0 27

Papua Barat 7.913.776,80 29 64,8 30

Papua 43.615.319,21 13 62,1 33Sumber : BPS, 2008

Dengan rekor pembangunan manusia seperti itu, Indonesia sudah

tertinggal jauh dibanding negara-negara tetangga. Peringkat negara-negara

Page 20: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

5

ASEAN masing-masing adalah Timor Leste (150; 0,514), Laos (133; 0,579),

Myanmar (132; 0,583), Kamboja (131; 0,598), Vietnam (105; 0,733), Philipina

(90; 0,771), Thailand (78; 0,781), yang bersama Indonesia masuk dalam kategori

medium human development, sedangkan Malaysia (63; 0,811), Brunei (30; 0,894),

dan Singapura (25; 0,922), sudah mencapai negara dengan pembangunan manusia

kategori tinggi karena mempunyai nilai HDI lebih dari 0,800.

Melihat fenomena di atas, pembangunan manusia atau peningkatan

kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi

kebijakan pembangunan nasional. Penekanan terhadap pentingnya peningkatan

sumber daya manusia dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan karena

kualitas manusia di suatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan

keberhasilan pengelolaan pembangunan wilayahnya.

1.2 Perumusan Masalah

Sejak 1998, gerakan reformasi telah mendorong demokratisasi baik pada

tingkat nasional maupun lokal. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, ditetapkan

peraturan tentang desentralisasi kekuasaan dari Pusat ke daerah yang ditandai oleh

berlakunya UU No. 22 Tahun 1999. Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem

otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun karena dianggap tidak sesuai lagi

dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan

Page 21: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

6

otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15

Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah.

Dengan latar belakang keadaan demografis, geografis, infrastruktur, dan

kemajuan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya (manusia dan

alam) yang berbeda, maka salah satu konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi

daerah adalah adanya perbedaan kinerja pembangunan antar daerah. Perbedaan

kinerja pembangunan antar daerah selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan

dalam kemajuan dan tingkat kesejahteraan antar daerah.

Menurut Mardiasmo dalam Hermani (2007), otonomi daerah diharapkan

dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan

daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin dapat meningkatkan partisipasi

aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan

dengan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: (1) Menciptakan efisiensi dan

efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; (2) Meningkatkan kualitas pelayanan

umum dan kesejahteraan masyarakat; (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang

bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan

Implikasi dari kewenangan otonomi daerah diantaranya menuntut daerah

untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk

pembangunan sarana dan prasarana publik (public service). Indikasi keberhasilan

otonomi daerah adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan

Page 22: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

7

masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, adanya

rasa keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi secara vertikal

antara pusat dan daerah serta hubungan horizontal antar daerah. Pandangan itu

sesungguhnya sejalan dengan arah kewenangan yang mencakup seluruh bidang

dalam rangka otonomi daerah (Gozali dalam Pambudi, 2008).

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi penting di Indonesia karena

memiliki jumlah penduduk terbesar dibanding propinsi lain. Jumlah penduduk

Propinsi Jawa Barat hingga akhir tahun 2007 mencapai 41.483.729 jiwa, dengan

laju pertumbuhan penduduk 1,83% dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata

1.157 jiwa/tahun. Dengan keadaan penduduk seperti itu, Propinsi Jawa Barat

memiliki potensi sumber daya manusia yang siap untuk diberdayakan.

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada Pemerintah

Propinsi Jawa Barat untuk melaksanakan pembangunan daerah secara lebih

mandiri.

Proses demokratisasi telah mendorong masyarakat untuk lebih berani

mengemukakan aspirasinya. Salah satu aspirasi masyarakat yang menjadi

perhatian serius pemerintah daerah adalah keinginan untuk membentuk

pemerintahan sendiri baik pada level kabupaten/kota maupun level propinsi. Di

Jawa Barat sejak tahun 1999 telah terbentuk 1 propinsi, yaitu Propinsi Banten

yang sebelumnya merupakan wilayah Karesidenan Banten, selanjutnya Kota

Tasikmalaya dan Kota Cimahi pada tahun 2002, Kota Banjar pada tahun 2003

serta yang terbaru adalah Kota Bandung Barat pada akhir tahun 2006. Aspirasi

Page 23: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

pembentukan daerah otonom akan te

untuk ikut serta dalam berpemerintahan dan peningkatan pelayanan publik.

Perkembangan pemekaran daerah yang terjadi di

memiliki pengaruh sangat besar terhadap proses pembangunan

dikarenakan daerah-daerah yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi

dalam pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

daerahnya, baik dari segi ekonomi maupun kebutuhan sosial. Selain faktor

regulasi, perbedaan demografis, geografis,

tidak merata, kualitas sumber daya manusia merupakan faktor utama yang dapat

mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah baru tersebut.

Visi Pemerintah Propinsi Jawa Barat

2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu “Jawa Barat

Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra

Terdepan Ibukota Negara

Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sumber : Renstra Jawa Barat 2003Gambar 1.1 Target Capaian Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Barat

target IPM

65

70

75

80

85

IPM

pembentukan daerah otonom akan terus berkembang sejalan dengan tuntutan

untuk ikut serta dalam berpemerintahan dan peningkatan pelayanan publik.

Perkembangan pemekaran daerah yang terjadi di Propinsi Jawa Barat

sangat besar terhadap proses pembangunan. Hal ini

daerah yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi

dalam pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

daerahnya, baik dari segi ekonomi maupun kebutuhan sosial. Selain faktor

regulasi, perbedaan demografis, geografis, infrastruktur serta potensi alam yang

tidak merata, kualitas sumber daya manusia merupakan faktor utama yang dapat

mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah baru tersebut.

Pemerintah Propinsi Jawa Barat sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun

g Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu “Jawa Barat

Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra

Negara Tahun 2010”. Ukuran keberhasilan pencapaian visi

Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 80 pada 2010.

Sumber : Renstra Jawa Barat 2003-2008apaian Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Barat

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2010

target IPM 70,89 72,37 73,53 74,56 75,05 76,58 77,6 80

65

70

75

80

85

target IPM

8

rus berkembang sejalan dengan tuntutan

untuk ikut serta dalam berpemerintahan dan peningkatan pelayanan publik.

Propinsi Jawa Barat

. Hal ini

daerah yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi

dalam pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

daerahnya, baik dari segi ekonomi maupun kebutuhan sosial. Selain faktor

infrastruktur serta potensi alam yang

tidak merata, kualitas sumber daya manusia merupakan faktor utama yang dapat

sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun

g Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu “Jawa Barat

Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra

Tahun 2010”. Ukuran keberhasilan pencapaian visi

sebesar 80 pada 2010.

apaian Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Barat

Page 24: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

9

Mengingat IPM merupakan indikator komposit yang digunakan untuk

mengukur kualitas pembangunan manusia dari aspek pendidikan, kesehatan dan

kemampuan ekonomi, maka pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan

daya beli masyarakat merupakan faktor strategis dalam mewujudkan visi Jawa

Barat. Dengan demikian, diperlukan upaya-upaya yang lebih keras, cerdas dan

terarah melalui percepatan pembangunan di bidang-bidang tersebut. Melalui Perda

Nomor 1 Tahun 2001, IPM telah dijadikan sebagai indikator keberhasilan

pembangunan Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan pernyataan di atas, beberapa permasalahan yang muncul

diantaranya :

1. Bagaimana kondisi Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat

sebelum dan sesudah adanya pemekaran daerah ?

2. Bagaimana pengaruh pemekaran wilayah terhadap Indeks Pembangunan

Manusia di Propinsi Jawa Barat ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di

Propinsi Jawa Barat ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

diantaranya :

1. Menganalisis kondisi Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat

sebelum dan sesudah adanya pemekaran daerah.

Page 25: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

10

2. Menganalisis pengaruh pemekaran wilayah terhadap Indeks Pembangunan

Manusia di Propinsi Jawa Barat.

3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Indeks

Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya melihat dampak pemekaran wilayah yang terjadi di

Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001 hingga 2006 terhadap nilai Indeks

Pembangunan Manusia, dimana Provinsi Banten telah menjadi daerah otonom

tersendiri dan Kabupaten Bandung Barat masih tergabung dalam wilayah

pemerintahan Kabupaten Bandung sehingga diabaikan dari penelitian ini.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

manfaat diantaranya :

1. Memberikan pemahaman yang mendalam tentang pemekaran daerah tingkat

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat.

2. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Jawa Barat sebagai referensi

dalam pengambilan kebijakan guna mewujudkan pencapaian visi Jawa Barat

mencapai IPM 80 pada 2010.

3. Dapat dijadikan referensi pada penelitian selanjutnya tentang pemekaran

daerah atau Indeks Pembangunan Manusia di daerah lain.

Page 26: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Konsep Pembangunan

Pembangunan merupakan salah satu fungsi utama yang harus dijalankan

oleh pemerintah sebagai salah satu pengambil kebijakan. Dalam konsep

pembangunan, terkandung makna alokasi sumber-sumber daya, regulasi, dan

pemberdayaan masyarakat. Pembangunan sebagai metode alokasi sumber-sumber

daya berarti bahwa melalui berbagai program dan kegiatan, pembangunan

diarahkan untuk mencapai pemerataan dalam distribusi sumber-sumber daya

(resources) yang dimiliki publik, seperti sumber daya alam, sumber daya energi,

sumber dana, sumber daya manusia, dan lain lain. Dalam perspektif ini,

pembangunan semestinya memperluas akses publik untuk memperoleh sumber-

sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat,

mempermudah akses publik untuk menikmati berbagai fasilitas pelayanan dasar

(pendidikan, kesehatan, infrastruktur, air bersih, listrik, dan lain sebagainya.),

serta menjamin ketersediaan dan kontinuitas sumber-sumber daya tersebut bagi

kelangsungan hidup masyarakat (Suganda et al, 2008).

Pembangunan terkait dengan fungsi regulasi, mengandung makna bahwa

pemerintah, baik pusat maupun daerah, semestinya mendasarkan penyelenggaraan

program-program pembangunan pada dokumen perencanaan yang memuat arah

kebijakan, strategi, program, dan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan

Page 27: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

12

kebutuhan daerah. Setiap daerah memiliki kondisi dan kebutuhan yang beragam,

sehingga model pembangunan yang diterapkan akan berbeda pula dalam hal skala

prioritas. Meskipun demikian, perencanaan pembangunan secara makro di tingkat

nasional dan regional (propinsi) tetap diperlukan untuk menjamin keserasian dan

sinergitas pembangunan sektoral dan kewilayahan yang berlangsung di

kabupaten/kota wilayah cakupannya. Propinsi sebagai kepanjangan tangan

Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk berperan sebagai fasilitator dan

koordinator dalam penyelenggaraan pembangunan daerah yang bersifat lintas

kabupaten/kota.

Pembangunan juga berkaitan erat dengan pemberdayaan masyarakat

karena pada hakikatnya pembangunan merupakan upaya untuk memberikan

kebebasan pada masyarakat dalam menentukan nasibnya. Kemampuan dan

kemandirian ini tidak akan terwujud bila tidak ada pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya meningkatkan kapasitas masyarakat

agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang mereka hadapi, mampu mencari

alternatif solusinya, mampu mempertimbangkan dampak-dampak yang mungkin

timbul dari alternatif solusi tersebut, serta mampu memilih alternatif solusi yang

paling tepat. Kemampuan ini hanya akan tercapai bila ada peningkatan kualitas

sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.

Pendidikan akan memperluas wawasan pemikiran dan keterampilan masyarakat,

sementara kesehatan akan menjadi faktor penunjang untuk meningkatkan

produktivitas masyarakat.

Page 28: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

13

Sjafrizal (2008)2 menerangkan ketimpangan pembangunan ekonomi

regional merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu

daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat

pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah

dalam mendorong proses pembangunan ekonomi juga menjadi berbeda. Oleh

sebab itulah, tidak mengherankan jika pada setiap negara atau daerah biasanya

terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang.

Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap

tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan

pembangunan antar wilayah juga mempunyai implikasi terhadap formulasi

kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Menurut Sjafrizal (2008) upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah

yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan

antar daerah dalam suatu negara atau wilayah yaitu : (1) penyebaran

pembangunan prasarana perhubungan, (2) mendorong transmigrasi dan migrasi

spontan, (3) pengembangan pusat pertumbuhan, dan (4) pelaksanaan otonomi

daerah

2.1.2 Teori Pembangunan Manusia

Menurut Schultz dalam Jhingan (2003), ada lima cara pengembangan

sumber daya manusia, yaitu : (1) fasilitas dan pelayanan kesehatan, pada

2 http://books.google.co.id/ “Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi”

Page 29: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

14

umumnya diartikan mencakup semua pengeluaran yang mempengaruhi harapan

hidup, kekuatan dan stamina, tenaga serta vitalitas rakyat; (2) latihan jabatan,

termasuk magang model lama yang diorganisasikan oleh perusahaan; (3)

pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada tingkat dasar, menengah dan

tinggi; (4) program studi bagi orang dewasa yang tidak diorganisasikan oleh

perusahaan, termasuk program ekstensi khususnya pada pertanian; (5) migrasi

perorangan dan keluarga untuk menyesuaikan diri dengan kesempatan kerja yang

selalu berubah. Daftar ini dapat ditambah dengan mamasukkan bantuan teknis,

keahlian dan konsultan.

Modal fisik menjadi lebih produktif jika negara atau daerah mempunyai

modal manusia yang berkualitas. Rens dalam Jhingan (2003) mengatakan bahwa

di negara yang mencoba mempercepat pembangunan ekonominya, ditemukan

bahwa sekalipun pabrik-pabrik modern dirancang oleh insinyur kelas satu dengan

menggunakan metode dan mesin mutakhir dari negara industri yang paling maju,

namun volume dan kualitas outputnya terlalu sering tidak memuaskan, karena

dalam banyak hal, manajemen dan pekerja tidak cukup terlatih dan kurang

pengalaman. Hal tersebut semakin memperjelas pentingnya sumber daya manusia

yang berkualitas disamping modal dalam mencapai tujuan pembangunan.

2.1.3 Konsep Pembangunan Manusia

Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR)

pertama yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programmes

(UNDP) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung

Page 30: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

15

oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di tingkat global, nasional

maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia yang terpusat pada manusia,

yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan nasional dan

bukan sebagai alat dari pembangunan.

"People are the real wealth of a nation. The basic objective of development is to create an enabling environment for people to enjoy long, healthy, and creative lives. This may appear to be a simple truth. But it is often forgotten in the immediate concern with the accumulation of commodities and financial wealth."

Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama

pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada

akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan

konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan

yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap

pembangunan (UNDP, 2004).

Tabel 2.1 Keterkaitan Millenium Development Goals dengan Pembangunan Manusia

Indikator Pembangunan Manusia Millenium Development GoalsHidup yang sehat dan usia yang Tujuan 4,5,6 : menurunkan angka kematian Panjang anak, meningkatkan kesehatan ibu, dan

menangani penyakit utamaPendidikan yang memadai Tujuan 2,3 : menuntaskan pendidikan dasar,

kesetaraan jender dalam pendidikan, dan memberdayakan wanita

Standar hidup yang layak Tujuan 1 : mengurangi kemiskinan dan Kelaparan

Sumber : UNDP (2003)

Tujuan utama dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak

pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Hal tersebut tidak mungkin akan tercapai

tanpa adanya kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana

Page 31: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

16

mereka akan menjalani hidup. Oleh karena itu manusia harus bebas untuk

melakukan apa yang menjadi pilihannya dalam suatu sistem yang berfungsi

dengan baik (BPS, Bappenas, UNDP, 2001).

Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama,

yaitu (1) Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas

mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan

dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu

bagian dari jenis pembangunan manusia; (2) Ekuitas, masyarakat harus punya

akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap

peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi

didalamnya dan memperoleh manfaat dari kesempatan ini; (3) Kesinambungan,

akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi

sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik,

manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi; dan (4) Pemberdayaan,

pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka.

Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-

proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.

2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai

suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat

sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.

Menurut Salvatore dalam Yunitasari (2007), pertumbuhan ekonomi adalah suatu

Page 32: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

17

proses dimana PDB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui

kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil per

kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang

perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.

Kuznets dalam Jhingan (2003) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi

sebagai kenaikan jangka penjang dalam kemampuan suatu Negara untuk

menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya.

Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian

kelembagaan dan ideologis Negara yang bersangkutan.

Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan

pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa

fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model

pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output

total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith dalam Yunitasari (2007)

mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat

dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem

pembagian kerja, dan penggunaan mesin untuk meningkatkan produktivitas.

Apabila ketiga metode tersebut dilakukan, maka peningkatan akumulasi kapital

akan terjadi.

2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia

Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting

dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja

Page 33: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

18

ekonomi diyakini juga akan lebih baik, sesuai dengan yang dikatakan Mubyarto

dalam Yunitasari (2007) “sosial development is economic development”. Menurut

Todaro (1998), sumber daya manusia dari suatu bangsa merupakan faktor paling

menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi dari bangsa

yang bersangkutan.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat

dijelaskan melalui 2 (dua) jalur seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1. Jalur

pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini,

faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial

yang meliputi belanja publik. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan

besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.

Sumber : Soebeno dalam Yunitasari, 2007Gambar 2.1 Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan

Pembangunan Manusia

Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal

ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran untuk

kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan

Pertumbuhan Ekonomi

Rasio pengeluaran sosial pemerintah

Distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan

Pengeluaran rumah tangga untuk

kebutuhan dasar

Rasio tingkat pendidikan, pelayanan kesehatan,

pelayanan air bersih dan sanitasi

Pembangunan manusia

Kebijakan dan pengeluaran pemerintah

Page 34: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

19

pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain

pengeluaran pemerintah dan rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu

berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena

merupakan jembatan yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP dalam Soebeno,

2006).

Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya

pada barang-barang yang memiliki kontribusi langsung dalam pembangunan

manusia, seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan sangat tergantung dari

sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah

tangga. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk

miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia bukan hanya ditentukan

oleh tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan saja, melainkan juga peran

pemerintah dalam kebijakan pengeluarannya. Alokasi sumber daya untuk

pembangunan manusia dari sisi pemerintah merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu

total pengeluaran sektor pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor-

sektor pembangunan manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke

sektor sosial. Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap

pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk

mendukung pendidikan yang baik, tingkat investasi yang tinggi, distribusi

pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih baik, serta

kebijakan ekonomi yang memadai.

Page 35: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

20

Namun, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang

mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa diikuti oleh pembangunan manusia

yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti bahwa

pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia, pertumbuhan

ekonomi justru merupakan sasaran utama bagi pembangunan manusia, terutama

pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap

penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya

merupakan tantangan bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang baik

sehingga hubungan keduanya bersifat saling memperkuat.

2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang

digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal

mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lama hidup, yang diukur dengan

angka harapan ketika lahir; (2) pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata

lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; (3) standar

hidup, yang diukur dengan konsumsi per kapita. Indeks ini pertama kali

dikembangkan pada 1990 oleh ekonom Pakistan bernama Mahbub ul Haq3.

Menurut UNDP (2004), IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi

tentang pembangunan manusia : panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur

3

www.wikipedia.com

Page 36: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

21

dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang

dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi), serta

memiliki standar hidup layak (diukur dari paritas daya beli, penghasilan). Indeks

tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia.

Namun demikian, indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk

menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara

penghasilan dan kesejahteraan.

Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Indikator Komponen Nilai Maksimum

Nilai Minimum

Keterangan

Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai standar global (UNDP)

Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai standar global (UNDP)

Rata2 Lama Sekolah 15 10 Sesuai standar global (UNDP)

Konsumsi per kapita yang disesuaikan 2005

732.720a) 300.000b) UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan

Sumber : BPS, Bappenas, UNDP (2004)

Catatan :a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka

tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1996-2018

b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun 1996 di Papua.

IPM mencoba memberikan peringkat dari skala 0 (terendah) hingga 1

(tertinggi) untuk mengevaluasi keberhasilan suatu daerah atau negara. IPM terbagi

menjadi tiga kategori pemeringkatan.

Page 37: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

22

Tabel 2.3 Kategori Pemeringkatan IPM

Kategori Skala

Tinggi 0,800-1

Menengah 0,500-0,799

Rendah 0-0,499Sumber : UNDP (2004)

2.2.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator

penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah/wilayah dalam suatu

periode tertentu. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah (value added)

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau jumlah nilai barang dan jasa akhir

yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah

(BPS, 2008). Secara kuantitatif PDRB merupakan nilai barang dan jasa, oleh

karena itu PDRB dihitung atas dasar harga berlaku (at current price) dan PDRB

atas dasar harga konstan (at constant price). PDRB atas dasar harga berlaku

digunakan untuk melihat perubahan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas

dasar harga konstan digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi riil. Data

PDRB dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi

Menurut pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan

jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha/ekonomi dalam suatu

daerah/wilayah pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit

ekonomi tersebut dalam analisis ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha

yaitu: 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4.

Page 38: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

23

Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran;

7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa

Perusahaan; 9. Jasa-jasa.

2. Pendekatan Pengeluaran

Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB merupakan jumlah semua

komponen permintaan akhir di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu

(biasanya satu tahun). Komponen permintaan akhir meliputi: pengeluaran

konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba,

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto,

perubahan inventori/stok, dan ekspor neto. Ekspor neto adalah ekspor dikurangi

impor.

3. Pendekatan Pendapatan

Menurut Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah seluruh balas

jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses

produksi di suatu daerah/wilayah pada jangka waktu tertentu (biasanya satu

tahun). Komponen balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah: upah dan

gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong

pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB

mencakup juga penyusutan barang modal tetap dan pajak tak langsung neto (pajak

tak langsung dikurangi subsidi). Jumlah semua komponen pendapatan ini per

sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB

merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

Page 39: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

24

2.2.3 Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang

menjadi pusat perhatian pemerintah di negara maupun daerah manapun. Secara

konseptual, kemiskinan dapat didefinisikan antara lain sebagai berikut :

1. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat

sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum

disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian

terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen

lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut

pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.

Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi

pendapatan/pengeluaran penduduk.

Dalam praktek, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang

lebih tinggi dari pada negara miskin, misalnya angka kemiskinan resmi (official

figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen di Amerika Serikat dan juga

mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh lebih miskin). Artinya,

banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan

sejahtera menurut standar Indonesia.

2. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk

mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,

Page 40: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

25

perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk

uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah

garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan

digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut “tetap (tidak

berubah)” dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolut mampu

membandingkan kemiskinan secara umum.

Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba

menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan

dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala

kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain

hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara

tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat

membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam

menentukan kemana menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga

dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada

dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu : a) US $ 1 perkapita per hari

dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah

ukuran tersebut; b) US $ 2 perkapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk

yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US $ PPP

(Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Kedua batas

ini adalah garis kemiskinan absolut (BPS, 2008).

Page 41: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

26

2.2.4 Koefisien Gini

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu

dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena

data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini

didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Analisis distribusi pendapatan

dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai

proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Beberapa ukuran untuk

merefleksikan ketimpangan pendapatan diantaranya koefisien Gini (Gini Ratio),

Ukuran Bank Dunia, Indeks Theil dan Indeks-L.

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering

digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.

Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut :

11

1n

i i ii

G R fp F c F c

Dimana :

GR = Koefisien Gini (Gini Ratio)

fpi = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke

(i-1)

Page 42: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

27

Sumber : BPS, 2008Gambar 2.2 Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz

Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva

pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu

(misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili

persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk koefisien Gini, grafik

persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada

sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar

pada sumbu vertikal. Ini menghasilkan kurva Lorenz seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.2. Garis diagonal mewakili pemerataan sempurna. Koefisien Gini

didefinisikan sebagai A/(A+B), dimana A dan B seperti yang ditunjukkan pada

grafik. Jika A=0 koefisien Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna,

sedangkan jika B=0 koefisien Gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan

sempurna (BPS, 2008).

Page 43: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

28

2.2.5 Infrastruktur

Definisi infrastruktur menurut Kamus Besar Ekonomi (Winarno dan

Ismaya dalam Bulohlabna, 2008) adalah segala sesuatu yang merupakan

penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pengembangan proyek dan

sebagainya, seperti jalan raya, rel kereta api, rumah sakit, gedung sekolah, dan

sebagainya. Infrastruktur menurut World Bank terbagi menjadi tiga

penggolongan, yaitu :

1. Infrastruktur ekonomi, meliputi publik utilities (telekomunikasi, air bersih,

sanitasi, gas), publik work (jalan, bendungan, irigasi, drainase), dan sektor

transportasi (jalan raya, rel kereta api, pelabuhan, lapangan terbang).

2. Infrastruktur sosial, merupakan infrastruktur yang mengarah kepada

pembangunan manusia dan lingkungannya seperti pendidikan, kesehatan,

perumahan, dan rekreasi.

3. Infrastruktur administrasi, merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan

hukum, kontrol administrasi, dan koordinasi.

Infrastruktur pendidikan merupakan suatu persyaratan untuk tahap

selanjutnya dari pembangunan ekonomi. Menurut Harbison dalam Bulohlabna

(2008), sumber daya manusia merupakan basis utama bagi kesejahteraan suatu

negara. Modal dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang pasif

sedangkan manusia merupakan agen yang aktif, yang dapat mengakumulasi

modal, mengeksploitasi sumber daya alam, serta membangun kehidupan sosial,

ekonomi dan politik serta membawa kemajuan bagi pembangunan nasional

(Todaro, 1998).

Page 44: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

29

Schweke dalam Bulohlabna (2008) menyatakan bahwa pendidikan bukan

saja melahirkan sumber daya manusia berkualitas, memiliki pengetahuan dan

ketrampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga menumbuhkan iklim yang

sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, sehingga investasi di bidang

infrastruktur pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian

kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Pada tingkat mikro, yaitu individu dan keluarga, kesehatan merupakan

dasar bagi produktivitas kerja. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental

akan lebih produktif dan mendapatkan penghasilan yang relatif lebih tinggi.

Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kualitas maupun kuantitas,

merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Bukti-bukti

makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi kesehatan dan

pendidikan yang rendah, akan menghadapi tantangan yang lebih berat guna

mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kesejahteraan yang baik.

2.2.6 Belanja Publik

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah sarana atau alat untuk

dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta

memberi isi dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD

menggambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-

Undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah, APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang

ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan

Page 45: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

30

Belanja Negara. Belanja daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam

periode tahunn anggaran yang bersangkutan yang meliputi belanja rutin

(operasional) dan belanja pembangunan (belanja modal) serta pengeluaran tidak

tersangka.

1. Anggaran Belanja Rutin

Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai

kegiatan-kegiatan yang sifatnya lancar dan terus menerus, yang dimaksudkan

untuk menjaga kelancaran roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil

pembangunan. Dengan telah diberikannya kewenangan untuk mengelola

keuangan daerah, maka belanja rutin diprioritaskan pada optimalisasi fungsi dan

tugas rutin perangkat daerah. Belanja rutin terdiri dari belanja administrasi umum

(belanja pegawai, barang, perjalanan dinas, dan pemeliharaan), dan belanja

operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

2. Anggaran Belanja Pembangunan

Anggaran belanja pembangunan adalah anggaran yang disediakan untuk

membiayai proses perubahan, yang merupakan perbaikan dan pembangunan

menuju kemajuan yang ingin dicapai. Pengeluaran yang dianggarkan dalam

pengeluaran pembangunan didasarkan atas alokasi sektoral (sektor/subsektor)

pajak dan retribusi daerah. Belanja pembangunan terdiri dari:

Belanja Publik. Belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung

oleh masyarakat. Belanja publik merupakan belanja modal yang berupa

investasi fisik (pembangunan infrastruktur) yang mempunyai nilai

Page 46: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

31

ekonomis lebih dari satu tahun dan mengakibatkan terjadinya penambahan

aset daerah.

Belanja Aparatur adalah belanja yang manfaatnya tidak secara langsung

dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur.

Belanja aparatur menyebabkan terjadinya penambahan aktiva tetap dan

aktiva tidak lancar lainnya. Belanja aparatur diperkirakan akan

memberikan manfaat pada periode berjalan dan periode yang akan datang.

Pengeluaran transfer adalah pengalihan uang dari pemerintah daerah

dengan kriteria : (1) Tidak menerima secara langsung imbalan barang dan

jasa seperti terjadi transaksi pembelian dan penjualan; (2) Tidak

mengharapkan dibayar kembali di masa yang akan datang, seperti yang

diharapkan pada suatu pinjaman. (3) Tidak mengharapkan adanya hasil

pendapatan, seperti layaknya yang diharapkan pada suatu investasi.

Pengeluaran transfer ini terdiri atas: angsuran pinjaman, dana bantuan dan

dana cadangan.

2.2.7 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah

Argama (2005) menyatakan pemberlakuan sistem otonomi daerah

merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk

dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur

pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan

permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan

Page 47: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

32

Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18

untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.

Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis,

“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

pusat”. Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan

otonomi dan tugas pembantuan”.

Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak

sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru dibentuk yaitu Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai

berikut.

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai

berikut.

Page 48: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

33

“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi,

dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan

oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,

sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah

dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas

pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula

perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

(UU Nomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004).

Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Gubernur,

Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” direalisasikan melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan,

Page 49: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

34

dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun

2005).

UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran

suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa,

“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”

Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat sebagai

berikut:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan

mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan

Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk

dalam ruang lingkup pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004

menentukan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-

undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian,

ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut.

“Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”

Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada

ayat berikutnya, ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Pembentukan daerah dapat

berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau

Page 50: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

35

pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4)

menyebutkan, “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas

minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”

Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila

telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi,

syarat administratif yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD

kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi

bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi

dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif

yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan

bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta

rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.

Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi

faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor : (1)

kemampuan ekonomi, (2) otensi daerah, (3) sosial budaya, (4) sosial politik, (5)

kependudukan, (6) luas daerah, (7) pertahanan, (8) keamanan, dan (9) faktor lain

yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah

Terakhir, syarat fisik yang dimaksud harus meliputi paling sedikit lima

kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan

untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota,

lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Page 51: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

36

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan dampak pemekaran wilayah terhadap

indikator keberhasilan pembangunan melalui pendekatan Indeks Pembangunan

Manusia, pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Aisyah (2004) dengan judul “Keterkaitan Antara Indikator Pembangunan

Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia Dalam Perekonomian Indonesia

Studi Kasus Analisis Antar Wilayah”. Data yang digunakan yaitu data Indeks

Pembangunan Manusia menurut kabupaten/kota tahun 1996, 1999, dan 2002; data

PDRB per kapita berdasarkan harga konstan 1993 menurut kabupaten/kota tahun

1996, 1999, dan 2002; dan data jumlah penduduk menurut kabupaten/kota tahun

1996, 1999, dan 1999. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis L-

indeks dan Koefisien Korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hubungan pembangunan ekonomi dan indikator-indikator IPM tahun 1996 dan

1999 bernilai positif dan signifikan pada taraf nyata 10%, sedangkan hubungan

pembangunan ekonomi pada tahun 2002 dan indeks pembangunan manusia tahun

2002 hampir semua bernilai positif namun tidak signifikan pada taraf 10%.

Puspandika (2007) dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan di

Era Otonomi Daerah : Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan

Kesejahteraan Masyarakat”. Data yang digunakan yaitu : data PDRB per kapita

menurut propinsi 2001-2005 berdasarkan harga konstan tahun 2000; jumlah

penduduk menurut propinsi 2001-2005; dan data IPM 2001-2005. Metode analisis

yang digunakan adalah Indeks Williamson dan analisis panel data. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi di

Page 52: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

37

Indonesia berada pada kategori tinggi dengan nilai indeks lebih dari 0,8.

Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat terlihat dari

besarnya pengaruh pengeluaran riil per kapita masyarakat terhadap indeks

pembangunan manusia. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan pendidikan dan

kesehatan yang lebih baik, maka masyarakat harus melakukan pengeluaran yang

lebih banyak.

Yunitasari (2007) dengan judul “Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan

Ekonomi Dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur”. Data yang

digunakan yaitu : PDRB, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, APBD, IPM, dan

IDJ. Metode analisis yang digunakan adalah analisis panel data dengan Indeks

Pembangunan Manusia sebagai variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan

PDRB per kapita (PDRB), tingkat kemiskinan (K), pengeluaran pemerintah untuk

sektor pendidikan (PPP), pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK)

serta kebijakan otonomi daerah (Dotda) berpengaruh signifikan terhadap IPM

Jawa Timur. Sedangkan indeks pemberdayaan jender (IDJ) yang menggambarkan

peran perempuan tidak berpangaruh signifikan.

Oktapriono (2008) dengan judul “Analisis Dampak Investasi Pemerintah

Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pembangunan Manusia : Studi Kasus

Kawasan Timur Indonesia Periode 2001-2003”. Data yang digunakan yaitu :

PDRB menurut provinsi berdasarkan harga konstan tahun 2000; data IPM; dan

jumlah penduduk miskin menurut propinsi. Metode analisis yang digunakan

adalah analisis panel data dengan Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel

terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pemerintah sektor

Page 53: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

38

pendidikan (IPP), investasi pemerintah sektor kesehatan (IPK), pertumbuhan

ekonomi (PDRB) dan jumlah penduduk miskin (Miskin) berpengaruh signifikan

terhadap peningkatan pembangunan manusia.

Pambudi (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian

Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa

Barat”. Data yang digunakan yaitu : APBD kabupaten/kota di Jawa Barat terdiri

dari PAD (pajak, retribusi, laba badan usaha milik daerah, dan pendapatan asli

daerah lainnya yang sah) dan DAU; data IPM (AHH, AMH, RLS, dan PPP).

Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Panel Data. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia di Kabupaten/kota di Jawa

Barat selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil estimasi tingkat

kemandirian fiskal, rata-rata kemandirian fiskal kabupaten/kota di Jawa Barat

selama tahun 2002-2006 tergolong kurang. Hasil estimasi juga menunjukkan

bahwa peningkatan PAD berpengaruh nyata dan positif terhadap IPM

kabupaten/kota di Jawa Barat.

Hidayat (2008) dengan judul “Analisis Hubungan Komponen Indeks

Pembangunan Manusia Dengan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat”. Data yang

digunakan yaitu persentase jumlah penduduk miskin, data angka harapan hidup,

angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita yang

disesuaikan, infrastruktur sosial, pengangguran dan beban ketergantungan.

Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan panel data. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengangguran semakin menurun tetapi

angka beban ketergantungan dan tingkat kemiskinan cenderung meningkat

Page 54: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

39

periode tahun 2003-2006. Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat kemiskinan yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah,

kemampuan daya beli, dan tingkat pengangguran. Sedangkan angka melek huruf,

infrastruktur sosial dan angka beban ketergantungan tidak berpengaruh secara

signifikan.

Wibowo (2008) dengan judul “Strategi Perancangan Kebijakan Umum

APBD Untuk Meningkatkan Kualitas Pembangunan Manusia di Kabupaten

Bogor”. Data yang digunakan yaitu data primer, APBD Kab. Bogor dan Indeks

Pembangunan Manusia Kab. Bogor. Metode Analisis yang digunakan adalah

analisis regresi berganda, SWOT, dan AHP. Hasil analisis regresi menunjukkan

bahwa pengaruh realisasi belanja aparatur (RBA) dan realisasi belanja publik

(RBP) terhadap IPM sangat signifikan. Pada pendekatan menggunakan analisis

SWOT memperlihatkan bahwa strategi perencanaan yang optimal bagi sektor

pendidikan, kesehatan dan perekonomian adalah S-T atau strategi diversifikasi

dengan cara mengoptimalkan kekuatan untuk menanggulangi ancaman. Hasil

analisis AHP memperlihatkan bahwa prioritas program pembangunan sektor

pendidikan adalah : penyelenggaraan sekolah gratis SD-SLTP, pembangunan dan

rehabilitasi gedung, penyelenggaraan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),

penyelenggaraan SD-SLTP satu atap. Prioritas sektor kesehatan adalah :

pelayanan kesehatan gratis, pembangunan sarana kesehatan. Prioritas sektor

ekonomi adalah pembaerian bantuan modal koperasi dan usaha kecil menengah

(KUKM).

Page 55: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

40

Yanuarta (2009) dengan judul “ Strategi Alokasi Anggaran Pembangunan

Dalam Rangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten

Lampung Barat”. Data yang digunakan adalah data primer, jumlah penduduk, data

pendidikan, data kesehatan, data perekonomian, APBD dan IPM. Metode analisis

yang digunakan adalah analisis regresi berganda, SWOT dan AHP. Hasil analisis

regresi menunjukkan bahwa belanja pendidikan mempunyai pengaruh yang

signifikan dan positif terhadap IPM, belanja kesehatan mempunyai pengaruh

signifikan negatif terhadap IPM sedangkan belanja ekonomi tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan IPM.

Alvan (2008) dengan judul “Forging a Link Between Human

Development and Income Inequality : Cross Country Evidence”. Data yang

digunakan HDI, GNI per kapita, GDP indeks dan Gini indeks. Metode analisis

yang digunakan adalah regresi linear OLS. Hasil analisis menunjukkan bahwa

Gini indeks memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap HDI.

2.4 Kerangka Operasional

Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan

ekonomi (economic growth), padahal pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak

cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infratruktur

fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development).

Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan keselarasan antara

pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Oleh karena itu, keberhasilan

Page 56: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

41

pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB, tetapi juga ditunjukkan

dari capaian IPM.

Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar

di Indonesia. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat, hingga akhir tahun 2007

mencapai 41.483.729 jiwa. Selain kaya akan sumber daya manusia, ditinjau dari

segi ekonomi, Jawa Barat merupakan salah satu daerah dengan tingkat PDRB

tinggi, hingga tahun 2007, PDRB Jawa Barat telah mencapai angka 274 trilyun

rupiah. Walaupun demikian potensi sumber daya manusia yang melimpah harus

dibarengi dengan keterampilan atau kualitas yang memadai, karena jika tidak,

hanya akan menambah beban pemerintah. Begitu pun dengan pencapaian sektor

ekonomi. Laju ekonomi yang tinggi harus dibarengi dengan peningkatan

pemerataan pembangunan, karena jika tidak, hanya akan meningkatkan

ketimpangan yang justru dapat menjadi masalah yang sistemik.

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada Pemerintah

Propinsi Jawa Barat utuk melaksanakan pembangunan daerah secara lebih

mandiri. Proses demokratisasi telah mendorong masyarakat untuk lebih berani

mengemukakan aspirasinya. Bentuk aspirasi masyarakat diantaranya adalah

keinginan untuk membentuk pemerintahan sendiri baik pada level kabupaten/kota

maupun level propinsi. Hal tersebut dikarenakan masyarakat menginginkan

terjadinya peningkatan dalam pelayanan dan kesejahteraan sosial (social welfare).

Perkembangan pemekaran daerah yang terjadi di Propinsi Jawa Barat tentu

berpengaruh sangat besar terhadap proses pembangunan karena daerah-daerah

yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi dalam pelayanan publik

Page 57: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

42

guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya, baik dari segi

ekonomi maupun kebutuhan sosial. Selain faktor regulasi, perbedaan demografis,

geografis, infrastruktur serta potensi alam yang tidak merata kualitas sumber daya

manusia merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi keberhasilan

pembangunan daerah baru tersebut.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan konsep sebelumnya,

kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat di Gambar 2.3

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran

Untuk mencapai visi Jawa Barat 2010 diperlukan kerja keras dari semua

pihak. Visi tersebut akan tercapai apabila ada suatu bentuk kerja sama yang

Rekomendasi

Jawa Barat Sebagai Propinsi dengan Jumlah Penduduk Terbesar di Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi

IPM pada Tingkat Propinsi dan Kab/Kota :Sesudah vs Sebelum Pemekaran

Kondisi SDM diukur dengan IPM

PemekaranWilayah

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia Propinsi Jawa barat

Page 58: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

43

harmonis antara pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan dengan instansi,

pihak swasta serta masyarakat sebagai pelaksana. Kondisi makroekonomi yang

baik akan mampu menunjang pembangunan daerah sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang salah satunya diukur dari

pencapaian Indeks Pembangunan Manusia. Untuk mendukung kestabilan

makroekonomi, pemerintah daerah dituntut untuk dapat menyelaraskan kebijakan

yang dikeluarkan agar tidak bertentangan. Diharapkan dengan adanya kondisi

makroekonomi yang baik dan kebijakan pemerintah yang selaras akan dapat

mendukung visi Jawa Barat 2010.

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pernyataan dan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat

disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Pertumbuhan ekonomi dan belanja publik mempengaruhi dan mempunyai

hubungan yang positif dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi

kontribusi dari faktor-faktor tersebut, diharapkan akan meningkatkan

indeks pembangunan manusia.

2. Tingkat kemiskinan mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang

negatif dengan pembangunan manusia. Semakin rendah tingkat

kemiskinan, maka peluang suatu individu untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya akan semakin baik sehingga pada akhirnya dapat mendukung

pembangunan manusia.

Page 59: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, baik yang

bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi : (1) Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat; (2) Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Propinsi

Jawa Barat; (3) Jawa Barat Dalam Angka.

Data-data tersebut diperoleh dari BPS Pusat, BPS Propinsi Jawa Barat,

BAPPEDA Propinsi Jawa Barat, hasil-hasil penelitian terdahulu, jurnal-jurnal,

internet dan literatur lainnya untuk melengkapi data-data yang diperlukan.

3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu

analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Pengolahan data yang dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan E-views 6. Hasil

pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk penjelasan hasil analisis,

dikutip beberapa bagian dari olahan dan dideskripsikan dalam bab hasil dan

pembahasan.

Page 60: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

45

3.2.1 Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan

penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna

(Walpole, 1992). Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran

dan pengungkapan informasi yang relevan, yang terkandung dalam data dan

penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada

akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pembangunan

manusia (IPM) dan pemekaran wilayah di Propinsi Jawa Barat. Analisis deskriptif

dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari

perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam

penelitian ini.

3.2.2 Analisis Panel Data

Menurut Gujarati (2004), data panel (pooled data) atau yang disebut juga

data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time

series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu

terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel

merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang

tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross

section.

Page 61: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

46

Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah :

1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section

2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas

diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.

3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efekyang tidak dapat

dideteksi dalam model data cross section maupun time series

4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioural

models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section

maupun time series

5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga

metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap

(fixed effect) dan metode efek random (random effect).

1. Metode Pooled Least Square

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah

dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa, yang diterapkan dalam data

yang berbentuk pool. Misalkan dalam persemaan berikut ini :

Yit = α + xjitβj + εit untuk i = 1,2,….,N dan t = 1,2,….,T

dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode

waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat

terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap

unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross

section sebagai berikut :

Page 62: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

47

Yi1 = α + xjitβj + εi1 untuk i = 1,2,….,N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang

sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time

series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk

mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam

bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan

tetapi, jika menggunakan metode Pooled Least Square, perbedaan antar individu

maupun antar waktu tidak akan terlihat.

2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah

adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan,

baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi

secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy

variabel) untuk memungkinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang

berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan

dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap

(fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga Covariance

Model. Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut :

yit = αi + xjitβj +

2

n

i

aiDi + εit

dimana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

Page 63: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

48

βj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Dengan menggunakan pendekatan ini, akan terjadi degree of freedom

sebesar NT N K . Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus

didasarkan pada pertimbangan statistik. Hal tersebut disebabkan, dengan

melakukan penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi jumlah degree of

freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang

diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati

dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai

jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan

efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Secara umum dirumuskan

sebagai berikut :

2,N T NT N TF =

1 2

2

/ 1

/

ESS ESS NT

ESS NT N K

dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode

kuadrat kecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti

distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K. nilai statistik F uji inilah

yang kemudian diperbandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan

menentukan pilihan model yang akan digunakan.

Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa

pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) dan dengan

pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan

Page 64: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

49

dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross

section (Gujarati, 2004).

3. Metode Efek Acak (Random Effect)

Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak

dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan

variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree

of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang

diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan

ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-

parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam

error. Karena hal inilah, model efek acak juga disebut model komponen error

(error component model). Bentuk model acak dijelaskan pada persamaan berikut

ini :

Yit = αit + xjitβj + uit

dimana αit diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (αi).

Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan :

αit = αi + εit i = 1,2,….,N

dimana αi adalah rata-rata intersep, εit adalah random error (yang tidak bisa

diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu.

Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus :

Yit = αit + xjitβj + εit + uit

Yit = αit + xjitβj + ωit

dimana : ωit = εit + uit

Page 65: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

50

Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εit sebagai

komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time

series error dan komponen error kombinasi.

Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan persamaan :

Yit = αit + xjitβj + ωit

ωit = εi + vt + wit

dimana εi ~ N(0, δu2) = komponen cross section error

vt ~ N(0, δv2) = komponen time series error

wit ~ N(0, δw2) = komponen error kombinasi

dalam persamaan tersebut diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling

berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Dengan menggunakan model efek acak ini, maka dapat menghemat

pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang

dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan

hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek

tetap atau pun acak ditentukan dengan menggunakan Uji Hausmann.

Namun disamping dengan menggunakan tes statistika (uji Hausmann),

terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed

effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa εi dan variabel bebas X

berkorelasi, maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih. Sebaliknya, apabila εi dan

variabel bebas X tidak berkorelasi, maka random effect yang lebih baik untuk

dipilih (Gujarati, 2004). Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan untuk

memilih antara fixed effect atau random effect adalah :

Page 66: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

51

1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross

section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda

sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu

fixed effect model.

2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan

berbeda jauh. Sehingga apabila diyakini bahwa unit cross section yang

dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect

harus digunakan. Sebaliknya apabila diyakini bahwa unit cross section

yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak, maka harus

meggunakan fixed effect.

3. Apabila komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas

X maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias

sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias

4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random

effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan

fixed effect.

3.2.3 Uji Kesesuaian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari tiga metode pada

teknik estimasi data panel digunakan Chow Test dan Hausmann Test. Chow Test

digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari

pooled least square dan model yang diperoleh dari metode fixed effect.

Page 67: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

52

Selanjutnya dilakukan Hausmann Test terhadap model terbaik yang diperoleh dari

hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect.

1. Chow Test

Chow Test atau beberapa buku menyebutnya dengan pengujian F statistik

adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least

Square atau Fixed Effect. Seperti yang diketahui, terkadang asumsi bahwa setiap

unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis

mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang

berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 : Model PLS

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan

menggunakan F statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow :

CHOW =

1 2

2

/ 1

/

ESS ESS NT

ESS NT N K

dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

K = jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas

(N-1, NT – N - NK). Jika Chow Statistik (F-Statistik) hasil pengujian lebih besar

Page 68: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

53

dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol

sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.

Pengujian ini disebut Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang

digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test).

2. Hausmann Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita

dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.

Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu

unsure trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel

dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan

ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Pengujian ini dilakukan

dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan

menggunakan pertimbangan statistik Chi-Square. Statistik Hausmann dirumuskan

dengan :

1

0 1m b M M b ~ 2 K

dimana :

β = vektor statistik variabel fixed effect

b = vektor statistik variabel random effect

(M0) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

(M1) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

Page 69: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

54

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-Square (χ2) tabel, maka

cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model

yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya.

3.2.4 Evaluasi Model

Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, perlu evaluasi

berdasarkan criteria ekonomi apakah hasil estimasi terhadap model regresi tidak

terjadi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Selain itu,

juga perlu dilihat seberapa baik model dalam mengestimasi, berdasarkan nilai

koefisien determinasi.

1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model

yang diperoleh sesuai dengan data actual (goodness of fit), mengukur berapa

persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah

bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Model dikatakan

semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.

2. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-

variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini

dapat dideteksi dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali

koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai

dengan teori (Gujarati, 2004). Multikolinearitas dalam pooled data dapat di atasi

dengan pemberian pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga

Page 70: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

55

parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi

signifikan.

3. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linear berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar

taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah var (ui) = σ2 (konstan),

semua error mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas

diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas,

maka akan membuat varians residual dari variabel tidak konstan (tidak

homoskedastisitas), sehingga menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun

tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun

ada masalah heteroskedastisitas, maka hasil regresi akan menjadi misleading

(Gujarati, 2004).

Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, digunakan

uji white heteroskedasticity yang diperoleh dalam program E-views. Uji white

heteroskedasticity dilakukan dengan membandingkan Obs* R-Square dengan χ2

(Chi-Square) tabel. Jika nilai Obs* R-Square lebih kecil dari χ2 tabel, maka tidak

ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dengan E-views

6, dapat digunakan metode General Least Square (cross section weight), dan

untuk mendeteksi heteroskedastisitas dilakukan dengan cara membandingkan Sum

Square Resid pada weighted statistics dengan Sum Square Resid unweighted

statistics. Jika Sum Square Resid pada weighted statistics lebih kecil dari Sum

Square Resid unweighted statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan

Page 71: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

56

untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS menggunakan

White Heteroskedasticity.

4. Autokorelasi

Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu

(time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan

menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan

konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien

regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar serta uji-t dan

uji-F menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua

variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan,

maka akan terlihat koefisien signifikansi dan R2 yang besar atau juga disebut

sebagai regresi lancung atau palsu.

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin

Watson (DW), yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model

dengan DW-tabel.

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4 - dl < DW < 4 Terdapat korelasi serial negatif

4 - du < DW < 4- dl Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4 – du Tidak ada korelasi serial

du < DW < 2 Tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < dl Terdapat korelasi serial positif

Sumber : Irfany dan Holis dalam Pambudi, 2008

Page 72: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

57

3.2.5 Spesefikasi Model Penelitian

Perumusan model penelitian hubungan antara variabel makroekonomi dan

kebijakan pemerintah daerah terhadap pembangunan manusia didasarkan pada

alur hubungan yang dijelaskan pada tinjauan pustaka dan tergambar pada Gambar

2.3. Berdasarkan penelitian dan kerangka pemikiran sebelumnya, maka analisis

data dibatasi pada empat variabel, yaitu variabel pembangunan manusia (IPM),

pertumbuhan ekonomi (PDRBK)4, tingkat kemiskinan (POV)1, alokasi belanja

publik daerah (BPUB)5.

Secara ekonometrika, hubungan antara variabel makroekonomi dan

kebijakan pemerintah daerah terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat

dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan berikut ini :

ln IPMit = αi + β1 POVit + β2 PDRBKit + β4 BPUBit + uit

Dimana :

IPM = indeks pembangunan manusia

POV = tingkat kemiskinan (persen)

PDRBK = pendapatan domestik regional bruto per kapita (rupiah)

BPUB = alokasi belanja publik (persen)

3.3 Definisi Operasional

IPM = merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur

pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar

pembangunan manusia, yaitu : (1) lama hidup, yang diukur 4 Didasarkan pada model penelitian Yunitasari, 20075 Didasarkan pada penelitian Wibowo, 2008

Page 73: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

58

dengan angka harapan ketika lahir; (2) pendidikan, yang diukur

berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf

penduduk usia 15 tahun ke atas; (3) standar hidup, yang diukur

dengan konsumsi per kapita.

POV = Penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi

kebutuhan makanan setara 2100 kalori dan kebutuhan non

makanan yang mendasar.

PDRBK = jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh

unit usaha atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan

oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah.

Dalam penelitian ini digunakan PDRB per kapita ADHK.

BPUB = belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh

masyarakat. Dalam penelitian, belanja publik yang digunakan

adalah persentase realisasi belanja publik terhadap total belanja

daerah.

Page 74: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

BAB 4

GAMBARAN UMUM

4.1 Kondisi Demografi

Sejarah perkembangan Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa Jawa

Barat merupakan Propinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad

Nomor : 378). Propinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950,

tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat. Dalam sejarah perkembangannya,

telah banyak yang berubah dari Jawa Barat, baik di bidang pemerintahan,

ekonomi, maupun kemasyarakatan. Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000

tentang Provinsi Banten, maka wilayah Banten resmi keluar dari wilayah

pemerintahan Propinsi Jawa Barat dan ditetapkan menjadi Provinsi Banten dengan

daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten

Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang serta Kota Cilegon. Dengan adanya

perubahan tersebut, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 Kabupaten

yaitu Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta,

Karawang, Bekasi dan Bandung Barat; selain itu juga terdapat 9 Kotamadya yaitu

Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya, dan

Banjar.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah

penduduk yang cukup besar, bahkan terbesar di Indonesia. Menurut data Suseda

2007, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat sebesar 41,48 juta jiwa dengan laju

Page 75: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

60

pertumbuhan penduduk 1,84 persen. Jumlah tersebut mendiami wilayah seluas

34.588,89 km2 sehingga secara rata-rata kepadatan penduduk di Provinsi Jawa

Barat adalah 1.199,3 jiwa per km2. Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak

adalah Kabupaten Bandung yaitu sebesar 4.399.128 jiwa, sedangkan wilayah

dengan penduduk paling sedikit adalah Kotamadya Banjar sebesar 177.118 jiwa.

Jika ditinjau dari kepadatan penduduk, wilayah terpadat adalah Kotamadya

Bandung dengan kepadatan mencapai 13.927,31 jiwa per km2, dan wilayah

dengan kepadatan terkecil adalah Kabupaten Sukabumi sebesar 579,47 jiwa per

km2 (Suseda 2006). Komposisi penduduk Jawa Barat tahun 2007 (hasil Suseda

2007) menurut jenis kelamin adalah penduduk laki-laki sebesar 20.919.807 orang

dan penduduk perempuan sebesar 20.563.922 orang dengan sex ratio sebesar

101,7 yang berarti setiap 1.000 perempuan berbanding dengan 1.017 laki-laki.

Adanya kelahiran dan adanya migrasi masuk dari daerah lain merupakan faktor

penambah penduduk. Sebagian besar penduduk Jawa Barat bekerja di sektor

pertanian (26,37%), perdagangan (25,60%) dan industri (17,37%).

Dalam negara berkembang, jumlah penduduk yang besar dengan mutu

yang rendah belum bisa dijadikan sebagai modal pembangunan bahkan sebaliknya

seringkali menjadi beban dalam proses pembangunan. Karena itu, untuk

menunjang keberhasilan pembangunan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus

secara terus-menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk, dengan

menciptakan tatanan keluarga kecil yang sehat dan berkualitas sebagai upaya

meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ke depan. Berkualitas

Page 76: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

61

bukan hanya dari sisi intelektualnya tetapi juga dari sisi moral, emosi, dan

spiritualnya. Tidak cukup badannya yang sehat tetapi jiwanya juga harus sehat.

4.2 Perekonomian Jawa Barat

Ditinjau dari segi perekonomian, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat

bertumpu pada tiga sektor dominan yang meliputi : (1) sektor industri pengolahan;

(2) sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta (3) sektor pertanian. Ketiga

sektor tersebut dalam kurun waktu 2004-2007 mengalami perkembangan yang

berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Sektor industri merupakan sektor

dengan perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh

kecenderungan pola tata ruang yang bersifat aglomeratif atau memusat.

Tabel 4.1 PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (Juta Rupiah)

No Lapangan usaha 2004 2005 2006 2007

1 Pertanian 34.457.716,98 34.942.015,45 34.822.021,09 35.687.490,42

2 Pertambangan & Penggalian 7.705.213,45 7.143.208,64 6.982.246,74 6.491.518,69

3 Industri pengolahan 96.978.417,53 105.334.047,15 114.299.625,74 122.702.671,33

4 Listrik, Gas & Air Bersih 5.337.897,17 5.649.829,62 5.427.579,55 5.750.578,63

5 Bangunan 6.602.399,92 7.780.823,72 8.232.950,09 8.928.178,08

6 P'dagangan, Hotel & Restoran 45.529.027,75 47.259.969,72 50.719.350,06 54.789.912,15

7 Pengangkutan & Komunikasi 10.309.020,56 10.329.164,21 11.143.253,97 12.271.024,90

8 Keu. Persewaan & js.p'ushaan 7.247.001,69 7.623.682,08 7.672.322,47 8.645.553,06

9 Jasa-jasa 15.836.800,82 16.821.141,16 18.200.096,05 18.728.217,67

Total PDRB 230.003.495,86 242.883.881,74 257.499.445,75 273.995.144,93

Sumber : BPS Pusat, 2008

Selain ketiga sektor tersebut, sektor lain yang memiliki kontribusi cukup

besar terhadap PDRB adalah sektor jasa serta pengangkutan dan komunikasi.

Sektor pengangkutan dan komunikasi harus mampu mengimbangi kemajuan

Page 77: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

62

ekonomi Jawa Barat karena memiliki peran dalam mengatasi ekonomi biaya

tinggi.

4.3 Pembangunan Manusia di Jawa Barat

Pembangunan manusia dalam perencanaan pembangunan di Propinsi Jawa

Barat sudah menjadi fokus utama. Setelah berjalan hampir setengah dekade,

sebagian kalangan tampaknya merasa kurang optimis, keinginan mencapai IPM

80 bisa terwujud. Angka IPM 80 pada tahun 2010 dianggap tidak wajar dan tidak

rasional, karena hingga 2007 IPM Jawa Barat baru mencapai 70,76 (angka sangat

sementara) atau hanya naik 1,41 dari kondisi tahun 2005 yang mencapai 69,35.

Kekhawatiran tersebut sangat wajar mengingat jika dicermati laju perkembangan

IPM Jawa Barat relatif belum begitu menggembirakan selama beberapa tahun

terakhir, akan tetapi patut pula menjadi renungan bersama bagaimana

konsistennya negara jiran, Malaysia, mendukung tujuan “Wawasan 2020” untuk

menjadikan Malaysia sebagai negara maju menjelang tahun 2020. Belajar dari

semangat pemimpin negeri Malaysia untuk tetap konsisten dengan cita-cita

pendahulunya, maka konsep pembangunan manusia yang sudah menjadi semangat

pembangunan di Jawa Barat harus tetap diwujudkan walaupun terjadi pergantian

pimpinan daerah.

Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia, pencapaian IPM

Provinsi Jawa Barat memperlihatkan pertumbuhan yang positif dari tahun ke

tahun. Pada tahun 2005 misalnya, angka IPM Provinsi Jawa Barat telah mencapai

69,35 dan kemudian menunjukkan kemajuan yang cukup berarti di tahun 2006

Page 78: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

menjadi 70,28 atau naik sekitar 0,93 poin, yang akhirnya pada tahun 2007 IPM

Jawa Barat mencapai 70,76 atau naik sebesar 0,48 poin dari tahun sebelumnya

(BPS Jawa Barat, 2007).

Selama kurun waktu 2 (dua) tahun pembangunan, terhitung dari 2005

hingga 2007, Jawa Barat telah mengalami peningkatan IPM sebesar 1,41 poin.

Suatu peningkatan yang cukup signifikan untuk provinsi sebesar Jawa Barat,

mengingat dengan jumlah penduduk mencapai 41,48 j

tantangan tersendiri untuk menjalankan proses peningkatan kualitas manusia.

Terlepas dari itu, sebesar apapun tantangan yang akan dihadapi, dengan semakin

terwujudnya optimalisasi dan sinergitas pola serta sasaran pembangunan manu

yang dikembangkan pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat selama ini

akan dapat lebih memacu lagi pertumbuhan pembangunan manusia, kaitannya

dengan target capaian IPM Jawa Barat 80 pada Tahun 2010.

Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda 20Gambar 4.1 Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat

0102030405060708090

100

Indeks AHH2005 69,28

2006 70,67

2007 71,03

menjadi 70,28 atau naik sekitar 0,93 poin, yang akhirnya pada tahun 2007 IPM

Jawa Barat mencapai 70,76 atau naik sebesar 0,48 poin dari tahun sebelumnya

(BPS Jawa Barat, 2007).

run waktu 2 (dua) tahun pembangunan, terhitung dari 2005

hingga 2007, Jawa Barat telah mengalami peningkatan IPM sebesar 1,41 poin.

Suatu peningkatan yang cukup signifikan untuk provinsi sebesar Jawa Barat,

mengingat dengan jumlah penduduk mencapai 41,48 juta jiwa tentunya menjadi

tantangan tersendiri untuk menjalankan proses peningkatan kualitas manusia.

Terlepas dari itu, sebesar apapun tantangan yang akan dihadapi, dengan semakin

terwujudnya optimalisasi dan sinergitas pola serta sasaran pembangunan manu

yang dikembangkan pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat selama ini

akan dapat lebih memacu lagi pertumbuhan pembangunan manusia, kaitannya

dengan target capaian IPM Jawa Barat 80 pada Tahun 2010.

Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda 2005-2007Gambar 4.1 Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat

Tahun 2005-2007

Indeks AHH Indeks AMH Indeks RLS Indeks PPP IPM94,52 49,73 59,18 69,35

94,9 49,73 60,34 70,28

95,63 52,13 60,13 70,76

63

menjadi 70,28 atau naik sekitar 0,93 poin, yang akhirnya pada tahun 2007 IPM

Jawa Barat mencapai 70,76 atau naik sebesar 0,48 poin dari tahun sebelumnya

run waktu 2 (dua) tahun pembangunan, terhitung dari 2005

hingga 2007, Jawa Barat telah mengalami peningkatan IPM sebesar 1,41 poin.

Suatu peningkatan yang cukup signifikan untuk provinsi sebesar Jawa Barat,

uta jiwa tentunya menjadi

tantangan tersendiri untuk menjalankan proses peningkatan kualitas manusia.

Terlepas dari itu, sebesar apapun tantangan yang akan dihadapi, dengan semakin

terwujudnya optimalisasi dan sinergitas pola serta sasaran pembangunan manusia

yang dikembangkan pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat selama ini

akan dapat lebih memacu lagi pertumbuhan pembangunan manusia, kaitannya

Gambar 4.1 Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat

IPM69,35

70,28

70,76

Page 79: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

64

Jika ditelaah menurut komponen penyusun IPM, peningkatan capaian

Provinsi Jawa Barat periode 2005-2007 secara nyata didukung oleh meningkatnya

kualitas kesehatan penduduk kemudian tingkat pendidikan serta terakhir oleh

komponen daya beli. Hal tersebut tercermin dari kenaikan IPM sebesar 1,41 poin

(2005-2007) merupakan hasil dari peningkatan indeks komponen kesehatan

sebesar 1,75 poin, indeks komponen pendidikan 1,54 poin serta indeks daya beli

0,95 poin. Kondisi tersebut dimungkinkan karena pada kedua komponen pertama

(kesehatan dana pendidikan), program pembangunan yang dilaksanakan pada saat

ini tidak terlepas dari perencanaan serta tahapan pembangunan di masa

sebelumnya dimana pada dua komponen ini relatif lebih mudah diterapkan suatu

kebijakan maupun intervensi pembangunan.

Pemerintah, pusat maupun daerah, telah serius dalam mengupayakan

segala bentuk kemudahan bagi masyarakat luas untuk mengakses sarana

pendidikan dan kesehatan dasar. Upaya yang ditempuh antara lain melalui

peningkatan kualitas serta penambahan jumlah sarana maupun pembebasan

pungutan biaya untuk mendapatkan pelayanan (Bantuan Operasional Sekolah,

keaksaraan fungsional dan pendidikan luar sekolah, pelayanan kesehatan gratis,

dan sebagainya). Meskipun di beberapa wilayah Jawa Barat, khususnya daerah

‘tertinggal’, dirasa belum optimal pelaksanaannya sehingga masih membutuhkan

perhatian yang lebih guna mempertajam hasil yang ingin dicapai. Sedangkan pada

komponen daya beli sendiri, meskipun dimungkinkan bagi pemerintah untuk

melakukan intervensi, dampaknya masih belum begitu terlihat mengingat masih

Page 80: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

65

cukup besar pengaruh yang dirasakan masyarakat akibat kondisi pasar serta

stabilitas ekonomi.

Terdapat hal menarik dari realita di atas, bahwasanya kesehatan dan

pendidikan merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu untuk

menghasilkan peningkatan yang sifatnya spontan dan dapat dirasakan dalam

waktu dekat. Peningkatan yang terjadi, seperti telah diungkapkan, tidak terlepas

dari pondasi pembangunan yang telah diletakkan sebelumnya serta sifatnya relatif

lebih stabil dan mudah mengalami kejenuhan apabila telah mencapai derajat

tertentu. Misalkan, daerah perkotaan yang telah mencapai angka melek huruf

cukup tinggi pasti akan mengalami ‘stagnasi’ peningkatan capaian indikator,

demikian pula dengan rata-rata lama sekolah serta angka harapan hidup (BPS

Jawa Barat, 2008)

Berbeda halnya dengan potensi komponen daya beli yang kontribusi dapat

bertambah secara nyata seiring dengan keberhasilan peningkatan kesejahteraan

masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.

Potensi tersebut terlihat demikian besarnya mengingat indeks yang telah dicapai

Jawa Barat hanya sebesar 60,13 sangat rendah dibanding capaian indeks

kesehatan (71,03) maupun pendidikan (81,13). Namun sayangnya pertumbuhan

ekonomi kita masih dalam skala medium serta diperparah dengan masih didapati

ketimpangan pemerataan pendapatan penduduk di beberapa wilayah Jawa Barat.

Page 81: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

66

4.4 Pemekaran Daerah di Propinsi Jawa Barat

Sebagai provinsi dengan luas daerah dan jumlah penduduk yang cukup

besar, Jawa Barat menghadapi permasalahan yang cukup kompleks dalam hal

rentang kendali dan penyebaran pembangunan. Kesenjangan pembangunan akibat

pemusatan pertumbuhan ekonomi di sejumlah kawasan menimbulkan persoalan-

persoalan kesejahteraan, seperti kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain. Bahkan

isu etnisitas yang membedakan antara Priangan dengan non Priangan turut

mewarnai wacana pemekaran daerah di Jawa Barat.

Bila merujuk pada desain penataan wilayah yang dibuat Pemerintah

Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990 yang termuat dalam Pola Induk

Pengembangan Wilayah Propinsi DATI I Jawa Barat dalam jangka panjang (25-

30 tahun), kebijakan kemungkinan penataan kembali Daerah Tingkat II di Jawa

Barat diarahkan untuk berkembang dari 24 menjadi 42 Daerah Tingkat II.

Meskipun demikian, hingga tahun 2006, jumlah daerah otonom di Jawa Barat

masih berjumlah 26 termasuk dengan Kabupaten Bandung Barat yang dibentuk

pada akhir tahun 2006.

Page 82: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pembangunan manusia di Propinsi Jawa Barat diestimasi dengan

menggunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan bagaimana perkembangan

indeks pembangunan manusia di Jawa Barat sebelum dan setelah adanya

pemekaran daerah serta untuk menjelaskan pengaruh pemekaran terhadap

pembangunan manusia di Jawa Barat. Analisis panel data dilakukan dengan 22

kabupaten/kota sebagai komponen cross section dan periode 2002-2006 sebagai

komponen time series. Analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor

yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Jawa Barat.

Dalam analisis panel data, variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

dijadikan sebagai variabel terikatnya, yang dihubungkan dengan beberapa variabel

bebas (penjelas) yaitu, pendapatan per kapita atas dasar harga konstan (PDRBK),

tingkat kemiskinan (POV), dan alokasi belanja publik (BPUB).

5.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sebelum dan Setelah Pemekaran di Propinsi Jawa Barat

Dalam konteks kebijakan hubungan antara pemerintah Pusat dan Daerah,

kebijakan pembangunan dapat dilihat dari sisi pelimpahan kewenangan atau

urusan untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Ada dua pendekatan yang

biasa digunakan, yaitu pendekatan sentralisasi dan pendekatan desentralisasi.

Pendekatan sentralisasi lebih mengutamakan efisiensi, sementara itu pendekatan

Page 83: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

68

desentralisasi lebih mengedepankan kemandirian daerah dan keadilan ketimbang

efisiensi. Seiring dengan bergulirnya masa otonomi daerah, Pemerintah Propinsi

Jawa Barat memfokuskan kebijakan pembangunan pada upaya peningkatan

kualitas Sumber Daya Manusia secara nyata dan berkelanjutan (sustainable).

Dengan adanya otonomi daerah, daerah yang merasa diperlakukan kurang “adil”

yang tercermin dari distribusi pendapatan dan tingkat pengembalian kekayaan

yang dimiliki ke wilayahnya, berusaha untuk mengembangkan daerah baru dan

memisahkan diri dari daerah induknya.

Tabel 5.1 Perkembangan IPM Jawa Barat Tahun 2002-2006IPM 2002 2003 Laju (%) 2004 2005 2006 Laju (%)

Kab bogor 65,60 67,81 3,37 68,10 68,99 69,79 1,23Kab sukabumi 63,80 67,13 5,22 67,56 68,54 69,04 1,09Kab cianjur 64,50 65,58 1,67 66,18 66,79 67,44 0,95Kab bandung 68,80 67,51 -1,87 68,52 69,16 70,41 1,37Kab garut 62,80 65,21 3,84 66,31 67,03 68,61 1,72Kab tasik 67,10 67,06 -0,06 68,46 69,08 69,74 0,93Kab ciamis 65,30 69,93 7,09 70,89 71,08 71,95 0,75Kab kuningan 65,00 67,28 3,51 68,00 68,80 69,17 0,86Kab Cirebon 62,40 63,00 0,96 63,97 64,58 65,51 1,20Kab majalengka 64,40 67,35 4,58 68,01 68,52 68,81 0,59Kab sumedang 67,50 69,67 3,21 70,65 71,40 71,66 0,71Kab indramayu 61,20 61,90 1,14 63,24 64,48 65,72 1,94Kab subang 63,00 67,42 7,02 68,20 68,47 69,06 0,63Kab purwakarta 65,60 68,19 3,95 68,86 69,52 69,85 0,72Kab karawang 62,90 64,33 2,27 65,04 66,35 66,95 1,46Kab bekasi 66,90 69,78 4,30 70,52 70,88 71,08 0,40Kota bogor 71,90 73,96 2,87 74,64 74,94 75,09 0,30Kota sukabumi 69,20 73,40 6,07 73,96 74,58 75,09 0,76Kota bandung 73,00 77,15 5,68 77,17 77,42 77,48 0,20Kota Cirebon 69,20 71,00 2,60 71,92 72,52 73,05 0,78Kota bekasi 72,80 73,49 0,95 74,95 75,48 75,65 0,47Kota depok 73,90 76,13 3,02 76,85 77,81 77,97 0,73Kota cimahi - - - 73,83 75,16 75,25 0,96Kota tasik - - - 71,05 71,62 72,33 0,90Kota banjar - - - 71,52 71,73 71,94 0,29

Jawa Barat 65,8 67,87 3,15 68,36 69,35 70,28 1,39Sumber : Data Basis IPM Jabar 2002-2006 (diolah)

Page 84: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

69

Secara umum, dengan membandingkan kondisi capaian Indeks

Pembangunan Manusia Jawa Barat sebelum dan setelah adanya pemekaran

wilayah, seluruh kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat mengalami

peningkatan dalam pencapaian IPM. Hal ini dapat diartikan bahwa akhirnya

masyarakat dapat menjangkau dan mengenyam pendidikan lebih baik, mampu dan

mudah memperoleh pelayanan kesehatan serta mampu memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Berdasarkan tabel perkembangan IPM Jawa Barat, terlihat jelas bahwa

daerah-daerah baru hasil pemekaran (Kota Cimahi, Tasik, dan Banjar) ternyata

berhasil meraih nilai IPM yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah

induknya. Hal tersebut disebabkan oleh daerah-daerah baru yang dibentuk

memang sejak awal telah berkembang menjadi daerah potensial, sehingga

statusnya ditingkatkan dari kecamatan menjadi Kota Administratif (Kotif).

Rentang waktu dari kotif menjadi kota otonom pun relatif memadai untuk

mempersiapkan struktur dan manajemen pemerintahan. Sebagai contoh adalah

Kota Cimahi yang pada tahun 1935 merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Bandung, kemudian menjadi Kota Administratif pada tahun 1975 dan

baru menjadi Kotamadya pada tahun 2002, sehingga tidak heran bila daerah-

daerah baru tersebut mampu melaju meninggalkan daerah-daerah induknya.

Namun demikian, dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya

pemekaran wilayah adalah ketimpangan antara daerah induk dan daerah baru hasil

pemekaran. Hal ini seperti terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan

daerah induk dari Kotamadya Tasikmalaya. Ketimpangan yang paling terlihat

Page 85: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

70

secara signifikan setelah pemekaran wilayah adalah keuangan daerah, khususnya

terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setelah terjadi pemekaran wilayah,

Kabupaten Tasikmalaya di satu pihak hanya memiliki PAD yang sangat kecil,

sementara Kota Tasikmalaya memiliki PAD yang relatif lebih besar. Hal ini

terjadi karena konsentrasi sumber-sumber PAD yang potensial berada di Kota

Tasikmalaya. Dengan demikian, daerah induk yang seharusnya mampu membina

daerah baru pecahannya, dalam hal PAD tidak mampu untuk melakukan

pembinaan, bahkan sebagian PAD Kota Tasikmalaya (lebih kurang 30%)

diserahkan kepada Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 5.2 Perbandingan Capaian PAD setelah Dimekarkan Tahun 2004-2006(dalam juta rupiah)

Daerah Tahun Daerah Tahun

Induk 2003 2004 2005 2006 Baru 2004 2005 2006Kab. Bandung 99.760,6 109.581,8 108.322,4 137.532,5 Kota Cimahi 39.454,3 47.688,4 50.243,3Kab. Ciamis 27.856,9 32.368,1 24.946,6 30.984,0 Kota Banjar 4.430,3 13.237,2 18.790,1

Kab. Tasik 18.659,2 20.844,6 21.865,6 35.440,6 Kota Tasik 29.937,4 29.671,6 50.829,8Sumber: Data APBD Kab/Kota di Propinsi Jawa Barat 2003-2007

Selain pada daerah-daerah hasil pemekaran, nilai Indeks Pembangunan

Manusia di wilayah perkotaan cenderung lebih besar dibandingkan dengan

pencapaian di wilayah kabupaten. Kondisi ini sebenarnya terkait dengan adanya

ketimpangan antara kota dan kabupaten. Seperti diketahui, sebagian besar wilayah

kabupaten merupakan wilayah pedesaan. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian

besar penduduk di kabupaten bekerja di sektor pertanian sedangkan sebagian

besar penduduk di wilayah perkotaan bekerja di sektor perdagangan dan jasa.

Walaupun ada beberapa kabupaten yang menjadi kawasan industri seperti di

Kabupaten Karawang, Bogor dan Bekasi, namun secara agregat sebagian besar

penduduk kabupaten di Propinsi Jawa Barat bekerja di sektor pertanian. Jika

Page 86: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

71

dikaitkan dengan teori ketimpangan antara kota dan desa, masyarakat perkotaan

secara rata-rata tentu akan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan masyarakat di pedesaan sehingga masyarakat perkotaan memiliki daya

beli dan akses terhadap kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di kabupaten.

Tabel 5.3 Perkembangan Ketimpangan Pendapatan di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002-2006

Gini Rasio 2002 2003 2004 2005 2006Kab bogor 0,193 0,176 0,165 0,185 0,187Kab sukabumi 0,196 0,179 0,217 0,213 0,217Kab cianjur 0,172 0,158 0,186 0,192 0,203Kab bandung 0,179 0,157 0,155 0,155 0,171Kab garut 0,214 0,205 0,240 0,219 0,229Kab tasik 0,218 0,200 0,186 0,207 0,221Kab ciamis 0,191 0,183 0,168 0,165 0,165Kab kuningan 0,181 0,180 0,181 0,146 0,154Kab Cirebon 0,197 0,196 0,281 0,261 0,247Kab majalengka 0,193 0,188 0,326 0,225 0,232Kab sumedang 0,186 0,185 0,179 0,169 0,172Kab indramayu 0,166 0,164 0,230 0,204 0,203Kab subang 0,153 0,148 0,242 0,219 0,233Kab purwakarta 0,152 0,151 0,242 0,215 0,211Kab karawang 0,167 0,165 0,236 0,228 0,225Kab bekasi 0,122 0,121 0,130 0,194 0,202Kota bogor 0,123 0,122 0,168 0,158 0,175Kota sukabumi 0,163 0,159 0,223 0,191 0,200Kota bandung 0,111 0,110 0,094 0,159 0,178Kota Cirebon 0,169 0,157 0,228 0,198 0,205Kota bekasi 0,132 0,126 0,088 0,184 0,196Kota depok 0,121 0,118 0,121 0,199 0,192Kota cimahi - - 0,185 0,195 0,200Kota tasik - - 0,210 0,199 0,206Kota banjar - - 0,165 0,213 0,226

Sumber : Data Basis IPM Jawa Barat 2002-2007

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa ketimpangan pendapatan

bervariasi tiap kabupaten dan kota. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa daerah-

daerah hasil pemekaran ternyata memiliki ketimpangan yang lebih tinggi

dibandingkan daerah induknya. Hal ini semakin menjelaskan adanya ketimpangan

Page 87: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

72

antara kabupaten dan kota, dimana di wilayah kabupaten yang sebagian besar

penduduknya bekerja di sektor pertanian, menyebabkan distribusi pendapatan

penduduknya lebih seragam dan merata dibandingkan dengan di wilayah

perkotaan.

Tabel 5.4 Penduduk 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Kabupaten dan Lapangan Usaha

Lapangan UsahaKabupaten/Kota Pertanian Industri Perdagangan Jasa

2003 2006 2003 2006 2003 2006 2003 2006Kab. Bogor 19,03 18,87 21,76 20,00 27,35 26,32 14,99 17,34Kab. Sukabumi 47,34 37,75 12,29 9,81 18,79 20,72 8,31 11,72Kab. Cianjur 60,56 57,46 4,79 4,54 19,09 17,53 6,58 6,25Kab. Bandung 24,37 24,04 27,17 25,97 20,98 21,04 12,47 10,72Kab. Garut 46,23 40,57 8,54 9,87 24,64 24,50 8,52 12,47Kab. Tasikmalaya 52,73 47,44 15,67 15,50 14,88 19,69 6,93 7,71Kab. Ciamis 52,47 37,89 8,91 16,05 21,31 24,53 6,57 9,29Kab. Kuningan 50,21 40,48 5,79 5,41 25,87 28,64 8,10 12,35Kab. Cirebon 35,06 17,57 12,77 19,28 26,31 34,89 13,70 11,96Kab. Majalengka 50,13 32,32 15,19 16,99 19,41 26,11 5,88 8,52Kab. Sumedang 43,85 40,15 12,71 15,74 19,70 21,51 9,99 11,00Kab. Indramayu 52,58 43,41 6,78 6,16 18,94 26,63 8,94 9,64Kab. Subang 57,82 40,73 5,23 7,43 19,16 25,06 6,10 9,38Kab. Purwakarta 34,09 24,54 17,45 19,20 21,91 21,12 8,37 11,78Kab. Karawang 41,84 24,48 15,99 18,23 19,96 29,17 10,28 9,87Kab. Bekasi 17,89 9,84 26,07 28,33 23,83 29,32 11,75 14,24Kota Bogor 4,76 2,30 17,73 21,53 26,99 26,05 26,62 28,84Kota Sukabumi 6,02 4,47 13,28 8,99 40,46 33,71 16,90 31,96Kota Bandung 1,29 2,11 27,30 25,96 35,78 35,12 16,96 19,24Kota Cirebon 3,37 2,27 9,56 9,19 37,00 40,18 25,30 25,20Kota Bekasi 3,51 1,16 24,04 25,46 18,08 23,78 29,02 22,86Kota Depok 3,29 1,28 16,81 14,94 26,60 28,33 27,07 29,34Kota Cimahi - 0,28 - 41,38 - 21,21 - 22,54Kota Tasikmalaya - 7,72 - 28,63 - 30,69 - 15,24Kota Banjar - 28,71 - 14,33 - 20,93 - 13,83

Jawa Barat 34,86 26,37 15,96 17,37 22,57 25,60 11,97 13,61Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah 2005

Selain faktor ketimpangan kota dan desa, faktor lain yang turut

menyebabkan timpangnya nilai pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di

wilayah perkotaan dan kabupaten adalah faktor sarana dan prasarana publik

Page 88: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

73

seperti air bersih. Berikut adalah gambaran rumah tangga di kabupaten/kota

terhadap akses sumber air minum bersih.

Tabel 5.5 Rumah tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Air Minum Bersih

Sumber Air MinumKabupaten/Kota 2002 2005

Bersih (%) Tak Bersih (%) Bersih (%) Tak Bersih (%)Kab. Bogor 76,40 23,60 75,87 24,13Kab. Sukabumi 65,13 34,87 79,45 20,55Kab. Cianjur 74,20 25,80 83,65 16,35Kab. Bandung 84,94 15,06 89,26 10,74Kab. Garut 63,31 36,69 73,12 26,88Kab. Tasikmalaya 62,76 37,24 70,91 29,09Kab. Ciamis 72,85 27,15 75,47 24,53Kab. Kuningan 83,85 16,15 73,60 26,4Kab. Cirebon 93,34 6,66 87,06 12,94Kab. Majalengka 77,48 22,52 81,54 18,46Kab. Sumedang 88,10 11,90 86,24 13,76Kab. Indramayu 91,14 8,86 91,38 8,62Kab. Subang 81,57 18,43 97,16 2,84Kab. Purwakarta 48,70 51,30 52,11 47,89Kab. Karawang 84,83 15,17 85,52 14,48Kab. Bekasi 90,48 9,52 95,53 4,47Kota Bogor 86,90 13,10 99,01 0,99Kota Sukabumi 94,99 5,01 96,25 3,75Kota Bandung 97,45 2,55 99,17 0,83Kota Cirebon 97,04 2,96 98,75 1,25Kota Bekasi 98,73 1,27 99,14 0,86Kota Depok 93,44 6,56 90,19 9,81Kota Cimahi - - 92,59 7,41Kota Tasikmalaya - - 84,13 15,87Kota Banjar - - 85,65 14,35

Jawa Barat 81,21 18,79 85,05 14,95Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah Jawa Barat 2002

Survei Sosial Ekonomi Daerah Jawa Barat 2005

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa masyarakat yang tinggal

di wilayah perkotaan memiliki akses yang lebih baik untuk menikmati sarana dan

prasarana air minum bersih. Air minum bersih merupakan faktor yang memegang

peranan penting terhadap kesehatan karena dapat menggambarkan tingkat sanitasi

masyarakat. Semakin banyak orang yang menggunakan air minum bersih untuk

Page 89: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

74

kebutuhan hidupnya maka kesehatan orang tersebut akan semakin baik jika

dibandingkan orang yang menggunakan air tidak bersih.

Jika ditinjau dari laju pertumbuhan IPM sebelum dan setelah pemekaran,

laju pertumbuhan IPM di Jawa Barat,mempunyai nilai yang positif atau dengan

kata lain IPM di Jawa Barat selalu meningkat tiap tahunnya, baik sebelum

maupun setelah pemekaran. Namun, laju pertumbuhan yang sama-sama bernilai

positif tersebut jika dibandingkan antara sebelum dan setelah pemekaran, ternyata

laju pertumbuhan IPM Jawa Barat sebelum dimekarkan lebih besar dibandingkan

setelah adanya pemekaran. Hal ini berarti pemekaran wilayah di Jawa Barat

belum dapat dijadikan sebagai arah kebijakan akselerasi guna memacu

pertumbuhan IPM Jawa Barat menuju visi Jawa Barat 2010.

5.2 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Barat

5.2.1 Uji Kesesuaian Model

Untuk mengetahui model yang akan dipilih antara fixed effect dan random

effect, maka dilakukan uji Hausman. Berdasarkan uji Hausman, didapat nilai Chi-

Square pada taraf nyata 5 persen sebesar 163,547090 dengan probabilitas 0,0000.

Karena nilai Chi-Square statistik lebih besar dari Chi-Square tabel dengan derajat

bebas 3 sebesar 7,81473 maka tolak hipotesis nol yang berarti pendekatan fixed

effect lebih cocok untuk digunakan dalam mengestimasi data. Selain dengan

melihat nilai Chi-Square, uji kesesuaian juga dapat dilihat dari nilai probabilitas

(p-value). Jika nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata 5 persen maka model

yang digunakan adalah fixed effect. Pengolahan dengan model fixed effect secara

Page 90: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

75

umum dapat dilakukan dengan metode Pooled Least Square (no weighted) atau

dengan General Least Square (cross section weight).

Tabel 5.6 Hasil Estimasi Fixed Effect dengan pembobotan (cross section weight) dan white cross section

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.994286 0.473476 2.099973 0.0387POV 0.002589 0.000828 3.126944 0.0024

LN_PDRBK 0.205278 0.031564 6.503533 0.0000BPUB 0.000748 0.000125 5.964512 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.979951 Mean dependent var 6.005768Adjusted R-squared 0.974290 S.D. dependent var 4.051804S.E. of regression 0.014965 Sum squared resid 0.019035F-statistic 173.1103 Durbin-Watson stat 1.847053Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.946464 Mean dependent var 4.236655Sum squared resid 0.019395 Durbin-Watson stat 1.717557

Sumber : Lampiran

5.2.2 Uji Pelanggaran Asumsi

Setelah didapatkan keputusan untuk menggunakan model fixed effect,

langkah selanjutnya adalah melakukan uji pelanggaran asumsi agar model terbaik

memenuhi asumsi klasik regresi, yaitu terbebas dari heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi

adalah homoskedastisitas atau dengan kata lain, model harus bersifat BLUE (Best

Linier Unbiased Estimate). Kondisi ini tercapai jika semua residual atau error

memiliki varian yang sama. Apabila varian error tidak konstan atau berubah-

ubah, maka hal tersebut disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui adanya

Page 91: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

76

masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan metode fixed effect dengan

pembobotan (General Least Square/Cross Section Weight), yaitu membandingkan

antara sum square resid pada weighted statistics dan sum square resid pada

unweighted statistics. Jika nilai sum square resid pada pada weighted statistics

lebih kecil dari sum square resid pada unweighted statistics, maka diindikasikan

terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan uji white

dengan mengestimasi model menggunakan pembobotan (GLS) kemudian

dilakukan white heteroscedasticity covariance.

Setelah menguji masalah heteroskedastisitas, asumsi lain yang harus

dipenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model. Dengan jumlah observasi

110 dan variabel penjelas di luar konstanta sebanyak 3, didapatkan nilai dL 1,613

dan dU 1,736. Nilai Durbin Watson hasil estimasi sebesar 1,847 berada pada (dU <

DW < 2) yaitu (1,736 < 1,847 < 2) yang berarti bahwa tidak ada korelasi serial.

5.2.3 Evaluasi Model

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi

secara bersamaan (uji semesta). Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari

taraf nyata, maka berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata

terhadap peubah dependen (terikat). Dari hasil estimasi terbaik, terlihat bahwa

nilai probalititas F-statistik bernilai 0,000000 yang berarti minimal ada satu

variabel bebas dalam model yang mempengaruhi pembangunan manusia di

Propinsi Jawa Barat.

Page 92: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

77

Setelah melakukan uji-F, langkah selanjutnya adalah melakukan uji-t. Uji-t

dilakukan untuk menghitung koefisien regresi secara individu. Apabila t-hitung

lebih besar dari t-tabel, berarti variabel bebas dalam dalam model nyata secara

statistik pada taraf 5 persen. Pada tabel distribusi-t didapatkan nilai t-tabel untuk

persamaan dengan derajat bebas 80 ((NxT)-(N-1)-K) sekitar 2,000. Dari hasil

estimasi terbaik didapatkan 3 variabel yang mempunyai nilai t-statistik lebih besar

dari t-tabel. Variabel-variabel tersebut adalah tingkat kemiskinan, pendapatan per

kapita, dan belanja publik.

Koefisien determinasi (goodness of fit) merupakan suatu ukuran yang

penting karena menggambarkan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi.

Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel independen (terikat)

dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka kemampuan

variabel bebas untuk menjelaskan variabel terikatnya semakin baik. Dari hasil

estimasi terbaik didapatkan nilai R2 sebesar 0,9799 yang berarti bahwa 97,99

persen keragaman pembangunan manusia di Jawa Barat dapat dijelaskan oleh

model tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati

distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka prosedur

pengujian mengguakan statistik-t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term

dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera.

Page 93: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

78

Sumber : Lampiran

Gambar 5.1 Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan gambar di atas, didapatkan nilai probabilitas Jarque Bera

yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti error term terdistribusi

dengan normal, sehingga pengujian menggunakan statistik-t telah sah.

Keunggulan pendekatan efek tetap dalam mengestimasi data panel adalah

dapat mengakomodasi heterogenitas unit-unit observasi yang digunakan.

Heterogenitas unit observasi dapat dilihat pada cross section effect. Nilai-nilai

tersebut mempengaruhi heterogenitas konstanta intersep unit-unit cross section

yang digunakan. Konstanta intersep dalam suatu hasil regresi menggambarkan

komponen peubah terikat yang tidak dapat diterangkan oleh masing-masing

peubah bebas yang digunakan dalam model. Nilai tersebut menunjukkan jika

semua peubah yang digunakan tidak berpengaruh nyata, maka nilai intersep

menunjukkan nilai IPM yang sesungguhnya.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

-0.02 -0.01 -0.00 0.01 0.02

Series: Standardized ResidualsSample 2002 2006Observations 110

Mean 3.23e-18Median 0.002462Maximum 0.023816Minimum -0.027151Std. Dev. 0.013215Skewness -0.335681Kurtosis 2.234378

Jarque-Bera 4.752477Probability 0.092899

Page 94: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

79

Tabel 5.7 Hasil Cross Section Effect

CROSSID Effect1 Kab. Bogor -0.0319022 Kab. Sukabumi 0.0573483 Kab. Cianjur 0.0448864 Kab. Bandung -0.0307405 Kab. Garut 0.0023606 Kab. Tasikmalaya 0.0742597 Kab. Ciamis 0.0699568 Kab. Kuningan 0.0697389 Kab. Cirebon 0.015114

10 Kab. Majalengka 0.06845111 Kab. Sumedang 0.05609112 Kab. Indramayu -0.20274413 Kab. Subang 0.00829914 Kab. Purwakarta -0.08744715 Kab. Karawang -0.12918616 Kab. Bekasi -0.26805817 Kota Bogor 0.12602118 Kota Sukabumi 0.07122919 Kota Bandung 0.01911620 Kota Cirebon -0.20817321 Kota Bekasi 0.06918522 Kota Depok 0.206196

Sumber : Lampiran

5.2.4 Intepretasi Model

Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS, diketahui

bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia

Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen adalah tingkat kemiskinan, PDRB

per kapita dan belanja publik.

5.3.4.1 Tingkat Kemiskinan

Variabel kemiskinan yang dalam hal ini menggunakan persentase jumlah

penduduk miskin mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat

secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel

tingkat kemiskinan sebesar 0,0026 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,0024.

Page 95: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

80

Artinya secara rata-rata, indeks pembangunan manusia Jawa Barat mengalami

peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,26 persen seiring dengan

peningkatan kemiskinan sebesar 1 persen tiap tahunnya, asumsi cateris paribus.

Hubungan yang positif mengindikasikan bahwa sejalan dengan peningkatan

kemiskinan yang terjadi, pembangunan manusia Jawa Barat justru semakin

meningkat. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal yang telah dibuat

sebelumnya.

Tingkat kemiskinan di propinsi Jawa Barat masih tergolong cukup tinggi

yaitu sebesar 12,1 persen, atau berjumlah 4.654.200 jiwa pada tahun 2004. Jumlah

ini kemudian meningkat pada tahun 2005 seiring dengan adanya kebijakan

kenaikan harga BBM. Data dari BPS Jawa Barat pada tahun 2006 tercatat jumlah

penduduk miskin di Jawa Barat mencapai 13,39 persen. Jika diasumsikan jumlah

penduduk Jawa Barat pada tahun 2006 sebesar 40 juta, maka total penduduk

miskin mencapai 5,35 juta.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang terus tumbuh setiap tahunnya

ternyata tidak diimbangi oleh distribusi pendapatan yang merata di masyarakat.

Hal ini dapat terlihat dari Tabel 5.3, dimana kecenderungan ketimpangan

pendapatan kabupaten/kota di Jawa Barat semakin meningkat selama periode

2002-2006. Laju pertumbuhan ekonomi yang positif seharusnya diimbangi

dengan daya serap tenaga kerja, namun fakta di Jawa Barat, tingkat pengangguran

terbuka masih tetap tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil dari

pembangunan ekonomi tidak tersebar secara merata yang menyebabkan efek

menetes ke bawah tidak terjadi.

Page 96: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

81

Tabel 5.8 Gambaran Indikator Makro Pembangunan Jawa Barat Tahun 2002-2006

No Indikator Tahun

2002 2003 2004 2005 2006

1 IPM 67,45 67,87 68,36 69,35 70,28

2 Indeks Pendidikan 78,27 78,40 79,02 79,59 79,84

Angka Melek Huruf (%) 93,94 93,60 93,96 94,52 94,90

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 7,04 7,20 7,37 7,46 7,46

3 Indeks Kesehatan 66,55 66,57 67,23 69,28 70,67

Angka Harapan Hidup (tahun) 64,93 64,94 65,34 66,57 67,40

4 Indeks Daya Beli 57,53 58,63 58,83 59,18 60,34

PPP (Rp) 551.350,- 553.699,- 554.570,- 556.100,- 561.100,-

5 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 3,93 4,50 5,06 5,31 6,02

6 Penduduk Miskin (%) 13,38 12,90 12,10 13,06 13,39

7 Pengangguran (%) 10,23 12,69 12,25 11,91 10,95Sumber: RKPD Jawa Barat 2008-2013 dan Data Basis IPM Jawa Barat

Melihat fenomena di atas, pemerintah Propinsi Jawa Barat berupaya untuk

mewujudkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari volume Belanja

Daerah pada APBD Provinsi Tahun 2009. Anggaran tersebut diprioritaskan dalam

upaya untuk mewujudkan Jawa Barat bebas biaya pendidikan melalui Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) Provinsi untuk satuan Pendidikan dasar dan

Menengah, penyediaan buku teks pelajaran yang diujian nasional-kan, dan

bantuan baju seragam sekolah bagi siswa yang tidak mampu; upaya Jawa Barat

bebas buta aksara melalui kegiatan keaksaraan fungsional untuk menangani

326.900 orang sasaran buta aksara; dan upaya Jawa Barat Bebas Putus Jenjang

Sekolah melalui kegiatan paket B dan paket C untuk peningkatan angka RLS.

Selain itu, dalam sektor kesehatan, pemerintah Jawa Barat juga telah

memberikan asuransi kesehatan bagi keluarga tidak mampu dan dalam sektor

daya beli, adanya bantuan langsung tunai dari pemerintah pusat sebagai insentif

akibat naiknya harga BBM menyebabkan peningkatan daya beli masyarakat yang

Page 97: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

82

kurang mampu. Faktor-faktor tersebut yang diduga menyebabkan hubungan yang

positif antara tingkat kemiskinan dan pembangunan manusia. Namun demikian

hal ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar bagi pemerintah Jawa Barat

guna menciptakan pembangunan yang tidak hanya tinggi secara kuantitas, tetapi

diikuti dengan kualitas yang baik pula.

5.3.4.2 Pertumbuhan Ekonomi

Variabel pertumbuhan ekonomi yang diwakili dengan menggunakan

indikator PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 berpengaruh

secara signifikan terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf

nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRBK sebesar 0,2053

dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000. Nilai koefisien regresi sebesar 0,2053

menggambarkan elastisitas dari perubahan indeks pembangunan manusia Jawa

Barat terhadap perubahan pendapatan per kapita. Artinya jika terjadi kenaikan

PDRB per kapita sebesar 1 persen maka nilai IPM di Propinsi Jawa Barat akan

meningkat sebesar 0,2053 persen. Semakin tinggi PDRB per kapita Jawa Barat,

maka semakin tinggi IPM Jawa Barat, asumsi cateris paribus.

PDRB per kapita yang berhubungan positif dan signifikan terhadap

pembangunan manusia Jawa Barat sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat

sebelumnya. Sesuai dengan visi Jawa Barat 2010 yang ingin menjadikan “Jawa

Barat Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra

Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010”, salah satu cara untuk mewujudkan visi

tersebut adalah dengan menggenjot laju pertumbuhan ekonomi. Namun demikian,

Page 98: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

83

pembangunan ekonomi harus sejalan dengan pembangunan sosial sehingga

dengan adanya pertumbuhan ekonomi akan dapat meningkatkan kualitas

kesejahteraan sosial.

Tabel 5.7 PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 (Juta Rupiah)

Lap. Usaha 2002 2003 2004 2005 2006

1 31,617,283.70 32,402,164.32 34,457,716.98 34,942,015.45 34,822,021.09

2 7,999,634.26 8,232,371.91 7,705,213.45 7,143,208.64 6,982,246.74

3 90,371,399.97 93,938,482.51 96,978,417.53 105,334,047.15 114,299,625.74

4 4,858,690.20 4,918,153.74 5,337,897.17 5,649,829.62 5,427,579.55

5 5,580,463.39 5,985,267.25 6,602,399.92 7,780,823.72 8,232,950.09

6 40,643,460.69 42,758,204.32 45,529,027.75 47,259,969.72 50,719,350.06

7 8,592,140.96 9,379,745.45 10,309,020.56 10,329,164.21 11,143,253.97

8 6,490,645.26 6,967,352.63 7,247,001.69 7,623,682.08 7,672,322.47

9 13,577,470.98 14,943,478.53 15,836,800.82 16,821,141.16 18,200,096.05

PDRB 209,731,189.42 219,525,220.65 230,003,495.86 242,883,881.74 257,499,445.75

Sumber: BPS Pusat 2008Keterangan : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan; (9) Jasa-Jasa.

Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah sadar bahwa pertumbuhan ekonomi

yang tinggi tanpa diikuti dengan pembangunan manusia yang berkualitas tidak

akan bertahan lama. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadikan

Indeks Pembangunan Manusia sebagai ukuran keberhasilan pembangunan

sekaligus sebagai indikator pencapaian visi Jawa Barat 2010. Berdasarkan tabel

5.7, peningkatan PDRB Jawa Barat didominasi oleh sektor industri pengolahan,

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Seperti diketahui ketiga

sektor tersebut merupakan sektor basis yang menyerap sebagian besar tenaga

kerja di Jawa Barat dan sektor-sektor tersebut sangat sesuai dengan potensi daerah

Jawa Barat. Hal ini terkait dengan wilayah Jawa Barat yang banyak terdapat

kawasan industri seperti di Kabupaten Karawang, Kabupaten Bogor, dan

Page 99: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

84

Kabupaten Bekasi, kemudian lahan pertanian yang masih luas seperti di

Kabupaten Karawang dan Cianjur, serta potensi pariwisata, baik wisata alam,

wisata belanja dan wisata kuliner yang menyebabkan sektor-sektor tersebut

memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat

sehingga peningkatan laju pertumbuhan yang didominasi oleh ketiga sektor

tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas.

5.3.4.4 Belanja Publik

Variabel belanja publik berpengaruh secara signifikan terhadap

pembangunan manusia Jawa Barat. Nilai koefisien regresi dari variabel belanja

publik sebesar 0,0007. Artinya secara rata-rata, indeks pembangunan manusia

Jawa Barat mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,07 persen

seiring dengan peningkatan alokasi belanja publik sebesar 1 persen tiap tahunnya.

Semakin besar belanja publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, maka

semakin tinggi IPM Jawa Barat, asumsi cateris paribus.

Belanja publik yang berhubungan positif dan signifikan terhadap

pembangunan manusia Jawa Barat sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat

sebelumnya. Dengan semakin meningkatnya anggaran belanja publik dalam

APBD, berarti pemerintah daerah menunjukkan komitmennya sebagai pelayan

masyarakat.

Page 100: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

85

Tabel 5.10 Persentase Realisasi Belanja Publik dalam APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002-2006

Belanja Publik 2002 2003 2004 2005 2006Kab bogor 26,67 18,90 21,71 28,79 33,52Kab sukabumi 34,61 64,61 59,29 67,08 66,91Kab cianjur 25,49 25,64 23,38 65,41 66,70Kab bandung 32,01 67,01 69,55 64,69 67,64Kab garut 13,79 70,39 67,02 63,32 62,83Kab tasik 12,42 71,07 72,18 74,53 72,77Kab ciamis 13,47 72,07 69,93 72,27 30,36Kab kuningan 16,82 77,05 71,65 71,18 71,93Kab Cirebon 33,28 65,37 61,92 61,15 62,98Kab majalengka 26,06 82,79 67,94 79,25 38,49Kab sumedang 10,52 57,94 60,85 61,20 59,38Kab indramayu 32,18 74,79 72,04 63,89 67,03Kab subang 26,05 64,14 59,78 59,28 67,45Kab purwakarta 25,40 48,14 55,69 57,80 59,11Kab karawang 30,53 60,35 63,25 56,51 59,16Kab bekasi 49,04 65,90 58,90 63,30 65,01Kota bogor 26,36 78,17 59,87 59,76 67,98Kota sukabumi 30,67 72,98 73,05 75,80 74,42Kota bandung 22,39 35,27 47,70 50,89 50,47Kota Cirebon 29,80 65,37 68,49 75,61 72,08Kota bekasi 44,72 57,78 53,45 58,07 57,57Kota depok 42,44 59,62 57,58 59,32 62,16Kota cimahi - - 78,30 77,89 58,92Kota tasik - - 70,57 65,54 67,93Kota banjar - - 62,92 66,50 64,61

Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2002-2007

Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa hampir seluruh kabupaten dan kota

yang ada di Jawa Barat berupaya telah mengalokasikan sebagian besar alokasi

biaya pembangunan dalam anggaran belanja publik. Anggaran belanja publik

dapat dijadikan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas-

fasilitas publik seperti untuk pendidikan dan kesehatan. Upaya yang telah

dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat dalam mengalokasikan belanja publik

diantaranya memberikan kemudahan biaya pendidikan melalui Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) untuk satuan Pendidikan dasar dan Menengah,

penyediaan buku teks pelajaran yang diujian nasional-kan, dan bantuan baju

Page 101: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

86

seragam sekolah bagi siswa yang tidak mampu; upaya Jawa Barat bebas buta

aksara melalui kegiatan keaksaraan fungsional untuk menangani 326.900 orang

sasaran buta aksara; dan upaya Jawa Barat Bebas Putus Jenjang Sekolah melalui

kegiatan paket B dan paket C untuk peningkatan angka RLS. Dari aspek

kesehatan, upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat diantaranya

peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pengembangan

pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dengan cara peningkatan jumlah

puskesmas, tenaga bidan desa/kelurahan dengan standar pendidikan minimal

Diploma III, maupun pengembangan pelayanan kegawat-daruratan kebidanan dan

bayi baru lahir melalui pengembangan Puskesmas yang mampu melaksanakan

pelayanan obstetric dan neonatal emergency (PONED).

Page 102: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, N. 2004. Keterkaitan Antara Indikator Pembangunan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia dalam Perekonomian Indonesia : Analisis antar Wilayah. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alvan, A. 2008. Forging a Link Between HumanDevelopment and Income Inequality: Cross-Country Evidence. Review of Social, Economic & Business Studies, Vol.7/8, 31-43.

Argama, R. 2005. Pemberlakuan Otonomi Daerah dan Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia. Makalah. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

Baltagi, B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data, 3rd edition. John Wiley and Sons, Chichester.

Bank Indonesia. 2008. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat : Triwulan IV-2007. Kantor Bank Indonesia Bandung, Bandung.

Bapeda Propinsi Jawa Barat. 2003. Rencana Strategis Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat Tahun 203-2008. Bapeda Jawa Barat, Bandung.

________. 2009. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat Tahun 2010. Bapeda Jawa Barat, Bandung.

________. 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Propinsi Jawa Barat 2008-2013. Bapeda Jawa Barat, Bandung.

Bapeda Propinsi Jawa Barat dan BPS Propinsi Jawa Barat. 2003. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2002. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2004. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2003. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2005. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2004. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2006. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2006. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2007. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2007. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

Page 103: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

90

BAPPENAS dan UNDP. 2007. MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia 2007/2008. BAPPENAS, Jakarta.

BPS, BAPPENAS, UNDP. 2001. Indonesia Human Development Report 2001. BPS, Jakarta.

________. 2004. Indonesia Human Development Report 2004. BPS, Jakarta.

BPS Jakarta. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. BPS Jakarta, Jakarta.

BPS Propinsi Jawa Barat. 2003. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2003. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2004. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2004. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2006. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2006. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2007. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2007. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

________. 2008. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2008. BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

Bulohlabna, C. 2008. Tipologi dan Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gujarati, D.N. 2004. Basic Econometrics, 4th edition. The McGraw-Hill Companies, New York.

Hermani, A. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hidayat, N.K. 2008. Analisis Hubungan Komponen Indeks Pembangunan Manusia Dengan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Pustaka, Jakarta.

Page 104: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

91

Oktapriono, A. 2008. Analisis Dampak Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pembangunan Manusia : Studi Kasus Kawasan Timur Indonesia Periode 2001-2003. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pambudi, S.B. 2008. Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Puspandika, B.A. 2007. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah : Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suganda, T., Kodrat, W,, dan Dede, M. 2008. Bersama Menata Perubahan. BAPPENAS, Jakarta

Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.

UNDP. 2008. Human Development Report 2007/2008. United Nations Development Programme, New York, USA.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika, Bambang S. [penerjemah]. Gramedia, Jakarta.

Wibowo, E. 2008. Strategi Perancangan Kebijakan Umum APBD Untuk Meningkatkan Kualitas Pembangunan Manusia di Kabupaten Bogor. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yanuarta, H. 2009. Strategi Alokasi Anggaran Pembangunan Dalam Rangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Lampung Barat. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yunitasari, M. 2007. Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 105: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

LAMPIRAN

Page 106: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

92

Lampiran 1. Hasil Estimasi Pooled Least Square

Dependent Variable: LN_IPMMethod: Panel Least SquaresDate: 09/09/09 Time: 18:47Sample: 2002 2006Periods included: 5Cross-sections included: 22Total panel (balanced) observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4.577681 0.110071 41.58831 0.0000POV -0.008180 0.000638 -12.82206 0.0000

LN_PDRBK -0.018012 0.006875 -2.619912 0.0101BPUB 0.000810 0.000181 4.482028 0.0000

R-squared 0.645389 Mean dependent var 4.236655Adjusted R-squared 0.635353 S.D. dependent var 0.057651S.E. of regression 0.034813 Akaike info criterion -3.841956Sum squared resid 0.128467 Schwarz criterion -3.743757Log likelihood 215.3076 Hannan-Quinn criter. -3.802126F-statistic 64.30647 Durbin-Watson stat 0.664628Prob(F-statistic) 0.000000

Page 107: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

93

Lampiran 2. Hasil Estimasi Fixed Effect No Weights

Dependent Variable: LN_IPMMethod: Panel Least SquaresDate: 09/09/09 Time: 18:49Sample: 2002 2006Periods included: 5Cross-sections included: 22Total panel (balanced) observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.303001 0.514030 2.534876 0.0131POV 0.002741 0.000714 3.838987 0.0002

LN_PDRBK 0.184927 0.033454 5.527873 0.0000BPUB 0.000809 9.72E-05 8.322488 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.946824 Mean dependent var 4.236655Adjusted R-squared 0.931809 S.D. dependent var 0.057651S.E. of regression 0.015055 Akaike info criterion -5.357548Sum squared resid 0.019265 Schwarz criterion -4.743802Log likelihood 319.6651 Hannan-Quinn criter. -5.108609F-statistic 63.06085 Durbin-Watson stat 1.791770Prob(F-statistic) 0.000000

Page 108: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

94

Lampiran 3. Hasil Estimasi Random Effect

Dependent Variable: LN_IPMMethod: Panel EGLS (Cross-section random effects)Date: 09/09/09 Time: 18:50Sample: 2002 2006Periods included: 5Cross-sections included: 22Total panel (balanced) observations: 110Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.940805 0.124240 31.71931 0.0000POV -0.002283 0.000548 -4.168016 0.0001

LN_PDRBK 0.017779 0.007914 2.246584 0.0267BPUB 0.000943 8.76E-05 10.77169 0.0000

Effects SpecificationS.D. Rho

Cross-section random 0.018177 0.5931Idiosyncratic random 0.015055 0.4069

Weighted Statistics

R-squared 0.369229 Mean dependent var 1.471517Adjusted R-squared 0.351377 S.D. dependent var 0.029642S.E. of regression 0.023873 Sum squared resid 0.060411F-statistic 20.68276 Durbin-Watson stat 0.725496Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.350117 Mean dependent var 4.236655Sum squared resid 0.235438 Durbin-Watson stat 0.186154

Page 109: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

95

Lampiran 4. Hasil Uji Hausman

H0 : RANDOM EFFECTH1 : FIXED EFFECT

Correlated Random Effects - Hausman TestEquation: PERBAIKANTest cross-section random effects

Test SummaryChi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 163.547090 3 0.0000

Dari hasil uji hausman pada taraf nyata 5 persen, diperoleh nilai Chi-Square Statistic sebesar 163.547090. Nilai tersebut lebih besar dari Chi-Square Tabel dengan derajat bebas 3 sebesar 7,81473 sehingga tolak H0 atau model fixed effect lebih cocok digunakan untuk mengestimasi data. Selain dengan melihat nilai Chi-Square, cara mudah lain adalah dengan melihat nilai probabilitas (p-value). Jika nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata, maka tolak H0.

Page 110: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

96

Lampiran 5. Hasil Estimasi Fixed Effect dengan pembobotan (cross section weights) dan white cross section.

Dependent Variable: LN_IPMMethod: Panel EGLS (Cross-section weights)Date: 09/09/09 Time: 18:55Sample: 2002 2006Periods included: 5Cross-sections included: 22Total panel (balanced) observations: 110Linear estimation after one-step weighting matrixWhite cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.994286 0.473476 2.099973 0.0387POV 0.002589 0.000828 3.126944 0.0024

LN_PDRBK 0.205278 0.031564 6.503533 0.0000BPUB 0.000748 0.000125 5.964512 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.979951 Mean dependent var 6.005768Adjusted R-squared 0.974290 S.D. dependent var 4.051804S.E. of regression 0.014965 Sum squared resid 0.019035F-statistic 173.1103 Durbin-Watson stat 1.847053Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.946464 Mean dependent var 4.236655Sum squared resid 0.019395 Durbin-Watson stat 1.717557

Sum square resid pada weighted statistics lebih kecil dari sum square resid unweighted statistics, maka terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mengatasi pelanggaran ini maka dilakukan estimasi cross section weight dengan white heteroscedasticity.

Dengan jumlah observasi 110 dan variabel penjelas di luar konstanta sebanyak 3 didapatkan nilai dL 1,613 dU 1,736. Nilai Durbin Watson hasil estimasi sebesar 1,847053 berada pada (dU < DW < 2) yaitu (1,736 < 1,847 < 2) yang berarti bahwa tidak ada korelasi serial. Namun demikian, pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan hasil estimasi yang bebas dari masalah autokorelasi, sehingga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan.

Page 111: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH DAN FAKTOR … · dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi ... penulis dengan harapan besar agar memperoleh

97

Lampiran 6. Cross Section Effect

CROSSID Effect1 1 -0.0319022 2 0.0573483 3 0.0448864 4 -0.0307405 5 0.0023606 6 0.0742597 7 0.0699568 8 0.0697389 9 0.015114

10 10 0.06845111 11 0.05609112 12 -0.20274413 13 0.00829914 14 -0.08744715 15 -0.12918616 16 -0.26805817 17 0.12602118 18 0.07122919 19 0.01911620 20 -0.20817321 21 0.06918522 22 0.206196