5
Industri gula sebagai salah satu industri yang padat akan kebutuhan energi, merupakan industri yang sangat rentan akan perubahan akibat besarnya ketergantungan terhadap ketersediaan energi. Permasalahan yang terjadi adalah tingkat efiesiensi yang rendah, dimana rendahnya efisiensi mengindikasikan tingginya limbah yang terbentuk. Konsep retrieve to energy dapat diimplementasikan untuk produksi bersih gula, yaitu dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi. Peningkatkan efisiensi penggunaan energi dapat dicapai dengan melakukan konservasi energi. Konservasi energi merupakan kegiatan pengurangan atau penghematan penggunaan energi melalui suatu cara peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas produksi. Konservasi energi dapat dilakukan melalui penerapan manajemen energi (Goswani, 1986). Manajemen energi melingkupi beberapa studi. Salah satu studi tersebut adalah studi khusus energi yang dilakukan pada rangkaian proses produksi (Waterland, 1982). Studi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh baik karakteristik dan situasi penggunaan energi, maupun pembiayaan energi yang digunakan. Efisiensi pabrik gula, termasuk efisiensi penggunaan energi, merupakan aspek yang penting karena mempengaruhi harga jual gula di pasar domestik (Malian, 2004). Energi Pada Industri Gula Tebu Pertanian pada dasarnya merupakan tindakan manipulasi ekosistem alami untuk menghasilkan pangan dan serat (Pimintel, 1992). Manipulasi tersebut dilakukan pada energi matahari ditambah dengan input energi dari sarana produksi (Sugito, 1993). Demikian halnya dengan proses produksi gula yang pada dasarnya dimulai dengan proses budidaya tebu dimana terjadi konservasi energi matahari melalui proses fotosintesis pada tanaman tebu yang ditambah dengan input energi dari berbagai semua produksi seperti pupuk, pestisida dan sebagainya. Menurut penelitian Umar (1989) tentang konsumsi energi di Pabrik Gula Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur, jumlah energi rata-rata yang dikonsumsi dalam proses produksi gula adala sebesar 22,8924 MJ/Kg gula tebu. Input energi terbesar pada sektor hulu (on-farm) diperoleh dari pupuk yaitu sebesar 43,8 – 50,9% dari total input energi. Sedangkan pada sektor hilir (off-farm), input energi terbesar diperoleh dari tenaga uap dengan nilai sebesar 3.546,48

Analisis Energi Pabrik Gula Tebu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas mata kuliah teknologi bersih yang mana dokumen ini difokuskan pada pembahasan retrieve to energy

Citation preview

Page 1: Analisis Energi Pabrik Gula Tebu

Industri gula sebagai salah satu industri yang padat akan kebutuhan energi, merupakan industri yang sangat rentan akan perubahan akibat besarnya ketergantungan terhadap ketersediaan energi. Permasalahan yang terjadi adalah tingkat efiesiensi yang rendah, dimana rendahnya efisiensi mengindikasikan tingginya limbah yang terbentuk. Konsep retrieve to energy dapat diimplementasikan untuk produksi bersih gula, yaitu dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi.

Peningkatkan efisiensi penggunaan energi dapat dicapai dengan melakukan konservasi energi. Konservasi energi merupakan kegiatan pengurangan atau penghematan penggunaan energi melalui suatu cara peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas produksi. Konservasi energi dapat dilakukan melalui penerapan manajemen energi (Goswani, 1986).

Manajemen energi melingkupi beberapa studi. Salah satu studi tersebut adalah studi khusus energi yang dilakukan pada rangkaian proses produksi (Waterland, 1982). Studi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh baik karakteristik dan situasi penggunaan energi, maupun pembiayaan energi yang digunakan.

Efisiensi pabrik gula, termasuk efisiensi penggunaan energi, merupakan aspek yang penting karena mempengaruhi harga jual gula di pasar domestik (Malian, 2004).

Energi Pada Industri Gula Tebu

Pertanian pada dasarnya merupakan tindakan manipulasi ekosistem alami untuk menghasilkan pangan dan serat (Pimintel, 1992). Manipulasi tersebut dilakukan pada energi matahari ditambah dengan input energi dari sarana produksi (Sugito, 1993). Demikian halnya dengan proses produksi gula yang pada dasarnya dimulai dengan proses budidaya tebu dimana terjadi konservasi energi matahari melalui proses fotosintesis pada tanaman tebu yang ditambah dengan input energi dari berbagai semua produksi seperti pupuk, pestisida dan sebagainya.

Menurut penelitian Umar (1989) tentang konsumsi energi di Pabrik Gula Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur, jumlah energi rata-rata yang dikonsumsi dalam proses produksi gula adala sebesar 22,8924 MJ/Kg gula tebu. Input energi terbesar pada sektor hulu (on-farm) diperoleh dari pupuk yaitu sebesar 43,8 – 50,9% dari total input energi. Sedangkan pada sektor hilir (off-farm), input energi terbesar diperoleh dari tenaga uap dengan nilai sebesar 3.546,48 MJ/ton tebu giling. Menurut penelitian lainnya yang dilakukan oleh Cahyono (1999) tentang konsumsi energi di Pabrik Gula Krebet Baru I Malang, Jawa Timur, jumlah energi rata-rata yang dikonsumsi dalam proses produksi gula adalah sebesar 55,51996 MJ/Kg gula tebu. Input energi terbesar diperoleh dari tenaga uap yang digunakan pada sektor hilir (off-farm) yaitu sebesar 52,4177 MH/Kg gula tebu atau seitar 94,4% dari total energi yang dikonsumsi.

Kerangka Pemikiran

Efisiensi merupakan salah satu parameter keberhasilan suatu usaha. Efisiensi dapat dibagi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis ditunjukkan oleh penggunaan berbagai sumber daya untuk mengahsilkan produk yang bersangkutan (rendemen). Sedangkan efisiensi ekonomis lebih ditunjukkan oleh harga pokok proses produksi (HPP). Melalui peningkatan efisiensi teknis yang lebih baik, diharapkan aka tercapai efisiensi ekonomis yang lebih tinggi pula. Efisiensi ekonomis yang tinggi, selain memberikan marjin keuntungan yang lebih besar bagi industri, juga

Page 2: Analisis Energi Pabrik Gula Tebu

memberikan keuntungan bagi konsumen sehingga produk dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah.

Salah satu faktor yang berkaitan dengan efisiensi teknis adalah faktor energi. Melalui peningkatan efisiensi pengelolaan energi pada industri gula, diharapkan efisiensi teknis dan ekonomis indsutri gula dapat ditingkatkan.

Peningkatan Efisiensi Energi

Peningkatan efisiensi energi pada produksi gula dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu penggunaan energi yang berupa bahan bakar dan energi listrik.

Efisiensi energi bahan bakar

Bahan bakar merupakan kebutuhan primer dari suatu industri termasuk industri gula, karena berfungsi sebagai sumber tenaga utama penggerak proses. Pembiayaan tertinggi juga dialokasikan pada penggunaan bahan bakar. Oleh karena itu, peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar akan sangat berpengaruh pada penurunan tingkat pembiyaan dalam suatu proses produksi oleh industri.

Dua jenis bahan bakar yang digunakan oleh kebanyakan industri gula adalah ampas tebu dan IDO. Bahan bakar tersebut digunakan pada ketel uap untuk membangkitkan tenaga uap yang merupakan tenaga utama pada proses produksi gula. Analisis efisiensi energi akan mengacu pada proses produksi yang terjadi di ketel uap.

Bahan bakar utama ketel uap adalah ampas tebu. Kekurangannya dapat ditambah dari bahan bakar kayu dan jika perlu dengan daun tebu kering serta minyak (residu). Karena pada umumnya bahan bakar berupa ampas tebu saja tidak mencukupi, harus disediakan bahan bakar lain dalam jumlah yang cukup atau dibuat perencanaan yang baik untuk menghidari terhentinya penggilinan karena kekurangan bahan bakar (Moerdokusumo, 1993). IDO (minyak residu) biasanya digunakan sebagai bahan bakar tambahan atau aditif untuk meningkatkan energi pembakaran ke dalam ketel uap.

Penggunaan IDO menjadi perhatian karena biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk IDO lebih besar daripada biaya bahan bakar ampas tebu yang pada dasarnya merupakan limbah yang diperoleh secara cuma-cuma dari proses produksi gula. Penggunaan IDO diharapkan dapat dilakukan dengan seoptimal mungkin mengingat nilai ekonomisnya yang sangat tinggi dan bahkan semakin tinggi, seiring dengan peningkatan harga bahan bakar minyak dan pencabutan subsidi oleh pemerintah.

Penggunaan IDO sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kalori yang terkandung dalam ampas tebu. Kandungan kalori dalam ampas tebu yang digunakan sebagai bahan bakar utama ketel uap akan mempengaruhi kinerja ketel uap. Apabila kandungan kalori ampas tebu rendah, maka kinerja ketel uap dapat menurun. Hal tersebut dicegah dengan menambahkan IDO sebagai bahan bakar ketel uap. Oleh karena itu, peluang untuk meningkatkan efisiensi penggunaan IDO adalah dengan meningkatkan kalori yang terkandung pada ampas. Menurut Hugot (1986), nilai kalori ampas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kadar air dan kandungan pol ampas. Peningkatan kalori ampas dilakukan dengan optimalisasi nilai kedua faktor tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan optimalisasi kinerja gilingan dan penambahan air imbisisi.

Penambahan air imbisisi diharapkan mampu meningkatkan jumlah gula yang tersekstraksi dari tebu dan meminimalisasi gula yang terbuang melalui ampas. Semakin rendah gula dalam ampas, maka semakin tinggi nilai kalori ampas. Namun, penambahan air imbisisi juga berkaitan dengan kadar air

Page 3: Analisis Energi Pabrik Gula Tebu

ampas, yaitu semakin besar penambahan air imbisisi maka kadar air ampas juga semakin tinggi. Kondisi tersebut akan mengakibatkan turunnya nilai kalori ampas tebu. Oleh karena itu penambahan air imbisisi harus diimbangi dengan optimalisasi kerja gilingan.

Optimalisasi kinerja gilingan akan mengoptimalkan penggunaan ampas sebagai bahan bakar. Hal ini dikarenakan ampas yang dihasilkan akan berkadar air lebih rendah dan lebih mudah terbaka sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan bakar tambahan atau IDO. Selain itu, pol ampas dapat ditekan jumlahnya. Optimalisasi kinerja gilingan dilakukan dengan mengatur setelan gilingan atau bukaan, mengatur putaran dan tekanan gilingan, serta penggantian gilingan dari conventional roll menjadi perforated roll. Pengaturan setelan gilingan dan pemberian alur pada permukaan giligan akan meningkatkan kemampuan perahan sehingga kadar air dan gula dalam ampas tebu untuk bahan bakar diharapkan serendah mungkin.

Menurut Emmen (1926) dalam Moerdokusumo (1993), pengaturan setelah gilingan dilakukan oleh masinis gilingan berdasarkan kondisi giling terdahulu, sehingga dengan hadirnya masinis gilingan yang berpengalaman dan dokumentasi kerja gilingan yang baik tentu akan sangat berpengaruh pada peningkatan kinerja gilingan. Selain itu, pengawasan terpadu pada gilingan harus dilakukan untuk mempertahankan kinerja gilingan yang optimal.

Efisiensi energi listrik

Penggunaan energi listrik memegang peranan yang penting dalam kelancaran proses produksi. Beberapa pabrik gula seperti Pabrik Gula Jatitujuh memnuhi kebutuhan energi listriknya secara mandiri dari dua turbin alternator pembangkit listrik. Peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik dapat dilakukan dengan penghematan energi baik untuk mengaktifkan motor listrik atau alat yang ada.

Penghematan penggunaan energi listrik dapat dilakukan dengan cara optimalisasi utilisasi alat. Optimalisasi alat dilaksanakan dengan cara mengaktifkan alat pada beban kerja atau kapasitas optimalnya dan menonaktifkan alat ketika alat tersebut tidak digunakan. Adanya alat yang tetap bekerja ketika proses sedang dalam tahap menunggu atau bahkan berhenti merupakan salah satu sebab terjadinya inefisiensi penggunaan energi listrik.

Cara lain yang dapat dgunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi listrik adalah dengan melakukan maintenance atau perawatan, modifikasi, dan penggantian alat. Perawatan terhadap alat yang ada harus dilakukan secara teratur agar kinerja dan tingkat efisiensi alat tetap terjaga. Namun, apabila terjadi penurunan pada kinerja alat maka dapat dilakukan modifikasi untu meningkatkan kembali kinerjanya, seperti penggulungan ulang kumparan pada motor listrik atau dengan penggantian komponen tertentu pada peralatan tersebut. Alternatif terakhir yaitu penggantian alat, sepertti penggantian motor listrik dan peralatan yang sudah tua. Pergantian alat merupakan peluang penghematan jangka panjang yang dilakukan apabila, dengan perawatan dan modifikasi, kinerja atau tingkat efisiensi alat tersebut sudah tidak dapat diperbaiki.

Efisiensi uap

Uap merupakan sumber utama pabrik gula. Kurang tersedianya uap dalam jumlah yang cukup akibat rendahnya efisiensi penggunaan uap dapat menimbulkan serangkaian reaksi yang akan mempengaruhi mutu serta jumlah produk yang dihasilkan. Kehilangan energi uap pada proses produksi dapat diatasi dengan pembenahan pada operasi ketel uap secara umum, pembenahan pada sistem steam trapping, pembenahan pada turbin mekanis dan insulasi.

Page 4: Analisis Energi Pabrik Gula Tebu

Pembenahan pada operasi ketel uap secara umum pada dasarnya dilakukan dengan cara peningkatan pengawasan kinerja uap ketel. Pengawasa kinerja ketel uap dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung antara lain dilakukan dengan pembenahan atau penggantian saluran yang bocor pada sistem uap, penggunaan alat kontrol otomatis untuk memastikan uap hanya digunakan ketika dibutuhkan dan pemeriksaan kebutuhan tekanan uap pada alat bertenaga uap untuk mengevaluasi kemungkinan penurunan tekanan yang dapat diterapkan. Pengawasan secara tidak langsung antara lain dilakukan dengan penyusunan suatu program pengawasan sistem uap yang terpadu beserta dokumentasinya.

Pembenahan pada sistem steam trapping dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap ukuran dari steam trap untuk memastikan kesesuainnya dengan sistem drainase kondensat yang diinginkan. Selain itu, pemilihan jenis trap yang tepat juga harus dilakukan agar dapat tercapai efisiensi setinggi-tingginya. Pembenahan pada turbin mekanis dilakukan dengan program pengujian kinerja dan pembersihan turbin secara teratur untuk memaksimalkan efisiensinya. Pemberian insulasi dilakukan untuk mengurangi kerugian panas pada ketel. Kerugian panas disebabkan oleh kerugian cerobong, pembakaran yang tidak sempurna, adanya jelaga dan pancaran panas dari ketel. Pancaran panas dari ketel dapat dikurangi dengan memberi sabut dari lapisan penahan panas pada bagian ketel yang suhunya tinggi.