99
ANALISIS JURNAL ASUHAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA, MENOPAUSE DAN KASUS ASUHAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA, MENOPAUSE Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Disusun oleh : Kelompok 7 Viga Dwi Fatra Bonita Martha Diana Shafiah Ferstia Fatmahmurnihati Husnul Khotimah Febri Annisa Nuurjanah

Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

ANALISIS JURNAL ASUHAN PELAYANAN KESEHATAN

REPRODUKSI REMAJA, MENOPAUSE DAN KASUS ASUHAN

PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA, MENOPAUSE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan

Disusun oleh :

Kelompok 7

Viga Dwi Fatra

Bonita Martha Diana

Shafiah

Ferstia Fatmahmurnihati

Husnul Khotimah

Febri Annisa Nuurjanah

PROGRAM D4 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2012

Page 2: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat illahi rabbi, karena atas rahmat

dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga

bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga

kami dapat menyelesaikan tugas makalah Analisis Jurnal Asuhan Pelayanan

Kesehatan Reproduksi Remaja, Menopause Dan Kasus Asuhan Pelayanan

Kesehatan Reproduksi Remaja, Menopause. Makalah ini dibuat untuk memenuhi

salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan.

Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,

karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu penulis

mohon bantuan dari para pembaca.

Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam

penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami

mengucapkan terima kasih.

Bandung, November 2012

Penyusun

Page 3: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 3

1.3 Metode Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja 4

2.1.1 Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja 5

2.1.2 Hak Reproduksi Remaja 7

2.1.3 Pengetahuan Dasar Yang Perlu Diberikan Pada Remaja 9

2.1.4 Perkembangan Psikososial 11

2.1.5 Program Kesehatan Reproduksi 13

2.1.6 Penanggulangan Masalah Remaja 15

2.2 Menopause 16

2.2.1 Definisi 16

2.2.2 Tanda Dan Gejala 17

2.2.3 Tahapan Menopause 17

2.2.4 Perubahan Pada Wanita Menopause 18

2.2.5 Dampak Kesehatan Fisik Dan Psikis 19

2.2.5.1 Keluhan Fisik 19

2.2.5.2 Keluhan Psikis 21

2.2.6 Upaya Menangani Menopause 22

2.2.7 Pengobatan Menopause 23

2.2.8 Asuhan Pada Wanita Menopause 27

2.2.9 Konseling Menopause 27

BAB III JURNAL KASUS DAN PEMBAHASAN 29

3.1 Kasus Kesehatan Reproduksi Remaja 29

3.2 Pembahasan Kasus Kesehatan Reproduksi Remaja 29

Page 4: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

3.3 Kasus Menopause 41

3.4 Pembahasan Kasus Menopause 41

3.5 Kaitan Dengan 4 Aspek 49

BAB IV KESIMPULAN 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN JURNAL

Page 5: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja menurut World Health Organitation (WHO) merupakan

suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa;

berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri pada masa

remaja awal (10-14 tahun), masa remaja, (14-17 tahun). Pada masa remaja,

banyak terjadi perubahan biologis, psikologis, maupun sosial.Tetapi umumnya

proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan

(Psikososial) (Huang et al., 2007). Seorang anak remaja tidak lagi didapat

sebagai anak kecil, tetapi belum juga dianggap sebagai orang dewasa. Disatu

sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, disisi lain pada

dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan, dukungan perlindungan orang tuanya

(Guzmdn et al., 2004).

Orang tua sering tidak mengetahui atau memahami perubahan yang

terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh

menjadi seorang remaja, bukan lagi anak yang selalu dibantu (Fellinge et

al., 2009). Orang tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan

perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konflik diantara keduanya.

Adanya konflik yang berlarut-larut merupakan stresor bagi remaja yang

dapat menimbulkan berbagai pemasalahan yang komplek baik fisik,

psikologik maupun sosial termasuk pendidikan. Kondisi seperti ini apabila

tidak segera di atasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang ke

arah yang lebih negatif. Antara lain dapat ditimbulkan masalah maupun

gangguan kejiwaan dari yang ringan sampai berat. Apalagi pada

kenyataannya perhatian masyarakat lebih terfokus pada upaya meningkatkan

kesehatan fi sik semata, kurang memperhatikan faktor non fisik (intelektual,

mental emosional dan psikososial). Padahal faktor tersebut merupakan

penentu dalam keberhasilan seorang remaja di kemudian hari (Lilian et al.,

2008).

Page 6: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Menurut WHO masa remaja ádalah usia 10 – 19 tahun. Pada fase

tersebut terjadi perubahan yang amat pesat baik dalam fase biologis dan

hormonal, maupun bidang psikologis dan sosial. Dalam proses dinamika ini

dapat dikemukakan ciri remaja yang normal adalah sebagai berikut: 1) Tidak

terdapat gangguan jiwa (psikopatologi) yang jelas atau sakit fisik yang parah,

2) Dapat menerima perubahan yang dialami, baik fisik maupun mental dan

sosial, 3) Mampu mengekpresikan perasaanya dengan luwes serta mencari

penyelesaian terhadap masalahanya, 4) Remaja mampu mengendalikan diri

sehingga dapat membina hubungan yang baik dengan orang tua, guru,

saudara, dan teman-temannya, 5) Merasa menjadi bagian dari satu lingkungan

tertentu dan mampu memainkan perannya dalam lingkungan tersebut.1

Remaja selama masa pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan

perhatian dan pengawasan yang baik terkait dengan permasalahan kesehatan

reproduksi. Kemudahan akses informasi, memungkinkan remaja untuk

berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh informasi global (seperti

paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses oleh remaja akan

menstimulasi remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan yang tidak

sehat seperti merokok, minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat,

perkelahian antar remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Kebiasaan-kebiasaan

tersebut secara kumulatif akan mempercepat usia awal seksual aktif remaja

serta mengantarkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko

tinggi. Hal ini dikarenakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat

mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses

terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga memerlukan

pembinaan dari berbagai pihak termasuk bidang kesehatan.2

Jika perubahan yang dialami oleh remaja tidak ditangani dengan baik,

akan berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dari remaja itu sendiri.

Selain masalah pada remaja, masalah yang terjadi pada saat menopause juga

perlu diperhatikan. Secara umur, orang yang mengalami menopause memiliki

umur yang lebih mapan dan memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak.

Akan tetapi, kurangnya pengetahuan tentang pelayanan kesehatan reproduksi

Page 7: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

menopause pun menjadi salah satu faktor kurangnya tingkat kesadaran tentang

kesehatan reproduksi menopause.

Di dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut tentang Asuhan

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui dan mengerti tentang Analisis Jurnal Asuhan Pelayanan

Kesehatan Remaja, Menopause dan Kasus Asuhan Pelayanan Kesehatan

Reproduksi Remaja, Menopause

Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar:

1. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang Tinjauan Teori Tentang

Kesehatan Reproduksi Remaja.

2. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang Tinjauan Teori Tentang

Menopause

3. Mahasiswa dapat menganalisis Jurnal Kasus Kesehatan Reproduksi

Remaja dan Diakaitkan Dengan 4 Aspek.

4. Mahasiswa dapat menganalisis Jurnal Kasus Menopause dan Dikaitkan

Dengan 4 Aspek.

1.3 Metode Penulisan

Metode penulisan yang kami gunakan adalah studi pustaka atau

literature dari buku yang kami ambil untuk sumber informasi terbaru, selain

itu kami juga menggunakan “Prana Luar” dimana kami menggunakan internet

untuk searching dan browshing yang berhubungan dengan tugas Asuhan

Kebidanan yang berjudul “Analisa Jurnal Asuhan Pelayanan Kesehatan

Reproduksi Remaja, Menopause Dan Kasus Asuhan Pelayanan Kesehatan

Reproduksi Remaja, Menopause”.

Page 8: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang

menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.

Pengertian sehat di sini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas

dari kecacatan, namun juga sehat secara mental dan sosial budaya. Remaja

perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar

mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.

Dengan infomasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah

laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Pengetahuan dasar

yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan

reproduksi yang baik adalah sebgai berikut :

Pengenalan mengenai sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi (aspek

tumbuh kembang remaja).

Perlunya remaja mendewasakan usia menikah serta bagaimana

merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginan dirinya dan

pasangan.

Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap

kondisi kesehatan reproduksi.

Bahaya narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) juga minuman keras

(miras) pada kesehatan reproduksi.

Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual.

Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya.

Kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar

mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif.

Hak-hak reproduksi.3

Remaja merupakan masa peralihan masa anak-anak ke masa dewasa.

Perubahan tingkat kedewasaan remaja tidak terlepas dari fungsi reproduksi,

yang mana kesehatan reproduksi merupakan bagian dari fungsi reproduksi itu

Page 9: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

sendiri. Perilaku kesehatan reproduksi remaja (KRR) saat ini sudah sangat

mengkhawatirkan. Hasil sebuah studi menyatakan bahwa lebih dari 500 juta

remaja usia 10-14 tahun hidup di negara berkembang, rata-rata pernah

melakukan hubungan suami isteri (intercourse) pertama kali di bawah usia 15

tahun (Sedlock, 2000; US Bureau of The Cencus, 1998). Data lain

menunjukkan bahwa kurang lebih 60% kehamilan yang terjadi pada remaja di

negara berkembang adalah tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) serta

kurang dari 111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok

usia di bawah 25 tahun (WHO/UNFPA/UNICEF, 1999). Setiap 5 menit

remaja di bawah usia 25 tahun terinfeksi HIV (Annual Report 2001, IPPF).

Program antisipasi peningkatan masalah kesehatan reproduksi remaja

menjadi sangat penting mengingat sampai tahun 2000, penduduk berusia

remaja meningkat menjadi sekitar 43,65 juta orang. Selain itu, visi

Departemen Kesehatan tentang Pola Pembinaan Kesehatan Reproduksi

Remaja belum memberikan hasil yang memuaskan, komitmen Pemerintah

pada International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo

tahun 1994 tidak berjalan sistematis dan menyeluruh, cenderung terdapat

peningkatan masalah kesehatan reproduksi remaja. Oleh karena itu target

pelayanan kesehatan reproduksi remaja Indonesia Sehat tahun 2010 yaitu

menurunkan prevalensi permasalahan remaja menjadi diragukan.4

2.1.1 Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja

Remaja dalam masa perkembangannya terjadi perubahan, baik

secara biologis, psikologis maupun sosial, yang umumnya pematangan

fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan atau

psikososial (Depkes RI, 2000). Perubahan alamiah dalam diri remaja

sering berdampak pada permasalahan remaja yang cukup serius. Triswan

(2007) mengemukakan perilaku remaja saat ini sudah sangat

mengkhawatirkan, hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-

kasus seperti aborsi, kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan penyakit

menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS di kelompok remaja.

Page 10: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Di Indonesia setiap bulannya kira-kira 15 juta remaja yang

berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta remaja melakukan aborsi dan

hampir 100 juta terinfeksi PMS yang dapat disembuhkan terjadi pada

remaja. Hasil pengkajian komunitas di 11 RW (RW 01 sampai dengan

RW 11) di Kelurahan Tugu Tahun 2010 melalui 96 angket tentang

kesehatan reproduksi menunjukkan hasil perilaku remaja dalam pacaran

30,2% remaja melakukan pegangan tangan, 15,6% remaja melakukan

pelukan dengan tangan di luar baju, 5,2% remaja melakukan pelukan

dengan tangan di dalam baju, 9,4% remaja sudah bercumbu bibir, 6,3%

remaja sudah meraba-raba dalam pacaran, 1% remaja sudah melakukan

petting, dan 2,1% remaja melakukan hubungan badan 1 kali sebulan.

Perilaku seksual menunjukkan: 10,4% remaja melakukan onani 1 kali

sebulan, 8,3% remaja melakukan masturbasi 1 kali sebulan, 20,8%

remaja mengkhayal fantasi seksual 1 kali sebulan, 13,5% remaja

menggunakan media fantasi seksual 1 kali sebulan, 15,6% pengetahuan

perilaku seksual remaja kurang, 6,3% sikap perilaku seksual remaja

kurang, dan 94,8% perilaku seksual remaja kurang.2

Permasalahan yang banyak dihadapi para remaja adalah

permasalahan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi sendiri dapat

diartikan sebagai suatu kondisi sehat yang bukan saja bebas dari

penyakit atau kecacatan, namun sehat baik secara mental maupun sosial

yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Angka

kejadian remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah,

kehamilan yang tidak diharapkan, angka pengguna narkoba, angka

pengidap PMS/HIV-AIDS, serta kasus-kasus aborsi di kalangan remaja

menunjukan gejala yang cukup mengkahawatirkan. Berikut ini

merupakan penyebab terjadinya hal-hal tersebut.

Berdasarkan hasil survey dasar yang dilakukan oleh BKKBN

Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa 83% remaja tidak tahu

tentang konsep kesehatan reproduksi yang benar, 61,8% tidak tahu

Page 11: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

persoalan di sekitar masa subur dan masalah haid, 40,6% tidak tahu

risiko kehamilan remaja, dan 42,4% tidak tahu tentang risiko PMS.

Remaja tidak memperoleh infomasi yang cukup dan benar tentang

kesehatan reproduksi. Penelaahan terhadap 35 penelitian yang

dilakukan di Negara maju dan berkembang menyimpulkan,

pendidikan seksual berbasis sekolah tidak menyebabkan terjadinya

hubungan seksual lebih dini, juga tidak menyebabkan bertambahnya

kegiatan seksual remaja. Sebaliknya justru berdampak pada

penundaan kegiatan seksual dini.

Remaja belum menyentuh pelayanan kesehatan reproduksi

(informasi, konseling, pelayanan medis) karena terhambat oleh beberapa

faktor seperti belum tersedianya pelayanan kondisi geografis, ekonomis,

dan psikologis, petugas yang akrab dengan remaja dan kurangnya

informasi tempat pelayanan. Hasil survey menunjukan bahwa 97,2%

remaja menyatakan butuh pusat konsultasi kesehatan remaja dan 65,3%

mereka mengharapkan pusat konsultasi berada juga di desa.3

2.1.2 Hak Reproduksi Remaja

Hak remaja atas kesehatan reproduksi ini mulai diakui secara

Internasional pada konsekuensi hak-hak anak pada tahun 1989 dan

kemudian dilanjutkan pembahasanya sebagai bagian dari ICPD yang

diadakan lima tahun kemudian.

Sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Internasional

Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994, maka hak-hak

reproduksi meliputi :

1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi

2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi

3. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang

kesehatan reproduksinya

4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak

5. Hak untuk hidup dan terbebas dari risiko kematian karena

kehamilan, kelahiran dan masalah jender

Page 12: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan

reproduksi

7. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang

menyangkut kesehatan reproduksi

8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi

9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam

reproduksisnya

10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik

yang bernuansa kesehatan reproduksi

12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan

reproduksi

Sebagai tindak lanjut, hak reproduksi remaja di bahas sangat

mendalam pada International Youth Forum yang diadakan di Den Haag,

Negeri Belanda. bulan Febuari 1999 dan diikuti oleh 132 peserta remaja

dari seluruh dunia. Forum ini secara khusus menekankan perlunya

keikutsertaan remaja dalam seluruh kebijakan politis yang

mempengaruhi kehidupan mereka.

Bagi remaja hak reproduksi yang harus dipahami adalah :

Akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. mengingat di

banyak negara kesehatan reproduksi diprioritaskan bagi pasangan

suami istri sedangkan remaja kurang mendapatkan perhatian. Oleh

karena itu remaja mempunyai hak atas pelayanan kesehatan

reproduksi yang tidak menghakimi, rahasia menyeluruh serta mudah

diakses bagi seluruh rahasia dan semua golongan.

Hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa ada diskrminasi jender.

Remaja berhak untuk memperoleh informasi atas kesehatan

reproduksinya, baik dari pendidikan formal maupun non formal.

Perkawinan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang secara sadar

memang mengiginkannya, dan bebas dari paksaan pihak lain. Oleh

Page 13: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

karena itu pernikahan dini yang berdampak buruk bagi

perkembangan remaja terutama remaja perempuan, dalam hal

pendidikan, kemandirian ekonomi serta kesehatan fisik maupun

psikis harus dihapuskan.

Kelahiran dan kontrasepsi, mengingat secara fisik maupun psikologis

remaja belum cukup matang untuk melahirkan. Kelahiran di

kalangan remaja mengakibatkan tingginya angka kematian ibu

melahirkan. Oleh karena itu remaja, mempunyai hak untuk

mendapatkan akses informasi dan pelayanan kontrasepsi dan

pelayanan pra dan pasca melahirkan bagi remaja tanpa memandang

status perkawinan.

Sehubungan adanya tingkat kematian yang tinggi karena aborsi yang

tidak aman, dalam hal KTD yang membahayakan kehidupan remaja,

maka remaja berhak untuk terhindar dari risiko ini dan mendapatkan

akses terhadap pelayanan yang aman.

Infeksi menular seksual. Remaja putri lebih rentan terhadap infeksi

menular seksual, sehubungan dengan adanya faktor-faktor yang

berada di luar kendali mereka, seperti adanya kekerasan dan

eksploitasi seksual, kurangnya pendidikan termasuk pendidikan

seksual dan kurangnya akses terhadap kontrasepsi dan pelayanan

kesehatan reproduksi.

Kekerasan seksual, remaja berhak untuk mendapatkan rasa aman

dan bebas dari ketakutan dan ancaman kekerasan seksual yang dilakukan

baik oleh sesama remaja sendiri maupun oleh orang dewasa.5

2.1.3 Pengetahuan Dasar Yang Perlu Diberikan Kepada Remaja

Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi

(aspek tumbuh kembang remaja)

Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana

merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan

pasangannya

Page 14: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap

kondisi kesehatan reproduksi

Bahaya penggunaan obat obatan/narkoba pada kesehatan yreproduksi

Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual

Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya

Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat

kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat

negatif

Hak-hak reproduksi

Page 15: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

2.1.4 Perkembangan Psikososial

Page 16: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit
Page 17: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

2.1.5 Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Program kesehatan reproduksi remaja sebagai suatu program

kesehatan dalam suatu organisasi juga akan dipengaruhi oleh lingkungan

luar yang kemungkinan akan berdampak negatif terhadap perkembangan

organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor dari lingkungan luar

organisasi tersebut, kemungkinan akan memiliki dampak negatif dan

cenderung menjadi penghambat untuk pengembangan pembinaan

kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksi yaitu:

1) Sebagian besar masyarakat dan keluarga di Indonesia belum

memiliki kesadaran yang baik tentang pentingnya kesehatan

reproduksi remaja. Hal ini dikarenakan nilai dan budaya keluarga

dan masyarakat yang masih mengganggap tabu dan malu untuk

membicarakan kesehatan reproduksi pada anaknya;

2) Era globalisasi dengan informasi komunikasi dan teknologi yang

besar baik melalui media cetak maupun elektronik akan sangat

diikuti dengan kemudahan para remaja dalam mengakses sumber

informasi apapun yang remaja yang inginkan termasuk informasi

kesehatan reproduksi. Hal ini belum tentu diimbangi dengan program

Page 18: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

selektifitas yang dibutuhkan bagi remaja sesuai dengan nilai dan

budaya yang ada di keluarga dan masyarakat;

3) Isu dan tren penyakit secara umum adalah IMS, HIV/AIDS, merokok

dan penggunaan NAPZA banyak beredar di kehidupan remaja.

Gambar 1. Diagram fish bone tentang masalah manajemen pelayanan

kesehatan reproduksi pada remaja

Rumusan Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas

Analisis fish bone tentang manajemen pelayanan kesehatan

remaja khususnya kesehatan reproduksi remaja berdasarkan analisis

diatas dapat disimpulkan beberapa masalah masalah manajemen

pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan

kesehatan reproduksi. Masalah manajemen yang teridentifikasi tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Belum optimalnya PKPR yang terbentuk berhubungan dengan

motivasi sekolah untuk melaksanakan PKPR masih rendah.

2. Belum adanya pengarahan dan bimbingan dalam supervisi ke tingkat

sekolah dalam PKPR berhubungan dengan pengelola program

Page 19: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

remaja memiliki beban kerja tambahan program lainnya dan belum

adanya anggaran untuk kegiatan tersebut.

3. Belum ada perencanaan screening risiko remaja masalah kesehatan

reproduksi berhubungan dengan belum ada format untuk deteksi dini

tumbang kesehatan reproduksi remaja.

4. Peer conselor dan peer educator yang terbentuk tidak dapat

melanjutkan kegiatan program PKPR secara mandiri berhubungan

dengan SDM peer conselor dalam PKPR kurang, dan tidak ada

pedoman bagi peer educator dan peer conselor dalam melakukan

PKPR mandiri.

5. Belum terkoordinasinya kegiatan PKPR di sekolah dan masyarakat

berhubungan dengan alur komunikasi tidak berjalan efektif,

keterlibatan orang tua atau masyarakat tidak ada, dan rapat

koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan dan sekolah

belum dilakukan terkait dengan pelaksanaan program PKPR yang

dilakukan di sekolah.

6. Kegiatan pembinaan kesehatan remaja khususnya kesehatan

reproduksi belum menjadi fokus utama arah kebijakan bidang

kesehatan dalam renstra 2006-2010 Dinas Kesehatan Depok

berhubungan dengan tidak ada indikator jangka pendek dan jangka

panjang program PKPR dan kurangnya kerjasama dengan lintas

sektor dan lintas program pada pelaksanaan PKPR.2

2.1.5 Penanggulangan Masalah Remaja

Penanggulangan masalah remaja perlu pendekatan khusus, agar

remaja dapat menceritakan masalah yang dihadapi. Selama ini peranan

teman sepergaulan sangat mendukung terjadinya perubahan pada diri

mereka. Teman yang salah akan menjadikan remaja yang sedang berada

dalam tahap perkembangan menjadi salah pula. Oleh karena itu

penanggulangan dengan memperbaiki teman sepergaulan menjadi sangat

penting.4

Page 20: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

2.2 Menopause

2.2.1 Definisi

Menopause berasal dari dua kata men=haid dan pause=berhenti,

yaitu suatu kurun waktu (masa) bagi wanita untuk mendapatkan haidnya

yang terakhir. Bagi sebagian besar wanita menopause ini terjadi diantara

usia 45-55 tahun akan tetapi kadang-kadang, meski jarang , dapat terjadi

secara dini yaitu pada usia sekitar 30 tahun. Bagaimanapun juga,

berhentinya menstruasi merupakan salah satu tanda dari sekelompok

gejala-gejala yang terjadi pada tubuh wanita pada saat –saat sebelum dan

sesudah menopause.6

Menopause merupakan suatu bagian dari proses penuaan pada

wanita, termasuk penuaan sistem reproduksi yang menyebabkan seorang

wanita tidak lagi mendapat haid.7

Penurunan kadar Estrogen, menyebabkan periode menstruasi

yang tidak teratur, dan ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya

menopause. Ada tiga periode menopause, yaitu :

1. Klimakterium, yaitu merupakan masa peralihan antara masa

reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan

pramenopause, antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid

yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan

relative banyak.

2. Menopause, yaitu saat haid terakhir atau berhentinya menstruasi, dan

bila sesudah menopause disebut pasca menopause bila telah

mengalami menopause 12 bulan sampai menuju ke senium,

umumnya terjadi pada usia 50 tahun-an.

3. Senium adalah periode sesudah pasca menopause, yaitu ketika

individu telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga

tidak mengalami gangguan fisik, antara usia 65 tahun.6

Page 21: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

2.2.2 Tanda Dan Gejala

Menopause merupakan tahap yang normal dalam kehidupan.

Dampaknya pada kesehatan baru mulai terlihat ketika angka harapan

hidup wanita meningkat pesat di atas dekade ke-6. Secara fungsional,

menopause dapat dianggap sebagai “sindrom kehilangan estrogen”.

Keadaan ini diketahui dengan berhentinya menstruasi dan pada

mayoritas wanita, timbul tanda dan gejala seperti hot flushes (rasa

panas), insomnia, atrofi vagina, pengecilan payudara, dan penurunan

elastisitas kulit.8

2.2.3 Tahapan Menopause

1. Pramenopause

Fase pramenopause adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya

fase klimakterium. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak

teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah

haid yang relatif banyak, dan kadang-kadang disertai nyeri haid

(dismenorea). Pada wanita tertentu telah timbul keluhan vasomotorik

dan keluhan sindrom prahaid atau sindrom pramenstrual (PMS).

Perubahan endokrinologik yang terjadi adalah berupa fase folikular

yang memendek, kadar estrogen yang tinggi, kadar FSH juga

biasanya tinggi, tetapi dapat juga ditemukan kadar FSH yang normal.

Fase luteal tetap stabil. Akibat kadar FSH yang tinggi ini dapat

terjadi perangsangan ovarium yang berlebihan (hiperstimulasi)

sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi.

2. Perimenopause

Perimenopause merupakan fase peralihan antara pramenopause dan

pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak

teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya >38 hari, dan sisanya

<18 hari. Sebanyak 40% wanita siklus haidnya anovulatorik.

Meskipun terjadi ovulasi, kadar progesteron tetap rendah sedangkan

kadar FSH, LH, dan estrogen sangat bervariasi.

Page 22: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

3. Menopause

Pada fase ini jumlah folikel yang mengalami atresia makin

meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang

cukup. Produksi estrogen pun berkurang dan tidak terjadi haid lagi

yang berakhir dengan terjadinya menopause. Oleh karena itu,

menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, dan hal ini tidak

terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia

perimenopause. Diagnosis menopause merupakan diagnosis

retrospektif. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan

dijumpai kadar FSH darah >40 mIU/ml dan kadar estradiol <30

pg/ml, telah dapat dikatakan wanita tersebut telah mengalami

menopause.

4. Pasca menopause

Pada fase ini ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar

estradiol berada antara 20-30 pg/ml, dan kadar hormon gonadotropin

biasanya meningkat. Pada wanita pascamenopause masih saja dapat

dijumpai jenis steroid seks lain dengan kadar yang normal di dalam

darah. Ternyata, ovarium wanita pascamenopause masih memiliki

kemampuan untuk mensintesis steroid seks. Sel-sel hilus dan korteks

ovarium masih dapat memproduksi androgen, estrogen, dan

progesteron dalam jumlah tertentu. Selain itu, jaringan tubuh

tertentu, seperti lemak, uterus, hati, otot, kulit, rambut, dan bahkan

bagian dari sistem neural sumsum tulang (bone marrow) memiliki

kemampuan mengaromatisasi androgen menjadi estrogen. Kelenjar

adrenal merupakan sumber androgen utama bagi wanita

pascamenopause.

2.2.4 Perubahan Pada Wanita Menopause

1. Perubahan organ reproduksi

Ovarium dan uterus lambat laun mengecil dan endometrium

mengalami atrofi. Walaupun demikian, uterus masih tetap dapat

bereaksi terhadap estrogen. Epitel vagina juga menipis dan apus

Page 23: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

vagina memperlihatkan gambaran campuran (spread pattern).

Mamma mulai menjadi lembek dan proses ini berlangsung terus

sampai masa senium.

2. Perubahan Hormon

Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan

ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Keadaan ini

akan mengakibatkan terganggunya interaksi hipotalamus-hipofisis.

Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian,

turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya

reaksi umpan balik terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan

produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadotropin ini, ternyata yang

paling mencolok peningkatannya adalah FSH. Oleh karena itu,

peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling

baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterium.

3. Perubahan vasomotorik

Perubahan ini dapat muncul sebagai gejolak panas (hot flushes),

keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga,

tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah bernafas, jari-jari

atrofi dan gangguan usus.

4. Perubahan Emosi

Perubahan emosi muncul dalam bentuk mudah tersinggung, depresi,

kelelahan, semangat berkurang, dan susah tidur.9

2.2.5 Dampak Kesehatan Fisik Dan Psikis

2.2.5.1 Keluhan fisik

1. Hot flushes (gejolak rasa panas)

Terjadi pada sekitar 75% wanita meopause, hot flushes

nokturnal sering membangunkan wanita dari tidurnya dan

dapat mengakibatkan gangguan tidur yang berat atau

insomnia. Sebagian besar wanita merasakan sensasi

tekanan pada kepala mereka yang diikuti rasa panas atau

terbakar. Sensasi ini dimulai dari daerah kepala atau leher

Page 24: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

dan meluas ke seluruh tubuh. Keringat seringkali dapat

menyertai gejolak panas ini. 8

2. Kekeringan vagina

Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali

mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan

estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih

tipis, lebih kering, dan kurang elastis. Alat kelamin mulai

mengerut dan timbul rasa sakit saat buang air kecil ataupun

saat berhubungan seksual. 7

3. Perubahan kulit

Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan

estrogen dapat menyebabkan perburukan sistem pertahanan

kulit, sehingga mudah terkena penyakit kulit (dermatosis).

Terlihat peningkatan kejadian psoriasis dan eksema pada

usia perimenopause.6

4. Pertumbuhan rambut di wajah dan tubuh

Bertambahnya pertumbuhan rambut pada wajah dan tubuh

dapat terjadi akibat menurunnya kadar estrogen dan efek

androgen dalam sirkulasi yang tidak seimbang. 10

5. Perubahan pada mulut dan hidung

Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan

perubahan mulut dan hidung. Selaput lendirnya berkerut,

aliran darah berkurang, terasa kering, dan mudah terkena

gingivitis. Kandungan air liur juga mengalami perubahan.6

6. Kerapuhan tulang

Hilangnya masa tulang pada wanita sebenarnya dimulai

pada usia 30-an. Keadaan ini terjadi lebih cepat saat

menopause. Kehilangan masa tulang yang paling cepat

terjadi dalam 3-4 tahun pertama setelah menopause. Gejala

ini lebih cepat pada wanita yang merokok dan yang sangat

kurus. Tempat yang paling sering menjadi lokasi fraktur

Page 25: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

akibat osteoporosis adalah korpus vertebra, femur bagian

atas, humerus, iga, dan lengan bagian distal. Osteoporosis

yang disebabkan oleh defisiensi estrogen yang

berkepanjangan meliputi penurunan kuantitas tulang tanpa

perubahan pada komposisi kimianya. 8

7. Nyeri otot dan sendi

Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi.

Pemeriksaan radiologi umumnya tidak ditemukan kelainan.

Sebagian wanita, nyeri sendi erat kaitannya dengan

perubahan hormonal yang terjadi. Timbulnya osteoartrosis

dan osteoartritis dapat dipicu oleh kekurangan estrogen,

karena kekurangan estrogen menyebabkan kerusakan

matriks kolagen dan dengan sendirinya pula tulang rawan

ikut rusak.6

8. Penyakit

Bagi wanita begitu memasuki usia menopause akan timbul

berbagai macam keluhan yang sangat mengganggu dan

beberapa tahun setelah menopause, angka kejadian patah

tulang, penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan

kanker usus besar meningkat.6

2.2.5.2 Keluhan Psikis

Telah lama diketahui, bahwa steroid seks sangat

berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat, terutama

terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan

sensorik seseorang. Dengan demikian, tidak heran bila terjadi

penurunan sekresi steroid seks, timbul perubahan psikis yang

berat dan perubahan fungsi kognitif. Kurangnya aliran darah ke

otak menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mudah lupa. Akibat

kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause,

akan timbul keluhan seperti mudah tersinggung, cepat marah,

dan perasaan tertekan.

Page 26: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Kejadian depresi dijumpai sama pada laki-laki dan

perempuan. Karena kejadiannya meningkat pada usia

klimakterium dan pospartum serta pemberian estrogen dan

progesteron dapat menghilangkan/mengurangi keluhan

tersebut, maka kekurangan steroid seks dapat dianggap sebagai

faktor predisposisi terjadinya depresi. Depresi sering juga

ditemukan beberapa hari menjelang haid pada wanita usia

reproduksi. Perasaan tertekan, nyeri betis, mudah marah,

mudah tersinggung, stres, dan cepat lelah merupakan keluhan

yang sering dijumpai pada wanita usia klimakterik dan pada

wanita usia reproduksi dengan keluhan sindrom prahaid.

Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas

serotonin otak. Estrogen menghambat aktivitas enzim

monoamin oksidase (MAO). Enzim ini mengakibatkan

serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan

estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO.

Terbukti, bahwa wanita pascamenopause yang diberi estrogen

terjadi penurunan aktivitas MAO dalam plasmanya. Pemberian

serotonin-antagonis pada wanita pascamenopause dapat

menghilangkan keluhan depresi.6

2.2.6 Upaya Menangani Menopause

Pola Makan yang Tepat dan Aktivitas Fisik yang Cukup

Kehilangan estrogen pada wanita menopause menimbulkan

berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung dan osteoporosis.

Karena itu pengaturan asupan gizi sangat berpengaruh untuk

mempertahankan kondisi tubuh yang maksimal. Aktivitas fisik yang

cukup dapat mengurangi keluhan-keluhan yang terjadi pada wanita

menopause (WHO, 2007). Selain itu, akupuntur juga dapat menolong

untuk mengurangi ketidaknyamanan yang disebabkan oleh

menopause.10

Page 27: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Alternatif lain yang dapat dicoba dilakukan adalah yoga. Yoga dapat

menyeimbangkan perubahan hormonal, mengurangi keluhan fisik dan

psikis, memperkuat tulang dan mencegah kerapuhan tulang, mencegah

penyakit jantung, serta meningkatkan daya tahan tubuh.11

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Kebutuhan kalori dan zat gizi harus cukup

2. Makanan yang tinggi serat dan rendah lemak

3. Makanan yang tinggi kalsium dan zat besi

4. Vitamin

5. Hindari kafein, kopi, alkohol, minuman bersoda, rempah-rempah,

dan makanan berlemak. Kopi dan alkohol dapat menghambat

absorbsi kalsium.10

2.2.7 Pengobatan Menopause

Kepada semua pasien perlu dijelaskan bahwa keluhan yang

dialami tersebut adalah akibat kekurangan hormone estrogen. Meskipun

pasien tidak ada keluhan, maka jelaskan bahwa dampak jangka panjang

kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis,

penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan kanker usus besar. Oleh

karena itu, satu-satunya pengobatan yang tepat adalah dengan

penambahan hormone estrogen dari luar, yang dikenal dengan

penambahan hormone replacement therapy (HRT), atau istilah dalam

bahasa Indonesia adalah terapi sulih hormone (TSH).

Terapi sulih hormon atau HRT (Hormon Replacement Therapy)

merupakan pilihan untuk mengurangi keluhan-keluhan yang timbul pada

wanita yang mengalami menopause.6

Atas dasar bahwa keluhan-keluhan tersebut terutama disebabkan

oleh kekurangan hormon estrogen, maka pengobatan pilihan utama

adalah pemberian substitusi estrogen dengan ketentuan tidak menderita

tumor yang bergantung estrogen (estrogen dependent), misalnya miom

uterus.

Page 28: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Pengobatan dapat dilakukan dengan cara pemberian estrogen

saja, terutama estrogen lemah seperti estriol, selama 21 hari berturut-

turut disusul dengan masa istirahat selama 7 hari. Selama masa istirahat

itu perlu diperhatikan apakah keluhan-keluhan telah hilang atau

menetap. Jika keluhannya hilang maka pengobatan dapat dihentikan,

tetapi jika tidak berubah maka pengobatan dilanjutkan. Namun

demikian, mengingat bahwa estrogen juga dapat mempengaruhi

payudara dan mungkin dapat menimbulkan keganasan. Maka sangat

dianjurkan untuk selalu menggabungkan pengobatan estrogen itu dengan

progesteron. Pemberian estrogen beberapa tahun ternyata dapat

menurunkan kejadian patah tulang sebesar 50-60%, dan mencegah

terjadinya penyakit jantung koroner sebesar 40-50%. Atas dasar ini

dianjurkan untuk memberikan estrogen sejak awitan masa

perimenopause. Estrogen dapat diberikan 8-10 tahun, bahkan bila perlu

bisa sampai 30-40 tahun.

Sediaan estrogen tidak diberikan jika ditemukan keadaan berikut :

a. Tromboemboli, penderita penyakit hati, kolelitiasis

b. Sindrom Dubin Johnson-Rotor (gangguan sekresi bilirubin)

c. Riwayat ikterus dalam kehamilan

d. Karsinoma endometrium, karsinoma mamma, riwayat gangguan

penglihatan, anemia berat

e. Varises berat, tromboflebitis

f. Penyakit ginjal

Syarat minimal yang harus dipenuhi sebelum pemberian estrogen

dimulai adalah:

a. Tekanan darah tidak boleh tinggi

b. Pemeriksaan sitologik (uji Pap) normal

c. Besar uterus normal (tidak ada miom uterus)

d. Tidak ada varises di ekstremitas bawah

e. Tidak terlalu gemuk

f. Kelenjar tiroid normal

Page 29: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

g. Kadar normal: Hemoglobin, kolesterol total, HDL, trigliserida,

kalsium, dan fungsi hati

h. Nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, diabetes melitus perlu

dikonsultasikan lebih dahulu ke spesialis penyakit dalam.

Perlu diketahui bahwa tidak semua keluhan yang ada dapat

dihilangkan hanya dengan pemberian substitusi hormonal (estrogen dan

progesteron). Semua faktor yang dapat menimbulkan keluhan seorang

pasien perlu dipelajari terlebih dahulu, seperti faktor psikis, sosio-

budaya, atau memang hanya terdapat kekurangan estrogen. Jika ada,

maka keluhan-keluhan tersebut diatasi sesuai dengan penyebabnya.

Bilamana telah diputuskan untuk melakukan substitusi estrogen,

maka pemberiannya harus lebih dahulu dimulai dengan estrogen lemah

(estriol) dan juga dimulai dengan dosis rendah. Pemberian estrogen

lemah pada umumnya tidak perlu digabung dengan progesteron. Pada

pemakaian jangka panjang, pengaruhnya terhadap endometrium dan

payudara sangat lemah, sehingga jarang terjadi perdarahan maupun

keganasan. Tetapi penggunaan estrogen jenis lain, seperti etinil estradiol

maupun estrogen konjugasi perlu digabung dengan progesteron.12

Page 30: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Penatalaksanaan klimakterium menopause

Klimakterium menopuase

Disertai Gejala KlinisTanpa Gejala Klinis

Tanpa Keluhan

Siap menerima secara alami

Psikologis

- Takut tua/tak menarik

- Sukar tidur- Emosional, cepat

tersinggung dan cepat marah

- Depresi

Psikosomatik

Kardiovaskuler : Hot flushes, Night sweats, Berdebar

Keuhan fisik : Vagina kering, Dispaurenia, Kulit kering, Mudah infeksi (Sististis, vaginitis), Tumor jinak (Kista ovarium, Mioma uteri, Polip), Keganasan genitalia (Serviks, Korpus uteri, Ovarium, Tuba

Pengobatan Menopause /Senium :

Tanpa pengobatan Psikologis

- Psikoanalisis- Keharmonisan keluarga- Psikologis supporting

Keluhan psikosomatik : sesuai dengan penyebabnya

Hormonal pengganti : perhatikan syarat/kontraindikasi

Observasi

Page 31: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

2.2.8 Asuhan Pada Wanita Menopause

Kepada semua pasien perlu dijelaskan bahwa keluhan yang

dialami tersebut adalah akibat kekurangan hormone estrogen. Meskipun

pasien tidak ada keluhan, maka jelaskan bahwa dampak jangka panjang

kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis,

penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan kanker usus besar. Oleh

karena itu, satu-satunya pengobatan yang tepat adalah dengan

penambahan hormone estrogen dari luar, yang dikenal dengan

penambahan hormone replacement therapy (HRT), atau istilah alam

bahasa Indonesia adalah terapi sulih hormone (TSH).

Bila pasien memutuskan untuk mau menggunakan TSH, maka

jelaskan kepada pasien berapa lama TSH harus digunakan. Jelaskan,

bahwa pemberian TSH bertujuan untuk menghilangkan keluhan serta

untuk mencegah dampak jangka panjang akibat kekuranan estrogen,

yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk

pencegahan dampak jangka panjang, maka TH harus digunakan 5-10

tahun, bahkan bila dianggap perlu harus digunakan sisa hidup wanita.

Selama penggunaan TSH apat terjadi perdarahan lucut atau perdarahan

bercak. TSH dapat merangsang nafsu makan, sehingga apat terjadi

kenaikan berat badan.

Pasien harus benar-benar paham tentang TSH, dan bila pasien

masih ragu-ragu untuk menggunakan TSH, maka berikan waktu lagi

bagi pasien untuk berpikir. Keputusan terbaik ada di tangan pasien.

2.2.9 Konseling Menopause

Bila pasien memutuskan untuk mau menggunakan TSH, maka

jelaskan kepada pasien berapa lama TSH harus digunakan. Jelaskan,

bahwa pemberian TSH bertujuan untuk menghilangkan keluhan serta

untuk mencegah dampak jangka panjang akibat kekuranan estrogen,

yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Untuk pencegahan dampak jangka panjang, maka TH harus digunakan

Page 32: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

5-10 tahun, bahkan bila dianggap perlu harus digunakan sisa hidup

wanita. Selama penggunaan TSH apat terjadi perdarahan lucut atau

perdarahan bercak. TSH dapat merangsang nafsu makan, sehingga

apat terjadi kenaikan berat badan.

Pasien harus benar-benar paham tentang TSH, dan bila pasien

masih ragu-ragu untuk menggunakan TSH, maka berikan waktu lagi

bagi pasien untuk berpikir. Keputusan terbaik ada di tangan pasien.

Page 33: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

BAB III

JURNAL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus Kesehatan Reproduksi Remaja

Seorang pria 21-tahun, melakukan pengobatan untuk ketergantungan

alkohol dan tembakau, yang dilarikan ke IGD dalam waktu 12 jam setelah

konsumsi alkohol dan tembakau. Dugaan ditambah dengan 10 tablet baclofen

(20 mg). Pada saat masuk IGD, denyut jantungnya adalah 76 x/ menit, tekanan

darah 158/70 mm Hg, laju pernapasan adalah 40/min dan O2 adalah kurang

dari 80%. Glasgow Coma Scale (GCS) nya adalah 3/15, bilateral (B / L) pupil

melebar, refleks tendon dalam yang cepat dan B / L plantars yang ekstensor.

Krepitasi Bilateral terdengar pada auskultasi dada. Ia diintubasi dan memakai

ventilasi mekanis. Hasil tes fungsi ginjal adalah: S. Urea 33 mg / dl, S.

Kreatinin 1,3 mg / dl, S. Sodium 138 meq / l, S. Kalium 4,4 meq / l, tes fungsi

hati dan gas darah arteri analisis (pada ventilasi mekanik) yang normal. GCS

pasien tersebut tidak menunjukkan perbaikan dalam 12 jam ke depan sehingga

ia menjalani dua sesi hemodialisis dengan mesin hemodialisis Fresenius pada

beberapa hari berturut-turut. Setelah dialisis, sensorium membaik secara

dramatis dan ia berhasil diekstubasi. Ia menjalani penilaian kejiwaan dan

konseling untuk pemberhentian penggunaan alkohol dan tembakau.

3.2 Pembahasan Kasus Kesehatan Reproduksi Remaja

Baclofen [4-amino-3-(4-klorofenil)-asam butanoic) adalah turunan

lipid-larut y-aminobutyric acid (GABA). Ini bertindak sebagai

neurotransmitter inhibisi terutama untuk mengurangi kejang, bersama dengan

beberapa aktivitas supraspinal. Hal ini umumnya digunakan dalam kondisi

seperti spastisitas, disfungsional saluran kemih, myoclonus palatal, dan

neuralgia trigeminal. Baru-baru ini digunakan untuk yang mengalami

kecanduan alkohol dan tembakau. Baclofen diserap dengan cepat setelah 69-

85% diekskresikan tanpa perubahan dalam urin dan 15% dimetabolisme oleh

hati. Pasien mengalami somnolen adalah antara 4,5 dan 6,8 jam pada subyek

Page 34: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

sehat. Baclofen adalah lipofilik, 30% dari obat yang terikat protein, dan dapat

menembus penghalang darah-otak.

Manifestasi umum dari toksisitas baclofen adalah perubahan tingkat

kesadaran, hipotonia, hipotensi, bradikardia, sakit perut, mual, dan muntah,

gejala tersebut biasanya tidak akan muncul ketika baclofen dihentikan.

Beberapa studi telah mencatat bahwa hemodialisis dapat meringankan gejala

klinis overdosis baclofen dan mempersingkat waktu pemulihan pada pasien

dengan stadium akhir penyakit ginjal. protein yang mengikat Rendah (31%)

dan volume distribusi rendah (2,4 l / kg) menyebabkan eliminasi baclofen

yang efektif dengan dialisis. Lipscomb et al., Mencatat bahwa eliminasi serum

mungkin tidak mencerminkan tingkat eliminasi yang lambat dari sistem saraf

pusat. Difusi tertunda saat melintasi penghalang darah ke otak, diperkirakan

untuk memperhitungkan pemulihan klinis perlu beberapa jam.

Pada laporan sebelumnya, dokumen manajemen dari overdosis

baclofen memerlukan langkah-langkah, dukungan dan ventilasi mekanis.

Hemodialisis dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD). Ini

adalah kasus pertama yang dilaporkan di mana hemodialisis diterapkan pada

pasien dengan fungsi ginjal normal. Meskipun dapat dikatakan bahwa pasien

ini akan membaik secara spontan dari waktu ke waktu, akan lebih bermanfaat

bila durasi ventilasi mekanis berbanding lurus dengan tingkat obat serum

baclofen setelah dikonsumsi. Hemodialisis dalam hal ini menyebabkan

peningkatan kesadaran pasien. Selanjutnya, kinetika eliminasi diubah dalam

kasus-kasus dengan dosis kronis. Jumlah tablet, dosis harian dan konsumsi

kronisitas tidak dapat dinilai pada pasien ini. Tes untuk memastikan tidak

tersedia tingkat serum baclofen dengan kinetika eliminasi tidak dapat dihitung

dalam kasus ini.13

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan

berbahaya yang kemudian dikenal dengan “NAPZA” yakni Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif. Narkotika, baik itu jeni heroin (putauw), shabu-

shabu, maupun jenis lainnya, akan berdampak pada kesehatan tubuh. Banyak

penyalahgunaan atau ketergantungan putauw terkena penyakit menakutkan

Page 35: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

yakni HIV/AIDS. Penggunaan jarum suntik yang tidka steril dan cenderung

bergantian akan berdampak pada penularan virus HIV/AIDS. Ironisnya hal ini

justru dialami oleh kalangan remaja.

Peningkatan kasus narkoba (NAPZA) ternyata juga menimbulkan

dampak yang berbahaya. Akibat mengkonsumsi NAPZA, seseorang dapat

dikucilkan dari lingkungan keluarga, masyarakat, hingga Negara. Seorang

pecandu NAPZA dapat mengakibatkan overdosis bahkan yang lebih

mengerikan adalah terjangkit HIV/AIDS yang sampai saat ini belum

ditemukan obatnya.1

Kasus penyalahgunaan narkoba menunjukkan angka yang meningkat

dari tahun ke tahun. Pemerintah menyebutkan angka resmi penyalahgunaan

narkoba sebanyak 0,065% dari jumlah penduduk yang 200 juta jiwa atau sama

dengan 130.000 orang (BAKOLAK INPRES 6/71, tahun 1995). Penelitian

yang dilakukan oleh Hawari, dkk (1998) menyebutkan bahwa angka

sebenarnya adalah sepuluh kali lipat dari angka resmi (dark number = 10),

atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang penyalahguna narkoba,

artinya ada 10 orang lainnya yang tidak terdata secara resmi. Dengan

tingginya peredaran narkoba di Indonesia maka tinggi pula kasus

penyalahgunaan narkoba serta ketergantungan terhadap narkoba. Keadaan

yang lebih memprihatinkan adalah kasus penyalahgunaan narkoba 90% terjadi

pada usia anak/remaja. Pada usia tersebut remaja dalam usia sekolah baik

SLTP, SLTA, dan mahasiswa yang notabene merupakan aset negara sebagai

generasi penerus.

Di dalam penelitian lain oleh Hawari dkk. (1998) dari pasien

penyalahguna/ketergantungan narkoba jenis opiat (heroin) ditemukan angka

kematian (mortality rate) mencapai angka 17,16%. Mereka yang mengalami

komplikasi medik berupa kelainan paru 53,73%, gangguan fungsi hati

55,10%, dan hepatitis C 56,63%, sedangkan yang terinfeksi HIV 33,33%

(Hawari,dkk, 2000).14

Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan biologis, psikologis,

maupun sosial.Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat

Page 36: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

dari proses pematangan kejiwaan (Psikososial) (Huang et al., 2007). Seorang

anak remaja tidak lagi didapat sebagai anak kecil, tetapi belum juga dianggap

sebagai orang dewasa. Disatu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari

pengaruh orang tua, disisi lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan,

dukungan perlindungan orang tuanya (Guzmdn et al., 2004).

Orang tua sering tidak mengetahui atau memahami perubahan yang

terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh

menjadi seorang remaja, bukan lagi anak yang selalu dibantu (Fellinge et

al., 2009). Orang tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan

perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konfl ik diantara keduanya.

Adanya konflik yang berlarut-larut merupakan stresor bagi remaja yang

dapat menimbulkan berbagai pemasalahan yang komplek baik fisik,

psikologik maupun sosial termasuk pendidikan. Kondisi seperti ini apabila

tidak segera di atasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang ke

arah yang lebih negatif. Antara lain dapat ditimbulkan masalah maupun

gangguan kejiwaan dari yang ringan sampai berat. Apalagi pada

kenyataannya perhatian masyarakat lebih terfokus pada upaya meningkatkan

kesehatan fi sik semata, kurang memperhatikan faktor non fisik (intelektual,

mental emosional dan psikososial). Padahal faktor tersebut merupakan

penentu dalam keberhasilan seorang remaja di kemudian hari (Lilian et al.,

2008).

Masa remaja dapat dibagi 3 (tiga) tapan yaitu masa remaja awal,

remaja pertengahan, dan remaja akhir. Ciri yang paling nyata dari masa remaja

ádalah mereka cepat tinggi. Selama masa kanak-kanak, anak perempuan, dan

laki-laki secara fisik tampak mirip kecuali hanya perbedaan genetalia.

Perkembangan remaja terdiri secara fisik, psikososial, dan moral.

Sigmund freud menyebutkan masa remaja sebagai periode di mana

libido atau energy seksual, yang tetap laten selama bertahun-tahun masa para

remaja, dihidupkan kembali. Dorongan seksual dicetuskan oleh androngen

tertentu, seperti testoteron yang mempunyai kadar lebih tingi selama masa

remaja dibandingkan dengan masa manapun di dalam hidupnya. Puncak

Page 37: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

dorong dorongan seksual pada laki-laki terjadi antara usia 17 dan 18 tahun.

Masa remaja awal melepaskan dorongan libido paling sering melakukan

mantrubasi, statu cara melepaskan implas seksual (Pastor et al., 2009).

Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, salah

satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian

terhadap lingkungan sosial, remaja harus menyesuaiakan diri dengan lawan

jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum pernah ada, juga

harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan sekolah dan

keluarga (Cederblad, 1999).

Apabila remaja tidak dapat mengatasi berbagai stresor yang ada, dapat

timbul berbagai kondisi yang negatif seperti cemas, depresi, bahkan dapat

memicu munculnya gangguan psikotik. Dampak yang dapat terjadi pada

remaja dalam kondisi seperti di atas adalah timbulnya berbagai permasalahan

yang kompleks, baik fisik, emosi maupun sosial termasuk pendidikan

misalnya dapat timbul berbagai keluhan fisik yang tidak jelas sebabnya

ataupun berbagai permasalahan yang berdampak sosial, seperti malas sekolah,

membolos, ikut perkelahian antar pelajar, menyalah gunakan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA), dan lain-lain. Apabila tidak segera di

atasi, kondisi tersebut dapat berlanjut sampai masa dewasa, dan akan lebih

berkembang lagi ke arah yang lebih negatif seperti terbentuknya kepribadian

anti sosial maupun kondisi psikotik yang kronis. Diperlukan deteksi dini dan

intervensi dini pada remaja yang mengalami gangguan jiwa.

Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai

kecenderungan untuk mengalami depresi. Oleh karena itu sangatlah penting

untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan

oleh gejolak mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan

depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi di

atas, membuat depresi pada remaja sering tidak. Terdiagnosis, bila tidak

ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan

berlanjut sampai masa dewasa. Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii,

membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.

Page 38: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Tipe primer: bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe

sekunder: bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan

gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder

biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik,

dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh

diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah, dan

tidak patuh (Cederblad, 1999).

Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan

akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pada depresi yang disertai

dengan kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami

depresi lebih sulit menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang

muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu

timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh

diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest (hubungan

seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada

remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami

depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa

sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman. Mood yang disforik sering

nampak pada periode pramenstrual. Remaja wanita yang mengalami depresi

mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis

tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar,

dan lebih banyak tidur.

Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara,

menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami

depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang

biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua,

kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi

sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik

di sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan

sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan

tugas, perilaku yang mudah tersinggung di dalam kelas, tidak peduli terhadap

Page 39: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

hasil yang dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi

pada remaja.

Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa

putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendah kan

hatga diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan

perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari

kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA.

Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang

terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku

yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi.

Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan

NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood (amfetamin), yang

menurunkan mood (barbiturat, tranquilizer, hipnotika) dan alkohol. Akhir-

akhir ini banyak digunakan heroin, kokain, dan derivatnya, serta halusinogen.

Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan

minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga

remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam

masalah seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif

untuk melawan depresinya.

Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini

semakin meningkat. faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja

penyalahguna NAPZA: 1) Konflik keluarga yang berat, 2) Kesulitan

Akademik, 3) Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti

gangguan tingkah laku dan depresi, 4) Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –

tua dan teman, 5) Impulsivitas, 6) Merokok pada usia terlalu muda.

Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan

seorang remaja akan menjadi pengguna NAPZA. Menurut Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III)

1993, gangguan yang berhubungan dengan zat termasuk gangguan:

ketergantungan, penyalahgunaan, intoksikasi, dan keadaan putus zat.

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan NAPZA secara patologis (di luar

Page 40: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

tujuan pengobatan), yang sudah berlangsung selama paling sedikit satu bulan

berturut-turut dan menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial, sekolah, atau

pekerjaan. Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan ketergantungan.

Ketergantungan zat mengacu kepada satu kelompok gejala kognitif, perilaku,

dan fisiologis yang mengindikasikan seseorang secara terus menerus

menggunakan NAPZA dengan teratur dan dalam jangka waktu panjang.

Gejala ketergantungan ini dapat berbentuk ketagihan secara fisik atau

psikilogis, toleransi, keadaan putus zat, pemakaian yang lebih besar dari yang

dibutuhkan, kegagalan untuk menghentikan atau mengontrol penggunaan dan

mengurangi aktivitas sosial/pekerjaan karena penggunaan NAPZA. Sebagai

tambahan, pengguna NAPZA mengetahui bahwa zat tersebut mengakibatkan

gangguan yang nyata, tetapi tidak dapat menghentikannya. Intoksikasi zat

mengacu kepada perkembangan yang reversibel, sindrom zat yang spesifik,

yang disebabkan oleh penggunaan suatu zat. Harus ada perilaku maladaptif

atau perubahan psikilogis yang nyata secara klinis. Keadaan putus zat

mengacu kepada sindrom zat spesifik yang disebabkan oleh penghentian atau

pengurangan penggunaan NAPZA jangka panjang. Sindrom ini menyebabkan

distres atau hambatan yang nyata secara klinis dalam fungsi sosial, sekolah

atau pekerjaan.

Beberapa indikasi adanya penggunaan NAPZA pada remaja, prestasi

akademik yang menurun: sering membolos atau meninggalkan sekolah, sering

membuat masalah dengan teman, guru atau murid sekolah lain, sering

memakai uang sekolah, mencuri, berhutang atau mengompas penyakit fisik

ringan yang tidak spesifik, perubahan sikap dalam hubungan dengan anggota

keluarga lain, juga dalam kelompok temannya, lekas marah, tersinggung,

sikap kasar, tidak sabar dan egois, perubahan dalam penampilan, perawatan /

kebersihan diri, wajah murung, loyo mengantuk, kurang bergairah, acuh tak

acuh, sering melamun, disiplin dan sopan santun menurun, pakaian kotor dan

lusuh, cara bicara lamban, tak jelas, kadang-kadang cadel, serta banyak

merokok. Banyak dari indikator di atas yang terkait dengan awitan (onset) dari

depresi, penyesuaian sekolah, atau prodromal dari gangguan psikotik.yang

Page 41: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

harus diperhatikan adalah tetap menjaga komunikasi yang terbuka dengan

remaja yang diduga menggunakan NAPZA. Disini terdapat hubungan antara

penggunaan NAPZA dengan perilaku risiko tinggi, termasuk penggunaan

senjata tajam, perilaku bunuh diri, pengalaman seksual yang dini,

mengemudikan mobil dengan risiko tinggi, menyukai musik keras (heavy

metal), dan pemujaan/ritual agama yang menyimpang, walaupun tidak ada

hubungan langsung dengan penggunaan NAPZA, namun adanya perilaku

seperti di atas patut diwaspadai.15

Problem utama remaja yang disinyalir berkaitan dengan kesehatan

mental danterkait dengan perilaku nakal adalah merokok, penyalahguna

napza, alkohol, danobat-obatan. Ketiganya berkaitan dan seringkali menjadi

satu kesatuan problem yangserius. Penyalahguna napza amat memprihatinkan

karena sebagian besar dideritaoleh generasi muda yang umumnya berusia 15-

24 tahun, dan banyak yang masihaktif di SMP, SMA, maupun perguruan

tinggi. Secara umum pengguna pertamaNAPZA diawali pada anak yang relatif

muda (Purwandari 2007).

Subjek mantan penyalahguna napza menyatakan bahwa teman sebagai

salahsatu objek lekat anak yang dapat mempengaruhi perilaku, dalam hal ini

adalahpenyalahgunaan napza, yang tergolong bentuk delinquency (Purwandari

2007).Seperti yang dikatakan oleh Hircshi (dalam Mason & Windle, 2002)

dengan teoribonding-nya yang menyatakan bahwa objek lekat anak adalah

peers (teman),sekolah, dan keluarga. Keluarga pada anak rentang 11-19 tahun

kurang mempunyai kelekatan yang tinggi, sehingga anak lebih dekat dengan

temannya apabila dibandingkan dengan keluarga.

Penyalahguna napza yang sedang menjalani program rehabilitasi di

sebuahlembaga memiliki sejumlah alasan untuk merasionalisasi penggunaan

napza, sepertimenambah keberanian dan kreativitas, menghindari masalah,

frustrasi, kesepian, ataumemenuhi rasa ingin tahu (Purwandari, 2005). Ikut-

ikutan teman prosentase palingbesar sebagai alasan mereka.16

Faktor Risiko yang Terbukti Berpengaruh Terhadap Penyalahgunaan

Narkoba

Page 42: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

1. Pergaulan Teman Sebaya

Pergaulan dengan teman pengguna narkoba dalam penelitian ini

merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kejadian

penyalahgunaan narkoba, baik secara mandiri maupun bersama-sama.

Risiko untuk terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja yang

mempunyai teman pengguna narkoba mencapai 46 kali dibandingkan

dengan remaja yang tidak mempunyai teman pengguna narkoba. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Hawari (1990) yang membuktikan

bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi

seseorang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Pada penelitian ini distribusi kasus menurut kelompok umur adalah

remaja dan dewasa muda dengan rentang umur 21-30 th (72%) serta

pertama kali mendapatkan narkoba rata-rata pada tingkat sekolah

menengah atas. Jika dilihat dari rata-rata umur kasus dalam penelitian ini

mendapatkan narkoba untuk pertama kalinya pada usia remaja maka sesuai

dengan teori bahwa faktor utama seseorang terkena narkoba adalah teman

kelompok sebaya.

Hasil di atas mendukung penelitian oleh Gerstein and Green (1993)

serta Kumpfer et al (1998) yang menyebutkan bahwa pada remaja faktor

risiko yang paling signifikan berpengaruh terhadap penyalahgunaan

narkoba adalah pergaulan dengan teman pengguna narkoba sedangkan

pada kelompok yang lebih muda (umur 13-16 th) maka faktor risiko yang

paling berpengaruh adalah keluarga.

2. Kesibukan Orang Tua >14 Jam/Hari

Kesibukan orang tua >14 jam/hari dalam penelitian ini juga

merupakan variabel yang sangat berhubungan dengan kejadian

penyalahgunaan narkoba, baik secara mandiri maupun bersamasama.

Risiko untuk terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja yang

mempunyai orang tua sibuk >14 jam/hari mencapai 20 kali dibandingkan

dengan remaja yang mempunyai orang tua sibuk <14 jam/hari.

Page 43: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yatim (1990) yang

membuktikan bahwa kesibukan orang tua merupakan salah satu faktor

yang mempunyai andil bagi terjadinya penyalahgunaan narkoba pada

remaja. Karena kesibukan orang tua di luar rumah baik di pekerjaan atau

aktivitas masing-masing sehingga pulang larut malam mengakibatkan

waktu untuk anak berkurang, sehingga perhatian untuk anak juga kurang.

Akan tetapi jika dilihat kenyataan pada saat ini bahwa ratarata

kesibukan orang tua di luar rumah terutama yang tinggal di perkotaan

adalah > 14 jam per hari maka hasil penelitian ini menjadi tidak relevan

dengan kenyataan saat ini. Kesibukan tersebut bukan karena tidak mau

mengurusi keluarga akan tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang pada gilirannya adalah

untuk kesejahteraan keluarga juga. Jadi orang tua yang kesibukannya > 14

jam per hari tidak dapat disalahkan sepenuhnya sebagai faktor penyebab

terjadinya penyalahgunaan Narkoba pada anak-anaknya asalkan sisa waktu

sepulang kerja betul-betul digunakan untuk berkomunikasi secara efektif

dengan keluarga.

Hasil sebagaimana tersebut di atas mungkin disebabkan karena

sebagian besar (80%) kelompok kasus berasal dari kota-kota besar di

Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya dan Semarang yang

mana sebagian besar penduduknya adalah pekerja dengan tingkat

kesibukan yang cukup tinggi (> 14 jam per hari), karena tuntutan ekonomi

di kota lebih tinggi dari di desa sehingga membuat suami dan istri sama-

sama bekerja.

3. Penggunaan Waktu Luang

Dalam penelitian ini, penggunaan waktu luang dengan kegiatan

yang negatif juga merupakan variabel yang juga sangat berhubungan

dengan kejadian penyalahgunaan narkoba, baik secara mandiri maupun

bersama-sama. Risiko untuk terjadinya penyalahgunaan narkoba pada

remaja yang mengisi waktu luang dengan kegiatan yang negatif mencapai

Page 44: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

15 kali dibandingkan dengan remaja yang mengisi waktu luang dengan

kegiatan yang positif.

Kegiatan negatif disini sebagai contoh adalah pergi ke diskotik,

bergerombol dengan anak-anak nakal sehingga berisiko diajak serta oleh

teman-teman lain melakukan kegiatan yang tidak benar seperti mabok,

judi dan lain sebagainya yang pada akhirnya membawanya ke dalam kasus

penyalahgunaan narkoba.

Sebaliknya apabila waktu luang diisi dengan kegiatan positif

seperti olah raga, belajar kelompok atau kegiatan ekstra kulikuler sekolah

lainnya akan terhindar dari kasus penyalahgunaan narkoba karena di

samping menghasilkan pola pikir yang positif juga tidak ada kesempatan

bertemu dengan teman sebaya yang sudah menggunakan narkoba lebih

dulu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hawari (1990) yang

membuktikan bahwa kegiatan dan pergaulan merupakan salah satu faktor

yang mempunyai andil bagi terjadinya penyalahgunaan narkoba pada

remaja. Karena kegiatan dan pergaulan dapat menciptakan keterikatan dan

kebersamaan sehingga sulit melepaskan diri.

Beberapa penelitian yang dikembangkan oleh National Institute on

Drug Abuse (NIDA), National Institutes of Health Bethesda, Maryland

sejak tahun 1997 merekomendasikan bahwa banyak cara untuk mencegah

seseorang terjerumus ke kasus penyalahgunaan Narkoba. Cara tersebut

dimulai dari keluarga seperti ikatan yang kuat di dalam keluarga,

pengawasan orang tua, penyertaan keluarga dalam kegiatan sekolah hingga

kegiatan yang sifatnya prefentif di tingkat sekolah seperti kompetensi

antar siswa, kegiatan sosial di sekolah sampai ke gerakan anti Narkoba.

Dengan kegiatan-kegiatan yang positif tersebut sekaligus akan terhindar

dari pengaruh teman kelompok sebaya yang menggunakan Narkoba.14

3.3 Kasus Menopause

Page 45: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Profil : 50-tahun wanita G3P2012

Keluhan utama : Prolaps

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien telah dilihat untuk pemeriksaan ginekologi tahunan dan

diberitahu bahwa kandung kemih dan rahim telah "jatuh ke bawah." Pasien

menyangkal jaringan exteriorized, tekanan panggul, atau nyeri panggul. Dia

melaporkan buang air kecil tujuh kali per hari dan satu kali setiap malam. Dia

menyangkal adanya inkontinensia berhubungan dengan batuk, bersin, atau

urgensi. Dia tidak melaporkan sembelit ringan yang merespon pelunak feses.

Dia melaporkan aktif secara seksual dengan pasangannya tanpa keluhan.

Office evaluation:

Pemeriksaan panggul : Tahap I prolaps sistokel dan rahim

Q-tip tes : 45 derajat

Stress test : Negatif

Kekuatan otot panggul : 3/5

Manajemen:

Manajemen yang terkandung direkomendasikan sebagai pasien ini

tanpa gejala. Konseling harus mencakup diskusi dengan pasien bahwa dalam

beberapa prolaps wanita akan meningkat meskipun jangka waktu tidak jelas.

Dianjurkan diet sehat, berpantang dari merokok, dan latihan kegel secara

teratur untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.

Follow-up:

Pasien melakukan dengan baik dengan latihan Kegel berencana untuk

kembali untuk re-evaluasi jika prolaps menjadi gejala atau jika ia timbul

keluhan kemih atau tinja.

3.4 Pembahasan Kasus Menopause

Hasil dari pemeriksaan pada kasus tersebut bahwa pasien mendapati

terkena Prolapse Cystocele dengan karakteristik yang menurun perpindahan

prolaps anterior kandung kemih dan terdapatnya di segmen vagina anterior.

Page 46: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Dapat diketahui bahwa dari pemeriksaan panggul didapatkan prolaps

cystocele dengan stage 1 yang dapat di diagnosis dari tabel quantifikasi

prolaps organ panggul.

Page 47: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit
Page 48: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Dalam pemeriksaan dicantumkan bahwa hasil dari Q-tip test adalah 45

derajat yang artinya terdapat tanda bahwa terjadi hipermobilitas uretra pada

pasien tersebut.

Faktor risiko dari kasus ini adalah di karenakan adanya muscular

dystrophy yang bisa terjadi oleh sebab persalinan pervaginam. Dan dapat

terjadi di karenakan pasien tersebut sudah perimenopause, sebanyak 50%

wanita dewasa pada usia lebih dari 40 terkena prolaps organ panggul dan

diantara insidensi dan prevalensi diketahui meningkat dengan usia.

Untuk prolapsus dengan tanpa gejala pengobatan nonmedisnya bisa

disarankan untuk hidup sehat seperti diet, olahraga, dan tidak merokok itu

adalah promosi kesehatan untuk pengaruh dan kekuatan dari jaringan

fibromuscular. Dan dapat melakukan latihan otot dasar panggul yang akan

menurunkan kecepatan dari memburuknya prolaps.

Prolaps organ panggul (POP) adalah tonjolan atau herniasi struktur

panggul seperti kandung kemih, usus, atau rahim ke saluran vagina akibat

kelemahan atau kerusakan pada struktur dukungan panggul. Ini mungkin

berhubungan dengan ketidaknyamanan panggul serta gangguan seksual,

kencing, dan defecatory. Sebanyak 50% dari wanita dewasa di atas usia 40

dipengaruhi oleh prolaps organ panggul dan diantara insidensi dan prevalensi

diketahui meningkat dengan usia. Selain itu, seorang wanita membawa risiko

seumur hidup 11% dari menjalani operasi untuk prolaps atau inkontinensia

urin pada usia 80. Banyak wanita memiliki tanda-tanda kelemahan dasar

panggul dan pemeriksaan ginekologi rutin selama prolaps organ panggul.

Dalam sebuah studi multicenter pengamatan yang dilakukan di Amerika

Serikat, prevalensi prolaps organ panggul pada wanita berusia 18-83 dengan

stadium I atau lebih adalah 76% dan ada 38% peningkatan risiko POP dengan

setiap dekade usia maju. Di masa lalu, prolaps digambarkan oleh struktur

dianggap berada dibelakang tonjolan vagina seperti sistokel, rectocele, atau

enterokel (Tabel 1). Penggunaan istilah-istilah telah putus asa karena tidak

Page 49: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

selalu tertentu yang benar-benar ada organ di tonjolan. Segmen vagina yang

terkena dampak, seperti prolaps dinding anterior atau posterior.

Oleh karena itu, prolaps organ panggul menjadi diagnosis yang lebih

umum di kalangan wanita perimenopause, mengakibatkan meningkatnya

kebutuhan layanan disfungsi dasar panggul. Meskipun bukan kondisi yang

mengancam jiwa, prolaps organ panggul dapat menyebabkan gejala

menyedihkan dasar panggul, menyebabkan menurunnya kualitas hidup, dan

penarikan dari kegiatan sosial.

Faktor Risiko

Etiologi yang tepat dari prolaps organ panggul tidak jelas namun

diyakini multifaktorial. Persalinan, persalinan pervaginam operatif, dan paritas

meningkat dianggap sebagai faktor risiko terkuat untuk berkembanya prolaps.

Prolaps sering berkaitan dengan peregangan, tekanan, dan trauma

neuromuscular yang berhubungan dengan melahirkan dan persalinan

pervaginam. Meskipun kurang umum, prolaps tidak terjadi pada wanita yang

belum memiliki anak. Ini peran yang menyoroti genetika dan etnis dalam

kecenderungan wanita untuk mengembangkan prolaps. Bertambahnya usia

dan indeks massa tubuh juga dianggap berhubungan dengan peningkatan

risiko prolaps organ panggul. Selain itu, kondisi yang meningkatkan tekanan

intraabdomen seperti batuk kronis, konstipasi kronis atau angkat berat dapat

meningkatkan risiko eveloping prolaps organ panggul. Histerektomi

sebelumnya juga telah terlibat mungkin karena kubah vagina tidak

disambungkan ke kompleks ligamentum uterosakral dan kardinal pada saat

histerektomi. Hal ini membantu untuk mengatur faktor risiko dalam kategori

berikut: predisposisi, menghasut, mempromosikan, dan decompensating.

Seperti tercantum dalam Tabel 2, beberapa faktor tumpang tindih kategori.

Meskipun redisposing faktor-faktor seperti ras, genetika, gangguan sintesis

kolagen, dan struktur, serta gangguan neuromuskuler bawaan telah dikaitkan

dengan peningkatan risiko prolaps, tidak ada metode saat ini untuk menyaring

individu normal bagi mereka yang akan terus mengembangkan gejala POP.

Berpotensi faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah cara persalinan,

Page 50: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

obesitas, sembelit kronis, operasi panggul sebelumnya, merokok, dan deplesi

estrogen. Namun, modifikasi satu atau lebih faktor risiko belum terbukti

secara signifikan mengurangi kejadian gangguan ini. Hal ini menunjukkan

POP yang mungkin hasil dari interaksi yang kompleks dari beberapa faktor.

Organ Panggul Prolaps di Perimenopause

Menopause merupakan salah satu faktor risiko yang lebih

kontroversial untuk prolaps organ panggul. Beberapa studi telah menunjukkan

bahwa peningkatan POP dengan usia, namun tidak jelas apakah penipisan

estrogen atau proses penuaan yang mengarah ke degenerasi jaringan

fibromuskular adalah penyebab cacat anatomis dan fungsional yang

berhubungan dengan POP. Ada beberapa bukti bahwa perempuan pada

periode perimenopause memiliki peningkatan insiden POP. Samuelsson et al.

(1999) melakukan penelitian cross sectional dari 641 wanita berusia 20 sampai

59 dari distrik layanan kesehatan primer di Swedia dan menunjukkan bahwa

perempuan di usia perimenopause kelompok (40 sampai 59 tahun) memiliki

prevalensi yang lebih tinggi POP (45% sampai 55%) bila dibandingkan

dengan wanita yang lebih muda. Temuan dari peningkatan risiko POP pada

periode perimenopause telah dikonfirmasi oleh orang lain memeriksa

perempuan dalam rentang usia yang sama. Dengan demikian, Luber et al.

(2001) menunjukkan tingkat sebanding konsultasi untuk prolaps organ

panggul di seluruh rentang usia pada wanita usia 30-89 menunjukkan bahwa

wanita perimenopause yang lebih muda memiliki kemungkinan yang sama

untuk mengembangkan gejala-gejala signifikan yang terkait dengan POP

dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Lang et al. (2003) mencatat

bahwa tingkat estradiol rendah serum dan nilai reseptor estrogen dalam

ligamen uterosakral dari wanita premenopause secara signifikan terkait

dengan prolaps organ panggul. Meskipun, pengganti estrogen telah terbukti

meningkatkan kulit konten kolagen total dan indeks pematangan sel epitel

vagina, tidak ada bukti bahwa mengobati wanita peri-atau postmenopause

dengan estrogen mengurangi risiko atau keparahan prolaps organ panggul .

Bahkan, hasil dari Health Initiative Perempuan (WHI) studi tidak

Page 51: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

menunjukkan penurunan kejadian POP pada wanita pascamenopause diobati

dengan HRT selama enam tahun. Namun, HRT dapat mengurangi kebutuhan

untuk operasi untuk gangguan dasar panggul (prolaps organ panggul

termasuk) mungkin sebagai akibat dari perbaikan gejala dari gangguan terkait

dasar panggul

Page 52: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit
Page 53: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Pencegahan

Tidak ada strategi pencegahan yang diterbitkan berhasil untuk prolaps

organ panggul. Hal ini masuk akal untuk mengasumsikan bahwa gaya hidup

modifikasi seperti berhenti merokok, menjaga BMI normal, mengobati

sembelit kronis, menghindari angkat berat berulang-ulang, dan diet yang sehat

akan mengurangi beberapa faktor POP. Selain itu, menghindari faktor risiko

yang berhubungan dengan persalinan vagina seperti kala II memanjang,

persalinan bayi makrosomia, atau persalinan vaginam operatif (misalnya,

penggunaan forsep) dibayangkan akan mengurangi risiko POP. Namun,

karena ada juga risiko yang terkait dengan operasi caesar dan terutama ulangi

bedah sesar untuk persalinan berikutnya, kita harus melanjutkan dengan hati-

hati sebelum membuat rekomendasi umum dari operasi caesar elektif untuk

mencegah gangguan dasar panggul. Selanjutnya, sebagian besar wanita yang

memiliki kelahiran vagina tidak berkembang gejala POP dan kehamilan itu

sendiri mungkin terkait dengan perkembangan prolaps. Informasi lebih lanjut

diperlukan untuk mengembangkan strategi pengurangan risiko yang efektif

yang akan mencegah prolaps organ panggul pada wanita.17

3.5 Kaitan Dengan 4 Aspek

1. Kebutuhan Masyarakat

a) Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesadaran remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi

remaja masih kurang. Akan tetapi, dalam kesehatan reproduksi remaja,

masyarakat khususnya para remaja membutuhkan pelayanan yang

lebih khusus untuk menangani tentang masalah yang sering terjadi

pada remaja. Masih kurangnya pelayanan khusus yang menangani

remaja di fasilitas kesehatan menyebabkan remaja bingung jika

mengalami masalah. Tidak hanya remaja, orang tua pun perlu bantuan

tenaga kesehatan dalam pelayanan khusus kepada remaja berkaitan

dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang kesehatan

reproduksi remaja dan ketidaktahuan orang tua cara memberikan

Page 54: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

pendidikan kesehatan reproduksi remaja kepada anaknya. Walaupun

banyak buku yang memuat tentang kesehatan reproduksi remaja dan

kemajuan teknologi yang memungkinkan remaja dapat mencari sendiri

informasi tentang kesehatan reproduksi remaja, akan tetapi remaja

dapat menjadi salah tanggap dengan informasi tersebut jika tidak

dibarengi dengan konseling dan bimbingan terutama jika remaja ingin

bertanya terhadap sesuatu yang tidak dimengerti tentang kesehatan

reproduksi remaja. Kebutuhan masyarakat ini adalah sarana kesehatan

dan tenaga kesehatan yang khusus menangani masalah yang terjadi

pada kesehatan reproduksi remaja.

Dalam keadaan sehat maupun sakit para remaja perlu

mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pelayanan

kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan pelayanan lainnya.

Pelayanan tersebut memerlukan keterlibatan yang penuh dari para

remaja sendiri, orang tua, petugas kesehatan yang profesional dan

masyarakat. Selama ini perhatian masyarakat hanya tertuju pada upaya

peningkatan kesehatan fisik remaja semata tapi kurang memperhatikan

faktor non-fisik. Kurangnya perhatian pada faktor non-fisik dapat

menyebabkan seorang remaja hanya sehat fisiknya saja, namun secara

psikologis rentan terhadap stres (tekanan hidup).

Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada remaja

meliputi:

1. Bimbingan yang berlanjut untuk mencegah terjadinya morbiditas

baru

2. Melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka

3. Menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja dengan

berbagai keluhan yang mungkin timbul.

4. Klinik kesehatan juga berfungsi sebagai sarana deteksi dini dan

mengatasi masalah perilaku beriko tinggi remaja yang merugikan

diri sendiri dan orang lain.

Page 55: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Hal yang perlu diperhatikan dari klinik remaja adalah

tersedianya petugas kesehatan yang menaruh perhatian penuh untuk

membantu remaja yang mempunyai masalah kesehatan jiwa dan raga.

Di Klinik Kesehatan dapat dilakukan skrining masalah remaja tentang

kehidupan di rumah, tingkat pendidikan, masalah seksualitas,

penyalahgunaan narkoba, pelayanan kesehatan raga dan penyuluhan.

Petugas kesehatan dalam melakukan pendekatan kepada remaja harus

bersikap empati, menghindari sikap curiga, sehingga mampu

memberikan jaminan kerahasiaan seperti remaja. Saat ini masih sedikit

klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki

masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater

terdekat.

Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa

dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus yang menangani

permasalahan remaja. Pembentukan klinik kesehatan remaja agaknya

bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya remaja yang terkena

penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat

penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa

mengungkapkan persoalannya tanpa takut-takut guna dicarikan solusi

atas masalahnya tersebut.

b) Menopause

Dengan melihat kondisi di Indonesia, banyak masyarakat yang

belum mengetahui tentang menopause. Karena rendahnya pendidikan

di masyarakat, tenaga kesehatan juga kurang merangkul masyarakat

mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam upaya kesehatan. Seperti

melakukan promotif dan preventifnya. Sehingga masyarakat di

Indonesia belum menyadari akan pentingnya menopause, dan

menganggap menopause sebagai suatu peristiwa alamiah biasa, yang

harus dijalani oleh semua perempuan. Proses penuaan, tidak dianggap

sebagai hilangnya kecantikan, tetapi sebagai proses pematangan untuk

menjadi manusia bijaksana. Masih banyak daerah di Indonesia, yang

Page 56: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

menganggap bahwa status perempuan Lansia mempunyai kedudukan

yang terhormat di masyarakat.

Upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya

kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi

timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan

perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan

atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan.

Konseling menopause dapat dilakukan di praktek dokter atau di

Klinik Menopause. Tim konseling, tidak hanya terdiri dari anggota

yang berorientasi biomedik saja, seperti dokter, bidan, perawat, dan

teknisi laboratorium, tetapi juga mereka yang berorientasi psikososial,

seperti konselor, psikolog atau psikiatri, sosiolog dll. Tetapi pelayanan

kesehatan yang mengacu pada kesehatan pada masa menopause belum

cukup memadai.

Kebutuhan masyarakat saat ini adalah sarana pelayanan

kesehatan. Kurangnya sarana pelayanan mengakibatkan masyarakat

lebih cenderung datang ke tenaga kesehatan jika keadaan kesehatannya

sudah parah.

2. Demografi

a) Kesehatan Reproduksi Remaja

Demografi sangat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi

remaja. Untuk di desa terpencil, fasilitas kesehatan bisa didapatkan,

akan tetapi dengan jarak tempuh yang jauh. Saat ini, ada program

kesehatan reproduksi remaja yang khusus menangani kesehatan

reproduksi remaja. Program ini biasanya bekerjasama dengan sekolah

dalam menanganai masalah kesehatan reproduksi remaja. Akan tetapi,

Page 57: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

walaupun sudah ada program kesehatan reproduksi remaja, kegiatan

tersebut terbentur dengan belum terkorrdinasinya kegiatan program

keseahtan reproduksi remaja di sekolah dan masyarakat berhubungan

dengan alur komunikasi tidak berjalan efektif, keterlibatan orang tua

atau masyarakat tidak ada, dan rapat koordinasi antara dinas kesehatan,

puskesmas, kelurahan dan sekolah belum dilakukan terkait dengan

pelaksanaan program kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan di

sekolah., anggaran dana yang kurang, dan kurangnya SDM tenaga

kesehatan yang bertindak sebagai Peer conselor dan peer educator.

b) Menopause

WHO memperkirakan proyeksi jumlah penduduk usia lanjut di

Indonesia pada 2025, adalah 414% dibandingkan dengan tahun 1990.

Ahli demografi memproyeksikan pada masa mendatang di Indonesia

terdapat banyak wanita karir yang berumur 35 tahun keatas hidup

sendiri.

Kecendrungan populasi perempuan menopause di Indonesia

semakin tinggi. Menurut data Departemen Kesehatan (Depkes)

perempuan Indonesia yang memasuki menopause sebesar 7,4% dari

populasi pada tahun 2000. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat

menjadi 11% pada tahun 2005 dan akan naik lagi sebesar 14% atau

sekitar 30 juta orang pada tahun 2015. Peningkatan populasi

perempuan menopause pada umumnya akan disertai berbagai tingkat

dan jenis permasalahan yang kompleks yang berdampak pada

peningkatan masalah kesehatan perempuan menopause tersebut.

3. SDM Kesehatan

a) Kesehatan Reproduksi Remaja

SDM kesehatan yng berfokus dalam pelayanan kesehatan

reproduksi remaja masih kurang. Keterbatasan sumber daya dapat

berdampak pada penyelenggaraan kegiatan manajemen pelayanan

yang tidak baik (Azwar, 1996). Kegiatan manajemen pelayanan masih

bias terselenggara dengan baik meskipun dengan keterbatasan sumber

Page 58: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

daya, melalui pembagian tugas dan peran yang jelas serta garis

komando yang jelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Marquis dan

Houston (2000) yang menyatakan bahwa melalui fungsi

pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi

(manusia maupun bukan manusia) seharusnya dapat dipadukan dan

diatur seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melalui

pengoptimalan fungsi kader kesehatan dan kelompok sebaya.2

b) Menopause

Adapun hambatan yang saat ini masih terjadi dalam

memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat,

keterbatasan tenaga kesehatan yang kurang memadai dan kurangnya

fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan

terhadap menopause, sehingga masyarakatpun dirasa kurang banyak

mendapatkan informasi dan pelayanan yang semestinya tentang

menopause.

Bidan sebagai tenaga kesehatan berperan aktif dalam upaya

promotif dan preventif tentang menopause. Bidan berperan dalam

memberikan konseling dan mendeteksi dini faktor resiko terjadinya

menopause.18

4. Kebijakan Pemerintah

a) Kesehatan Reproduksi Remaja

Di Indonesia, remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi.

Pengetahuan dasar yang perlu diketahui remaja adalah:

Pengenalan mengenai sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi

(aspek tumbuh kembang remaja).

Perlunya remaja mendewasakan usia menikah serta bagaimana

merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginan dirinya dan

pasangan.

Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya

terhadap kondisi kesehatan reproduksi.

Page 59: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

Bahaya narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) juga

minuman keras (miras) pada kesehatan reproduksi.

Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual.

Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya.

Kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan

diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negative.

Hak-hak reproduksi.

Di Indonesia, upaya memberikan perlindungan hak-hak

reproduksi masyarakat sudah menjadi kebijakan nasional. Menurut

Pedoman Upaya Promosi dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi yang

disusun oleh BKKBN, perlindungan tentang hak-hak reproduksi ini

merupakan pencerminan salah satu misi Program Keluarga Berencana

Nasional, yaitu langkah mempersiapkan sumber daya manusia

Indonesia yang berkualitas sejak dimulainya proses pembuahan dalam

kandungan sampai usia lanjut. Hak-hak reproduksi ini dipandang

penting artinya bagi setiap individu demi terwujudnya kesehatan

jasmani maupun rohani sesuai dengan norma-norma hidup sehat.

Sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Internasional

Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994, maka hak-hak

reproduksi meliputi :

1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.

2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi.

3. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang

kesehatan reproduksinya.

4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak.

5. Hak untuk hidup dan terbebas dari risiko kematian karena

kehamilan, kelahiran dan masalah gender.

6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan

reproduksi.

7. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang

menyangkut kesehatan reproduksi.

Page 60: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi.

9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam

reproduksisnya.

10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.

11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik

yang bernuansa kesehatan reproduksi.

12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam

kesehatan reproduksi

Untuk di daerah Depok, kegiatan pembinaan kesehatan remaja

khususnya kesehatan reproduksi belum menjadi fokus utama arah

kebijakan bidang kesehatan dalam renstra 2006-2010 Dinas Kesehatan

Depok berhubungan dengan tidak ada indikator jangka pendek dan

jangka panjang program PKPR dan kurangnya kerjasama dengan lintas

sektor dan lintas program pada pelaksanaan PKPR.

Kebijakan pemerintah tentang kesehatan reproduksi remaja

diatur dalam Kebijakan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi Di

Indonesia yang berisi tentang:

4.a. Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja

1) Pemerintah, masyarakat termsuk remaja wajib menciptakan

lingkungan yang kondusif agar remaja dapat berperilaku sehat

untuk menjamin kesehatan reproduksinya.

2) Setiap remaja mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang berkualitas

termasuk pelayanan informasi dengan memperhatikan keadilan

dan kesetaraan gender.

3) Upaya kesehatan reproduksi remaja harus memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya untuk mendukung peningkatan

derajat kesehatan remaja dengan disertai upaya pendidikan

kesehatan reproduksi yang seimbang.

Page 61: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

4) Upaya pendidikan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan

melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal, dengan

memberdayakan pendidik dan pengelola pendidikan pada

system pendidikan yang ada.

5) Upaya kesehatan remaja harus dilaksanakn secara

terkoordinasi dan berkesinambungan melalui prinsip kemitraan

dengan pihak-pihak terkait serta mampu membangkitkan dan

mendorong keterlibatan dan kemandirian remaja.

4.b. Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja

1) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja disesuaikan dengan

kebutuhan proses tumbuh kembang remaja dengan

menekankan pada upaya promotif dan preventif yaitu

penundaan usia perkawinan mud dan pencegahan seks

pranikah.

2) Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja

dilakukan terpadu lintas program dan lintas sector dengan

melibatkan sector swasta serta LSM, yang disesuaikan dengan

peran dan kompetensi masing-masing sector bagaimana yang

telah dirumuskan di dalam Pokja Nasional Komisi Kesehatan

Reproduksi.

3) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui

pola intervensi di sekolah mencakup sekolah formal dan non

formal dan di luar sekolah dengan memakai pendekatan

“pendidikan sebaya” atau peer counselor.

4) Pemberian pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui

penerapan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) atau

pendekatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Integratif di

tingkat pelayanan dasar yang bercirikan “peduli remaja”

dengan melibatkan remaja dalam kegiatan secara penuh.

5) Pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui

integrasi materi KRR ke dalam mata pelajaran yang relevan

Page 62: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

dan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti:

bimbingan dan konseling, Pendidikan Keterampilan Hidup

Sehat (PKHS) dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

6) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi

remaja di luar sekolah dapat diterapkan melalui berbagai

kelompok remaja yang ada di masyarakat seperti karang

taruna, Saka Bhakti Husada (SBH), kelompok anak jalanan di

rumah singgah, kelompok remaja mesjid/gereja, kelompok

Bina Keluarga Remaja (BKR).19

b) Menopause

Dalam permenkes 1464/MENKES/PER/X/2010 menyebutkan

bahwa bidan berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi

pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan memberikan

penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan

Persatuan Menopause Indonesia (PERMI) yang berada di

bawah IDI dan mempunyai 12 cabang di seluruh Indonesia, dalam

rangka  menanggulangi masalah menopause di Indonesia, telah

melaksanakan  beberapa program (2001-2004) sebagai berikut :

1. Standarisasi manajemen menopause (2002)

2. Kursus manajemen menopause dan osteoporosis (reguler), tingkat

dasar dan lanjut (2002).

3. Penentuan usia menopause dan perubahan perangai hormon

reproduksi (2002).

4. Penelitian fitoestrogen dengan pelaksana PERMI Malang.

5. Simposium Nasional Menopause (2003)

6. Panduan Praktis TSH (2004).

7. Pembentukan Klinik Menopause di beberapa cabang.

8. Pembentukan perkumpulan awam menopause (paguyuban) di

beberapa cabang.

Page 63: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

BAB IV

SIMPULAN

Kesehatan reproduksi remaja dan menopauase adalah keadaan dimana

terdapat perubahan dikarenakan perubahan hormone. Para remaja dan wanita yang

mengalami menopause sering kali mengalami keadaan yang tidak sama dengan

biasanya (perubahan pada kondisi tertentu).

Sebagai tenaga kesehatan, bidan harus memperhatikan dua keadaan

tersebut (kesehatan reproduksi remaja dan menopause) karena fase tersebut adalah

fase terjadinya perubahan. Pada saat ini, pelayanan kesehatan reproduksi remaja

dan menopause masih diabaikan dikarenakan SDM kesehatan yang kurang dalam

pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan menopause.

Setelah di tinjau dari 4 aspek (aspek kebutuhan masyarakat, aspek

demografi, aspek SDM kesehatan, dan aspek kebijakan pemerintah) dapat

disimpulkan bahwa perlu peningkatan khusus dalam meningkatkan pelayanan

pada kesehatan reproduksi remaja dan menopause, terutama dalam fasilitas

kesehatan, SDM kesehatan, dan kebijakan pemerintah yang mengatur lebih

khusus tentang pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan menopause.

Page 64: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid, Anuar. 2010. Efek Sosialisasi Bahaya Narkoba Terhadap Sikap Siswa

SMA Muhammadiyah Bangkinang. Jurnal Teroka, Vol.10, No. 2 Agustus 2010

2. Susanto, Tantut. 2010. Analisis Situasi Penerapan Manajemen Pelayanan

Keparawatan Kesehatan Komunitas: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

(Adolescent Friendly) Pada Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Reproduksi

Aggregate Remaja Di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

Jawa Timur: Departemen Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Jember

3. Effendi F. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam

Keperawatan. Jakarta : Salema Medika , 2009.

4. P, Retno Wahyuni, Nur Lailul, Vita Kusuma R, Ikasari Rahmatina, Ferry

Efendi. 2005. Penanggulangan Masalah HIV/AIDS, NAPZA, Dan Kesehatan

Reproduksi Remaja Dengan Pendekatan Peer Control Group Dari, Oleh, Dan

Untuk Remaja Pada Siswa SMA Kotamadya Surabaya. Surabaya: Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

5. http://www.remajaindonesia.org/info/80-remaja-dan-hak-reproduksi.html

6. Badziad, Ali. 2003. Endokrinologi dan Ginekologi. Jakarta : Media

Aesculapius

7. Curran, D., 2009. Menopause. Department of Obstetrics and Gynecology,

University of Michigan Health Systems

8. Heffner, L.J. and Schust, D.J., 2008. At A Glance Sistem Reproduksi Edisi

Kedua. Jakarta: Erlangga

9. Sastrawinata, S., 2008. Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan. Dalam:

Hanifa Wiknjosastro, ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

10. Rosenthal, Sara M., 2003. Issues Surrounding Natural and Surgical

Menopause. In: Rosenthal, M. Sara, ed. The Gynecological Sourcebook.

United States of America: McGraw-Hill

Page 65: Analisis Jurnal Krr, Menopause Dan Kasus Krr, Menopause Edit

11. Francina, S., 2003. Yoga and The Wisdom of Menopause : A Guide to

Physical, Emotional, and Spiritual Health at Midlife and Beyond. United

States of America: Health Communications, Inc

12. Jacoeb, T.Z., 2008. Endokrinologi Reproduksi pada Wanita. Dalam: Hanifa

Wiknjosastro, ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

13. http://www.ijp-online.com/article.asp?issn=0253-

7613;year=2011;volume=43;issue=6;spage=722;epage=723;aulast=Dias

14. Rustyawati. 2005. Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan

Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Penderita Yang Dirawat Di Panti

Rehabilitasi (Studi Kasus Di Semarang Dan Sekitarnya

15. Indarjo, Sofyan. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja. Semarang: Jurnal Kesehatan

Masyarakat, Universitas Negeri Semarang

16. Purwandari, Eny. 2011. Keluarga, Kontrol Sosial, Dan “Strain”: Model

Kontinuitas Deliquency Remaja. Humanitas, Vol. VIII No. 1 Januari 2011

17. Novi, Joseph M. 2009. Perimenopause Informa Healthcare. USA

18. Hidayat, Ahmad. 2012. Menopause Sebagai Peristiwa Biopsikososial.

OBGINSOS RSHS

19. Kebijakan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi Di Indonesia