12
BULETIN METEO NGURAH RAI ISSN 2461-0313 23 Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018 ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT SELAMA PERIODE 1991 2015 DI PROVINSI BALI I Wayan Andi Yuda 1 , Made Dwi Wiratmaja 2 , dan Sudarti 3 Stasiun Klimatologi Jembrana - Bali Email : [email protected] ABSTRAK Curah hujan lebat adalah salah satu fenomena cuaca yang sering terjadi di wilayah Indonesia dan sering menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Salah satu Provinsi yang rentan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh hujan lebat adalah Provinsi Bali. Hal tersebut melatarbelakangi dilakukannya analisis sebaran hujan lebat baik mengenai frekuensi, intensitas, dan waktu kejadian di Provinsi Bali. Data yang digunakan adalah data curah hujan harian dari 63 titik pos hujan BMKG. Curah hujan lebat harian ditentukan berdasarkan nilai curah hujan >50mm/hari. Selanjutnya frekuensi kejadian curah hujan lebat setiap bulan dihitung di masing masing pos hujan selama periode 1991 2015. Selain itu curah hujan maksimum harian selama periode 1991 2015 untuk setiap titik juga dicari dan kemudian dipetakan. Hasil penelitian menunjukan Sebaran terluas hujan lebat secara spasial terjadi pada bulan Januari. Pos hujan yang paling sering mengalami curah hujan lebat adalah Besakih, Singarata, Duda, Susut, Kembangsari, Bangli Pupuan, Baturiti, Candikuning, Wanagiri dan Gitgit. Curah hujan ekstrim harian maksimum yang pernah tercatat adalah sebesar 698 mm/hari tercatat di Besakih (Karangasem) Sedangkan rekor tertinggi kedua tercatat di pos hujan Candikuning (Tabanan) dengan curah hujan mencapai 627.5 mm/hari. Kata kunci: curah hujan, kejadian ekstrim, frekuensi ABSTRACT Heavy rainfall is one of the frequent weather phenomena in Indonesia and often causes disasters such as floods and landslides. One of the provinces that are vulnerable to the impact caused by heavy rains is the Province of Bali. This is behind the analysis of the distribution of heavy rainfall on the frequency, intensity, and timing of events in Bali Province. The data used is the daily rainfall data from 63 BMKG rain post points. Daily heavy rainfall is determined based on rainfall value> 50mm / day. Furthermore, the frequency of occurrence of heavy rainfall every month is calculated in each rain post during the period 1991 - 2015. In addition the daily maximum rainfall during the period 1991 - 2015 for each point is also sought and then mapped. The results showed the widest spatial rainfall occurred in January. The areas that most often experience heavy rain are Besakih, Singarata, Duda, Susut, Kembangsari, Bangli Pupuan, Baturiti, Candikuning, Wanagiri and Gitgit. The maximum daily extreme rainfall ever recorded was 698 mm / day recorded in Besakih (Karangasem) While the second highest record was recorded at the Candikuning rain mail (Tabanan) with rainfall reaching 627.5 mm / day. Keywords: rainfall, extreme events, frequency 1. PENDAHULUAN Dampak perubahan cuaca dan iklim ekstrim merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat di dunia (WMO, 2009). Salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT SELAMA PERIODE 1991...50 mm/hari (BMKG, 2010). Data curah hujan harian kemudian disortir dari 1991-2015 dan dikumpulkan per bulan dengan bantuan Ms. Excel

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 23

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT SELAMA PERIODE 1991 – 2015 DI PROVINSI BALI

    I Wayan Andi Yuda1, Made Dwi Wiratmaja2, dan Sudarti3 Stasiun Klimatologi Jembrana - Bali Email : [email protected]

    ABSTRAK

    Curah hujan lebat adalah salah satu fenomena cuaca yang sering terjadi di wilayah Indonesia dan sering menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Salah satu Provinsi yang rentan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh hujan lebat adalah Provinsi Bali. Hal tersebut melatarbelakangi dilakukannya analisis sebaran hujan lebat baik mengenai frekuensi, intensitas, dan waktu kejadian di Provinsi Bali. Data yang digunakan adalah data curah hujan harian dari 63 titik pos hujan BMKG. Curah hujan lebat harian ditentukan berdasarkan nilai curah hujan >50mm/hari. Selanjutnya frekuensi kejadian curah hujan lebat setiap bulan dihitung di masing – masing pos hujan selama periode 1991 – 2015. Selain itu curah hujan maksimum harian selama periode 1991 – 2015 untuk setiap titik juga dicari dan kemudian dipetakan. Hasil penelitian menunjukan Sebaran terluas hujan lebat secara spasial terjadi pada bulan Januari. Pos hujan yang paling sering mengalami curah hujan lebat adalah Besakih, Singarata, Duda, Susut, Kembangsari, Bangli Pupuan, Baturiti, Candikuning, Wanagiri dan Gitgit. Curah hujan ekstrim harian maksimum yang pernah tercatat adalah sebesar 698 mm/hari tercatat di Besakih (Karangasem) Sedangkan rekor tertinggi kedua tercatat di pos hujan Candikuning (Tabanan) dengan curah hujan mencapai 627.5 mm/hari. Kata kunci: curah hujan, kejadian ekstrim, frekuensi

    ABSTRACT

    Heavy rainfall is one of the frequent weather phenomena in Indonesia and often causes disasters such as floods and landslides. One of the provinces that are vulnerable to the impact caused by heavy rains is the Province of Bali. This is behind the analysis of the distribution of heavy rainfall on the frequency, intensity, and timing of events in Bali Province. The data used is the daily rainfall data from 63 BMKG rain post points. Daily heavy rainfall is determined based on rainfall value> 50mm / day. Furthermore, the frequency of occurrence of heavy rainfall every month is calculated in each rain post during the period 1991 - 2015. In addition the daily maximum rainfall during the period 1991 - 2015 for each point is also sought and then mapped. The results showed the widest spatial rainfall occurred in January. The areas that most often experience heavy rain are Besakih, Singarata, Duda, Susut, Kembangsari, Bangli Pupuan, Baturiti, Candikuning, Wanagiri and Gitgit. The maximum daily extreme rainfall ever recorded was 698 mm / day recorded in Besakih (Karangasem) While the second highest record was recorded at the Candikuning rain mail (Tabanan) with rainfall reaching 627.5 mm / day. Keywords: rainfall, extreme events, frequency 1. PENDAHULUAN

    Dampak perubahan cuaca dan iklim ekstrim merupakan bagian permasalahan yang paling serius

    bagi kehidupan masyarakat di dunia (WMO, 2009). Salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan

    mailto:[email protected]

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 24

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    masyarakat di wilayah tropis termasuk Indonesia adalah curah hujan. Curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran wilayah Indonesia yang terdiri dari 30% daratan dan 70% lautan sehingga dapat menimbulkan variasi iklim lokal terutama bergantung pada angin Monsun dan ketinggian tempat (Tjasyono, dkk., 2007). Selain itu, curah hujan di Indonesia berkorelasi kuat dengan fenomena ENSO di samudera Pasifik (Hendon, 2003). Kondisi curah hujan lebat atau diatas normal sering menyebabkan banjir dan tanah longsor. Kondisi sebaliknya, curah hujan di bawah normal menyebabkan kekeringan. Banyak lokasi di wilayah Indonesia sangat rentan terhadap kondisi curah hujan (BMG, 2003; Swarinoto, 2006).

    Provinsi Bali adalah salah satu pulau yang terletak di wilayah selatan Indonesia yang rentan terhadap dampak peningkatan curah hujan (Naylor dkk, 2007). Proyeksi penduduk Bali tahun 2011 hingga 2015 menunjukan peningkatan dari 3,957 juta jiwa menjadi 4,152 juta jiwa (BPS, 2017). Peningkatan jumlah penduduk tentu diimbangi dengan penggunaan lahan sebagai pemukiman. Kombinasi antara hujan lebat dan perubahan tutupan lahan akibat perkembangan wilayah perkotaan adalah faktor utama yang menyebabkan bencana banjir (Asriningrum, dkk., 2015).

    Beberapa contoh kejadian hujan lebat yang berdampak banjir terjadi di Bali selama periode tahun 2016 diantaranya hujan lebat tanggal 3 Februari 2016 di wilayah Denpasar yang menyebabkan rumah warga terendam, beberapa pohon tumbang, dan kemacetan lalulintas akibat jalan – jalan kota yang terendam (Balipost, 3 Februari 2016) bahkan pada hari yang sama bandar udara Ngurah Rai sempat ditutup selama satu jam karena pandangan tertutup akibat hujan yang sangat deras (Merdeka.com, 3 februari 2016).

    Tidak hanya di Denpasar, hujan lebat juga terjadi di kabupaten Jembrana tepatnya di Desa Kaliakah tanggal 5 November yang menyebabkan sungai meluap dan merendam ratusan rumah warga (Nusabali.com, 7 November 2016). Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 10 Desember 2016, kejadian banjir yang dipicu hujan lebat kembali terjadi di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Badung yang mengakibatkan sebagian besar desa terendam bahkan dua tempat suci di desa tersebut tidak luput dari rendaman banjir (Balipost, 10 Desember 2016). Hanya berselang 10 hari, hujan lebat kembali terjadi di dataran tinggi Desa Bedugul, Kabupaten Tabanan dan Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng mengakibatkan banjir dan tanah longsor (Balipost, 21 Desember 2016).

    Jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan maka kajian cuaca dan iklim ekstrim terutama hujan lebat sangat perlu dikembangkan di Bali mengingat kejadian ekstrim diproyeksikan akan lebih sering terjadi, lebih luas atau meningkat intensitasnya pada abad ke-21 (IPCC, 2007). Dengan mengetahui analisis sebaran kejadian - kejadian hujan lebat yang pernah terjadi maka dampaknya diharapkan dapat diantisipasi sedini mungkin. Selain itu, pengetahuan yang baik tentang iklim, terutama kejadian hujan lebat berguna untuk pertimbangan bagi pemerintah terkait tata wilayah, pemanfaatan lahan, dan perencanaan pembangunan kedepan

    2. DATA DAN METODE 2.1 Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian dari 63 titik pos hujan utama yang tersebar di wilayah Bali yang bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jembrana Bali. Pemilihan titik pos hujan didasarkan

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 25

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    pada kelengkapan data dan keseragaman periode data antar pos hujan. Panjang periode data yang dimaksud adalah 25 tahun (1991 –

    2015). Adapun Sebaran dari titik – titik pos hujan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 1 berikut ini.

    Gambar 1. Sebaran penakar hujan BMKG

    2.2 Metode 2.2.1 Pengumpulan data frekuensi dan intensitas curah hujan lebat

    Perhitungan frekuensi curah hujan lebat dilakukan untuk setiap pos hujan yang berjumlah 63 pos. Kejadian curah hujan lebat didefinisikan dengan curah hujan > 50 mm/hari (BMKG, 2010). Data curah hujan harian kemudian disortir dari 1991-2015 dan dikumpulkan per bulan dengan bantuan Ms. Excel. Selanjutnya intensitas tertinggi curah hujan dicari untuk setiap titik pos hujan penelitian.

    2.2.2 Pemetaan frekuensi kejadian dan intensitas tertinggi curah hujan lebat.

    Setelah data frekuensi kejadian curah hujan lebat (1991 – 2015) masing – masing bulan terhitung untuk setiap pos hujan maka selanjutnya dilakukan pemetaan menggunakan Arcgis 10.2. Metode yang digunakan adalah ploting titik dan kemudian didefinisikan

    berdasarkan banyaknya kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi di titik – titik pos hujan tersebut. Selanjutnya pemetaan nilai intensitas curah hujan tertinggi yang pernah terjadi selama 25 tahun pada titik - titik tersebut dilakukan dengan metode yang sama.

    2.2.3 Analisis kerawanan wilayah Bali terhadap kejadian hujan lebat

    Analisis dilakukan dengan mengamati peta frekuensi kejadian hujan lebat per bulan untuk mengetahui wilayah – wilayah yang rentan terhadap potensi kejadian hujan lebat untuk bulan tertentu. Analisis juga dilakukan pada peta intensitas curah hujan harian tertinggi untuk mengetahui rekor curah hujan yang pernah terjadi disuatu wilayah pengamatan.

    2.2.4 Alur Kerja

    Adapun alur kerja dalam penelitian ini ditunjukan oleh gambar 2 berikut ini.

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 26

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Gambar 2. Alur Kerja Penelitian

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambaran sebaran frekuensi kejadian curah hujan lebat di wilayah Provinsi Bali selama 25 tahun

    terakhir dari bulan Januari hingga bulan Desember dapat dilihat pada gambar 3 sampai dengan gambar 14 berikut ini.

    Gambar 3. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Januari (1991 – 2015)

    Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Januari periode 1991 - 2015 berkisar antara 13 s/d 90 kejadian (rata – rata 45

    kejadian/pos hujan). Titik pos hujan yang mengalami kejadian hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama periode tersebut meliputi Wanagiri, Sukasada, Gitgit, Tejakula, Gretek, Baturiti, Candikuning, Luwus,

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 27

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Pupuan, Bongan, Blahkiuh, Ngurah Rai, Kapal, Petang, Pelaga, Sumerta, Prapat, Bangli, Kembangsari, Susut, Bebandem, Amlapura, Kubu, Duda, Sidemen, Besakih, Pempatan,

    Singarata. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan Januari adalah Besakih (90 kejadian).

    Gambar 4. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Februari (1991 – 2015) Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Februari periode 1991 - 2015 berkisar antara 10 s/d 102 kejadian (rata – rata 40 kejadian/pos hujan). Titik pos hujan yang mengalami kejadian hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama

    periode tersebut meliputi Wanagiri, Gitgit, Tejakula, Baturiti, Candikuning, Kembangsari, Kintamani, Susut, Abang, Kahang-kahang, Duda, Besakih, Singarata. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan Februari adalah Kembangsari (102 kejadian).

    Gambar 5. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Maret (1991 – 2015)

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 28

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Maret periode 1991 – 2015 ditunjukan oleh gambar 5 berkisar antara 7 s/d 91 kejadian (rata – rata 29 kejadian/pos hujan). Titik pos hujan yang mengalami kejadian

    hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama periode tersebut meliputi Wanagiri, Gitgit, Baturiti, Candikuning, Kembangsari, Besakih. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan Maret adalah Gigit (91 kejadian).

    Gambar 6. frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan April (1991 – 2015)

    Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan April periode 1991 - 2015 berkisar antara 0 s/d 56 kejadian (rata – rata 19 kejadian/pos hujan). Titik pos hujan

    yang mengalami kejadian hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama periode tersebut meliputi Gitgit dan Baturiti. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan April adalah Baturiti (56 kejadian).

    Gambar 7. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Mei (1991 – 2015)

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 29

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Mei periode 1991 – 2015 ditunjukan oleh gambar 7 berkisar antara 2 s/d 36 kejadian (rata – rata 11

    kejadian/pos hujan). Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan Mei adalah Duda (36 kejadian).

    Gambar 8. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Juni (1991 – 2015)

    Total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Juni periode 1991 - 2015 berkisar antara 0 s/d 17 kejadian (rata – rata 5

    kejadian/pos hujan) ditunjukan oleh gambar 8 Frekuensi kejadian curah hujan lebat terbanyak pada bulan Juni terjadi di Gianyar (17 kejadian).

    Gambar 9. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Juli (1991 – 2015)

    Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Juli periode 1991 - 2015 berkisar antara 0 s/d 17

    kejadian (rata – rata 4 kejadian/pos hujan). Frekuensi kejadian curah hujan lebat terbanyak pada bulan Juli terjadi di Bangli (17 kejadian).

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 30

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Gambar 10. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Agustus (1991 –

    2015)

    Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Agustus periode 1991 - 2015 berkisar antara

    0 s/d 10 kejadian (rata – rata 1 kejadian/pos hujan). Frekuensi kejadian curah hujan lebat terbanyak pada bulan Agustus terjadi di Singarata (10 kejadian).

    Gambar 11. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan September (1991 –

    2015)

    Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan September periode 1991 - 2015 berkisar antara

    0 s/d 23 kejadian (rata – rata 5 kejadian/pos hujan). Frekuensi kejadian curah hujan lebat terbanyak pada bulan September terjadi di Duda (23 kejadian).

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 31

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Gambar 12. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Oktober (1991 –

    2015)

    Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Oktober periode 1991 - 2015 berkisar antara

    0 s/d 50 kejadian (rata – rata 14 kejadian/pos hujan). Frekuensi kejadian curah hujan lebat terbanyak pada bulan Oktober terjadi di Bangli (50 kejadian).

    Gambar 13. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan November (1991 –

    2015)

    Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan November periode 1991 - 2015 berkisar antara 2 s/d 73 kejadian (rata – rata 23 kejadian/pos hujan). Titik pos hujan

    yang mengalami kejadian hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama periode tersebut meliputi Baturiti, Pupuan, Besakih, dan Singarata. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan April adalah Pupuan (73 kejadian).

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 32

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Gambar 14. Frekuensi kejadian hujan lebat pada bulan Desember (1991 –

    2015)

    Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa total frekuensi kejadian curah hujan lebat yang pernah terjadi pada bulan Desember periode 1991 - 2015 berkisar antara 6 s/d 115 kejadian (rata – rata 36 kejadian/pos hujan). Titik pos hujan yang mengalami kejadian hujan lebat lebih dari 50 kali kejadian selama periode tersebut meliputi Wanagiri, Gitgit, Baturiti, Candikuning, Luwus, Batungsel, Meliling, Blahkiuh, Susut, Besakih, dan Singarata. Pos Hujan yang paling sering mengalami hujan lebat pada bulan Desember adalah Besakih (115 kejadian).

    Curah Hujan Harian Tertinggi

    Adapun rekor curah hujan tertinggi yang pernah tercatat di wilayah Provinsi Bali terjadi di pos hujan Besakih (Karangasem) dengan curah hujan harian mencapai 698 mm/hari. Sedangkan rekor tertinggi kedua tercatat di pos hujan Candikuning (Tabanan) dengan curah hujan mencapai 627.5 mm/hari. Curah hujan tertinggi yang pernah tercatat pada tiap pos hujan di Provinsi Bali ditunjukan oleh gambar 15 berikut ini.

    Gambar 15. Curah hujan harian tertinggi periode 1991 – 2015 di titik

    penakaran hujan Provinsi Bali.

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 33

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Pos – pos hujan di Provinsi Bali yang paling sering mengalami hujan lebat selama 25 tahun terakhir (1991 – 2015) adalah Besakih, Singarata, Duda (Kabupaten Karangasem), Susut, Kembangsari, Bangli (Kabupaten Bangli), Pupuan, Baturiti, Candikuning (Kabupaten Tabanan), Wanagiri dan Gitgit (Kabupaten Buleleng). Umumnya pos – pos hujan tersebut secara topografi terletak di dataran tinggi. Berdasarkan hasil penjabaran total frekuensi hujan lebat yang pernah terjadi di masing – masing pos hujan di Provinsi Bali untuk setiap bulan maka dapat diketahui bahwa bulan Desember, Januari, dan Februari menjadi bulan - bulan dengan rata – rata total frekuensi hujan lebat terbanyak. Secara berturut – turut, rata – rata total frekuensi hujan lebat selama 25 tahun untuk masing – masing pos hujan pada periode Desember, Januari, Februari adalah 36, 45, dan 40 kejadian. Tingginya frekuensi hujan lebat pada periode tersebut menegaskan bahwa puncak hujan di Provinsi Bali yang memiliki pola hujan monsunal terjadi pada kisaran bulan Desember, Januari, dan Februari (Aldrian dan Djamil, 2008; As-syakur (2007). Bulan Januari menjadi bulan dengan sebaran frekuensi hujan lebat paling merata jika dibandingkan bulan – bulan lainnya. Berdasarkan hasil pemetaan dapat juga diketahui pos – pos hujan yang memiliki frekuensi tinggi (>50 kejadian) hujan lebat pada bulan – bulan tertentu. Pos – pos hujan tersebut beserta rentang periode frekuensi hujan lebatnya yaitu Baturiti (November – April), Besakih dan Singarata (November – Maret), Gitgit (Desember – April), Candikuning dan Wanagiri (Desember – Maret). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui frekuensi tinggi hujan lebat tidak hanya terjadi pada Desember, Januari, Februari namun sangat berpotensi juga terjadi pada bulan

    November (awal musim hujan) serta pada bulan Maret dan April (peralihan musim hujan ke musim kemarau). Beberapa titik pos hujan di Provinsi Bali selain memiliki frekuensi kejadian hujan yang tinggi juga tercatat pernah mengalami intensitas hujan harian yang sangat tinggi. Pos – pos hujan tersebut tersebar di kecamatan Baturiti dan Sukasada (Tabanan bagian utara dan Buleleng bagian selatan) serta kecamatan Rendang (Karangasem). 4. KESIMPULAN

    Kejadian hujan lebat di Provinsi Bali biasanya terjadi pada puncak musim hujan antara bulan Desember, Januari, dan Februari. Sebaran terluas hujan lebat secara spasial terjadi pada bulan Januari. Beberapa titik pos hujan seperti Baturiti, Besakih, Singarata, Gitgit, Candikuning dan Wanagiri juga memiliki frekuensi tinggi hujan lebat pada bulan November (awal musim hujan) serta pada bulan Maret dan April (peralihan musim hujan ke musim kemarau). Beberapa wilayah di Provinsi Bali yang sangat perlu diperhatikan terkait frekuensi hujan lebat dan intensitas tinggi curah hujan hariannya yaitu wilayah Tabanan bagian utara, Buleleng bagian selatan, serta wilayah Karangasem bagian tengah. 5. UCAPAN TERIMAKASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Observasi dan Analisa Stasiun Klimatologi Klas II Negara atas bantuan data dan dukungan yang diberikan.

    6. DAFTAR PUSTAKA

    Aldrian, E. dan Djamil, Y.S. 2008. Spatio-temporal climatic change of rainfall in East Java, Indonesia. International Journal of Climatology, 28, pp. 435–448.

    Asriningrum, W., Harsanugraha, W.K., Prasasti, I. 2015. Bunga Rampai Pemanfaatan Data

  • BULETIN METEO NGURAH RAI

    ISSN 2461-0313 34

    Volume 4 Nomor 1, Maret – September 2018

    Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana Banjir. Bogor: IPB Press.

    As-syakur, A.R. 2007. Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan di Kawasan Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 7 No. 2, Agustus 2007. hal. 123-129

    BMG. 2003. Prakiraan Musim Untuk Pertanian Di Kabupaten Indramayu. Laporan Penelitian TA 2003. Jakarta: PUSAT SISDATIN Klimatologi dan Kualitas Udara BMG

    BMKG. 2010. Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Jakarta: BMKG

    Hendon HH. 2003. Indonesian rainfall variability: impacts of ENSO and local air–sea interaction. Journal of Climate 16: 1775–1790.

    IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY,USA.

    Naylor, R., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P.Falcon, and M B. Burke. 2007. Assessing Risks of Climate Variability and Climate Change for Indonesian Rice Agriculture. PNAS _ May 8, 2007 _ vol. 104 _no. 19.

    Swarinoto, Y.S. 2006. Analisis Pola Spasial Curah Hujan Jawa Barat Bagian Utara dan Prediksinya. Tesis Magister. Depok: Jurusan Geografi, FMIPA-UI.

    Tjasyono B. HK., Ina Juaeni, dan Sri Woro B. Harijono, 2007. Proses Meteorologis Bencana Banjir di Indonesia, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol. 8, No. 2, Badan Meteorologi dan Geofisika

    WMO. 2009. Guidelines on Analysis of extremes in a changing climate in support of informed decisions for adaptation. Publications Board. Geneva 2, Switzerland.

    http://bali.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/19 diakses tanggal 20 Januari 2017 http://balipost.com/read/bali/2016/02/03/43851/hujan-mengguyur-denpasar.html diakses tanggal 10 januari 2017 https://www.merdeka.com/peristiwa/hujan-deras-bikin-denpasar-dan-kuta-banjir-bandara-pun-ditutup.html diakses tanggal 10 Januari 2017 http://www.nusabali.com/berita/8633/ratusan-rumah-terendam-banjir diakses tanggal 10 Januari 2017 http://balipost.com/read/headline/2016/12/10/67931/diguyur-hujan-deras-perumahan-priskila-buduk-terendam.html diakses tanggal 10 Januari 2017

    http://balipost.com/read/headline/2016/12/21/68854/hujan-deras-banjir-

    dan-longsor-landa-bedugul.html diakses tanggal 10 Januari 2017