14
ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI DENGAN MENGGUNAKAN SUSTAINABLE LIVELIHOOD APPROACH DI KABUPATEN BOJONEGORO JURNAL ILMIAH Disusun oleh : WIDYASTUTIK 145020101111022 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH

PERHUTANI DENGAN MENGGUNAKAN

SUSTAINABLE LIVELIHOOD APPROACH DI

KABUPATEN BOJONEGORO

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

WIDYASTUTIK

145020101111022

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

Page 2: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI

DENGAN MENGGUNAKAN SUSTAINABLE LIVELIHOOD APPROACH

DI KABUPATEN BOJONEGORO

Yang disusun oleh :

Nama : Widyastutik

NIM : 145020101111022

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang

dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 06 Juli 2018.

Malang, 06 Juli 2018

Dosen Pembimbing,

Dr.rer.pol.Wildan Syafitri, SE., ME

NIP. 196912101997031003

Page 3: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI

DENGAN MENGGUNAKAN SUSTAINABLE LIVELIHOOD APPROACH

DI KABUPATEN BOJONEGORO

Widyastutik *, Wildan Syafitri** , EkoNugroho ***

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

*Email: [email protected]

**Email: [email protected]

***Email: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Bojonegoro memiliki potensi bibit unggul sapi potong peranakan ongole yang

berada di wilayah perhutani dan memiliki jumlah rumah tangga menengah kebawah dengan

peringkat 11 kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Timur, artinya tingkat kesejahteraan yang

dimiliki masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesejahteraan peternak di

wilayah perhutani Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro. Data yang digunakan adalah data

primer dan sekunder dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan pencatatan.

Analisis data menggunakan pendekatan sustainable livelihood approach dengan indikator

modal manusia, modal sumber daya alam, modal keuangan, modal sosial dan modal fisik

sebagai tolak ukur kesejahteraan. Hasil analisis menunjukkan bahwa modal manusia berupa

umur dan jumlah tanggungan, modal keuangan berupa aset rumah tangga dan asset ternak,

modal sosial berupa keaktifan LMDH tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kesejahteraan sedangkan modal sumber daya alam berupa bahan bakar kayu bakar dan

modal fisik berupa modal biaya produksi memiliki pengaruh signifikan terhadap timgkat

kesejahteraan.

Kata Kunci: Kesejahteraan, peternak, sustainable livelihood approach (SLA)

A. PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian yang mampu

menciptakan kesejehteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat

kesejahteraan masyarakat semakin baik. Keberhasilan pembangunan ekonomi tanpa menyertakan

peningkatan kesejahteraan masyarakat akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan dalam

kehidupan masyarakat (Badrudin, 2012). Peningkatan kesejahteraan merupakan permasalahan yang

kompleks dan bersifat multidemensional. Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan harus dilakukan

secara komprehensif yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Sektor pertanian beserta subsektornya memiliki peranan yang sangat fundamental untuk menopang

sektor perekonomian daerah desa tersebut untuk menciptakan kesejahteraan. Subsektor peternakan

merupakan salah satu bagian penting dari sektor pertanian, sehingga pengembangan subsektor

Page 4: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

peternakan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan. Menurut

(Surdayanto, 2002) bahwa sektor peternakan memegang peranan penting dalam perekononomian

dalam bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product) dan penyumbang kesempatan kerja. Dilain

sisi subsektor peternakan juga mampu memberikan peranan penting dalam pembentukan PDB (Produk

Domestik Bruto) maupun dalam penyediaan bahan baku industri. Subsektor peternakan memiliki tujuan

untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, pelestarian lingkungan hidup.

Salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi besar dalam sektor

pertanian umumnya dan subsektor peternakan khususnya yaitu Kabupaten Bojonegoro. Potensi yang

dimiliki Kabupaten Bojonegoro pada subsektor peternakan diharapakan mampu meningkatkan

pendapatan peternak. Kabupaten Bojonegoro memiliki keunggulan dalam memenuhi bibit sapi potong

dengan kualitas yang unggul. Menurut Dinas Peternakan dan Perikanan Bojonegoro bahwasanya

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu sumber bibit unggul sapi peranakan ongole yang

ditetapkan pada tahun 2015 oleh Kementrian Pertanian (Disnak.jatimprov.go.id, 2015). Pernyataan

tersebut di pertegas oleh (BPS, 2017) bahwa Kabupaten Bojonegoro memliki jumlah populasi sapi

potong sekitar 201 954 ribu. Potensi ini tidak hanya didukung oleh populasi ternak, akan tetapi juga

memliki potensi sumber daya alam berupa hutan yang sangat luas sekitar 98.800 Hektar yang

mendukung peternak dalam memenuhi pakan ternak yaitu berupa rumput yang lebih berkualitas. Selain

itu, peternak di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar merupakan anggota LMDH (Lembaga

Masyarakat Desa Hutan) yang mempunyai peluang besar untuk mengelola hutan sebagai lahan

pertanian yang di implementasikan sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga

keberlanjutan sumber daya hutan.

Pada hasil survey BPS, bahwa angka kemiskinan Kabupaten Bojonegoro mengalami penurunan

yaitu pada tahun 2015 Kabupaten Bojonegoro masuk dalam peringkat kedelapan kabupaten/kota

termiskin dan pada tahun 2016 menjadi peringkat sebelas termiskin dari kabupaten/kota se-Jawa Timur

atau mengalami penurunan dari 15,71 persen menjadi 14,60 persen. Namun faktanya, indeks kedalaman

dan keparahan kemiskinan justru mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Indeks kedalaman

kemiskinan sebesar 2.01 persen pada tahun 2015 menjadi 2.41 persen pada tahun 2016. Sedangkan

indeks keparahan kemiskinan yaitu sebesar 0,42 persen pada tahun 2015 menjadi 0.54 persen pada

tahun 2016 (BPS Jatim, 2017).

Gambar 1: Data Kemiskinan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012-2017 (%)

Sumber : Data diolah BPS Jawa Timur, 2017

Data tersebut dipertegas oleh (Kemensos, 2017) bahwa jumlah keluarga miskin di Kabupaten

Bojonegoro mencapai 174.011 kepala keluarga (KK) atau sekitar 563.225 jiwa. Perhitungan ini berbeda

dengan hasil perhitungan data badan pusat statistik Kabupaten Bojonegoro. Kemensos menggunakan

beberapa kriteria dalam menentukan kemiskinan yaitu rumah yang masih berdinding bambu, berlantai

tanah, dan tidak memiliki benda berharga dengan nilai jual lebih dari Rp.500.000 serta pendapatan yang

melebihi Rp. 300.000/bulan. Data diatas, meyimpulkan bahwa adanya kenaikan angka kedalaman

kemiskinan menunjukkan masyarakat ekonomi menengah kebawah justru semakin mejauh di bawah

16,66 16,02 15,48 15,7114,6 14,34

2,6 2,47 2,62 2,01 2,41 2,310,64 0,6 0,68 0,42 0,54 0,52

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Penduduk Miskin Kedalaman Kemiskinan Keparahan kemiskinan

Page 5: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

garis kemiskinan, artinya kemampuan daya beli sangat rendah sehingga kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan dasar.

Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan, 11 kelurahan dan 419 desa. Menurut Dinas

Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Bojonegoro memiliki tiga wilayah pemetaan sapi potong yaitu

jenis sapi potong pembibitan, penggemukan dan pembibitan dan penggemukan (campuran). Hal

tersebut dilakukan sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing kecamatan berdasarkan kebutuhan

peternak dalam memenuhi biaya produksi sapi potong serta kemudahan aksesbilitas.

Gambar 2: Pemetaan Tiga Wilayah Sapi Potong Kabupaten Bojonegoro

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, 2015

Kecamatan Kedungadem merupakan salah satu kecamatan yang memiliki populasi sapi potong

terbanyak di tahun 2016 yaitu dengan jumlah 15.390 sapi potong, sedangkan pada tahun 2015

Kecamatan Kedungadem hanya memiliki 14.225 ekor sapi potong, (BPS, 2017). Selain itu, Kecamatan

Kedungadem merupakan salah satu lokasi penerapan SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) dan memiliki

potensi sapi jenis penggemukan. Dalam pada ini Kecamatan Kedungadem juga merupakan kecamatan

yang memiliki potensi sumberdaya alam berupa hutan yaitu sekitar 2.223 Ha yang diharapakan mampu

menopang kebutuhan keluarga peternak baik yang berkaitan secara sosial ekonomi maupun terhadap

kebutuhan peternak.

Dalam penelitian ini, untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat serta menjaga keberlanjutan

mata pecaharian, menggunakan pendekatan sustainable livelihood yang mengacu pada Departement

For International Development (DFID, 1999). Pendekatan sustainable livelihood merupakan suatu

pendekatan yang lebih efektif dan relevan dalam menggurangi tingkat kemiskinan karena mampu

mendefinisikan kemiskinan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan keluarga peternak di Kecamatan Kedungadem yang memiliki potensi sapi potong jenis

penggemukan yang telah melakukan kerja sama dengan pemda Kabupaten Bojonegoro terkait program

SPR (sekolah Peternakan rakyat). Penelitian ini juga mengkaji faktor apa saja yang mempengaruhi

tingkat kesejahteraan melalui pendekatan sustainable livelihood.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Kesejahteraan

Dalam paradigma pembangunan ekonomi, perubahan kesejahteraan masyarakat merupakan bagian

yang tidak terpisahkan. Hal ini dikarenakan pembangunan ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat

Page 6: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

kesejahteraan masyarakat semakin baik. Menurut Todaro dan Stephen C. Smith (2006), Kesejahteraan

masyarakat menunjukkan ukuran hasil pembangunan masyarakat dalam mencapai kehidupan yang lebih

baik yang meliputi: pertama, meningkatnya tingkat kehidupan, tingkat pendapatan, pendidikan yang

lebih baik, dan peningkatan atensi terhadap budaya dan nilai-nilai kemanusiaan, dan ketiga, memperluas

skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari individu dan bangsa. Di lain sisi Mosher (1987), juga

memaparkan bahwa yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan, sebab beberapa aspek

dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan.

Peranan Subsektor Peternakan dalam Perekonomian

Ternak merupakan hewan yang dipelihara manusia dengan sengaja untuk diambil manfaatnya baik

di konsumsi maupun sebagai kebutuhan lainnya yang menghasilkan sebuah keuntungan (Nasotien,

2004). Dalam pada ini, jika dilihat dari sudut pembangunan ekonomi, peternakan memiliki peranan

yang strategis dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani, permberdayaan ekonomi masyarakat

di perdesaan mapun dalam memacu pembangunan wilayah, terutama wilayah pedesaan. Paradigma

pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan terhadap peternak rakyat

mampu menciptakan daya saing global dalam paradigma pembangunan agribisnis berbasis peternakan.

Adanya tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal dan faktor produksi,

sistem usaha peternakan terpadu mendorong terciptanya paradigma pembangunan peternakan tersebut

(B. Arifin , 2004).

Sustainable Livelihood Approach

SLA merupakan penekanan pada penghidupan berkelanjutan yang memfokuskan kepada upaya

pembangunan sebagai penghapusan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat

miskin. Sustainable Livelihood Approach (SLA) adalah cara berfikir dan bekerja untuk pembangunan

yang berkembang secara evolusi dan dalam tujuan untuk megefektifkan segala usaha-usaha yang

berkembang sevara evolusi dan dalam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha dalam

mengakhiri kemiskinan (Martopo et al, 2012).

Gambar 3: Kerangka Kerja Sustainable Livelihoods Approach

Sumber: Sustainable Livelihoods Guidance Sheet, DFID 1999

Keterangan :

H : Modal Manusia F : Modal Keuangan S : Modal Sosial N : Modal Alam P : Modal Fisik

SLA

H

S

N

P F

Konteks Kerentanan

• Bencana

Mendadak

• Bencana

Alam

• Konflik

• Perubahan

Musim

• Krisis

Ekonomi

Struktur d an Proses y ang Berubah STRUKTUR - Tingkat P emerintah - Sektor Swasta

PROSES • Hukum • Kebijakan • Kebudayan • Lembaga

Hasil – Hasil Livelihoods

• Pendapatan yang lebih besar

• Meningkatnya kesejahteraan

• Penggunaan basis sumber daya alam yang lebih berkelanjutan

STRATEGI LIVELIHOODS

Pengaruh dan akses

Page 7: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan lokasi penelitian di Kecamatan

Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. Penelitian dilakukan pada bulan 26 Oktober 2017 sampai 30

Desember 2017. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder melalui hasil wawancara

dan observasi langsung. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik

Kabupaten Bojonegoro, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bojonegoro dan literatur dari hasil

penelitian. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 210350 peternak (Bojonegpro dalam angka, 2016).

Perhitungan dalam penentuan sampel menggunakan rumus Krejcie dan Morgan.

n = 𝑋2 𝑁.𝑃 (1−𝑃)

𝑑2 ( 𝑁−1 )+ 𝑋2 𝑃 (1−𝑃)

n = 228

Analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan jenis data crossection, yang

menggunakan STATA 12.

Regresi Liniear Berganda

Y = a + b1X1+b2X2+…+bnXn

Umur :Umur Responden

Tanggungan : Jumlah tanggungan keluarga responden

Bahan Bakar : Variabel dummy, dimana 0= Tidak menggunakan kayu bakar 1= menggunakan kayu

bakar

Aset RT : Jumlah nominal harga jual set-aset rumah tangga

Aset Ternsk : Jumlah AU aset ternak

Biaya Produksi : Jumlah nominal pengeluaran ternak

D. PEMBAHASAN

Hasil Analisis Data

Analisis regresi berganda adalah model untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Dapat dilihat dalam hasil regresi linier tersebut untuk melihat bagaimana pengaruh

umur, jumlah tanggungan, bahan bakar, aset rumah tanga, aset ternak, LMDH dan biaya produksi

terhadap kesejahteraan. Penelitian ini menggunakan program STATA 12, berikut ringkasan hasil

pengolahan data dengan menggunakan stata tersebut, disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1 : Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda

Number of Obs = 228

Prob > F = 0.0000

F (7,220) = 7.98

R-Squared = 0.2024

Adj R-Squared = 0.1770

Pendapatan Coef. Standar Eror t p>ItI

Umur 13739.87 28670.67 0.48 0.632 **

Jumlah

Tanggungan

170128 319360.4 0.53 0.595 **

Bahan Bakar 4004228 698292.2 5.73 0.000 *

Aset Rumah

Tangga

.0111198 .0147741 0.75 0.452 **

Aset ternak 155167.8 192821.9 0.80 0.422 **

Page 8: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

LMDH 1970259 1126106 1.76 0.080 **

Biaya Produksi -.0886897 .0437224 -2.03 0.044 *

Konstanta 6553902 1638641 4.00 0.000

*) = P<0.05 (signifikan pada level 5% atau 0.05)

**) = P<0.1 (signifikan pada level 10% atau 0.1)

Sumber: Data diolah STATA 12, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh persamaan regresi linier

berganda sebagai berikut :

Pendapatan = 6553902 + 13739.87 umur + 170128 jumlah tanggungan + 4004228 bahan bakar

+ .0111198 aset rumah tangga + 155167.8 aset ternak - .0886897 biaya produksi

Hasil dari persamaan regresi linier tersebut dapat disimpulkan dalam intrepretasi hasil sebagai berikut:

a) Variabel Umur

Variabel umur pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif sebesar 13739.87

yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada umur sebesar 1% maka akan

meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar 13739.87%.

b) Variabel Jumlah Tanggungan

Variabel jumlah tanggungan pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif

sebesar 170128 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada jumlah tanggungan

sebesar 1% maka akan meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar

170128%.

c) Variabel Bahan Bakar

Variabel bahan bakar pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif sebesar

4004228 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada bahan bakar sebesar 1%

maka akan meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar 4004228%.

d) Varibel Aset Rumah Tangga

Variabel aset rumah tangga pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif

sebesar .0111198 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada aset rumah tangga

sebesar 1% maka akan meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar

.0111198%.

e) Variabel Aset Ternak

Variabel aset rumah tangga pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif

sebesar 155167.8 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada aset rumah tangga

sebesar 1% maka akan meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar

155167.8%.

f) Variabel LMDH

Variabel LMDH pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai positif sebesar 1970259

yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada aset rumah tangga sebesar 1% maka

akan meningkatkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar 1970259%.

g) Variabel Biaya Produksi

Variabel biaya produksi pada penelitian ini memiliki koefesien regresi bernilai negatif sebesar

-0886897 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada aset rumah tangga sebesar

1% maka akan menurunkan kesejahteraan di Kecamatan Kedungadem sebesar 0886897%.

Pengaruh Umur terhadap Kesejahteraan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teori Sustainable Livelihood Approach yang terdapat modal

manusia dengan variabel umur tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan suatu

rumah tangga, hubungan positif ini dapat diartikan bahwa tingkat umur seseorang tidak mempengaruhi

produktivitas yang tinggi terhadap suatu pekerjaan yang nantinya akan berpegaruh terhadap

kesejahteraan.

Page 9: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

Berdasarkan regresi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa koefesien dari

variabel umur bernilai positif sebesar 13739.87 dan nilai signifikansi sebesar 0.632 (lebih besar dari α

5% atau 0.05). Hal tersebut mengartikan bahwa umur memiliki pengaruh positif akan tetapi tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan. Dengan demikian, apabila tingkat umur

semakin meningkat atau memasuki usia tidak produktif maka akan menurunkan tingkat kesejahteraan.

Hal tersebut sesuai dengan teori Simanjutak (1985) yang menyatakan bahwa apabila umur

seseorang sudah mencapai usia produktif akan meningkatkan produktivitas sedangkan pada usia tua

tingkat produktivitas semakin menurun karena keterbatasan faktor fisik dan kesehatan yang

mempengaruhi. Di lain sisi, hasil kajian emperik dari Wisnu Sentana (2013) mengatakan bahwa umur

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja, (sri Kumbadewi, et al ,

2016).

Pada kondisi lapang, umur tidak menjadi penentu produktivitas peternak terhadap kesejahteraan

rumah tangga. Hal tersebut disebabkan oleh keluarga peternak rata-rata memelihara sapi mulai dari

sekolah dasar (belum produktif), sampai berusia tua (non produktif). Peternak yang memiliki

pengalaman lebih lama dalam memelihara sapi maka akan semakin memiliki keterampilan lebih dalam

menggembangkan sistem peternakan. Kondisi lapang mencerminkan bahwa rata-rata usia produktif

sangat jarang untuk memelihara ternak, hal ini disebabkan kecenderungan di usia produkif memilih

untuk bekerja diluar kota dan keinginan masyarakat dalam memelihara ternak hanya sebagai pekerjaan

sampingan saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat umur tidak memiliki pengaruh

terhadap kesejahteraan.

Pengaruh Jumlah Tanggungan Terhadap Kesejahteraan

Jumlah tanggungan merupakan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan dari rumah

tangga tersebut, baik keluarga inti maupun saudara bukan kandung yang tinggal satu rumah tapi tidak

bekerja. Berdasarkan regresi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa koefesien dari

variabel jumlah tanggungan bernilai positif 170128 dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kesejahteraan dengan nilai signifikani sebesar 0.595. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi jumlah tanggungan keluarga maka konsumsi per bulan akan menurun yang berarti semakin tinggi

keluarga yang miskin atau tidak sejahtera.

Jumlah tanggungan keluarga mempunyai hubungan dengan masalah kemiskinan. Besarnya jumlah

tanggungan keluarga akan berpengaruh terhadap pendapatan karena semakin banyaknya atau jumlah

anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan dari segi konsumsi dan secara tidak langsung akan

memaksa tenaga kerja tersebut mencari pendapatan lebih banyak daripada sebelumnya,

(Wirosuhardjo,1996). Pada pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah tangga yang memiliki

jumlah tanggungan keluarga yang cukup banyak maka jumlah penghasilan yang dibutuhkan juga

semakin besar, apabila penghasilan yang dibutuhkan tidak cukup maka akan berpengaruh terhadap

kesejahteraan.

Pengaruh Bahan Bakar Terhadap Kesejahteraan

Bahan bakar merupakan kebutuhan rumah tangga dalam melakukan kegiatan memenuhi kebutuhan

sehari-hari berupa memasak. Bahan bakar yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kayu bakar yang

dimanfaatkan oleh rumah tangga peternak yang diperoleh dari sebagain wilayah perhutani. Pada hasil

uji regresi linear menujukkan bahwa modal sumber daya berupa bahan bakar memiliki pengaruh

signifikan terhadap kesejahteraan keluarga peternak yaitu sebesar 0.000 dengan koefesien yang bernilai

positif sebesar 4004228. Hal tersebut mengartikan bahwa apabila peternak menggunakan bahan bakar

berupa kayu bakar maka akan meningkatkan kesejahteraan.

Hal ini apabila dikaitkan dengan kondisi lapang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi keluarga

peternak diwilayah perhutani yang lebih memilih kayu bakar sebagai bahan bahar utama daripada gas.

Keluarga peternak menunjukkan bahwa kayu bakar lebih mudah didapatkan serta lebih menghemat cost

dalam pengeluaran konsumsi. Hal ini peneliti temui di desa Bunten yang merupakan wilayah perhutani

yang paling besar daripada desa lain.

Page 10: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

Pengaruh Aset Rumah Tangga Terhadap Kesejahteraan

Aset rumah tangga merupakan tabungan peternak dalam bentuk barang yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan disaat mendesak. Pada hasil uji regresi linier modal keuangan berupa variabel aset

rumah tangga menunjukkan nilai yang tidak signifikan terhadap kesejahteraan. Hasil regresi linier

memliki nilai koefesien .0111198 dengan hasil yang tidak signifikan sebesar 0.452, hal tersebut jika

dikaitkan dengan kondisi lapang menunjukkan bahwa keluarga peternak memilih menabung dalam

bentuk aset ternak, sehingga hal ini sesuai dengan keadaan sosial ekonomi peternak. Pada hasil penelitian

lapang keluarga peternak mengasumsikan bahwa aset ternak lebih memiliki keuntungan lebih besar dari

pada aset rumah tangga berupa barang karena terdapat kemudahan untuk menjual aset ternak ketika

sewaktu-waktu memiliki kebutuhan yang mendesak. Pada kondisi lapang peneliti menemui bahwa

keluarga peternak yang menjadi anggota perhutani hanya memiliki aset rumah tangga berupa aset ternak

dan hanya mampu menyewa lahan perhutani yang digunakan dibidang pertanian.

Pengaruh LMDH Terhadap Kesejahteraan

LMDH adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada didalam atau disekitar

hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks

sosial, ekonomi, politik dan budaya (Afri Awang, 2008). Pada uji regresi linier menunjukkan pengaruh

yang tidak signifikan 0.080 dengan koefesien 1970259 hal ini mengartikan bahwa keluarga peternak

yang bukan menjadi anggota LMDH tidak mendapatkan manfaatnya secara langsung sehingga LMDH

tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan dan hanya terdapat 21 orang yang menjadi anggota LMDH di

wilayah perhutani. Hal tersebut mengartikan bahwa hanya terdapat 21 orang yang memperoleh manfaat

dari LMDH.

Tabel 2 : Data Anggota LMDH di Kecamatan Kedungadem

Sumber: Data primer diolah, 2017

Pengaruh Biaya Produksi Terhadap Kesejahteraan

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ternak baik dari segi

pemeliharaan maupun kebutuhan lainnya. Hasil uji regresi linier menujukan bahwa biaya produksi

memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan peternak. Nilai pada uji regresi linier yaitu dengan

koefesien -0886897 atau signifikansi 0.044. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar kebutuhan

ternak maka semakin besar pula cost yang dikeluarkan. Dalam pada ini, pengaruh biaya produksi sesuai

dengan kebutuhan peternak yang digunakan membeli bibit sapi potong, apabila bibit sapi potong lebih

mahal dari pada keuntungan yang diperoleh selama memelihara maka peternak memilki tingkat

ketimpangan kesejahteraan yang tinggi.

Pengaruh Aset Ternak Terhadap Kesejahteraan

Aset ternak merupakan aset yang dimiliki oleh keluarga peternak berupa hewan ternak sebagai

bentuk simpanan dan pendapatan yang lebih mengguntungkan meskipun hasil yang diperoleh masih

dalam waktu jangka panjang. Pada uji regresi linier menujukkan bahwa aset ternak memiliki pengaruh

yang tidak singifikan terhadap kesejahteraan dimana nilai uji signifikansinya 0.422 dengan koefesien

155167.8. kondisi ini apabila merujuk pada kondisi lapang sebagai kecil peternak memelihara ternak

hanya bentuk hobi dan bukan pekerjaan utama. Dilain sisi, harga ternak tidak memberikan keuntungan

yang besar apabila biaya produksi lebih besar dari pendapatan yang diperoleh. Pada data tersebut modal

keuangan pada variabel aset ternak memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan.

Gambaran Kesejahteraan Peternak

Kecamatan Bojonegoro Kedungadem merupakan salah satu potensi sapi potong terbesar di

Kabupaten yaitu sebesar 15.390 dan 1.000 sapi potong peranakan betina. Jumlah sapi potong tersebut

diharapkan mampu memberikan kontribusi kesejahteraan melalui pendapatan yang diperoleh selama

No LMDH Frekuensi Persentase

1. Bukan Anggota LMDH 207 90.79

2. Anggota LMDH 21 9.21

Jumlah 228 100.00

Page 11: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

pemeliharaan. Menurut (Surdayanto, 2002) bahwa sektor peternakan memegang peranan penting dalam

perekonomian dalam bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product) dan penyumbang kesempatan

kerja.

Tabel 3: Rata-rata membeli biaya produksi, Harga Beli, dan Laba Kotor Sapi Potong

Biaya Produksi Rp. 7.133.164

Laba Kotor Rp. 12.069.029

Sumber: Data Primer diolah, 2018

Berdasarkan data tersebut rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan peternak di Kecamatan

Kedungadem sebesar Rp.7.133.164, sedangkan rata-rata laba kotor yang diperoleh peternak sebesar

Rp.12.069.029. Rata-rata biaya produksi diperoleh dari harga bibit sapi potong yaitu jenis sapi pedet

(anak sapi), vitamin, serta pakan sapi yang menggunakan jenis pakan konsetrat. Hal tersebut

mengartikan bahwa laba bersih atau keuntungan yang diperoleh oleh peternak hanya sekitar

Rp.5.000.000. Hal ini dapat dikatakan sebagai keuntungan apabila peternak memelihara sapi hanya

dalam jangka waktu 1 atau 2 tahun, akan tetapi jika peternak memelihara 3 sampai 5 tahun tidak dapat

dikatakan sebagai keuntungan yang disebabkan keuntungan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya

produksi yang dikeluarkan. Dalam pada ini, tingkat kesejahteraan peternak di Kecamatan Kedungadem

masih dapat dikatakan rendah. Sub sektor peternakan masih belum mampu memberikan kontribusi

pendapatan terhadap keluarga peternak dimana hal tersebut juga tidak sesuai dengan jumlah populasi

ternak serta program sekolah peternakan rakyat (SPR) yang dijalankan sebagai bentuk program

kesejahteraan keluarga peternak yang mampu mendorong perekonomian keluarga.

Tabel 4 : Perbandingan Daftar Harga Sapi Potong

No. Jenis Sapi Harga Kisaran Pemerintah Harga Kisaran di Kecamatan

Kedungadem

1. Pedet limosin Jantan Rp.8.500.000 –

Rp. 12.500.000

Rp. 8.500.000 – Rp. 10.000.000

2. Pedet limosin Betina Rp.3.500.000

- Rp.5.500.000

Rp. 5.000.000 – Rp. 8.000.000

3. Sapi Dara/Bakalan Limosin Rp. 15.500.000 –

Rp. 18.500.000

Rp. 12.000.000 – Rp. 18.000.000

4. Sapi Bakalan Brahman Rp. 7.000.000 –

Rp. 9.000.000

Rp. 7.500.000 – Rp. 9.000.000

5. Sapi Brahman Dewasa Rp.21.000.000

– Rp.22.500-000

Rp. 18.000.000 – Rp. 20.000.000

6. Sapi Simental Bakalan Rp. 11.500.000 –

Rp. 15.000.000

Rp. 9.000.000

– Rp.12.000.000

7. Sapi Simental Dewasa Rp. 20.500.000 –

Rp. 23.500.000

Rp. 18.000.000 – Rp. 22.000.000

8. Sapi PO Pedet Rp. 7.000.000 –

Rp. 11.000.000

Rp. 5.000.000 – 8.000.0000

9. Sapi PO Bakalan Rp. 15.000.000 –

Rp. 18.000.000

Rp. 9.000.000 – Rp. 12.000.000

Sumber: https://info-pasar.com/harga-sapi, 2018

Berdasarkan data diatas, harga sapi potong di Kecamatan Kedungadem tidak seimbang dengan

harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Harga sapi potong di Kecamatan Kedungadem cenderung

lebih tinggi dari pada harga di lapang. Pada kondisi lapang, peneliti temui bahwa harga sapi potong

masih lebih rendah dari pada harga kisaran di Kecamatan Kedungadem, terutama jenis sapi potong

peranakan onggole (PO) yang berkisar sekitar Rp.7.000.000. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa

rendahnya keuntungan yang diperoleh oleh peternak di Kecamatan Kedungadem disebabkan harga jual

sapi potong lebih rendah dari pada harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Page 12: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

Gambar 4 : Alur pemasaran sapi potong di Kecamatan Kedungadem

Sumber : Ilustrasi Penulis, 2018

Berdasarkan gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan peternak di Kecamatan

Kedungadem masih rendah juga disebabkan oleh biaya produksi lebih besar daripada keuntungan yang

diperoleh juga terdapat faktor lain berupa proses pemasaran yang cukup panjang dan berdampak

terhadap harga sapi potong. Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa terdapat dua blantik yang

membuat harga jual ternak rendah, peternak menjual hasil ternaknya kepada blantik kampung dengan

kisaran harga yang lebih rendah. Kemudian, blantik kampung menjual kembali kepada blantik besar,

dari proses inilah harga jual sapi potong rendah yang disebabkan masih terdapat dua perantara, apabila

peternak dapat menjual hasil ternaknya lansung ke pasar hewan atau blantik kampung saja maka

kesejahteraan peternak tidak dapat dikatakan rendah. Hal tersebut peneliti temui pada saat pengambilan

data dilapang..

Skema Tingkat Kesejahteraan Peternak

Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat gambaran keadaan peternak sapi potong merupakan keadaan

peternak di lapang.

Gambar 5 : Skema Tingkat Kesejahteraan Peternak diwilayah Perhutani Kecamatan

Kedungadem melalui sustainable livelihood approach

Modal SDM

Modal Sosial Modal SDA

Modal Keuangan Modal Fisik

Sumber : Ilustrasi Penulis beracuan pada DFID 1999 (diolah).

SLA

Perternak Kecamatan

Kedungadem

Blantik

Kampung

Blantik

Besar

Rumah Potong

Hewan (RPH)

Rumah Makan

Pedagang Daging di

Pasar

Page 13: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

Melalui gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa peternak sapi potong di Kecamatan Kedungadem

memiliki kemampuan terhadap modal sumber daya alam berupa (bahan bakar), dan modal fisik (biaya

produksi), sedangkan akses terhadap modal sumber daya manusia (umur dan jumlah tanggungan), modal

keuangan (aset rumah tangga dan aset ternak), modal sosial (anggota LMDH) diasumsikan sangat tidak

berdaya atau nol (0). Kemampuan peternak terhadap ke tiga sumber daya tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut: peternak memiliki kemampuan akses terhadap sumber daya alam hal ini ditandai dengan

sebagian besar kecamatan kedungadem adalah wilayah perhutani, sehingga terdapat kemudahan akses

untuk memperoleh sumber daya alam tersebut. Kemampuan modal fisik meliputi adanya biaya produksi,

akses ini memperlihatkan bahwa terdapat kemampuan peternak dalam mengeluarkan biaya untuk

pemeliharaan ternak meskipun keuntungan yang diperoleh masih dikatakan rendah.

E. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Livelihood asset berupa modal sumberdaya alam, dan modal fisik memiliki pengaruh terhadap

kesejahteraan peternak di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro. Modal sumberdaya alam

bahan bakar berupa kayu bakar dapat mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga terutama

bagi peternak yang berada di wilayah perhutani. Modal fisik berupa variabel biaya produksi

akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan. Hal tersebut disebabkan adanya biaya

yang dikeluarkan dalam pemeliharaan peternak yaitu biaya membeli bibit sapi potong dan

biaya pemeliharaan, biaya produksi mampu memberikan keuntungan apabila biaya yang

dikeluarkan lebih rendah daripada keuntungan yang diperoleh. Sedangkan, modal

sumberdaya manusia, modal keuangan dan modal sosial tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kesejahteraan atau diasumsikan tidak berdaya atau nol (0).

2. Kesejahteraan peternak di Kecamatan Kedungadem masih dapat dikatakan rendah. Hal ini

disebabkan oleh alur pemasaran sapi potong di kecamatan Kedungadem melalui dua perantara

yaitu blantik kampung dan blantik besar yang berdampak terhadap rendahnya nilai jual sapi

potong, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pada biaya produksi yang

dikeluarkan.

Saran

Sesuai dari kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini saran yang dapat disampaikan yaitu sebagai

berikut:

1. Perlu adanya pemanfaatan sumberdaya manusia pada usia produktif untuk lebih memberikan

kontribusi terhadap sektor peternakan agar ternak di Kecamatan Kedungadem memiliki kualitas

lebih unggul lagi, tidak hanya bergantung terhadap keterampilan peternak serta mampu

mengimbagi dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, peternak dan pihak instansi baik pemerintah

maupun dinas peternakan dan perikanan di Kecamatan Kedungadem harus lebih memfokuskan

pengembangan sektor peternakan, pemeliharaan ternak tidak hanya sekedar pekerjaan

sampingan melainkan fokus utama sebagai mata pencaharian yang dapat membantu

perekonomian.

2. Perlu adanya koordinasi atau sistem alur pemasaran sapi potong dengan pemerintah Kabupaten

Bojonegoro seperti dinas peternakan dan perinkanan yang lebih sederhana seperti peternak

menjual sapi potong langsung ke pasar hewan, rumah potong hewan (RPH) ataupun tidak

menggunakan dua perantara seperti adanya blantik kampung dan blantik besar.

Page 14: ANALISIS KESEJAHTERAAN PETERNAK WILAYAH PERHUTANI …

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT serta berbagai pihak yang telah

membantu baik orang tua, saudara-saudara bahkan teman-teman sehingga panduan ini dapat

terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi

Universitas Brawijaya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan pihak research

Neterland, Wagenigen University yang telah memberikan kesempatan untuk elakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta (ID): Kompas

Badan Pusat Statistik dan Kesehatan Hewan. (2017). PDB Peternakan Atas Dasar Harga Berlaku dan

Harga Konstan 2010-2016. ditjenpkh.pertanian.go.id diakses pada tanggal 26 Februari 2018

Badan Pusat Statistika Kabupaten Bojonegoro. (2017). PDRB Kabupaten Bojonegoro Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2010-2016. https://bojonegorokab.bps.go.id diakses pada tanggal 27 Februari 2018

Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomika Ekonomi Daerah. Edisi Pertama, Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

DFID.1999. Sustainable Livelihood Guidance Sheets. Departemen For International Development

London.

Dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bojonegoro. 2017. Pemetaan Tiga Wilayah Zonasi Sapi

Potong. dinasnakkan.bojonegorokab.go.id diakses pada tanggal 22 Februari 2018

Hartanto. 2008. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kementerian Sosial. (2017). Jumlah Warga Miskin di BoJonegoro. http://www.kemensos.go.id diakses

pada tanggal 30 Januari 2018

Martopo, Anton., Hardiman, Gagoek., Suharyanto, 2013. Strategi Penghidupan Berkelanjutan

(Sustainable Livelihood) Di Kawasan Dieng (Kasus Di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten

Wonosobo). Jurnal Ekonomi Sains,Ilmu Lingkungan Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.

Mosher AT.1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Jakarta: Yasaguna.

Mosher AT.1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Jakarta: Yasaguna.

Nasoetion, A.H. 2004. Pengantar ke Ilmu-Ilmu Pertanian. Edisi Ketiga belas. Bogor: PT Pustaka Litera

Nusantara.

Simanjuntak P J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: FE UI.

Sudaryanto, T., Rusastra I.W., Soedjana, T.D. 2002. Dampak Krisis Ekonomi dan Prospek Industri

Peternakan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Todaro, Michael P dan Smith, Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Erlangga.

Wirosuhardjo. 1996. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.