Upload
hatu
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN
(Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)
Adi Saputra1, Fahrizal2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung
Email : [email protected]
ABSTRAK Secara Geografis Provinsi Lampung terletak di antara 103
048' - 105
045' bujur timur, dan diantara 30
045'
dengan 60045' lintang selatan dengan luas mencapai 35.376,5 km
2, berbatasan dengan Selat Sunda
disebelah barat dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Karena letak geografis tersebut, cuaca di sebagian besar wilayah Provinsi Lampung sangat mudah berubah dan memiliki potensi terjadinya cuaca ekstrim. Berdasarkan informasi media www.tribunnews.com, pada tanggal 27 September 2017 telah terjadi cuaca ekstrim berupa hujan dengan intensitas lebat yang mengakibatkan banyak sawah dan jalan-jalan yang terendam air dan meluap di dua desa (Rejomulyo dan Kalirejo) Kecamatan palas Lampung Selatan. Pantauan citra satelit menunjukan konsentrasi awan di wilayah Lampung bagian Selatan dan Timur sangat kuat, berdasarkan pengamatan cuaca di Stamet radin Inten II Lampung, hujan mulai teramati pada malam hingga dini hari dan terukur curah hujan 41,5 mm/jam. Ini berarti curah hujan yang terjadi kategori ekstrem. Akan tetapi penulis yakin bahwa hujan yang terjadi di dua desa tersebut, Kecamatan palas saat kejadian dalam kategori Lebat (>50 mm). Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan yang tinggi dan berdurasi lama disebabkan pengaruh sirkulasi Eddy di sebelah Barat Bengkulu, sehingga memengaruhi terbentuk pertemuan massa udara di atas wilayah Lampung dan mengakibatkan tumbuhnya awan-awan konvektif kuat yang menghasilkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Kata kunci : Cuaca Ekstrem, Banjir, Sirkulasi Eddy
1. PENDAHULUAN
Provinsi Lampung secara geografis terletak di
paling selatan pulau Sumatera. Provinsi Lampung
mempunyai luas 35.376,50 km2 berada pada garis
peta bumi: timur-barat di antara 1050 45' serta 103
0
48' bujur timur; utara selatan di antara 30045'
dengan 60045' lintang selatan. Daerah ini di
sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan
di sebelah timur dengan Laut Jawa. Karena letak
geografis tersebut, cuaca di sebagian besar
wilayah Provinsi Lampung sangat mudah berubah
dan memiliki potensi terjadinya cuaca ekstrim.
Cuaca Ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak
normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan
kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta.
Salah satu bentuk cuaca ekstrim adalah peristiwa
hujan dengan intensitas lebat yang mengakibatkan
banjir. Peristiwa hujan dengan intensitas sedang
hingga lebat yang terjadi di Kecamatan Palas
Lampung Selatan pada Rabu Tanggal 27
September 2017 menyebabkan beberapa sawah
terendam air cukup tinggi dan sebagian jalan ada
yang tergenang air setinggi 50 Cm
(www.tribunnews.com). Hujan yang melanda
Kecamatan palas Lampung Selatan pada tanggal
27 September 2017 tergolong ekstrem,
berdasarkan data di Stasiun Meteorologi Klas I
Radin Inten II Bandar Lampung, tercatat hujan
yang terjadi pada hari itu sebesar 45 mm/Jam.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis
kondisi cuaca dan mengidentifikasi penyebab
hujan sedang hingga lebat yang terjadi pada
tanggal 27 September 2017 di wilayah Kecamatan
Palas Kabupaten Lampung Selatan. Hasil analisis
diharapkan menjadi bahan informasi bagi
masyarakat untuk meminimalisir dampak buruk
yang mungkin timbul dari kejadian serupa di masa
mendatang.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Data
2.1.1 Data Observasi/ Sinoptik
Data Sinop yang diambil tiap jam (00, 01, 02…23
UTC) 27 September 2017. Data ini digunakan
untuk mengetahui keadaan unsur meteo
dipermukaan pada saat kejadian, selain itu juga
penulis menggunakan data hujan rata-rata bulanan
selama 10 tahun(2007-2016). Data ini untuk
melihat pengaruh musim terhadap kejadian di
Lampung. Untuk data di Stasiun Radin Inten II
dapat digunakan karena sangat relevan mewakili
tempat kejadian.
2.1.2 Data SATAID
Data SATAID yang penulis gunakan dalam
menganalisa kejadian cuaca ekstrim (banjir) yaitu
data Satelit Himawari 8 dengan kanal IR (Infrared)
tanggal 27 September 2017 jam 00-23 UTC.
2.1.3 Data Angin 3000 feet
Data angin yang penulis gunakan adalah data
angin 3000 feet jam 00 dan 12 UTC tanggal 27
September 2017. Data ini digunakan karena dapat
mewakili kondisi cuaca skala Meso (Regional).
Dari data angin 3000 feet juga dapat diketahui
pengaruh gangguan cuaca skala Meso yang
berdampak pada gangguan cuaca skala lokal.
2.1.4 Data Presipitasi GSMap
Data ini digunakan untuk melihat distribusi
presipitasi di sekitar wilayah kejadian cuaca
ekstrim. Data spasial presipitasi GSMap
merupakan solusi bilamana tidak ada data
pengamatan di tempat kejadian cuaca ekstrim.
Adapun data yang penulis gunakan data tanggal
27 September 2017dari jam 00 – 23 UTC.
2.2 Metode
Metode untuk membahas kejadian cuaca ekstrim
ini adalah dengan menganalisa kondisi awan mulai
dari tahap tumbuh hingga punah dengan aplikasi
SATAID, Analisis Medan Angin dan Analisis Peta
Spasial Hujan GSMap.
2.2.1 Analisa SATAID
Metode ini sudah lama dikembangkan oleh JMA
(Jepang Meteorological Agents), dimana dengan
software ini, dapat mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan awan samapai tahap matang.
Pada fungsi Measure terdapat beberapa tool
seperti: (a) Brit, digunakan untuk mengetahui
Reflektansi/ Temperatur Kanal, (b) Time,
digunakan untuk membuat plot time series di satu
titik,dan (c) Contour, digunakan untuk membuat
kontur di wilayah tertentu.
2.2.2 Analisa Medan Angin
Tujuan analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui
sifat gerakan dan aliran udara. Di daerah Tropik
analisa medan angin perlu diperhatikan karena
peubah ruang dan waktu cukup cepat. Dalam
menganalisa medan angin biasanya kita membuat
Streamline. Khusus pada peta sinoptik permukaan
antara 200
LU dan 200
LS, analisa Isobar perlu
diganti, dengan Streamline dengan pertimbangan
kurang signifikan hubungan antara tekanan udara
dan cuaca di sekitar Equator. Pola medan angin
lebih memberikan informasi yang berkaitan
dengan cuaca. Dalam menganalisa streamline
akan kita temui titik simpang, anti siklon, siklon,
low depression, eddy, Shear, trough, ridge,
konvergen, dan divergen serta masih ada variasai-
variasi streamline lainnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Observasi
Dari data observasi tanggal 27 September
2017yang berasal dai Stasiun Meteorologi Klas 1
Radin Inten II Bandar Lampung terlihat bahwa
perubahan cuaca yang signifikan mulai terjadi jam
09.00 s.d 12. 00 UTC dan Kembali signifikan dari
pantauan citra satelit pada jam 18.00 s.d 23.00
UTC (lihat Gambar 4). Dapat dilihat dari gambar
tabel dibawah. Awan Cb dengan kategori Scater
(2-4 oktas)mulai tercatat pada jam 09.00 UTC,
kondisi cuaca pada jam 12.00 UTC teramati hujan
yang disertai petir. Dapat disimpulakn bahwa
pembentukan awan-awan hujan berasal dari
gangguan cuaca skala Meso (efek eddy), sehingga
membentuk awan Cb multisel (berkelompok besar)
yang menghasilkan hujan dengan intensitas lebat
dan berdurasi lama.
Tabel 1. Hasil Obervasi Cuaca tanggal 27 September
2017
Berdasarkan data curah tahun 2007 – 2016 di
Stasiun Klas I Radin Inten II Lampung yang
terlihat pada Grafik 1, terlihat bahwa Bulan
September merupakan puncak musim kemarau,
sehingga memungkinkan terjadinya hujan sangat
sedikit pada bulan tersebut, oleh karenanya
penulis yakin bahwa kejadian banjir yang terjadi di
Kecamatan Palas lebih disebabkan adanya
gangguan cuaca skala Meso yang kuat sehingga
mempengaruhi kondisi cuaca skla lokal. Untuk
lebih jelasnya lihat grafik curah hujan bulanan
dibawah ini.
Gambar 1. Grafik Rata-rata Curah Hujan Tahun 2007-2016
3.2 Data SATAID
Berdasarkan gambar 2, terlihat tampilan kontur
suhu puncak awan Cumulunimbus (Cb), terlihat
suhu puncak awan Cb dapat mencapai rata-rata –
50 s.d -60 dan suhu yang dingin ini merupakan
kreteria jenis awan Cb. Kemudian dari gambar 3,
terlihat historis pertumbuhan awan dari tahap
tumbuh sampai tahap matang dan meluruh. Pada
jam 05.00 s/d 09.00 UTC (12.00 s/d 16.00 WIB)
pertumbuhan awan konvektif mulai terjadi, dan
pada jam 10.00-13.00 UTC (17.00-20.00 WIB)
tahap dewasa awan mulai terbentuk dimana suhu
puncak awan mencapai rata-rata -60. , dan pada
jam 18.00-23.00 UTC (01.00-06.00 WIB) awan CB
kembali berkembang, hal ini karena pengaruh
konvergensi yang kuat sehingga terjadi
penumpukan massa udara kembali di atas wilayah
Lampung bagian Timur hingga Selatan. Untuk
lebih jelasnya lihat gambar 3 dibawah.
Pada times series citra Satelit Himawari kanal IR
lihat gambar.4, terlihat tahap-tahap pertumbuhan
awan, dari awan tunggal (singel sel) sampai
menjadi multi sel. Kondisi awan singel sel (Cb
tunggal) bisa terjadi bilamana faktor lokal lebih
dominan yang membentuk awan itu sendiri.
Sebaliknya awan multi sel (Cb berkelompok)
terbentuk bilamana faktor skala meso ikut
berperan dalam mempengaruhi faktor lokal.
Diperkirakan banjir yang terjadi dini hari pada
tanggal 27 September 2017 berasal dari Awan Cb
yang berkelompok.
Gambar 2. Peta Kontur Suhu Puncak Awan
Cumulunimbus (Cb)
Gambar 3. Historis Pertumbuhan Awan
Cumulunimbus (Cb)
Gambar 4. Times Series Awan Cumulunimbus
(Cb) pada Citra Satelit.
3.3 Data Angin 3000 Feet
Dari data angin 3000 feet pada gambar 5, terlihat
bahwa di sebelah timur Provinsi Lampung
terbentuk eddy sirkulasi di sebelah barat Provinsi
Bengkulu, pola inilah yang membentuk daerah
konvergensi (massa udara yang berkumpul) diatas
Wilayah Lampung sehingga memperkuat
mekanisme
pengangkatan massa udara dan memperlama
proses labilitas atmosfer, sehingga hampir
sebagian besar Lampung banyak terdapat awan-
awan konvektif yang nantinya berkembang
menjadi awan-awan Cb yang terbentuk sangat
kuat dan berkelompok menjadi awan Cb multi sel.
Gambar 5. Analisis Angin 3000 feet Tanggal 27
September 2017jam 00 dan 12 UTC.
4 Data Presipitasi GSMap
Dari data GSMap terlihat wilayah sebagian besar
Lampung memiliki intensitas curah hujan lebat
hingga sangat lebat lihat gambar 6, meskipun tidak
ada data pengamatan di titik kejadian. Tapi dapat
diperkirakan cuaca ekstrim yang terjadi pada
tanggal 27 September 2017 dini hari, berasal dari
awan Cb yang sangat kuat dan berkelompok (multi
sel). Dapat diperkirakan cuaca ekstrim (banjir)
yang melanda Kecamatan palas Lampung Selatan
bersumber dari pengaruh gangguan cuaca skala
Meso (efek eddy).
Gambar 6. Data Jumlah Presipitasi GSMap
Tanggal 27 September 2017
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dari data observasi tanggal 27 September
2017yang berasal dai Stasiun Meteorologi
Klas 1 Radin Inten II Bandar Lampung terlihat
bahwa perubahan cuaca yang signifikan mulai
terjadi jam 09.00 s.d 12. 00 UTC dan Kembali
signifikan dari pantauan citra satelit pada jam
18.00 s.d 23.00 UTC (lihat Gambar 4).
Kemudian dari data grafik curah hujun
selama 10 tahun (2007-2016) di Stasiun Klas
I Radin Inten II Lampung, diketahui bahwa
bulan September merupakan puncak musim
Kemarau, sehingga dapat dipastikan
Fenomena banjir lebih dipengaruhi kondisi
cuaca Skala Meso(efek eddy).
KONVERGENSI
KONVERGENSI
2. Dari analisi SATAID, terlihat suhu puncak
awan Cb dapat mencapai rata-rata -50 s.d -
60 dan suhu yang dingin ini merupakan
salah satu kreteria jenis awan Cb. Pada times
series citra Satelit Himawari kanal IR, terlihat
tahap-tahap pertumbuhan awan, dari awan
tunggal (singel sel) sampai menjadi multi sel.
Kondisi awan singel sel (Cb tunggal) bisa
terjadi bilamana faktor lokal lebih dominan
yang membentuk awan itu sendiri. Sebaliknya
awan multi sel (Cb berkelompok) terbentuk
bilamana faktor skala Meso (efek eddy) ikut
berperan dalam mempengaruhi faktor lokal.
3. Dari data angin 3000 feet, terlihat di sebelah
timur Provinsi Bengkulu terbentuk eddy
sirkulasi, pola inilah yang membentuk daerah
konvergensi (massa udara yang berkumpul)
diatas Wilayah Lampung sehingga
memperkuat mekanisme pengangkatan
massa udara dan memperlama proses
labilitas atmosfer, sehingga hampir sebagian
besar Lampung banyak terdapat awan-awan
konvektif yang nantinya berkembang menjadi
awan-awan Cb yang terbentuk sangat kuat
dan berkelompok menjadi awan Cb multi sel.
4. Dari data GSMap terlihat wilayah Lampung
memiliki intensitas curah hujan sedang hingga
lebat, meskipun tidak ada data pengamatan
di titik kejadian. Tapi dapat diperkirakan cuaca
ekstrim yang terjadi pada tanggal 27
September 2017 dini hari, berasal dari awan
Cb yang sangat kuat dan berkelompok (multi
sel).
DAFTAR PUSTAKA
http://lampung.tribunnews.com/2017/09/27/luapan-
air-hujan-rendam-ratusan-hektare-sawah-di-dua-
desa. diakses tanggal 28 September 2017.
Pusdiklat BMKG. 2017. Pemanfaatan Data
Presipitasi GSMAP Untuk Analisis Kejadian Cuaca
Ekstrim. Online Group Discussion BMKG, Jakarta.
Puslitbang BMKG. 2009. Kajian Cuaca Ekstrim di
Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
Suharsono.1973. Pedoman Analisa Cuaca. Pusat
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Tjasyono, B. 2006. Meteorologi Indonesia Volume
1. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Jakarta.