29
ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Oleh : Ezzil Presti Agustin/10020134219 Dosen Pembimbing : Indar sabri, S.Sn.,M.Pd ABSTRAK Lakon Wiruncana Murca merupakan lakon menceritakan tentang perjuangan Wiruncana Murca untuk mendapatkan Dewi Kumudaningrat melalui sayembara yang diadakan oleh kerajaan Ngrawan. Lakon ini merupakan salah satu lakon lama dalam pertunjukan wayang topeng Jatiduwur dari dua lakon yaitu lakon Panji Patah Kuda Narawangsa. Untuk lakon Wiruncana Murca merupakan lakon lama yang jarang sekali dipentaskan. Bahkan pada lakon ini belum adanya revitalisasi secara penuh. Jadi belum ada penelitian yang relevan tentang kajian struktur lakon Wiruncana Murca secara lengkap. Jadi dalam penelitian ini menjelaskan tentang analisis struktur lakon. Dengan tujuan untuk mendeskripsikan struktur lakon Wiruncana Murca dalam pertunjukan wayang topeng Jatiduwur. Metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data tentang lakon Wiruncana Murca ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dengan metode pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumen. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data berupa person, place, paper. Teori yang digunakan untuk menganalisis struktur lakon Wiruncana Murca menggunakan teori struktur lakon dari Sudiro Satoto. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa untuk menganalisis struktur lakon terdapat 4 unsur yang mempengaruhi yaitu tema dan amanat, penokohan (perwatakan), alur (plot), setting (latar). Penelitian ini menjelaskan bahwa tema dalam lakon Wiruncana Murca ini menceritakan tentang kisah perjuangan Wiruncana Murca dan Patih Sundul Mego untuk mendapatkan Dewi Kumudaningrat melalui sayembara di kerajaan Ngrawan. Penokohan pada wayang topeng ini tergantung dari topeng yang digunakan dan busana yang dipakai. Untuk menganalisis penokohan ada tiga macam dimensi yang digunakan sebagai acuan yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dimensi psikologis. Peran Protagonis dalam lakon ini adalah Wiruncana Murca. Sedangkan peran antagonisnya ada pada Patih Sundul Mego. Peran Tritagonis atau peran penengah dalam lakon ini terdapat pada pendito yang memberi saran kepada Wiruncana Murcauntuk tetap mengikuti sayembara di Kerajaan Ngrawan karena 1

ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : EZZIL PRESTI AGUSTIN

Citation preview

Page 1: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG

TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

KABUPATEN JOMBANG

Oleh :

Ezzil Presti Agustin/10020134219

Dosen Pembimbing : Indar sabri, S.Sn.,M.Pd

ABSTRAK

Lakon Wiruncana Murca merupakan lakon menceritakan tentang perjuangan Wiruncana Murca untuk mendapatkan Dewi Kumudaningrat melalui sayembara yang diadakan oleh kerajaan Ngrawan. Lakon ini merupakan salah satu lakon lama dalam pertunjukan wayang topeng Jatiduwur dari dua lakon yaitu lakon Panji Patah Kuda Narawangsa. Untuk lakon Wiruncana Murca merupakan lakon lama yang jarang sekali dipentaskan. Bahkan pada lakon ini belum adanya revitalisasi secara penuh. Jadi belum ada penelitian yang relevan tentang kajian struktur lakon Wiruncana Murca secara lengkap. Jadi dalam penelitian ini menjelaskan tentang analisis struktur lakon. Dengan tujuan untuk mendeskripsikan struktur lakon Wiruncana Murca dalam pertunjukan wayang topeng Jatiduwur.

Metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data tentang lakon Wiruncana Murca ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dengan metode pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumen. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data berupa person, place, paper. Teori yang digunakan untuk menganalisis struktur lakon Wiruncana Murca menggunakan teori struktur lakon dari Sudiro Satoto. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa untuk menganalisis struktur lakon terdapat 4 unsur yang mempengaruhi yaitu tema dan amanat, penokohan (perwatakan), alur (plot), setting (latar).

Penelitian ini menjelaskan bahwa tema dalam lakon Wiruncana Murca ini menceritakan tentang kisah perjuangan Wiruncana Murca dan Patih Sundul Mego untuk mendapatkan Dewi Kumudaningrat melalui sayembara di kerajaan Ngrawan. Penokohan pada wayang topeng ini tergantung dari topeng yang digunakan dan busana yang dipakai. Untuk menganalisis penokohan ada tiga macam dimensi yang digunakan sebagai acuan yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dimensi psikologis. Peran Protagonis dalam lakon ini adalah Wiruncana Murca. Sedangkan peran antagonisnya ada pada Patih Sundul Mego. Peran Tritagonis atau peran penengah dalam lakon ini terdapat pada pendito yang memberi saran kepada Wiruncana Murcauntuk tetap mengikuti sayembara di Kerajaan Ngrawan karena yang bisa mengalahkan Raden Carang Aspo hanya Raden Wiruncana Murca. Sedangkan peran pembantu atau peran yang tidak secara langsung terlibat konflik tetapi cukup berperan penting dalam penyelesaian masalah ada pada Raden Carang Aspo.

Alur atau plot yang digunakan dalam lakon Wiruncana Murca ini adalah plot episodik. Ciri – ciri yang paling terlihat pada plot episodik ini yaitu jalinan peristiwanya tidak lurus tetapi patah – patah, , peristiwa yang di jalin merupakan potongan-potongan peristiwa (episode) atau bagian dari cerita panjang, cerita selalu bertemu pada akhir adegan. Selanjutnya untuk menganalisis setting (latar) ada tiga aspek yang mempengaruhi yaitu aspek ruang, aspek waktu dan aspek suasana. Aspek ruang yang terdapat pada lakon ini yaitu balai agung (kerajaan Rancang Kencono), alun – alun (Kerajaan Rancang Kencono), tempat peristirahatan Raden Wiruncana Murca, Hutan Belantara, Padepokan, Kerajaan Ngrawan. Aspek Waktu yang digunakan yaitu malam hari sedangkan aspek suasana pada lakon ini yaitu suasana, tenang, sedih, gemuruh, ramai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lakon Wiruncana Murca merupakan lakon lama yang perlu digali lagi. Lakon ini juga perlu adanya revitalisasi agar lakon ini tetap dikenal. Karena masih banyak hal – hal menarik dalam lakon Wiruncana Murca ini yang belum sempat di

1

Page 2: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

telusuri secara mendalam. Hal ini dilakukan agar pembaca di kalangan masyarakat dapat paham dan mengerti tentang lakon Wiruncana Murca.Kata Kunci: Lakon Wiruncana Murca, Wayang, Topeng

A. Pendahuluan

Jombang merupakan salah satu

kabupaten yang terletak di tengah-tengah

Jawa Timur. Kabupaten Jombang berbatasan

langsung dengan beberapa kabupaten di

sekitarnya yaitu di sebelah barat ada

kabupaten Nganjuk, timur Kabupaten

Mojokerto, sebelah selatan Kabupaten

Kediri, dan di sebelah utara ada Kabupaten

Lamongan. Kabupaten Jombang merupakan

daerah yang strategis karena wilayah ini

digunakan sebagai jalur transportasi ke

berbagai daerah. Letak Kabupaten Jombang

yang strategis dan berbatasan dengan daerah

di sekitarnya inilah Kabupaten Jombang

banyak mendapatkan pengaruh kebudayaan.

Pengaruh kebudayaan ini yaitu kebudayaan

etnis Jawa Timuran atau budaya arek,etnis

Madura, dan etnis Panaragan. Adanya

pegaruh kebudayaan ini Kabupaten Jombang

bisa di sebut juga daerah multikultur.

Keadaan daerah yang multikultur seperti

inilah menyebabkan Kabupaten Jombang

mempunyai beragam kesenian yang unik.

Beberapa kesenian ini ada yang

mendapat pengaruh dari daerah sekitar

maupun yang dibawa pendatang baru. Ada

juga kesenian yang asli lahir dan

berkembang di Kabupaten Jombang.

Kesenian-kesenian yang ada yang ada di

Jombang adalah Ludruk Besutan, Remo

Bolet, Jaranan Dor, Wayang kulit cek dong,

Wayang Thi – Thi, Wayang krucil,

Kentrung, Sandur Manduro, Wayang

Topeng Jatiduwur dan beberapa kelompok

kesenian teater modern.

Wayang topeng Jatiduwur merupakan

salah satu kesenian yang ada di Jombang

yang akan diteliti. Wayang topeng Jatiduwur

merupakan wayang topeng yang

berkembang di desa Jatiduwur. Kesenian

Wayang Topeng di desa Jatiduwur ini

dibawa oleh mbah Purwa pada abad ke -19.

Sebelum sampai di desa Jatiduwur kesenian

wayang topeng ini terlebih dahulu ada di

Desa Betek daerah Mojoagung. Wayang

topeng pada mulanya digunakan masyarakat

sebagai upacara ritual, ruwatan atau ketika

ada seseorang nadzar. Wayang topeng

sendiri dulunya dikeramatkan oleh warga

desa Jatiduwur sehingga hanya kalangan

tertentu yang boleh nanggap(Supriyo,

wawancara 20-01-2014). Wayang topeng

sama seperti halnya wayang wong di Jawa

Tengah tetapi wayang ini menggunakan

topeng sebagai karakter tokohnya masing-

masing. Dalam pertunjukan wayang topeng

cerita yang dibawakan pada umumnya

adalah cerita siklus panji.

Wayang topeng Desa Jatiduwur ini

merupakan bentuk kesenian yang bisa

dikatakan langka. Menurut Supriyo

(pelestari kesenian wayang topeng) bahwa

wayang topeng di desa Jatiduwur ini

2

Page 3: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

merupakan wayang topeng tertua. Bentuk

pertunjukan wayang topeng itu sendiri pun

masih mempertahankan keasliannya. Selain

itu karena wayang topeng di Desa Jatiduwur

ini juga merupakan satu-satunya kesenian

wayang topeng di Kabupaten Jombang

(Supriyo, wawancara20-01-2014). Cerita

yang diangkat atau dibawakan pada setiap

pertunjukan wayang topeng Jatiduwur

merupakan cerita dari siklus Panji. Cerita

siklus panji ini merupakan cerita asli atau

folklore dari Jawa Timur. Cerita ini yang

kemudian sering dibawakan pada

pertunjukan wayang topeng Jatiduwur.

Lakon-lakon yang ada pada wayang topeng

Jatiduwur ini adalah panji Patah Kuda

Narawangsa dan Wiruncana Murca. Lakon

yang dibawakan pada pertunjukan wayang

topeng yang diteliti adalah lakonWiruncana

Murca. LakonWiruncana Murca ini menarik

untuk diteliti karena lakon ini jarang

dipentaskan pada pertunjukan wayang

topeng Jatiduwur. Lakon ini hanya

dipentaskan ketika ada orang yang nadzar

atau kaulan.

Selain itu pada lakonWiruncana

Murca ini memiliki keunikan tersendiri

yakni pada ceritanya menceritakan

perjuangan Wiruncana Murca untuk

mengikuti sayembara di Kerajaan Ngrawan

untuk mendapatkan Dewi

Kumudaningarat.Keadaan wayang topeng

Jatiduwur saat ini masih stagnan dan kurang

berkembang, sehingga dikhawatirkan

kesenian ini akan tenggelam dan punah

khususnya pada lakon Wiruncana Murca.

Karena pada lakonWiruncana Murca

merupakan lakon lama yang jarang

dipentaskan. Hal itu disebabkan karena

kurang adanya tanggapan atau respon yang

baik dari masyarakat terhadap kesenian

Wayang topeng Jatiduwur. Pada pertunjukan

wayang topeng Jatiduwur ini belum ada

penelitian yang relevan tentang analisis

lakon.

Peneliti wayang topeng Jatiduwur

yang sebelumnya adalah Hariyati. Peneliti

ini membahas tentang bentuk penyajian dan

gaya pertunjukan wayang topeng Jatiduwur.

Namun pada peneliti Hariyati tidak

membahas secara mendetail tentang lakon

yang dibawakan wayang topeng Jatiduwur.

Oleh Karena itu, untuk melengkapi

penelitian yang sebelumnya peneliti

mendeskripsikan tentang analisis dari

struktur lakon Panji Wiruncana Murca pada

pertunjukan wayang topeng Jatiduwur.

Karena dalam lakon ini menarik untuk digali

lebih lanjut.Dan keberadaan lakon ini pun

sudah sangat jarang untuk dipentaskan lagi.

Berdasarkan latar belakang dan

identifikasi masalah diatas maka

permasalahan yang akan dijadikan fokus

adalah tentang struktur lakon Wiruncana

Murca dalam pertunjukan wayang topeng

Jatiduwur. Hal ini dengan tujuan untuk

mendeskripsikan struktur lakon dalam

pertunjukan wayang topeng Jatiduwur. Yang

akan dibahas dalam struktur lakon kemudian

dirumuskan dalam permasalahan seperti ini,

3

Page 4: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

(1) Bagaimana tema dan amanat lakon

Wiruncana Murca dalam pertunjukan

Wayang Topeng Jatiduwur?; (2) Bagaimana

penokohan (perwatakan) dalam lakon

Wiruncana Murca pada pertunjukan wayang

topeng Jatiduwur?; (3) Bagaimana alur

(plot) dalam lakon Wiruncana Murca pada

pertunjukan wayang topeng Jatiduwur?; (4)

Bagaimana setting (latar) dalam lakon

Wiruncana Murca pada pertunjukan wayang

topeng Jatiduwur?.

Untuk menjawab keempat

permasalahan diatas, penelitian ini

menggunakan teori struktur lakon sebagai

acuan dan berpedoman dengan konsep –

konsep dramaturgi dan struktur dalam

lakon.Untuk menganalisis tema dan amanat,

penokohan, setting (latar) menggunakan

acuan pedoman pada teori struktur lakon

Sudiro Satoto (2012).Sedangkan dalam

menganalisis alur (plot) menggunakan acuan

gabungan teori struktur lakon Sudiro Satoto

(2012) dan konsep Autar Abdillah (2008).

B. Pembahasan

1. Gambaran umum desa

Jatiduwur

Pada zaman penjajahan Belanda dan

Jepang yang berlangsung sekian lamanya

membuat para pejuang di wilayah selatan

sungai brantas dan membuat markas di

daerah yang banyak ditumbuhi pohon jati

dan pohon mahoni dan diantara pohon –

pohon tersebut ada yang tingginya mencapai

puluhan meter yang dalam bahasa Jawa

dinamakan “Nduwur” kata inilah yang

menjadi cikal bakal nama Desa Jatiduwur.

Desa Jatiduwur merupakan salah satu desa

yang terletak di sebelah selatan sungai

brantas. Secara umum karakteristik Desa

Jatiduwur dapat dilihat dari aspek fisik yang

meliputi letak, luas, topografi, dan kondisi

iklim. Desa Jatiduwur merupakan desa yang

terletak ± 7 Km dari pusat pemerintahan

Kecamatan Kesamben. Secara administratif

batas – batas desa Jatiduwur di sebelah utara

ada Desa Tapen Kecamatan Kudu, sebelah

selatan ada Desa Pojok Kulon Kecamatan

Kesamben, sebelah Barat ada Desa Gumulan

Kecamatan Kesamben, sebelah timur ada

Desa Jombatan Kecamatan Kesamben. Desa

ini terdiri dari dua dusun yaitu Dusun

Jatiduwur dan Dusun Jatipandak.

Luas wilayah Desa Jatiduwur adalah

241.005 Ha. Sebagian besar luas wilayah

tersebut adalah daerah pertanian atau sawah.

Karena sebagian besar wilayah Desa

Jatiduwur merupakan dataran. Daerah ini

juga termasuk kedalam wilayah agraris,

dimana sebagian besar mata pencaharian

penduduk adalah bercocok tanam. Komoditi

unggulan yang ada di Desa Jatiduwur ini

sebagian besar padi dan kedelai. Jumlah

penduduk di Desa Jatiduwur pada tahun

2014 sebanyak 3.228 jiwa yang terdiri dari

laki – laki 1.531 jiwa dan perempuan 1.697

jiwa. Untuk mencapai desa ini dapat

ditempuh dengan berbagai alternatif

transportasi. Transportasi yang sering

digunakan dan efektif yaitu lewat tambangan

4

Page 5: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

karena daerahnya yang dekat dengan sungai

brantas.

2. Lakon Wiruncana Murca

Dalam pertunjukan wayang topeng

Jatiduwur biasanya menggunakan cerita

pada siklus panji.Cerita Panji yang terdapat

pada wayang topeng Jatiduwur yaitu cerita

Panji Patah Kuda Nrawangsa dan Wiruncana

Murca. Salah satu cerita panji yang dipakai

pada pertunjukan wayang topeng Jatiduwur

merupakan cerita Panji Murca atau biasa

disebut Wiruncana Murca. Cerita

Wiruncana Murca ini berdasarkan

kriterianya termasuk cerita Panji muda

karena dalam ceritanya setting tidak

menjelaskan keempat kerajaan di Jawa

melainkan hanya satu kerajaan yaitu

Ngrawan atau Urawan selain itu penyebutan

nama Gegelang tidak disebutkan melainkan

kerajaan Ngrawan atau Urawan. Lakon

Wiruncana Murca ini menceritakan tentang

kisah perjalanan atau pengembaraan seorang

patih untuk mengikuti sayembara di kerajaan

Ngrawan agar bisa mboyong (membawa)

Dewi Kumudaningrat kepada Prabu Klana

Jaka. Selain itu lakon Wiruncana Murca ini

bisa juga dikatakan sebuah lakon yang

menceritakan tentang perjalanan dan

perjuangan Wiruncana Murca untuk

mengikuti sayembara di Kerajaan Ngrawan.

3. Struktur Lakon Wiruncana

Murca

3.1 Tema dan amanat lakon

Wiruncana Murca

Dengan mengacu kepada teori yang

dikemukakan Sudiro Satoto (2012), Lakon

Wiruncana Murca pada pertunjukan wayang

topeng Jatiduwur mempunyai tema dan

amanat secara tersurat dan tersirat.Secara

tersurat (langsung) dalam lakon ini

bertemakan tentang perjuangan. Tema ini

dapat terlihat pada adegan jejeran perang.

Pada adegan ini diceritakan bahwa

perjalanan Wiruncana Murca beserta

Bancak dan Doyok dihadang oleh Patih

Sundul Mego dan Wiruncana Murca disuruh

pulang tetapi Wiruncana Murca tetap

bersikeras untuk mengikuti sayembara

dikerajaan Ngrawan. Akhirnya rombongan

Wiruncana Murca dan Patih Sundul Mego

pun saling perang. Berikut adalah

Sebaliknya secara tersirat (tidak langsung)

dalam lakon panji Wiruncana Murca ini

bertemakan tentang Pernikahan Panji Murca

dengan Dewi Kumudaningrat.Amanat yang

terdapat dalam lakon Wiruncana Murca ini

yaitu segala sesuatu yang diperjuangkan

dengan keras dan sungguh – sungguh maka

akan mendapatkan hasilnya yang

memuaskan.

3.2 Penokohan (perwatakan)

dalam lakon Wiruncana

Murca

Watak tokoh dapat terungkap lewat

tindakan atau lakuan, ujaran atau ucapan,

pikiran atau perasaan atau kehendak,

penampilan fisiknya, apa yang dipikirkan,

dirasakan atau dikehendaki tentang dirinya

atau tentang orang lain. Dalam sebuah

5

Page 6: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

pertunjukan wayang topeng, hal yang paling

penting dan paling mudah terlihat untuk

mengetahui watak dan karakter tokoh adalah

topeng. Karena pada topeng tersebut sudah

tergambar dengan jelas bagaimana karakter

pada masing – masing tokoh melalui bentuk

mata, mulut, hidung, dan alis. Selain bentuk

topeng yang dapat menggambarkan karakter

tokoh, busana juga merupakan hal penting

yang dapat menggambarkan penokohan

terutama pada busana kepala (irah – irahan,

jamang).Untuk memahami sebuah karakter

atau perwatakan tokoh dalam suatu cerita

dapat di jabarkan menjadi tiga dimensi yaitu

dimensi fisiologis (kondisi fisik tokoh),

dimensi sosiologis (kondisi social tokoh),

dimensi psikologis (kondisi kejiwaan tokoh).

Ketiga dimensi tersebut juga terdapat dalam

lakon Wiruncana Murca.

Berikut adalah analisis penokohan atau

karaterisasi dalam lakon Wiruncana Murca

menurut ketiga dimensi penokohan yaitu,

3.2.1 Prabu Klana Jaka

Gambar 1

Tokoh Prabu Klana Jaka

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 60 – 65 tahun

Laki – laki

Berbadan besar, gagah dan

perkasa.

Bentuk topeng – mata berbentuk

Thelengan (biji mata

membelalak bulat besar, hidung

bentulan berbentuk menyerupai

pangotan ukuran sedang atau

ujung sebuah parang,bentuk

mulut menampakkan deretan

gigi atas saja atau gigi atas dan

gigi bawah (bibir terbuka).

Prabu Klana Jaka menggunakan

busana celana berwarna merah

dan kain batik tanpa atasan dan

memakai sayap dibelakang. Hal

ini menandakan kedudukannya

sebagai raja yang lebih tinggi

dari punggawanya. Busana yang

lain adalah memakai sampur

berwarna ungu dan hijau,

memakai sabuk warna merah

dan keris di belakang. Busana

kepala (irah – irahan, jamang)

yang dipakai Prabu Klana Jaka

yaitu topong atau mahkota yang

menandakan bahwa

kedudukannya sebagai raja.

Topong atau mahkota ini

memiliki bentuk seperti sasra

yang dipadukan dengan

mahkota. Pada samping kiri dan

kanan topong memiliki motif

sekar (bunga).

6

Page 7: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

b. Dimensi sosiologis – strata sosial

prabu Klana Jaka tinggi karena

merupakan raja dari sebuah kerajaan

di sabrang (luar pulau jawa) yakni

Negara Rancang Kencono. Di

kerajaannya pengaruh Prabu Klana

Jaka sangat kuat karena beliau

memimpin dengan tegas dan

bijaksana.

c. Dimensi psikologis – Dilihat dari

bentuk topeng dan warna topeng

maka dimensi psikologis Prabu

Klana Jaka adalah tangguh, pantang

mundur, gagah berani. Bentuk

topeng seperti yang telah di

deskripsikan pada topeng Prabu

Klana Jaka biasa dipakai juga pada

tokoh satria atau raja. Sifat- sifat ini

dibuktikan di setiap adegan prabu

Klana Jaka yakni adegan jejeran

sabrangan. Pada adegan tersebut

prabu Klana Jaka dengan tegas

menyuruh patih Sundul Mego untuk

ikut sayembara ke Negara Ngrawan

demi mboyong (membawa) Dewi

Kumudaningrat untuk prabu Klana

Jaka.

3.2.2 Patih Sundul Mego

Gambar 2

Patih Sundul Mego

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 45 – 50 tahun

laki-laki

tubuhnya tegap, tinggi badan

dibawah prabu Klana Jaka

Bentuk topeng : Hidung

pangotan berbentuk menyerupai

pangot ukuran besar. Mata

thelengan berbentuk biji mata

membelalak bulat besar, bentuk

mulut bibir terbuka

menampakkan deretan gigi atas

saja atau gigi atas dan bawah.

Memakai busana celana hitam

pendek atau bisa juga disebut

celana panji dengan kain batik

(Jarik) putih tanpa atasan. Irah

– irahan memakai gelung

gembel berbentuk gelung pada

bagian belakang melengkung

sampai keatas sampai ujungnya

menempel pada jamang.

b. Dimensi sosiologis – strata sosial

patih Sundul Mego termasuk dalam

golongan menengah karena patih ini

menjadi punggawa kerajaan. Jabatan

Patih Sundul Mego dalam kerajaan

Rancang Kencana ini termasuk

mempunyai pengaruh. Karena ia

menjadi orang kepercayaan prabu

Klana Jaka untuk menyelesaikan

permasalahan yang terjadi pada

kerajaan Rancang Kencana. Ia juga

7

Page 8: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

dipercaya prabu Klana Jaka untuk

mengikuti sayembara di kerajaan

Ngrawan karena kepandaiannya

dalam berperang.

c. Dimensi psikologis – dari deskripsi

bentuk topeng maka dimensi

psikologis dari Patih Sundul Mego

adalah kasar, keras, gagah berani,

tangguh, pantang mundur. Sifat-sifat

patih Sundul Mego tersebut dapat

dilihat pada adegan jejeran

sabrangan, jejeran perang dan

jejeran Jawa. Pada jejeran sabrangan

patih Sundul Mego menjadi patih

yang sangat patuh terhadap perintah

prabu Klana Jaka. Pada adegan

jejeran perang patih Sundul Mego

mempunyai sifat yang pantang

mundur dan tangguh. Sifat ini juga

terlihat pada adegan jejeran Jawa

ketika Patih Sundul Mego

menghadapi Raden Carang Aspo.

3.2.3 Tumenggung Pancat Nyowo

Gambar 3

Tokoh Tumenggung Pancat Nyowo

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 45 – 50 tahun

laki-laki, tubuhnya tegap dan

gagah, tinggi badan hampir

sama dengan Patih Sundul

Mego

Bentuk topeng : hidung

bapangan berbentuk panjang

seperti sarung pedang, mata

plelengan berbentuk biji mata

yang melotot, bulat besar atau

mendolo, mulut gusen bentuk

bibir terbuka lebar

menampakkan deretan gigi atas

ada kalanya gigi atas dan bawah

bertaring.

Memakai busana celana pendek

warna hitam atau biasa disebut

celana panji dengan dibalut kain

batik (jarik) tanpa atasan.

Busana kepala memakai irah –

irahan berbentuk sasra. Irah –

irahan sasra memiliki motif

naga pada bagian belakang, dan

lebih tinggi pada bagian

belakang daripada depan,

disamping kanan dan kiri

memiliki motif naga menghadap

depan.

b. Dimensi sosiologis – kedudukan

Tumenggung Pancat Nyowo dalam

kerajaan dibawah dari Patih Sundul

Mego karena statusnya hanya

sebagai tumenggung kerajaan.

Tumenggung Pancat Nyowo juga

menjadi orang kepercayaan Prabu

Klana Jaka untuk menemani patih

Sundul Mego ikut sayembara di

kerajaan Jawa (Ngrawan)

8

Page 9: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

c. Dimensi psikologis – dimensi

psikologis berdasarakan warna dan

bentuk topeng adalah angkara, jahat,

berani, ugal – ugalan, sok gagah

berani, bersifat keji, galak. Sifat-

sifat ini dapat dilihat pada adegan

jejeran sabrangan dan grebek

sabrang. Dalam adegan tersebut

Tumenggung Pancat Nyowo

mematuhi perintah raja untuk

menemani Patih Sundul Mego.

Selain itu pada adegan jejeran

perang Tumenggung Pancat Nyowo

dengan berani melawan Wiruncana

Murca.

3.2.4 Wiruncana Murca

Gambar 3

Tokoh Wiruncana Murca

(doc. Pribadi Ezzil tahun

2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 40 – 45 tahun

Laki-laki, tubuh tinggi dan

gagah, berwajah tampan,

mempunyai mata sipit dan

hidung mancung, bentuk alis

yang tipis.

Bentuk topeng : hidung

berbentuk bentulan

( menyerupai pangot ukuran

sedang atau ujung sebuah

parang, mata menyerupai butir

padi “gabah” atau bisa disebut

juga “liyepan” seperti layap –

layap mata mengantuk

(Gabahan atau liyepan), mulut

berbentuk setengah tersenyum

memperlihatkan sedikit deretan

gigi atas (bibir sedikit terbuka).

Memakai busana celana pendek

warna hitam (celana panji)

dengan dibalut jarik warna putih

tanpa atasan. Hiasan busana

yang lain yaitu sampur

berwarna kuning dan juga sabuk

dengan memakai keris di bagian

belakang. Busana kepala (irah –

irahan) berbentuk gelung

gembel.

b. Dimensi sosiologis – ia merupakan

seorang panji yang menyamar jadi

pemuda biasa yang ditemani dengan

dua orang punakawannya

c. Dimensi psikologis – dilihat dari

bentuk topeng dan warna maka

dimensi psikologis dari Wiruncana

Murca ini yaitu gagah berani, jujur,

sabar, lembut, perwira, gesit, luhur

budi, jatmika (berwibawa). Hal ini

dibuktikan pada setiap adegan-

adegan dalam lakon dan perjalanan

Wiruncana Murca untuk mengikuti

9

Page 10: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

sayembara di kerajaan Ngrawan

tidak berhenti meskipun dihadang

oleh Patih Sundul Mega ditengah-

tengah perjalanan. Sifat religious

Wiruncana Murca juga terlihat pada

adegan jejeran padepokan.

Wiruncana Murca pergi untuk

meminta pendapat pendito dan cerita

bahwa perjalanannya ke kerajaan

Ngrawan di hadang oleh Patih

Sundul Mega.

3.2.5 Bancak

Gambar 5

Tokoh Bancak

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 60 – 70 tahun

Laki – laki, berbadan besar dan

gemuk, topengnnya putih tanpa

mulut dan dagu. Jadi topeng

hanya sampai pada hidung.

Bentuk pipi bulat dan gemuk,

mata sipit melengkung,

hidungnya bulat kecil, serta

bentuk alis tipis dan

melengkung. Menggunakan ikat

kepala seperti topi kecil dan

rompi berwarna biru.

Bentuk topeng : hidung

berbentuk terongan, bulat

seperti buah terong glathik.

Mata berbentuk menyerupai

bulan separuh (koplikan atau

kelipan).

Memakai bisana atasan rompi

berwarna biru dan bawahan

celana pendek hitam dibalut

dengan kain jarik putih dan

sampur warna merah muda.

Untuk busana kepala memakai

topi kupluk kecil berwarna

kuning.

b. Dimensi sosiologis – merupakan

kerabat dari Wiruncana Murca yang

kemudian mengabdikan dirinya

menjadi pengikut Wiruncana atau

dalam istilah pewayangan di sebagai

punakawan.

c. Dimensi psikologis – berdasarkan

bentuk topeng dimensi psikologis

dari bancak adalah bijaksana, arif,

setia, berbudi, humor. Sifat- sifat ini

sangat umum dimiliki oleh

punakawan yang merupakan

pengikut dari Panji.

3.2.6 Doyok

10

Page 11: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

Gambar 6

Tokoh Doyok

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 50 – 60 tahun

Laki – laki, berbadan besar dan

gemuk serta perutnya buncit,

memakai topeng berwarna

merah dengan mata yang bulat

besar seperti orang melotot,

bentuk mulut besar mempunyai

gigi satu di bawah dan tebal di

sertai dengan kumis tipis.

Memakai tutup kepala berupa

topi kecil.

Bentuk topeng : hidung

terongan berbentuk bulat seperti

buah terong glathik, mata

thelengan berbentuk biji mata

membelalak bulat besar.

Memakai busana atasan

berwarna merah dan memakai

celana panji warna hitamdengan

dibalut kain jarik putih. Untuk

busana kepala hanya memakai

topi kupluk berwarna hijaudan

merah.

b. Dimensi sosiologis – kedudukan

Doyok pada lakon ini sama dengan

tokoh Bancak. Doyok berperan

sebagai abdi atau pengikut dari

Wiruncana Murca. Selain sebagai

abdi Doyok juga berperan penting

sebagai penglipur lara Wiruncana

Murca ketika sedang sedih atau

susah. Kemanapun Wiruncana

Murca berkelana dari satu kerajaan

ke kerajaan lain Doyok selalu setia

menemani.

c. Dimensi psikologis – Dari deskripsi

bentuk topeng maka diperoleh

dimensi psikologis Doyok yaitu

bijak, arif, setia, berbudi, humor,

tangguh, pantang mundur, gagah

3.2.7 Pendito

Gambar 7

Tokoh Pendito

(Doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 90 – 100 tahun

Laki – laki, mempunyai tubuh

yang agak pendek, Topeng

warna putih, mempunyai kumis

lebat dan berjenggot. Memakai

jubah berwarna putih

menandakan bahwa tokoh

Pendito ini seorang pertapa

yang di segani setiap orang.

Bentuk topeng : bentuk hidung

wali miring (bentuknya seperti

pangot kecil atau sebuah pisau

pengukir kayu), bentuk mata

kriyipan (bentuknya matayang

11

Page 12: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

“ngriyip” sipit), bentuk bibir

terkatup

Memakai busana seperti jubbah

putih dan membawa teken

(tongkat). Untuk busana kepala

memakai sorban putih yang

dililitkan.

b. Dimensi sosiologis – tokoh Pendito

ini merupakan seorang pertapa atau

pendito atau guru spiritual. Tokoh

Pendito ini sangat disegani oleh

masyarakat karena perannya di

dalam masyarakat sebagai orang

yang suka memberi nasihat untuk

menyelesaikan masalah atau

persoalan.

c. Dimensi psikologis – dilihat dari

bentuk topeng dan warna maka

dimensi psikologis pendito adalah

suci atau kesucian, lembut, setia,

penuh pengabdian. Sifat-sifat dalam

peran ini sangat terlihat dari kostum

dan topeng yang digunakan.

3.2.8 Raden Carang Aspo

Gambar 8

Tokoh Raden Carang Aspo

(Doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 30 – 40 tahun

Laki-laki, Mempunyai tubuh

yang gagah perkasa, topeng

berwarna hijau tua, mempunyai

hidung yang mancung,

Bentuk topeng : bentuk hidung

bentulan (menyerupai pangot

ukuran sedang atau ujung

sebuah parang, bentuk mata

“gabahan” atau “liyepan”

menyerupai butir padi (gabah)

bisa juga disebut “liyepan”

seperti layap – layap mata

mengantuk, bentuk mulut bibir

terkatup.

Memakai busana bawahan

berupa celana pendek warna

hitam dengan dibalut kain jarik

putih dan sampur warna kuning

dan merah. Untuk busana kepala

memakai irah – irahan bentuk

gelung gembel.

b. Dimensi sosiologis – strata

Sosialnya tinggi karena merupakan

seorang raja dari kerajaan Jawa

(Ngrawan). Merupakan Kakak dari

Dewi Kumudaningrat. Pengaruhnya

pada masyarakat dalam kerajaannya

sangat besar.

c. Dimensi psikologis – dari bentuk

topeng dan warna maka diperoleh

dimensi psikologis Raden Carang

Aspo adalah gagah berani, jujur,

sabar, lembut, gesit, perwira. Sifat-

sifat tersebut dapat terlihat pada

adegan 6 yaitu ketika raden Carang

12

Page 13: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

Aspo sedang mengadakan

sayembara untuk mencarikan Dewi

Kumudaningrat seorang suami yang

kekuatannya dapat menandingi

Raden Carang Aspo. Sifat Sopan

Santun Raden Carang Aspo dapat

terlihat juga pada adegan 6 yaitu

ketika Raden Carang Aspo

mengetahui bahwa Wiruncana

Murca adalah Panji Murca, Raden

Carang Aspo langsung menyembah

kepada Panji Murca.

3.2.9 Dewi Kumudaningrat

Gambar 9

Tokoh Dewi Kumudaningrat

(doc. Pribadi Ezzil tahun 2014)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 25 – 30 tahun

Perempuan, mempunyai tubuh

yang ramping dan langsing,

Rambutnya panjang dan terurai,

Topengnya berwarna putih

kekuningan dengan bentuk alis

yang tipis dan bentuk mata yang

lentik, mempunyai tahi lalat

kecil di pipi kanan bawah.

Bentuk topeng: bentuk hidung

wali miring bentuknya seperti

pangot kecil (sebuah pisau alat

pengukir kayu), bentuk mata

“gabahan” atau “liyepan”

menyerupai butir padi (gabah)

bisa juga disebut “liyepan”

seperti layap – layap mata

mengantuk, bentuk mulut bibir

terkatup.

Memakai busana seperti kebaya

berwarna putih dan emas. Untuk

busana kepala memakai irah –

irahan bentuk gelung putren.

b. Dimensi sosiologis – merupakan

adik dari Raden Carang Aspo.

Dalam kehidupan sosialnya

dimasyarakat Dewi Kumudaningrat

termasuk masih berpengaruh.

Karena kecantikannya yang tersohor

dan terkenal di kalangan masyarakat

dan di kerajaan lain maka Dewi

Kumudaningarat sangat di sukai oleh

masyarakat dan banyak diharapkan

oleh kerajaan lain supaya jadi

permaisurinya.

c. Dimensi psikologis – dari warna

mempunyai sifat kesucian atau

masih muda, dari bentuk topeng

dimensi psikologisnya yaitu lembut,

jujur, sabar. Sifat – sifat Dewi

Kumudaningrat ini dapat terlihat di

adegan 6 (Jejeran Jawa). Pada

13

Page 14: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

adegan tersebut Dewi

Kumudaningrat sangat mematuhi

apa yang dikatakan Raden Carang

Aspo untuk mencarikan suami

dengan cara mengadakan sayembara.

3.2.10 Panji Murca

Gambar 10

Tokoh Panji Murca

(doc. Pribadi Ezzil)

a. Dimensi fisiologis

Umur sekitar 40 – 45 tahun

Laki – laki, berbadan tinggi

gagah dan perkasa.

Bentuk topeng : bentuk hidung

bentulan menyerupai pangot

ukuran sedang atau ujung

sebuah parang, bentuk mata

“Gabahan” atau “liyepan”

menyerupai butir padi bisa juga

disebut “liyepan” seperti layap –

layap mata mengantuk, bentuk

mulut bibir terkatup.

Memakai busana bawahan

berupa celana pendek hitam

dengan dibalut kain jarik putih

dan sampur warna kuning.

Untuk busana kepala

mengunakan irah- irahan bentuk

gelung gembel.

b. Dimensi sosiologis – strata sosial

dari Panji Murca adalah seorang

anak Raja yaitu Prabu Klana Jaka.

Dalam masyarakat peran Panji

Murca sangat disegani karena

pembawaannya yang bijaksana.

c. Dimensi psikologis – berdasarkan

bentuk topeng dan warna topeng

maka dimensi psikologis dari Panji

adalah gagah berani, jujur, sabar,

lembut, gesit, perwira.

3.3 Alur (plot)

Pada pertunjukan wayang topeng

Jatiduwur dalam lakon Wiruncana Murca

menggunakan alur (plot) secara episodik

karena gambaran cerita lakon terpotong –

potong pada awalnya kemudian bertemu

pada bagian bagian akhir. Ciri dari plot

episodik adalah jalinan peristiwanya tidak

lurus tetapi patah-patah, peristiwa yang di

jalin merupakan potongan-potongan

peristiwa (episode) atau bagian dari cerita

panjang, cerita selalu bertemu pada akhir

adegan.

Pada setiap pertunjukan wayang baik

itu wayang kulit atau pun wayang topeng,

plot atau alur dipengaruhi oleh pathet. Pathet

ini terbagi atas gending yang akan

membangun suasana pada pertunjukan

wayang. Gending dalam pathet pada

pertunjukan wayang topeng sangat

mempengaruhi terbentuknya suatu alur dan

struktur lakon. Gending yang terdapat dalam

lakon Wiruncana Murca yaitu dalam pathet

wolu terdapat gending krucilan dan ayak –

14

Page 15: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

ayakan slendro. Pathet wolu ini terdapat

dalam adegan jejeran sabrangan, grebek

sabrang, adegan bambangan. Sedangkan

dalam pathet sanga terdapat gending

krucilan dan ayak – ayakan. Pathet sanga ini

terdapat dalam adegan jejeran perang,

jejeran padepokan, jejeran jawa dan jejeran

kerajaan rancang kencono.

Alur (plot) episodik pada lakon

Wiruncana Murca ini dimulai dengan pathet

wolu yang menceritakan kehidupan kerajaan

sabrang yaitu kerajaan Rancang Kencono

yang terkena musibah pagebluk (masa

dimana banyak wabah penakit menular).

Kemudian rajanya, Prabu Klana Jaka

menyuruh patih dan tumenggungnya untuk

mengikuti sayembara di kerajaan Jawa.

Adegan tersebut berlanjut pada adegan

bersiapnya patih Sundul Mego dan

Tumenggung Pancat Nyowo dan prajurit

kerajaan untuk berangkat menuju kerajaan

Jawa. Adegan kerajaan sabrang kemudian

terputus berganti dengan adegan yang

menceritakan tentang kegelisahan dan

kegundahan raden Panji Wiruncana Murca

karena ia juga ingin mengikuti sayembara di

kerajaan Jawa.

Potongan-potongan adegan tersebut

bertemu pada adegan jejeran perang (perang

gagal). Dalam adegan perang gagal ini,

pathetnya sudah berubah menjadi pathet

sanga.Pada adegan tersebut Wiruncana

Murca bertemu dengan para punggawa

kerajaan sabrang dan perjalanannya di

hadang. Wiruncana Murca tidak mau

kembali karena niat dan keinginannya sama

dengan para punggawa kerajaan sabrang.

KeinginanPatih Sundul Mego dan

Wiruncana Murca sama-sama kerasnya

maka kedua rombongan tersebut kemudian

perang. Adegan perang tersebut kemudian

terputus dengan ditandai dengan larinya

Wiruncana Murca ke padepokan untuk

bertemu dengan pendito. Setelah itu adegan

langsung berlanjut pada jejeran kerajaan

jawa yang menceritakan sayembara yang di

gelar Raden Carang Aspo untuk mencarikan

suami Dewi Kumudaningrat. Datanglah

Patih Sundul Mego dengan beberapa

punggawa kerajaan dan prajurit untuk

mengikuti sayembara, Raden Carang Aspo

dan patih Sundul Mego kemudian perang.

Kekalahan Patih Sundul Mego semakin

menguatkan posisi dan kekuatan raden

Carang Aspo di kerajaan Ngrawan tersebut.

Setelah itu datanglah Wiruncana

Murca untuk mengikuti sayembara yang

sama dengan patih Sundul Mego.

Wiruncana Murca Dan Raden Carang Aspo

kemudian perang, ditengah-tengah

peperangan Raden Wiruncana berubah

menjadi panji. Dengan berubahnya raden

Wiruncana menjadi Panji, raden Carang

Aspo kaget kemudian menyembah pada

Panji Murca tersebut karena ternyata Raden

Carang Aspo adalah adik dari Panji Murca.

Adegan kemudian berakhir pada adegan

kerajaan Rancang Kencana, Raden Carang

Aspo, Dewi Kumudaningrat dan Panji

Wiruncana kemudan pulang ke Negara

15

Page 16: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

Rancang Kencana untuk mengatasi masalah

pagebluk (masa dimana banyak wabah

penyakit menular) di kerajaan tersebut.

3.4 Setting (latar)

Setting (Latar) pada cerita

Panji pada umumnya menceritakan tentang

kisah empat kerajaan di Jawa yaitu Koripan

atau Kahuripan (Jenggala atau Keling),

Daha (Kediri atau Mamenang), Gegelang

atau Urawan, dan Singasari. Keempat

kerajaan tersebut dapat menjadi setting

utama pada cerita maupun setting tambahan.

Tidak jarang Juga cerita pada lakon Panji

hanya bercerita disalah satu kerajaan dari

keempat kerajaan tersebut dengan kerajaan

yang ada di sabrang (luar pulau Jawa). Hal

ini juga terdapat pada lakon Wiruncana

Murca. Setting (latar) yang dominan pada

lakon Wiruncana Murca terdapat di kerajaan

Sabrang (Rancang Kencana) dan kerajaan

Jawa (Ngrawan).

Untuk mengetahui lebih jelasnya,

setting (latar) pada lakon dapat dilihat dari

tiga spek setting yaitu:

1) Aspek Ruang – menggambarkan tempat

terjadinya peristiwa dalam lakon. Aspek

ruang pada lakon Panji Wiruncana

Murca ada 5 tempat yaitu balai

pertemuan agung (kerajaan Rancang

Kencono), Alun – alun (kerajaan

Rancang Kencono), kerajaan Ngrawan,

Padepokan, hutan, tempat peristirahatan

Wiruncana Murca.

2) Aspek Waktu – menggambarkan waktu

terjadinya peristiwa dalam lakon.

Dalam aspek waktu ini terdapat dua

kategori waktu penceritaan yaitu

berdasarkan waktu cerita (fable time)

dan waktu penceritaan (narrative time)

dalam sebuah pertunjukan. Berdasarkan

waktu cerita (fable time) peristiwa

terjadi pada masa pengembaraan

Wiruncana Murca atau Panji Murca

untuk mencari seorang putri. Sedangkan

berdasarkan waktu penceritaannya

(narrative time) pada lakon ini yaitu

pertunjukan ini terjadi pada malam hari.

Untuk mengetahui waktu penceritaan

secara jelas dapat terlihat dari iringan

gending dan pathetnya. Karena kedua

unsur ini sudah menjadi tatanan baku

pada pertunjukan wayang jika

menganalisis aspek waktu pada lakon.

3) Aspek Suasana – menggambarkan

Suasana yang ada pada saat peristiwa

terjadi. Aspek Suasana yang terjadi

pada lakon Wiruncana Murca ini yaitu

tenang, sedih, ramai, gaduh, tegang,

sepi.

d. Penutup

Kesimpulan

Lakon Wiruncana Murca merupakan

lakon lama yang terdapat dalam pertunjukan

wayang topeng Jatiduwur.Lakon ini

menceritakan tentang kisah perjuangan.

Dalam menganalisis lakon terdapat 4

unsurnya itu tema dan amanat, penokohan

(perwatakan), Alur (plot), Setting (Latar).

16

4

Page 17: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

Dalam penceritaannya lakon Wiruncana

Murca ini ada 7 adegan yang terdiri dari

jejeran sabrangan, grebek sabrang, adegan

bambangan, jejeran perang, jejeran

padepokan, jejeran Kerajaan Jawa (kerajaan

Ngrawan), jejeran Kerajaan Rancang

Kencono.

Tema dari lakon Wiruncana Murca ini

yaitu tentang perjuangan, kegigihan. Hal ini

bisa terlihat dari adegan jejeran perang. Pada

adegan tersebut Wiruncana Murca sangat

gigih melawan Patih Sundul Mego untuk

tetap mengikuti sayembara di Kerajaan

Ngrawan. Begitu juga sebaliknya dengan

Patih Sundul Mego yang gigih melawan

Wiruncana Murca untuk melaksanakan

tugasnya mengikuti sayembara di Kerajaan

Ngrawan.

Untuk menganalisis penokohan atau

perwatakan terdapat tiga dimensi yaitu

dimensi fisiologi (keadaan fisik tokoh),

dimensi Sosiologi (keadaan social tokoh),

dimensi psikologis (keadaan psikis atau

kejiwaan tokoh). Dari hasil analisis tersebut

dapat diketahui bahwa tokoh protagonist

dari lakon ini adalah Wiruncana Murca atau

Panji Murca, tokoh antagonisnya adalah

Patih Sundul Mego. Sedangkan tokoh

tritagonis atau peran penengah dari lakon ini

adalah Pendito. Untuk peran pembantu

adalah Raden Carang Aspo, meskipun

Raden Carang Aspo tidak terlibat langsung

dalam konflik tapi perannya disini sangat

penting. Karena Raden Carang Aspo

menunjukkan atau membantu untuk

menyelesaikan jalan cerita atau

menunjukkan penyelesaiannya.

Selanjutnya alur (plot) yang terdapat

dalam lakon Wiruncana Murca ini adalah

plot episodik. Pada tahap pertama

(eksposisi) terlihat pada adegan jejeran

sabrang dan adegan bambangan. Yang

kedua adalah complication terlihat pada

adegan jejeran perang. Ketiga yaitu

pengembangan dari adegan keempat yaitu

jejeran perang. Adegan tersebut yaitu

adegan jejeran padepokan. Keempat yaitu

krisis atau klimaks, klimaks pada lakon

Wiruncana Murca terdapat pada adegan

jejeran kerajaan Jawa (Ngrawan). Kelima

yaitu adegan akhir, pada lakon Wiruncana

Murca ini terdapat pada jejeran Rancang

Kencana.

Unsur keempat yaitu setting atau latar

pada peristiwa. Untuk menganalisis setting

ada tiga macam aspek yaitu aspek ruang

(tempat terjadinya peristiwa), aspek waktu

(waktu terjadinya peristiwa), aspek suasana

(suasana yang terjadi saat peristiwa terjadi).

Aspek ruang pada lakon Wiruncana Murca

ini ada 5 tempat yaitu Kerajaan Rancang

Kencono, tempat peristirahatan Raden

Wiruncana Murca, hutan belantara,

padepokan dan Kerajaan Ngrawan atau

Urawan. Aspek waktu yang terdapat pada

lakon ini yaitu malam hari yang terbagi atas

dua pathet yaitu pathet wolu dan pathet

sanga. Pathet wolu dimulai pada awal

pertunjukan yaitu dari jam 9 – 12 malam dan

pathet sanga yang dimulai dari jam 12 – 3

17

Page 18: ANALISIS LAKON WIRUNCANA MURCA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG JATIDUWUR DI DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN

malam. Selanjutnya aspek suasana yang

terdapat ketika peristiwa terjadi pada lakon

ini yaitu tenang, sedih, ramai, gaduh, tegang,

sepi.

Berdasarkan simpulan diatas maka

peneliti perlu menyampaikan beberapa

saran.Banyak hal dari pertunjukan wayang

topeng Jatiduwur yang belum tergali dan

belum dikenal baik oleh masyarakat. Bahkan

dari selingkungan kelompok kesenian

wayang topeng Jatiduwur sendiri masih

belum begitu paham secara menyeluruh

tentang kesenian ini apalagi lakon – lakon

yang dimainkan. Hal ini karena kesenian

wayang topeng ini sempat mati suri

beberapa tahun sebelum akhirnya

direvitalisasi kembali. Revitalisasi itu terjadi

karena ada kegelisahan dari salah satu

masyarakat yang cinta akan kesenian

wayang topeng ini. Banyak hal yang didapat

dari revitalisasi tersebut termasuk juga lakon

Wiruncana Murca ini. Setelah direvitalisasi

lakon dalam pertunjukan wayang topeng

Jatiduwur hanya ada 2 yang terdeteksi salah

satunya lakon Wiruncana Murca. Untuk

lakon Wiruncana Murca ini belum banyak

yang tahu dan mengerti secara detail isi

lakon ini terutama pada struktur lakonnya.

Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk

menggali, menelusuri, mencari tahu,

menanyakan kembali dan menyajikan

struktur lakon dari lakon Wiruncana Murca.

Hal ini supaya mempermudah masyarakat

dan pembaca untuk mencari data tentang

lakonWiruncana Murca.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah,Autar.2008.Dramaturgi

1.Surabaya: Unesa University

Press

Sudiro,Satoto.2012.Analisis Drama dan

Teater (Bagian

1).Yogyakarta:Penerbit Ombak

Supriyanto,Henri.1990.Kamus kecil: Istilah

Seni Drama dan

Teater.Malang:Dioma

Supriyanto,Henri & M.Soleh Adi

Pramono.1997.Drama Tari

Wayang Topeng

Malang.Malang:Padepokan

Seni Mangun Dharma

Suwarni.2013.Sastra Jawa

Pertengahan.Surabaya:Perwira

Media Nusantara

Timoer,Soenarto. Topeng Dhalang di Jawa

Timur.Jakarta:Proyek Sasana

Budaya Direktorat Jenderal

Kebudayaan Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan

Liaw Yock Fang.2011.Sejarah Kesusastraan

Melayu Klasik.Jakarta:Yayasan

Pustaka obor Indonesia

18