Upload
doantuyen
View
235
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS PERSEPSI RISIKO (RISK PERCEPTION) DAN
SIKAP RISIKO (RISK ATTITUDE) DENGAN KARAKTERISTIK
PADA WIRAUSAHAWAN PEMULA
Oleh:
Desak Nyoman Arista Retno Dewi
Dibiayai oleh Research Grant Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2013/2014
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan YME karena dengan berkat dan
rahmatnya penelitian “Analisis Persepsi Risiko (Risk Perception) Dan Sikap Risiko (Risk
Attitude) Dengan Karakteristik Pada Wirausahawan Pemula” dapat terlaksana dengan
lancar. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para wirausahawan pemula
mengenai proses identifikasi risiko atau potensi risiko, persepsi risiko dan sikap risiko.
Pada kesempatan ini pula, peneliti hendak menyampaikan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yaitu kepada :
1. Pimpinan Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya, Ibu Yuni Apsari,
M.Si., Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi UKWMS, terimakasih atas kesempatan
dan dukungan untuk melakukan penelitian.
2. Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
UKWMS, M. Indah Epriliati, STP., M.Si., Ph.D yang mendorong terlaksananya
penelitiant. Terimakasih atas dukungannya.
3. Para partisipan penelitian yang telah bersedia terlibat dalam penelitian ini.
Terimakasih dan sukses selalu.
4. Para asisten pelatihan yaitu Claudia (2011) dan Vivien (2011) terimakasih atas
kerjasama dan kesediaannya dalam membantu pelaksanaan pelatihan. Semoga
pengalaman sebagai asisten pelatihan memberikan banyak pembelajaran dan
pengalaman baru yang inspiratif.
5. Semua pihak yang telah mendukung, membantu dan memperlancar pelaksanaan
penelitian ini. Terimakasih.
iv
Peneliti menyadari pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari kekurangan. Masih
perlu banyak belajar untuk melaksanakan penelitian dengan benar sesuai dengan metode
dan kaidah penelitian ilmiah. Untuk itu peneliti mohon maaf kepada semua pihak jika
sekiranya ada kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga
laporan penelitian ini bisa diterima dan memberikan inspirasi kepada siapa saja yang
memiliki ketertarikan terkait dengan analisa risiko atau potensi risiko, persepsi dan sikap
risiko pada para wirausahawan pemula. Terimakasih.
Peneliti,
Surabaya, Agustus 2014
v
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul .................................................................................................... i
Lembar Pengesahan .......................................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................. iii
Daftar Isi ........................................................................................................... v
Daftar Tabel ...................................................................................................... vii
Abstraksi ........................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 8
2.1. Konsep Dasar Risiko ...................................................................... 8
2.2. Konsep Dasar Persepsi ................................................................... 12
2.3. Persepsi Risiko ............................................................................... 14
2.4. Sikap Risiko ................................................................................... 15
2.5. Faktor-Faktor Persepsi dan Sikap Risiko ...................................... 16
2.6. Big-Five Personality ....................................................................... 16
2.7. Wirausahawan ................................................................................ 17
2.8. Kerangka Berpikir .......................................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN .......…...………..........………………... 22
vi
3.1. Model Penelitian ...…...........................………….......................... 22
3.2. Setting Penelitian ....................……………………....................... 22
3.3. Persiapan Penelitian ....................................................................... 23
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 24
3.5. Teknik Analisa Data ....................................................................... 25
3.6. Peran Mahasiswa dalam Penelitian ................................................ 25
BAB IV. ANALISA DATA .......................................................................... 26
4.1. Persiapan Pengambilan Data .......................................................... 26
4.2. Proses Pengambilan Data ............................................................... 26
4.3. Hasil Penelitian .............................................................................. 27
BAB V. KESIMPULAN dan SARAN ......................................................... 48
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 48
5.2. Saran ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 41
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1. Data Usaha Partisipan Penelitian ................................................... 26
4.2. Jadwal Pengambilan Data .............................................................. 27
4.3.1 Bentuk Risiko atau Potensi Risiko ................................................. 28
4.3.2 Dampak Risiko atau Potensi Risiko ............................................... 40
4.3.3 Persepsi Terhadap Risiko atau Potensi Risiko ............................... 41
4.3.4 Sikap Terhadap Risiko atau Potensi Risiko ................................... 42
4.3.5 Analisa Persepsi Risiko, Sikap Risiko dan Kepribadian ............... 46
viii
Desak Nyoman Arista Retno Dewi. (2014). Analisis Persepsi Risiko (Risk Perception) DanSikap Risiko (Risk Attitude) Dengan Karakteristik Pada Wirausahawan Pemula.
ABSTRAKSI
Wirausahawan (entrepreneurs) merupakan salah satu profesi yang juga selalu berhubungandengan risiko. Dalam menjalankan aktivitas kewirausahaan, risiko menjadi bagian yangtidak dapat dipisahkan. Risiko memiliki dua karakter yaitu ketidakpastian dan konsekuensi.Risiko merupakan suatu ketidakpastiah situasi atau kondisi yang bisa memberikan efekpositif atau negatif terhadap satu atau beberapa tujuan. Ketidakmampuan dalammenghadapi risiko sangat dipengaruhi oleh persepsi terhadap risiko (risk perception).Berdasarkan persepsi risiko yang dimiliki akan menentukan sikap terhadap risiko (riskattitude). Secara psikologi persepsi dan sikap risiko dipengaruhi salah satunya olehkarakteristik kepribadian. Melalui analisis karakteristik kepribadian berdasarkan konsepbig five personality, peneliti ingin melihat bagaimana karakteristik kepribadian parawirausahawan pemula yang dalam proses kerjanya selalu berhadapan dengan risiko. Laluidentifikasi bentuk risiko atau potensi risiko usaha, persepsi risiko dan sikap risiko.Penelitian ini menggunakan kombinasi model kualitatif dan kuantitatif dengan metodewawancara dan penyebaran kuesioner. Data akan diolah secara kualitatif mengggunakanthematic analysis dan data kuantitatif akan diolah berdasarkan panduan penilaian. Hasilpenelitian menunjukan partisipan memiliki persepsi yang berbeda sesuai dengan jenis ataukarakteristik usahanya. Selain itu bentuk risiko atau potensi risiko yang memiliki kesamaanterkait dengan sikap konsumen, kualitas bahan baku, perubahan atau perkembanganekonomi, sosial (trend) dan keamanan, proses produksi, dan kerjasama dengan pihak lainatau rekanan juga dipersepsikan berbeda. Persepsi risiko mendasari sikap risiko yangdipilih. Penentuanpersepsi risiko dan sikap risiko dipengaruhi oleh tpe kepribadiannya.Hasil olah data big five personality, mayoritas skor tertinggi partisipan berada padadimensi kepribadian openness to experience dan agreeableness. Sedangkan mayoritas skorterendah berada pada dimensi kepribadian neuroticism dan extraversion.
Kata kunci: risk perception, risk attitude, big five personality
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Risiko merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Manusia selalu
dihadapkan dengan kondisi yang tidak pasti. Lingkungan sosial, kesehatan, bisnis
usaha, keamanan dan pemerintahan adalan sebagian dari aktivitas kehidupan
manusia yang memiliki hubungan dengan risiko. Dalam pengertiannya tidak ada
definisi yang pasti mengenai risiko. Terdapat berbagai definisi risiko dari berbagai
peneliti dan praktisi risiko, namun secara keseluruhan sepakat risiko berhubungan
dengan dua karakter yaitu ketidakpastian dan konsekuensi (Hillson & Murray-
Webster, 2006). Jika disimpulkan, risiko didefinisikan sebagai ketidakpastiah situasi
atau kondisi yang bisa memberikan efek positif atau negatif terhadap satu atau
beberapa tujuan (Project Management Institute, 2004). Ketidakpastian berperan
sebagai sumber dari munculnya hal-hal atau risiko yang dapat mengancam atau
mengganggu aktivitas maupun yang dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam
merealisasikan peluang-peluang yang ada dalam mencapai tujuannya.
Wirausahawan (entrepreneurs) merupakan salah satu profesi yang juga selalu
berhubungan dengan risiko. Dalam menjalankan aktivitas kewirausahaan, risiko
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. Risiko keuangan, risiko karir, risiko
keluarga dan sosial, dan risiko psikis merupakan beberapa jenis risiko yang dihadapi
oleh wirausahawan (Kuratko dan Hodgetts, 2007). Sebagai seorang yang memiliki
kemampuan dalam menggunakan sumberdaya seperti finansial, bahan mentah, dan
tenaga kerja untuk menghasilkan barang baru, usaha baru, serta proses usaha baru,
wirausahawan dituntut mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai peluang
2
bisnis secara cermat, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil
keuntungan dan bertindak tepat untuk memastikan kesuksesan (Sutanto, 2002). Hal
ini menunjukkan bahwa seorang wirausahawan harus mampu mengambil keputusan
yang tepat dan cermat terkait dengan langkah-langkah pengelolaan usaha dengan
memanfaatkan segala sumberdaya yang dimiliki sebagai upaya mencapai
kesuksesan. Namun disisi lain tidak ada jaminan bahwa segala upaya tersebut akan
selalu membawa pada kesuksesan. Ketidakpastian kesuksesan membawa
konsekuensi terjadinya kegagalan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa para
wirausahawan akan banyak berhadapan dengan situasi-situasi yang berisiko dan
menantang sebagai upaya mencari peluang usaha dan kesuksesan. Oleh karena itu
seorang wirausahawan harus memiliki suatu sikap yang berani menanggung risiko.
Secara umum, wirausahawan didefinisikan sebagai pengambil risiko yang
memiliki sikap optimis, dorongan dan komitmen yang tinggi dalam menjalankan
kreasi usaha baru (Kuratko & Hodgetts, 2007). Berdasarkan penelitian mengenai
karakteristik wirausahawan, salah satu karakteristik yang mesti dimiliki seorang
wirausahawan adalah kemampuan menghadapi atau mengambil risiko. Dalam
memilih risiko, seorang wirausahawan harus mampu menghitung risiko yang akan
diambil secara tepat dan bijaksana. Beberapa data menunjukkan dampak risiko yang
terlalu besar dibandingkan kemampuan wirausaha menyebabkan banyak usaha yang
harus gulung tikar. Berita nasional dari Viva News 9 Juli 2010 memberitakan dari
tahun ke tahun jumlah perusahaan rokok di Pulau Madura semakin menyusut. Sekitar
186 pabrik rokok gulung tikar dikarenakan kalah bersaing dengan perusahaan rokok
besar. Secara finansial modal usaha yang tidak besar membuat sedikit demi sedikit
berhenti beroperasi. Selain itu berita Tribunnews.com pada 8 Januari 2013
memberitakan data dari Apindo Jabar bahwa 10 perusahaan harus gulung tikar
3
karena penetapan upah minimum kota-kabupaten (UKM) dan kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) yang mempengaruhi biaya operasional industri yang meningkat 10-15
persen. Berita dari Surabaya Post, 15 Mei 2013 juga memberitakan mengenai ribuan
UMKM yang terancam gulung tikar karena minimnya akses permodalan.
Dalam penelitian Caliendo, Fossen, & Kritikos (2008) mengenai dampak
sikap risiko pada wirausahawan yang bertahan menunjukkan bahwa wirausahawan
yang memiliki sikap terhadap risiko yang rendah atau tinggi cenderung akan gagal
dibandingkan wirausahawan dengan sikap risiko yang medium. Hal ini menunjukkan
bahwa seorang wirausahawan perlu memiliki sikap yang tepat terhadap risiko. Tahu
kapan harus menghadapi risiko ataupun menghindari risiko. Untuk itu diperlukan
kemampuan yang dapat memberikan penilaian dan evaluasi yang tepat pada situasi
yang berbahaya ataupun berisiko. Penilaian dan evaluasi terhadap risiko
berhubungan dengan persepsi yang dimiliki terhadap risiko, yang menjadi dasar
dalam menentukan sikap terhadap risiko.
Ketidakmampuan dalam menghadapi risiko sangat dipengaruhi oleh persepsi
terhadap risiko. Persepsi risiko (risk perception) merupakan interpretasi terhadap
situasi risiko yang didasarkan pada pengalaman atau keyakinan yang dimiliki
(Slovic, 2000). Persepsi terhadap risiko akan menentukan sikap terhadap risiko (risk
attitude). Sikap risiko adalah tindakan yang dipilih berdasarkan pemikiran terhadap
ketidakpastian yang memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap tujuan, yaitu
sikap untuk menerima dan menghadapi risiko (risk propensity) atau menghindari
risiko (risk aversion) (Rohrmann, 2004). Persepsi risiko dan sikap risiko akan
mempengaruhi penilaian terhadap risiko (risk appraisal) dan menentukan perilaku
risiko (risk behavior) yang ditampilkan. Situasi tidak pasti yang sama dapat
4
memunculkan berbagai sikap dan menghasilkan perilaku berbeda yang mengarah
pada konsekuensi (Hillson & Murray-Webster, 2005). Seberapa besar risiko yang
ada dan kemungkinan untuk menerima risiko sangat dipengaruhi oleh jenis bahaya,
pengalaman pribadi, keyakinan dan sikap, serta pengaruh sosial yang ada. Dalam
kerangka teori paradigma psikometri, risiko diasumsikan secara subyektif oleh tiap
orang dan dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, institusional dan budaya
(Slovic, 1992).
Secara psikologis, persepsi terhadap lingkungan sekitar salah satunya
dipengaruhi oleh faktor personal yang meliputi motivasi, nilai-nilai pribadi, harapan,
pola pikir, pengalaman dan budaya, juga kepribadian (Morris & Maisto, 2001). Dari
berbagai penelitian dalam Chauvin, Hermand, & Mullet (2007), faktor personal lain
yang juga mempengaruhi penilaian terhadap risiko adalah usia, gender, tingkat
pendidikan, pelatihan, pendapatan, religi, orientasi politik, budaya, sikap risiko,
pengalaman pribadi, nilai-nilai, kepercayaan sosial, kecemasan, self efficacy, locus of
control, pandangan dunia, keyakinan baru, sudut pandang, dan kepribadian klasik.
Kepribadian salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi terhadap
risiko telah banyak diteliti. Dalam penelitian Sjöberg dan af Wahlberg (2002)
mengenai korelasi antara penilaian risiko umum terhadap penyimpangan limbah
nuklir dengan tiga faktor kepribadian menunjukkan adanya korelasi sebesar 0,23
terhadap neuroticism. Hal ini menunjukkan semakin neurotic seseorang maka
penyimpangan akan dinilai sebagai suatu risiko yang umum. Dalam penelitian
Sjöberg yang lain tahun 2003 mengenai korelasi antara penilaian risiko pribadi
terhadap kebiasaan diet yang tidak baik dengan lima faktor kepribadian
menunjukkan terhadap korelasi sebesar 0,23 terhadap conscientiousness. Artinya
5
semakin conscientious seseorang maka semakin rendah orang tersebut menilai
kebiasaan diet yang tidak baik sebagai hal yang berisiko terhadap dirinya.
Kepribadian juga menjadi faktor yang mempengaruhi sikap terhadap risiko.
Sikap seseorang untuk mengambil risiko atau menghindari risiko dipengaruhi oleh
karakteristik pribadinya. Dalam penelitian Highhouse dan Yüce (1996) menjelaskan
bahwa pengambilan risiko dalam situasi menguntungkan dan menghindari risiko
ketika mengalami kerugian dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik individu dalam
mempersepsi suatu kendala dan kesempatan yang ada. Kecenderungan untuk
mengambil risiko lebih ditentukan oleh karakteristik pribadi dibandingkan dengan
situasi yang dialami. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa
ada hubungan antara kepribadian dengan penilaian terhadap risiko atau persepsi
risiko dan sikap risiko.
Kepribadian adalah suatu pola yang unik dari pikiran, perasaan dan perilaku
yang sifatnya menetap dan bertahan dari waktu ke waktu, dalam berbagai situasi
(Morris & Maisto, 2001). Salah satu pendekatan teori kepribadian yaitu teori sifat
(trait theories) menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari sifat-sifat atau disposisi
yang dikodekan dalam sistem syaraf sebagai struktur yang memandu perilaku secara
konsisten (Gordon Allport dalam Morris & Maisto, 2001). Sifat-sifat kepribadian
menjadi dasar dalam menilai karakter pribadi tiap orang, yang dipetakan dalam
berbagai karakter pribadi yang berbeda-beda. Big-five personality atau five-factor
model (B5/FFM) merupakan satu konsep teori kepribadian yang memetakan sifat
kedalam lima karakter atau tipe kepribadian yang terdiri dari conscientiousness,
extraversion, opennes to experience, neuroticism, dan agreeableness.
6
B5/FFM telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian salah satunya
dalam memetakan karakteristik wirausahawan. Zhao dan Seibert (2006) dalam
penelitiannya melakukan meta analisis terhadap lima karakteristik kepribadian yang
membedakan antara wirausahawan dengan manajer. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan pada empat tipe kepribadian (conscientiousness, opennes
to experience, neuroticism, dan agreeableness) antara wirausahawan dan manajer,
sedangkan tipe kepribadian extraversion tidak memiliki perbedaan. Wilfling,
Cantner, dan Silbereisen dalam Dime-Druid Academy (2011) mendeskripsikan hasil
penelitiannya mengenai mana dari lima dimensi kepribadian yang mempengaruhi
kegagalan wirausahawan ditengah persaingan dan inovasi dunia usaha yang tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wirausahawan dengan agreeableness yang
tinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk mempengaruhi kegagalan dalam
berwirausaha, sedangkan tipe conscientiousness yang tinggi memiliki pengaruh
terhadap kegagalan berwirausaha. Neuroticism, extraversion, dan opennes tidak
berhubungan dengan kegagalan berwirausaha.
Dalam kaitannya dengan persepsi risiko, penelitian yang dilakukan oleh
Chauvin, Hermand, & Mullet (2007) mengenai hubungan antara variabel kepribadian
dan persepsi risiko terhadap 8 tipe bahaya (produksi energi, polusi, seks, kecanduan,
senjata, aktivitas diluar, narkoba dan obat terlarang, jaminan kesehatan, berbagai
bahaya pribadi, dan penyimpangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor yang
tinggi pada tipe extraversion dan opennes to experience berhubungan dengan
persepsi risiko yang rendah sedangkan skor yang tinggi pada tipe agreeableness,
conscientiousness, dan neuroticism berhubungan dengan persepsi risiko yang juga
tinggi. Dalam penelitian sikap risiko dan kepribadian yang dilakukan oleh Nicholson,
Soane, & Willman (2005) mengenai kepribadian dan domain spesifik pengambilan
7
risiko menunjukkan bahwa sikap menghadapi risiko ditentukan oleh kepribadian,
dimana sikap mengambil risiko ditunjukkan dengan skor yang tinggi pada
extraversion dan opennes to experience, dan dari skor rendah pada agreeableness,
conscientiousness, dan neuroticism.
Penjelasan diatas telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
persepsi risiko, sikap risiko, dan karakter kepribadian. Pemahaman mengenai
persepsi risiko, sikap risiko, dan juga karakter kepribadian menjadi penting dalam
upaya pengelolaan risiko yang baik dan mendukung pengambilan keputusan yang
tepat terhadap bentuk risiko yang muncul. Hal ini terutama untuk profesi yang penuh
risiko seperti wirausahawan, khususnya bagi wirausahawan muda yang baru
memulai usahanya. Dimana wirausahawan yang masih pemula belum memiliki
pengalaman dan atau mungkin pengetahuan dalam berwirausaha. Untuk itu
pemahaman mengenai persepsi risiko dan sikap risiko beserta karakteristik
kepribadian yang dimiliki dalam mendukung usaha yang dijalankannya sangat
diperlukan guna mengelola potensi risiko atau risiko usaha yang dimilikinya.
Pengelolaan risiko yang tidak baik dikarenakan tidak adanya pemahaman yang jelas
mengenai persepsi risiko dan sikap risiko serta karakteristik kepribadian
wirausahawan akan berdampak pada konsekuensi kerugian dan kegagalan usaha.
Oleh karena itu penelitian ini ingin melakukan analisa terhadap persepsi risiko dan
sikap risiko pada para wirausahawan yang masih pemula beserta karakteristik
kepribadian yang dimiliki. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diketahui
karakteristik atau dimensi kepribadian yang mempengaruhi terbentuknya persepsi
dan sikap terhadap risiko pada wirausahawan muda. Dengan demikian akan dapat
membantu dalam membangun karakter wirausaha-wirausaha muda melalui berbagai
8
bentuk pelatihan, terutama yang terkait dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam
menghadapi tantangan dan kendala atau risiko dalam membangun usaha.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Karakteristik kepribadian apa yang membentuk persepsi risiko dan sikap
risiko pada wirausahawan pemula?
1.2.2 Bagaimana persepsi risiko dan sikap risiko yang dimiliki wirausahawan
pemula terhadap risiko usaha yang dijalankannya?
1.3 Tujuan Penelitian
Melakukan analisa terhadap karakteristik kepribadian wirausahawan pemula
yang membentuk persepsi risiko dan sikap risiko, beserta bentuk persepsi risiko dan
sikap risiko yang dimiliki terhadap risiko usaha yang dijalankan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian mendapat pemahaman mengenai persepsi risiko dan
sikap risiko yang dimiliki terkait dengan usaha yang dijalankannya sehingga mampu
mengelola persepsi risiko dan sikap risikonya dengan menyesuaikan karakter
kepribadiannya.
1.4.2 Manfaat Bagi Wirausahawan Pemula
Para wirausahawan mendapatkan pemahaman mengenai bentuk persepsi
risiko dan sikap risiko yang dimiliki beserta dimensi karakteristik kepribadian
sehingga dapat menentukan perilaku yang tepat dalam menghadapi dunia usaha yang
penuh risiko.
9
1.4.3 Manfaat Bagi Fakultas Psikologi UKWMS
Terbentuknya brand image sebagai fakultas yang memiliki keperdulian
terdapat peningkatan karakter wirausaha dalam menjalankan usahanya.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Risiko
Secara sederhana risiko didefinisikan sebagai hal yang berhubungan dengan
ketidakpastian. Rosa (2003) mendefinisikan risiko sebagai sebuah situasi atau
kondisi dimana sesuatu yang bernilai dipertaruhkan dengan hasil yang tidak pasti.
Dalam banyak teori perilaku dan psikologi, ketidakpastian dinilai sebagai mediator
penting dari respon manusia ketika berada pada situasi dengan hasil yang tidak
diketahui (Sjöberg, Elin Moen & Rundmo, 2004). Ketidakpastian merupakan
konstruk psikologis yang hanya ada dalam pikiran. Jika seseorang memiliki
pengetahuan yang lengkap maka orang tersebut tidak perlu merasakan ketidakpastian
(Windschitl and Wells, 1996). Dalam Hillson & Murray-Webster (2005) risiko
memiliki dua sisi yaitu ketidakpastian yang dapat diwujudkan sebagai probabilitas
atau kemungkinan, dan seberapa pentingnya yang diekspresikan sebagai dampak
atau konsekuensi. Kedua dimensi tersebut harus dipahami agar dapat membuat
keputusan yang tepat. Dimana pengambilan keputusan setiap Individu dan grup yang
berbeda akan mempersepsikan kemungkinan dan konsekuensi secara.
2.1.1 Klasifikasi Risiko
Dalam Vaughan (1997), risiko diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Financial dan nonfinancial risks
Financial risks merupakan risiko yang berkaitan dengan hal-hal keuangan dan
biaya-biaya perusahaan, sepereti aset, biaya produksi, ongkos, pajak, suku bunga,
dan hutang. Nonfinancial risks merupakan risiko yang berkaitan dengan hal-hal
diluar keuangan dan biaya perusahaan, seperti sumberdaya manusia, kesehatan
11
dan keselamatan kerja, kejahatan dan kecurangan kerja, dan kualitas dan
persaingan.
2. Static dan dynamic risks
Dynamic risks adalah risiko yang berasal dari kondisi lingkungan eksternal yang
dinamis dan tidak dapat diprediksi, seperti kondisi perekonomian, kompetitor,
dsan konsumen. Static risks adalah risiko yang berasal dari situasi yang sudah
pasti dan dapat diprediksikan, seperti over time, dan kerusakan akibat kesalahan
manusia.
3. Pure dan speculative risks
Speculative risks yaitu risiko yang disebabkan oleh situasi yang memiliki dua
kemungkinan untuk mengalami kerugian atau keuntungan. Pure risks yaitu risiko
yang disebabkan oleh situasi yang hanya memiliki kemungkinan untuk
mengalami kerugian atau tidak rugi. Pure riks dapat diklasifikasikan sebagai :
a. Personal risks yaitu risiko yang disebabkan oleh kemungkinan kerugian atas
pendpatan atau aset sebagai akibat dari kondisi kematian yang mendadak,
tanggungan usia tua, sakit atau ketidakmampuan, dan pengangguran.
b. Property risks yaitu risiko pada properti yang meliputi kerugian secara
langsung, seperti kerusakan gedung karena kebakaran; dan kerugian yang
dialami akibat dari kerugian secara langsung, seperti tidak dapat beroperasinya
gedung sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan.
c. Liability risks yaitu risiko yang muncul dari kemungkinan kerugian atas aset
atau pendapatan yang akan didapat akibat kesalahan menilai, atau kerugian
akibat kesalahan hukum yang disengaja atau tidak disengaja, atau pelanggaran
terhadap hukum lainnya.
12
d. Risks arising from failure of other yaitu risiko yang muncul dari pelanggaran
perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat oleh salah satu pihak.
4. Fundamental dan particular risks
Fundamental risks meliputi risiko yang berasal dari kelompok tertentu dan
merupakan suatu konsekuensi yang memiliki dampak luas, seperti kondisi
ekonomi, sosial, dan politik. Particular risks meliputi risiko yang berasal dari
perorangan atau kejadian yang disebabkan oleh seseorang, seperti kebakaran
gedung.
2.2 Konsep Dasar Persepsi
Menurut Sarlito (1983: 89) persepsi adalah kemampuan seseorang dalam
mengorganisir suatu pengamatan, yang meliputi kemampuan untuku membedakan,
kemampuan untuk mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh
karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda walaupun objeknya
sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri
kepribadian individu yang bersangkutan. Menurut Leavit (1978), persepsi memiliki
pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit persepsi adalah
penglihatan yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu. Dalam arti luas persepsi
yaitu pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu. Sondang P. Siagian (1989) menyatakan persepsi merupakan
suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensorinya dalam usaha memberikan suatu makna tertentu dalam
lingkungannya. Robins (1999: 124) persepsi adalah suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera untuk memberikan makna
terhadap lingkungannya. Menurut pengertian dari beberapa ahli, maka dapat
13
disimpulkan persepsi adalah proses pemberian gambaran atau makna atas stimulus
atau rangsangan yang diterima dari lingkungan.
2.2.1 Proses Pembentukan Persepsi
Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari
berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki. Setelah itu diberikan respon
sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan. Setelah diterima
kemudian diseleksi. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasarkan
bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data diterima dan
diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai
cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil
ditafsirkan (Morris & Maisto, 2001).
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Persepsi
Menurut Rakhmat (1998) faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi
seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan faktor-faktor personal. Sejalan dengan hal tersebut, menurut
Sugiharto (2001) persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor yaitu pengalaman
masa lalu dan faktor pribadi. Menurut Stephen P. Robins terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi persepsi, yaitu:
1. Individu yang bersangkutan
Dalam memberikan interpretasi terhadap rangsangan yang diterima, individu
dipengaruhi oleh karakteristik individual yang dimilikinya, seperti sikap, motif,
kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan dan harapannya.
2. Sasaran dari persepsi
14
Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Persepsi
terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan
dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang
menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda atau pun
peristiwa yang sejenis dan memisahkan dari kelompok lain yang tidak serupa
3. Situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi
tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut
berperan dalam proses pembentukan persepsi seseorang.
2.3 Persepsi Risiko
Pengambilan keputusan yang berbeda setiap orang ditentukan oleh persepsi
masing-masing terhadap risiko yang dihadapi dan dan seberapa penting
pengaruhnya. Persepsi risiko adalah bentuk interpretasi atau penilaian terhadap
situasi risiko yang didasarkan pada pengalaman atau keyakinan yang dimiliki
(Slovic, 2000). Pada pendekatan paradigma psikometri, risiko dinilai sebagai hal
yang subyektif dan berada dalam pikiran yang dipengaruhi faktor psikologis, sosial,
lembaga, dan budaya (Slovic, 1992). Penilaian terhadap bentuk kemungkinan,
kondisi lingkungan, dan skala perubahan menentukan efektivitas dari pengambilan
risiko yang tergantung pada seberapa baik orang dalam memahami perubahan dan
dampaknya sebagai hal yang berbeda dari yang diperkirakan (Hillson & Murray-
Webster, 2005). Beberapa orang ketika dihadapkan pada situasi pengambilan
keputusan yang sama akan mengambil keputusan yang berbeda tergantung pada
persepsi masing-masing orang dan pemahamannya mengenai risiko dan dampaknya.
Pada beberapa orang mungkin akan merasa sangat tidak nyaman dengan
15
ketidakpastian dan cenderung untuk menghindari, mengurangi ancaman dan
memanfaatkan kesempatan untuk memindahkan ketidakpastian. Beberapa orang
yang lain merasakan kenyamanan dengan ketidakpastian dan dipersepsi sebagai hal
yang dapat diterima sehingga tidak ada keinginan untuk menghindari ancaman. Pada
beberapa orang yang lain cukup mampu bertoleransi dengan ketidakpastian namun
memiliki keinginan yang kurang untuk meresponnya. Sedangkan beberapa orang
yang lain merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dalam jangka waktu yang
lama sehingga mengambil tindakan jangka pendek untuk memberikan hasil jangka
panjang.
2.4 Sikap Risiko
Menghindari risiko, menghadapi risiko, toleransi terhadap risiko dan posisi
netral terhadap risiko merupakan bentuk respon terhadap ketidakpastian yang
didorong oleh persepsi (Hillson & Murray-Webster, 2005). Respon ini disebut
sebagai sikap terhadap risiko. Sikap risiko adalah tindakan yang dipilih berdasarkan
pemikiran terhadap ketidakpastian yang memiliki pengaruh positif atau negatif
terhadap tujuan (Hillson & Murray-Webster, 2006). Sikap risiko dipilih individu atau
grup ketika berhadapan dengan situasi risiko yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
2.5 Faktor-Faktor Persepsi dan Sikap Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap risiko menurut Hillson
& Murray-Webster (2005) adalah:
1. Kesadaran (conscious), merupakan faktor yang didasarkan pada karakteristik yang
terlihat dan terukur dari situasi dimana keputusan dibuat. Faktor ini meliputi
penilaian situasional dan rasional.
16
2. Bawah sadar (subconscious), meliputi mental jalan pintas yang dibuat untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan (heuristics) dan bias kognitif lainnya.
Heuristic menyusun suatu mekanisme yang akan membuat situasi yang kompleks
dan tidak pasti menjadi masuk akal dan dapat diterima.
3. Afektif (affective) adalah respon yang didasarkan pada emosional naluriah atau
lebih mendasarkan pada perasaan dibandingkan penilaian rasional.
Tiga faktor ini disebut dengan the triple strand. Ketiga faktor ini memiliki
peranan penting dalam mempengaruhi persepsi, dimana persepsi mendorong sikap
terhadap risiko yang menentukam kualitas pengambilan keputusan yang dibuat
dibawah situasi yang tidak pasti.
2.6 Big-Five Personality
Kepribadian didefinisikan sebagai suatu pola yang unik dari pikiran, perasaan
dan perilaku yang sifatnya menetap dan bertahan dari waktu ke waktu, dalam
berbagai situasi (Morris & Maisto, 2001). Dalam pendekatan teori sifat (trait
theories), menurut Gordon Allport (dalam Morris & Maisto, 2001) kepribadian
adalah sifat-sifat atau disposisi yang dikodekan dalam sistem syaraf sebagai struktur
yang memandu perilaku secara konsisten. Raymond Cattell (dalam Morris & Maisto,
2001) menggunakan teknik statistik yang disebut analisis faktor untuk menjelaskan
bahwa sifat yang bermacam-macam cenderung berkelompok didalam suatu grup
sifat.
Big-five personality merupakan konsep teori kepribadian yang
mengelompokkan tipe-tipe kepribadian atau sifat-sifat kedalam lima dimensi
karakteristik kepribadian (McRae & Costa (1997) dalam Halonen & Santrock
(1999)).
17
1. Extraversion, yaitu dimensi kepribadian yang menunjukkan interaksi
interpersonal dan memiliki karakteristik mudah bergaul, aktif, asertif, ambisi dan
bersemangat.
2. Openness to experience, yaitu dimensi kepribadian yang memiliki ciri ketertarikan
terhadap perubahan, aktif mencari hal baru, pengalaman baru, imajinatif, inovatif
dan reflektif.
3. Agreeableness, yaitu dimensi kepribadian yang berhubungan dengan melakukan
penilaian terhadap hubungan interpersonal dengan menunjukkan sikap percaya,
dapat memaafkan orang lain, toleransi terhadap orang lain dan bekerja sama
dengan orang lain.
4. Conscientiousness, yaitu dimensi kepribadian yang ditunjukkan dengan
keteraturan dan cara kerja yang sistematis, teratur, terarah, dan terencana.
5. Emotional stability, yaitu dimensi kepribadian yang ditunjukkan dengan
kestabilan emosi.
2.7 Wirausahawan
Secara umum wirausahawa didefinisikan sebagai seorang pengambil risiko
dalam mengkreasi usaha baru. Ia juga merupakan individu yang optimis, memiliki
komitmen dan dorongan yang kuat untuk mencapai kepuasan dengan menjadi
mandiri (Kuratko & Hodgetts, 2007). Wirausahawan juga dikenali melalui perannya
sebagai manajer, agen perubahan ekonomi, dan individual (Wickham, 2006). Dalam
perannya sebagai manajer, wirausahawan dikenali dari aktivitas yang dilakukan dan
tanggung jawabnya sebagai pemilik usaha atau organisasi, pendiri usaha atau
organisasi baru, pembawa pembaruan (inovasi), seorang yang mampu
mengidentifikasi kesempatan yang muncul, ahli dalam memanfaatkan sumberdaya
18
yang ada, dan memiliki jiwa kepemimpinan. Perannya sebagai agen pembawa
perubahan ekonomi, wirausahawan memiliki peran penting dalam mempertahankan
dan mengembangkan perekonominan melalui aktivitas mengkombinasikan faktor-
faktor ekonomi, memanfaatkan pasar secara maksimal dan efisiensi, kemampuan
mengenali dan mengelola risiko, memanfaatkan modal dan keuntungan yang didapat
secara maksimal, dan kemampuan dalam menganalisa pasar dan memanfaatkan
segala informasi yang ada. Sebagai individual, wirausahawan dikenali sebagai the
great person yang mampu menjadi model bagi orang lain, memiliki kemampuan
kognisi dan pengambilan keputusan yang tepat, karakter kepribadian dan sifat-sifat
yang mendukung kesuksesan dimana kepribadian dan sifat juga terbentuk melalui
interaksi sosial, pengalaman dan kesempatan yang ada. Wirausahawan juga dikenal
sebagai individu yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang
sudah tersistem dan terstuktur sehingga cenderung menciptakan situasinya sendiri.
Dalam menjalankan usahanya, wirausahawan juga dihadapkan pada situasi
yang penuh ketidakpastian yang dapat membawa konsekuensi pada kegagalan.
Menurut Kuratko & Hodgetts (2007) terdapat empat area risiko yang dihadapi oleh
wirausahawan, yaitu risiko keuangan, karir, keluarga dan sosial, dan risiko psikis.
Risiko keuangan terutama dialami ketika memulai usaha yang baru. Risiko karir
berkaitan dengan tidak adanya jenjang karir dan terjadi saat usaha yang dijalankan
belum stabil atau saat mengalami kegagalan. Risiko keluarga dan sosial muncul
dikarena kesibukan wirausahawan dalam menjalankan usahanya sehingga memiliki
waktu yang kurang dalam menjalin relasi dengan keluarga dan teman. Sedangkan
risiko psikis terjadi saat ada tekanan psikologis akibat aktivitas kewirausahaan.
Meski dihadapkan pada situasi yang berisiko, seorang wirausahawan harus mampu
menghadapi dan mengelolanya. Dalam penelitian yang dilakukan Mansfield R.S,
19
McClelland D.C, Spenser L.M, dan Santiago J (1987) mengenai identifikasi dan
pengukuran kompetensi dan karakteristik wirausahawan di negara berkembang
(India, Malawi, dan Equador) menunjukkan bahwa pengambil risiko sebagai salah
satu karakteristik wirausahawan yang sukses selain kemampuan berinisiatif, melihat
dan segera bertindak jika ada peluang, teguh, secara pribadi haus akan informasi,
memiliki standar mutu yang tinggi, berkomitmen dalam memenuhi kontrak atau
menepati janji, berorientasi pada efisiensi, perencanaan bisnis yang sistematis,
berorientasi pada penyelesaian masalah, memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
persuasif, menggunakan strategi yang tepat, dan tegas.
Menurut John Kao (1991) (dalam Kuratko dan Hodgetts, 2007), 11
karakteristik wirausahawan adalah memiliki komitmen, tekad dan ketekunan,
dorongan untuk mencapai tujuan dan bertumbuh, berorientasi pada tujuan dan
kesempatan, inisiatif dan tanggung jawab pribadi, gigih dalam memecahkan masalah,
letak kendali internal (internal locus of control), mampu menghadapi risiko dan
menghitung risiko, berintegritas dan dapat dipercaya, memanfaatkan umpan balik,
realistik dan memiliki selera humor, dan memiliki kebutuhan yang rendah akan
status dan kekuasaan. Soo Ji Min (1999) (dalam Kuratko dan Hodgetts, 2007)
menuliskan 10 karakteristik utama seorang wirausahawan pada abad 21, yaitu
mampu mengenai dan mengambil keuntungan dari sebuah kesempatan,
bersumberdaya, kreatif, berorientasi pada masa depan, pemikir yang bebas, pekerja
keras, optimis, inovator, pengambil risiko, dan seorang pemimpin. Sedangkan
menurut Kuratko dan Hodgetts (2007), karakteristik wirausahawan meliputi memiliki
kebebasan, memiliki komitmen, tekad dan ketekunan, memiliki kebutuhan untuk
berprestasi, berorientasi pada kesempatan, memiliki inisiatif dan tanggung jawab,
teguh dalam memecahkan masalah, mampu menerima dan memanfaatkan umpan
20
balik, memiliki kendali internal, toleransi terhadap ketidakjelasan, mampu
menghitung risiko, berintegritas dan dapat dipercaya, toleransi terhadap kegagalan,
memiliki energi yang tinggi, kreatif dan inovatif, berorientasi pada masa depan,
memiliki kepercayaan diri dan optimis, dan mampu membangun tim.
2.8 Analisis Persepsi Risiko (Risk Perception) dan Sikap Risiko (Risk Attitude)
dengan Karakteristik Pada Wirausahawan Muda
Analisa terhadap persepsi risiko dan sikap risiko terhadap bentuk-bentuk
risiko usaha perlu dilakukan oleh para wirausahawan agar mampu mengidentfikasi
risiko usaha secara berkelanjutan dan menentukan langkah antisipasi. Berdasarkan
penelitian yang mengkaji wirausahawan didapatkan hasil bahwa wirausahawan
selalu dihadapkan pada situasi yang penuh ketidakpastian atau berisiko yang dapat
membawa konsekuensi pada kegagalan. Oleh karena itu wirausahawan perlu
memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap berbagai bentuk
kemungkinan, kondisi lingkungan dan skala perubahan. Kemampuan wirausahawan
untuk melakukan penilaian tergantung pada persepsi masing-masing dan
pemahamannya mengenai risiko dan dampaknya. Tindakan yang dipilih
wirausahawan terhadap risiko juga didasarkan pada pemikiran terhadap
ketidakpastian yang memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap tujuan.
Kemampuan seseorang dalam melakukan penilaian dan menentukan tindakan
ditentukan oleh karakteristik pribadinya. Berdasarkan penelitian yang telah
dipaparkan sebelumnya kemampuan pengambilan risiko wirausahawan dalam situasi
menguntungkan dan menghindari risiko ketika mengalami kerugian dipengaruhi oleh
perbedaan karakteristik individu dalam mempersepsi suatu kendala dan kesempatan
yang ada.
21
Karakteristik individu berkaitan dengan tipe kepribadian yang dimilikinya.
Kepribadian adalah suatu pola yang unik dari pikiran, perasaan dan perilaku yang
sifatnya menetap dan bertahan dari waktu ke waktu, dalam berbagai situasi. Sifat-
sifat kepribadian menjadi dasar dalam menilai karakter pribadi tiap orang yang
dipetakan dalam berbagai karakter pribadi yang berbeda-beda. Big-five personality
atau five-factor model (B5/FFM) merupakan satu konsep teori kepribadian yang
memetakan sifat kedalam lima karakter atau tipe kepribadian yang terdiri dari
conscientiousness, extraversion, opennes to experience, neuroticism, dan
agreeableness.
Berbagai penelitian yang mengkaji hubungan atau keterkaitan antara tipe
kepribadian B5/FFM dengan persepsi dan sikap risiko pada wirausahawan telah
banyak dilakukan. Beberapa tipe kepribadian menunjukkan memiliki pengaruh
terhadap penilaian risiko dan sikap dalam menghadapi risiko.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian kuantitatif dan dikombinasi
dengan model penelitian kualitatif. Model penelitian kuantitatif digunakan
menganalisa data terkait dengan karakteristik dimensi kepribadian big-five
personality para wirausahawan pemula. Sedangkan model penelitian kualitatif guna
menganalisa data terkait dengan persepsi risiko dan sikap risiko wirausahawan
pemula.
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian analisis karakteristik dengan persepsi risiko dan sikap risiko pada
wirausahawan pemula dilaksanakan pada para wirausahawan pemula yang ada di
lingkungan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS). Proses
pengambilan data penelitian di lakukan di lingkungan UKWMS.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian analisis karakteristik dengan persepsi risiko dan sikap risiko pada
wirausahawan pemula dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Juni 2014.
3.2.3 Partisipan Penelitian
Penentuan partisipan penelitian menggunakan metode purposive sampling
dengan kriteria atau karakteristik partisipan penelitian merupakan para wirausahawan
pemula, pemilik usaha yang bergerak diberbagai bidang dan telah menjalankan
usahanya selama lebih kurang 3 tahun.
23
3.3 Persiapan Penelitian
Dalam pelaksanaannya rancangan penelitian dimulai dari identifikasi dan
rumusan masalah sampai dengan penyusunan alat ukur baik berupa kuesioner
maupun panduan wawancara. Untuk itu persiapan penelitian yang dilakukan adalah
membaca referensi dan menyusun proposal beserta rancangan pelaksanaan
penelitian.
Sebelum melaksanakan penelitian, ditentukan karateristik subyek penelitian
dan penyusunan alat ukur penelitian. Subyek penelitian merupakan wirausahawan
pemula yang memiliki usaha dan menjalankannya selama 1 – 3 tahun. Sedangkan
alat ukur yang digunakan adalah kuesioner atau alat tes big-five personality dan
panduan wawancara persepsi risiko dan sikap risiko.
Pelaksanaan penelitian dan penggalian data dilakukan berdasarkan rancangan
penelitian yang meliputi:
Tahap 1 : melakukan identifikasi dan analisa terhadap jenis risiko yang dihadapi
oleh wirausahawan pemula sesuai dengan jenis usaha dan lamanya usaha
dijalankan. Pada tahap ini proses identifikasi dan analisa dilakukan
menggunakan metode wawancara dan survei.
Tahap 2 : melakukan analisa pada persepsi risiko dan sikap risiko yang dimiliki
wirausahawan pemula sesuai dengan jenis risiko dan bidang usaha yang
dijalankan. Pada tahap ini proses analisa dilakukan menggunakan metode
wawancara.
Tahap 3 : melakukan aalisa tipe atau karakteristik peribadian wirausahawan pemula
menggunakan alat ukur tes big-five personality dengan mengadaptasi dari
Ramdhani, 2012.
24
Tahap 4 : melakukan analisa keterkaitan antara jenis risiko, persepsi dan sikap
risiko, beserta tipe kepribadian wirausahawan dikaitkan dengan jenis
usaha dan lamanya usaha berdasarkan hasil penelitian.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data primer yaitu para wirausahawan pemula.
2) Data sekunder yaitu dokumentasi proses kerja para wirausahawan.
3.4.2 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data kualitatif yang meliputi:
a. Hasil wawancara tentang jenis risiko
b. Hasil wawancara tentang persepsi risiko
c. Hasil wawancara tentang sikap risiko
2) Data kuantitatif yang meliputi :
a. Hasil analisa kuesioner alat ukur karakteristik kepribadian (big-five
personality)
3.4.3 Cara Pengumpulan Data
Cara yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1) Data kualitatif yang meliputi :
a. Data berupa jenis risiko dan bentuk persepsi risiko dan sikap risiko yang
dimiliki para wirausahawan pemula yang didapatkan melalui wawancara.
2) Data kuantitatif yang meliputi :
25
a. Dimensi karakteristik para wirausaha yang didapatkan melalui hasil kuesioner
atau alat tes mengenai dimensi-dimensi kepribadian big-five personality.
3.5 Teknik Analisa Data
Hasil wawancara akan diolah menggunakan thematic analysis yaitu proses
analisis data yang melibatkan pemilahan informasi menjadi tema-tema yang berupa
konsep atau gagasan yang sering muncul dan dikenali sebagai sumber data yang
dianalisis.
Hasil kuesioner atau alat tes akan diolah sesuai dengan pedoman skoring dan
interpretasi tes big-five personality.
3.6 Peran mahasiswa Dalam Penelitian
Mahasiswa yang dilibatkan dalam penelitian ini akan mengikuti dan terlibat
dalam hampir semua aktivitas penelitian. Mulai dari pengambilan data awal,
pelaksanaan penelitian, pengambilan data penelitian, analisa data, dan pembahasan.
Alasan melibatkan mahasiswa adalah agar mahasiswa memiliki pengalaman praktis
penelitian dan pengaplikasian ilmu yang didapat. Selain itu diharapkan penelitian ini
dapat menjadi penelitian payung bagi mahasiswa yang terlibat.
26
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Persiapan Pengambilan Data
Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan
terlebih dahulu, yaitu:
1. Membaca referensi terkait topik penelitian dalam rangka menyusun panduan
wawancara.
2. Menyusun daftar pertanyaan yang akan digunakan sebagai pedoman wawancara
dan menyusun surat persetujuan informan.
3. Menyusun item pernyataan yang akan digunakan dalam kuesioner.
4. Mempersiapkan alat-alat pendukung proses pengambilan data.
5. Menghubungi subyek penelitian untuk meminta kesediaannya untuk menjadi
informan dan mengatur waktu dan tempat untuk bertemu.
4.2 Proses Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner pada 8
orang wirausahawan pemula yang mewakili 6 jenis usaha dengan rincian pada tabel
4.1 berikut:
No Inisial Nama Jenis Usaha Jumlah1 EC Souvenir online 1 orang2 Jq Fashion online 1 orang
3 Ls Desain brosur, buku, nota, websitedan company profile
1 orang
4 Sh Percetakan 1 orang5 Vc Cup cakes and tarts 1 orang6 Dy
Tour and travel dan konveksi 3 orang7 AP8 DT
27
Secara umum pengambilan data dilakukan mulai tanggal 26 Mei 2014 sampai
27 Juni 2014. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh asisten
penelitian. Pengambilan data diawali dengan menghubungi masing-masing partisipan
penelitian untuk meminta kesediaan menjadi partisipan yang dilanjutkan dengan
membuat janji untuk proses pengambilan data. Dalam pelaksanaannya, pengambilan
data membutuhkan waktu yang panjang dikarenakan proses penyesuaian jadwal
antara peneliti dengan informan yang sulit. Selain itu kesibukan peneliti juga menjadi
penyebab tertundanya proses penelitian dijalankan secara intensif. Berikut
merupakan tabel 4.2. berupa jadwal wawancara dan penyebaran kuesioner yang telah
dilakukan:
No Inisial Nama Hari/Tanggal Tempat1 EC Selasa, 3 Juni 2014 Ruang Rapat Fakultas Psikologi
2 Jq Senin, 26 Mei 2014 Ruang Konseling FakultasPsikologi
3 Ls Senin, 2 Juni 2014 Ruang Rapat Fakultas Psikologi4 Sh Jumat, 27 Juni 2014 Lobby Pascasarjana5 Vc Kamis, 12 Juni 2014 Perpustakaan Universitas6 Dy
Senin, 16 Juni 2014 Perpustakaan Universitas7 AP8 DT
4.3 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengolahan data wawancara pada para partisipan, berikut
merupakan pengkodingan dan pengkategorian berdasarkan bentuk risiko atau potensi
risiko yang muncul, dampak dari risiko atau potensi risiko yang ada, persepsi
terhadap risiko atau potensi risiko, dan sikap terhadap risiko atau potensi risiko.
28
4.3.1 Bentuk Risiko atau Potensi Risiko (tabel 4.3.1)
Partisipan Descriptive Label Analytical Label
EC
Kualitas bahan baku tidak baik Kualitas bahan baku yang kurangmenjadi bentuk risiko
Sikap konsumen dalam memesanSikap konsumen menjadi salah satubentuk risiko
Sikap konsumen tidak konsistendalam menentukan desain produkyang dipesan
Kualitas bahan baku yang di pesantidak baik
Kualitas bahan baku dan ketelitiandalam memesan atau menerima bahanbaku menjadi bentuk risiko yangdihadapi
Mood mempengaruhi hasil produksi Bentuk risiko lainya mood yangfluktuatif
Harga bahan baku yang naik turunmenjadi dapat berdampak pada usaha
Bentuk potensi risiko adalah hargabahan baku yang fluktuatif
Harga murah dari pesaing bisa jadipotensi risiko
Persaingan harga menjadi potensirisiko
Perkembangan trend memilikipengaruh terhadap risiko yangmungkin dihadapi
Perkembangan trend menjadi salahsatu bentuk potensi risiko
Jq
Kehilangan properti sama dengankehilangan konsumen
Properti bisa jadi risiko usaha bilatidak dijaga
Hanya rekap data konsumen yangpernah order Tidak ada back up data konsumen
Jumlah stok bisa mempengaruhi jaditidaknya transaksi Jumlah stok bisa jadi risiko
Kadang terima barang yang cacat Barang cacat jadi salah satu bentukrisiko
Ls
Permintaan konsumen tidak sesuaidengan perjanjian desain di awal
Permintaan konsumen merupakansalah satu bentuk risiko
Suasana hati mempengaruhi carakerja
Mood karyawan salah satu bentukrisiko
Konsumen komplain karena hasillaminasi blenduk dan banyak angin
Hasil laminasi yang tidak sesuaimenjadi salah satu bentuk risiko
Sikap karyawan membuat hasilnyandak seberapa bagus
Sikap karyawan jadi salah satu bentukrisiko
Suasana hati dan kemampuankaryawan berpengaruh pada hasilnya
Kondisi karyawan merupakan salahsatu bentuk risiko
Bekerja sama dengan desainer laintapi haslinya tidak bagus
Bekerja sama dengan desainer lainmenjadi potensi risiko
Cara dan hasil kerjanya lamban Ketidak sesuaian cara dan standarkerja menjadi potensi risiko
Sh Bahan yang habis dan harga yangnaik jadi risiko usaha
Risiko usaha lebih pada bahan bakudan harganya
29
Partisipan Descriptive Label Analytical LabelKenaikan harga bahan mengikutikenaikan harga dollar
Risiko kenaikan harga ditentukanfluktuasi nilai dollar
Birokrasi ijin pemasangan menjadisalah satu risiko usaha
Birokrasi pemerintahan jadi risikousaha
Cara kerja karyawan yang salahfinishing bisa jadi risiko usaha
Cara kerja karyawan bisa jadi risikousaha
Proses penerimaan file dan eksekusibisa salah dan jadi risiko usaha
Proses produksi dari awal hinggaakhir bisa beresiko
Vc
Proses marketing atau promosi dapatmempengaruhi usaha
Marketing atau promosi bisa menjadiberesiko
Saat pengiriman bisa menjadiberesiko kalau tidak hati-hati
Proses pengiriman menjadi hal yangberesiko
Sikap konsumen yang tidak pasti dantidak sesuai dengan kesepakatanmenjadi risiko tersendiri Sikap konsumen bisa jadi risiko usahaSikap konsumen yang minta diturutiSikap konsumen yang negatifMiss komunikasi bisa jadimenimbulkan risiko
Miss komunikasi menjadi salah satubentuk risiko
Kalau buka toko bisa jadi risikokarena roti ndak habis harus dibuang Buka toko bisa jadi potensi risiko
Lebih besar risiko buka toko dari padaonline
Buka toko memiliki potensi risikoyang lebih besar
Kondisi kue yang tidak di cek bisajadi potensi risiko
Kontrol yang kurang terhadap kondisikue bisa jadi potensi risiko
Penggunaan bahan bisa jadi potensirisiko
Proses pembuatan kue bisa jadipotensi risiko jika tidak dikontrol
Harga bahan dan kue yang naik bisajadi potensi risiko
Kondisi ekonomi (harga) yang naikbisa jadi potensi risiko
Dy, AP &DT
Hasil yang tidak sesuai denganpermintaan menjadi risiko usahakonveksi
Ketidak sesuaian hasil denganpermintaan jadi risiko usaha konveksi
Proses penjahitan, penentuan jenisdan warna kain memiliki risiko
Risiko usaha terjadi pada prosespenjahitan dan jenis atau warna kain
Kendala lain yang jadi risiko usahaadalah ukuran Ukuran baju juga jadi risiko usaha
Risiko usaha lainnya pada penjahitannama yang terbalik-balik
Proses produksi penjahitan bisa jadiberesiko
Batasan kuota yang 3 lusin bisa jadirisiko tidak pesan karena terlalubanyak
Batasan kuota bisa jadi risiko usaha
Pemahaman konsumen agarmenerima syarat pembelian itu susah
Pemahaman konsumen bisa jadi risikousaha
Proses penjahitan rekanan yang mepet Deadline penjahitan rekanan yang
30
Partisipan Descriptive Label Analytical Labelmembuat khawatir dan ketar-ketir mepet bisa jadi risiko usahaKerjasama dengan rekanan bisa jadirisiko usaha tour and travel
Rekanan usaha tour and travel jadirisiko usaha
Kondisi sarana transportasi (bis) darirekanan yang tidak sesuai SOP ataustandar bisa jadi risiko usaha
Sarana transportasi yang tidak sesuaiSOP atau standar jadi risiko usaha
Harga dengan kuota juga menjadirisiko usaha
Bentuk risiko lainnya harga dengankuota
Ketidakpastian kebutuhan konsumenterkait kuota, tanggal dan bis (hotel)bisa jadi risiko bagi usaha
Risiko usaha yang lain terkait denganketidak pastian konsumen akankebutuhannya
Jumlah makanan yang kurang jadirisiko usaha
Bentuk risiko lainnya makanan yangkurang
Perijinan jalan dari polisi bisa jadirisiko jika tidak dipersiapkan
Bentuk risiko lainnya berupa perijinandari polisi
Harga bisa jadi potensi risiko dalamusaha konveksi
Potensi risiko dari usaha konvensiadalah harga
Perubahan harga yang cepat menjadipotensi riisiko usaha
Fluktuasi harga bahan baku jadipotensi risiko
Potensi risiko dari usaha travel andtour lainnya adalah terjadinyakecelakaan
Kecelakaan jadi potensi risiko
Hasil pengukuran terhadap bentuk risiko atau potensi risiko usaha didapatkan
hasil bahwa setiap jenis usaha memiliki risiko atau potensi risikonya masing-masing
sesuai dengan jenis usahanya. Seperti EC yang memiliki jenis usaha souvenir online
shop menyatakan bahwa untuk dapat membuat desain souvenir yang bagus sesuai
dengan keinginan konsumen dibutuhkan mood yang juga bagus. Ketika mood yang
dimiliki sedang dalam kondisi yang tidak baik maka akan berpengaruh pada desain
souvenir yang dibuatnya. Berikut pernyataan yang mendukung:
EC : “Design saya design kan trus dikirim ke dia tunggu fix baru kitacetak. Suka balesnya lama banget sampe tengah malem gitubaru dibales, orang udah tidur, apa lagi kan butuh mood kalomau design design kaya gitu. Moodnya itu kaya misalnyakaya ngantuk itu udah nggak bisa ngerjain kalo udahngantuk. Kayanya itu otaknya udah drop lah, tidur ajamungkin ya. Trus kaya yang lagi banyak kerjaan yang lainkaya gitu. Itu biasanya nggak bisa ngerjain.”
31
Demikian juga dengan Jc yang berwirausaha dibidang fashion online shop
memiliki bentuk risiko tersendiri. Dalam usahanya, jumlah stok barang
mempengaruhi jadi tidaknya konsumen membeli. Seperti yang dinyatakan Jc bahwa
jumlah stok yang sedikit sedangkan kebutuhan konsumen banyak bisa membuat
konsumen tidak jadi membeli. Selain itu properti usaha yang tidak dijaga dan
dikelola dengan baik juga menjadi risiko usaha bagi Jc. Seperti HP (handphone)
yang merupakan salah satu properti usahanya dalam menyimpan data konsumen atau
sebagai media promosi usaha ketika hilang dan datanya tidak semua di rekap
(backup) dalam bentuk yang lain, maka menghambat proses usahanya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
Jc : “Kadang itu kalo ada yang order.. ee… order banyak gitu ya trusternyata stok kita sisa sedikit, pasti kita order lagi kan trustenyata orang yang order ini nggak jadi, cancel. Kan gitu juga,ya kita kan mau marah juga ya yak apa. Ya emang adakustomer yang kaya gitu.”
Jc : “Oh waktu itu aku BB ku ilang (tertawa). Waktu BB ku ilang yaudah brarti customer ku ilang juga.”
Jc : “Rekapannya, ya kalo yang sudah, sudah.. ya itu kalo sudah ada,sudah order aku rekap di kertas, cuman kalo kan kadang adaorang yang beli hari ini terus nanti ae gitu. Lha kalo BB nyailang aku nggak ada contact buat…”
Pada partisipan Vc yang memiliki usaha cup cakes and tarts marketing atau
promosi menjadi hal yang berisiko bagi usahanya jika tidak dilakukan dengan baik.
Menurutnya jika romosi tidak dilakukan dengan gencar maka usahanya tidakakan
dikenal dengan orang lain sehingga Ia mencoba mempromosikan usahanya tersebut
rekan-rekan kuliahnya dan rekan-rekan orang tuanya. Proses pengiriman kue yang
sudah jadi juga menjadi risiko tersendiri jika tidak dilakukan secara hati-hati. Hal ini
berkaitan dengan kondisi jalan dan kemungkinan kue untuk jatuh atau rusak. Risiko
usaha yang lain terkait dengan rencana membuka toko. Menurutnya membuka toko
32
memiliki potensi untuk menjadi risiko usaha dan bahkan risikonya lebih besar
dibandingkan dengan sistem online yang dijalankannya saat ini. Berikut pernyataan
yang mendukung:
Vc : “Mungkin kalau misalnya ga dipromosikan, gencar promosinyasusah dikenal orang.”
Vc : “Mungkin juga bisa waktu pengiriman. Biasanya tiba-tiba jatuhgitu, atau kalau ga biasanya tiba-tiba kena gerunjalan jadikalau cream apalagi, kalau kena kotaknya gini, udah kenadipinggirannya.”
Vc : “Eee mungkin kalau online nggak terlalu ya soalnya kanbuatnya ada orang pesen baru dibuatin. Mungkin kalau tokopengalaman lalu ya, kan orangtua juga buka roti, ya kalomisalnya buka toko roti ga habis ya dibuang. Itu lebihrisikonya lebih besar daripada online.”
Pada usaha tour and travel dan konveksi yang dijalankan Dy, AP & DT,
ketidak sesuaian hasil dengan permintaan konsumen menjadi risiko dalam usaha
konveksinya. Selain itu ukuran baju dan batasan jumlah kuota pemesanan juga
menjadi risiko usaha konveksi. Dimana perbedaan ukuran baju yang menjadi contoh
dengan ukuran badan konsumen menjadi risiko tersendiri sehingga sering harus
mengukur sendiri. Demikian juga dengan batasan kuota pemesanan yang 3 lusin
sering membuat konsumen keberatan ketika kebutuhannya tidak mencapat jumlah
tersebut. Bentuk risiko lainnya terkait dengan ketidak sesuaian antara harga yang
ditetapkan dengan jumlah kuota peserta travel and tour, jumlah makanan yang
kurang saat pelaksanaan travel and tour dan potensi mengalami kecelakaan selama
perjalanan. Berikut pernyataan yang mendukung:
Dy, AP & DT : “Ee kalo di konveksi kita ada resiko bisanya gini bu,untuk hasilnya itu kadang tidak sesuai denganpermintaan gitu pertama.”
Dy, AP & DT : “Untuk ukuran kadang-kadang kita juga ada kendala.Jadi kan kita juga untuk baju yang fitting itu kanterbatas bu, jadi masih ada pinjem sana pinjem sini,jadi terkadang sama orang itu ini aku masih bisapinjamkan yang S,M aja. Lalu untuk ukuran XL
33
nya kita udah kasih ukuran, tapi ee terkadangmasih orang yang belikan ga tau toh, kita sendiriyang tau, jadi orang-orang yang beli itu yangngukurin sendiri.”
Dy, AP & DT : “Kita kan memang punya batasan kuota 3 lusin tapikalau kita mau masuk lingkup wm yang organisasimahasiswa, atau kepanitiaan, atau kelas-kelas, kan3 lusin itu angka yang cukup banyak bagi mereka.Jumlah organisasi pun, pengurus organisasimungkin 2 lusin, ga sampe 30’an lebih ee kalo 3lusin berapa 40 eeh ga sampe, iya 36. Nah kuotaminimal kita 3 lusin, permintaan mereka tidaksampe segitu.”
Dy, AP & DT : “Harga bu, harga dengan kuota. kita ngasih harga 45orang per orangnya 900 ini kan sudah denganrincian keuangan dari kita nah ini sudah sekian-sekian untuk resiko apa-apa sudah kitaperhitungkan semua 900 itu. Eeh ternyata yang ikut40. Kalau misalkan ada penurunan kuota peserta,otomatis kita harus naikkan. Ga mungkin kita pake900. Nah itu gimana kita ngomongnya ya sampedeal. Kalo ga kan otomatis kita nombokin untuk 5orangnya.”
Dy, AP & DT : “Kita sudah pesenkan untuk 40 orang tapi ternyatamakan itu kurang. Bukan kurang sih, pas, cumanorang yang makan ini, mboh kebetulan lapar kahatau apa (semua tertawa).”
Dy, AP & DT : “Kecelakaan. Yaa kalo kecelakaan ga ada yag taukan. Maka dari itu di travel kita ini selalu adaasuransinya, yang jagani aja kita juga ga mintakan.”
Selain bentuk risiko atau potensi risiko yang berbeda sesuai dengan jenis
usahanya, juga terdapat beberapa bentuk risiko atau potensi risiko yang sama meski
jenis usahanya berbeda-beda. Berikut bentuk risiko atau potensi risiko yang sama:
1. Sikap konsumen merupakan bentuk risiko atau potensi risiko yang dialami oleh
beberapa jenis usaha seperti usaha souvenir online miliki EC, desain milik Ls, cup
cakes and tarts milik Vc, dan usaha travel and tour dan konveksi miliki Dy, AP &
DT. Bentuk risiko atau potensi risiko ini mulai dari sikap yang tidak konsisten dan
tidak pasti ketika memesan, sikap yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau
34
perjanjian diawal, sikap yang negatif, sikap yang selalu minta dituruti sampai
dengan susah diberi pemahaman mengenai kondisi usaha sehingga memunculkan
kesalahpahamanan. Berikut pernyataan yang mendukung:
EC : “Resiko orang udah pesen trus DP taunya barangnyanaggak di ambil ambil.”
EC : “Biasanya tanya, kamu mau temanya kaya apa. Kaya gitu,..nanti misalnnya dia kadang kadang klien itu nggakpunya bayangan maunya kaya apa. Nggak tau terserahapa aja. Trus akhirnya dibuat apa aja banyak yangdirubah gitu designnya memang kita kan fix design dulubaru di cetak toh. Nah banyak dirubah designnya jadibalik lagi ke nol.”
Ls : “Risikonya itu ndak terlalu anu sih, lebih kepada oo.. kaloperjanjian awalnya itu orangnya minta ini, tapi ternyatadia terakhirnya minta yang B padahal kan ndak sesuaiawalnya itu minta yang apa. Terus kadang orangnya ituterserah-terserah, terserah kamu tapi terakhir-terakhirmintanya itu banyak.”
Vc : “Ooh mungkin kalau yang nggak jadi itu pernah. Sudahsaya buatkan, katanya dia janjinya transfer transfertransfer. Sudah saya siapin, sudah saya packing juga tapinggak ada balesan. Akhirnya ya sudah nggak saya kirim.Miss komunikasi juga bisa”
Vc : “Iya maunya banyak minta gini gini gini gini tapi nggakmemungkinkan gitu loh buat dilakukan, karena misalspace yang ga cukup atau apa gitu, udah gitu nggakmemaklumi, dikasih tau lagi masih nggak bisa terima.”
Vc : “Ya kalau ga dituruti dia ngomongnya bisa nggak-nggak”
Dy, AP & DT : “Nah memahamkan pada konsumen itu yangjuga jadi kesulitan bagi kami. Mereka kan gamau tau, kita pesennya segini, harganyasegini, jadinya begini. Nah sedangkan kitaharus berpikir perhitungannya gimana, waktupengerjaannya gimana, kain yang kita milikiseperti apa, begitu.
Dy, AP & DT : “Masih belum tahu kuotanya berapa, dapatnyaberapa. Info dari konsumen kita kurang lebihkuotanya 50 kemungkinan bisa satu bus kalo2 bus kita pake bus kecil, kalo satu bisa kitapake bis besar. Nah si konsumennya inibelum fix kuotanya berapa, tapi tanggalnyasudah pasti berangkat. Oke kita kunci dulu dibusnya. Telpon pak saya pake bis besar, loh
35
ga bisa mas saya sudah fix kan pake biskecil.”
2. Kualitas bahan baku juga menjadi salah satu bentuk risiko atau potensi risiko yang
dialami oleh EC pemilik usaha souvenir online, dan Jc pemilik usaha fashion
online. Bentuk risiko atau potensi risiko pada kualitas bahan baku mengarah pada
bahan dasar untuk membuat suatu produk atau memasarkan suatu produk
memiliki kualitas yang kurang baik atau tidak sesuai dengan standar. Seperti yang
dialami EC dimana mug yang dipesan untuk membuat souvenir memiliki kualitas
yang kurang baik, mudah pecah dan susah untuk dicetak. Hal ini juga berkaitan
dengan ketelitian dalam mengecek kualitas barang saat membelinya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
EC : “Terkait mug nya itu apa susah di itu.. suka gagal cetak apanamanya, resikonya kan gagal cetak trus suka pecahgitu nah trus gitu resiko. Mugnya itu cacat. Jadi kitanyetok dapet barang cacat.”
Pada Jc kualitas bahan baku juga menjadi risiko usahanya. Kondisi barang yang
cacat membuatnya tidak bisa dijual dan menjadi kerugian usaha baginya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
Jc : “Oh.. barang cacat gitu. Ya udah itu dari spekulasinya dariuntungnya itu buat.. nutupin.”
3. Kondisi ekonomi, perkembangan trend, dan keamanan juga merupakan hal yang
menjadi risiko atau potensi risiko usaha. Seperti yang dialami EC dalam usahanya
souvenir online. Harga bahan baku yang fluktuatif, naik turun, mengikuti
perubahan ekonomi menjadi salah satu potensi risiko usahanya. Selain itu
perkembangan trend yang maju dan berubah-ubah dapat berpotensi menjadi risiko
usahanya jika tidak diikuti dengan intens. Persaingan harga dengan usaha yang
sejenis juga menjadi potensi risiko bagi EC. Berikut pernyataan yang mendukung:
EC : “Naik turunnya harga bahan baku jadi potensi risiko”
36
EC : “Oh ada lagi potensi gini. Perusahaan lain ngasih hargalebih murah”
EC : “Iya he eh.. skarang lagi model apa gitu. Lagi ngetrendngetrend apa? juga bisa jadi potensi resiko juga”
Hal yang saja juga dialami oleh Sh, dimana harga bahan baku yang mengikuti
fluktuasi nilai mata uang dollar juga menjadi risiko usahanya, selain birokrasi di
pemerintahan dalam upaya memasang spanduk atau billboard hasil cetaknya.
Berikut pernyataan yang mendukung:
Sh : “Kalo di percetakannya sendiri risiko dari vendor bahannyahabis itu sering atau tiba-tiba bahannya harganya naik.Kayak dollar naik ini, sebenarnya bahannya juga ikutnaik”
Sh : “Iya, itu semua kan dari Cina semua trus harganya jugamengikuti dollar. Jadi kalo dollar naik harganya bahannaik juga agak kerepotan.”
Sh : “Selain itu kalo misalnya ijinnya kalo misalnya dipemerinthan itu agak alot ato apa, birokrasinya juga rumititu juga salah satu risikonya.”
Risiko yang sama juga dialami Vc dalam usahanya membuat cup cakes atau tarts.
Harga bahan baku kue yang mengikuti kondisi ekonomi menjadi salah satu
potensi usahanya.
Vc : “Eee mungkin harga juga sih, kalo misalnya ini naik semua,naiknya bisa sewaktu-waktu. Selama ini kan naiknya gaterlalu parah, habis ini kan listriknya naik lumayan banyakjadi bisa.”
Fluktuasi perubahan harga karena kondisi politik atau ekonomi juga menjadi
risiko bagi Dy, AP & DT dalam menjalankan usahanya,selain masalah perijinan
untuk membawa rombongan tour. Berikut pernyataan yang mendukung:
Dy, AP & DT : “Bisa dari kondisi politik atau apa yaa, banyaklah bu perubahan kayak gitu yang kitadiberitahunya pun mepet-mepet. Tiba-tibahari ini apa harganya segini, kainnyaharganya segini, lalu kita hitung, kitalaporkan kepada konsumen segini. Kita belikain lagi nah harganya sudah beda, masa kitamau hitung lagi ke konsumen”
37
Dy, AP & DT : “Perijinan mungkin yaa, ijin jalan dari polisi.Kalo polisinya minta surat jalan. ini ceritapertama kali kita bawa rombongan, ini kanceritanya kita ga tau. Yasudah kita masuktanpa ada surat jalan, tapi ada duit buat bayaritu”
4. Proses produksi yang berkaitan dengan proses pembuatan produk mulai dari awal
hingga menjadi produk yang siap jual atau sesuai permintaan konsumen juga bisa
menjadi suatu bentuk risiko atau potensi risiko terhadap usaha yang dijalankan.
Seperti yang dialami Ls ketika hasil laminasi tidak sesuai dengan standar dan
keinginan konsumen membuat konsumen mengeluh. Hal ini menurut Ls
disebabkan bentuk risiko yang lain yaitu mood atau kondisi dan sikap dari
karyawannya. Berikut pernyataan yang mendukung:
Ls : “Kadang mbaknya itu lagi ndak enak hati atau apa itu,jadinya kerjanya cepat-cepat. Nah cepat-cepat itungelaminasi. Nah ngelaminasi itu harusnya perlu duakali, tapi dia cuma sekali, terus dikomplain. Ndak moodatau mungkin, mungkin dia bingung juga denganalatnya”
Ls : “Ya mungkin kesalahan kayak warna. Ya itu lagi,pegawainya itu. Eee.. sebenarnya mampu sih cumakayak lagi males atau gimana akhirnya kan ndakseberapa terlalu bagus hasilnya”
Hal yang sama juga dialami Sh terkait proses produksi percetakan dari awal
hingga akhir yang juga berisiko, dan hal ini juga berhubungan dengan bentuk
risiko usaha yang lain yaitu terkait dengan cara kerja karyawannya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
Sh : “Semua bisa bisa bisa terjadi risiko. Misalnya yang terimafile. Yang terima file kan yang tau, yang tau maunyakonsumen seperti apa. Yang terima file misalnyakonsumen bilangnya finishing matae pojok pojok dalamgambar. Tapi dia nulis di ee.. surat perintah kerjanya diluar gambar itu juga bukan salah yang operator mesinyakan, salah yang dibawah. Atau bisa jadi juga yangoperator di komputer bawah itu juga sudah bener tapi yang
38
bagian jalani mesinnya keliru baca surat perintah kerjanyaitu juga bisa jadi”
Sh : “Ada, pernah. Ee.. salah finishing. Ada.. yang pertama adayang potong pres biasa dipotong ee.. sesuai dengangambarnya. Ada yang minta dilebihi, ada yang mintadikasih lubang, namanya mata ayam itu dipojok pojok. Itujuga ada dua, ada yang didalam, ada yang diluar gambar.Jadi konsumen mintanya mata ayam pojok pojok luargambar, tapi sama operatornya itu disetting dalamgambar.”
Pada usaha yang dijalankan Vc, potensi risiko terkait dengan proses produksi juga
menjadi permasalahan baginya. Hal ini terkait dengan penggunaan bahan dan
pengontrolan terhadap kondisi kue sebelum dikirim. Berikut pernyataan yang
mendukung:
Vc : “Ya mungkin kalo kita ga ngecek kondisi kuenya juga bisajadi masalah. Memang sih selama ini ada pesanan selalu dibuatlangsung dibuat baru tapi kan ga tau lagi kalau cakenya adaperubahan rasa atau lain-lain gitu”
Vc : “Bisa sih mungkin karena penggunaan bahannya yang salahproses sebelumnya, mungkin bisa terjadi. Ya mungkin gitudiatasi sih, mungkin kalau misalnya tart potongan pinggirannyadicicipi dulu, mungkin bisa”
Risiko usaha yang sama juga dialami Dy, AP & DT dalam proses produksi
pembuatan konveksi, mulai dari pemilihan bahan hingga proses penjahitannya.
Berikut pernyataan yang mendukung:
Dy, AP & DT : “ee mungkin di penjahitan proses penjahitanataupun di soft copynya ada masalah,biasanya seperti itu. Lalu jenis kain itu eeuntuk kan ada kodenya kalo warna merahbiasanya ada c205 misalkan gitu. Nah untukproduksi barunya untuk produksi untukyang gelombang kedua warnanya bisa bedajadi kalo kita kehabisan kain untuk maupesen order kain lagi warnanya bisaberbeda”
Dy, AP & DT : “Ooh ini nama, kita pernah jahitkan baju terusdikasih nama. Nah itu namanya kebalikdepan belakang pokoknya huruf hidupnyakebalik gitu.”
39
5. Kerjasama dengan pihak lain atau rekanan juga menjadi salah satu bentuk risiko
atau potensi risiko dari usaha Ls yang memiliki usaha di bidang desain pada
brosur, buku, nota, website dan profil perusahaan juga memiliki risiko atau
potensi risiko tersendiri yang membedakannya dengan usaha yang lainnya. Seperti
ketika menjalankan usaha dengan melibatkan rekan kerja desainer lain jurstru
menjadi potensi risiko bagi usahanya karena desainer rekanan tersebut bekerja
tidak sesuai dengan cara dan standar kerja yang ditetapkan pada usahanya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
Ls : “Jadi mau buka kantor ceritanya gitu terus manggilkandesainer desainer untuk bekerja disitu supaya kanhasilnya lebih banyak lagi. Ee.. ya waktu itu dicoba danhasilnya itu ternyata ee.. ndak bagus. Desain desainnyadari mereka ya ndak seberapa itu.. Yaa.. akhirnya ee..kalo gitu ndak dulu deh.”
Ls : “Kalo kita ngerjain sendiri kayaknya kok dia lambat ngerjainnyaterus eemm.. hasilnya itu ya ndak seberapa gitu.”
Hal ini sama dengan yang dialami oleh Dy, AP & DT dalam menjalankan usaha
tour and travelnya dan konveksi. Dimana rekanan usaha juga menjadi risiko usaha
ketika mereka bekerja tidak sesuai dengan standar atau ketentuan yang dimiliki.
Berikut pernyatan yang mendukung:
Dy, AP & DT : “Kita pernah ini deadline, kejar-kejaran karenaproduksi penjahitnya ini juga full, kita udahmau dekat deadline tapi kok belum jadi-jadi,kita juga ketir-ketir kok waktu itu, ada salahsatu teman kami juga pesen gitu. Jadi kitayang berusaha di deadline ini segera jadi.Mungkin di kitanya ketar-ketirnya disitu.”
Dy, AP & DT : “Masalah rekanan yang misalnya bis atau hotelapa, ya itu bu yang bermasalah. Kita kanpunya ini bu SOP nya, standarnya gitu bu.Bis keluaran yang paling lama itu paling ga3-5 tahun. Nah itu, terus kita minta yangexecutive, terus eee.. Pernah kita pesenbisnya itu luarnya bagus bu, tapi ketika kitasebelum orang-orang ini, kita naik kita kan
40
harus ngecekin bu. Aromanya, bantal-bantal,kondisi kursinya ternyata benar-benar hancurkarna habis dipake dari jogja langsungnyambung dipake tour kita. Jadi Ga sempatdibersihkan, ga sempat apa, kita kecewa bu.”
4.3.2 Dampak Risiko atau Potensi Risiko (tabel 4.3.2)
Partisipan Descriptive Label Analytical Label
EC Barang stok tidak bisa digunakan Barang stok yang tidak bisadigunakan menjadi kerugian
Jq Nyetok dalam jumlah yang banyakbisa jadi rugi kalau tidak laku
Dampak nyetok bisa jadi mengalamikerugian
Ls Konsumen mengeluh karena hasilyang ndak sesuai
Dampak dari risiko mendapat keluhan(komplain) dari konsumen
Sh
Pemasangan yang terlambat membuatklien marah
Dampak risiko pemasangan yangterlambat dan komplain darikonsumen
Risiko berdampak denganberkurangnya keuntungan
Dampak risiko berkurangnyakeuntungan
Vc Proses yang salah bisa berdampakpada hilangnya nama baik usaha
Dampak risiko bisa kehilangan namabaik
Dy, AP &DT
Risiko berdampak pada kepercayaankonsumen yang menurun
Dampak risiko pada menurunnyakepercayaan konsumen
Risiko terkait transportasi bisamembuat konsumen ngomel
Dampak risikonya konsumenkomplain
Potensi risiko dapat mengurangiprofit usaha
Potensi berdampak padaberkurangnya profit
Risiko atau potensi risiko yang muncul tersebut membawa dampak atau
konsekuensi terhadap usaha yang dijalankan. Dampak tersebut berupa kerugian,
berkurangnya jumlah profit atau keuntungan, menurunnya kepercayaan konsumen,
adanya keluhan konsumen sampai dengan kemungkinan kehilangan nama baik.
Berikut pernyataan yang mendukung:
EC : “Resikonya… oh ini ada lagi bu, jadi barang.. apa.. mugnya itucacat. Jadi kita nyetok dapet barang cacat, iya bener nggak bisadi pake”
Jc : “Kan itu harus nge-ready kan itu banyak lah. Nah itu kalo sampenggak habis kan juga ya.. rugi lah”
Sh : “Ternyata ee.. birokarasi dipemerintahannya ini agak rumit,agak terlambat itu juga, klien kan juga marah juga”
41
Ls : “Dampaknya ya orang itu jadi apa ya? Lho kok gini hasilnya, yakomplain kan gitu”
Dy, AP & DT : “Konsumennya paling banter ngomel terus”
“Itu akan jadi resiko kami, mengurangi profit kami”
“Wah kalau customer apa ee merasa kecewa, kitajuga kepercayaan kita menurun”
Vc : “Yaa lebih baik membuang bahannya daripada kehilangannama”
4.3.3 Persepsi Terhadap Risiko atau Potensi Risiko (tabel 4.3.3)
Partisipan Descriptive Label Analytical Label
EC
Risiko dihadapi dengan biasa saja Risiko dihadapi dengan sikap yangbiasa saja
Risiko sama dengan tantangan Risiko dianggap sebagai suatutantangan
Tetap menerima sikap konsumenmesti tidak nyaman
Sikap konsumen bentuk risiko yangmembuat tidak nyaman
Semua risiko merupakan tantangankecuali yang tidak bisa diatasi
Ada risiko yang dihadapi ada yangdihindari
Jq Risiko dihadapi dengan positivethinking
Berpikiran positif untuk menghadapirisiko yang muncul
Ls
Ada risiko berarti ada yang salah danperlu belajar lagi
Risiko dinilai sebagai suatu prosespembelajaran
Merasa tidak enak menerima risikotapi jadi pembelajaran
Risiko merupakan hal yang tidakmenyenangkan sekaligus prosespembelajaran
Risiko hal yang tidak nyaman namundihadapi Risiko menjadi hal yang dihadapi
Sh
Risiko dinilai sebagai hal yang biasaterjadi dalam usaha dan mesti dijalani
Persepsi terhadap risiko sebagai halyang biasa
Risiko dianggap sebagai hal yangurgent tapi juga biasa Risiko dinilai urgent tapi juga biasa
Vc
Merasa tidak nyaman dengan risikoyang muncul Risiko membuat tidak nyaman
Risiko dianggap sebagai hal yangbiasa Risiko dinilai sebagai hal yang biasa
Potensi risiko juga dinilai sebagaisuatu hal yang biasa Potensi risiko hal yang biasa
Dy, AP &DT
Risiko dinilai sebagai hal yangmenantang Risiko dipersepsikan menantang
42
Pengukuran terhadap persepsi risiko menunjukkan hasil bahwa risiko atau
potensi risiko usaha diinterpretasikan kedalam beberapa aspek penilaian, namun
secara keseluruhan menilainnya sebagai hal yang harus dihadapi dan dicari
solusinya. Seperti EC yang menilai risiko sebagai hal yang biasa dan terkadang
membuat tidak nyaman, namun dihadapinya dan dinilai sebagai tantangan dalam
usahanya. Seperti juga Sh dan Vc yang menilai risiko sebagai hal yang biasa dan
membuat tidak nyaman namun juga penting untuk dihadapi. Jq dan Dy, AP & DT
menilai risiko sebagai hal yang dihadapi dengan pemikiran yang positif, dan
menilainya sebagai tantangan usaha. Ls juga menilai risiko sebagai hal yang harus
dihadapi dan dinilai sebagai bentuk pembelajaran dalam menjalankan usahanya.
Berikut pernyataan yang mendukung:
EC : “Resiko biasa aja sih, ya tantangan”
Vc : “Mungkin ya kadang memang agak sebal, dari situ belajarlah,kadang menerima, kadang ga terima”
Ls : “Tapi ya ndak enak dapat apa.. komplain, ya ndak papa gituyawes, pertama’e mungkin ndak enak tapi itu membuat kita,oiya ayo lagi, belajar lagi gitu”
Jc : “Jadi orang bilang kok laku gimana kalo aku sih positif thinking”
Sh : “Ya memang semua sih memang urgent, memang ee.. kalo inimasalah klasik lah menurut saya, masalah yang sudah biasa”
Dy, AP & DT : “Memang kita nganggapnya positif bu, sangat positifkarena ee untuk ke depannya”
4.3.4 Sikap Terhadap Risiko atau Potensi Risiko (tabel 4.3.4)
Partisipan Descriptive Label Analytical Label
EC
Risiko dihadapi dengan biasa saja Risiko dihadapi dengan sikap yangbiasa saja
Tidak merasa putus asa ketikamenghadapi risiko
Sikap yang tegar dalam menghadapirisiko
Tidak menyerah dalam mencari jalankeluar
Sikap tidak mudah menyerah danmencari solusi dari risiko yangmuncul
Risiko bukan hal yang menakutkan Pantang takut dalam menghadapirisiko
43
Partisipan Descriptive Label Analytical LabelMerasa galau ketika tidak berhasilmemecahkan masalah
Perasaan tidak nyaman ketika gagalmenghadapi risiko
Jq Jadi lebih giat untuk memulai lagidari awal
Tetap semangat dan giat dalammenghadapi risiko
Ls
Risiko dihadapi dengan beripenjelasan
Memberi penjelasan merupakanmetode menghadapi risiko
Penjelasan disertai pemberianalternatif
Metode menghadapi risiko yang laindengan pemberian alternatif
ShAda penanganan atas risiko yang adadengan minta maaf dan menggantikesalahan
Risiko dihadapi dengan mencarialternatif solusi
Vc Risiko yang muncul akan dihadapiagar tidak terjadi lag Risiko yang muncul selalu dihadapi
Dy, AP &DT
Segala risiko yang muncul akandihadapi
Respon terhadap risiko adalahmenghadapinya
Risiko dinilai sebagai hal yang positifkarena dapat membuat persiapanlebih baik kedepannya
Risiko hal yang positif untukpersiapan yang lebih baik kedepanya
Berdasarkan persepsi risiko, pengukuran terhadap sikap risiko menunjukkan
bahwa risiko atau potensi risiko yang muncul dihadapi dengan sikap yang tegar,
semangat, pantang takut dan tidak mudah menyerah dengan menyusun persiapan dan
mencari solusi untuk menghadapinya. Seperti Vc yang menyatakan bahwa risiko
yang muncul akan selalu dihadapinya. Dy, AP & DT juga menyatakan risiko yang
muncul dalam usahanya dihadapi dengan menyusun persiapan yang lebih baik
kedepannya. EC dan Jc mensikapi risiko yang muncul dengan sikap yang tegar,
semangat dan giat, tidak mudah menyerah dalam mencari solusi. Demikian juga
dengan Ls dan Sh yang menghadapi risiko atau potensi risiko dengan mencari
alternatif solusi. Berikut pernyataan yang mendukung:
Vc : “Iya bu, kalo ga dihadapin menghindar juga percuma nantimuncul lagi dengan kasus yang sama”
Dy, AP & DT : “Untuk ke depannya kan bisa kita benar-benarpersiapkan dengan lebih baik”
Jc : “Ya kalo sudah mulai dari nol sih aku ya lebih giat lagi. Tetep yaitu dari giat situ sih”
44
EC : “Jadi kaya nggak putus asa sih sebenernya”
Ls : “Yaa dihadapin baik-baik, diajak ngomong gitu, dijelaskan,Abis dikasih penjelasan, terus dikasihi kayak alternatifsebaiknya seperti apa”
Sh : “Ya otomatis, awalnya kita bilang dulu ke konsumen, mohonmaaf ini salah finishing seperti ini. Kalo memang konsumenndak mau ya mau ndak mau kita harus ganti lagi, harus kitacetak ulang, gitu aja. Atau kalo mungkin masih bisa disiasati,misalnya ini lemnya dilepas trus ditambahi lagi denganpinggiran kosong itu, kalo memang konsumennya mau yandak masalah gitu”
4.3.5 Karakteristik Big-Five Personality Wirausahawan Pemula
Hasil analisa terhadap tes big-five personality para partisipan penelitian
didapatkan hasil bahwa mayoritas skor tertinggi partisipan berada pada dimensi
kepribadian openness to experience dan agreeableness. Sedangkan mayoritas skor
terendah berada pada dimensi kepribadian neuroticism dan extraversion.
Dari delapan partisipan penelitian, tiga orang memiliki skor tertinggi pada
dimensi kepribadian agreeableness, dan lima orang partisipan memiliki skor
tertinggi pada dimensi kepribadian openness to experience. Pada skor terendah, satu
orang pada dimensi kepribadian extraversion, dan tujuh orang memiliki skor
terendah pada dimensi kepribadian neuroticism.
4.3.6 Analisis Persepsi Risiko (Risk Perception) dan Sikap Risiko (Risk Attitude)
dengan Karakteristik pada Wirausahawan Pemula
Dari seluruh hasil pengolahan data didapatkan bahwa persepsi risiko yang
dimiliki atas bentuk risiko atau potensi risiko usaha yang muncul mendasari tindakan
yang dipilih untuk menghadapinya. Sebagai contoh, seperti pernyataan Ls yang
menilai risiko atau potensi risiko sebagai bentuk pembelajaran dalam menjalankan
usahanya yang harus dihadapi, juga ditunjukkan dengan tindakan yang dipilihnya
45
untuk menghadapi risiko atau potensi risiko yang muncul yaitu mencari alternatif
solusi. Berikut pernyataan yang mendukung:
Ls : “Tapi ya ndak enak dapat apa.. komplain, ya ndak papa gituyawes, pertama’e mungkin ndak enak tapi itu membuat kita,oiya ayo lagi, belajar lagi gitu”
Ls : “Yaa dihadapin baik-baik, diajak ngomong gitu, dijelaskan,Abis dikasih penjelasan, terus dikasihi kayak alternatifsebaiknya seperti apa”
Hal yang sama juga ditunjukkan Jc yang memberikan penilaian positif
terhadap bentuk risiko atau potensi risiko dari usahanya. Penilaiannya ini didukung
dengan sikap yang tegar, semangat dan giat dalam menghadapinya. Berikut
pernyataan yang mendukung:
Jc : “Jadi orang bilang kalo gak laku gimana, kalo aku sih positifthinking”
Jc : “Ya kalo sudah mulai dari nol sih aku ya lebih giat lagi. Tetepya itu dari giat situ sih”
Hal ini sejalan dengan teori Hillson & Murray-Webster (2005) yang
menyatakan bahwa sikap (menghindari, menghadapi, toleransi ataupun netral) yang
ditunjukkan terhadap ketidakpastian (risiko atau potensi risiko) didorong oleh
persepsi. Persepsi yang berbeda terhadap bentuk risiko atau potensi risiko usaha yang
ada akan memunculkan sikap yang juga berbeda meskipun bentuk risiko atau potensi
risikonya sama. Hal ini mendukung pernyataan Slovic (1992 & 2000) bahwa risiko
dinilai sebagai hal yang subyektif dan berada dalam pikiran yang dipengaruhi faktor
psikologis, sosial, lembaga, dan budaya, dan juga didasarkan pada pengalaman atau
keyakinan yang dimiliki.
Adanya faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi terhadap risiko
sejalan dengan pernyataan Morris & Maisto (2001) dalam teorinya yang menyatakan
bahwa secara psikologis, persepsi terhadap lingkungan sekitar salah satunya
46
dipengaruhi oleh faktor personal yang meliputi motivasi, nilai-nilai pribadi, harapan,
pola pikir, pengalaman dan budaya, juga kepribadian. Kepribadian sebagai salah satu
faktor personal yang mempengaruhi persepsi terhadap risiko juga ditunjukkan melalui
hasil penelitian ini berdasarkan hasil tes kepribadian mengunakan big-five
personality.
Persepsi dan sikap terhadap risiko yang dimiliki Ls yang menilai risiko
sebagai bentuk pembelajaran dalam menjalankan usahanya dan tindakan mencari
alternatif solusi sejalan dengan tipe kepribadiannya yang openness to experience.
Dimana dimensi kepribadian openness to experience memiliki ciri ketertarikan
terhadap perubahan, aktif mencari hal baru, pengalaman baru, imajinatif, inovatif dan
reflektif. Demikian juga dengan tipe kepribadian Jc yang agreeableness juga sejalan
dengan persepsi dan sikapnya terhadap risiko. Dimana penilaian positif terhadap
bentuk risiko atau potensi risiko didukung dengan sikap yang tegar, semangat dan
giat dalam menghadapinya sejalan dengan ciri kepribadian yang berhubungan dengan
melakukan penilaian terhadap hubungan interpersonal dengan menunjukkan sikap
percaya, dapat memaafkan orang lain, toleransi terhadap orang lain dan bekerja sama
dengan orang lain. Secara lengkap hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.3.5 berikut:
No InisialNama
Persepsi Risiko Sikap Risiko TipeKepribadian
1 EC Risiko dihadapidengan sikap yangbiasa saja
Risiko dianggapsebagai suatutantangan
Sikap konsumenbentuk risiko yangmembuat tidaknyaman
Ada risiko yangdihadapi ada yangdihindari
Risiko dihadapidengan sikap yangbiasa saja
Sikap yang tegardalam menghadapirisiko
Sikap tidak mudahmenyerah dan mencarisolusi dari risiko yangmuncul
Pantang takut dalammenghadapi risiko
Perasaan tidak
Openness toexperience
47
No InisialNama
Persepsi Risiko Sikap Risiko TipeKepribadian
nyaman ketika gagalmenghadapi risiko
2 Jq Berpikiran positifuntuk menghadapirisiko yang muncul
Tetap semangat dangiat dalammenghadapi risiko
Agreeableness
3 Ls Risiko dinilai sebagaisuatu prosespembelajaran
Risiko merupakan halyang tidakmenyenangkansekaligus prosespembelajaran
Risiko menjadi halyang dihadapi
Memberi penjelasanmerupakan metodemenghadapi risiko
Metode menghadapirisiko yang laindengan pemberianalternatif
Openness toexperience
4 Sh Persepsi terhadaprisiko sebagai hal yangbiasa
Risiko dinilai urgenttapi juga biasa
Risiko dihadapidengan mencarialternatif solusi
Agreeableness
5 Vc Risiko membuat tidaknyaman
Risiko dinilai sebagaihal yang biasa
Potensi risiko hal yangbiasa
Risiko yang munculselalu dihadapi
Openness toexperience
6 Dy Risiko dipersepsikanmenantang
Respon terhadaprisiko adalahmenghadapinya
Risiko hal yang positifuntuk persiapan yanglebih baik kedepanya
Openness toexperience
7 AP Openness toexperience
8 DT Agreeableness
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari seluruh kegiatan penelitian Analisis Persepsi Risiko (Risk Perception)
dan Sikap Risiko (Risk Attitude) dengan Karakteristik pada Wirausahawan Pemula
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Bentuk risiko atau potensi risiko usaha menunjukkan bahwa setiap usaha
memiliki risiko atau potensi risiko yang berbeda-beda sesuai dengan jenis usaha
dan karakteristiknya masing-masing.
2) Bentuk risiko atau potensi risiko usaha juga menunjukkan adanya kesamaan
walaupun jenis usaha dan karakteristiknya berbeda. Risiko atau potensi risiko
tersebut terkait dengan sikap konsumen, kualitas bahan baku, perubahan atau
perkembangan ekonomi, sosial (trend) dan keamanan, proses produksi, dan
kerjasama dengan pihak lain atau rekanan.
3) Dampak dari risiko atau potensi risiko usaha yang ada adalah kerugian pada
usaha, berkurangnya jumlah profit atau keuntungan yang diperoleh, menurunnya
kepercayaan konsumen, munculnya keluhan konsumen sampai dengan
kemungkinan kehilangan nama baik.
4) Persepsi yang dimiliki terhadap risiko atau potensi risiko usaha meliputi adanya
perasaan tidak nyaman terhadap bentuk risiko atau potensi risiko yang muncul.
Namun demikian risiko atau potensi risiko yang ada juga dinilai sebagai hal yang
positif dan dihadapi dengan pemikiran yang positif, serta dianggap sebagai
sebuah tantangan dan proses pembelajaran agar kedepan mebjadi lebih baik.
49
5) Sikap yang dipilih terhadap risiko atau potensi risiko usaha yang ada adalah
dengan bersikap tegar dan tetap semangat, pantang menyerah dan takut, juga
melakukan persiapan dengan menyusun rancangan solusi untuk menghadapinya.
6) Pengukuran pada hasil big-five personality, mayoritas skor tertinggi partisipan
berada pada dimensi kepribadian openness to experience dan agreeableness.
Sedangkan mayoritas skor terendah berada pada dimensi kepribadian neuroticism
dan extraversion.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1) Bagi Partisipan Penelitian
Proses identifikasi terhadap bentuk risiko atau potensi risiko dapat terus
dilakukan secara berkelanjutan selama usaha berjalan. Proses identifikasi juga
disertai dengan analisa terhadap persepsi risiko dan sikap risiko yang dimiliki
sehingga diharapkan dapat merancang alternatif solusi yang tepat.
2) Bagi Wirausahawan Pemula
Sebelum memulai sebuah usaha, dapat dimulai dengan melakukan identifikasi
terhapat bentuk risiko atau potensi risiko yang akan dihadapi sesuai dengan jenis
usaha dan karakteristiknya. Selanjutnya juga dilakukan analisa persepsi risiko
dan sikap risiko dari pemilih usaha (wirausahawan) untuk kemudian menentukan
tindakan preventif atau pencegahan dan merancang alternatif solusinya.
3) Bagi Fakultas Psikologi UKWMS
Sesuai dengan visi fakultas untuk menjadi agen perubahan dan pusat
pembelajaran terkait dengan kewirausahaan dalam membangun karakter
wirausahawan yang profesional dapat dimulai dengan melakukan kerjasama
50
dengan para wirausahawan maupun instansi yang menaunginya. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan merancang dan melakukan seminar, pelatihan atau
workshop.
51
DAFTAR PUSTAKA
Caliendo, M., Fossen, F., & Kritikos, A. (2008). The impact of risk attitudes onentrepreneurial survival. IZA Discussion Paper No. 3525
Chauvin, B., Hermand, D., & Mullet, E. (2007). Risk perception and personalityfacets. Risk Analysis, Vol. 27, No. 1
Halonen, J. S., & Santrock, J. W. (1999). Psychology contexts & applications thirdedition. United State: McGraw Hill
Highhouse, S. & Yuce, P. (1996). Perspectives, perceptions and risk takingbehaviour, Organizational Behavior and Human Decision Processes, 65 (2),159-167
Hillson, D. A. & Murray-Webster R. (2005). Understanding and managing riskattitude. Aldershot, UK: Gower
Hillson, D. A. & Murray-Webster R. (2006). Managing Risk Attitude usingEmotional Literacy. PMI Global Congress EMEA Proceedings – Madrid,Spain
Kuratko D. F. & Hodgetts R. M. (2007). Entrepreneurship: Theory, Process,Practice. Canada: Thomson South-Western
Morris, C. G. & Maisto, A. A. (2001). Understanding psychology fifth edition. NewJersey: Prentice Hall
Project Management Institute. (2004). A Guide to the Project Management Body ofKnowledge (PMBoK), (Third Edition). Newtown Square, PA, US: ProjectManagement Institute
Ramdhani, N. (2012). Adaptasi bahasa dan budaya inventori big five. JurnalPsikologi, Vol. 39, No. 2, 189-207
Rosa, E. A. (2003) The ligical structure of the social amplification of risk framework(SARF): Metatheoretical foundation and policy implication. Dalam N. K.Pidgeon, R. E. & Slovic, P (Ed.), The social amplification of risk. (pp. 47-79).Cambridge: Cambridge University Press
Sjöberg, L., Elin Moen., & Rundmo, T. (2004). Explaining risk perception. Anevaluation of the psycometric paradigm in risk perception research.Trondheim, Norway: Rotunde Publikasjoner
Sjöberg, L. & af Wahlberg, A. (2002). Risk perception and new ages beliefs. RiskAnalysis, 22, 751-764
Slovic, P. (1992). Perception of risk: reflection on the psycometric paradigm. dalamS. Krimsky and D. Golding (Eds), Social theories of risk (pp.117-152).Westport, CT: Praeger
Slovic, P. (2000). The perception of risk. London: Earthscan
Sutanto, A. (2002). Kewirausahaan. Jakarta: Ghalil Indonesia.
Vaughan, Emmett J. (1997). Risk Management. Canada, Jhon Wiley & Sons.
52
Wickham, P. A. (2006). Strategic entrepreneurship fourth edition. Harlow England:Prentice Hall
Wilfling, S., Cantner, U., & Silbereisen, R. K. (2011). Which Big-Five personalitytraits drive entrepreneuriap failure in highly innovative industries?. TheDIME-DRUID ACADEMY Winter Conference
Windschitl, P. D. & Wells, G. L. (1996). Measuring psychological uncertainty:verbal versus numeric methods. Journal of Experimental Psychology.Applied, 2 (4), 343-364
Zhao, H. and Seibert, S. (2006). The big five personality dimensions andentrepreneurial status: A meta-analytic review. Journal of AppliedPsychology, 91 (2): 259-271.