30

Analisis Prediksi Dampak Pembangunan - widodopranowo.idwidodopranowo.id/home/wp-content/uploads/2015/05/... · Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan ... penurunan

Embed Size (px)

Citation preview

Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

DINAMIKA TELUK JAKARTA

PENYUSUNDr. Taslim Arifin

Dr. Widodo S. PranowoDr. Armen Zulham

EDITORDr. Achmad Poernomo

Dr. Budi SulistiyoDr. Sugiarta WirasantosaDr. Irsan S. Brodjonegoro

Penerbit IPB PressKampus IPB Taman Kencana,

Kota Bogor - Indonesia

C.1/12.2014

Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

DINAMIKA TELUK JAKARTA

Judul Buku:DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

Penulis:Dr. Taslim ArifinDr. Widodo S. PranowoDr. Armen Zulham

Editor:Dr. Achmad PoernomoDr. Budi SulistiyoDr. Sugiarta WirasantosaDr. Irsan S. BrodjonegoroFikriyatul Falashifah

Desain sampul dan Penata Isi:Ardhya Pratama

Korektor:Nia Januarini

Jumlah Halaman:

96 + xii halaman romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, Desember 2014

Sumber foto sampul:Taslim: Foto Survey 2014

PT Penerbit IPB PressKampus IPB Taman KencanaJl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-979-493-776-1

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2014, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Kata SambutanKepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Permasalahan pengelolaan wilayah pesisir Jakarta dan perairan Teluk Jakarta pada beberapa waktu terakhir telah mengarah pada degradasi lingkungan yang berdampak pada kualitas ruang hidup di wilayah tersebut. Dampak yang tercatat menunjukkan semakin meningkatnya bencana banjir dari tahun ke tahun, menurunnya ketersedian air bersih, menurunnya kualitas dan kuantitas hasil perikanan serta dampak lainnya yang berpotensi terhadap menurunnya kualitas hidup sekaligus nilai ekonomi sumber daya laut dan pesisir di kawasan tersebut.

Menanggapi hal ini, pemerintah pusat di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mencanangkan upaya-upaya penataan kawasan pesisir dan perairan Teluk Jakarta. Pemda DKI Jakarta melalui Perda No. 1 Tahun 2012 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah DKI 2030 mengemukakan satu program utama yang dikenal sebagai rencana pembangunan tanggul laut. Sejalan dengan hal tersebut, Kemenko Bidang Perekonomian RI menyusun Master Plan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN). Pada prinsipnya kedua rencana tersebut akan menata ulang sekaligus membangun kawasan pesisir Jakarta melalui pembangunan tanggul, reklamasi, dan pulau buatan.

Merespons kebijakan penataan ruang tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan telah menugaskan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, serta Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk mengkaji lebih lanjut kemungkinan dampak baik terhadap dinamika lingkungan pesisir dan laut maupun dinamika sosial ekonomi.

Saya menyambut baik buku Dinamika Teluk Jakarta – Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut – yang memberikan kontribusi pemikiran berbagai pakar terkait dengan rencana pembangunan tanggul laut di Teluk Jakarta. Buku ini merefleksikan kepedulian para peneliti Indonesia dalam bentuk masukan penguatan terhadap rencana yang telah dicanangkan.

Kata SambutanKepala Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan

vi

Ucapan selamat disampaikan kepada para penulis dan penyusun buku ini dengan harapan semoga buku ini menjadi motivasi para peneliti untuk menghasilkan karya yang lebih produktif sehingga dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir.

Dr. Achmad Poernomo

Kata Sambutan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Salah satu peran penelitian dan pengembangan sumber daya laut dan pesisir adalah memberikan masukan ilmiah terhadap perumusan sebuah kebijakan maupun pengkajian sebuah kebijakan yang yang diterapkan. Sebuah rencana penataan wilayah pesisir yang sering dikenal sebagai pembangunan tanggul laut Jakarta telah memicu berbagai tanggapan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal atau memanfaatan sumber daya laut dan pesisir Teluk Jakarta.

Mempertimbangkan perkembangan pandangan-pandangan terhadap rencana pembangunan tanggul laut Jakarta, baik yang berasal dari para pemerhati, praktisi, masyarakat umum maupun masyarakat ilmiah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan mengambil langkah strategis dengan melaksanakan penelitian terhadap potensi dampak terkait dengan dinamika lingkungan laut dan pesisir serta dinamika sosial ekonomi sebagai akibat pembangunan tanggul laut. Penelitian ini melibatkan para peneliti dengan latar belakang berbagai kepakaran dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Perikanan, serta Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

Pada pelaksanaan penelitian juga melibatkan secara aktif pada pakar dari lembaga penelitian dan pengembangan tingkat nasional serta perguruan tinggi ITB dan IPB. Konsolidasi saat persiapan dan hasil sementara yang diperoleh dikomunikasikan dengan pihak terkait khususnya Pemda DKI Jakarta.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan selamat kepada para peneliti dan tim penyusun yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan buku dalam format bunga rampai ini. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan Pimpinan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan serta para pihak yang telah memberikan dukungan baik data, saran serta masukan yang konstruktif hingga selesainya buku ini.

Pada akhirnya kami berharap semoga tulisan-tulisan ilmiah yang telah disusun sebagai rangkaian dalam buku ini, dapat memberikan sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pengelolaan sumber daya laut dan pesisir.

Dr. Budi Sulistiyo

Daftar Isi

KATA SAMBUTAN : KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKELAUTAN DAN PERIKANAN ................................................................................... v

KATA SAMBUTAN : KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR ......................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix

PENDAHULUAN ......................................................................................................... xi

EKOLOGI PERAIRAN TELUK JAKARTA

1 Sebaran Polutan Logam Berat Terlarut dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta (Anma Hari Kusuma, Tri Prartono, Agus Soleh Atmadipoera, dan Taslim Arifin) ..................................................................1

2 Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Bagian Selatan dan Pengaruh Tekanan Lingkungan dari Teluk Jakarta (Syamsul Bahri Agus, Adriani Sunuddin, dan Taslim Arifin) ........................................17

HIDRODINAMIKA TELUK JAKARTA

3 Kondisi Pasang Surut, Arus, dan Gelombang di Teluk Jakarta (Taslim Arifin dan Eva Mustikasari) .............................................................................27

4 Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta(Widodo S. Pranowo, Gatot Pramono, Malikusworo Hutomo, Anugerah Nontji, dan Ikoh Maufikoh) .........................................................................55

5 Sirkulasi Arus Perairan Teluk Jakarta Pra dan Pascakonstruksi Jakarta Giant Sea Wall (Widodo S. Pranowo, Taslim Arifin, dan Aida Heriati) ..........................................................................................................43

6 Analisis Faktor Fisik Daratan Wilayah Pesisir Teluk Jakarta untuk Rencana Pembangunan The Great Jakarta Sea Wall (Wiwin Windupranata dan Alifiya Ikhsani) ..................................................................69

Daftar Isi

x

SOSIAL EKONOMI

7 Transformasi Perekonomian Rumah Tangga Nelayan Karena Pembangunan Jakarta Giant Sea Wall (Armen Zulham, Zahri Nasution, Rizky Muhartono, dan Nurleli) ...............................79

POLICY BRIEF: DAMPAK PEMBANGUNAN TANGGUL LAUT JAKARTA GIANT SEA WALL ...................................................................................................... 87

PROFIL PENYUSUN ................................................................................................... 91

Pendahuluan

Teluk Jakarta merupakan wilayah perairan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, yang memiliki kawasan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu yang membentang hingga Laut Jawa bagian barat. Terdapat sekitar 13 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Teluk Jakarta, sehingga menjadikan Teluk Jakarta cukup mengalami tekanan transpor massa limbah dari sepanjang kawasan DAS seiring dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta.

Kawasan Teluk Jakarta memiliki peran penting di kancah perekonomian nasional dan internasional. Terdapat Pelabuhan Tanjung Priok sebagai Pelabuhan Niaga dan Penumpang bertaraf internasional, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, dan Pelabuhan Bersejarah Sunda Kelapa yang hingga saat ini masih beroperasi untuk kegiatan niaga domestik. Sejumlah jalur kabel telekomunikasi kabel laut dan jalur pipa pertamina juga melintas di Teluk Jakarta.

Permasalahan klasik Provinsi DKI Jakarta adalah kemacetan, sampah, dan banjir. Khususnya di kawasan Jakarta Utara fenomena banjir air pasang (Rob) cukup memberikan tekanan terhadap laju pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Program reklamasi di wilayah pesisir Jakarta Utara dan ekploitasi air tanah yang semakin meningkat, disinyalir menjadi penyebab terjadinya penurunan muka tanah di Kawasan Jakarta Utara, Barat dan Timur, serta meningkatnya frekuensi banjir Rob di pesisir Jakarta Utara di kawasan nonreklamasi.

Dalam rangka mengatasi hal tersebut, salah satu program kerja yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah berencana membangun Tanggul Laut Teluk Jakarta (Jakarta Giant Seawall), dengan kementerian/lembaga lainnya dalam konsorsium Indonesia-Netherlands Jakarta Flood Team for Jakarta Coastal Defense Strategy (JCDS)yang terdiri atas Kementerian Pekerjaan Umum, BAPPENAS, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dan Pemerintah Daerah Rotterdam Belanda.

Merespons kebijakan penataan ruang, khususnya di wilayah Jakarta Utara, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk mengkaji lebih lanjut kemungkinan dampak dari pembangunan tanggul laut tersebut. Adapun bidang kajian yang dilakukan adalah ekologi perairan, hidrodinamika, dan sosial ekonomi.

Pendahuluan

xii

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bukanlah anggota konsorsium JCDS yang akan membangun Tanggul Laut Teluk Jakarta tersebut, akan tetapi pembangunan Tanggul Laut tersebut dikhawatirkan akan berdampak terhadap masyarakat nelayan dan aktivitas perikanan di Teluk Jakarta. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta–2030 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012, pada program pembangunan tanggul laut tahap kedua dan ketiga, akses aktivitas perikanan di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru dikhawatirkan akan sangat terdampak. Pelabuhan Perikanan di Muara Baru tersebut hingga saat ini dipergunakan sebagai dermaga berlabuhnya Kapal Penelitian Bawal Putih III yang dikelola oleh Badan Litbang KP, Kapal Latih Madididihang II dan III yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, dan juga Kapal Patroli Pengawas Kelautan dan Perikanan Hiu yang dikelola oleh Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Perhatian Badan Litbang KP terhadap program JDCS tersebut secara nyata dibuktikan dengan penugasan penelitinya, merespons permohonan dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, untuk terlibat sebagai anggota Komisi Penilai Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yang menilai secara obyektif terhadap Dokumen Kerangka Acuan (KA) ANDAL untuk Studi AMDAL Rencana Reklamasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta (Desember 2012), KA ANDAL Rencana Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Marunda (Oktober 2012), dan KA ANDAL Reklamasi Pantai Ancol Barat Bagian Utara Pulau I Bagian Timur, Pulau J dan Pulau K (Juli 2013).

Pada bulan Oktober 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan secara lebih konkrit melalui rapat pimpinan yang dipimpin oleh Pelaksana Tugas Kepala Badan (Dr. Ir. Achmad Poernomo, M.App.Sc) diinstruksikan bahwa untuk tahun 2014, kajian dampak terhadap ekosistem laut dan pesisir serta sosial ekonomi masyarakat manakala pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall) dilaksanakan. Instruksi tersebut ditujukan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP), Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSDI), dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (B2P2SEKP).

Pada Maret 2014, Bapak Wakil Presiden RI (Prof. Dr. Boediono) berkunjung ke Belanda dan bertemu dengan Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Belanda untuk membicarakan tentang program pengendalian banjir Kota Jakarta. Pemerintah Belanda memberikan hibah kepada Pemerintah Indonesia berupa rancangan master plan National Capital Integrated Coastal Defense (NCICD). Master plan tersebut kemudian dibahas oleh Kantor Menko Perekonomian. Unit Kerja Presiden Pengawasan Dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) ditugaskan oleh Bapak Wakil Presiden untuk menyiapkan briefing kepada Bapak Wakil Presiden tentang master plan NCICD tersebut. Salah satu data yang dipergunakan adalah tentang siklus gelombang tinggi pada tahun 2025 atau 2026 yang dihasilkan oleh konsultan dari Belanda.

Pendahuluan

xiii

Hasil simulasi pemodelan kenaikan muka air laut di kawasan Muara Baru, Teluk Jakarta hingga tahun 2026 yang dilakukan oleh Laboratorium Data laut dan Pesisir Badan Litbang KP berdasarkan data observasi tahun 2004–2010, di mana tersaji 3 skenario peramalan yakni kondisi normal (forecast), kondisi dengan ekstrim (upper confidence level), dan di bawah normal (lower confidence level)

Deputi II Kepala UKP-PPP, Bapak Moh. Hanief Arie Setianto, mengundang Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan untuk memberikan pemaparan tentang exercise tinggi permukaan laut berdasarkan data historis pada hari Jumat, 16 Mei 2014 pukul 09:00–11:00 WIB di kantor UKP-PPP Jalan Veteran III No. 2 Jakarta Pusat. Pemaparan oleh Dr. Aryo Hanggono (Sekretaris Badan Litbang KP) tentang bagaimana interaksi laut dan atmosfer yang terjadi di wilayah NKRI berikut keterkaitannya dengan fenomena pemasanan global yang berdampak terhadap kenaikan muka air laut. Sementara itu Dr. Widodo S. Pranowo menyajikan hasil pemodelan kenaikan muka air laut di kawasan perairan Muara baru Teluk Jakarta dengan skenario prediksi hingga tahun 2026. Kenaikan muka air laut memang terjadi, akan tetapi berdasarkan analisis Dr. Aulia Riza Farhan, fenomena penurunan muka tanah (land subsidence) di kawasan pesisir Jakarta Utara adalah lebih cepat dibandingkan dengan fenomena kenaikan muka air laut tersebut.

Pendahuluan

xiv

f

DiskKKPterkapermdata 16 hingUKPNo.

kusi Tim BaP dengan Tiait exerci

mukaan laut historis pada

Mei 2014 gga 11:00 WP-PPP Jalan 2 Jakarta Pus

adan Litbangm UKP-PPPise tinggi

berdasarkana hari Jumat,pukul 09:00

WIB di kantorVeteran III

sat.

gPin,

0rI

Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh para peneliti Badan Litbang KP, instansi terkait, dan perguruan tinggi sebagai bentuk kontribusi pemikiran terhadap program Jakarta Giant Sea Wall NCICD. Tiga topik utama yang dibahas dalam buku ini adalah terkait dengan ekologi perairan Teluk Jakarta, kondisi hidrodinamikanya, dan sosial ekonomi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di kawasan Teluk Jakarta. Secara lebih spesifik, pembahasan kondisi ekologi ditujukan kepada sebaran polutan logam berat terlarut dan sedimen di perairan Teluk Jakarta. Ekosistem terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu bagian selatan yang disinyalir mendapatkan pengaruh atau tekanan lingkungan dari Teluk Jakarta juga turut dibahas. Kondisi ekosistem tidaklah lepas dari pengaruh faktor fisik seperti pasang surut, pola arus, gelombang, dan parameter oseanografis lainnya yang menjadikan Teluk Jakarta dan kawasan perairan Kepulauan Seribu memiliki karakteristik ekoregion tersendiri. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari survei, analisis, dan kajian mendalam terhadap data historis, kemudian buku ini menyajikan prediksi dampak pembangunan JGSW melalui pemodelan sirkulasi arus di Teluk Jakarta pra dan pascakonstruksi. Analisis faktor fisik daratan wilayah pesisir Teluk Jakarta untuk rencana pembangunan JGSW turut melengkapi prediksi tersebut. Roh penting dari buku ini adalah pada bab yang membahas bagaimana prediksi secara sosial ekonomi dari sebuah transformasi perekonomian rumah tangga nelayan yang diakibatkan oleh pembangunan Jakarta Giant Sea Wall.

Dari hasil analisis prediksi dampak pembangunan Tanggul Laut Jakarta tersebut, telah didiseminasikan di forum nasional lingkup Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada 1 Desember 2014 dan dilanjutkan dengan diseminasi di Kantor Walikota Jakarta Utara pada 5 Desember 2014, serta pada forum internasional di Sydney Australia pada 11–13 November 2014.

Pendahuluan

xv

Pada forum nasional yang digelar dalam format Focus Group Discussion (FGD) tersebut, dampak pembangunan JGSW dikaitkan dengan prediksi dampak penambangan pasir laut terhadap lingkungan dan komunitas pesisir Banten yang diduga akan digunakan untuk pembangunan pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta serta pembangunan JGSW. Respons positif dalam bentuk diskusi aktif ditunjukkan oleh peserta FGD dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi DKI Jakarta, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Pemerintah Kota Jakarta Utara, dan para peneliti lingkup Badan Litbang KP.

Respons positif terhadap kajian dampak pembangunan JGSW juga diberikan oleh komunitas internasional melalui Workshop on World Harbour Project (WHP) yang diinisiasi oleh Sydney Institute for Marine Science (SIMS). Antusiasme diberikan ketika pembahasan penyusunan konsep standard operational procedur untuk kegiatan penelitian dan pengembangan “green engineering”, “multiple use”, dan “water quality” untuk memantau dampak pembangunan di kota-kota pelabuhan dunia seperti Jakarta, Abu Dhabi, Sydney, Grenada, Hongkong, Qingdao, Shanghai, Singapore, Rio de Janeiro, dan Chesapeake Bay, di mana kota-kota tersebut masing-masing memiliki karakteristik laut dan pesisir serta iklim kelautan yang berbeda-beda.

Foto group dari peserta Workshop on World Harbour Project yang berlangsung di Sydney Institute for Marine Science pada 11-13 November 2014. Hadir delegasi Indonesia Dr. Widodo S. Pranowo (Badan Litbang KKP) dan Dr. Wiwin Windupranata (ITB) yang

memaparkan “Jakarta Giant Sea Wall: Monitoring on the Socio and Environment Impacts”.

Pendahuluan

xvi

Diseminasi “analisis prediksi dampak pembangunan tanggul laut Jakarta” di Kantor Walikota Jakarta Utara pada 5 Desember 2014. Diseminasi ini dipresentasikan oleh Dr. Taslim Arifin, dihadiri oleh Walikota Jakarta Utara, para Kepala Dinas, para Camat, dan pejabat lingkup

Pemerintah Kota Jakarta Utara.

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI JakartaWidodo S. Pranowo1), Gatot Pramono2), Malikusworo Hutomo3), Anugerah Nontji4), dan Ikoh Maufikoh5)

1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.

2) Badan Informasi Geospasial.3) Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia.4) Tokoh Nasional dan Praktisi Kelautan.5) Badan Pengendali Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.

PendahuluanPada tahun 2013, terbitlah Peta dan Buku Deskripsi Ekoregion Laut Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup sebagai wujud implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, kemudian meresponsnya dengan melakukan penyusunan peta dan buku ekoregion sejenis untuk wilayah lautnya yang dimulai sejak awal tahun 2014. Diharapkan nantinya dokumen tersebut akan menjadi acuan untuk pengendalian kerusakan lingkungan serta arahan pemanfaatan sumber daya alam dan akan dituangkan dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Artikel ini membahas hasil antara (intermediate results) dari kajian dalam rangka penyusunan Peta dan Buku Deskripsi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta (lihat Gambar 1), dan memfokuskan hanya pada karakteristik oseanografi saja dari total 5 karakteristik yang lainnya. Kajian ini dilakukan menggunakan berbagai data oseanografi yang dikompilasikan oleh Laboratorium Data Laut dan Pesisir (Marine and Coastal Data Laboratory, MCDL), Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

44

Gambar 1 Delineasi final ekoregion laut wilayah DKI Jakarta

Ekoregion Laut 6.3.1Ekoregion Laut 6.3.1 meliputi perairan Teluk Jakarta, Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang Besar, Pulau Lancang Kecil, dan Pulau Laki. Angin Monsun yang bergerak di atas sub-ekoregion ini mengikuti pola pergerakan angin di atas Laut Jawa secara keseluruhan (Kementerian Lingkungan Hidup 2013). Pergerakan Angin Monsun di atas Laut Jawa memiliki pola yang bergerak dari arah barat dan barat laut menuju ke timur pada Monsun Barat (Desember –Januari–Februari), sedangkan pada Monsun Timur (Juni–Juli–Agustus) angin dari timur

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

45

dan tenggara bergerak menuju barat. Pada Monsun Peralihan (Maret–Mei dan September–November) pola angin tidak menentu dengan kekuatan kurang dari Angin Monsun Barat dan Monsun Timur (Wyrtki 1961; Putri 2005). Lihat Gambar 2.

Data arus permukaan rerata harian yang diturunkan dari HYCOM+NCODA NRL archieve data tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013) menunjukkan pola pergerakan arus pada ekoregion 6.3.1 memiliki kecepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekoregion DKI Jakarta lainnya. Pada Monsun Barat (Desember–Februari) sebagian besar arus permukaan bergerak dari arah barat ke arah tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,05–0,11 m/detik. Memasuki Monsun Peralihan 1 (Maret–Mei) terjadi proses perubahan arah pergerakan arus yang semula menuju ke timur menjadi menuju ke barat dengan kecepatan yang lebih rendah yaitu berkisar antara 0,01–0,08 m/detik. Pergerakan arus menuju ke arah barat terus berlangsung hingga memasuki Monsun Timur (Juni–Agustus) dengan kecepatan yang semakin meningkat yakni berkisar antara 0,01–0,1 m/detik. Pada Monsun Peralihan 2 (September–November) pergerakan arus di ekoregion 6.3.1 ini memiliki arah yang tidak beraturan dengan kecepatan arus yang cukup rendah yakni 0,01–0,05 m/detik. Lihat Gambar 4.

Tipe pasang surut di ekoregion 6.3.1 adalah campuran cenderung diurnal. Pasang surut campuran cenderung diurnal adalah keadaan dimana dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Berdasarkan data pasut di stasiun Pulau Bidadari, elevasi laut saat pasang tertinggi pada ekoregion 6.3.1 ini sekitar 0,3225 meter di atas muka laut rata-rata (mean sea level, MSL) sedangkan surut terendah mencapai angka 0,3475 meter di bawah muka laut rata-rata, lihat Gambar 3.c.

Adapun variasi komponen fisik di rentangan rerata klimatologi dari massa air laut pada lapisan permukaan di sub-ekoregion ini adalah suhu air laut memiliki nilai berkisar antara 29 – 29,75oC (Boyer et al. 2009). Suhu rerata klimatologi ini memiliki nilai yang lebih hangat dibandingkan dengan nilai suhu yang diukur oleh Senoaji tahun 2009 yang menunjukkan bahwa suhu perairan di sekitar Teluk Jakarta memiliki kisaran antara 27,65–28,75oC (Wiryawan dan Djohar 2014). Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), kadar salinitas pada ekoregion 6.3.1 ini memiliki nilai berkisar antara 28–31,25 PSU (lihat Gambar 6), sedangkan berdasarkan pengukuran pada tahun 2009 pada musim kemarau salinitas permukaan di Teluk Jakarta memiliki nilai berkisar antara 31,6–33 PSU (Wiryawan dan Djohar 2014). Boyer et al. (2012) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,1–4,3 ml/liter, sedangkan berdasarkan pengukuran BPLHD tahun 2007 kadar oksigen terlarut di Teluk Jakarta berkisar antara 4–6 ml/liter (Wiryawan dan Djohar 2014). Menurut Boyer et al. (2009) kondisi sebaran nutrien di ekoregion 6.3.1 ini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,5–0,8 µmol/liter; konstrasi silikat berkisar antara 1–5 µmol/liter. Konsentrasi nitrat berdasarkan pengukuran BPLHD tahun 2011 berkisar antara 0,01–0,35 mg/liter. Lihat Gambar 5.

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

46

Ekoregion Laut 6.3.2Ekoregion Laut 6.3.2 meliputi perairan Laut Jawa termasuk di dalamnya perairan sekitar Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Damar Besar, dan Pulau Damar Kecil. Angin Monsun yang bergerak di atas sub-ekoregion ini mengikuti pola pergerakan angin di atas Laut Jawa secara keseluruhan. Pergerakan Angin Monsun di atas Laut Jawa memiliki pola pergerakan yaitu bergerak dari arah barat dan barat laut menuju ke timur pada Monsun Barat, sedangkan pada Monsun Timur angin dari timur dan tenggara bergerak menuju barat. Pada Monsun Peralihan pola angin tidak menentu dengan kekuatan kurang dari Angin Monsun Barat dan Monsun Timur (Wyrtki 1961; Putri 2005; Kementrian Lingkungan Hidup 2013).

Data arus permukaan rerata harian yang diturunkan dari HYCOM+NCODA NRL archieve data tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013) menunjukkan pola pergerakan arus pada ekoregion 6.3.2 lebih condong bergerak ke arah timur pada Monsun Barat yang kemudian berbelok ke arah timur laut saat memasuki perairan di sekitar Pulau Damar Besar dan Pulau Damar Kecil. Kecepatan arus pada Monsun Barat memiliki kisaran antara 0,15–0,3 m/detik yang semakin meningkat saat memasuki perairan di sekitar Pulau Damar Besar dan Pulau Damar Kecil. Memasuki Monsun Peralihan 1 arus bergerak dari arah timur menuju ke arah utara dan barat laut dengan kecepatan berkisar antara 0,08–0,2 m/detik. Pergerakan arus ke arah utara dan barat laut ini terus berlanjut hingga memasuki Monsun Timur dengan kecepatan berkisar antara 0,05–0,25 m/detik. Memasuki awal Monsun Peralihan 2 pergerakan arus masih ke arah barat laut yang kemudian berbelok menjadi ke arah timur laut saat akhir Monsun Peralihan 2 yang berlanjut hingga Monsun Barat dengan kecepatan berkisar antara 0,05–0,2 m/detik.

Tipe pasang surut di sub-ekoregion ini adalah campuran cenderung diurnal. Hal ini sesuai dengan Wyrkti (1961) yang menyatakan bahwa secara keseluruhan tipe pasang surut di Laut Jawa adalah campuran cenderung diurnal. Pasang surut campuran cenderung diurnal adalah keadaan dimana dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Berdasarkan data pasut Stasiun Pulau Damar Besar, elevasi muka laut saat pasang tertinggi pada ekoregion 6.3.2 ini sekitar 0,3246 meter di atas muka laut rata-rata sedangkan surut terendah 0,3489 meter di bawah muka laut rata-rata, lihat Gambar 3.d.

Adapun variasi komponen fisik di rentangan rerata klimatologi dari massa air laut pada lapisan permukaan di sub ekoregion ini adalah suhu air laut memiliki nilai berkisar antara 28,75 – 29,5oC (Boyer et al. 2009). Suhu yang lebih tinggi ini berada di bagian selatan sub ekoregion dan masih terpengaruh oleh perairan di Teluk Jakarta. Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), kadar salinitas pada ekoregion 6.3.2 ini memiliki rentan antara 30.25 PSU

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

47

hingga 31,75 PSU (Boyer et al. 2009) kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,1 ml/liter hingga 4,3 ml/liter, kondisi sebaran nutrien di sub-ekoregion ini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,3–0,5 µmol/liter dan konsentrasi silikat berkisar antara 5–8 µmol/liter.

Ekoregion Laut 6.3.3Ekoregion Laut 6.3.3 meliputi perairan Laut Jawa termasuk di dalamnya perairan sekitar Pulau Pari, Pulau Tidung, Pulau Payung, Pulau Tanjungkulit, dan Pulau Peniki. Angin Monsun yang bergerak di atas sub-ekoregion ini mengikuti pola pergerakan angin di atas Laut Jawa secara keseluruhan. Pergerakan Angin Monsun di atas Laut Jawa memiliki pola pergerakan yaitu bergerak dari arah barat dan barat laut menuju ke timur pada Monsun Barat, sedangkan pada Monsun Timur angin dari timur dan tenggara bergerak menuju barat. Pada Monsun Peralihan pola angin tidak menentu dengan kekuatan kurang dari Angin Monsun Barat dan Monsun Timur (Wyrtki 1961; Putri 2005; Kementrian Lingkungan Hidup 2013).

Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), pola pergerakan arus pada ekoregion 6.3.3 ini lebih condong bergerak ke arah timur laut dan tenggara pada Monsun Barat dengan kecepatan berkisar antara 0,075–0,175 m/detik. Memasuki Monsun Peralihan 1 pergerakan arus menjadi ke arah barat laut dengan kecepatan berkisar antara 0,05–0,175 m/detik dan terus berlanjut hingga memasuki Monsun Timur tetapi arah arus berbelok ke arah utara saat memasuki perairan di sekitar Pulau Paniki. Kecepatan rata-rata arus pada Monsun Timur berkisar antara 0,02–0,2 m/detik. Memasuki akhir Monsun Peralihan 2, pergerakan arus kembali ke arah timur laut dengan kecepatan berkisar antara 0,1– 0,175 m/detik dan berlanjut hingga Monsun Barat.

Tipe pasang surut di ekoregion 6.3.3 ini adalah campuran cenderung diurnal. Berdasarkan data stasiun pasut Pulau Pari, elevasi muka laut saat pasang tertinggi pada ekoregion 6.3.3 ini sekitar 0,3297 meter di atas muka laut rata-rata sedangkan surut terendah 0,3339 meter di bawah muka laut rata-rata, lihat Gambar 3.e.

Variasi komponen fisik massa air laut pada lapisan permukaan di sub ekoregion ini adalah suhu air laut memiliki nilai berkisar antara 28,5–29oC (Boyer et al. 2009). Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), kadar salinitas pada sub-ekoregion ini memiliki rentang antara 30,75 PSU hingga 32 PSU. Kadar oksigen terlarut berkisar antara 4 ml/liter hingga 4,3 ml/liter dengan kondisi sebaran nutrien di ekoregion 6.3.3 ini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,3–0,5 µmol/liter dan konstrasi silikat berkisar antara 3–6 µmol/liter (Boyer et al. 2009).

Ekoregion Laut 6.3.4Ekoregion Laut 6.3.4 meliputi perairan Laut Jawa termasuk di dalamnya perairan sekitar Pulau Karangberas, Pulai Air, Pulau Pramuka, Pulau Kelapadua, Pulau Gosong, hingga Pulau

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

48

Dua Timur dan Barat. Angin Monsun yang bergerak di atas sub-ekoregion ini mengikuti pola pergerakan angin di atas Laut Jawa secara keseluruhan. Angin Monsun di atas Laut Jawa bergerak dari arah barat dan barat laut menuju ke timur pada Monsun Barat, sedangkan pada Monsun Timur angin dari timur dan tenggara bergerak menuju barat. Pada Monsun Peralihan pola angin tidak menentu dengan kekuatan kurang dari Angin Monsun Barat dan Monsun Timur (Wyrtki 1961; Putri 2005; Kementrian Lingkungan Hidup 2013).

Data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013) menunjukkan pola pergerakan arus pada ekoregion 6.3.4 ini lebih condong bergerak dari sebelah barat ke arah timur laut dan utara pada Monsun Barat dengan kecepatan berkisar antara 0,03–0,18 m/detik. Memasuki pertengahan Monsun Peralihan 1, arah arus berputar menuju arah barat di bagian barat gugusan pulau-pulau dan menuju arah barat laut di bagian timur gugusan pulau-pulau ekoregion 6.3.4 ini dengan kecepatan berkisar antara 0,02 m/detik hingga 0,18 m/detik. Kondisi ini terus berlangsung hingga memasuki Monsun Timur tetapi dengan kecepatan yang lebih tinggi yakni berkisar antara 0,1–0,2 m/detik. Memasuki pertengahan Monsun Peralihan 2, arah arus kembali berputar ke arah timur laut yang terus berlanjut hingga memasuki Monsun Barat.

Tipe pasang surut di ekoregion ini adalah campuran cenderung diurnal. Berdasarkan data stasiun Pulau Pramuka, elevasi muka laut saat pasang tertinggi pada ekoregion 6.3.4 ini 0,517 meter di atas muka laut rata-rata, sedangkan surut terendah mencapai angka 0,384 meter di bawah muka laut rata-rata, lihat Gambar 3.f.

Variasi komponen fisik suhu air laut pada lapisan permukaan di sub ekoregion ini memiliki nilai berkisar antara 28–29oC dengan suhu yang lebih rendah berada di sekitar pulau-pulau pada ekoregion 6.3.4 ini (Boyer et al. 2009). Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), kadar salinitas pada sub ekoregion ini memiliki rentang antara 31,75 PSU hingga 32,25 PSU. Kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,15 ml/liter hingga 4,35 ml/liter dengan kondisi sebaran nutrien di sub ekoregion ini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,3–0,5 µmol/liter dan konsentrasi silikat berkisar antara 3–9 µmol/liter (Boyer et al. 2009).

Ekoregion Laut 6.3.5Ekoregion Laut 6.3.5 meliputi perairan Laut Jawa termasuk di dalamnya perairan sekitar Pulau Sabira. Angin Monsun yang bergerak di atas sub-ekoregion ini mengikuti pola pergerakan angin di atas Laut Jawa secara keseluruhan. Angin Monsun di atas Laut Jawa memiliki pola pergerakan yaitu bergerak dari arah barat dan barat laut menuju ke timur pada Monsun Barat, sedangkan pada Monsun Timur angin dari timur dan tenggara bergerak menuju barat. Pada

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

49

Monsun Peralihan pola angin tidak menentu dengan kekuatan kurang dari Angin Monsun Barat dan Monsun Timur (Wyrtki 1961; Putri 2005; Kementerian Lingkungan Hidup 2013).

Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), pola pergerakan arus pada sub-ekoregion ini lebih condong bergerak ke arah timur dan timur laut pada Monsun Barat dengan kecepatan berkisar antara 0,15 hingga 0,225 m/detik. Arah arus kemudian berbelok ke arah barat dan barat laut pada awal Monsun Peralihan 1 dan berlanjut hingga Monsun Timur dengan kecepatan berkisar antara 0,075 hingga 0,175 m/detik. Memasuki Monsun Peralihan 2 pola arus berbelok dari arah barat laut menuju timur laut dengan kecepatan berkisar antara 0,05 hingga 0,15 m/detik.

Tipe pasang surut di ekoregion 6.3.5 adalah campuran cenderung diurnal. Elevasi muka laut saat pasang tertinggi pada ekoregion 6.3.5 yang diwakili oleh stasiun pasut Pulau Sabira mencapai angka 0,3718 meter di atas muka laut rata-rata sedangkan surut terendah mencapai angka 0,3633 meter di bawah muka laut rata-rata, lihat Gambar 3.b.

Adapun massa air laut pada lapisan permukaan di sub ekoregion ini memiliki suhu dengan kisaran 28–28,75oC dengan wilayah bagian utara dan timur dari sub region ini memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah selatan dan baratnya (Boyer et al. 2009). Kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,3 ml/liter hingga 4,4 ml/liter (Boyer et al. 2009). Kondisi sebaran nutrien di sub ekoregion ini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,3–0,4 µmol/liter dan konsentrasi silikat berkisar antara 5–15 µmol/liter (Boyer et al. 2009). Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012 (Cummings dan Smedstad 2013), kadar salinitas pada ekoregion 6.2.2 ini memiliki rentang antara 31,75 PSU hingga 32 PSU.

PersantunanArtikel ini adalah hasil antara (intermediate results) dari kajian dalam rangka penyusunan Peta dan Buku Deskripsi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta yang dikoordinasikan oleh Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman P3SDLP yang telah banyak membantu: Dr. Anastasia Tisiana, Herlina Ika Ratnawati, Wida Samyono, dan Danie Saepulloh (P3SDLP). Tak lupa pula penghargaan setingi-tingginya kepada anggota Tim Ekoregion Laut yang lainnya seperti: Witasari dan rekan-rekan BPLHD lainnya: Dr. Arief Satria, Dr. Etty Riani, Dr. Handoko, dan Dr. Riza Cordova (IPB); Rahmat Nugroho (BIG); Dra. Lien Rosalina, MM, Hendaryanto, MM, Nurmala Eka Putri, M.Si (Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup) dan rekan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

50

Daftar PustakaBoyer TP, Antonov JI, Baranova OK, Garcia HE, Johnson DR, Locarnini RA, Mishonov Av.,

O’Brien TD, Seidov D, Smolyar IV, Zweng MM. 2009. World Ocean Database 2009. Levitus S, editor. National Oceanographic Data Center, Ocean Climate Laboratory, NOAA, pp.217.

Cummings JA, Smedstad OM. 2013. Variational data assimilation for the global ocean: data assimilation for atmospheric. Oceanic and Hydrologic Applications. II(13): 303–343.

Egbert GD, Erofeeva SY. 2002. Efficient inverse modeling of barotropic ocean tides. Am. Met. Soc. (19): 183–204.

Kalnay et al. 1996.The NCEP/NCAR 40-year reanalysis project. Bull. Amer. Meteor. Soc. 77: 437–471.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan. Jakarta: Indonesia.

Putri, MR. 2005. Study of ocean climate variability (1959-2002) in the Eastern Indian Ocean, Java Sea and Sunda Strait using The HAMburg Shelf Ocean Model. [Dissertation] Germany: University of Hamburg.

Ramdhan M. 2011. Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut di Perairan Pulau Pramuka dan Kabupaten Pati dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver. J. Segara. 7(1): 1–10.

Wiryawan B, Djohar I. 2014. Kondisi Fisik Perairan DKI Jakarta. Fokus Group Discussion. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Jakarta.

Wyrkti K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NAGA REPORT 2.

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

51

Lampiran

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

52

Gambar 2 Pola arah dan kecepatan angin rerata bulanan tahun 2013 di atas Pulau Jawa dan Laut Jawa, termasuk melingkupi wilayah Ekoregion Laut DKI Jakarta. Data angin diturunkan dari reanalysis data NCEP-NOAA (Kalnay et al. 1996)

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

53

a) Distrib1961)

c) Pasang

e) Pasang

busi Pasang

g Surut di Pu

g Surut di St

Surut di In

ulau Bidada

tasiun P. Pa

ndonesia (W

ari (EL-6.3.

ari (EL-6.3.3

Wyrtki,

1)

3)

b) Pasa

d) Pasa6.3.2

f) Pasa6.3.4

ang surut di

ang Surut di2)

ang Surut d4)

Stasiun P. S

i Stasiun P.

di Stasiun

Sabira (EL-

Damar Bes

P. Pramuk

6.2.1)

sar (EL-

ka (EL-

Gambar 3 Kondisi pasang surut di Indonesia dan di Ekoregion Laut DKI Jakarta. Data pasang surut hasil prediksi berdasarkan komponen yang diturunkan dari data altimetri Topex/Poseidon (Egbert dan Erofeeva 2002). Uji validasi data hasil prediksi telah dilakukan di perairan Kep. Seribu oleh Ramdhan (2011)

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

54

Jan

A

J

Ok

nuari

April

Juli

ktober

Februari

Mei

Agustus

November

Ma

Jun

Septem

Desem

aret

ni

mber

mber

Gambar 4 Pola arah dan kecepatan arus permukaan tahun 2012 Ekoregion Laut DKI Jakarta. Data arus diturunkan dari HYCOM+NCODA NRL archieve data (Cummings dan Smedstad 2013)

Karakteristik Oseanografi Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

55

a) suhu p

c) fosfat

permukaan

permukaan

n laut

n laut

b) oks

d) sili

sigen perm

ikat permu

mukaan lau

ukaan laut

ut

Gambar 5 Kondisi klimatologis tahunan parameter fisis air permukaan laut meliputi a) suhu; b) oksigen; c) fosfat; d) silikat, di Ekoregion Laut DKI Jakarta. Data diturunkan dari WOD09 (Boyer et al. 2009)

DINAMIKA TELUK JAKARTA Analisis Prediksi Dampak Pembangunan Tanggul Laut Jakarta (Jakarta Giant Sea Wall)

56

a) Januar

c) Juli

ri b) Ap

d) Ok

pril

ktober

Gambar 6 Kondisi sebaran salinitas permukaan laut tahun 2012: a) Januari; b) April; c) Juli; d) Oktober, di Ekoregion Laut DKI Jakarta. Data diturunkan dari HYCOM+NCODA NRL archieve data (Cummings dan Smedstad 2013)