11
Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724 46 ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA DENGAN ASAS TERRITORIALITAS Ikhsan Yusda PP Dosen Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Padang [email protected] ABSTRAK Cyberspace adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas kenegaraan, sehubungan dengan dunia maya (Cyber Crime) tentunya akan menimbulkan masalah tersendiri, khususnya berkenaan dengan masalah yurisdiksi. Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Hukum Internasional tradisional telah meletakkan beberapa prinsip umum yang berkaitan dengan yurisdiksi suatu negara, salahsatu prinsip itu adalah ”Prinsip Teritorial”. Berdasarkan prinsip ini setiap negara dapat menerapkan yurisdiksi nasionalnya terhadap semua orang (baik warga negara atau asing), badan hukum dan semua benda yang berada didalamnya. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut; bagaimanakah Yurisdiksi Hukum Pidana dalam kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime)?, dan bagaimanakah Kebijakan Kriminalisasi Terhadap Cyber Crime (Kejahatan Mayantara)?. Hasil yang didapat dari kajian ini adalah meningkatnya penggunaan internet disatu sisi memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya, disisi lain memudahkan bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana. Munculnya kejahatan dengan mempergunakan internet sebagai alat bantunya (Cyber Crime) lebih banyak disebabkan oleh faktor keamanan sipelaku dalam melakukan kejahatan, masih kurangnya aparat penegak hukum yang memiliki kemampuan dalam hal Cyber Crime, Kata kunci: Cyber Space, Cyber Crime, Yurisdiksi, Prinsip Territorialitas, KUHP, Penegakan Hukum. ABSTRACT Cyberspace is a medium that knows no boundaries, both boundaries and limits of the state, with respect to the virtual world (Cyber Crime) will certainly cause problems of its own, particularly with regard to the issue of jurisdiction. Jurisdiction is a reflection of the basic principles of sovereignty, equality state and non- interference principle. International law traditionally has laid some general principles relating to the jurisdiction of a country, one of the main principles are "Territorial Principle". Based on this principle of each country can apply its national jurisdiction against all persons (whether citizens or foreigners), legal entities and all things therein. Based on the description above, the basic problem can be formulated as follows; how the crime Criminal Law Jurisdiction in Cyberspace (Cyber Crime)?, and how Criminalization Policy Against Cyber Crime (Crime mayantara)?. The results obtained from this study is the increasing use of the Internet on the one hand makes it easy for people in their activities, on the other hand makes it easy for certain parties to the crime. The emergence of the Internet as a crime by using the kit (Cyber Crime) caused more by a safety factor sipelaku in committing a crime, the lack of law enforcement officers who have the capability in terms of Cyber Crime. Keywords: Cyber Space, Cyber Crime, Jurisdiction, Territorial Principle, Criminal Code, Law Enforcement. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Peradaban dunia pada masa kini ditandai dengan fenomena kemajuan informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan. Apa yang disebut dengan globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke-20 yakni pada saat terjadi revolusi transportasi bermula dari awal bad ke-20 yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika yang menyebar luaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, , disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas barang dan jasa. Revolusi terjadi diberbagai bidang kehidupan manusia seperti industri, budaya, pendidikan, teknologi, sistem informasi dan lain-lain. Sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya, revolusi kali ini juga membawa perubahan yang cepat dan cenderung mengubah nilai-nilai dan paradigma lama yang baku. Dalam masa revolusi, kecepatan menjadi faktor yang paling utama, sehingga muncul pernyataan ”siapa yang cepat ia yang

ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

46

ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYADENGAN ASAS TERRITORIALITAS

Ikhsan Yusda PPDosen Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Padang

[email protected]

ABSTRAKCyberspace adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas

kenegaraan, sehubungan dengan dunia maya (Cyber Crime) tentunya akan menimbulkan masalah tersendiri,khususnya berkenaan dengan masalah yurisdiksi. Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasarkedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Hukum Internasionaltradisional telah meletakkan beberapa prinsip umum yang berkaitan dengan yurisdiksi suatu negara,salahsatu prinsip itu adalah ”Prinsip Teritorial”. Berdasarkan prinsip ini setiap negara dapat menerapkanyurisdiksi nasionalnya terhadap semua orang (baik warga negara atau asing), badan hukum dan semuabenda yang berada didalamnya. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok masalah sebagaiberikut; bagaimanakah Yurisdiksi Hukum Pidana dalam kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime)?, danbagaimanakah Kebijakan Kriminalisasi Terhadap Cyber Crime (Kejahatan Mayantara)?. Hasil yangdidapat dari kajian ini adalah meningkatnya penggunaan internet disatu sisi memberikan kemudahan bagimanusia dalam melakukan aktivitasnya, disisi lain memudahkan bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukantindak pidana. Munculnya kejahatan dengan mempergunakan internet sebagai alat bantunya (Cyber Crime)lebih banyak disebabkan oleh faktor keamanan sipelaku dalam melakukan kejahatan, masih kurangnyaaparat penegak hukum yang memiliki kemampuan dalam hal Cyber Crime,

Kata kunci: Cyber Space, Cyber Crime, Yurisdiksi, Prinsip Territorialitas, KUHP, Penegakan Hukum.

ABSTRACTCyberspace is a medium that knows no boundaries, both boundaries and limits of the state, with respect tothe virtual world (Cyber Crime) will certainly cause problems of its own, particularly with regard to theissue of jurisdiction. Jurisdiction is a reflection of the basic principles of sovereignty, equality state and non-interference principle. International law traditionally has laid some general principles relating to thejurisdiction of a country, one of the main principles are "Territorial Principle". Based on this principle ofeach country can apply its national jurisdiction against all persons (whether citizens or foreigners), legalentities and all things therein. Based on the description above, the basic problem can be formulated asfollows; how the crime Criminal Law Jurisdiction in Cyberspace (Cyber Crime)?, and how CriminalizationPolicy Against Cyber Crime (Crime mayantara)?. The results obtained from this study is the increasing useof the Internet on the one hand makes it easy for people in their activities, on the other hand makes it easy forcertain parties to the crime. The emergence of the Internet as a crime by using the kit (Cyber Crime) causedmore by a safety factor sipelaku in committing a crime, the lack of law enforcement officers who have thecapability in terms of Cyber Crime.

Keywords: Cyber Space, Cyber Crime, Jurisdiction, Territorial Principle, Criminal Code, Law Enforcement.

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang Masalah

Peradaban dunia pada masa kiniditandai dengan fenomena kemajuaninformasi dan globalisasi yang berlangsunghampir di semua bidang kehidupan. Apayang disebut dengan globalisasi padadasarnya bermula dari awal abad ke-20 yaknipada saat terjadi revolusi transportasibermula dari awal bad ke-20 yakni pada saatterjadi revolusi transportasi dan elektronikayang menyebar luaskan dan mempercepatperdagangan antar bangsa, , disamping

pertambahan dan kecepatan lalu lintas barangdan jasa.

Revolusi terjadi diberbagai bidangkehidupan manusia seperti industri, budaya,pendidikan, teknologi, sistem informasi danlain-lain. Sebagaimana yang pernah terjadisebelumnya, revolusi kali ini juga membawaperubahan yang cepat dan cenderungmengubah nilai-nilai dan paradigma lamayang baku.

Dalam masa revolusi, kecepatanmenjadi faktor yang paling utama, sehinggamuncul pernyataan ”siapa yang cepat ia yang

Page 2: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

47

dapat”, siapa yang unggul dalamkecepatan maka ia akan memenangkansegalanya. Hal ini juga semakin menguatkanhipotesis The Winner Takes All yang kuranglebih menyiratkan makna bahwa yang kayasemakin kaya, sementara yang miskin tetapsaja miskin. Begitu juga halnya denganRevolusi Teknologi Informasi.

Revolusi teknologi informasi berawalsejak ditemukannya komputer yang dalamperkembangannya menciptakan suatu duniatersendiri yang lazim disebut dengan duniamaya. Kemajuan dan perkembanganteknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika)pada akhirnya akan mengubah tatananorganisasi dan hubungan sosialkemasyarakatan.

Fenomena baru ini tentunyamenimbulkan dampak positif disampingdampak negatif. Kemajuan teknologiinformasi memberikan banyak manfaat bagikehidupan manusia, aktifitas manusiamenjadi serba cepat, mudah dan praktiskarena mobilitas manusia semakin cepat,jarak tempuh antara satu tempat dan tempatlain menjadi singkat bahkan komunikasijarak jauh terasa semakin dekat.

Melalui kemajuan teknologiinformasi, masyarakat memiliki ruang gerakyang lebih luas. Aktifitas manusia yangsemula bersifat nasional telah berubahmenjadi internasional, peristiwa yang terjasidisuatu negara dalam hitungan detik sudahdapat diketahui oleh penduduk belahan dunialainnya, sesuatu yang sebelumnya dianggapmustahil.

Sekalipun kemajuan teknologiinformasi memberikan banyak kemudahanbagi kehidupan manusia, tetapi kemajuaninipun secara bersamaan menumbulkanberbagai permasalahan yang tidak mudahditemukan jalan keluarnya. Salahsatumasalah yang muncul akibat perkembanganteknologi informasi adalah lahirnyakejahatan-kejahatan yang sifatnya ”baru”khususnya yang mempergunakan internetsebagai alat bantunya. Lazaim dikenaldengan sebutan kejahatan dunia maya (CyberCrime).

Kata Cyber yang berasal dari kata”Cybernetics” merupakan suatu bidang ilmuyang merupakan perpaduan antara robotik,matematika, elektro dan psikologi yangdikembangkan oleh Norbert Wiener ditahun

1948. Salahsatu aplikasi dari cyberneticsadalah bidang pengendalian (robot) dari jarakjauh. Dalam hal ini tentunya yang diinginkanadalah sebuah kendali yang betul-betulsempurna (perfect control).1 Karena BudiRaharjo berpendapat bahwa sedikitmengherankan jika kata ”Cyberspace” yangberasal darikata ”Cyber” tidak dapatdikendalikan. Cyberspace dapat diatur.Meskipun pengaturannya membutuhkanpendekatan yang berbeda dengan cara yangdigunakan untuk mengatur dunia nyata.

Cyberspace adalah media yang tidakmengenal batas, baik batas-batas wilayahmaupun batas kenegaraan, sehubungandengan dunia maya (Cyber Crime) tentunyaakan menimbulkan masalah tersendiri,khususnya berkenaan dengan masalahyurisdiksi.

Yurisdiksi adalah kekuasaan ataukompetensi hukum negara terhadap orang,benda atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi inimerupakan refleksi dari prinsip dasarkedaulatan negara, kesamaan derajat negaradan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksijuga merupakan suatu bentuk kedaulatanyang vital dan sentral yang dapat mengubah,menciptakan atau mengakhiri suatuhubungan atau kewajiban hukum.

Hukum Internasional tradisionaltelah meletakkan beberapa prinsip umumyang berkaitan dengan yurisdiksi suatunegara, salahsatu prinsip itu adalah ”PrinsipTeritorial”. Berdasarkan prinsip ini setiapnegara dapat menerapkan yurisdiksinasionalnya terhadap semua orang (baikwarga negara atau asing), badan hukum dansemua benda yang berada didalamnya.

Dalam hal penegakan hukum diduniavirtual/maya, masalah-masalah yangberkaitan dengan yurisdiksi dan penegakanserta pemilihan hukum yang berlaku terhadapsuatu sengketa multi yurisdiksi akanbertambah penting dan kompleks.

Hal ini penting untuk diperhatikanmengingat seringkali disatu sisi kewenanganaparat penegak hukum dibatasi oleh wilayahsuatu negara yang berdaulat penuh sebagaibatas dari yurisdiksi hukum yangdimilikinya, disisi lain para pelaku kejahatandapat bergerak bebas melewati batas negaraselama dilengkapi dokumen keimigrasianyang memadai, akibatnya sangat sulit bagi

Page 3: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

48

negara untuk mengungkapkansekaligus menangkap pelaku kejahatantersebut.

1.2. Masalah PokokBerdasarkan uraian yang telah

dikemukakan dalam latar belakang masalahdiatas, maka penulis merumuskan pokokmasalah sebagai berikut :1. Bagaimanakah Yurisdiksi Hukum Pidana

dalam kejahatan di Dunia Maya (CyberCrime)?

2. Bagaimanakah Kebijakan KriminalisasiTerhadap Cyber Crime (KejahatanMayantara)?

2. Tinjauan KepustakaanCyber Crime merupakan bentuk kejahatanyang relatif baru apabila dibandingkandengan bentuk-bentuk kejahatan lain yangsifatnya konvensional. Cyber Crime munculbersamaam dengan lahirnya revolusiteknologi informasi, sebagaimanadikemukakan oleh Ronnni R. Nitibaskara,bahwa: ”Interaksi sosial yang meminimalisirkehadiran secara fisik, merupakan ciri laindari revolusi teknologi informasi. Denganinteraksi semacam ini, penyimpanganhubungan sosial yang berupa kejahatan(Crime), akan menyesuaiakn bentuknyadengan karakter baru tersbut”.

Ringkasnya, sesuatu denganungkapan ”Kejahatan merupakan produk darimasyarakatnya sendiri”, (Crime is product ofsociety its self)”, habitat baru ini, dengansegala bentuk pola interaksi yang adadidalamnya, akan menghasilkan jenis-jeniskejahatan yang berbeda dengan kejahatan-kejahatan yang lain yang sebelumnya telahdikenal. Kejahatan-kejahatan ini beradadalam satu kelompok besar yang dikenaldengan istilah ”Cyber Crime”.

Belum ada kesatuan pendapatdikalangan para ahli mengenai definisi CyberCrime. Hal tersebut disebabkan kejahatan ini(Cyber Crime) merupakan kejahatan yangrleatif baru dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan konvensional. Ada yangmenerjemahkan dengan kejahatan siber,kejahatan didunia maya, kejahatan virtual,bahkan ada yang tetap mempergunakanistilah aslinya, yaitu, Cyber Crime tanpamenerjemahkannya.

Meskipun belum ada kesepahamanmengenai definisi, kejahatan teknologi

informasi (Cyber Crime), namun adakesamaan pengertian universal mengenaikejahatan komputer. Hal ini dapat dimengertikarena kehadiran komputer yang sudahmengglobal mendorong terjadinya uveralisasiaksi dan akibat yang dan dirasakan darikejahatan komputer tersebut. Secara umumyang dimaksud kejahatan komputer ataukejahatan dunia cyber adalah:”Upaya memasuki dan atau menggunakanfasilitas komputer atau jaringan komputertanpa izin dan dengan jaringan komputertanpa izin dan dengan melawan hukumdengan atau tanpa menyebabkan perubahandan atau kerusakan pada fasilitas komputeryang dimasuki atau dipergunak tersebut”.

Dengan demikian jelaslah bahwa jikaseseorang menggunakan komputer tanpa ataubagian dari jaringan komputer tanpa seizinyang berhak, tindakan tersebut sudahtergolong kejahatan komputer dapatdikelompokkan dalam 2 (dua) golongan,yakni, penipuan data dan penipuan program.Dalam bentuk pertama, data yang tidak syahdimasukkan kedalam sistem jaringankomputer atau data yang seharusnya dientrydiubah menjadi tidak valid atau syah lagi.Fokus perhatian pada kasus ini adalah adanyapemalsuan dan atau perusakan data input.

Bentuk kejahatan kedua, yang relatiflebih canggih dan lebih berbahaya adalahapabila seseorang mengubah programkomputer, baik dilakukan langsung ditempatkomputer tersebut berada maupun dilakukansecara remote melalui jaringan komunikasidata. Pada kasus ini penjahat melakukanpenetrasi kedalam sistem komputer danselanjutnya mengubah susunan programdengan tujuan menghasilkan keluaran(output) yang berbeda dari seharusnya, meskiprogram tersebut memperoleh masukan(input) yang benar.

Bainbridge dalam bukunya kompuerdan hukum dikutip dari Merry Magdalenadan Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, membagibeberapa macam kejahatan denganmenggunakan sarana komputer, yaitu:a. Memasukkan instruksi yang tidak syah,

yaitu seseorang memasukkan instruksisecara tidak syah sehingga menyebabkansistem komputer melakukan transferuang dari satu rekening ke rekening lain,tindakan ini dapat dilakukan oleh orangdalam atau luar bank yang berhasil

Page 4: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

49

b. memperoleh akses kepada sistemkomputer tanpa izin.

c. Perusakan data input, yaitu data yangsecara syah dimasukkan kedalamkomputer dengan sengaja diubah. Caraini adalah suatu hal yang paling lazimdigunakan karena mudah dilakukan dansulit dilacak dengan pemeriksaanberkala.

d. Perusakan data, hal ini terjadi terutamapada data output, misalnya; laporandalam bentuk hasil cetak komputerdirobek, tidak dicetak atau hasilnyadiubah.

e. Komputer sebagai pembantu kejahatan,misalnya; seseorang denganmenggunakan komputer menelusurirekening seseorang yang tidak aktif,kemudian melakukan penarikan dana darirekening tersebut.

f. Akses tidak syah terhadap sistemkomputer atau yang dikenal denganhacking. Tindakan hacking ini berkaitandengan ketentuan rahasia bank, karenaseseorang memiliki akses yang tidaksyah terhadap sistem komputer bank,sudah tentu mengetahui catatan tentangkeadaan keuangan nasabah dan hal-hallain yang harus dirahasiakan menurutkelaziman dunia perbankan.

Kejahatan dalam dunia maya (CyberCrime) secara sederhana dapat diartikansebagai jenis kejahatan yang dilakukandengan mempergunakan media internetsebagai alat bantu.

Jenis-jenis kejahatan yang masukdalam kategori Cyber Crime diantaranya:a. Cyber Terrorism. Merupakan kejahatan

yang memanfaatkan jaringan internetuntuk melakukan kegiatan teror,ancaman, intimidasi terhadap pihak lain.Dengan memasuki sistem jaringankomputer pihak sasaran;

b. Cyber Pornography. Penyebar luasanpornography melalui jaringan internet;

c. Cyber Stalking, Crime of Stalkingmelalui penggunaan komputer daninternet;

d. Hacking. Penggunaan programmingabilitas dengan maksud yangbertentangan dengan hukum;

e. Cyber-Harrashment. Pelecehan seksualmelalui e-mail;

f. Carding (credit card fraud).

Mempergunakan berbagai macamaktivitas yang melibatkan kartu kredit.Carding muncul ketika seseorang yang bukanpemilik kartu kredit menggunakan kartukredit tersebut secara melawan hukum.

Dengan memperhatikan jenis-jeniskejahatan sebagaimana dikemukakan diatas,dapat digambarkan bahwa Cyber Crimememiliki ciri-ciri khusus, yaitu:a. Non-Violence (tanpa kekerasan).b. Sedikit melibatkan kontak fisik.c. Menggunakan peralatan dan teknologi.d. Memanfaatkan jaringan telematika

(telekomunikasi, media dan informatika)global.

Apabila memperhatikan ciri-ciri ke-3dan ke-4, yaitu; menggunakan peralatan danteknologi serta memanfaatkan jaringantelematika global, maka tampak jelas bahwaCyber Crime dapat dilakukan dimana saja,kapan saja serta berdampak kemana saja,seakan-akan tanpa batas. Keadaan inimengakibatkan tempat terjadinya tindakpidana (locus delicti) serta akibat yangditimbulkan dapat terjadi dibeberapa negaradan melampaui batas-batas terttitorial suatunegara.

3. PEMBAHASAN3.1. Yuridiksi Hukum Pidana dalamKejahatan Dunia Maya (Cyber Crime)Dalam membicarakan masalah yuridiksidiruang maya, Masaki Hamano dalamtulisannya berjudul ”Comparative Study inthe Approach to Jurisdiction in Cyberspace”mengemukakan terlebih dahulu adanyayurisdiksi yang didasarkan pada prinsip-prinsip tradisional.

Menurutnya ada 3 (tiga) kategoriyurisdiksi maka dapat dikatakan bahwayurisdiksi tradisional yaitu: Yurisdiksilegislatif (legislative jurisdiction), yurisdiksijudisial (Judicial jurisdiction) dan yurisdiksieksekutif (executive jurisdiction).

Mengacu pada pengertian ketigayurisdiksi diatas maka dapat dikatakan bahwayurisdiksi tradisional berkaitan dengan batas-batas kewenangan negara ditiga bidangpenegakan hukum, pertama, kewenanganpembuatan hukum substantif, (oleh karena itudisebut yurisdiksi judisial atau aplikatif).Ketiga kewenanganmelaksanakan/memaksakan kepatuhan

Page 5: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

50

hukum yang dibuatnya (olehkarenanya disebut juga yurisdiksi eksekutif).

Dalam hal penegakan hukum diduniamaya, masalah-masalah yang berkaitandengan yurisdiksi dan penegakan sertapemilihan hukum yang berlaku terhadapsuatu sengketa multi yurisdiksi akanbertambah penting dan kompleks.

Hal ini sangat penting untukdiperhatikan, mengingat seringkali disatu sisikewenangan aparat penegakan hukum dapatmelakukan tugasnya dibatasi oleh wilayahsuatu negara yang berdaulat penuh sebagaibatas dari yurisdiksi hukum yangdimilikinya, disisi lain pelaku kejahatandapat bergerak bebas. Melewati batas negaraselama dilengkapi dokumen keimigrasianyang memadai, akibatnya sangat sulit baginegara untuk mengungkapkan sekaligusmenangkap pelaku kejahatan tersebut.

Berdasarkan asas uraura dalamHukum Internasional, setiap negara memilikikekuasaan tertinggi atau kedaulatan atasorang dan benda yang ada dalam wilayahnyasendiri, oleh karena itu suatu negara tidakboleh melakukan tindakan yang bersifatmelampaui kedaulatannya (act ofsovereignty) didalam wilayah negara lain.Sebab tindakan demikian itu dipandangsebagai intervensi atau campur tangan atasmasalah-masalah dalam negara lain, yangdilarang menurut Hukum Internasional.

Akibatnya, apabila diketahui adanyapelaku kejahatan yang melarikan diri atauberada diwilayah negara lain, maka negarayang memiliki yurisdiksi atas sipelakukejahatan, misalnya, negara tempat kejahatandilakukan atau negara-negara yang menderitaakibat dari kejahatan itu, tidak bolehmelakukan penangkapan dan penahanansecara langsung didalam wilayah negaratempat sipelaku kejahatan itu berada. Hal inisangat wajar karena setiap negara tidakmenghendaki wiayahnya dimasuki oleh pihaklain (orang/negara) tanpa seizin dari negarayang bersangkutan. Sedangkan cara yanglazim dipergunakan untuk menangkap pelakukejahatan yang berada dinegara lain adalahnegara yang memiliki yurisdiksi itu memintakepada negara tempat si pelaku kejahatan ituberada supaya menangkap dan menyerahkanorang tersebut.

Dalam prakteknya yurisdiksi dapatdibedakan antara yurisdiksi perdata danyurisdiksi pidana, yurisdiksi perdata adalah

kewenangan pengadilan suatu negaraterhadap perkara-perkara yang menyangkutkeperdataan, baik yang siffatnya nasionalmaupun internasional. Yurisdiksi pidanaadalah kewenangan pengadilan suatu negaraterhadap perkarra-perkara yang menyangkutkepidanaan, baik yang tersangkut didalamnyaunsur asing maupun nasional.

Harus diakui bahwa untukmenerapkan yurisdiksi yang tepat dalamkejahatan-kejahatan didunia maya (CyberCrime) bukan merupakan pekerjaan yangmudah, karena kejahatannya bersifatinternasional sehingga banyak bersinggungandengan sistem hukum negara lain, olehkarena itu perlu ada harmonisasi,kesepakatan dan kerjasam antar warga negaramengenai masalah yurisdiksi ini.

Salahsatu upaya harmonisasi masalahyurisdiksi ini terlihat dalam ”draft conventionof Cyber Crime” diantara negara-negaraDewan Eropa. Dalam article 22 Draft itudinyatakan antara lain:1. Tiap pihak (negara) akan mengambil

langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang diperlukan untukmenetapkan yurisdiksi terhadap setiaptindak pidana yang ditetapkan sesuaidengan Pasal 2 sampai Pasal 11 konvensiini, apabila tindak pidana itu dilakukan:a. Didalam wilayah territorialnya; ataub. Di atas kapal yang mengibarkan

bendera negara yang bersangkutan,atau

c. Di atas pesawat yang terdaftarmenurut hukum negara yangbersangkutan, atau

d. Oleh seseorang dari warganegaranya, apabila tindak pidana itudapat dipidana menurut hukumpidana ditempat tindak pidana itudilakukan diluar yurisdiksi teritorialsetiap Negara.

1. Setiap negara berhak untuk tidakmenerapkan atau hanya menerapkanaturan yurisdiksi sebagaimana disebutdalam Ayat (1) b – Ayat (1) d Pasal inidalam kasus-kasus atau kondisi-kondisitertentu.

2. Tiap pihak (negara) akan mengambillangkah-langkah yang diperlukan untukmenetapkan yurisdiksi terhadap tindakpidana yang ditunjuk dalam Pasal 24Ayat (1) konvensi ini, dalam haltersangka berada diwilayahnya dan

Page 6: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

51

3. negara itu tidak mengekstradisitersangka itu ke negara lain, setelahadanya permintaan ekstradisi.

4. Konvensi ini tidak meniadakan yurisdiksikriminal yang dilaksanakan sesuaidengan hukum domestik (hukum negarayang bersangkutan).

5. Apabila lebih dari 1 (satu) pihak (negara)menyatakn berhak atas yurisdiksi tindakpidana dalam konvensi ini, maka parapihak yang terlibat akan melakukankonsultasi untuk menetapkan yurisdiksiyang paling tepat untuk penuntutan.

Berdasarkan kasus-kasus yang telahterjadi, nampak bahwa yurisdiksi teritorialbanyak dijadikan dasar penanganan kasusCyber Crime dipengadilan, misalnya; diAmerika Syarikat, dengan memperhatikanpada keterbatasan-keterbatasan yang adadalam KUHP yang berkaitan dengan CyberCrime, maka perlu dikembangkankemungkinan perluasan yurisdiksi kriminal.

Perluasan yurisdiksi kriminal inimeliputi hak untuk melakukan penuntutandan penjatuhan pidana atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam bataswilayah suatu negara tetapi diselesaikandalam wilayah negara lain.

Berkaitan dengan hal tersebut, BardaNawawi Arief menganjurkan menerapkanprinsip-prinsip ”ubikuitas” yaitu: prinsipyang menyatakan bahwa delik-delik yangterjadi disebahagian wilayah territorialnegara dan sebagian diluar territorial negara,harus dapat dibawa kedalam yurisdiksinegara terkait.

2. Kebijakan Kriminalisasi TerhadapKejahatan Mayantara (Cyber Crime)

Seiring dengan pesatnya perkembanganperkembangan teknologi informatika telahmerubah pola kehidupan, virtual life danreality life. Perubahan paradigma ini sebagaiakibat dari kehadiran Cyber Space, yangmerupakan impas dari jaringan komputerglobal.

Peningkatan jaringan komputerglobal telah menghancurkan hubungan antarletak geografis dengan:a. Kewenangan pemerintah untuk

memaksakan kontrol atas onlinebehavior.

b. Pengaruh online behavior terhadapindividu atas barang.

c. Legitimasi pemerintah untuk mengaturfebnomena global; dan

d. Kemampuan wilayah untukmemberitahukan kepada orang yangmelewati perbatasan mengenai hukumyang berlaku.

Perubahan ini disamping membawadampak positif juga membawa dampaknegatif. Dampak negatif yang dimaksudadalah yang berkaitan dengan duniakejahatan. Kejahatan mengalamimetaformosa baik secara kualitas ataukuantitas, paralel dengan perkembanganbudaya masyarakat.

J.E Sahetapy telah menyatakandalam tulisannya, bahwa kejahatan eratkaitannya dan bahkan menjadi sebagian darihasil budaya itu sendiri. Ini berarti semakintinggi tingkat budaya dan semakin modernsuatu bangsa, maka semakin modern pulakejahatan itu dalam bentuk, sifat dan carapelaksanaannya.

Salahsatu dampak negatif sebagaiakibat perubahan yang diusungperkembangan teknologi adalah CyberCrime. Cyber Crime merupakan suatu bentukdimensi baru dalam dunia kejahatan.Volodymyr Golubev menyebutnya sebagai”The new form anti-social behavior”.

Cyber Crime pontesial menimbulkankeriguan pada beberapa bidang, seperti;politik, ekonomi, sosial dan budaya yangsignifikan lebih memperhatikandibandingkan dengan kejahatan yangberintensitas tinggi lainnya dan bahkan padamasa yang akan datang dapat menggangguperekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi elektronik(perbankan, telekomunikasi, satelit, jaringanlistrik dan jaringan lalu-lintas penerbangan.

Melihat fenomena ini maka perludilakukan upaya untuk pencegahan danpenanggulangan terhadap kejahatan adalahcyber ini. Salahsatu diantara upayapenanggulanngan kejahatan adalahkriminalisasi. Kriminalisasi adalah suatukebijakan dalam menetapkan suatu perbuatanyang semula bukan tindak pidana (tidakdipidana) menjadi suatu tindak pidana(perbuatan dapat dipidana).

Berbicara masalah kriminalisasisesungguhnya terkait erat denganpenyusunan dan kebijakan hukum pidana.Marc Ancel mendefinisikan penal policysebagai suatu ilmu sekaligus seni yang

Page 7: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

52

bertujuan untuk memungkinkanperaturan hal positif (dalam hal ini hukumpidana) secara lebih baik.

Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa kebijakan hukum pidana jugaberkaitan dengan merubah, menambah,menghapus rurausan undang-undang hukumpidana dalam. rangka mewujudkan peraturanhukum pidana yang lebih baik.

Berkenaan dengan pengaturanaktifitas dunia maya (Cyber Space) inikemudian dihadapkan pada persoalansiapakah yang berhak membuat regulasi,melakukan penuntutan dan proses peradilanmengingat Cyber space tidak jelas locus-nya.Dan juga melewati batas teritorial negara.Akhirnya ini berkaitan dengan otoritas manayang berhak mengatur internet.

Mengenai masalah ini, David R.Johnson dan David G. Post dalam artikelnya,”And how should the internet be governed?”mengemukakan 4 model yang bersaing,yaitu:a. Pelaksanaan kontrol yang dilakukan oleh

badan peradilan yang ada saat ini.b. Penguasa nasional melakukan

kesepakatan internasional mengenai ”thegovernance of Cyber space”.

c. Pembentukan suatu organisasiinternasional baru yang secara khususmenangani masalah dunia internet.

d. Pemerintahan/pengaturan sendiri olehpara pengguna internet.

Dalam hal ini David R. Johnson danDavid G. Post mendukunng model ke-4, inidikarenakan mereka melihat bahwa dunianyata dan dunia maya terpisah.

Menurut hemat penulis dunia nyatadan maya (Cyber spcace) tidak terpisahkansecara tegas. Artinya aktifitas diinternetwalaupun dianggap sebagai suatu aktifitasmaya, dalam pengaturannya tidak dapatdilepaskan dari manusia dalam dunia nyata.Ini dikarenakan internet sebagai sebuahteknologi menuntut pesan manusia dalammengoperasikannya. Manusia dalam alamnyatalah yang bertanggung-jawab atas akibatdari perbuatannya. Dengan demikian aktifitasdalam Cyber space tidak dapat terpisahkandari alam nyata. Regulasi yang berkaitandengan internet tidak terlepas dari aktifitasmanusia pada dunia nyata.

Sebagaimana pengaturannya cyberlaw, pengaturan Cyber Crime jugamenimbulakn kontroversi. Agus Rahardjotampaknya cenderung pada pendekatan yangdigunakan Muladi dalam membahaskejahatan komputer. Pendekatan-pendekatanitu adalah sebagai berikut:a. Pendekatan pertama dapat disebut

sebagai pendekatan global (globalApproach) yang menghendaki adanyapengaturan baru yang bersifat umumterhadapkejahatan komputer yangmencakup berbagai bentuk perbuatanberupa manipulasi, perusakan, pencuriandan penggunaan komputer secaramelawan hukum dan tanpa kewenangan(access to data processing system). Halini tampak misalnya pada Swedish DataAct 1973.

b. Pendekatan kedua adalah pendekatanevolusioner (evolutionary approach)yang berusaha untuk mengadakanpembaharuan dari amandemen terhadapperumusan kejahatan-kejahatantradisional dengan menambah objek cara-cara dilakukannya kejahatan komputerdalam perumusannya. Penambahandalam hal ini dapat berarti modifikasiatau berupa suplementasi. Contohnyaadalah; Penal Code Amandement Act1985 di Canada; dan

c. Pendekatan ketiga merupaakn kompromiantaa pendekatan global dan pendekatanevolusioner dilakukan dengan caramencantumkan komputer didalamkodifikasi Hukum Pidana.

Dalam rangka upaya untukmenanggulangi Cyber Crime maka PBBlewat resolusinya (resolusi kongres PBBVIII/1990 mengenai ”Computer RelatedCrime”, mengajukan beberapa kebijakanantara lain, mengimbau agar negara anggotaPBB untuk mengintensifkan upayapenanggulangan penyalahgunaan komputeryang lebih efektif dengan melakukanmodernisasi hukum pidana material danhukum acara pidana.

Berkaitan dengan resolusi KongresPBB VIII/1990 mengenai ”computer relatedCrime” (didalam termasuk Cyber Crime)yang menganjurkan untuk modernisasihukum pidana tersebut, sudah selayaknyabila negara (Indonesia) memperbaharuihukum pidana nasional dalam upayapenanggulangan Cyber Crime tersebut.

Page 8: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

53

Dalam modernisasi hukum pidana,atau dengan kata lain menyusun Cyber Crimelaw, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalamseminar Cyber Crime tanggal 19 Maret 2003menawarkan beberapa alternatif, yaitu:a. Menghapus Pasal-Pasal dalam UU terkait

yang tidak dipakai lagi (usang).b. Mengamandemen KUHP.c. Mensisipkan hasil kajian dalam RUU

yang ada.d. Membuat RUU sendiri ex RUU

(Teknologi Informasi).Upaya tersebut tampaknya telah

dilakukan terbukti dengan mulai disusunnyaRUU KUHP yang baru (Konsep tahun 2000).Kalau dikaitkan dengan alternatif yangditawarkan oleh Mas Roes, maka ini sesuaidengan alternatif kedua. Dalam RUU KUHPtersebut didalamnya mengatur regulasi yangmendukung dalam upaya pemberantasanCyber Crime.

4. PENUTUP4.1. KesimpulanKemajuan teknologi informasi ditandaidengan meningkatnya penggunaan mediainternet dalam setiap aspek kehidupanmanusia. Meningkatnya penggunaan internetdisatu sisi memberikan kemudahan bagimanusia dalam melakukan aktivitasnya, disisilain memudahkan bagi pihak-pihak tertentuuntuk melakukan tindak pidana.

Munculnya kejahatan denganmempergunakan internet sebagai alatbantunya (Cyber Crime) lebih banyakdisebabkan oleh faktor keamanan sipelakudalam melakukan kejahatan, masihkurangnya aparat penegak hukum yangmemiliki kemampuan dalam hal CyberCrime, serta belum adanya peraturanperundang-undangan yang mengaturkejahatan ini.

Mengingat adanya beberapa prinsipyang dianut dalam kitab undang-undangpidana Indonesia, yaitu; prinsip territorial,prinsip nasional, prinsip nasionalpasif/prinsip perlindungan dan prinsipuniversal maka dalam upaya menanggulangikejahatan didunia maya (Cyber Crime).KUHP Indonesia dapat diberlakukansekalipun daya berlakunya masih bersifatterbatas, untuk beberapa jenis kejahatan.

Oleh karena itu sudah waktunyapemerintah melakukan berbagai upaya guna

mencegah semakin meningkatnya kejahatancyber (Cyber Crime) diantaranya melaluipeningkatan kuantitas dan kualitas aparatpenegak hukum yang menguasai teknologiinformasi, meningkatkan sarana pendukungbagi penyelidikan dan penyidikan kejahatansiber (cyber Crime). Disamping perludilakukan kebijakan kriminalisasi terhadapcyber crime yaitu dengan cara mengadakanperubahan atau mengamandemen KUHP, danmenghapus Pasal yang tidak dipakai danmembuat Undang-undang khusus yangberkaitan dengan teknologi informasi.

4.2. Saran-saranBerkaitan dengan Cyber Crime tersebut makaperlu adanya upaya-upaya untuk mencegahdan penanggulangan terhadapnya. Untuk ituperlu diperhatikan adalah:1. Segera membuat regulasi yang berkaitan

dengan cyber law umumnya dan CyberCrime khususnya.

2. Dalam pengaturan tersebut perlumempertimbangkan draft internasionalyang berkaitan dengan Cyber Crime,mengingat kejahatan ini merupakan”global Crime”. Selain itu juga perlumenerapkan prinsip ”ubukuitas” dalamregulasi tersebut, dikarenakan yurisdiksikejahatan ini tidak jelas.

3. Sebelum adanya aturan khusus tentangCyber Crime hakim juga aparat penegakhukum lainnya harus ”berani” melakukan”rechtsvinding”.

4. Melakukan perjanjian-perjanjianekstradisi dengan negara lain.

5. Mempertimbangkan penerapan alat buktielektronik dalam hukum pembuktian.

DAFTAR PUSTAKAAgus Rahardjo, Cyber Crime: Pemahaman

dan Upaya Pencegahan KejahatanBerteknologi, Bandung, Citra AdityaBakti, 2002.

Abdul Wahid dan Muhammad Labib,Kejahatan Mayantara (Cyber Crime),Cetakan ke satu. Bandung, PT RefikaAditama, 2005.

Abdul Wahid, Kriminologi dan KejahatanKontemporer LapitalismCommunism and Coexistence from aBitter Past to a Better Prospect,Boston, Hougton Mifflin Company,2002.

Page 9: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang

Vol. 3 No. 1 April 2015 Jurnal TEKNOIF ISSN: 2338-2724

54

A. I. Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidanadalam PenanggulanganPenyalahgunaan Komputer.Yogyakarta. Universitas Atmajaya,1999.

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta HukumPidana, Bandung, Citra AdityaBakti, 2003.

Barda Nawawi Arief, Bunga RampaiKebijakan Hukum Pidana, Bandung,Citra Aditya Bakti, 2002.

Barda Nawawi Arief, Masalah PenegakanHukum dan KebijakanPenanggulangan Kejahatan,Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003.

Dikdik M. Arif Mansur & Elisatris Gultom,Cyber Law: Aspek Hukum TeknologiInformasi, Bandung, PT RefikaAditama, 2005.

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalamHukum Internasional, Jakarta,Rajawali Pers, 1996.

I Wayan Pasthiana. Ekstradisi dalam HukumInternasional dan Hukum NasionalIndonesia, Bandung, Mandar Maju,1990.

J. G. Starke, Pengantar HukumInternasional, Edisi Kesepuluh,Buku 1, Jakarta, Sinar Grafika, 1977.

Merry Magdalena dan Mas Wigrantoro RoesSetiyadi, Cyber Law: Tidak PerluTakut. Yogyakarta. CV Andi Offset,2007.

Tubagus Roni Rahman Nitibaskara, KetikaKejahatan Berdaulat: SebuahPendekatan Kriminologi Hukum danSosiologis, Jakarta, Peradaban, 2001.

Hera Sutadi. Cyber Crime, apa yang bisadiperbuat, Sinar Harapan, Sabtu 5April, Jakarta, 2003.

Page 10: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang
Page 11: ANALISIS TERHADAP CYBER CRIME DALAM KAITANNYA …repo.polinpdg.ac.id/4456/1/1.Jurnal_NAS_ke-2_dr_IKHSAN_YUSDA_PP.pdfdengan sebutan kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Kata Cyber yang