Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS YURIDIS KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK KARENA PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES)
DALAM PUTUSAN NOMOR: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn
SKRIPSI
Oleh:
AHMAD MUZAKKI
21601021041
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2020
ANALISIS YURIDIS KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK KARENA PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES)
DALAM PUTUSAN NOMOR: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Oleh:
AHMAD MUZAKKI
21601021041
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2019
ANALISIS YURIDIS KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK KARENA PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES)
DALAM PUTUSAN NOMOR: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
Ahmad Muzakki1
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Jl. Mayjen Haryono Nomor 193, Kota Malang
Email: [email protected]
ABSTRACT
Children are the most important part of society and a country. Therefore it is important for
all elements in society to make efforts to provide protection for children. This does not
necessarily make children a legal subject that is immune to criminal sanctions. Events about
the murder committed by a child to someone suspected of being a polemic can be forgiven by
the regulations, including Article 49 paragraph (2) concerning defense due to force.
From this background there are issues to be examined in the decision No. 1 / Pid. Sus-
Anak / 2020 / PN.KPn is a case of position on the event, the judge's consideration in making
the decision, and analysis of the decision.
The author in this study uses normative juridical using a conceptual approach to
legislation, as well as approaches to cases, gathering primary legal material from existing
literature and regulations, as well as secondary and tertiary legal materials from both
journals and previous research, then the legal material is reviewed and analyzed to answer
the legal issues being investigated.
The results of this study indicate that the application of Article 49 paragraph (2) made
into consideration by judges cannot be proven because a crime committed by a child is not an
act that can be forgiven in accordance with article 49 paragraph (2) with reference to the
conditions that have been written down.
Keywords: Child, Noodweer excees, evidance
1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
ANALISIS YURIDIS KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK KARENA PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES)
DALAM PUTUSAN NOMOR: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
Ahmad Muzakki
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Jl. Mayjen Haryono Nomor 193, Kota Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Anak ialah bagian terpenting dalam masyarakat serta suatu Negara. Oleh sebab itu
penting bagi seluruh elemen dalam masyarakat untuk melakukan upaya guna memberikan
perlindungan terhadap anak. Hal tersebut tidak lantas menjadikan anak sebagai subjek hukum
yang kebal akan sanksi pidana. Peristiwa tentang pembunuhan yang dilakukan oleh anak
kepada seseorang yang diduga begal menjadi polemik hal yang dapat dimaafkan oleh
peraturan termasuk pada Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan karena daya paksa.
Dari latar belakang tersebut terdapat permasalahan yang hendak diteliti pada putusan
Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn adalah kasus posisi pada peristiwa tersebut, bahan
pertimbangan hakim dalam memutuskan, serta analisa pada putusan.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan
pendekatan konseptual perundang-undangan, serta pendekatan pada kasus, pengumpulan
bahan hukum primer dari literatur dan peraturan yang ada, serta bahan hukum sekunder dan
tersier baik dari jurnal dan penelitian sebelumnya, selanjutnya bahan hukum tersebut dikaji
dan dianalisa untuk menjawab persoalan hukum yang sedang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan Pasal 49 ayat (2) yang dijadikan bahan
pertimbangan oleh hakim tidak dapat dibuktikan dikarenakan tindak pidana yang dilakukan
oleh anak bukan merupakan tindakan yang dapat dimaafkan sesuai dengan pasal 49 ayat (2)
dengan mengacu pada syarat-syarat yang telah di tuliskan.
Kata Kunci: Anak, Noodweer excees, pembuktian
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara yang dalam menjalankan kekuasaanya harus berdasarkan
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesai 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Sebagai Negara hukum, maka untuk
menjalankan seuatu Negara harus berdasarkan hukum, keadaan ini yang menjadikan posisi
undang-undang mempunyai peranan penting sebagai dasar dalam menjalankan suatu negara.
Salah satu kebijakan hukum yang dibuat untuk dijadikan dasar yang termuat dalam Pasal 1
ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) dalam bahasa latin
berbunyi: “Nullum delictum, nulla puna sine praevia lege punali” yang artinya tiada
kejahatan, tiada hukuman pidana tanpa undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.1
Tindak pidana dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dapat diancam hukuman atau
sanksi, KUHP tidak hanya mengatur tentang sanksi saja tapi juga tindakan yang dapat
dibenarkan, atau disebut juga alasan pembenar bagi suatu tindakan.
Pada suatu peraturan atau undang-undang yang tertulis, seperti UU pidana
memerlukan suatu penafsiran, ketika suatu aturan dapat ditafsirkan dengan baik dan tepat atas
unsur-unsurnya, akan membuat aturan tersebut dapat diterapkan dengan baik yang dapat
menimbulkan kepuasan bagi para pihak yang bersangkutan.2
Dalam penafsiran yang baik tersebut juga sebagai penghargaan atas hak asasi manusia
menimbang antara hak terdakwa dan juga hak korban, justru ketika dalam suatu penafsiran
yang buruk akan menimbulkan pembatasan atas hak-hak pribadinya. Oleh karna itu para
penegak hukum haruslah memiliki pengetahuan yang cukup untuk menafsirkan suatu
1 Wirjono Prodjodikoro. 2014, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama. h. 42.
2 P.A.F. Lamintang. Franciscus Theojunior Lamintang, 2014, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika. h. 36
peraturan perundang-undangan dengan sebaik-baiknya yang melalui cara penafsiran yang di
benarkan undang-undang.
Penelitian ini akan berfokus pada alasan pemaaf atas suatu tindakan pidana yang
disebutkan dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP. Pada dasarnya pernyataan noodweer exces tidak
ada dalam rumusan Pasal 49 KUHP, melainkan perkataan tersebut ada dalam Memorie van
Toelichting mengenai pembentukan Pasal 49 KUHP yaitu:
1. Serangan itu haruslah bersifat melawan hukum.
2. Bahaya yang berdampak langsung bagi tubuh, kehormatan atau benda milik sendiri
atau milik orang lain.
3. Pembelaan tersebut haruslah sebagai upaya untuk meniadakan bahaya yang nyata
atas serangan, yang tidak dapat ditiadakan dengan cara lain.3
Dapat diartikan bahwa makna “serangan” adalah perbuatan yang merugikan
kepentingan atas tubuh (nyawa), kehormatan dan atas harta benda atau kekayaan, baik milik
sendiri atau milik orang lain. Hukum atau peraturan dibuat bukan hanya untuk melindungi
masyarakat, tetapi juga untuk menjamin hak dan kewajibanya agar tetap teratur guna
tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa suatu noodweer itu tidak dapat
dihukum, yaitu:
1. Bahwa noodweer sebagai suatu pembelaan yang sah menurut hukum atau suatu
legitime defense.
2. “De wet staat hier eigen richting toe” bahwa dalam suatu noodweer itu undang-
undang telah mengizinkan seseorang untuk main hakim sendiri.4
Dari beberapa pendapat para ahli hukum dapat dipahami bahwa suatu tindak pidana
mendapatkan alasan pembenar apabila dapat dibuktikanya pembelaan atas serangan yang
3 Ibid, h. 470
4 P.A.F. Lamintang. Ibid. h. 471
menyebabkan keguncangan jiwa tersebut, namun apakah semua pembelaan dapat dibenarkan
oleh hukum walaupun perbuatan tersebut sudah dijelaskan di dalam Undang-undang adalah
perbuatan yang melawan hukum, seperti yang akan dibahas dalam tulisan ini pada kasus
pelajar membunuh orang yang berusaha mengambil kendaraan milik korban.
Hukum pidana itu berisi sesuatu yang harus dilakukan dan suatu yang dilarang, dan
akan berakibat suatu sanksi berupa hukuman, dapat diartikan bahwa hukum pidana adalah
suatu norma yang membolehkan atau melarang suatu tindakan, serta dalam keadaan seperti
apa hukuman dapat dijatuhkan bagi tindakan tersebut.5 Tindak pidana dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan yang dapat diancam hukuman atau sanksi, KUHP tidak hanya mengatur
tentang sanksi saja tapi juga tindakan yang dapat dibenarkan, atau disebut juga alasan
pembenar bagi suatu tindakan. Hukum memiliki caranya sendiri sebagai perlindungan
hukum6, yakni:
Perdebatan dalam menafsirkan suatu aturan adalah hal yang biasa disebabkan karna
kemajemukan dalam mengartikan norma yuridis, hal ini perlu disadari karna memang realitas
yang ada mengenai keberagaman manusia dan sudut pandangnya. Pada abad ini bahasa
memegang peranan penting dalam suatu peraturan, karena hukum berwujud peraturan
perundang-undangan (jus scriptum). Kelebihan dari hukum tertulis adalah pada kepastian
hukum, karna hukum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.7 Akan tetapi
bahwa sistem hukum tertulis juga memiliki kekurangan antara lain:
1. Tidak bisa menjangkau seluruh polemik, terlebih polemik yang akan ada
2. Makna kata yang digunakan ganda (ambiguity)
3. Makna kata yang digunakan luas, atau tidak jelas
5 Ibid. h. 20
6 Arfan Kaimuddin, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Anak dalam Peraturan
Perundnag-Undangan di Indonesia,Yurispruden Jurnal Fakultas Hukum Islam Malang, Vol. 2, No. 1.
7 Abdul Wahid, Susani Tri Wahyuningsih, 2019, Paradigma Sosiologi Hukum Progresif, Surabaya:
Nirmana Media Utama. h. 4.
4. Terdapat konflik dalam atau bahkan antar peraturan perundang-undangan yang ada.8
Dalam kasus ini sangat rancu dalam pengartian noodweer, serangan seperti apa yang
dapat di jadikan dasar pembenaran, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seranganya,
dan syarat yang harus dipenuhi oleh pembelaanya, serangan tersebut harus:
1. Bersifat wederrechtelijk atau bersifat melawan hukum
2. Menimbulkan suatu bahaya yang mengancam secara langsung
3. Bersifat berbahaya bagi tubuh, kehormatan, atau harta benda milik sendiri atau orang
lain
Sedangkan pembelaanya harus:
1. Harus bersifat perlu (noodzakelijk).
2. Perbuatan yang dilakukan untuk melakukan pembelaan itu haruslah dapat
dibenarkan.9
Perbuatan pidana ialah hal yang menunjuk kepada dilarang dan diancamnya suatu
perbuatan dengan pidana, ada yang berbeda dalam noodweer excess pada Pasal 49 ayat (2),
tidak setiap orang yang melakukan perbuatan kemudian dijatuhi pidana sebagaimana telah
diancamkan, berbeda dengan azaz pertanggung jawaban dalam hukum pidana bahwa tidak
dapat dipidana tanpa adanya kesalahan, sedangkan dalam noodweer excess yang dalam
sifatnya tetaplah suatu perbuatan melawan hukum. Salah terka ataupun salah sangka tidak
dibenarkan dalam noodweer excess, harus ada serangan yang bersifat melawan hukum.10
Suatu tindakan yang diancam pidana harus memenuhi unsur-unsur salah satunya
adalah tindakan tersebut bersifat melawan hukum, akan tetapi dalam penerapanya ada alasan
peringan, dan alasan pemaaf yang dilihat dari bagaimana melakukan suatu tindakan, kepada
siapa tindakan itu dilakukan, dan pada keadaan seperti apa tindakan tersbut dilakukan yang
bisa dijadikan alasan peringan dan alasan pemaaf, alasan tersebut tidak menghilangkan sifat
8 ibid. h. 5
9 P.A.F. Lamintang. Op.cit, h. 472
10
Ibid, h 473
tindakan tersebut sebagai tindak pidana, namun sebagai alasan dibebaskan dari hukuman atas
suatu tindakanya karena alasan tertentu yang disebutkan diatas.
Hukum pidana material yaitu yang memuat ketentuan, rumusan dari tindak pidana,
peraturan mengenai syarat yang menentukan seseorang menjadi dapat dihukum. Sedangkan
hukum pidana formal atau formil yaitu memuat tentang aturan bagaimana cara Negara
dengan kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman,
yang bisa disebut hukum acara pidana.11
Pada kasus anak yang membunuh seseorang yang berusaha merampas harta
bendanya, pada putusan nomor: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn dijelaskan kronologi dan
kasus posisi yang mana anak sebagai korban sedang berjalan mengendarai motor menuju
rumah bersama teman korban, pada saat ditengah perjalanan diberhentikan oleh dua orang
pemuda, lalu meminta sejumlah uang pada anak, menurut keterangan pada putusan tersebut
korban menjelaskan bahwa sempat ada pengancaman akan di ambilnya motor dan meniduri
teman anak, maka anak berinisiatif untuk mengambil sebuah pisau dari bagasi motor dan
ditusukan pada pemuda yang menjadi korban12
.
Pada kasus ini hakim menganggap bahwa pembunuhan yang dilakukan anak bukan
suatu noodweer exces, melainkan sebuah pembunuhan biasa, timbul permasalahan lantas
makna dari perkataan pada Pasal 49 ayat (2) yang menyatakan bahwa pembelaan yang timbul
akibat dari serangan atau ancaman yang bersifat melawan hukum tidak dapat dijatuhi pidana.
Berkenaan dengan itu pada penelitian ini akan berfokus pada ancaman yang dimasukan
dalam kategori sebagai pembelaan atau noodweer pada Pasal 49 ayat (1) KUHP, ambang
batas sebuah serangan atau ancaman belum tersampaikan maknanya secara baik, sehingga
menimbulkan kekaburan hukum didalamnya.
B. Rumusan Masalah
11 P.A.F. Lamintang. Op.cit, h. 11
12
Putusan pengadilan nomor: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kronologi kasus posisi dalam putusan nomor: 1/Pid.Sus-
Anak/2020/PN.KPn?
2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam putusan nomor 1/Pid.Sus-
Anak/2020/PN.KPn?
3. Bagaimana analisis putusan hakim nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kasus posisi pada kasus anak yang membunuh begal pada putusan
no 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
2. Untuk mengetahui bahan pertimbangan hakim pada kasus anak yang membunuh
begal pada putusan 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
3. Untuk mengetahui analisa dari putusan no: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
D. Manfaat Penelitian
Dalam sebuah penilitian ini diharapkan dapat menjadi acuan, rujukan dan juga
menjawab persoalan yang ada pada peristiwa hukum tersebut, agar kelak dapat
mengantisipasi permasalahan terulang kembali dan juga menjadi jawaban atas persoalan.
1. Secara teoritis
a. Sebagai pengetahuan apakah dalam setiap peristiwa serupa bisa menggunakan
alasan pemaaf atau noodweer excess sebagai bahan pertimbangan.
b. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi di lingkup Fakultas
Hukum dan juga sebagai bahan bacaan yang menjawab persoalan serupa.
2. Secara praktis
a. Bagi masyarakat: sebagai pengetahuan masyarakat untuk mengetahui unsur-
unsur dalam pembelaan guna menjadi upaya prefentif pencegahan agar tidak
terulang kembali.
b. Bagi pemerintah: sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan yang
memperhatikan hak korban dan juga terdakwa.
c. Sebagai bahan refrensi penelitian yang selanjutnya.
E. Orisinalitas Penelitian
Dalam pembuatan sebuah karya dibutuhkan keorisinalan dan ke estetika yang berbeda
dan juga pengembangan dari karya sebelumnya. Karya akademik terdahulu juga menjadi
bahan untuk karya yang selanjutnya, oleh karna itu bahan dari karya sebelumnya dapat
dijadikan referensi, akan tetapi dapat dibedakan dari makna dan hasil yang memuat
pengembangan dan juga penyempurnaan dari karya sebelumnya, yaitu:
Pertama, pada skripsi berjudul “MAKNA YURIDIS KEGONCANGAN JIWA YANG
HEBAT DALAM PASAL 49 AYAT (2) BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA
PENGANIAYAAN” yang di susun oleh ARYA BAGUS WARDHANA, mahasiswa
Universitas Brawijaya Malang, dalam penulisanya memiliki kesamaan dalam dasar hukum
yang dibahas pada Pasal 49 KUHP ayat (2) mengenai pembelaan terpaksa, yang juga
membahas tentanng unsur-unsur apakah yang harus ada agar dapat digunakan sebagai dasar
pembelaan terpaksa, namun ada perbedaan pada penulisan tersbut yakni pada kasus
penganiayaan, dan lebih mengarah pada makna dan syarat-syarat sesuatu dikatakan sebagai
keguncangan jiwa, tentu karya tersebut juga membantu sebagai bahan referensi dalam
penyusunan karya ini.
Kedua, skripsi dengan judul “TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN KARNA DAYA
PAKSA PEMBELAAN DIRI (STUDI KOMPARASI HUKUM PIDANA ISLAM DAN
HUKUM PIDANA INDONESIA” yang disusun oleh ADITYA ABDI PANGESTU
mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penulisanya
memiliki kesamaan topik yakni pembunuhan dengan daya paksa, akan tetapi karya tersebut
juga membahas tentang komparisi antara hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam,
dalam karyanya disebutkan dasar-dasar hukum islam sebagai alasan pembenar dari tindak
pidana tersebut, sekaligus hal itu juga menjadi perbedaan dengan karya tulis ini yang secara
eksplisit membahas dari unsur-unsur Pasal 49 ayat (1) KUHP dan fakta hukum pada sebuah
peristiwa hukum.
Ketiga, skrpsi berjudul “PENERAPAN ALASAN PEMBENAR TERHADAP
TERSANGKA PEMBUNUH PELAKU PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi
Pada Polres Metro Kota Bekasi )” disuse oleh FITRI ALMUNAWAROH yang menempuh
gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampug, persamaan pada
karya ini adalah pada pembahasan alasan pembenar pada kasus pembunuhan terhadap tindak
pidana pencurian yang mengambil studi kasus di Polda Metro Bekasi, karya tersebut
menjelaskan tentang alasan-alasan alasan pembenar pada Pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 ayat (1)
KUHP, menjadi Pasal yang menjadikan terdakwa di maafkan atas tindakanya perlu prasyarat
agar perbuatanya dapat dijadikan alasan pembenar, poin bahasan yang berbeda dengan karya
ini adalah pada penerapan alasan pembenar pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan
secara menyeluruh, sedangkan pada skripsi ini lebih mengarah pada fakta hukum atas suatu
peristiwa dan juga analisa keputusan yang diambil oleh hakim dalam persidangan peristiwa
hukum siswa yang membunuh pemuda yang dianggap begal di Malang.
Tabel 1. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya.
No. PROFIL JUDUL
1. ARYA BAGUS WARDHANA
MAKNA YURIDIS KEGONCANGAN
JIWA YANG HEBAT DALAM PASAL
SKRIPSI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
49 AYAT (2) BERKAITAN DENGAN
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
ISU HUKUM
1. Apa yang dimaksud kegoncangan jiwa yang hebat dalam
penganiayaan?
2. Unsur yang harus terpenuhi agar dapat dikatakan sebagai pembelaan
terpaksa?
HASIL PENELITIAN
1. Dilihat dari Gramatikal Kegoncangan jiwa yang hebat yang
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP memiliki tiga suku kata
yakni “kegoncangan”, “jiwa”, dan “hebat”. Untuk memaknai lebih
rinci maka akan digunakan penafsiran secara gramatikal. Metode
penafsiran gramatikal yang digunakan dengan cara melihat arti dari
tiap-tiap suku kata didalam kamus hukum maupun kamus besar
bahasa indonesia. Makna yang bisa didapat dari ketiga suku kata
yakni “kegoncangan”, “jiwa”, dan “hebat” menurut penafsiran
gramatikal yakni, kegoncangan jiwa yang hebat ialah suatu keadaan
batin atau jiwa seseorang yang tidak tetap dalam artian
menimbulkan suatu kegoncangan yang menyebabkan perasaan
gelisah, perasaan takut, perasaan tidak aman, perasaan cemas yang
dirasakan secara teramat sangat (dahsyat) yang berakibat
terganggunya keadaan jiwa atau batin seseorang.
2. Umumnya pakar hukum memasukkan ke dalam dasar pemaaf yaitu:
1. Ketidakmampuan bertanggung jawab
2. Pembelan terpaksa yang melampaui batas; dan
3. Hal menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad
baik
PERSAMAAN Menganalisis serta mengkaji unsur-unsur dalam suatu
pembelaan terpaksa atau noodweer excess
PERBEDAAN Objek kajian pada peristiwa yang berbeda
KONTRIBUSI Berguna sebagai dasar pertimbangan atau petunjuk
mengenai unsur-unsur dalam pembelaan terpaksa dan
alasan pembenar pada Pasal 49 ayat (1), (2) KUHP
2. PROFIL JUDUL
ADITYA ABDI PANGESTU
SKRIPSI
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
KARNA DAYA PAKSA
PEMBELAAN DIRI (STUDI
KOMPARASI HUKUM PIDANA
ISLAM DAN HUKUM PIDANA
INDONESIA
ISU HUKUM
1. Bagaimana ketentuan hukum tindak pidana pembunuhan karena
daya paksa pembelaan diri menurut hukum pidana islam dan hukum
pidana Indonesia
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan ketentuan sanksi terhadap
tindak pidana pembunuhan karena daya paksa pembelaan diri
menurut hukum pidana islam dan hukum pidana Indonesia.
HASIL PENELITIAN
1. Tindak Pidana Pembunuhan Karena Daya Paksa Pembelaan diri,
hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia membolehkannya
dengan catatan bahwa tindakan tersebut memang perlu dilakukan
dan tidak ada cara lain selain melakukannya. Selain itu, dalam kedua
hukum tersebut juga diberlakukan syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar pembelaan yang dilakukan termasuk pada alasan penghapus
pidana. Maka dari itu, baik hukum pidana Islam maupun hukum
pidana Indonesia membolehkan atau dapat membebaskan seseorang
yang melakukan tindakan pembunugan karena daya paksa
pembelaan diri apabila terpenuhinya ketentuan yang disebutkan di
atas tadi.
2. Khusus dalam hukum pidana Islam hanya membolehkan tindakan
daya paksa membela diri yang mengakibatkan kematian si
penyerang atau korban lain pada tindakan tersebut disyaratkan harus
ada bukti dan saksi atas tindakannya meskipun pada akhirnya nati
akan tetap terkena hukuman baik itu hanya diyat ataupun ta’zīr.
Sedangkan menurut hukum pidana Indonesia tindakan membela diri
yang mengakibatkan kematian si penyerang atau korban lain dapat
dimasukkan pada Pasal 49 ayat (2) KUHP tentang noodweer exces
sehinggamenurut ketentuan Pasal tersebut, tindakan yang melampaui
batas walaupun tidak dibenarkan akaan tetapi dimaafkan..
PERSAMAAN Menganalisis tentang persamaan unsur dan konsekuensi
dari pembelaan terpaksa
PERBEDAAN Memakai komparisi hukum pidana islam sebagai
pembanding hukum pidana Indonesia.
KONTRIBUSI Berguna sebagai referensi untuk memutuskan unsur apa
saja yang harus dipenuhi sebelum bisa dikatakan sebagai
pembelaan karena daya paksa.
3. PROFIL JUDUL
FITRI ALMUNAWAROH
SKRIPSI
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPPUNG
PENERAPAN ALASAN PEMBENAR
TERHADAP TERSANGKA
PEMBUNUH PELAKU PENCURIAN
DENGAN KEKERASAN (Studi Pada
Polres Metro Kota Bekasi )
ISU HUKUM
1. Bagaimanakah penerapan alasan pembenar terhadap tersangka
pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan?
2. Apakah faktor yang mempengaruhi penerapan alasan pembenar
terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan?
HASIL PENELITIAN
1. Penerapan Alasan Pembenar terhadap Tersangka Pembunuh Pelaku
Pencurian dengan Kekerasan dapat dilihat dari proses penanganan
tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh Polres Metro Kota
bekasi telah melakukan berbagai macam tahapan untuk menerapkan
alasan pembenar terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian
dengan kekerasan. Terpenuhinya unsur-unsur alasan penghapusan
pidana yang ada didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 49 Ayat (1) dan Pasal 48. Adanya pembelaan terpksa dan
pembelaan darurat dari tersangka menyebabkan tidak dipidananya
tersangka
2. Sejauh ini tindak pidana pembunuhan yang dilakukan tersangka
terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan penerapan alasan
pembenarnya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) pada Buku ke-Satu BAB III mengenai Hal-hal yang
Menghapuskan, Mengurangi, atau Memberatkan Pidana. Adapun
Pasal yang digunakan yaitu Pasal 49 Ayat (1) dan Pasal 48 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Cukupnya sumber daya
manusia di Kepolisian Metro Kota Bekasi.Penegakan hukum oleh
lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan,
terasa, terlihat dan diaktualisasikan.Maka diketahui bahwa faktor
yang mempengaruhi penerapan alasan pembenar oleh kepolisian
adalah secara kuantitas penyidik Polres Metro Kota Bekasi yang
menangani perkara pembunuhan yang dilakukan oleh tersangka
pembunuh
PERSAMAAN Mengkaji dan menganalisis alasan pembenar pada tindak
pidana pembunuhan.
PERBEDAAN Objek kajiannya pada penerapan yang dilakukan di polres
metro bekasi.
KONTRIBUSI Memberikan informasi dan data pada alasan pembenar
pembelaan karna daya paksa di wilayah hukum lain.
Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah ada dan telah
dijelaskan diatas, yakni:
Tabel 2. Masalah yang diteliti penulis
PROFIL JUDUL
AHMAD MUZAKKI
SKRIPSI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
ANALISIS YURIDIS KASUS TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK KARENA
PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER
EXCES) DALAM PUTUSAN NOMOR:
1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPN
ISU HUKUM
1. Bagaimana kronologi kasus posisi dalam putusan nomor:
1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn?
2. Untuk mengetahui konsep unsur-unsur Pasal 49 KUHP dan yang
menjadi bahan pertimbangan hakim pada kasus anak yang
membunuh begal pada putusan 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn?
3. Bagaimana analisis putusan hakim nomor 1/Pid.Sus-
Anak/2020/PN.KPn?
NILAI KEBARUAN
1. Menemukan bahan pertimbangan baru guna dapat atau tidaknya
dikatakan sebagai pembelaan karena daya paksa atau noodweer
excess pada fakta hukum yang berbeda
2. Analisis unsur pembelaan karena daya paksa atau noodweer excess
dalam peristiwa hukum siswa yang membunuh seorang yang diduga
begal dimalang.
3. Memberikan pertimbangan dapat atau tidaknya suatu tindakan di
katakan sebagai pembelaan karna daya paksa ditinjau dari peristiwa
yang berbeda.
F. Metode Penelitian
Dalam membuat sebuah penelitian dibutuhkan langkah-langkah dari penulisan skripsi
ini.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah yuridis normative,
pengkajian terhadap peraturan atau undang-undang sebagai bahan hukum yuridis
normatif13
, yang mana dalam menyusun sebuah skripsi menganalisa dan mengkaji
peristiwa hukum yang berlangsung pada tanggal 08 semptember 2019 tentang siswa
yang membunuh pemuda di Malang, yang mana dalam peristiwa tersebut pelaku yang
masih berusia dibawah umur atau belum cakap hukum melakukan pembelaan untuk
melindungi harta bendanya yang akan diambil oleh orang lain dengan cara
menusukan sebilah pisau ke dada korban, peristiwa yang dianggap sebagai
pembunuhan tersebut dibenturkan dengan peraturan yang berlaku yakni termuat pada
Pasal 49 KUHP tentang perbuatan pembelaan terpaksa. Dalam Pasal 49 KUHP
disebutkan bahwa perbuatan pembelaan terpaksa yang mengancam nyawa, harta
benda dan kehormatan milik sendiri atau orang lain dapat dijadikan alasan pemaaf
untuk menghilangkan dari tuntutan hukum yang ditujukan.
2. Pendekatan Masalah
Karakteristik dalam sebuah penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan
pengkajian hukum yakni pada bahan hukum, bahan hukum menjadi sumber data
dikarenakan dalam penelitian hukum normatif hal yang dikaji adalah aturan-aturan
13 Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju. h. 97
yang bersifat normatif, bukan fakta sosial. Pendekatan yuridis normatif dengan bahan
hukum yang ada juga dengan metode intepretasi secara gramatikal.14
Dalam penelitian normatif dapat pula melakukan pendekatan pada peristiwa-
peristiwa atau kasus hukum yang terdahulu, dan juga dengan metode membandingkan
dengan peristiwa ynag sudah ada sebelumnya. Maka penelitian hukum normatif
memegang peran penting dalam menjelaskan hukum positif, yang dapat menjawab
secara aktual peristiwa hukum dilihat dari sistematika dan penjelasan hukum positif.
3. Sumber Bahan Hukum
Pada penelitian hukum normatif mengunakan sumber bahan sekunder yang
didapatkan dari data-data kepustakaan yang bisa berupa literature, dokumen, berkas
hukum, jurnal dan buku-buku yang mengkaji permasalahan yang relevan dengan yang
akan di bahas dalam penelitian ini.
a. Bahan Hukum Primer
Pada penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum perimer, yaitu
bahan hukum yang berupa aturan-aturan yang bersifat normatif berupa:
1.) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): pada Pasal 48 tentang
overmacht, Pasal 49 tentang perbuatan pembelaan terpaksa, Pasal 351
tentang penganiayaan.
2.) UU Sistem Peradilan Pidana Anak no 11 tahun 2011
3.) UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan
4.) UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
5.) Pasal 184 ayat (1) KUHAP
6.) International Convenant on Civil and Political Right Pasal 15.
7.) Undang-Undang No 12 Tahun 2005.
8.) Undang-Undang Dasar NRI 1945.
9.) Putusan NOMOR: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
14 Bahder Johan Nasution. Ibid. h 86
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua tulisan yang dipublikasikan meliputi
buku-buku, teks, jurnal-jurnal hukum atau yang memberikan penjelasan pada
bahan hukum primer.
1.) Buku teks: buku-buku yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian ini
agar dapat menunjang dalam pencarian jawaban atas masalah yang dibahas
pada skripsi ini.
2.) Jurnal: keabsahan dan dapat dipertanggung jawabkanya suatu data menjadi
keharusan dalam penulisan sebuah penelitian, maka dibutuhkan jurnal yang
dapat menunjang skripsi ini.
3.) Internet: untuk menunjang informasi yang diperlukan aksi yang telah terjadi
seperti yang telah dijabarkan diatas, penulis juga membutuhkan informasi
yang terdapat dalam jejaring internet dalam proses penulisan.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam peneltian hukum normatif
menggunakan pengumpulan data dari studi dokumen (documentary research) dan juga data
pustaka (library research). Cara yang digunakan adalah dengan mengumpulkan bahan
hukum, dan tulisan yang erat kaitanya denga permasalahan yang diteliti.
Teknik Analisa Bahan Hukum
Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah teknik analisa isi (content analisyst)
yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan data
asli dengan melihat konteksnya. Analisa ini mencakup prosedur-prosedur khusus untuk
pemrosesan bahan hukum (data ilmiah). Dalam penelitian ini ada bertujuan untuk
mendeskripsikan isi yang terdapat dalam suatu peraturan, mengindentfikasi, dan
menkompilasi bahan-bahan yang terkait dengan perbandingan pembagian warisan menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan mencoba mengurutkan dan mengkolerasikan
dengan alur pemikiran sehingan mendapatkan benang merah pada pembahasan dan
menghasilkan kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir yang berupa skripsi ini, ada empat bab yang akan
menjabarkan topik bahasan untuk diangkat sebagai permasalahan dengan kesinambungan
ataupun sistem yang saling berhubungan antara bab satu dengan yang lainnya sebab bab-bab
tersebut ialah satu kesatuan yang utuh dan relevan, penulisan ini disusun bertujuan untuk
mempermudah bagi pembaca dalam memahami substansi atau isi proposal karena
penulisannya tidak secara langsung akan tetapi dilakukan melalui penjelasan perbabnya
dengan sistematika penulisan antara lain:
BAB I Pendahuluan terdiri atas beberapa bagian, antara lain: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penulisan,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Bab ini akan membahas tinjauan pustaka tentang tindak pidana, unsur-usur
tindak pidana, pembunuhan, anak dan hak-hak anak, pertanggungjawaban
pidana, pengertian dari pembelaan terpaksa (noodweer) serta pembelaan
terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess), kriteria pembelaan
terpaksa (noodweer excess), unsur-unsur pembelaan terpaksa (noodweer
excess), dan macam-macam pembelaan terpaksa (noodweer).
BAB III Pembahasan, yang memuat penjelasan hasil penelitian dengan menganalisa.
Kasus posisi pada putusan nomor: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kpn.
Dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan pada putusan nomor:
1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kpn.
Analisa putusan nomor: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kpn.
BAB IV Bab keempat ialah bab penutupan yang akan memuat tentang kesimpulan dan
saran-saran dari pembahasan skripsi ini.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang berkaitan dengan tinjauan pustaka alasan penghapus pidana
karena pembelaan terpaksa (noodweer) dan alasan pemaaf karena melakukan pembelaan
yang melampaui batas (noodweerexces) dalam pidana pada Pasal 49 KUHP, dengan
adanya Pasal ini sebuah tindakan pidana dapat di hapus pidanaya bahkan dimaafkan
tindakanya yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Kasus posisi yang ada pada putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kpn
dapat disimpulkan bahwa pelaku pembunuhan merupakan anak yang pada saat
melakukan tindak pidana belum genap berusia 18 tahun, dan melakukan
tindak pidana karena merasa emosi dan tidak ada jalan lain selain membunuh
korban
2. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 08 Semptember 2019 di ladang tebu Desa
Sarangan, Kepanjen Kabupaten Malang, atau yang masih berada pada wilayah
hukum Pengadilan Negeri Kepanjen terjadi sebuah pembunuhan yang
dilakukan oleh ZA kepada korban Misnan, oleh hakim ZA dijatuhi hukuman
pidana pembinaan di LKSA Darul Aitam karena terbukti dan secara sah
melakukan tindak pidana Pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan yang
mengakibatkan kematian pada putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.
Dasar pertimbangan Pasal 49 ayat (2) tidak disetujui oleh hakim.
3. Berdasarkan penjelasan dari berbagai pendapat yang dijadikan dasar dalam
penelitian ini, tidak terdapat bukti bahwa pelaku pembunuhan dapat
dibenarkan tindakanya, mengingat bahwa posisi ZA sebagai korban, apa yang
dilakukan oleh ZA tidak dapat memenuhi seluruh syarat sebelum dapat disebut
sebagai pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
B. Saran
Penulis mencoba memberikan saran kepada pemerintah yang pada dasarnya sebagai
penegak hukum dan pembuat undang-undang agar selalu memperhatikan penafsiran aturan
dengan fakta hukum dilapangan, menjadi sebuah pengahargaan apabila aturan yang ada
ditafsirkan secara baik, benar dan tepat. Hal ini juga menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak
yang bersangkutan, dan juga agar hak atas kepastian hukum terjamin. Dalam penelitian ini
penulis juga mencoba memberikan saran kepada seluruh praktisi hukum untuk lebih aktif
dalam menjawab polemic yang sedang terjadi dan dapat menjawab kekaburan yang ada.
Kepada masyarakat penulis mencoba memberikan penjelasan hukum yang aktual agar
kesadaran akan hukum pada masyarakat juga meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Wahid dan Susani Tri Wahyuningsih, 2019, Paradigma Baru Sosiologi
Hukum Progresif, Surabaya, Nirmana Media Utama.
Adami Chazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, Jakarta, Rajawali
Pers.
_____, (2) 2005, Hukum pidana, Jakarta, Grafindo Persada.
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar
Maju.
H. M. Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib. 2016. Hukum Pidana. Malang: Setara Press.
Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, 2014, Dasar-Dasar Hukum
Pidana di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika.
Moeljatno, 1987, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta,
R. Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia.
Subrata, Kubang. 2014. Kamus Hukum Internasional dan Indonesia. Surabaya: Permata
Press.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang
Tongat, 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Persfektif Pembaharuan, UMM
Press, Malang.
Wirjono Prodjodikoro, 2014, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung,
Refika Aditama.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
UU Sistem Peradilan Pidana Anak no 11 tahun 2011
UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan
UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Pasal 184 ayat (1) KUHAP
International Convenant on Civil and Political Right Pasal 15.
Putusan
Putusan Pengadilan Nomor: 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN.KPn.
Jurnal
Arfan Kaimuddin, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Anak
dalam Peraturan Perundnag-Undangan di Indonesia,Yurispruden Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Islam Malang, Vol. 2, No. 1.