49
Intubasi pada Operasi Darurat Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk mencegah aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien dengan lambung penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat penghisap dan pipa lambung. Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau telentang dengan posisi kepala lebih rendah. Awali dengan pemberian O 2 100% (praoksigenisasi) selama 3-5 menit kemudian obat pelumpuh otot nondepolarisasi ¼ dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi cepat diberikan sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah posterior (Sellick manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot depolarisasi diberikan dengan dosis 1,5-2 kali dosis normal. Setelah itu baru dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Bila pipa endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff) segera dikembangkan. Intubasi Trakea Definisi Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan. Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal. Tujuan Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi. Indikasi Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang. Peralatan Sebelum mengerjakan Intubasi Trakea, dapat diingat kata STATICS.

ANASTESI Wiq

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANASTESI Wiq

Intubasi pada Operasi DaruratPada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk mencegah aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien dengan lambung penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat penghisap dan pipa lambung. Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau telentang dengan posisi kepala lebih rendah.

Awali dengan pemberian O2 100% (praoksigenisasi) selama 3-5 menit kemudian obat pelumpuh otot nondepolarisasi ¼ dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi cepat diberikan sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah posterior (Sellick manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot depolarisasi diberikan dengan dosis 1,5-2 kali dosis normal. Setelah itu baru dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Bila pipa endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff) segera dikembangkan.

Intubasi TrakeaDefinisiIntubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan. Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal. TujuanPembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi.IndikasiTindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.PeralatanSebelum mengerjakan Intubasi Trakea, dapat diingat kata STATICS.

S = scope, laringoskop dan stetoskop

T = tubes, pipa endotrakeal

A = airway tubes, pipa orofaring/nasofaring

T = tape, plester

I = introducer, stilet, mandren

C = connector, sambungan-sambungan

S = suction, penghisap lendir

Page 2: ANASTESI Wiq

1. Laringoskop

Ada dua jenis laringoskop, yaitu :

1. Blade lengkung (Macintosh). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa. Peganglah gagang dengan tangan kiri. Leher pasien difleksikan dan kepala diekstensikan. Mulut dibuka denganjari telunjuk kanan, bibir atas disibakkan dengan jempol kanan. Ujung blade laringoskop dimasukkan perlahan sampai mencapai valekula menekan ligamentum hipoepiglotikum dan menggerakkannya ke atas untuk menampakkan laring dan pita suara. Gigi jangan digunakan sebagai bantalan untuk mengangkat ujung blade. Lampu laringoskop harus terang.

2. Blade lurus. Laringoskopi dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyai teknik yang berbeda. Ujung blade tidak diletakkan pada valekula tetapi diteruskan melampaui batas bawah epiglotis. Epiglotis diangkat langsung dengan blade untuk menampilkan laring. Teknik ini biasa digunakan pada bayi dan anak karena mempunyai epiglotis relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis lebih sering terjadi pada laringoskopi dengan blade lurus.

2. Pipa Endotrakeal

Biasanya dibuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea. Untuk operasi tertentu, misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi.

Untuk mencegah kebocoran jalan napas, kebanyakan pipa endotrakeal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume kecil dan besar. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa, dan mengurangi aliran darah kapiler. Sehingga dapat menyebabkan iskemia. Balon volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan lebih rendah dibandingkan balon volume kecil.

Pipa tanpa balon (cuff) biasa digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan napas adalah pada daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trakea.

Pada orang dewasa, digunakan pipa endotrakeal dengan diameter internal yang besar untuk mengurangi resistensi pernapasan. Diameter internal pipa untuk laki-laki dewasa biasanya berkisar 8,0 – 9,0 mm dan wanita 7,5 – 8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak dipakai rumus:

Panjang pipa yang masuk (mm) = umur (tahun) + 44

Rumus di atas merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih kecil dan lebih besar. Untuk anak yang lebih kecil dapat diperkirakan dengan melihat kelingkingnya.

3. Pipa orofaring/nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan napas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

Page 3: ANASTESI Wiq

4. Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi.

5. Stilet atau forsep intubasi. Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Magill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. Biasanya dibantu dengan laringoskopi.

6. Alat penghisap (suction).

Digunakan untuk membersihkan jalan napas.

 Tindakan1. Persiapan. Pasien dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan bantal sehingga kepala dalam posisi ekstensi serta trakea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

2. Oksigenisasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot lakukan oksigenisasi dengan pemberian O2 100% minimal 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

3. Laringoskopi. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut. Lidah pasien didorong dengan daun tersebut ke kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring, serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V

4. Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu sebelum memasukkan pipa, asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara tampak jelas. Bila mengganggu, stilet dicabut. Ventilasi/oksigenisasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan. Pipa difiksasikan dengan plester.

5. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan berkembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu dilakukan ventilasi dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara napas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endobronkial akan terdapat tanda-tanda, yaitu suara napas kanan dan kiri berbeda, kadang-kadang timbul wheezing, sekret lebih banyak, dan tahanan jalan napas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke esofagus maka daerah epigastrium/gaster mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien tampak biru. Untuk hal ini pipa dicabut dan tindakan intubasi dilakukan setelah diberikan oksigenisasi yang cukup.

6. Ventilasi. Pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.

Page 4: ANASTESI Wiq

 

Komplikasi

Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan setelah ekstubasi.

A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi:

1. Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobronkial, malposisi laryngeal cuff.2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau mukosa mulut, cedera

tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.

3. Gangguan refleks: hipertensi, takikardia, tekanan intrakranial rneningkat, tekanan intraokular meningkat, dan spasme laring.

4. Malfungsi tuba: perforasi cuff

B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal:

1. Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial, malposisi laryngeal cuff.

2. Trauma jalan napas: inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.

3. Malfungsi tuba: obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi:

1. Trauma jalan napas: edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea), suara serak/parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

2. Gangguan refleks: spasme laring.

 

Tahapan Anestesi

Persiapan PraanestesiKeadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan praanestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dll. Saat masuk ruang operasi pasien dalam keadaan puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani sesuai dengan rencana operasi dan informed consent.

Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah terdapat hipovolemia, perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi, dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrogradiografi (EKG), tekanan darah (tensimeter), saturasi O2 (pulse oxymeter), kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan

Page 5: ANASTESI Wiq

tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan diberikan oral, rektal, intramuskular, atau intravena.

Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan intubasi diperiksa. Pipa endotrakeal dipilih sesuai dengan pasien, baik ukuran maupun jenis laringoskopnya. Lampu diperiksa fungsinya, pipa endotrakeal diberi pelicin analgetik, dan balon pipa endotrakeal (cuff) diperiksa.

 Induksi AnestesiPasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi diberikan secara intravena seperti tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan propofol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau pipa napas orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan posisi operasi yang akan dilakukan, misalnya terlentang, telungkup, litotomi, miring, duduk, dll.

 Rumatan AnestesiSelama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi), dan kedalaman anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dll. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid (ringer laktat, NaCl, dekstrosa 5%), koloid (plasma expander, albumin 5%), atau tranfusi darah bila perdarahan terjadi lebih dari 20% volume darah.

Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih dalam, yaitu melalui meningkatan konsentrasi halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.

 Pemulihan Pasca-AnestesiSetelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dll.

Page 6: ANASTESI Wiq

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan

Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki risiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen atas atau daerah dada. Pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi penilaian oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada pasien dengan riwayat penyakit pan obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.

Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi pascaoperasi.

Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernapasan, dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrete (lihat di bawah). Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.

Seluruh tindakan anestesi dicatat dalam lembaran khusus berisi tindakan yang dilakukan, obat yang diberikan, status fisis pasien sebelum, selama, dan setelah anestesi dilakukan sesuai urutan waktu.

Peralatan AnestesiDefinisi

Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan untuk menghantarkan oksigen dan obat anestetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta memonitor fungsi peralatan tersebut.

Peralatan anestesi dapat bervariasi dari yang paling sederhana seperti alat untuk memberi anestesi eter dengan tetes terbuka atau open drop sampai alat modern yang dilengkapi dengan ventilator dan alat-alat monitor fungsi fisiologis yang diasar dengan komputer.

 

Mesin Anestesi

Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu :

1. Komponen 1 : sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter), dan alat penguap (vaporizer).

2. Komponen 2 : sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem Magill.

Page 7: ANASTESI Wiq

3. Komponen 3 : alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea (endotracheal tube).

Semua komponen mesin anestesi harus tersedia tanpa memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai sebagai persiapan untuk kemungkinan pemakaian anestesi umum, selain itu sumber oksigen dan peralatan bantu ventilasi (self inflating bag seperti Ambu Bag) harus tersedia untuk semua prosedur anestesi.

Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:Stadium IStadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.Stadium IIStadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnu dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.Stadium IIIStadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).

Plana2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

Page 8: ANASTESI Wiq

 Stadium IVStadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pemapasan buatan.

Anestesi UmumDefinisiAnestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum:

1. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.

2. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

Obat Anestesi RegionaI/LokalDefinisiObat anestesi regiona/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversibel.

 

Lidokain. Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara topikal dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain. Larutan lidokain 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2%, Sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5%.

Page 9: ANASTESI Wiq

 

Bupivakain. Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja lambat dan masa kerja panjang. Untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25-0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5%.

Obat Anestesi IntravenaNatrium Tiopental (tiopental, pentotal). Tiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, dan kuretase), sedasi pada anelgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsi. Kontraindikasinya adalah status asmatikus, porfiria, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat, asma bronkial, versi ekstraksi, miastenia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovaskular, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3-6 mg/kgBB intravena. Dosis sedasi 0,5-1,5 mg/kgBB.

 

Ketamin. Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien risiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan asma Kontraindikasinya adalah tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg, riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung. Dosis induksi 1-4 mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian intramuskular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10-25 menit.

 

Droperidol (dehidrobenzperidol, droleptan). Droperidol adalah turunan butirofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamin. Droperidol digunakan sebagai premedikasi (antiemetik yang baik) dan sedasi pada anestesi regional. Obat anastetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi, bronkoskopi, esofagoskopi, dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan pemberian difenhidramin. Dosis antimuntah droperidol 0,05 mg/kgBB (1,25-2,5 mg) intravena. Dosis premedikasi 0,04-0,07 mg/kgBB intravena. Dosis analgesi neuroleptik 0,02-0,07 mg/kgBB intravena.

 

Diprivan (diisopropil fenol, propofol). Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB. Dosis rumatan 500

Page 10: ANASTESI Wiq

ug/kgBB/menit infus. Dosis sedasi 25-100 ug/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anastetik ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.

Obat Anestesi InhalasiDinitrogen oksida (N2O/gas gelak). N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti.

 

Halotan. Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi, dan hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.

 

Etil klorida. Etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan uap _+ 3,5-5% sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.

 

Eter (dietil eter). Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang ,aagat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter dapat digunakan dengan berbagai

Page 11: ANASTESI Wiq

metoda anestesi. Pada penggunaan secara open drop uap eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed methode datam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterisasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2O. Dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.

Enfluran (ethran). Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3 % volume.

Isofluran (forane). Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.

Sevofluran. Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.

Obat Pelumpuh OtotObat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten (misalnya suksinil kolin) dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi (misalnya kurarin). Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

 Obat Pelumpuh Otot NondepolarisasiPavulon (pankuronium bromida). Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mula kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selang waktu pemberian diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

Page 12: ANASTESI Wiq

 

Trakrium (atrakurium besilat). Trakrium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula dan kerja tergantung dosis yang digunakan. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerja pada dosis relaksasi 15-35 menit. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 5 ml berisi 50 mg trakrium.

Vekuronium (norkuron). Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini tidak memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula kerja terjadi pada menit kedua-ketiga dengan masa kerja selama 30 menit. Kemasan berupa ampul berisi 4 mg bubuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam fisiologik, Ringer Laktat, atau dekstrosa 5% sebanyak 2 ml.

Rokuronium. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/ kgBB. Dosis rumatan 0,1-2 mg/kgBB.Obat Pelumpuh Otot DepolarisasiSuksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena. Kemasan berupa bubuk putih 0,5-1 gram dan larutan suntik intravena 20, 50, atau 100 mg/ml.Antagonis Pelumpuh Otot NondepolarisasiProstigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarinik, dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik di antaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan sekret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis, dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis 1-1,5 mg.

Obat PremedikasiPemberian obat premedikasi bertujuan:

1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi)

2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi

3. Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi

Page 13: ANASTESI Wiq

4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pascaanestesi

5. Mengurangi stres fisiologis (takikardia, napas cepat, dll)

6. Mengurangi keasaman lambung

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:

 Analgetik narkotikMorfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.

Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg ( 1-1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 12 mg/kgBB intravena.

 BarbituratPentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

 AntikolinergikAtropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.

 

Obat penenang (transquillizer)

Diazepam. Diazepam (Valium®) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-l mg/kgBB intravena.

 

Page 14: ANASTESI Wiq

Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

Anestesi/Analgesi LokalDefinisiAnestesi/analgesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan teknik:

1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring.

2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi, luka, atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid di antara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.

4. Analgesi regional intravena, yaitu penyuntikan larutan anagetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik.

Anestesi UmumDefinisiAnestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum:

1. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.

2. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung

Page 15: ANASTESI Wiq

dari tekanan parsialnya.Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

Pengantar AnestesiDefinisiKata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran, sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran.

Persiapan Hari Operasio Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif, pasien dewasa puasa 6-8 jam namun pada anak cukup 3-5 jam.

o Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, dan gelang dilepas serta bahan kosmetik (lipstik, cat kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.

o Kandung kemih dikosongkan dan bila perlu lakukan kateterisasi.

o Saluran napas dibersihkan dari lendir.

o Pembuatan informed consent berupa ijin pembedahan secara tertulis dari pasien atau keluarga.

o Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus (diberi tanda dan label terutama pada bayi).

o Pemeriksaan fisis dapat diulang di ruang operasi.

o Pemberian obat premedikasi secara intramuskular atau oral dapat diberikan ½ -1 jam sebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intravena.

Klasifikasi ASA

Page 16: ANASTESI Wiq

Berdasarkan status fisis pasien, American Society of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas:

1. Pasien normal dan sehat fisis dan mental

2. Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional

3. Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi

4. Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi

5. Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi

6. Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

 

E Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E (misalnya 1E atau 2E)

Perencanaan AnestesiSetelah pemeriksaan dilakukan dan telah didapat gambaran tentang keadaan pasien selanjutnya dibuat rencana pemberian obat dan teknik anestesi yang digunakan. Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasi saat operasi dan pascaoperasi dapat dihindarkan.

 

Rencana anestesi meliputi hal-hal:

1. Premedikasi

2. Jenis anestesi

a. Umum: perhatikan manajemen jalan napas (airway), pemberian obat induksi, rumatan, dan relaksan otot.

b. Anestesi lokal/regional: perhatikan teknik dan zat anestetik yang akan digunakan

3. Perawatan selama anestesi: pemberian oksigen dan sedasi

4. Pengaturan intraoperasi meliputi monitoring, keracunan, pengaturan cairan, dan penggunaan teknik khusus

Page 17: ANASTESI Wiq

5. Pengaturan pascaoperasi meliputi pengendalian nyeri dan perawatan intensif (ventilasi pascaoperasi dan pengawasan hemodinamik)

Persiapan PraanestesiPasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan praanestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan praanestesi bertujuan mempersiapkan mental dan fisis pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan obat-obat anestetik yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA).

 

Pemeriksaan praoperasi anestesi

I. Anamnesis

1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, dll.

2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.

3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkial, pneumonia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark miokard, angina pektoris, dan gagal jantung, hipertensi, penyakit hati, dan penyakit ginjal.

4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosida, digitalis, diuretika, obat antialergi, trankuilizer (obat penenang), monoamino oxidase inhibitor (MAO), dan bronkodilator.

5. Riwayat anestesi/operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascabedah.

6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik, dan muntah.

7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertermia maligna.

8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi.

9. Makanan yang terakhir dimakan.

Page 18: ANASTESI Wiq

 

II. Pemeriksaan Fisis

1. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh.

3. Jalan napas (airway). Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi trakea, massa, dan bruit.

4. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.

5. Paru-paru, untuk melihat adanya dispnu, ronki, dan mengi.

6. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda regurgitasi.

7. Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari tabuh, sianosis, dan infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.

8. Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.

9. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf kranial, kesadaran, dan fungsi sensorimotorik.

 

III. Pemeriksaan Laboratorium

1. Rutin: darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa perdarahan, dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen), foto dada (terutama untuk bedah mayor), elektrokardiograf (untuk pasien berusia di atas 40 tahun).

2. Khusus, dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi:

§ elektrokardiografi pada anak

§ spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru

§ fungsi hati pada pasien ikterus

§ fungsi ginjal pada pasien hipertensi

Page 19: ANASTESI Wiq

Resusitasin Jantung Paru

Komplikasi ResusitasiPenyulit yang dapat terjadi akibat RJP adalah edema paru (46,0%), fraktur iga (34,0%), dilatasi lambung (28,0%), fraktur sternum (22,2%), vomitus orofaring (9,5%), vomitus trakea (8,9%), darah masuk ke dalam perikard (8,1%), salah penempatan pipa endotrakeal 3,9%), ruptur hati (1,9%), aspirasi (1,3%), ruptur lambung (0,1%), atau kontusio miokardial (1,3%).

Keputusan untuk Mengakhiri Upaya ResusitasiDalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:

1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.

2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.

3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.

4. Pasien dinyatakan mati.

5. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

 

Pasien dinyatakan mati bila:

1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.

2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.

 

Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum. Sedangkan mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda

Page 20: ANASTESI Wiq

kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi.

Resusitasi pada Bayi dan AnakPrinsip BHD pada bayi dan anak sama dengan pada orang dewasa. Perbedaannya terjadi karena ketidaksamaan ukuran sehingga diperlukan modifikasi teknik.

 

Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan napas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral dengan tetap diusahakan membuka jalan napas.

 

Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut ke mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumenya namun frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.

 

Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong. Hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala terletak di bawah melintang pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan. Hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang di atas lantai.

 

Kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis puting susu dengan sternum pada bayi dan pada pertengahan bawah midsternum pada anak karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks. Penekanaa sternum 1,5 – 2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5 – 4 cm. Pada anak yang lebih besar, hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.

 

Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 100 kali per menit pada bayi dan 80 kali per menit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5 : 1.

Tahap-tahap Resusitasi

Page 21: ANASTESI Wiq

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Bantuan hidup dasar atau disebut juga ABC RJP bertujuan melakukan oksigenisasi darurat. Pada awal langkah ABC RJP dilakukan penilaian kesadaran dengan memberikan goncangan dan teriakan. Bila tidak ada tanggapan, korban/pasien diletakkan dalam posisi telentang dan bantuan hidup dasar segera diberikan. Sementara itu penolong dapat meminta pertolongan dan bila mungkin mengaktiikan sistem pelayanan medis darurat.

 

A. Airway Control (pembebasan jalan napas)

Pada pasien yang tidak sadar umumnya terjadi sumbatan jalan napas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring karena terjadi penurunan tonus. Hal ini dapat diatasi dengan tiga cara:

o Ekstensi kepala: ekstensikan kepala korban/pasien dengan satu tangan, bila perlu ganjal bahu.

o Ekstensi kepala dan mengangkat dagu: ekstensikan kepala dan angkat dagu ke atas.

o Ekstensi kepala dan mendorong mandibula: ekstensikan kepala, pegang angulus mandibula pada kedua sisi, kemudian dorong ke depan.

Ketiga hal di atas dikenal sebagai triple airway manouver dari Safar. Metode kedua atau ketiga lebih efektif dalam membuka jalan napas atas daripada metode pertama.

 

Bila diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan/dipindahkan bila memang mutlak perlu. Pada dugaan patah tulang leher, pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala merupakan metode paling aman untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila belum berhasil, dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

 

Bila terdapat pernapasan spontan dan adekuat (tidak ada sianosis), letakkan pasien dalam posisi miring mantap untuk mencegah aspirasi. Saat itu kita dapat meminta pertolongan ambulans. Sedangkan bila ventilasi adekuat tetapi napas tidak adekuat (ada sianosis), korban/pasien perlu berikan oksigen lewat kateter nasal atau sungkup muka.

 

B. Breathing Support (ventilasi buatan dan oksigenasi paru secara darurat)

Setelah jalan napas terbuka, segera nilai apakah korban/pasien dapat bernapas spontan dengan merasakan aliran udara pada daun telinga atau punggung tangan penolong, mendengarkan bunyi

Page 22: ANASTESI Wiq

napas dari hidung dan mulut korban/pasien, serta memperhatikan gerak napas pada dadanya. Ventilasi buatan dilakukan bila pernapasan spontan tidak ada (apnu). Ventilasi dapat dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma (trakea).

 

Pada saat melakukan ventilasi mulut ke mulut, penolong mempertahankan kepala dan leher korban dalam posisi jalan napas tebuka dengan menutup hidung korban/pasien dengan pipi penolong atau memencet hidung dengan satu tangan. Selanjutnya lakukan dua kali ventilasi dalam, segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila tetap henti napas tetapi masih teraba denyut nadi, diberikan ventilasi dalam setiap lima detik.

 

Tanda-tanda jalan napas bebas saat diberikan ventilasi buatan yang adekuat adalah bila dada terlihat naik turun dengan amplitudo cukup, ada udara yang keluar melalui hidung dan mulut selama ekspirasi, serta tidak terasa tahanan dan compliance paru selama pemberian ventilasi.

 

Bila ventilasi mulut ke mulut atau ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan napas terbuka, periksa faring untuk melihat adanya sumbatan oleh benda asing atau sekresi.

 

Bila diduga ada sumbatan benda asing, lakukan hentakan punggung di antara dua skapula. Bila tidak berhasil, lakukan hentakan abdomen (abdominal thrust, manuver Heimlich), atau hentakan dada (chest thrust) untuk pasien anak atau ibu hamil. Urutan gerakan Heimlich adalah memberikan 6 – 10 kali hentakan abdomen, membuka mulut dan melakukan sapuan jari, reposisi korban/pasien, membuka jalan napas, dan mencoba memberikan ventilasi buatan. Urutan diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan berhasil diberikan. Teknik hentakan dada dapat dilakukan pada korban/pasien yang telentang. Teknik ini sama dengan kompresi dada luar.

 

Bila ada sekresi, lakukan penyapuan dengan jari. Bila gagal, lakukan hentakan abdomen atau hentakan dada. Pada tindakan jari menyapu, gulingkan korban/pasien pada salah satu sisi. Sesudah membuka mulut korban/pasien dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain dari penolong ke dalam satu sisi mulut korban/pasien. Melalui bagian belakang faring kedua jari menyapu dan keluar lagi melalui sisi lain mulut korban/pasien dalam satu gerakan.

 

Bila sesudah dilakukan gerakan tripel (ekstensi kepala, membuka mulut, dan mendorong mandibula) serta pembersihan mulut dan faring, masih ada sumbatan, pasang pipa jalan napas

Page 23: ANASTESI Wiq

(oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway). Bila belum berhasil, lakukan intubasi trakea. Bila tidak dapat dilakukan intubasi, sebagai alternatifnya adalah krikotirotomi atau pungsi membran krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misalnya kanula intravena 14G). Bila masih ada sumbatan di bronkus, lakukan pengeluaran benda asing (padat, cair) dari bronkus atau terapi bronkospasme dengan aminofilin atau adrenalin.

 

 

C. Circulation Support (bantuan sirkulasi)

Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan henti jantung. Aliran darah selama kompresi dada luar didasari oleh dua mekanisme yang berbeda, yaitu kompresi jantung antara sternum dan tulang belakang serta perubahan tekanan intratoraks global.

 

Korban/pasien telentang pada permukaan yang keras saat dilakukan kompresi dada luar. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan pangkal sebelah tangannya di atas pertengahan 1/3 bawah sternum korban/pasien, sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak dua jari sefalad dari persambungan sifoid-sternum. Tangan penolong yang lain diletakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus, dan kedua bahu tepat di atas stemum korban/pasien, berikan tekanan vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 – 5 cm dengan berat badan penolong. Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban/pasien. Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila hanya ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju: 80-100x/menit = 9 – 12 detik) harus diikuti dengan pemberian dua kali ventilasi dalam (2 – 3 detik). Dalam satu menit harus ada empat daur kompresi dan ventilasi, yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi. Jadi 15 kali kompresi ditambah 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 – 100 kali per menit dan 1 kali ventilasi dalam (1 – 1,5 detik) diberikan oleh penolong kedua sesudah kompresi kelima. Dalam 1 menit minimal ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi, 5 kompresi ditambah 1 ventilasi maksimal dalam 5 detik.

 

Kompresi dada dilakukan secara lembut dan berirama. Bila dilakukan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg dan tekanan rata-rata 40 mmHg pada arteri karotis. Antara dua kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 5 detik, kecuali pada waktu intubasi trakea dan transportasi (naik turun tangga) dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi (4 menit), lakukan reevaluasi pasien dengan memeriksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada, RJP dimulai lagi dengan 2 ventilasi diikuti dengan 15 kompresi. Bila sudah ada denyut, pernapasan diperiksa selama 3 – 5 detik. Bila ada pernapasan dan nadi pantau dengan ketat. Bila tidak ada pemapasan, lakukan ventilasi buatan 12 kali/menit dan pantau nadi dengan ketat. Bila denyut dan pernapasan belum ada, RJP

Page 24: ANASTESI Wiq

dilanjutkan. Sesudah 4 daur, periksa kembali apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan, dan begitu seterusnya.

 

ABC RJP yang dilakukan pada korban dengan henti jantung dapat memberikan kemungkinan hasil:

o Korban/pasien menjadi sadar kembali.

o Korban/pasien dinyatakan mati.

o Korban/pasien belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut (bantuan hidup lanjut).

o Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban/pasien belum pulih kesadarannya. Ventilasi spontan bisa ada atau tidak.

 

 

Selain kompresi dada luar, yang juga termasuk bantuan sirkulasi adalah penghentian perdarahan dan penentuan posisi untuk mengatasi syok, yaitu dengan meletakkan kepala lebih rendah daripada kaki.

 

Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)

Bantuan hidup lanjut (BHL) bertujuan memulai kembali sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru dengan cara memulihkan transpor oksigen arteri mendekati normal. BHL diberikan setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan. Yang termasuk dalam BHL adalah DEF RJP, yaitu :

 

D. Drugs and Fluids Intravenous Infusion (pemberian obat-obatan dan cairan melalui infus intravena tanpa menunggu hasil EKG)

1. Adrenalin 0,5 – 1,0 mg dosis untuk dewasa, 10 µg/kg pada anak-anak. Pemberian dapat dilakukan secara intravena (iv), intratrakeal melalui pipa endotrakeal (1 ml adrenalin 1o/oo diencerkan dengan 9 ml akuades steril) atau intrakardiak. Pemberian secara intrakardiak hanya dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan saat ini sudah tidak dianjurkan lagi. Setiap 5 menit diulang dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.

Page 25: ANASTESI Wiq

2. Bila setelah 3 kali pemberian adrenalin tidak ada sirkulasi spontan, pikirkan pemberian natrium bikarbonat intravena dengan dosis awal 1 mEq/kg BB (bila henti jantung lebih dari 2 menit) dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Hati-hati pada pemberian pada anak-anak dan bayi.

 

E. Electrocardioscopy (cardiography)

Monitoring EKG dilakukan untuk melihat bentuk henti jantung apakah asistol ventrikular, fibrilasi ventrikular atau kompleks aneh yang lain seperti (disosiasi elektromekanis)

 

F. Fibrillation Treatment (terapi fibrilasi/defribrilasi)

Langkah ini merupakan cara mengatasi fibrilasi. Bila mulanya hentijantung disaksikan dengan EKG, lakukan precordial thumb. Bila tidak berhasil, lakukan defibrilasi ekstemal dengan syok listrik dan obat-obatan. Bila awalnya tidak disaksikan, langsung dengan defibrilasi eksternal. .

 

Elektroda dipasang di sebelah kiri puting susu kiri dan sebelah kanan sternum bagian atas. Defibrilasi luar diaktifkan dengan menggunakan arus searah 100 – 360 Wsec (joule) untuk dewasa, 100 – 200 Wsec untuk anak, dan 50 – 100 Wsec untuk bayi. Ulangi syok balik (countershock) bila perlu.

 

Bila belum berhasil, dapat diberi lignokain (lidokain) 1 – 2 mg/kg BB IV untuk menurunkan ambang rangsang. Bila diperlukan dapat diteruskan dengan tetesan infus (1 – 4 mg/menit). Kemudian ulangi syok listrik. Bila belum berhasil juga, dapat diberi prokainamid 1 – 2 mg/kg BB IV dengan tetap mengulangi syok listrik. Bila gagal juga, dapat diberikan bretilium 5 mg/kg BB IV dengan syok listrik tetap diulangi lagi. Bila belum berhasil juga, dosis bretilium dapat ditinggikan hingga 10 mg/kg BB sampai dosis total 30 mg/kg BB. Bretilium ini merupakan obat terakhir yang tersedia saat ini. Bila dengan obat ini juga tidak berhasil maka ditegakkan diagnosis kematian jantung.

 

Bila pada EKG terdapat asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis, ulangi tahap D, yaitu dengan memberikan kalsium, dan vasopresor seperlunya. Dosis kalsium klorida 10% : 500 mg/70 kg BB IV, bila perlu diulang tiap 10 menit. Pemakaian kalsium saat ini merupakan hal yang kontroversial.

 

Page 26: ANASTESI Wiq

Selain obat-obat tersebut di atas, yang juga berguna selama resusitasi jantung paru ialah isoproterenol, digoksin, noradrenalin, metaraminol, dopamin, dobutamin, atropin, natrium nitropusid, nitrogliserin, furosemid, efedrin, metoksamin, praktolol, heparin, dekstrose, garam faal, metoheksiton, diazepam, suksametonium, dan pankuronium.

 Bantuan Hidup Jangka PanjangBantuan hidup jangka panjang merupakan pengelolaan intensif pascaresusitasi termasuk resusitasi otak. Jenis pengelolaan yang diperlukan pasien bergantung sepenuhnya pada hasil resusitasi. Yang termasuk bantuan hidup jangka panjang adalah GHI RJP, yaitu :

 G. GaugingLangkah ini dilakukan untuk menentukan dan memberi terapi penyebab henti jantung dan menilai tindakan selanjutnya, apakah penderita dapat diselamatkan atau tidak. Pasien yang tidak mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pemantauan intensif dan observasi terus-menerus terhadap sirkulasi, pernapasan, fungsi otak, ginjal, dan hati. Pasien yang mengalami kegagalan satu atau lebih sistem organ memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis, atau resusitasi otak.

 H. Human MentationMentasi manusia diharapkan dapat dipulihkan dengan tindakan resusitasi otak yang baru. Tindakan-tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak, dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intrakranial. Obat yang dianjurkan adalah tiopental dengan dosis 30 mg/kgBB dengan 1/3 dosis diberikan secara bolus intravena dan 2/3 dosis dengan infus/drip lambat. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajat sedang juga membantu (PaCO2 25 – 30 mmHg). Beberapa pengarang menganjurkan diberikan pada pasien yang mengalami koma barbiturat dan hipotermia sedang, tetapi keuntungannya masih kontroversial.

 I. Intensive CareLangkah ini merupakan pengelolaan intensif berorientasi otak pada penderita dengan kegagalan organ multipel pascaresusitasi.

Indikasi ResusitasiIndikasi dilakukannya resusitasi adalah henti napas (apnu) dan henti jantung (cardiac arrest)

1. Henti napas (apnu)

Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus memompa darah

Page 27: ANASTESI Wiq

selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung.

 

Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:

a. Sumbatan jalan napas total

o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.

o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.

o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.

o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.

b. Sumbatan jalan napas parsial

o Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crowing) yang menandakan laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius.

o Dapat juga disertai retraksi.

Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:

o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.

o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia, terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.

 

2. Henti jantung (cardiac arrest)

Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik.

 

Page 28: ANASTESI Wiq

Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia, hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik, tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan; terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik).

 

Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:

o Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.

o Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik henti jantung.

o Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai kelabu.

o Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.

o Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah henti jantung.

 

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

o Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.

o Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis terutama pada asfiksia.

o Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.

 

Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberikan peluang hidup.

 

Page 29: ANASTESI Wiq

RJP tidak dilakukan pada:

1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.

2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.

3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

Resusitasi Jantung ParuDefinisiResusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung lan paru tidak berfungsi.

 

Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP.

 

Mati klinis merupakan periode dini suatu kematian yang ditandai dengan henti napas dan henti jantung/sirkulasi serta terhentinya aktivitas otak yang bersifat sementara reversibel. Mati biologis mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan RJP atau bila RJP tidak berhasil. Pada mati biologis terjadi proses nekrotisasi semua jaringan. Proses ini dimulai dari neuron-neuron serebral yang seluruhnya akan rusak dalam waktu _+ 1jam dan diikuti organ-organ lain, seperti jantung, ginjal, dan hati yang akan rusak dalam _+ 2 jam.

 

Dikenal pula istilah mati sosial, yaitu suatu kerusakan otak yang hebat dan ireversibel sehingga pasien tidak sadar dan tidak responsif, tetapi EEG aktif dan beberapa refleks masih utuh. Pernapasan bisa spontan atau dibantu dengan alat bantu napas (respirator). Kesadaran koma, kadang-kadang seperti bangun dan membuka mata, tetapi tidak bisa kontak dengan dunia luar.

Anestesi Spinal

Page 30: ANASTESI Wiq

DefinisiAnestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

 

Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.

 IndikasiAnestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi

 KontraindikasiKontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistant surgeon.

 Persiapan PasienPasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

 

Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

 

Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat.

 Perlengkapan

Page 31: ANASTESI Wiq

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.

 

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008.

 

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk.

 Jarum SpinalDikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pascapenyuntikan spinal.

 Teknik1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan leher didekatkan ke arah lutut.

2. Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal).

3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30° terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid.

5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Page 32: ANASTESI Wiq

6. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.

 

 KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.

Terapi Cairan PerioperasiTerapi cairan perioperasi meliputi pemberian cairan rumatan/pemeliharaan (maintenance), defisit cairan karena puasa, dan defisit cairan saat operasi. Hal-hal yang perlu diperhitungkan untuk penggantian cairan ini adalah:

a. Terapi Cairan Rumatan

Saat pasien tidak makan terjadi penurunan jumlah cairan dan elektrolit alam tubuh sebagai akibat ekskresi urin, sekresi gastrointestinal, keringat, dan invisible lost dari kulit dan saluran pernapasan. Kebutuhan ini disebut kebutuhan cairan rumatan (maintenance)

b. Terapi Cairan Pengganti Puasa

Pasien yang akan dioperasi akan mengalami defisit cairan yang sebanding dengan lamanya ia berpuasa. Cairan yang diperlukan dapat diperhitungkan dengan mengalikan kebutuhan cairan rumatan dengan lamanya berpuasa. Cairan diberikan ½ bagian diberikan pada 1 jam pertama, ¼ bagian padajam kedua, dan ¼ bagian pada jam ketiga.

c. Terapi Cairan Pengganti Evaporasi dan Redistribusi

Saat operasi berlangsung terjadi hilangnya cairan dari tubuh pasien melalui darah yang keluar atau hilangnya cairan akibat evaporasi atau redistribusi ke jaringan interstisial.

 

Penggantian cairan intraoperasi seharusnya meliputi kebutuhan cairan dasar, kebutuhan cairan preoperasi, dan kebutuhan cairan intraoperasi. Untuk prosedur dengan perdarahan minimal, pasien dapat diberi pemberian cairan rumatan. Untuk seluruh prosedur lainnya, umumnya digunakan cairan ringer laktat. Satu liter pertama diberikan bersama glukosa D5, RL untuk mencegah ketosis.

 Penggantian Darah yang HilangIdealnya, darah yang hilang diganti dengan larutan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan

Page 33: ANASTESI Wiq

jumlah volume darah intravaskular sampai saat di mana kehilangan cairan tersebut menyebabkan anemia yang perlu ditransfusi. Pada saat tersebut, defisit darah diganti dengan tranfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin. Patokan dalam memberi transfusi adalah nilai hematokrit (Ht) dan volume darah. Kedua patokan tersebut dapat dinilai sebelum operasi.

 

Pasien dengan nilai hematokrit awal yang normal harus segera ditransfusi setelah kehilangan 10-20% volume darah. Jumlahnya tergantung pada kondisi medis pasien dan prosedur operasi. Jumlah darah hilang yang menyebabkan nilai hematokrit menurun hingga 30% dapat dihitung sebagai berikut:

1. Hitung volume darah.

2. Hitung volume sel darah merah preoperasi

(VSDM preoperasi = volume darah x Ht preoperasi)

3. Hitung volume sel darah merah bila Ht 30%

(VSDM 30% = volume darah x 30%)

4. Hitung volume sel darah merah yang hilang saat Ht 30%

(VSDM hilang = VSDM preoperasi – VSDM 30%)

5. Jumlah darah yang hilang = VSDM hilang x 3.

Nilai ini merupakanjumlah transfusi yang diperlukan.

 

Patokan lain untuk memperkirakan jumlah darah yang akan ditransfusi adalah:

o satu unit sel darah merah akan menaikkan kadar hemoglobin (Hb) sebesar 1 g/dl dan nilai hematokrit (Ht) sebesar 2-3% (pada dewasa).

o setiap transfusi sel darah merah 10 ml/kgBB akan meningkatkan Hb sebesar 3 g/dl dan hematokrit 10%.

 Penggantian Defisit Cairan akibat Evaporasi atau RedistribusiHilangnya cairan ini terutama berkaitan dengan ukuran luka dan perluasan daerah operasi. Untuk penggantian cairan ini, tindakan operasi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan.

Page 34: ANASTESI Wiq

Jadi untuk keseluruhan operasi selalu diperhitungkan jumlah total cairan:

1. Rumatan ( … ml/jam).

2. Puasa (rumatan x lama puasa)

1 jam pertama 1/2 bagian

1 jam pertama 1/4 bagian

1 jam pertama 1/4 bagian

1. Operasi ( … ml/jam).

Unit Perawatan IntensifDefinisiUnit perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) merupakan suatu ruangan khusus dalam rumah sakit yang mempunyai staf dan peralatan khusus, dengan tujuan merawat pasien trauma atau pasien dengan komplikasi yang mengancam jiwa. Pasien-pasien yang dirawat di ICU biasanya mengalami kegagalan dua organ atau lebih, meskipun beberapa pasien hanya menderita gagal napas akut yang membutuhkan bantuan mesin ventilator untuk beberapa jam atau beberapa hari. ICU membutuhkan perawatan, peralatan laboratorium, dan peralatan diagnostik lainnya dengan standar yang tertinggi.

 Syarat-syarat ICU Idealo Bed ratio 100 : ( 1-2)

o Bed nurse ratio 1 : (3-4)

o Kapasitas ICU 4-12 tempat tidur

o Luas ruangan 18,5 m/tiap tempat tidur, dengan catatan setiap tempat tidur dilengkapi dengan monitoring dan alat-alat yang cukup banyak.

o ICU sebaiknya terletak satu lantai dengan ruangan bedah.

 Desain dan Perlengkapan ICUICU terdiri dari ruang tunggu, ruang pasien, ruang penyimpanan alat/gudang, ruang laboratorium, ruang staf, dan ruang alat pembersih.Perlengkapan Alat-alat ICUPeralatan yang digunakan di ICU terdiri dari monitoring, radiologi, alat terapi respirasi, alat terapi kardiologi, terapi dialisis, laboratorium rutin, dan alat lain.

Page 35: ANASTESI Wiq

Staf ICUStaf ICU terdiri dari staf medis, staf perawat, staf non medis yang terkait, ahli teknik, sekretariat, dan petugas radiologi.Indikasi Masuk ICU1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pascaoperasi bedah mayor

2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif

3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti edema paru (kardiogenik dan nonkardiogenik)

 

Pasien yang mengalami mati batang otak atau yang secara medis tidak ada harapan untuk disembuhkan tidak perlu masuk ICU.Indikasi Keluar ICU1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif, karena membaik dan stabil.

2. Terapi intensif tidak bermanfaat pada :

Pasien usia lanjut (> 65 tahun) yang mengalami gagal 3 organ atau lebih, setelah di ICU selama 72 jam.

Pasien mati batang otak/koma yang mengalami keadaan vegetatif.

Pasien dengan berbagai macam diagnosis seperti penyakit paru obstruksi menahun, kanker dengan metastasis, dan gagal jantung terminal.

http://wikimed.blogbeken.com/