Anemia Defisiensi Besi Dan Anemia Defisiensi Asam Folat.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Anemia Defisiensi Besi Dan Anemia Defisiensi Asam Folat 8:57 AM | Posted by Jessy Londok | BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1

Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.1

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2

Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak, serta wanita hamil (1-4,9,10) Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.2-8

Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.2,5

Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.1.

Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85 % penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.2

Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblasti. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat. tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang. Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis). Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam folat.2

I.2. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, patologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan prognosis anemia defisiensi terutama anemia defisiensi besi dan anemia defisiensi asam folat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anemia Defisiensi Besi

A. Definisi

Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah normal, patokan WHO (1972) untuk anak sampai umur 6 tahun kadar Hb di bawah 11.0 g/dl dan untuk anak umur di atas 6 tahun kadar Hb di bawah 12 g/dl dianggap menderita anemia.3

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Beberapa istilah 3,4,6

Mean corpuscular volume (MCV) = nilai hematokrit 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

Normal: 76-96 c. MCV 96 c disebut makrositik.

Mean corpuscular hemoglobin (MCH)= nilai Hb 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

Normal: 27-32 g. Bila MCH 32 g disebut hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak digunakan lagi , karena biasanya normokromik).

Mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC) = Nilai Hb (g%)100

Nilai hematokrit

Normal : 32-37 % . bila MCHC 37 % disebut hiperkromik

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.(1,2,4,5) Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun dikatahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.2,3

Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam lebih rendah.2

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. 2

C. METABOLISME ZAT BESI

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5 gram. 2,3,6,8

Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.2

Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi. 1,3,5Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.6

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6

Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2

D. FISIOLOGI PRODUKSI HEMOGLOBIN2 Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari, sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.

Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.

E. ETIOLOGI

Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan: 2-8

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir, bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

Infeksi

2. Kurangnya besi yang diserap.

Masuknya besi dari makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi dalam satu tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang menderita kekurangan besi dalam 6 bulan pertama. Hal ini besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung susu formula.

Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorpsi.

Malabsorpsi besi

Keadan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama peryerapan besi heme dan non heme.

3. Perdarahan

Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya Anemia Defisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi ) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induce enterohepathy, ulkus peptikum karena obat-obatan ( asam asetil salisilat, kertikosteroid, indometasin, obat AINS) dan infestasi cacing (Ancylostoma doudenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

4. Transfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.

5. Hemoglobinuria.

Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mh/hari.

6. Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko menderita ADB.

7. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat berulang menyebabkan kadar Hb menururn drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

8. Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi: 5,6

1. Bayi di bawah usia 1 tahun.

a. Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia, pertumbuhan cepat.

b. Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi hanya diberi ASI saja.

2. Anak umur 1-2 tahun

a. Infeksi yang berulang/menahun sepert enteritis, bronkopneumonia.

b. Masukan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan ( hanya minum susu).

c. Malabsorbsi.

3. Anak umur lebih dari 5 tahun- masa remaja

a. Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit (amubiasis, ankilostomiasis).

b. Diet yang tidak adekuat.

c. Menstruasi berlebihan.

F. PATOFISIOLOGI2

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap petama.

Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

2. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.

3. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.

G. MANIFESTASI KLINIS 1-11

Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah, berdebar-debar, cepat marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku konkaf (spoon- shape nail), glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin mengkilat, mera daging, dan meradang, sakit kepala pada bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda yang penting pada defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal.

Pada defisiensi ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dl) mekanisme kompensasi, seperti kenaikan 2, 3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan pergeseran kurva disosiasi oksigen, mungkin demikian efektif sehingga sedikit saja keluhan anemia timbul, meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas. Bila Hb menurun sampai di bawah 5 gr/dl, iritabilitas dan anoreksia mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran diploe tulang tengkorak yang mirip dengan yang telihat pada anemia hemolitik kongenital.

Defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual. Monoamin oksidase (MAO), merupakan suatu enzim yang tergantung pada besi dan hormon dan berperan penting dalam reaksi neurokimia di susunan saraf pusat. Defisiensi besi menyebabkan penurunan aktivitas enzim seperti katalase dan sitokrom. Katalase dan peroksidase mengandung besi, tetapi kepentingan biologiknya belum dikatahui benar.

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1-5,6,8,10

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.

Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.

Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya dapat terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositpenia 28%.

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin , sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) 100 ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.

Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.

Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.

I. DIAGNOSIS2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%)

3. Kadar Fe serum