Upload
nadia-swastika
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANEMIA KEHAMILAN
Yang dimaksud dengan anemia kehamilan adalah jika kadar hemoglon < 11 gr/dL
pada trimester 1 dan 3, atau jika kadar hemoglobin < 10,5 gr/dL pada trimester 2
Tingkatan anemia
Anemia ringan : 9-10 gr/dL
Anemia sedang : 7-8 gr/dL
Anemia berat : < 7 gr/dL
Gejala : pucat, mudah pingsan, TD normal, gejala klinik dapat terlihat pada tubuh
yang malnutrisi
Jika hasil pemeriksaan kadar hemoglobin tidak akurat, hal ini mungkin akibat dari
kadar LED darah yang cepat ataupun spesimen yang tidak tercampur dengan baik.
Pembagian anemia
Anemia defisiensi besi
Anemia megaloblastik
Anemia hipoplastik
Anemia hemolitik
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat dari kekurangan zat besi
Patofisiologi
Darah meningkat 50% dalam kehamilan (hipervolemia), penambahan sel
darah tidak sebanding dengan plasma darah (plasma 30%, sel darah 18%,
Hb 19%)
Terjadi pengenceran darah
Pembentukan sel darah merah terlalu lambat
Volume darah bertambah sejak usia kehamilan 10 minggu
Puncaknya penambahan darah pada usia kehamilan 32-36 minggu
Etiologi
Makanan tidak cukup mengandung zat besi (Fe)
Komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan
Adanya gangguan penyerapan (penyakit usus)
Kebutuhan Fe meningkat
Gejala klinis
Data subjektif : ibu mengatakan sering pusing, cepat lelah, lemas, susah
bernafas
Data objektif : konjungtiva pucat, muka pucat, ujung-ujung kuku pucat
Komplikasi
Trimester 1 : missed abortus, kelainan kongenital, abortus
Trimester 2 : partus prematurus, perdarahan antepartum, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim (PJT), asfiksia, gestosis/manifestasi
keracunan karena kehamilan, IQ bayi rendah, dekompensasi kordis)
Trimester 3 : gangguan his primer dan sekunder, janin lahir anemia,
persalinan dengan tindakan tinggi, ibu cepat lelah
Pemantauan
Periksa kadar Hb setiap 2 minggu
Bidan memberikan suplemen zat besi kepada kliennya yang memeriksakan
diri
Efek samping berupa gejala gangguan gastrointestinal : konstipasi, diare,
rasa terbakar di ulu hati, nyeri abdomen dan mual
Pencegahan
Sulfas ferrosus 1 tablet/hari
Anjurkan makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang banyak
mengandung vitamin dan mineral
Pemberian preparat besi
Pemeriksaan kadar Hb pada trimester 1 dan 2
Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi. Penyerapan
zat besi yang terbaik adalah pada waktu perut kosong
Susu dan antasida dapat mengurangi penyerapan zat besi
Hindari kafein, misalnya kopi dan teh
Sebelum dan selama kehamilan mengkonsumsi makanan yang kaya zat
besi, asam folat dan vitamin B
Penatalaksanaan
Oral : pemberian fero sulfat,/fero gluconat/Na-fero bisitrat 60 mg/hari, 800
mg selama kehamilan, 150-100 mg/hari
Parenteral : pemberian ferum dextran 1000 mg (20 ml) IV atau 2×10
ml/IM
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Adalah anemia yang terjadi karena kekurangan asam folat
Peran asam folat
Untuk pertumbuhan dan replikasi sel
Mencegah terjadinya perubahan pada DNA yang dapat menyebabkan
kanker
Penting dalam pembentukan sel
Darah merah membutuhkan asam folat
Membantu perkembangan janin
Gejala
Tangan atau kaki kesemutan dan kaku
Kehilangan sensasi sentuh
Kehilangan kemampuan indera penciuman
Sulit berjalan dan terlihat goyah
Demensia (kehilangan kemampuan psikis atau mental)
Kejiwaan terganggu (halusinasi, paranoia, psikosis/gangguan jiwa yang
disertai dengan disintegrasi kepribadian)
Sumber asam folat
Hewani maupun nabati seperti hati, kuning telur, ginjal, ragi, sayuran
hijau (bayam, brokoli) dan susu
80% kandungan asam folat hilang selama proses pemasakan
Sereal siap saji yang difortifikasi mengandung asam folat
Asam folat sintesis, struktur kimianya lebih sederhana sehingga lebih
mudah diserap tubuh (asam pteroil glutamat)
Kebutuhan
Orang dewasa 400 mcg (0,4 mg)/hari
Ibu hamil 600 mcg/hari
Ibu menyusui 500 mcg/hari
Harus disiapkan sebelum kehamilan, karena gangguan sering terjadi pada
bulan pertama kehamilan, dimana ibu biasanya belum menyadari bahwa
dirinya tengah hamil
Efek samping
Terselubungnya komplikasi syaraf akibat defisiensi vitamin B12
Tidak dianjurkan > 1000mg/hari
Asam folat termasuk golongan vitamin B yang larut dalam air, jika
kelebihan dapat larut dalam air
ANEMIA HIPOPLASTIK
Adalah anemia yang terajdi akibat sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru
Jarang dijumpai dalam kehamilan
Disertai dengan trombositopenia, dan leucopenia
Disertai kelainan kongenital sering terjadi akibat obat-obatan, zat kimia,
infeksi, irradiasi, leukemia dan kelainan immunologik
Bisa juga trejadi akibat transplantasi sumsum tulang atau transfusi darah
berulang kali
ANEMIA HEMOLITIK
Adalah anemia yang terjadi akibat sel darah merah lebih cepat hancur dari
pembentukannya
Etiologi tidak jelas
Kejadian langka
Hemolisis berat timbul secara dini dalam kehamilan dan hilang beberapa
bulan setelah bersalin
Penambahan darah tidak memberikan hasil
Transfusi darah untuk meringankan penderitaan ibu dan mengurangi
bahaya hipoksia pada janin
HIPEREMESIS GRAVIDARUM (HEG)
Adalah gejala mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil
Dapat berlangsung sampai usia kehamilan 4 bulan dan keadaan umum
menjadi buruk
Etiologi belum diketahui secara pasti
Dibagi menjadi 3 tingkatan menurut beratnya gejala yang timbul
HEG tingkat 1
Muntah terus menerus
Ibu merasa lemah
Nafsu makan tidak ada
Berat badan turun
Nyeri epigastrium
Nadi meningkat sekitar 100x/menit
Tekanan darah turun
Turgor kulit mengurang
Lidah mengering
Mata cekung
HEG tingkat 2
Ibu lebih lemah dan apatis
Turgor kulit lebih mengurang
Lidah mengering dan nampak kotor
Nadi rendah dan cepat
Suhu tubuh kadang-kadang naik
Mata cekung dan sedikit ikterus
BB dan TD turun
Hemokonsenterasi, oliguria dan konstipasi
Ditemukan aseton pada air kencing
HEG tingkat 3
Keadaan umum lebih parah
Muntah berhenti
Kesadaran menurun dari somnolen sampai koma
Nadi kecil dan cepat
Suhu meningkat
TD dan BB turun
Ensepalopati Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan
mental
Penatalaksanaan
Rawat inap
Stop makan dan minum dalam 24 jam pertama
Obat-obatan diberikan secara parenteral
Infus D10% (2000 ml) dan RL 5% (2000 ml) per hari
Pemberian antiemetik (metokopramid hidrochlorid)
Roborantia/obat penyegar
Diazepam 10 mg IM (jika perlu)
Psikoterapi
Lakukan evaluasi dalam 24 jam pertama
Bila keadaan membaik, boleh diberikan makan dan minum secara bertahap
Bila keadaan tidak berubah : stop makan/minum, ulangi penatalaksanaan
seperti sebelumnya untuk 24 jam kedua
Bila dalam 24 jam tidak membaik pertimbangkan untuk rujukan
Infus dilepas setelah 24 jam bebas mual dan muntah
Jika dehidrasi berhasil diatasi, anjurkan makan makanan lunak porsi kecil
tapi sering, hindari makanan yang berminyak dan berlemak, kurangi
karbohidrat, banyak makan makanan yang mengandung gula
Kriteria pulang
Mual dan muntah tidak ada lagi
Keluhan subjektif sudah tidak ada
TTV baik
ABORTUS
Adalah berhentinya kehamilan pada usia < 20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin
BBL <500 gram, PB <25 cm
Angka harapan hidup sangat kecil yaitu <1%
Batasan berbeda tentang abortus 18-24 minggu, WHO 22 minggu
Pembagian abortus
Abortus spontan (imminens, insipiens, incompletus, completus)
Abortus induced (therapeutik, sugenic, electiv)
Abortus septik
Abortus habitualis
Missed abortion
Etiologi
Maternal
Kelainan kromosom
Infeksi kronis (sifilis, TB aktif)
Keracunan
Trauma fisik
Gangguan endokrin (hipotiroid, DM)
Penyakit kronis
Oksidan (rokok, alkohol)
Defisiensi hormonal
Fetal
Kematian janin akibat kelainan bawaan
Mola hidatidosa
Penyakit plasenta dan desidua
ABORTUS IMMINENS
Perdarahan bercak-sedang
Perdarahan ringan (lebih dari 5 menit basahi pembalut)
Dilatasi serviks tertutup
Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
Gejala/tanda : kram perut bawah uterus (hilang timbul)
USG, pengaruhi rencana tindakan
Diagnosa banding : mola, KET
Penatalaksanaan
Bed rest, tidak perlu pengobatan khusus ataupun tirah baring total
Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan
Kurangi hubungan seksual
Tidak perlu terapi hormonal baik estrogen maupun progesteron
Tidak perlu pemberian tokolitika ( salbutamol, indometasin)
Pemberian fenobarbital 3×30 mg/hari
Pemberian papaverin 3×40 mg/hari
Observasi perdarahan (jika berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti
biasa, lakukan penilaian jika terjadi perdarahan lagi. Jika terus berlangsung
: nilai kondisi janin lewat uji kehamilan/USG, konfirmasi penyebab lain
jika ditemukan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan.
ABORTUS INSIPIEN (sedang berlangsung)
Perdarahan sedang-banyak
Konsepsi dalam uterus
Perdarahan berat hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk basahi
pembalut
Serviks terbuka
Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
Gejala/tanda ; kram/nyeri pada perut bagian bawah
Penatalaksanaan
Jika usia kehamilan < 16 minggu, evaluasi uterus dengan AVM, jika evaluasi
tidak dapat dilakukan, segera lakukan :
Pemberian ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit jika
perlu), atau pemberian misoprostol 400 mg/oral (dapat diulang setelah 4
jam bila perlu)
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
Jika usia kehamilan >16 minggu
Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil
konsepsi
Jika perlu pasang infus 20 IU oksitosin dalam RL atau garam fisiologik
500 ml IV, dengan kecepatan 40 tetes/menit untuk membantu ekspulsi
hasil konsepsi
Tetap pantau kondisi ibu setelah penanganan
Pasang infus D5% = oksitosin 10 IU
ABORTUS INKOMPLETUS
Perdarahan sedang-banyak
Serviks terbuka
Uterus sesuai usia kehamilan
Gejala/tanda : kram/nyeri perut bagian bawah dengan rasa sakit yang kuat
Terjadi ekspulsi sebagian hasil konsepsi
Penatalaksanaan
Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap
komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)
Keluarkan sisa konsepsi secara digital atau dengan menggunakan cunam
ovum dan evaluasi perdarahan
Jika perdarahan berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg/oral
Jika perdaraan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan
AVM
Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika profilaksis
Jika terjadi perdarahan hebat dan < 16 minggu, segera evakuasi dengan
AVM
Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2
minggu (anemia sedang ) atau transfusi darah (anemia berat)
ABORTUS KOMPLETUS
Perdarahan bercak-sedang
Serviks tertutup atau terbuka
Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
Gejala/tanda : sedikit/tanpa nyeri pada perut bagian bawah
Riwayat ekspulsi hasil konsepsi
Janin akan keluar dari rahim, baik secara spontan maupun alat bantu
Penatalaksanaan
Tidak perlu evaluasi
Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
Bila kondisi baik, cukup berikan ergometrin 3×1 tablet/hari selama 3 hari
Tetap pantau kondisi ibu setelah penanganan
Bila terjadi anemia sedang berikan sulfas ferrosus tablet 600 mg/hari
selama 2 mingg dan anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi
Untuk anemia berat lakukan transfusi darah
Bila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotika
atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis
Lakukan konseling pasca abortus dan lakukan pemantauan lebih lanjut
ABORTUS HABITUALIS
Adalah kejadian abortus berulang, umumnya disebabkan karena kelainan
anatomik uterus (mioma, septum, serviks inkompeten dan lain-lain) atau
kelainan faktor-faktor immunologi
Idealnya dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat ada atau tidaknya
kelainan anatomi
MISSED ABORTION
Adalah kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa adanya
pengeluaran, terjadi pada usia kehamilan 4 minggu atau lebih (beberapa
buku 8 minggu)
Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian
menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan
Pentalaksanaan
Keluarkan jaringan konsepsi dengan laminaria, dan stimulasi kontraksi
uterus dengan oksitosin
Jika diputuskan untuk melakukan tindakan kuretase, harus sangat berhati-
hati karena jaringan telah mengeras dan dapat terjadi gangguan
pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia
ABORTUS THERAPEUTIK
Adalah abortus yang dilakukan atas pertimbangan/indikasi kesehatan
wanita, dimana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan
dirinya, contohnya pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, ginjal
dan korban perkosaan (masalah psikis)
Dapat juga dilakukan atas pertimbangan kelainan janin yang berat
Syarat-syarat abortus therapeutik
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli dan berwenang
Meminta pertimbangan ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi)
Melakukan informed consent
Saran kesehatan memadai
Prosedur tidak dirahasiakan
Dokumen medik harus lengkap
ABORTUS SEPTIK
Adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi setelah abortus
spontan/tidak aman
Terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau penundaan pengeluaran hasil
konsepsi
Tindakan : resusitasi dan perbaiki keadaan umum ibu, berikan antibiotik
spektrum luas dosis tinggi, keluarkan sisa konsepsi dalam 6 jam
DIAGNOSTIK ABORTUS
Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidaknya
gejala/keluhan lain, cari faktor resiko/predisposisi, riwayat penyakit umum
dan obstetri
Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan pervaginam abnormal
HARUS selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan
Pemeriksaan fisik umum : KU, TTV, jika KU buruk lakukan resusitasi dan
stabilisasi segera
Pemeriksaan ginekologik : ada tidaknya tanda akut abdomen, jika
memungkinkan cari sumber perdarahan apakah dari dinding vagina atau
jaringan serviks atau keluar ostium. Jika perlu ambil darah/cairan/jaringan
untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan sebelum PD), lakukan PD
dengan hati-hati
Bimanual : tentukan besar dan letak uterus, tentukan apakah 1 jari
pemeriksa dapat masuk kedalam ostium dengan mudah/lunak atau tidak
(lihat ada/tidaknya dilatasi serviks), jangan dipaksakan. Adneksa dan
parametrium diperiksa, ada/tidaknya massa atau tanda akut lainnya.
PENATALAKSANAAN PASCA ABORTUS
Lakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab aborts agar
kejadian ini tidak berulang pada kehamilan berikutnya
Perhatikan involusi uterus dan kadar B-hCG selama 1-2 bulan
Anjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan
Anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil
PRINSIP (perdarahan pervaginam pada kehamilan < 12 minggu)
JANGAN LANGSUNG DILAKUKAN KURETASE
Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan periksa dengan
USG
Jangan terpengaruh dengan B-hCG yang positif, meski janin sudah mati,
kadar B-hCG mungkin masih tinggi dan bisa bertahan sampai 2 bulan
setelah kematian janin
ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS
Akibat : perforasi, luka pada serviks uteri, perlekatan pada kavum uteri,
perdarahan infeksi
Cara umum : olah raga berlebihan, naik kuda, mendaki gunung, berenang,
naik turun tangga, trauma
Cara lokal : menggunakan alat-alat yang dapat menusuk kedalam vagina,
alat memasang IUD, alat yang dialiri arus listrik, aspirasi jarum suntik
METODE KONTRASEPSI PASCA ABORTUS
Kontrasepsi Waktu Efektivitas
Kondom Segera Kedisiplinan klien, mencegah PMS
Pil Segera Minum secara teratur setiap hari dengan waktu yang
sama
Suntik Segera Konseling untuk pilihan hormon tunggal dan kombinasi
Implan/susuk Segera Punya > 1 anak, jangka panjang
AKDR Segera Setelah kondisi pulih
Tubektomi Segera Menghentikan fertilitas
Beberapa wanita mungkin butuh
Jika klien pernah imunisasi, dinding vagina atau kanalis servikalis luka,
berikan booster TT 0,5 ml
Riwayat imunisasi tidak jelas, beri serum anti tetanus 1500 IU IM diikuti
dengan TT 0,5 ml setelah 4 minggu
Penatalaksanaan PMS
Penapisan kanker serviks
KEHAMILAN EKTOPIK
Patofisiologi
Ovum yang telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di
endometrium kavum uteri
Gangguan interferensi mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam
perjalanannya menuju kavum uteri
Kemungkinan implantasi : paling sering di tuba falopii (90-95 %, dengan
70-80% di ampula), serviks, ovarium, abdomen dan sebagainya.
Etiologi
Kelainan tuba adalah karena adanya riwayat penyakit tuba, seperti
salpingitis
Riwayat operasi tuba, sterilisasi
Riwayat penyakit radang panggul
IUD
Ovulasi yang multipel akibat induksi obat-obatan, usaha fertilisasi in vitro
dan sebagainya
Gejala
Amenorhea
Nyeri perut bagian bawah yang snagat dan berawal dari satu sisi, tengah,
seluruh perut bagian bawah akibat robeknya tuba
Penderita bisa sampai pingsan dan syok
Perdarahan pervaginam biasanya berwarna hitam
Pusing, perdarahan, berkeringat, pembesaran payudara, perubahan warna
pada vagina dan serviks, perlunakan serviks, pembesaran uterus, frekuensi
BAK meningkat
Diagnosis
Pemeriksaan panggul, tentukan lokasi sakit
Lakukan tes B-hCG
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui konsentrasi hormon
progesteron
Pemeriksaan USG
Diagnosis banding : usus buntu (apendisitis akut), radang panggul
Penanganan : methotrexate
Prognosis : HCG (kuantitatif) untuk melihat sisa jaringan
Kesempatan hamil tergantung dari kerusakan tuba (1x operasi tuba : 55-
60%, jika slauran satunya tidak ada atau rusak : 45%, >2x pembedahan
ektopik dan komservatif : 30%)
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Gejala
Kolaps dan kelelahan
Nadi cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
Hipotensi
Hipovolemia
Abdomen akut dan nyeri pelvis
Distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya
darah bebas
Nyeri lepas
Pucat
Diagnosis
Anamnesis : riwayat terlambat haid atau amenorhea, gejala dan tanda
kehamilan muda dapat ada atau tidak ada, perdarahan pervaginam, nyeri
perut pada kanan/kiri bawah
Pemeriksaan fisis : KU dan TTV dapat baik sampai buruk, ada tnada akut
abdomen, saat pemeriksaan adnexa ada nyeri goyang portio
Pemeriksaan penunjang : tes urine B-hCG (+), kuldosentesis (ditemukan
darah di kavum douglasi), USG
Penatalaksanaan KE dengan ruptur tuba
Optimalisasi KU ibu dengan transfusi, infus oksigen atau kalau dicurigai
adanya infeksi diberikan juga antibiotika
Hentikan sumber perdarahan segera dengan laparatomi dan salpingektomi
(memotong bagian tuba yang terganggu)
Sebelum pulang
Konseling prognosis kesuburannya
Konsleing metode kontrasepsi dan penyediaan metode kontrasepsi
Perbaiki anemia dengan sulfas ferrosus 600 mg/hari per oral selama 2
minggu
Kontrol ulang 4 minggu
KEHAMILAN SERVIKAL
Jarang terjadi
Perdarahan pervaginam tanpa disertai rasa nyeri
Terjadi abortus spontan sangat besar
Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan atau ruptur yang terjadu
sangat besar dan bisa dilakukan histerektomi lokal.
KEHAMILAN OVARIAL
Ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg :
Tuba pada sisi kehamilan harus normal
Kantung janin harus terletak di ovarium
Jaringan ovarium yang nyata harus ditemuka dalam dinding kantung janin
MOLA HIDATIDOSA
Hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi
dari vili korialis disertai dengan degenerasi hidropik
Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal,
tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan sperti
rangkaian buah anggur
Resiko terjadi keganasan (koriokarsinoma)
Pembagian
Mola hidatidosa klasik/komplet
Janin atau bagian tubuh janin tidak ada
Sering disertai pembentukan kista lutein (25-30%)
Mola hidatidosa parsial/inkomplet
Janin atau bagian tubuh janin ada
Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya
mati pada trimester pertama
Gejala
Hiperemesis
Hipertiroid
Preeklampsia
Anemia
Uterus lebih besar dari umur kehamilan
Tanda pasti kehamilan tidak ditemukan
Perdarahan
Bisa juga disertai preeklampsia/ eklampsia
Diagnosa
Ditegakkan dengan USG
Pengosongan jaringan mola dengan vakum kuret
Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
keganasan
Kadar hCG dipantau hingga minimal 1 tahun pasca kuretase
Bila >8 minggu pasca kuretase hCG tinggi berarti trofoblast masih aktif
Anamnesis : hamil disertai gejala dan tanda hamil muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang berwarna coklat, gelembung seperti busa
Pemeriksaan fisik : pada mola klasik ukuran uterus > besar dari usia
kehamilan yang sesuai, tidak teraba bagian janin, DJJ tidak ada. Uji batang
sonde tidak ada tahanan massa konsepsi. Pada mola parsial, gejala seperti
missed abortion, uterus < gestasi
Pemeriksaan penunjang : periksa kadar B-hCG kuantitatif dan USG. Pada
USG gambaran seperti badai salju (snowflake/snowstorm-like appearance)
Penatalaksanaan
Perhatikan sindroma yang mengancam fungsi vital (depresi nafas,
hipertiroid/tirotoksikosis dan sebagainya). Resusitasi bila KU buruk
Evakuasi jaringan mola : dengan AVM dan kuret tajam. Suction dapat
mengeluarkan sebagian besar massa mola, sisanya bersihkan dengan kuret.
Dapat juga dilakukan induksi, pada waktu evakuasi berikan oksitosin
untuk merangsang kontraksi uterus dan mencegah refluks cairan mola ke
arah tuba
Pada wanita yang tidak mengharapkan anak lagi dapat dianjurkan
histerektomi
Follow up
Profilaksis terhadap keganasan dengan sitostatika terutama pada kelompok
resiko keganasan tinggi
Pemeriksaan ginekologik dan B-hCG kuantitatif rutin tiap 2 minggu
teratur tiap 3 bulan-1 tahun
Foto toraks pada awal terapi, ulang bila kadar B-hCG menetap atau
meningkat
Kontrasepsi hormonal 1 tahun pasca kuretase, sebaiknya preparat
progesteron oral selama 2 tahun
Penyuluhan pada pasien akan kemungkinan keganasan
Komplikasi Kehamilan DEFINISI
KEGUGURAN & KELAHIRAN MATI
Keguguran (Aborsi Spontan) adalah kehilangan janin karena penyebab alami
sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu.
Kelahiran Mati (Stillbirth) adalah kehilangan janin karena penyebab alami pada
saat usia kehamilan mencapai lebih dari 20 minggu.
Seorang bayi yang lahir pada usia kehamilan berapapun dan langsung bernafas
atau jantungnya berdenyut spontan, dikatakan lahir hidup. Jika kemudian bayi
tersebut meninggal, maka dikatakan sebagai kematian bayi baru lahir (kematian
neonatus).
Sekitar 20-30% wanita hamil mengalami perdarahan atau kram minimal 1 kali
selama 20 minggu pertama kehamilan. Sekitar separuhnya menyebabkan
keguguran.
Sekitar 85% keguguran terjadi pada trimester pertama dan biasanya disebabkan
oleh kelainan pada janin.
15% sisanya, terjadi pada minggu ke 13-20; duapertiganya terjadi akibat kelainan
pada ibu dan sepertiganya penyebabnya tidak diketahui.
Sebelum terjadinya keguguran, wanita hamil biasanya mengalami spotting (bercak
perdarahan) atau perdarahan dan keputihan dari vagina. Rahimnya berkontraksi,
menyebabkan kram. Jika terjadi keguguran, maka perdarahan, keputihan dan kram
menjadi lebih berat. Pada akhirnya, sebagian atau seluruh isi rahim akan keluar.
Pada keguguran stadium awal, dengan USG bisa diketahui apakah bayi masih
hidup.
Setelah keguguran, USG dan pemeriksaan lainnya digunakan untuk melihat
apakah semua isi rahim telah keluar.
Jika seluruh isi rahim telah keluar, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika
hanya sebagian isi rahim yang keluar, maka dilakukan kuretase untuk
membersihkan rahim.
Jika janin telah mati tetapi tetap berada dalam rahim (missed abortion), maka
janin dan plasenta harus dikeluarkan melalui kuretase.
Untuk missed abortion stadium lanjut, bisa digunakan obat yang menyebabkan
kontraksi rahim sehingga rahim mengeluarkan isinya (misalnya oksitosin).
Jika perdarahan dan kram terjadi pada kehamilan 20 minggu (ancaman aborsi),
maka dianjurkan untuk menjalani tirah baring. Wanita tersebut tidak boleh bekerja
dan tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Tidak diberikan hormon karena hampir selalu tidak efektif dan bisa menyebabkan
cacat bawaan, terutama pada jantung atau organ reproduksi.
Ancaman aborsi bisa terjadi jika leher rahim (serviks) membuka terlalu dini akibat
kelemahan pada jaringan fibrosa. Kadang pembukaan servikal ini bisa ditutup
melalui pembedahan dengan menjahitnya, yang nanti akan dibukan sesaat
sebelum persalinan.
Aborsi septik adalah infeksi yang sangat serius. Isi rahim harus segera dikeluarkan
dan infeksi harus diatasi dengan antibiotik dosis tinggi.
KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan Ektopik (Kehamilan Diluar Kandungan) adalah suatu kehamilan
dimana janin berkembang diluar rahim, yaitu di dalam tuba falopii (saluran telur),
kanalis servikalis (saluran leher rahim), rongga panggul maupun rongga perut.
Dalam keadaan normal, sebuah sel telur dilepaskan dari salah satu ovarium
(indung telur) dan masuk ke dalam tuba falopii. Di dalam tuba, dengan dorongan
dari rambut getar yang melapisi tuba, dalam waktu beberapa hari, sel telur akan
mencapai rahim. Biasanya sel telur dibuahi di dalam tuba falopii tetapi tertanam di
dalam rahim.
Jika tuba tersumbat (misalnya karena infeksi), maka sel telur akan bergerak secara
lambat atau tertahan. Sel telur yang telah dibuahi tidak pernah sampai ke rahim
dan terjadilah kehamilan ektopik.
Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat pada: - Kelainan tuba falopii
- Sebelumnya pernah mengalami kehamilan ektopik
- Pemakaian DES (dietilstilbestrol)
- Kegagalan ligasi tuba (prosedur sterilisasi, dimana dilakukan pengikatan atau
pemotongan tuba).
Kehamilan ektopik biasanya terjadi pada salah satu tuba falopii (kehamilan tuba).
Kehamilan ektopik bisa berakibat fatal dan harus segera diatasi.
Gejala dari kehamilan ektopik adalah spotting dan kram. Gejala ini timbul karena
ketika janin mati, lapisan rahim dilepaskan seperti yang terjadi pada menstruasi
yang normal.
Jika janin mati pada stadium awal, maka tidak terjadi kerusakan tuba falopii. Jika
janin terus tumbuh, bisa menyebabkan robekan pada dinding tuba sehingga terjadi
perdarahan.
Jika perdarahan terjadi secara bertahap, bisa menimbulkan nyeri dan kadang
menimbulkan penekanan pada perut bagian bawah akibat penimbunan darah.
Biasanya setelah sekitar 6-8 minggu, penderita tiba-tiba merasakan nyeri yang
hebat di perut bagian bawah, lalu pingsan. Gejala ini biasanya menunjukkan
bahwa tuba telah robek dan menyebabkan perdarahan hebat ke dalam perut.
Kadang kehamilan ektopik sebagian terjadi di dalam tubah dan sebagian di dalam
rahim. Keadaan ini menyebabkan kram dan spotting.
Janin memiliki ruang untuk tumbuh, sehingga kehamilan ektopik biasanya baru
pecah di kemudian hari, biasanya pada minggu ke 12-16.
Jika hasil pemeriksaan darah dan air kemih menunjukkan positif hamil tetapi
rahim tidak membesar, maka diduga telah terjadi kehamilan ektopik. Pada USG
rahim tampak kosong dan di dalam rongga panggul atau rongga perut terlihat
darah.
Laparoskopi digunakan untuk melihat kehamilan ektopik secara langsung.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan kuldosentesis, yaitu pengambilan contoh
darah yang tertimbun akibat kehamilan ektopik melalui sebuah jarum yang
dimasukkan lewat dinding vagina ke dalam rongga panggul. Berbeda dengan
darah vena atau arteri, darah ini tidak membeku.
Biasanya harus dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan kehamilan ektopik.
Pada kehamilan tuba, biasanya dibuat sayatan ke dalam tuba dan janin serta
plasenta diangkat. Tuba dibiarkan terbuka agar penyembuhan terjadi tanpa
pembentukan jaringan parut karena jaringan parut bisa menyebabkan penderita
sulit untuk hamil lagi. Prosedur ini kadang dilakukan melalui suatu laparoskopi.
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba dan tidak dapat diperbaiki, maka tuba harus
diangkat.
Jika tidak terdengar denyut jantung janin, pada kehamilan tuba stadium awal bisa
diberikan obat metotreksat.
ANEMIA
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) kurang dari normal.
Selama hamil, volume darah bertambah sehingga penurunan konsentrasi sel darah
merah dan hemoglobin yang sifatnya menengah adalah normal.
Selama hamil, diperlukan lebih banyak zat besi (yang diperlukan untuk
menghasilkan sel darah merah) karena ibu harus memenuhi kebuhan janin dan
dirinya sendiri.
Jenis anemia yang paling sering terjadi pada kehamilan adalah anemia karena
kekurangan zat besi, yang biasanya disebabkan oleh tidak adekuatnya jumlah zat
besi di dalam makanan.
Anemia juga bisa terjadi akibat kekurangan asam folat (sejenis vitamin B yang
diperlukan untuk pembuatan sel darah merah).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah yang menentukan
jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan kadar zat besi dalam darah.
Anemia karena kekurangan zat besi diobati dengan tablet besi. Pemberian tablet
besi tidak berbahaya bagi janin tetapi biasa menyebabkan gangguan lambung dan
sembelit pada ibu, terutama jika dosisnya tingggi.
Wanita hamil dianjurkan untuk minum tablet besi meskipun jumlah sel darah
merah dan kadar hemoglobinnya normal, agar yakin bahwa mereka memiliki zat
besi yang cukup untuk janin dan dirinya sendiri.
Anemia karena kekurangan asam folat diobati dengan tablet folat.
Untuk wanita hamil yang menderita anemia sel sabit, pengobatannya masih
bersifat kontroversial; kadang perlu dilakukan transfusi darah.
INKOMPATIBILITAS Rh
Inkompatibilitas Rh adalah suatu ketidaksesuaian Rh di dalam darah ibu hamil
dan darah bayinya.
Sebagai akibat dari inkompatibilitas Rh, tubuh ibu akan membentuk antibodi
terhadap sel-sel darah merah bayi. Antibodi menyebabkan beberapa sel darah
merah pecah dan kadang menyebabkan penyakit hemolitik (sejenis anemia) pada
bayi.
Golongan darah ditentukan berdasarkan kepada adanya molekul-molekul pada
permukaan sel darah merah. Golongan darah Rh terdiri dari beberapa molekul
tersebut.
Salah satu dari molekul tersebut adalah Rh-nol-D, yang biasanya menyebabkan
inkompatibilitas Rh. Jika sel darah merah memiliki molekul Rh-nol-D, maka
dikatakan Rh-positif; jika tidak memiliki molekul Rh-nol-D, dikatakan Rh-negatif.
Inkompatibilitas Rh terjadi jika ibu memiliki darah dengan Rh-negatif dan janin
memiliki Rh-positif yang berasal dari ayahnya. Darah janin bisa bercampur
dengan darah ibu melalui plasenta (ari-ari), terutama pada akhir kehamilan dan
selama persalinan.
Sel darah janin dianggap sebagai benda asing oleh tubuh ibunya, sehingga ibu
menghasilkan antibodi untuk menghancurkannya. Kadar antibodi pada tubuh ibu
terus bertambah selama kehamilan dan antibodi ini bisa melewati plasenta lalu
masuk ke tubuh janin dan menghancurkan sebagian sel darah merah janin.
Akibatnya bisa terjadi penyakit hemolitik pada janin (eritroblastosis fetalis) atau
pada bayi baru lahir (eritroblastosis neonatorum).
Tetap pada kehamilan pertama, anak yang dilahirkan jarang mengalami kelainan
ini karena biasanya tidak terjadi kontak yang berarti antara darah janin dan darah
ibu. Pada setiap kehamilan berikutnya, ibu menjadi lebih sensitif terhadap darah
Rh-positif dan menghasilkan antibodi lebih dini.
Penghancuran sel darah merah pada tubuh janin bisa menyebabkan anemia dan
peningkatan kadar bilirubin (limbah hasil penghancuran sel darah merah). Jika
kadar bilirubin ini sangat tinggi, bisa terjadi kerusakan otak.
Pada pemeriksaan kehamilan biasanya dilakukan penyaringan untuk menentukan
golongan darah ibu. Jika ibu memiliki Rh-negatif, dilakukan pemeriksaan
golongan darah ayah. Jika ayah memiliki Rh-positif, dilakukan pengukuran kadar
antibodi Rh pada ibu.
Darah ibu dan darah bayi bisa mengadakan kontak selama persalinan sehingga
tubuh ibu membentuk antibodi. Karena itu sebagai tindakan pencegahan,
diberikan suntikan immunoglobulin Rh-nol-D kepada ibu yang darahnya memiliki
Rh-negatif dalam waktu 72 jam setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif
(bahkan juga setelah mengalami keguguran atau aborsi).
Pemberian suntikan ini menyebabkan hancurnya sel-sel dari bayi yang mungkin
mensensitisasi ibu, sehingga biasanya kehamilan berikutnya tidak berbahaya.
Tetapi sekitar 1-2% ibu yang mendapatkan suntikan ini tetap mengalami
sensitisasi, kemungkinan karena sensitisasi terjadi lebih dini. Untuk mencegah
terjadinya sensitisasi dini, suntikan bisa diberikan pada kehamilan 28 minggu dan
setelah persalinan.
Dengan mengukur kadar antibodi Rh pada ibu secara periodik, bisa diambil
tindakan untuk mengantisipasi gangguan pada janin.
Jika kadar antibodi Rh terlalu tinggi, dilakukan amniosentesis (pengambilan
contoh cairan ketuban untuk dianalisa). Kadar bilirubin pada contoh cairan
ketuban diukur. Jika kadarnya terlalu tinggi, dilakukan transfusi darah pada janin.
Transfusi tambahan biasanya diberikan setiap 10-14 hari sampai kehamilan 32-34
minggu. Setelah lahir, biasanya diberikan 1 atau beberapa kali transfusi.
Pada kasus yang tidak terlalu berat, transfusi biasanya baru dilakukan setelah bayi
lahir.
ABRUPSIO PLASENTA
Abrupsio Plasenta adalah pelepasan plasenta yang berada dalam posisi normal
pada dinding rahim sebelum waktunya, yang terjadi pada saat kehamilan bukan
pada saat persalinan.
Plasenta mungkin tidak menempel seluruhnya (kadang hanya 10-20%) atau
menempel seluruhnya. Penyebabnya tidak diketahui.
Abrupsio lebih sering ditemukan pada wanita yang menderita tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes atau penyakit rematik dan wanita pemakai
kokain.
Terjadi perdarahan rahim yang berasal dari sisi tempat menempelnya plasenta.
Perdarahan eksternal terjadi jika darah keluar melalui vagina, tetapi jika darah
terperangkap di belakang plasenta, akan terjadi perdarahan tersembunyi.
Gejala yang timbul tergantung kepada luasnya pelepasan plasenta dan banyaknya
darah yang hilang.
Gejalanya berupa:
- perdarahan vagina
- nyeri perut yang timbul secara tiba-tiba
- nyeri kram perut
- nyeri jika perut ditekan.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan USG.
Abrupsio plasenta menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan zat gizi
untuk janin dan bisa menyebabkan kematian janin.
Sedangkan ibu bisa mengalami perdarahan yang serus, DIC (disseminated
intravascular coagulation, bekuan darah di dalam pembuluh darah), gagal ginjal
dan perdarahan ke dalam dinding rahim. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
wanita hamil yang mengalami pre-eklamsi) dan bisa merupakan petunjuk bahwa
janin berada dalam keadaan gawat atau telah meninggal.
Penderita segera dirawat dan menjalani tirah baring.
Jika gejalanya berkurang, penderita mulai latihan berjalan dan mungkin boleh
pulang.
Jika gejalanya semakin memburuk, dilakukan persalinan dini untuk
menyelamatkan ibu dan bayi.
PLASENTA PREVIA
Plasenta Previa adalah plasenta yang tertanam di atas atau di dekat serviks (leher
rahim), pada rahim bagian bawah.
Di dalam rahim, plasenta bisa menutupi lubang serviks secara keseluruhan atau
hanya sebagian.
Plasenta previa biasanya terajdi pada wanita yang telah hamil lebih dari 1 kali atau
wanita yang memiliki kelainan rahim (misalnya fibroid).
Pada akhir kehamilan, tiba-tiba terjadi perdarahan yang jumlahnya bisa semakin
banyak. Darah yang keluar biasanya berwarna merah terang.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan USG.
Jika perdarahannya hebat, dilakukan transfusi darah berulang.
Jika perdarahannya ringan dan persailinan masih lama, bisanya dianjurkan untuk
menjalani tirah baring.
Hampir selalu dilakukan operasi sesar karena cenderung terjadi pelepasan plasenta
sebelum waktunya, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen dan ibu bisa
mengalami perdarahan hebat.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan selama masa
hamil, tidak seperti morning sickness yang biasa dan bisa menyebabkan dehidrasi
dan kelaparan.
Penyebabnya tidak diketahui.
Faktor psikis bisa memicu atau memperburuk muntah.
Berat badann pendertia menurun dan terjadi dehidrasi.
Dehidrasi bisa menyebabkan perubahan kadar elektrolit di dalam darah sehingga
darah menjadi terlalu asam.
Jika muntah terus terjadi, bisa terjadi kerusakan hati.
Komplikasi lainnya adalah perdarahan pada retina yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan darah ketika penderita muntah.
Penderita dirawat dan mendapatkan cairan, glukosa, elektrolit serta vitamin
melalui infus. Penderita berpuasa selama 24 jam. Jika perlu, bisa diberikan obat
anti-mual dan obat penenang.
Jika dehidrasi telah berhasil diatasi, penderita boleh mulai makan makanan lunak
dalam porsi kecil.
Biasanya muntah berhenti dalam beberapa hari. Jika gejala kembali kambuh,
maka pengobatan diulang kembali.
PRE-EKLAMSI & EKLAMSI
Pre-eklamsi (Toksemia Gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai
dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan),
yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah
persalinan.
Eklamsi adalah bentuk pre-eklamsi yang lebih berat, yang menyebabkan
terjadinya kejang atau koma.
Pre-eklamsi terjadi pada 5% kehamilan dan lebih sering ditemukan pada
kehamilan petama dan pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah
tinggi atau penyakit pembuluh darah.
Eklamsi terjadi pada 1 dari 200 wanita yang menderita pre-eklamsi dan jika tidak
diobati secara tepat biasanya bisa berakibat fatal.
Penyebab dari pre-eklamsi dan eklamsi tidak diketahui.
Resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
- tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm Hg
- wajah atau tangan membengkak
- kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat secara berarti
tetapi tetap dibawah 140/90 mm Hg, juga dikatakan menderita pre-eklamsi.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan
terhadap kelainan yang timbul segera setelah lahir. Bayi yang dilahirkan juga
mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Pre-eklamsi dan eklamsi tidak memberikan respon terhadap diuretik (obat untuk
membuang kelebihan cairan) dan diet rendah garam.
Penderita dianjurkan untuk mengkonsumsi garam dalam jumlah normal dan
minum air lebih banyak. Sangat penting untuk menjalani tirah baring.
Penderita juga dianjurkan untuk berbaring miring ke kiri sehingga tekanan
terhadap vena besar di dalam perut yang membawa darah ke jantung berkurang
dan aliran darah menjadi lebih lancar.
Untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah kejang, bisa diberikan
magnesium sulfat intravena (melalui pembuluh darah).
Jika pre-eklamsinya bersifat ringan, penderita cukup menjalani tirah baring di
rumah, tetapi harus memeriksakan diri ke dokter setiap 2 hari.
Jika perbaikan tidak segera terjadi, biasanya penderita harus dirawat dan jika
kelainan ini terus berlanjut, maka persalinan dilakukan sesegera mungkin.
Penderita pre-eklamsi berat dirawat di rumah sakit dan menjalani tirah baring.
Cairan dan magnesium sulfat diberikan melalui infus.
Dalam waktu 4-6 jam, biasanya tekanan darah kembali normal dan bayi dapat
dilahirkan dengan selamat.
Jika tekanan darah tetap tinggi, sebelum persalinan dimulai, diberikan obat
tambahan.
Komplikasi utama dari pre-eklamsi dan eklamsi adalah sindroma HELLP, yang
terdiri dari:
Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan
kemampuan pembekuan darah).
Sindroma HELLP cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda.
Jika terjadi sindroma HELLP, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar.
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda
terjadinya eklamsi. 25% kasus eklamsi terjadi setelah persalinan, biasanya dalam
waktu 2-4 hari pertama setelah persalinan.
Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6-8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu
tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan
dengan pre-eklamsi.
HERPES GESTASIONAL
Herpes Gestasional adalah lepuhan berisi cairan yang sangat gatal, yang terjadi
selama kehamilan.
Penggunaan istilah herpes sebenarnya tidak tepat karena ruam yang terjadi tidak
disebabkan oleh virus herpes maupun virus lainnya.
Herpes gestasional diduga disebabkan oleh antibodi abnormal yang beraksi
terhadap jaringan tubuh sendiri (reaksi autoimun).
Ruam ini bisa timbul kapanpun setelah kehamilan 12 minggu atau segera setelah
persalinan.
Ruam biasanya terdiri dari vesikel (lepuhan kecil/besar yang berisi cairan) atau
bula (pembengkakan yang bentuknya tidak beraturan dan berisi carian).
Ruam ini seringkali berawal di perut lalu menyebar.
Segera setelah persalinan, ruam akan semakin memburuk dan menghilang dalam
beberapa minggu atau bulan kemudaian.
Ruam seringkali muncul lagi pada kehamilan berikutnya atau jika penderita
menggunakan pil KB.
Bayi yang dilahirkan mungkin memiliki ruam yang serupa, tetapi biasanya akan
menghilang dalam beberapa minggu, tanpa pengobatan.
Untuk memperkuat diagnosis, diambil kerokan kulit yang terkena dan diperiksa
di laboratorium untuk mengetahui adanya antibodi.
Tujuan pengobatan adalah untuk meringankan gatal-gatal dan mencegah
terbentuknya lepuhan yang baru.
Untuk ruam yang ringan, diberikan krim kortikosteroid yang dioleskan langsung
ke kulit yang terkena sesering mungkin.
Untuk ruam yang lebih luas, diberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Mengkonsumsi kortikosteroid pada akhir kehamilan tidak akan membahayakan
bayi.
Jika setelah persalinan gatal-gatal semakin hebat atau ruam semakin menyebar,
mungkin perlu diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih tinggi.
URTIKARIA GESTASIONAL
Urtikaria Gestasional adalah kaligat yang terjadi pada saat hamil.
Penyebabnya tidak diketahui.
Kaligata biasanya timbul di perut, dan bisa menyebar ke paha, bokong, kadang
sampai ke lengan.
Ruam kaligata biasanya muncul pada 2-3 minggu menjelang persalinan. Tetapi
mungkin saja timbul setelah kehamilan mencapai 24 minggu.
Rasa gatal sering menyebabkan penderita tidak dapat tidur di malam hari.
Setelah persalinan, kaligata biasanya menghilang dan tidak kambuh pada
kehamilan berikutnya.
Untuk mengatasi gatal-gatal dan meredakan ruam kaligata, diberikan krim
kortikosteroid yang dioleskan sesering mungkin.
Jika ruamnya lebih berat, diberikan kortikosteroid per-oral.
ANEMIA PADA KEHAMILAN
Seseorang, baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila
kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g / 100 ml. Anemia lebih sering
dijumpaidalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan
akan zat – zatmakanan bertambah dan terjadi pula perubahan – perubahan dalam
darah dan sumsumtulang.Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim
disebut hidremia atauhipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel – sel darah
kurang dibandingkan dengan bertambhnya plasma, sehingga terjadi pengenceran
darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30 %, sel darah
18 %, dan hemoglobin 19 %.Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian
diri secara fisiologi dalamkehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama
pengeceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam
masa hamil, karena sebagai akibathidremia cardiac output meningkat. Kerja
jantung lebih ringan apabila viskositas darahrendah. Resistensi perifer berkurang
pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu
persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikitdibandingka dengan
apabila darah itu tetap kental.Bertambahnya darah dalam kehailan sudah mulai
sejak kehamilan umur 10minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan
antara 32 dan 36 minggu. Hoo SwitTjiong menemukan dalam penyelidikan
berangkai pada 21 wanita di R.S. Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta dari
kehamilan 8 minggu sampai persalinan dan 40 hari postpartum, bahwa kadar Hb,
jumlah eritrosit, dan nilai hematokrit, ketiga – tiganya turunselama kehamilan
sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai itu meningkat, dan40 hari
postpartum mencapai angka – angka yang kira – kira sama dengan angka –
angkadi luar kehamilan. Hasil penyelidikan ini disokong oleh penyelidikan lain
pada 3531wanita hamil yang dilakukan dalam waktu dan di rumah sakit yang
sama.Dalam hubungan dengan apa yang diuraikan di atas terbanyak penulis
mengambilnilai 10 g / 100 ml sebagai batas terendah untuk kadar Hb dalam
kehamilan. Seorangwanita hamilyang memiliki Hb kurang dari 10 g / 100 ml
barulah disebut menderitaanemia dalam kehamilan. Karena itu, para wanita hamil
dengan Hb antara 10 dan 12 g /100 ml tidak dianggap menderita anemia
patologik, akan tetapi anemia fisiologik atau pseudoanemia.
Frekuensi anemia dalam kehamilan
Di seluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar
antara10 % dan 20 %. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat
pentingdalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa frekuensi itu leibh
tinggi lagi dinegeri – negeri yang sedan berkembang, dibandingkan dengan negeri
– negeri yangsudah maju. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi
anemia dalam kehamilansetinggi 18,5 %, pseudoanemia 57,9 %, dan wanita hamil
dengan Hb 12 g / 100 ml ataulebih sebanyak 23,6 %; Hb rata – rata 12,3 g / ml
dalam trimester I, 11,3 g / 100 ml dalamtrimester II, dan 10,8 g / 100 ml dalam
trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi makin nyata
dengan lanjutnya umur kehamilan, sehinggafrekuensi anemia dalam kehamilan
meningka pula.
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalamkehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Pelbagai
penyulit dapattimbul akibat anemia,
seperti :1 . A b o r t u s 2 . P a r t u s p r e m a t u r u s 3 . P a r t u s
l a m a k a r e n a i n e r i a u t e r i 4 . P e r d a r a h a n p o s t p a r t u m k i a r e n a
a t o n i a u t e r i 5 . S y o k 6 . I n f e k s i , b a i k i n t r a p a r t u m
m a u p u n p o s t p a r t u m 7.Anemia yang sangat berat dengan Hb
kurang dari 4 g / 100 ml dapatmenyebabkan dekpmpensasi kordis, seperti
dilaporkan oleh Lie – Injo Luan Engdkk.Hipoksia akibat anemia dapat
menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalianansulit, walaupun tidak terjadi
perdarahan. Juga bagi hasil konsepsi anemia dalamkehamilan memberi pengaruh
kurang baik, seperti :1 . K e m a t i a n m u d i g a h 2 . K e m a t i a n
p e r i n a t a l 3 . P r e m a t u r i t a s 4 . D a p a t t e r j a d i c a c a t
b a w a a n 5 . C a d a n g a n b e s i k u r a n g . Jadi, anemia dalam kehamilan
merupakan sebab potensial morbiditas serta mortalitasibu dan anak.
Pembagian anemia dalam kehamilan
Perbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan
oleh para penulis. Berdasarkan penyelidikan di Jakarta anemia dalam kehamilan
dapatdibagi sebagai berikut :1.Anemia defisiensi
besi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .62,3 %2.Anemia
megaloblastik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .29,0
%3.Anemia
hipoplastik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8,0
%4.Anemia
hemolitik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 0,7 %
I. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia
akibatkekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur besidengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan,
atau karenaterlampau banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada
perdarahan.Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dan kehamilan, maka
mudah terjadianemia defisiensi besi, lebih – lebih pada kehamilan kembar. Lagi
pula di daerahkhatuliswa besi lebih banyak ke luar melalui air penuh dan melalui
kulit. Masuknya besisetiap hari yang dianjurkan tidak sama untuk pelbagai negeri.
Untuk wanita tidak hamil,wanita hamil, dan wanita yang menyusui dianjurkan di
Amerika Serikat masing – masing12 mg, 15 mg, dan 15 mg ; di Indonesia masing
– masing 12 mg, dan 17 mg, dan 17 mg.
Diangnosa
Diangnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri –
ciriyang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Anemia
yang ringantidak selalu menunjukan ciri – ciri khas itu, bahkan banyak yang
bersifat normositer dannormokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi
dapat berdampingan dengandefisiensi asam folat. Yang terakhir menyebabkan
anemia mengloblastik yang sifatnyamakrositer dan hiperkrom. Anemia ganda
demikian lazim disebut anemia dimorfis, yangdapat dibuktikan dengan kurva
Price Jones.Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah : a. Kadar besi serum
rendah; b.Daya ikat besi serum tinggi; c. Protoporfirin eritrosit tinggi; dan d.
Tidak ditemukanhemosiderin ( stainable iron ) dalam sumsum tulang.Pengobatan
percobaan ( therapia ex juvantibus ) dengan besi dapat pula dipakaiuntuk
membuktikan defisiensi besi : jikalau dengan pengobatan jumlah retikulosit,
kadar Hb dan besi serum naik sedang daya ikat besi serum dan protoporforin
eritrosit turun,maka anemia itu pasti disebabkan kekurangan besi.Pemeriksaan
sumsum tulang menunjukan eriropoesis yang normoblastik tanpatanda – tanda
hipoplasia eritropoesis.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu
kurangdari 10 g / 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia
defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia
dalam kehamilananemia defisiensi besi.Pengobatan dapat dimulai dengan preparat
besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600 – 1000 mg sehari,
seperti sulfas – ferrosus atau glukonas ferrosus. Hbdapat dinaikan sampai 10 g /
100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janinlahir. Peranan vitamin
C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik.
Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadiion
ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.Terapi perenteral baru
diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada gangguan
penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannyasudah tua.
Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus
dapatdisuntikan dekstran besi ( imferon ) atau sorbitol besi ( Jectofer ). Hasilnya
lebih cepatdicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.Juga secara
intravena perlahan – lahan besi dapat diberikan, seperti ferrumoksidum
sakkaratum ( Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis ), sodium
diferrat( Ferronascin ), dan dekstran besi ( imferon ). Akhir – akhir ini Imferon
banyak puladiberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000 – 2000 mg unsur
besi sekaligus,dengan hasil yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dan
dengan infus kadang – kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada
indikasi yang tepat, cara inidapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang
berbahaya dibangdingkan dengantransfusi darah.Transfusi darah sebagai
pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarangdiberikan – walaupun Hb-nya
kurang dari 6 g / 100 ml – apabila tidak terjadi perdarahan.Darah secukupnya
harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabilaterjadi
perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Pencegahan
Di daerah – daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya
setiapwanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet
sehari. Selainitu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan
sayur – sayuran yangmengandung banyak mineral serta vitamin.
Prognosis
Prognosis anemia defiesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dananak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak
ataukomplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda
dapatmenyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus
lama, perdarahan postpartum, dan infeksi.Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita anemia defisiensi besitidak menunjukan Hb yang rendah, namun
cadngan besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai
anemia infantum.
II. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megablastik dalam kehamilan disebabkan karena defisisiensi asam folik
( pteroylglutamic acid ), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
( cyanocobalamin ).Berbeda dari di Eropa dan di Amerika Serikat frekuensi
anemia megaloblastik dalamkehamilan cukup tinggi di Asia, seperti India,
Malaysia, dan di Indonesia. Hal itu erathubungannya dengan defisiensi makanan.
Diagnosis
Diangonosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia
makrositer dan hiperkrom tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah
berat. Seringkalianemia sifatnya normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan
karena defisiensi samfolik sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam
kehamilan.Perubahan – perubahan dalam leukopoesis, seperti metamielosit datia
dan sel batang datia yang kadang – kadang diesertai vakuolisasi, dan
hipersegmentasi granulosit,terjadi lebih dini pada defiesiensi asam folik dan
vitamin B12, bahkan belum terdapatmegaloblastosis. Ciri – ciri merupakan
petunjuk yang kuat bagi defisiensi asam folik danvitamin B12. Juga pemeriksaan
asam formimino – glutamik dalam air kencing ( Figlu – test ) dapat membantu
dalam diagnosis. Kadar asam folik tidak dapat dipakai
sebagaidiagnostikum.Diangnosis pasti baru dapat dibuat dengan percobaan
penyerapan ( absorption test) dan percobaan pengeluaran ( clearance test ) asam
folik. Pengobatan percobaan denganasam folik dapat pula menyokong diagnosis;
naiknya jumlah retikulosit dan kadar Hbmenunjukan defisiensi asam folik.Pada
anemia dimorfis gambaran darah yang mula – mula normositer dannormokrom,
setelah pemberian asam folik, jelas berubah menjadi mikrositer danhipokrom
karena defisiensi asam folik sudah dikoreksi, akan tetapi defisiensi besi belum.
Terapi
Dalam pengobatan anemia megalioblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama
– sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan dalam
dosis 15 – 30 mg sehari. Jikalu perlu, asam folik diberikan dengan suntikan dalam
dosis yangsama.Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin
B12 ( anemia pernisiosa Addison – Biermer ), makapenderita harus diobati
dengan vitamin B12 dengandosis 100 -1000 mikrogram sehari, baik per os
maupun parenteral.Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada
umumnya berat dan kadang – kadang degil seifatnya, maka transfusi darah kadang
- kadang diperlukan apabila tidak cukup waktu karena kehamilan dekat aterm,
atau apabila pengobatan dengan pelbagaiobat penambah darah bisa tidak berhasil.
Pencegahan
Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah –
daerahdengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan
anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam
folik.
Prognosis
Anemia mengaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis
cukup baik. Pengobatan dengan asam folik hampir selalu berhasil.Apabila
penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan,
maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal inidisebabkan
karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik jauh
berkurangl.Sebaliknya anemia pernisiosa memerlukan pengobatan terus –
menerus, juga di luar kehamilan.Anemia mengaloblastik dalam kehamilan yang
berat yang tidak diobatinmempunyai prognosis kurang baik. Angka kematian bagi
ibu mendekati 50 % dan bagianak 50 %.
III. ANEMIA HIPOPLASTIK
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurangmampu
membuat sel – sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan.Darah tepi menunjukan gambaran normositer dan normokrom, tidak
ditemukanciri – ciri defisiensi besi, asam folik, atau vitamin B12. Sumsum tulang
bersifatnormoblastik dengan hipoplasia erithropoesis yang nyata. Perbandingan
mieloit : eritroit,yang di luar kehmilan 5 : 1 dan dalam kehamilan 3 : 1 atau 2 : 1,
berubah menjadi 10 : 1atau 20 : 1. Ciri lain ialah bahwa pengobatan dengan segala
macam obat penambah darahtidak memberi hasil.Etiologi anemia hipoplastik
karena kehamilan hingga kini belum diketahuidengan pasti, kecuali yang
disebabkan oleh sepsis, sinar Rontgen, racun atau obat – obat.dalam hal yang
terakhir anemianya deanggap hanya sebagai komplikasi kahamilan.Karena obat –
obat paenambah darah tidak memberi hasil, maka satu – satunyacara untuk
memperbaiki keadaan penderita ialah transfusi darah, yang sering perludiulang
sampai berapa kali.
Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan
selamatmencapati masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan
– kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik
lagi.Anemia aplastik ( panmieloftisis ) dan anemia hipoplastik berat yang tidak
diobatimempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.Tidak
banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemiahemoplastik
karena kehmilan. Akan tatapi, dalam pemberian obat – obat pada wanitahamil
selalu harus dipikirkan pengaruh efek samping obat –obat itu. Khususnya obat
– obat yang mempunyai pengaruh hemotoksik, seperti streptomisin,
oksitetrasiklin,klortetrsiklin, sulfonamid, klorpromazin, atebrin, dan obat pengecat
rambut sebaiknyatidak diberikan pada wanita hamil, jikalu tidak perlu betul.
IV. ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsunglebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik
sukar menjadi hamil;apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih
berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik
pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.Secara umum anemia
hemolitik dapat di bagi dalam 2 golongang besar, yakni:1.Golongan yang
disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada
sferositosis,eliptositosis, anemia hemoliti herediter, thalassemia, anemia sel
sabit,hemoglobinopatia C, D, G, H, I, dan paraxysmal nocurnal
haemoglobinuria.2.Golongan yang disebabkan oleh faktor
eksrakorpuskuler, seperti pada infeksi ( malaria, sepsis, dsb ), keracunan
arsenikum, neoarsphenamin, timah,sulfonamid, kinin, paraquin, primaquin,
nitrofurantoin ( Furadantin ), racun ular; pada defisiensi G6PD, antagonismus
rhesus atau ABO, leukemia, penyakitHodgkin, limfosarkoma, penyakit hati, dan
lain – lain.Gejala – gejala yang lazim dijumpai ialah gejala – gejala proses
hemolitik, sepertianemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia,
hiperurobilinuria, dansterkobilin lebih banyak dalam faeses. Di samping itu
terdapat pula sebagai tandaregenerasi darah seperti retikulositosis dan
normoblastemia, serta hiperplasiaerithropoesis dalam sumsum tulang. Pada
hemolisis yang berlangsung lama dijumpai pembesaran limpa dan anemia
hemolitik yang herediter kadang – kadang disertaikelainan roentgenologis pada
tengkorak dan tulang – tulang lain.Sumsum tulang menunjukan gambaran
normoblastik dengan hiperplasia yangnyata, terutama sistem eritropoetik.
Perbandingan mieloit : erioit yang biasanya 3 : 1atau 2 : 1 dalam kehamilan
berubah menjadi 1 : 1 atau 1 : 2.Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan
tidak tinggi. Terbanyak anemia iniditemukan pada wanita Negro yang menderita
anemia sel sabit, anemia sel sabithemoglobin C, sel sabit talasemia, atau penyakit
hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit thalassemia. Bulan Juli 1975
seorang ibu bangsa Indonesia denganthalasssemia major, Hb 7,7 g / 100 ml, dan
telah mengalami spenektomi beberapatahun yang lampau, melahirkan anak
pertama hidup dan cukup bulan di R.S. St.Carolus, Jakarta. Kasus dengan
penyakit hemoglobin E-thalassemia yang dipersulitoleh kehamilan dilaporkan
untuk pertama kali di Indonesia oleh Lie – Injo Luan Engdkk. Waktu partus
penderita mempuyai Hb 2,8 g / 100 ml dan menderita
dekompensasio kordis karena anemianya. Bayinya prematur dan meninggal 2
hari postpartum.Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada
jenis dan beratnya. Obat – obat penambah darah tidak memberi hasil. Transfusi
darah, yangkadang – kadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat
untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia
janin.Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik bawaan dalam trimester II
atau III.Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab –
sebab ituharus disingkirkan, misalnya pemberian obat – obat yang dapat
menyebabkankelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan.
V. ANEMIA – ANEMIA LAIN
Seorang wanita menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia
hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing
tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor
ganas, dansebagainya, dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi
lebih berat danmempunyai pengaruh tidak baik berhadap ibu dalam masa
kehamilan, persalinan,nifas, serta bagi anak dalam kandungan.Pengobatan
ditujukan kepada sebab pokok anemianya, misalnya antibiotika untuk infeksi,
obat – obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing, dan lain – lain.Prognosis bagi ibu
dan anak tergantung pada berat dan sebab anemianya, serta berhasil tidaknya
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.Wiknjisastro H, Safiudin AB, Rachimahadhi T, editor. Ilmu
Kebidanan. BinaPustaka Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2000.2.Mochtar R,
Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta,
1998
Bahaya Anemia pada Kehamilan
A
nemia dalam kehamilan ialah suatu kondisi ibu dengan kadar haemoglobin
dibawah 11 gr % terutama pada trimester I dan trimester ke III atau kadar Hb
( style="color: rgb(255, 0, 0);")
PENYEBAB
Anemia pada Kehamilan disebabkan meningkatnya kebutuhan zat besi untuk
pertumbuhan janin.
· Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil
· Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
· Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat
persalinan sebelumnya dan menstruasi.
GEJALA
Pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran
tubuh dan gangguan penyembuhan luka.
DAMPAK ANEMIA
Abortus, lahir prematur, lamanya waktu partus karena kurang daya dorong rahim,
pendarahan post – partum, rentan infeksi, rawan dekompensasi cordis pada
penderita dengan Hb kurang dari 4 g – persen.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan shock bahkan kematian ibu saat
persalinan, meskipun tak disertai pendarahan
Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi pada usia sangat muda serta cacat
bawaan.
DIAGNOSA
Diagnosis Anemia pada ibu hamil biasanya ditegaskan dan dapat diketahui
melalui pemeriksaan darah atau kadar hemoglobin (Hb)
ANEMIA PADA WANITA HAMIL
Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai
30%, sel darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia
pada kehamilan cukup tinggi 10% – 20%
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa
itu janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan
pertama sesudah lahir.
BESI (Fe)
Merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia,
yaitu sebanyak 3 – 5 gram
FUNGSI BESI (Fe)
Besi merupakan bagian dari Haemoglobin yg berfungsi sebagai alat angkut
oksigen dari paru – paru ke jaringan tubuh. Dengan berkurangnya Fe, sitesis
Haemoglobin berkurang dan akhirnya kadar haemoglobin akan menurun.
KEKURANGAN ZAT BESI
Hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, Kematian
janin, abortus, cacat bawaan, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Anemia pada
bayi yang dilahirkan, lahir prematur, Pendarahan, rentan infeksi.
ANGKA KECUKUPAN BESI (Fe)
Bayi : 3–5mg
Balita : 8–9mg
Anaksekolah : 10mg
Remaja laki–laki : 14–17mg
Remaja perempuan : 14–25mg
Dewasa laki–laki : 13mg
Dewasa perempuan : 14–26mg
Ibu hamil : +20mg
Ibu menyusui : +2mg
PENANGANAN
Selain terapi obat penanganannya dapat dilakukan dengan terapi diet. Untuk
memenuhi asupan zat besi, tingkatkan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi
(Fe) misalnya makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau
tua.
Defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia, tetapi apabila prevalensi
anemia tinggi, defisiensi besi biasanya dianggap sebagai penyebab yang paling
dominan. Pertimbangan itu membuat suplementasi tablet besi folat selama ini
dianggap sebagai salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mengatasi
masalah anemia. Anemia dapat diatasi dengan meminum tablet besi atau Tablet
Tambah Darah (TTD). Kepada ibu hamil umumnya diberikan sebanyak satu
tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD
mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan
0.25 mg asam folat. Pada beberapa orang, pemberian preparat besi ini mempunyai
efek samping seperti mual, nyeri lambung, muntah, kadang diare, dan sulit buang
air besar. Agar tidak terjadi efek samping dianjurkan minum tablet setelah makan
pada malam hari.
A. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan
sehari – hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. (Arif, 1999)
Hiperemesis gravidarum adalah mual – muntah berlebihan sehingga
menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari dan bahkan membahayakan
hidupnya. (Manuaba, 2001)
Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat
badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul
asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. (Sastrawinata, 2004)
Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali
selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit,
atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. (Lowdermilk, 2004)
Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda)
dimana penderita mengalami mual- muntah yang berlebihan, sedemikian rupa
sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan.
(Achadiat, 2004)
B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti
bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan
biokimia. Perubahan – perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan
saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat – zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa
penulis sebagai berikut :
1. faktor predisposisi :
a. Primigravida
b. Overdistensi rahim : hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi,
mola hidatidosa
2. Faktor organik :
a. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal
b. Perubahan metabolik akibat hamil
c. resistensi yang menurun dari pihak ibu.
d. Alergi
3. faktor psikologis :
a. Rumah tangga yang retak
b. Hamil yang tidak diinginkan
c. takut terhadap kehamilan dan persalinan
d. takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu
e. Kehilangan pekerjaan
C. Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada
hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak
sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah
menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan khlorida darah dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat
menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang
3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak, dapat merusak
hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan
4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi
robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss)
dengan akibat perdarahan gastro intestinal.
D. Gejala dan Tanda
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi :
1. Tingkatan I
a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
1) Dehidrasi : turgor kulit turun
2) Nafsu makan berkurang
3) Berat badan turun
4) Mata cekung dan lidah kering
b. Epigastrium nyeri
karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus
c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
e. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkatan II
a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
1) Turgor kulit makin turun
2) Lidah kering dan kotor
3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
b. Kardiovaskuler
1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
2) Nadi kecil karena volume darah turun
3) Suhu badan meningkat
4) Tekanan darah turun
c. Liver
1) Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
d. Ginjal
Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton
Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan
e. Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan
pecahnya mukosa lambung pada sindrom mallory weiss.
3. Tingkatan III
a. Keadaan umum lebih parah
b. Muntah berhenti
c. Sindrom mallory weiss
d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
e. Terdapat ensefalopati werniche :
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan mental
f. Kardiovaskuler
1) Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat
g. Gastrointestinal
1) Ikterus semakin berat
2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
h. Ginjal
1) Oliguria semakin parah dan menjadi anuria
E. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya
kehamilan muda dan muntah terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan
umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit
pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula
memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan
makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan
perlu segera diberikan.
E. Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis
gravidarum dengan cara :
1. Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik
2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan
gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4
bulan.
3. Menganjurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah
kecil tapi sering
4. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur,
erlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan dengan teh hangat.
5. makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
6. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
7. Defekasi teratur
8. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula.
F. Penatalaksanaan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka
diperlukan :
1. Obat – obatan
a. Sedativa : phenobarbital
b. Vitamin : Vitamin B1 dan B6 atau B – kompleks
c. Anti histamin : Dramamin, avomin
d. Anti emetik (pada keadan lebih berat) : Disiklomin hidrokhloride atau
khlorpromasin
Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah
sakit.
2. Isolasi
a. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran
udara yang baik.
b. Catat cairan yang keluar masuk.
c. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita,
sampai muntah berhenti dan penderita mau makan.
d. Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24 jam.
Kadang – kadang dengan isolasi saja gejala – gejala akan berkurang atau hilang
tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
a. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan
b. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan
c. Kurangi pekerjaan sera menghilangkan masalah dan konflik
4. Cairan parenteral
a. Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5%
dalam cairan fisiologis (2 – 3 liter/hari)
b. Dapat ditambah kalium, dan vitamin(vitamin B kompleks, Vitamin C)
c. Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena
d. Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat
diberikan minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair
Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala – gejala akan berkurang dan
keadaan akan bertambah baik
5. Menghentikan kehamilan
Bila pegobatan tidak berhasil, bahkan gejala semakin berat hingga timbul ikterus,
delirium, koma, takikardia, anuria, dan perdarahan retina, pertimbangan abortus
terapeutik.
baik. Cacat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat
yang bolehmasuk ke da l am kamar pende r i t a . Sampa i mun tah
be rhen t i dan pende r i t a maumakan , t i dak d ibe r i kan
makan /minum se l ama 24 j am . Kadang -kadang dengan isolasi saja
gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3)
TerapinPsikologik J
K
SDKJUSKDHGKJSGDKGKSGDKGKSDJPerlu diyakinkan kepada penderita
bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkanrasa takut oleh karena kehamilan,
kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalahdan konflik yang kiranya dapat
menjadi latar belakang penyakit ini.
4)
CairannParenteralSDKJKSJDBGKJGSKGKGKGKJGKGKJGS Be r ikan
ca i r an pa r en t a l yang cukup e l ek t ro l i t , k a rboh id ra t dan p ro t e in
dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter
sehari. Bila perludapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B
kompleks dan vitamin Cd a n b i l a a d a k e k u r a n g a n p r o t e i n , d a p a t
d i b e r i k a n p u l a a s a m a m i n o s e c a r a intravena.
5)
PenghentiannkehamilanSJHDJHGJSDVJHUGIKJUGSKLDJUJJ Bila keadaan
memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifestasikompl ika s i
o rgan i s ada l ah de l i r i um, kebu tuhan , t ak ika rd i , i k t e ru s , anu r i a
dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhirikehamilan keadaan yang memerlukan pertimbangan gugur kandung
diantaranya
a)
Gangguannkejiwaan jkjkjbgkjgkjgkjgkjgkjgkjkjgkkjgkjgkjjHJH (1)
Delirium(2) jiApatis,nsomnolennsampainkomakiswdckjubgksjdsk (3) Terjadi
gangguan jiwa ensepalopati
wernicle b)nGangguann penglihatandgbdgfdfJKJCFBVJKBKSBJVBKSDJS
(1)nPendarahan bretina (2) Kemunduran penglihatanc)
GangguanmfaalJKSJDKVBHSKJDVMJHVMSHDVCSMDVH (1)
Hati bdalam b bentuk bikterus (2) Ginjal bdalam b bentuk banuria (3)nJantung
dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat(4) Tekanan darah menurun
g .D ie t H ipe remes i s Grav ida rum
1 ) T u j u a n D i e t p a d a h i p e r e m e s i s g r a v i d a r u m
b e r t u j u a n u n t u k m e n g g a n t i p e r s e d i a a n glikogen tubuh dan
mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi
yang cukup.2 ) S y a r a t Diet hiperemesis gravidarum memiliki
beberapa syarat, diantaranyanadalah:a) Karbohidrat tinggi b) Lemak rendahc)
Protein sedangd) Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan
disesuaikandengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per harie) Makanan mudah
cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan
sering dalam porsi kecilf) Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian
dioptimalkan pada makanmalam dan selingan malamg) Makanan secara berangsur
ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuaidengan keadaan dan kebutuhan gizi
pasien3) Macam-macam bDietA d a 3 m a c a m d i e t
p a d a h i p e r e m e s i s g r a v i d a r u m ,
y a i t u : a) bDiet bHiperemesis bI Diet hiperemesis I diberikan
kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum be ra t . Makanan hanya
t e rd i r i da r i r o t i ke r i ng , s i ngkong baka r a t au r ebus , ub i bakar
atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanant e t ap i 1 -2 j am se sudahnya . Ka rena pada d i e t i n i z a t
g i z i yang t e rkandung d i dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam
waktu lama. b)nDiet bHiperemesis bII Diet ini diberikan bila rasa mual dan
muntah sudah berkurang. Diet diberikansecara berangsur dan dimulai
dengan memberikan bahan makanan yang bernilaigizi tinggi. Minuman tidak
diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang
tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecualikebutuhan
energi.c)nDiet bHiperemesis bIII Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien
hiperemesis gravidarum ringan. Dietdiberikan sesuai kesanggupan pasien,
dan minuman boleh diberikan bersamamakanan. Makanan pada diet ini
mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.4) Makanan yang dianjurkan
untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :a) Roti panggang, biskuit, crackers b)
Buah segar dan sari buahc) Minuman botol ringan, sirop, kaldu tak berlemak, teh
dan kopi encer 5) Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis
I, II, III adalah makananyang umumnya merangsang saluran pencernaan
dan berbumbu tajam. Bahanmakanan yang mengandung alkohol, kopi,
dan yang mengadung zat tambahan(pengawet, pewarna, dan bahan
penyedap) juga tidak bdianjurkan.
Karakteristik Ibu Hamil yang Mengalami Hiperemesis Gravidarum
a . G r a v i d a Faktor presdisposisi yang
sering ditemukan sebagai penyebab hiperemesisgravidarum adalah pada
primigravida (Prawihardjo, 2005).Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa kejadian hiperemesisgravidarum lebih sering
dialami oleh primigravida daripada multigravida, hal ini berhubungan
dengan tingkat kestresan dan usia si ibu saat mengalami
kehamilan pertama (Nining, 2009).Hiperemesis gravidarum terjadi 60-80% pada
primigravida dan 40-60% padamultigravida (Arief.B, 2009).
b . P e n d i d i k a n Kejadian hiperemesis pada ibu
hamil lebih sering terjadi pada ibu hamil yang berpendidikan rendah
(Prawihardjo, 2005).Secara teoritis, ibu hamil yang berpendidikan lebih
tinggi cenderung lebihmemperhatikan kesehatan diri dan keluarganya
(Saifuddin, 2002).c . R i w a y a t
K e h a m i l a n Faktor presdisposisi yang sering dikemukakan
adalah pada mola hidatiodosadan kehamilan ganda. Frekuensi yang
tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilanganda memimbulkan dugaan
bahwa faktor hormon memegang peranan, karena padak e d u a k e a d a a n
t e r s e b u t h o r m o n K h o r i o n i k g o n a d o t r o p i n d i b e n t u k
b e r l e b i h a n (Prawihardjo, 2005).d . R i w a y a t
P e n y a k i t I b u Penyebab h ipe remes i s g r av ida rum
l a innya ada l ah f ak to r endok r in s epe r t i hipertiroid, diabetes dan lain-
lain (Prawihardjo, 2005).Hipertiroid pada kehamilan (morbus basodowi)
adalah hiperfungsi kelenjar t i r o id d i t anda i dengan na iknya
me tabo l i sm basa l 15 -20 %, kadang ka l a d i s e r t a p e m b e s a r a n
r i n g a n k e l e n j a r t i r o i d . P e n d e r i t a h i p e r t i r o i d b i a s a n y a
m e n g a l a m i gangguan ha id a t aupun kemandu l an . Kadang j uga
t e r j ad i kehami l an a t au t imbu l penyakit baru, timbul dalam masa
kehamilan seperti hiperemesis gravidarum.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Rabu, 02 November 2011
1.Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya
buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim
Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo,
2007). Pembagian menurut lokasi:
a. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum,
fimbria.
b.Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk
rudimenter.
c.Kehamilan ektopik ovarium:
d.Kehamilan ektopik intraligamenter
e.Kehamilan ektopik abdominal
f.Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini disebabkan
oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum uteri, hal
ini dapat disebabkan karena :
a.Adanya sikatrik pada tuba
b.Kelainan bawaan pada tuba
c.Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal ((Prawirohardjo,
2005).
2.Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi
pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah
dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi (Wibowo,
2007).
3.Etiologi
Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan
seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :
a.Faktor dalam lumen tuba:
-Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
-Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
-Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
b.Faktor pada dinding tuba:
-Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
-Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
c.Faktor di luar dinding tuba:
-Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
-Tumor yang menekan dinding tuba
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
d.Faktor lain:
-Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
-Fertilisasi in vitro
-Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
-Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
-Infertilitas
-Mioma uteri
-Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).
4.Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi
tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga
abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada
sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan
kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara
dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis
dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan
merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya
perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami
hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel
epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular
dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk
berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan
terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik adalah:
1) hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,
2) abortus ke dalam lumen tuba, dan
3) ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus
tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan
akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah
mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah
akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul
di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena
pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars
interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas
tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars
interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar
lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih
utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi
kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).
5. Manifestasi klinis
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid
atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal
atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia
kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang
muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa
penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada
pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa
adneksa. (Saifiddin, 2002; Cunningham et al, 2005).
6.Diagnosis
a.Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak
ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau
ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
b.Pemeriksaan fisik
i.Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
ii.Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas
dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri
tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
iii. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan
kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
ii. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
iii. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
iv. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
v. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di
luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).
7. Diagnosis banding
a. Infeksi pelvik
b. Abortus iminens atau insipiens
c. Torsi kista ovarium
d. Ruptur korpus luteum
e. Appendisitis akut (Wibowo, 2007; Cunningham et al, 2005).
8. Penatalaksanaan
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan
pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering
digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada
penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila
diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat
merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari
pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin
ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg
(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate
dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat
pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat
berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari
tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis ditegakkan tanpa
memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5 cm, 5) kadar tertinggi
β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed consent dan mampu mengikuti
follow up, serta 7) tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate..
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
i. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu.
ii. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
iii. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan
ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau
manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6)
perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8)
kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi
massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan
penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan
pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan
massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
iv. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat
terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil
konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan (Chalik, 2004).
9.Prognosis
a.Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca
penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami
kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
b.Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup
penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
1. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran
Fetomaternal. Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam:
Obstetri William. Edisi XVIII. Jakarta: EGC.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2001. Kehamilan Ektopik. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.
4. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC.
5. Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:
Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
6. Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan.
Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
7. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi B,
Waspodo B. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore,rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subjektif penderita yangmerasakan rasa tidak enak di perut lebih
menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaanabortus incipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang
uterus,dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.3.
Tumor/ Kista ovariumGejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada.Tumor pada kista ovarium lebih
besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.4.
AppendisitisPada apend i s i t i s t i dak d i t emukan t umor dan nye r i
pada ge r akan s e rv ik u t e r i s epe r t i yangd i t emukan pada
kehami l an ek top ik t e rganggu . Nye r i pe ru t bag i an bawah pada
apend i s i t i s terletak pada titik McBurney
(4)
.
2.2.9
Terapi
Pada kehami l an ek top ik t e rganggu , wa l aupun t i dak s e l a lu ada
bahaya t e rhadap j iwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi
sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.Kekurangan dari terapi
konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di
ronggaabdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat
dikeluarkan dengan kolpotomi
( penge lua ran me la lu i vag ina da r i da r ah d i kavum
Douglas
) , s i s a da r ah dapa t menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya
ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika
penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba
tersebutdapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika
penderita belum mempunyai anak,maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan
untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi
(4)
.Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan
dalam divertikulumuterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk
rudimenter. Perdarahan sedini mungkindihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaanumum
penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan.Serta memberikan transfusi darah
(4)
.Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium
bila dimungkinkandirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka
dapat dilakukan tindakan sistektomiataupun oovorektomi
(5)
. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yangsering
menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara
yang inginsekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif
(4)
.
2.2.10
Prognosis
Angka kema t i an i bu yang d i s ebabkan o l eh kehami l an ek top ik
t e rganggu t u run s e j a l an dengan ditegakkannya diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang
berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu
menjadi steril
(tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan
tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu
lagi pada tuba yang lain
(4)
.Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik t e r g a n g g u s e b a n y a k d u a k a l i
t e r d a p a t k e m u n g k i n a n 5 0 % m e n g a l a m i k e h a m i l a n
e k t o p i k terganggu berulang
(16)
.Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi
fertilitas wanita. Dalamkasus-kasus kehamilan ektopik terganggu
terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Darisebanyak itu yang
menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) DEFINISIMola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan.
PENYEBABMola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali.
Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.
Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah: Status sosial-ekonomi yang rendah Diet rendah protein, asam folat dan karotin.
GEJALAGejalanya bisa berupa: Perdarahan dari vagina pada wanita hamil (trimester I) Mual dan muntah berat Pembesaran perut melebihi usia kehamilan Gejala-gejala hipertiroidisme ditemukan pada 10% kasus (denyut jantung yang cepat, gelisah, cemas, tidak tahan panas, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, tinja encer, tangan gemetar, kulit lebih hangat dan basah) Gejala-gejala pre-eklamsi yang terjadi pada trimester I atau awal trimester II (tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki-pergelangan kaki-tungkai, proteinuria).
DIAGNOSADiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan panggul akan ditemukan tanda-tanda yang menyerupai kehamilan normal tetapi ukuran rahim abnormal dan terjadi perdarahan.
Tinggi fundus rahim tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak terdengar denyut jantung bayi.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: Serum HCG untuk memastikan kehamilan, lalu HCG serial (diulang pada interval waktu tertentu) USG panggul Rontgen dada dan CT scan/MRI perut.
PENGOBATAN
Mola harus dibuang seluruhnya, biasanya jika tidak terjadi aborsi spontan dan
diagnosisnya sudah pasti, dilakukan aborsi terapeutik melalui prosedur dilatasi &
kuretase.
Setelah prosedur tersebut, dilakukan pengukuran kadar HCG untuk mengetahui
apakah seluruh mola telah terbuang.
Jika seluruh mola telah terbuang, maka dalam waktu 8 minggu kadar HCG akan
kembali normal.
Wanita yang pernah menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu
dalam waktu 1 tahun.
2-3% kasus mola bisa berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma).
Pada koriokarsinoma diberikan kemoterapi yaitu metotreksat, daktinomisin atau
kombinasi kedua obat tersebut.
62.2.2Abortus provocatus(disengaja, digugurkan) merupakan 80% dari semua abortus.Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :a.Abortus provocatus artificialisatau abortus therapeutics adalah Penggugurankehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakanmembawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.b.Abortus provocatus criminalisAdalah pengguguran kehamilan tanpa alasanmedis yang syah dan dilarang oleh hukum.2 .3E t io log i Abor tu s 2 . 3 . 1 K e l a i n a n t e l u rKelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedinikian rupahingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen sepertikelainan chromosom (trisomi dan polyploidi).2 . 3 . 2 P e n y a k i t i b uBerbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus, yaitu:a . In f eks i aku t yang be ra t : pneumon ia , t hypus dapa t mneyebabkan abo r tu s dan partus prematurus. b.Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenjar gondok.c.Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan langsung pada ibu.d.Gizi ibu yang kurang baik.e .Ke l a inan a l a t kandungan :•Hypoplasia uteri.•- Tumor uterus•- Cerviks yang pendek •- Retroflexio uteri incarcerata•- Kelainan endometriumf .Fak to r p s iko log i s i bu .2 . 3 . 3 F a k t o r s u a m iTerdapat kelainan bentuk anomali kromosom pada kedua orang tua sertaf ak to r imuno log ik yang dapa t memungk inkan hospes ( i bu ) memper t ahankan produk asing secara antigenetik (janin) tanpa terjadi penolakan.
72 . 3 . 4 F a k t o r l i n g k u n g a nPapa ran da r i l i ngkungan s epe r t i keb i a saan merokok , m inum minuman b e r a l k o h o l s e r t a p a p a r a n f a k t o r e k s o g e n s e p e r t i v i r u s , r a d i a s i , z a t k i m i a , memperbesar peluang terjadinya abortus.2 .4Web Of Cau t i on (WOC) 2 .5Pena t a l aksanaan Abor tu sEtiologi:Faktor kelainan telur.Faktor penyakit pada ibuFaktor suamiFaktor lingkungan/eksogenBuah kehamilan pada usia 20 minggu dan berat < 500 gramJ a n i n d a p a t b e r a d a p t a s i J a n i n t i d a k d a p a t b e r a d a p t a s i Usia kehamilan dapatdipertahankan > 37 mingguatau BB janin > 2500 gramJanin gugur Rangsangan pada uterusLepasnya buah kehamilan dariimplantasinyaTerganggunya psikologis ibuTerputusnya pembuluh darahibuDefisit knowledgeKontraksi uterusPerdarahan dan nekrosedesiduaProstaglandin ↑KecemasanResiko terjadi infeksiResiko gawat janinKelemahanResiko defisit volume cairanNyeriDilatasi serviks 82 . 5 . 1 A b o r t u s i m m i n e n sKarena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien:a.Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam). b.Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.c.Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misal gestanon).d.Dilarang coitus sampai 2 minggu.2 .5 .2Abor tu s i nc ip i ensKemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:a.Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan tiap ½ jam sebnayak 6 kali. b.Mengurangi nyeri dengan sedativa.c.Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan cukup besar.2 .5 .3Abor tu s i ncomple tu sHarus segera curetage atau secara digital untuk mengehntikan perdarahan.2 . 5 . 4 A b o r t u s f e b r i l i sa.Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, keculai perdarahan banyak sekali. b .D ibe r i a t ob io t i ka . c.Curetage dilakukan setelah suhu tubuh turun selama 3 hari.2 . 5 . 5 M i s s e d a b o r t i o na . D i u t a m a k a n p e n y e l e s a i a n m i s s e d a b o r t i o n s e c a r a l e b i h a k t i f u n t u k m e n c e g a h perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika. Segera setelah kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10
satuan dalam 500 cc glucose. b.Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.2 . 6Penyu l i t Abor tu sa.Perdarahan hebat. b . I n f eks i kadang -kadang s ampa i t e r j ad i s eps i s , i n f eks i da r i t uba dapa t men imbu lkan kemandulan.c .Rena l f a i l u r e d i s ebabkan ka rena i n f eks i dan shock . d . S h o c k b a k t e r i k a r e n a t o x i n . e . P e r f o r a s i s a a t c u r e t a g