5
A R C H I P E L A G O VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017 HORTUS ARCHIPELAGO VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017 KOMODITAS LAPORAN UTAMA Hal 76 Hal 26 Hal 12 http://www.majalahhortus.com PERLU SINERGI “STAKEHOLDERS” WUJUDKAN SWASEMBADA GULA TERPILIH SEBAGAI MISS COFFEE INDONESIA 2017 HARGA RP.30.000,- LUAR JAKARTA TAMBAH BIAYA KIRIM RISKA MEILANI UPAYA DONGKRAK HARGA KARET BELUM MAKSIMAL BPDP SAWIT Hal 42 PELAJAR PESERTA RAIMUNA XI ANTUSIAS IKUTI EDUKASI SAWIT ISPO BUKTI SAWIT RAMAH LINGKUNGAN COVER HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 1 9/4/2017 7:49:25 AM Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember

ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

A R C H I P E L A G O

VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017

HORTUS

AR

CH

IPE

LA

GO

VO

LU

ME

60

/ SE

PT

EM

BE

R 2

01

7

KOMODITAS LAPORAN UTAMA

Hal 76

Hal 26 Hal 12

http://www.majalahhortus.com

PERLU SINERGI “STAKEHOLDERS”WUJUDKAN SWASEMBADA GULA

TERPILIH SEBAGAI MISS COFFEE INDONESIA 2017

HARGA RP.30.000,-LUAR JAKARTATAMBAH BIAYA KIRIM

RISKA MEILANI

UPAYA DONGKRAK HARGA KARET BELUM MAKSIMAL

BPDP SAWIT

Hal 42

PELAJAR PESERTARAIMUNA XI ANTUSIASIKUTI EDUKASI SAWIT

ISPOBUKTI SAWIT

RAMAH LINGKUNGAN

COVER HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 1 9/4/2017 7:49:25 AM

Digital Repository Universitas JemberDigital Repository Universitas Jember

Page 2: ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

3HORTUS ARCHIPELAGO - VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017

DARI REDAKSI

SUHARNO

PEMBACA sekalian, sebagai eksportir ter-

besar minyak kelapa sawit (CPO), Indo-

nesia terus mengupayakan agar semua

perusahaan perkebunan kelapa sawit

memperoleh sertifikat ISPO.

Sebab, sertifikat ISPO ke depan diharapkan

dapat meyakinkan pasar internasional bahwa ke-

lapa sawit Indonesia dikelola dengan kaidah yang

baik sehingga bisa mengurangi kampanye hitam

dan negara lain.

Saat ini baru 14% dari total area perkebunan

kelapa sawit Indonesia, yang telah tersertifikai

ISPO. Rendahnya realisasi ISPO tersebut, ungkap

Dirjen Perkebunan Bambang, antara lain ketat-

nya proses verifikasi terhadap persyaratan-per-

syaratan yang harus dipenuhi pemohonnya untuk

mendapatkan ISPO.

“Target kita secepatnya harus ISPO semua.

Supaya pasar luar negeri menghargai produk kita.

Pada saatnya kelak ketika kelapa sawit Indone-

sia ter-ISPO-kan semua maka saya kira tidak ada

orang yang mengatakan bahwa kelapa sawit Indo-

nesia tidak ramah lingkungan,” kata Bambang saat

menyerahkan sertifikat ISPO sekaligus membuka

workshop penguatan ISPO, di Kementerian Perta-

nian, Jakarta, belum lama ini.

Sejauh ini, sistem sertifikasi ISPO telah diatur

melalu Peraturan Menteri Pertanian (Permen-

tan) Nomor: 11 Tahun 2015. Sertikasi ISPO memi-

liki 7 kriteria, di antaranya adalah legalitas usaha

perkebunan; manajemen perkebunan; perlind-

ungan terhadap pemanfaatan hutan alam primer

dan lahan gambut; pengelolaan dan pemantauan

lingkungan; tanggung jawab terhadap pekerja;

tanggung jawab sosial dan pemberdayaan eko-

nomi masyarakat; serta peningkatan usaha secara

berkelanjutan.

ISPO diharapkan menjadi suatu pengakuan

pasar atas pengelolaan perkebunan kelapa sawit

dengan baik dan diakui pasar Internasional. “Bung

karno menyatakan, siapa yang menguasai pa ngan

dan energi maka merekalah yang menguasai du-

nia, dan siapapun yang menguasai dunia bakal

menjadi lawan bagi orang yang tidak mau bersa-

ing,” tegas Dirjen Perkebunan mengutip pernyata-

an Bung Karno, menanggapi maraknya berita yang

menyudutkan terhadap industri kelapa sawit di

pasar global.

Komisi ISPO terus menjalankan sosialiasi

agar target sertifikasi ISPO bisa tercapai sesegera

mungkin. Selama dua tahun ini sudah ada 306

sertifikat ISPO yang diterbitkan. Dijelaskannya,

luas kebun sawit yang sudah bersertifikat menca-

pai 1,82 juta hektar atau 16,7% dari total 11,9 juta

hektar lahan kelapa sawit. Selain itu, masih ada 11

perusahaan yang sertifikasinya ditunda dan 70 pe-

rusahaan masih dalam proses verifikasi.

Hingga Agustus 2017, Komisi ISPO telah me-

nyetujui 40 sertifikasi bagi perusahaan perkebu-

nan dengan luas areal sebesar 202.427,17 hektar

dan produksi CPO sebesar 539.265,88 ton.

Sedangkan pada April 2017 lalu, tim sertifikasi

telah menyetujui 40 sertifikasi bagi 38 perusahaan

perkebunan, 1 Koperasi Unit Desa (KUD) Plasma

dan asosiasi kebun swadaya dengan luas areal se-

banyak 249.543,37 hektar dan produksi CPO sebe-

sar 861.425,82 Ton.

Dengan demikian, jumlah sertifikasi ISPO yang

diterbitkan dari tahun 2011 sampai 2017 mencapai

306 sertifikat dengan luas total 1.882.075 hektar

dan total produksi CPO 8.147.013,63 ton.

Pembaca yang budiman, progres terbaru

mengenai sertifikasi ISPO tersebut, kami coba ba-

has dalam Liputan Khusus Majalah HORTUS Archi-

pelago edisi sekarang. Sedangkan untuk Laporan

Utama kami mencoba mengupas perlunya stake-

holders komoditas gula bersinergi untuk mewu-

judkan swasembada gula tahun 2019.

Tekad pemerintah cq Kementerian Pertanian

(Kementan) untuk mewujudkan swasembada

gula, khususnya untuk memenuhi kebutuhan kon-

sumsi rumah tangga, pada tahun 2019, memang

besar. Itu pula sebabnya, bisa dipahami bila sejak

satu dua tahun terakhir ini berbagai langkah di-

siapkan oleh kementerian yang dipimpin oleh Andi

Amran Sulaiman tersebut.

Maklum, untuk mewujudkan swasembada

gula konsumsi tersebut bukanlah pekerjaan yang

gampang. Pangkal soalnya, banyak kendala di la-

pangan yang mesti dicarikan jalan keluarnya ter-

kait dengan pengelolaan kebun tebu milik petani

berikut pemrosesannya di pabrik gula (PG) yang

ada di negeri ini.

Pembaca sekalian, selain itu masih banyak sa-

jian menarik yang bisa anda dapatkan pada setiap

lembar majalah kesayangan ini.

Dari meja redaksi, kami ucapkan selamat me-

nikmati sajian bermutu dari kami.

KOMITMENTERAPKAN ISPO

Penerbit :

FP2SB

(Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan)Pemimpin Umum :

Nurwalida A. Mangga Barani, BBAPemimpin Perusahaan :

Dhina Ermayani, Shut. MP

Pemimpin Redaksi :

Suharno

Wakil Pemimpin Redaksi:

Agus Priyanto

Dewan Pakar :

Ir. Achmad Mangga Barani, MM (Ketua)Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS

Dr.Ir. Memed Gunawan, MSc Dr. Ermanto Fahamsyah, SH, MHProf. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MScProf. Dr. Supiandi Sapiham, MAgr

Prof. Dr. Ir. Kaman Nainggolan, MSProf. Dr. Bambang Shergi Laksmono, MA

Dr. Ir. Sudharsono Sudomo, MSDr. Ir. Nyoto Santoso, MSIr. Togar Napitupulu, PhD

Sidang Redaksi :

Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS (Ketua)Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro, MS

Ir. Darmansyah BasyarudinIr. Rismansyah Danasaputra, MMDr. Ermanto Fahamsyah, SH, MH

Suharno Tofan Mahdi

Agus PriyantoAgung SujartoHanny Bie Rizki

Neneng Maghfiro

Sekretaris Redaksi:

Ida Nurbaeti

Desain/Layout:

[email protected]

Manager Keuangan :

Asmari

Distribusi & Sirkulasi:

Rida, Ida, Mailudin

Umum : M. Apen, Mawan

Alamat Redaksi & Usaha :Graha BUN. Jln Ciputat Raya No.7 Pondok Pinang, Jakarta Selatan

Telp : (021) 75916652 - 53

www.majalahhortus.comE-mail : [email protected]

No Rekening : 121 00333 55557Bank Mandiri a/n PT Mutu Indonesia

Strategis Berkelanjutan

ISI HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 3 9/4/2017 7:28:54 AM

Digital Repository Universitas JemberDigital Repository Universitas Jember

Page 3: ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

52 HORTUS ARCHIPELAGO - VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017

Hukum

INKONSISTENSI DALAM PENGATURAN

TENTANG EKOSISTEM GAMBUT

Pemerintah Indonesia telah men-gundangkan peraturan pemerintah tentang Perlindungan dan Penge-lolaan Ekosistem Gambut pada 15 September 2014 lalu, selanjutnya disebut PP Perlindungan dan Pe-ngelolaan Ekosistem Gambut, me-lalui Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 2014 No. 209 dan Tambahan Lembaran Negara Republik In-donesia No. 5580. Dasar pertimbangan pe merintah dalam menetapkan dan me-

ngundangkan PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut adalah untuk melaksanakan keten-tuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 21 ayat (3) huruf f dan ayat (5), Pasal 56, Pasal 57 ayat (5), Pasal 75, serta Pasal 83 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5059).

Oleh: Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H.

B ERDASARKAN latar belakang dan materi mua-tan dalam PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, secara tersurat dan tersirat mengandung maksud dan tujuan yang ideal. Utamanya, apabila dikaitkan dengan amanat

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dalam rangka mewujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat le bih mendu-kung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Namun, beberapa pemangku kepentingan terkait ekosistem gambut pada saat itu menilai bahwa terdapat beberapa materi muatan yang dinilai kurang tepat.

Misalnya, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Gabungan Pen-gusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Himpunan Ilmu Ta-nah Indonesia (HITI), Himpunan Gambut Indonesia (HGI) dan Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanju-tan (FP2SB) yang berpendapat bahwa PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut tersebut berpotensi me-nimbulkan permasalahan ke depan dan berdampak besar bagi pelaku usaha hutan tanaman dan perkebunan serta lainnya.

Adapun materi muatan yang dinilai berpotensi menim-bulkan multiinterpretasi di lapangan dan konsekuensi hukum bagi pelaku usaha, antara lain:

Ketentuan Pasal 9 ayat (3) yang mengatur bahwa “Fungsi

lindung Ekosistem Gambut paling sedikit 30% (tiga puluh per

seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut serta

terletak pada puncak kubah Gambut dan sekitarnya”. Keten-tuan Pasal 9 ayat (4) yang mengatur bahwa “Dalam hal di luar

30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hi-

drologis Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) masih

terdapat: Gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih;

Plasma nutfah spesifik dan/atau endemik; Spesies yang dil-

indungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/

atau Ekosistem Gambut yang berada di kawasan lindung se-

bagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah,

kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi,

Menteri menetapkan sebagai fungsi lindung ekosistem Gam-

but”.Ketentuan Pasal 23 ayat (3) yang mengatur bahwa “Eko-

sistem Gambut dengan fungsi Budidaya dinyatakan rusak

apabila memenuhi kriteria baku kerusakan sebagai berikut:

muka air tanah di lahan Gambut lebih dari 0,4 (nol koma

empat) meter di bawah permukaan Gambut; dan/atau terek-

sposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan

Gambut”.Terbitnya materi muatan dalam PP Perlindungan dan Pen-

gelolaan Ekosistem Gambut yang dinilai sebagian pihak ber-potensi menimbulkan multiinterpretasi di lapangan dan kon-

ISI HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 52 9/4/2017 7:30:22 AM

Digital Repository Universitas JemberDigital Repository Universitas Jember

Page 4: ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

53HORTUS ARCHIPELAGO - VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017

sekuensi hukum bagi pelaku usaha di atas seharusnya tidak terjadi apabila dalam perumusannya memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi kejelasan tujuan; kesesuaian antara jenis, hie-rarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. Disamping itu, apabila materi muatannya mencerminkan asas pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; keadilan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Asas-asas tersebut sebagaimana diamanat-kan oleh Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pem-bentukkan Peraturan Perundang-Undangan. Terakhir, apa-bila materi muatannya memperhatikan ratio legis/landasan pemikiran yang mempertimbangkan aspek filosofis, aspek yuridis, dan aspek sosiologis.

Dalam perkembangannya, pemerintah telah mengubah beberapa ketentuan dalam PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut melalui PP No. 57 Tahun 2016 tentang Pe-rubahan Atas PP No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, selanjutnya disebut PP No. 57 Ta-hun 2016. PP tersebut terbit den-gan dasar pertimbangan bahwa gambut merupakan ekosistem rentan dan telah mengalami kerusakan yang disebabkan ke-bakaran hutan dan lahan tahun 2015, sehingga harus dilakukan upaya-upaya yang intensif dalam perlindungan dan pengelolaan. Disamping itu, bahwa Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Penge-lolaan Ekosistem Gambut perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.

Sebagai bagian penting dari pelaksanaan PP No. 57 Ta-hun 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerbitkan 4 (empat) peraturan menteri dan dua keputusan menteri. Keempat peraturan menteri tersebut yaitu, Peraturan Menteri LHK No. P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut; Peraturan Menteri LHK No. P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara Pen-gukuran Muka Air Tanah di Titik Penaatan Ekosistem Gam-but; Peraturan Menteri LHK No. P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut; Peraturan Menteri LHK No. P.17/MEN-LHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Perubahan atas Permen LHK No. P.12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan HTI. Sedangkan dua keputusan menteri dimaksud, yaitu, Keputu-san Menteri LHK No. SK.129/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasion-al dan Keputusan Menteri LHK No. SK.130/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional.

Pada satu sisi, penerbitan empat peraturan menteri dan dua keputusan menteri dinilai sebagai bentuk idealisme dan konsistensi pemerintah dalam rangka melakukan upaya-upaya intensif dalam perlindungan dan pengelolaan gambut, guna menghindari berulangnya terjadi kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang telah menyebabkan kerugian nyata bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Namun, pada sisi lain juga menimbulkan pendapat atau pertanyaan lain, misalnya, apakah materi muatan yang telah dimuat dalam PP No. 57 Ta-hun 2016 dan keempat Peraturan Menteri LHK serta kedua Keputusan Menteri LHK telah mengakomodasikan berbagai pertimbangan, baik dari aspek filosofis, aspek yuridis, maupun aspek sosiologis?

Karena ada pihak yang berpendapat bahwa sejumlah aturan dalam PP No. 57 Tahun 2016 tidak memiliki landasan ilmiah, sulit diimplementasikan dan tidak memperhatikan kebutuhan serta kondisi sosiologis yang ada sehingga harus dikaji/ditinjau ulang. Aturan dimaksud, antara lain, ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf a yang menentukan bahwa “Ekosistem Gambut den-

gan fungsi budidaya dinyatakan

rusak apabila memenuhi kriteria

baku kerusakan apabila muka

air tanah di lahan Gambut lebih

dari 0,4 (nol koma empat) meter

di bawah permukaan Gambut

pada titik penaatan”. Selanjutnya ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf yang melarang setiap orang un-tuk membuka lahan baru (land

clearing) sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal Ekosistem Gambut untuk tanaman tertentu. Terakhir, Pasal 31 B ayat (1) yang menentukan bahwa “Terhadap

areal perizinan usaha dan/atau

kegiatan terdapat gambut yang terbakar, pemerintah men-

gambil tindakan penyelamatan dan pengambilalihan semen-

tara areal bekas kebakaran”.Selain itu, terdapat beberapa pengaturan dalam peraturan

pelaksanaan dari PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Penge-lolaan Ekosistem Gambut yang tidak sesuai. Antara lain, ke-tentuan dalam Peraturan Menteri LHK No. P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, khususnya Pasal 4 yang menentu-kan bahwa: (1) Kubah Gambut merupakan bagian dari Eko-

sistem Gambut yang berfungsi lindung. (2) Kubah Gambut

yang berada dalam areal usaha yang belum dilakukan budi-

daya wajib dipertahankan sebagai ekosistem gambut dengan

fungsi lindung. (3) Kubah Gambut yang berada dalam areal

usaha yang telah dibudidayakan merupakan ekosistem gam-

but dengan fungsi lindung, masih dapat dipanen, dilarang

ditanami kembali setelah pemanenan, dan wajib dilakukan

pemulihan. (4) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), dilakukan dengan membuat sekat pada kanal dan pemu-

lihan secara suksesi alami. (5) Dalam hal suksesi alami di-

ISI HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 53 9/4/2017 7:30:23 AM

Digital Repository Universitas JemberDigital Repository Universitas Jember

Page 5: ARCHIPELAGO ISPO - UNEJ

54 HORTUS ARCHIPELAGO - VOLUME 60 / SEPTEMBER 2017

Hukum

maksud pada ayat (4) tidak berhasil maka atas perintah dari

Direktur Jenderal dilakukan penanaman dengan jenis tana-

man asli sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri

ini. Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri LHK No. P.17/

MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Perubahan atas Permen LHK No. P.12/MENLHK-II/2015 tentang Pemban-gunan HTI, khususnya Pasal 8A yang menentukan bahwa: (1) Dalam hal identifikasi analisis areal IUPHHK-HTI terdapat

kawasan hutan dengan fungsi ekosistem gambut sebagaima-

na dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, pemegang IUPHHK-

HTI wajib melakukan penyesuaian tata ruang IUPHHK-

HTI. (2) Pemegang IUPHHK-HTI wajib menyusun usulan

revisi RKUPHHK-HTI yang berdasarkan antara lain: a.

rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut;

atau b. peta fungsi ekosistem gambut skala 1:250.000. (3)

Usulan revisi RKUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diajukan oleh pemegang IUPHHK-HTI paling lam-

bat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pemegang IUPHHK-

HTI menerima peta fungsi ekosistem gambut dan disampai-

kan kepada Direktur Jenderal untuk dikonsultasikan guna

mendapat persetujuan.

Sementara itu, apabila mengacu PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut jo. PP No. 57 Tahun 2016, khususnya Pasal 45 menentukan bahwa: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. izin usaha dan/atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang telah ter-bit sebelum PP ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir; b. kegiatan pemanfaatan ekosistem gambut dengan fungsi lindung yang telah mendapat izin usaha dan/atau kegiatan dan belum ada

kegiatan di lokasi, izin usaha dan/atau kegiatan tetap ber-laku dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis Gambut; c. dalam hal pemegang izin usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban menjaga fungsi hidrologis gambut sebagaimana dimaksud pada huruf b selama 2 (dua) tahun, izin usaha dan/atau kegiatan dicabut oleh pemberi izin.

Dengan demikian, Pemerintah Indonesia melalui Ke-menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mene-tapkan dan memberlakukan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut beserta perubahannya dan peraturan pelaksanaannya harus lebih arif dan bijaksana dengan tetap memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan asas-asas yang harus dicerminkan dalam materi mua-tan suatu peraturan perundang-undangan serta landasan pemikiran yang mempertimbangkan aspek filosofis, aspek yuridis, dan aspek sosiologis. Apabila terdapat materi mua-tan dalam PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Gambut beserta peruba-hannya dan peraturan pelaksanaannya yang dinilai belum memperhatikan dan mencerminkan asas-asas serta landasan pemikiran sebagaimana dimaksud di atas, seyogianya pemer-intah melakukan peninjauan kembali atau revisi terhadap peraturan tersebut melalui kajian dan diskusi ilmiah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Sehingga rumu-san materi muatannya lebih dapat menciptakan kepastian hukum, keadilan dan kebermanfaatan bagi semua pemangku kepentingan terkait ekosistem gambut.

Dosen Tetap Fakultas Hukum-Universitas Jember

Sekretaris Jenderal Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan

(FP2SB)

PP TERSEBUT TERBIT DENGAN

DASAR PERTIMBANGAN

BAHWA GAMBUT MERUPAKAN

EKOSISTEM RENTAN

DAN TELAH MENGALAMI

KERUSAKAN YANG

DISEBABKAN KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN TAHUN

2015, SEHINGGA HARUS

DILAKUKAN UPAYA-UPAYA

YANG INTENSIF DALAM

PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN.

ISI HORTUS EDISI 60 SEP 17 CETAK Folder.indd 54 9/4/2017 7:30:24 AM

Digital Repository Universitas JemberDigital Repository Universitas Jember