33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa suku bangsa dengan kebudayaan yang beraneka ragam telah mendiami daerah Sumatra Utara sejak berabad-abad yang lampau. Masing–masing suku memiliki ciri khas atau kekhususannya sesuai dengan pandangan hidup. Di daerah Sumatra Utara terdapat arsitektur tradisional Batak , Melayu, Nias, yang antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan–perbedaan. Arsitektur tradisional dari suku–suku tersebut yang telah berabad-abad menghiasi daerah Sumatra Utara, tetapi kini diancam kepunahan. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh kebudaya asing. 1.2 Tujuan Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui informasi tentang arsitektur tradisional suku Batak Toba di Lumban Nabolon Perbagasan Kecamatan Lumbun Julu Tapanuli Utara, menyangkut jenis–jenis bangunan, bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, cara pembuatan dan informasi. 1.3 Ruang Lingkup 1

arsitektur tradisonal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

arsitektur

Citation preview

Page 1: arsitektur tradisonal

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa suku bangsa dengan kebudayaan yang beraneka ragam telah

mendiami daerah Sumatra Utara sejak berabad-abad yang lampau.

Masing–masing suku memiliki ciri khas atau kekhususannya sesuai dengan

pandangan hidup.

Di daerah Sumatra Utara terdapat arsitektur tradisional Batak , Melayu, Nias,

yang antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan–perbedaan.

Arsitektur tradisional dari suku–suku tersebut yang telah berabad-abad

menghiasi daerah Sumatra Utara, tetapi kini diancam kepunahan. Hal tersebut

disebabkan oleh pengaruh kebudaya asing.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui informasi tentang

arsitektur tradisional suku Batak Toba di Lumban Nabolon Perbagasan

Kecamatan Lumbun Julu Tapanuli Utara, menyangkut jenis–jenis bangunan,

bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, cara pembuatan dan informasi.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup makalah ini adalah arsitektur tradisional suku Batak yang

memiliki gabungan jenis-jenis bentuk, struktur, fungsi,ragam hias dan cara

pembuatannya yang diwariskan secara turun temurun, serta dapat di pakai untuk

melakukan aktifitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.

1

Page 2: arsitektur tradisonal

BAB II

A. Teori Menurut Para Ahli

1. Teori Ruang

Arsitektur di Indonesia menerapkan teori yang dikemukakan oleh

Lao Tzudalam bangunannya, Lao Tzu (550 SM) menegakan bahwa

perlu adanya batas antara ruang internal dan eksternal, yakni

dinding pemisah. Hal ini juga ditransformasikan pada rumah adat

Bolon dari Medan, Sumatra Utara.

Dimana ditiap ruangan akan diberikan dinding-dinding pemisah

yang membatasi tempat bagi kepala rumah tangga dengan istri dan

anak-anaknya.

2. Teori Bentuk

Teori yang dikemukakan oleh Mangunwijaya (1998) menyatakan

bahwa bentuk bukan hanya berbicara mengenai bentuk jasmaninya

saja, tetapai merupakan penampakan batin dari dalam keluar.

Rumah Bolon mengambil yang mengambil ide dasar dari

punggung kerbau dapat terlihat dari atapnya yang melengkung

menambah nilai keerodinamisannya dalam melawan arah angin

danau yang kencang.

Pada pintu rumah Bolon yang menjurak ke dalam dan diantarai

oleh sebuah tangga, menunjukan adanya rasa sopan santun bagi siapa

saja yang akan memasuki rumah ini, dikarenakan tiap tamu akan

menundukan kepalanya.

Hal ini tentu saja memberi kesan bahwa bentuk pada arsitektur

bukan hanya berbicara mengenai bentuknya saja tetapi merupakan

penampakan batin dari dalam keluar, dimana bentuk harus dapat

2

Page 3: arsitektur tradisonal

mencerminkan dimensi budaya pembuatnya atau merupakan

ekspresi dari nurani.

3. Estetika

Adanya pengaruh kosmis, mistis dan agama sehingga menyebabkan

pemikiran mengenai proporsi, ritme, pemakaian material dll.

Pada Hakekatnya hal ini lebih dihayati oleh arsitektur tradisional

rumah bolon menjadi sebuah transformasi diri dari hidup yang fana

menuju nirvana.

Rumah adat Bolon dilengkapi dengan hiasan dan ukiran khas

batak yang disebut dengan gorga. Dimana Gorga mengandung unsur

mistis yang dipercayai dapat menjadi penolak bala.Biasanya gorga

diletakan di dinding rumah bolon bagian luar.

4. Kosmologi

Menurut Bekker (1995) “pengertian Kosmologi adalah ilmu

pengetahuan tentang alam ataupun dunia. Dimana dunia yang

dimakasud hanya menunjukan objek materialnya saja yaitu apa yang

dialami, dihayati oleh manusia sebagai lingkungan terutama dalam

hubungan langsung dengan dirinya sendiri (kepercayaan)”.

Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak yang disebut

pande, menyebutkan seperti halnya rumah tradisional lain, rumah

adat Batak merupakan rumah adat dengan pemahaman kosmologi

yang menunjukan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah hunian

yang terbagi atas 3 bagian atau biasa disebut tritunggal banua, yakni

banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah Bolon, banua tonga

(dunia) untuk badan rumah Bolon, dan banua ginjang (singa dilangit)

untuk atap rumah Bolon

3

Page 4: arsitektur tradisonal

BAB III

A. Latar Belakang Sejarah

Suku Batak Toba termasuk dalam Suku Bangsa Batak. Suku Batak

secara umum dibedakan menjadi 6 etnik grup, yaitu Toba, Karo, Angkola,

Mandailing, Pakpak atau Dairi dan Simalungun. Kelompok suku Batak

berdiam di Propinsi Sumatera Utara. Menurut pendapat para antropolog

dan sejarah, asal usul suku batak Toba tidak jauh berbeda dengan suku-

suku lain di Kepulauan Nusantara yaitu berasal dari migrasi zaman

Neolithikum dan Megalithikum.

Secara khusus, sejarah Suku Batak dapat dibagi menjadi 3 periode

yaitu pre-contact isolation yaitu masa dimana Suku Batak masih hidup

terisolasi pada tahun 2000 – 1600 SM; pre-western contact yaitu masa

sebelum terjadi kontak dengan Bangsa Barat pada tahun sebelum 1600 M;

dan post-western contact, yaitu masa setelah terjadi kontak dengan

Bangsa Barat hingga terbentuknya pemerintahan Indonesia (Cunningham,

1958 dalam Fitri, 2004, p.21). Periode tersebut membawa perubahan pada

cara hidup dan rumah tinggal suku Batak. Sebelum masa kolonial di

kepulauan Nusantara, kehidupan suku Batak Toba masih bersifat

kesukuan dan bercocok tanam. Setelah masa kolonial dan pemerintahan

Indonesia terbentuk, terjadi pergeseran dalam bidang ekonomi dan

budaya. Perekonomian tidak lagi didasari kehidupan agraris dan

tergantung pada hasil bumi. Lahan pertanian pun mulai beralih fungsi.

Pada akhirnya suku Batak tidak lagi tinggal di desa-desa adat dan lebih

menyukai rumah tinggal seperti gaya yang dibawa oleh pemerintahan

kolonial. Akibatnya, banyak desa-desa batak yang sepi bahkan hilang,

rumah-rumah tradisional yang tidak lagi dihuni dan rusak.

4

Page 5: arsitektur tradisonal

B. Lokasi, Topografi, Iklim Wilayah Batak Toba

Suku Batak Toba berdiam di sekitar Danau Toba dan Pulau

Samosir, meliputi Kabupaten Toba Samosir sekarang yang wilayahnya

meliputi Balige, Laguboti, Parsoburan, dan sekitarnya. Berdasarkan

informasi yang lebih kuno, wilayah Batak Toba dapat disebut juga

sebagai Batak pusat, hal ini karena lokasinya yang berada di tengah-

tengah sub-etnis suku Batak yang lainnya.

Untuk lebih jelasnya orang batak itu mendiami daerah dataran

tinggi karo, dairi, Toba, Humbang, Silindung, Barus, angkola ,

Mandialing.Suku Batak Toba, Batak Angkola, Batak Mandailing pada

umumnya mendiami daerah Tapanuli yang merupakan daerah rentetan

suku Batak Karo di kabupaten Karo, Batak simalungun Mendiami Daerah

kabupaten Simalungun dan yang berakhir Batak Pakpak Dairi yang

mendiami daerah kabupaten Dairi.

Gambar Peta daerah Batak Toba

Sumber: Sargeant & Saleh (1973, p.26-27)

5

Page 6: arsitektur tradisonal

Suku Batak Toba berdomisili sekitar daerah tapanuli Utara yang Berbatasan

dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simangulun,

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan ,

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah,

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi.

Kondisi topografi wilayah sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir

sebagian merupakan dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 300-1500

meter diatas permukaan air laut. Kondisi iklim merupakan iklim tropis

lembab dengan curah hujan yang tinggi.

C. Sistem Kekerabatan Batak Toba

Suku Batak terkenal segabai suku yang menggunakan nama

keluarga sebagai nama belakang yang disebut sebagai marga. Marga

diturunkan dari keturunan laki-laki atau sistem patrilineal dan dengan

adanya marga memungkinkan untuk melacak nenek moyang dan asal

usulnya. Marga menjadi prinsip dasar dalam 3 sistem kekerabatan yang

disebut Dalihan Natolu, yaitu:

• Hula-hula yaitu keluarga dari pihak istri.

• Dongan sabutuha yang secara literal berarti teman satu rahim, berarti

anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki atau ayah, dengan

demikian semua pria memiliki marga yang sama.

• Boru yang berarti anak perempuan, juga berarti keluarga dari pihak

ibu.

6

Page 7: arsitektur tradisonal

D. Sistem Kepercayaan, Kosmologi dan Mitologi Batak Toba

Setelah masa Kolonial Belanda, suku Batak Toba mayoritas

memeluk agama Kristen. Akan tetapi, pada masa sebelumnya,

kepercayaan didasari pada adanya roh-roh nenek moyang dan

penyembahan dewa-dewa tertentu. Berbagai penelitian terdahulu

(Marsden 1788, Waterson 1990, Loebis 2000, Fitri 2004) banyak

membahas tentang konsep pemikiran kuno suku Batak Toba tentang asal

usul dan dunia tempat hidup mereka.

Seperti halnya beberapa suku kuno di Nusantara, konsep tentang

dunia mistik (mythical world) dan konsep tentang asalusul nenek moyang

dan dewa-dewa, mempengaruhi konsep tentang dunia sebagai tempat

hidup dan pada akhirnya mempengaruhi konnsep hunian.

Secara mitologis, suku Batak Toba mempercayai bahwa nenek

moyang mereka, Siraja Batak adalah keturunan langsung dari dewa

tertinggi yang disebut Debata Mulajadi Nabolon. Siraja Batak datang

langsung dari langit dan mendarat di puncak gunung Pusuk Buhit.

Akibatnya suku Batak Toba menganggap Pusuk Buhit sebagai pusat dari

dunia dan menjadi akses menuju ke dunia atas (Loebis, 2000). Pemikiran

akan adanya dunia mistis dan pembagian dunia tersebut sangat

berpengaruh pada konsep kosmologinya. Secara kosmologi, suku Batak

Toba membagi dunia menjadi 3 layer: dunia atas, dunia tengah dan dunia

bawah. Dunia atas merupakan tempat bertahtanya Mulajadi Nabolon,

dewa tertinggi. Dunia tengah menjadi tempat hidup manusia sedangkan

dunia bawah menjadi tempat hidup bagi orang yang sudah mati, hantu dan

roh-roh jahat. Konsep kosmologi yang membagi dunia menjadi 3 lapis

dianggap berpengaruh pada pembagian tingkatan dalam rumah tradisional

seperti pada Gambar 2.2 (Fitri, 2004).

7

Page 8: arsitektur tradisonal

Gambar Rumah Tradisional Suku Batak Toba yang Menggambarkan Konsep Kosmologi

Sumber: Domenig (1981 dalam Fitri, 2004, p.38)

E. Pola Pemukiman Batak Toba

Desa suku Batak Toba disebut juga sebagai Huta. Desa ini

dikelilingi tembok semacam benteng yang terbuat dari tanah. Desa

memiliki dua pintu masuk (harbangan) dan menara pengawas (hubu-

hubu) di pojok benteng. Ruang terbuka di desa atau halaman berorientasi

timur-barat, rumah dan sopo berdiri saling berhadapan. Ujung atap rumah

menghadap selatan sedangkan ujung atap sopo menghadap utara.

8

Page 9: arsitektur tradisonal

Gambar 2.3 Ilustrasi Bagan Penataan Rumah dan Lumbung Padi dalam

Huta Sumber: Boer (1920)

Kedua barisan bangunan ini dipisahkan oleh pelataran yang lebar

disebut halaman tempat anak-anak bermain, tempat acara suka dan duka

dalam kampong dan tempat menjemur sesuatu. Di belakang rumah atau

lumbung ada tempat kosong yang biasanya dijadikan kebun. Sekeliling

kampong di dinding / dibentuk dengan tanah yang ditanami parik, sehingga

berbentuk persegi panjang. Diatasnya ditanami pohon-pohon bambu. Pada

ujung barat ada satu pintu gerbang, demikian pula ujung timur. Pintu

gerbang sering disebut Bahal ( bahasa Batak Toba ). Dimuka gerbang

selalu ditanam pohon yang mereka anggap bertuah , yaitu pohon Hariara,

Bintatar dan Beringin.

Pohon Hariara merupakan lambang kehidupan, maksud pohon

tersebut ditanam untuk menjaga ketertiban kosmos terhadap huta atau

kampong.

9

Page 10: arsitektur tradisonal

Pohon tersebut ditanam dalam tanah dan dikelilingi tembok dengan

ukuran 1 x 2 m disebut juga dengan istilah “ partumomoan “.

Partumomoan ini diperhitungkan dapat menjadi pintu gerbang ( Bahal )

huta yang didirikan.

Gbr : foto pola permukiman batak toba

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada orientasi

tertentu yang mengatur arah hadap desa, rumah dan lumbung padi. Aturan

yang baku dalam pola pemukiman Batak Toba adalah posisi halaman

yang selalu berada ditengah, diantara jajaran jabu dan sopo.

Gbr : potongan wilayah permukiman

10

Page 11: arsitektur tradisonal

Kondisi huta di masa kini telah banyak berubah dengan kondisi

halaman yang telah diperkeras atau adanya bangunan baru yang dibangun

diantara jabu atau sopo.

Gambar 2.4 Gambaran kampung di Pulau Samosir. Sebuah peti mati dari batu berdiri di tengah-tengah ruang terbuka.

Sumber: Sargeant & Saleh (1973)

Gambar 2.5 Suasana Kampung Julu. Deretan bangunan menggunakan atap sirap.

Sumber: Sargeant & Saleh (1973)

11

Page 12: arsitektur tradisonal

F. Karakteristik Arsitektur Rumah Tradisional Batak Toba

Rumah Tradisional Batak Toba ada dua jenis yaitu, rumah adat

yang digunakan sebagai rumah tinggal yang disebut ruma atau jabu

( bahasa batak yang berarti rumah ) dan ada pula yang yang digunakan

khusus penyimpanan ( lumbung ) yang disebut sopo ( bahasa batak yang

berarti tempat penyimpanan )

Ruma atau jabu, kaya dengan simbolisasi dan berfungsi sebagai

pusat mistis dari sebuah klan atau keluarga dan merupakan simbol utama

dari identitas suku

Bentuk jabu dan sopo sangat mirip. Bahkan dalam hal ukuran,

kadangkala ukuran sopo hampir sama dengan jabu. perbandingan antara

konstruksi jabu dengan sopo dan menyimpulkan bahwa karakteristik sistem

struktur rumah atau jabu merupakan „warisan‟ atau meniru dari sopo. Hal ini

karena suku Batak Toba memiliki tradisi kuno mengubah sopo yang semula

merupakan lumbung padi menjadi rumah atau jabu bila terjadi penambahan

jumlah penduduk.

1. Ruma Nabolon .

Rumah adat yang digunakan sebagai tempat tinggal ini

bernama bolon yang diambil dari kepercayaan dewa Debata

Mulajadi Nabolon yang melambangkan rumah adat tempat tinggal

tersebut.

1. Tipologi

Tipologi rumah adat tradisional batak toba adalah jenis

rumah panggung dan berkolong. Dimana lantainya bukan di atas

tanah melainkan di atas tiang. Untuk masuk kedalam rumah orang

harus menundukkan kepala karena terdapat balok melintang yang

12

Page 13: arsitektur tradisonal

menandakan bahwa orang yang berkunjung harus menghormati

pemilik rumah.

Pada anak tangga jumlahnya harus ganjil yaitu 5, 7, 9. Hal

hal ini berhubungan dengan adanya cerita yang beredar pada

masyarakat waktu itu bahwa anak tangga genap hanya digunakan

oleh bekas budak saja.

Ruma melambangkan makro kosmos dan mikrosmos yang

terdiri dari adanya tri tunggal benua yaitu :

a) Benua atas , dilambangkan dengan atap rumah yang

dipercayai sebagai tempat Dewa.

b) Benua tengah dilambangkan dengan lantai dan dinding

yang di jadikan tempat tinggal Manusia.

c) Benua bawah dilambangkan dengan kolong yang di

percaya sebagai tempat kematian

Gbr : pembagian benua, pada ruma Nabolon

13

Page 14: arsitektur tradisonal

2. Bentuk struktur dan Bagian-bagian ruma nabolon .

a. Pondasi

Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana

batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya. Tiang-tiang

berdiameter 42 - 50 cm berdiri diatas batu ojahan struktur yang fleksibel,

sehingga tahan terhadap gempa. Tiang yang berjumlah 18 mengandung

filosofi kebersamaan dan kekokohan pengunaan pondasi umpak karena

pada waktu tersebut masih banyaknya batu ojahan dan kayu gelonggong

dalam jumlah yang besar. Dan belum ditemukannya alat perekat seperti

semen.

b. Pintu

Pintu, lebarnya 80 cm dan tingginya 1,5 m, dikelilingi dengan ukiran,

lukisan dan tulisan dan dengan dua kepala singa pada ambang pintu.

Terdapat dua jenis gorga, yaitu gorga jorgom

c. Dinding

Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah masuk

Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat dari ijuk

atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang

mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak

dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling bertolak belakang

melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan

saling menghormati.

14

Page 15: arsitektur tradisonal

Gbr tampak samping dinding Nabolon

d. Badan Rumah

Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi

batak disebut dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat

aktivitas manusia seperti masak, tidur, bersenda gurau. Bagian badan

rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon untuk menolak bala.

Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang

yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari

papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba

adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah

depan kadang-kadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat

itu menyerupai kerbau. Punggung kerbau adalah atap yang

melengkung, kaki-kaki kerbau adalah tiang-tiang pada kolong rumah.

Sebagai ukuran dipakai depa, jengkal, asta dan langkah seperti ukuran-

ukuran yang pada umumnya dipergunakan pada rumah-rumah

tradisional di Jawa, Bali dan daerah-daerah lain.

Pada umumnya dinding rumah merupakan center point, karena

adanya ukirukiran yang berwarna merah, putih dan hitam yang

merupakan warna tradisional Batak.

15

Page 16: arsitektur tradisonal

Gbr: Tampak depan rumah Nabolon

Ruma Gorga Sarimunggu yaitu ruma gorga yang memiliki

hiasan yang penuh makna dan arti. Dari segi bentuk, arah motif dapat

dicerminkan falsafah maupun pandangan hidup orang Batak yang suka

musyawarah, gotong royong, suka berterus terang, sifat terbuka,

dinamis dan kreatif.

Ruma Parsantian didirikan oleh sekeluarga dan siapa yang jadi

anak bungsu itulah yang diberi hak untuk menempati dan merawatnya.

Di dalam satu rumah dapat tinggal beberapa keluarga , antara keluarga

bapak dan keluarga anak yang sudah menikah. Biasanya orangtua tidur

di bagian salah satu sudut rumah. Seringkali keluarga menantu tinggal

bersama orangtua dalam rumah yang sama.

Rumah melambangkan makrokosmos dan mikrokosmos yang

terdiri dari adanya tritunggal benua, yaitu : Benua Atas yang ditempati

Dewa, dilambangkan dengan atap rumah; Benua Tengah yang

ditempati manusia, dilambangkan dengan lantai dan dinding; Benua

Bawah sebagai tempat kematian dilambangkan dengan kolong. Pada

jaman dulu, rumah bagian tengah itu tidak mempunyai kamar-kamar

dan naik ke rumah harus melalui tangga dari kolong rumah, terdiri dari

lima sampai tujuh buah anak tangga. Bersambung.

16

Page 17: arsitektur tradisonal

Gbr : Denah dan potongan melintang Ruma Bolon

Sebelum meletakkan pondasi lebih dahulu diadakan sesajen,

biasanya berupa hewan, seperti kerbau atau babi. Caranya yaitu

dengan meletakkan kepala binatang tersebut ke dalam lubang pondasi,

juga darahnya di tuang kedalam lubang. Tujuannya supaya pemilik

rumah selamat dan banyak rejeki di tempat yang baru.

Ada tiang yang dekat dengan pintu (basiha pandak) yang

berfungsi untuk memikul bagian atas, khususnya landasan lantai

rumah dan bentuknya bulat panjang. Balok untuk menghubungkan

semua tiang-tiang disebut rassang yang lebih tebal dari papan.

Berfungsi untuk mempersatukan tiang-tiang depan, belakang, samping

kanan dan kiri rumah dan dipegang oleh solong-solong (pengganti

paku). Pintu kolong rumah digunakan untuk jalannya kerbau supaya

bisa masuk ke dalam kolong.

Tangga rumah terdiri dari dua macam, yaitu : pertama, tangga

jantan (balatuk tunggal), terbuat dari potongan sebatang pohon atau

tiang yang dibentuk menjadi anak tangga. Anak tangga adalah lobang

pada batang itu sendiri,berjumlah lima atau tujuh buah. Biasanya

17

Page 18: arsitektur tradisonal

terbuat dari sejenis pohon besar yang batangnya kuat dan disebut

sibagure. Kedua, tangga betina (balatuk boru-boru), terbuat dari

beberapa potong kayu yang keras dan jumlah anak tangganya ganjil.

Tiang-tiang depan dan belakang rumah adat satu sama lain

dihubungkan oleh papan yang agak tebal (tustus parbarat), menembus

lubang pada tiang depan dan belakang. Pada waktu peletakannya, tepat

di bawah tiang ditanam ijuk yang berisi ramuan obat-obatan dan telur

ayam yang telah dipecah, bertujuan agar penghuni rumah terhindar

dari mara bahaya.

e. Atap

Atap Rumah bolon mengambil ide dasar dari punggung

kerbau, bentuknya yang melengkung menambah nilai

kaerodinamisanya dalam melawan angin danau yang kencang. Atap

terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat didaerah setempat.

Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu yang suci, sehingga

digunakan untuk menyimpan pusaka mereka.

Gbr : punggung kerbau yang di jadikan transformasi bentuk atap ruma adat Nabolon

2. Susunan Ruangan.

18

Page 19: arsitektur tradisonal

Pada rumah adat Batak Toba tidak dijumpai sekat sebagai batas sama lain.

Karena tidak ada kita jumpai dinding yang membatasi kamar-kamarnya, ini bisa

mencerminkan sifat orang batak yang terbuka dan suka berterus terang. Namun

demikian ruangan terbuka tersebut di beri nama masing-masing untuk pengaturan

tempat tinggal penghuninya sesuai dengan struktur dalihan natolu: juga untuk tempat

duduk para tamu yang datang. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar lantai rumah

adat orang Batak, beserta susunan ruanganya.

Gbr : pola pembagian susunan ruangan pada Nabolon

a. Sopo.

Sargeant & Saleh (1973), mendeskripsikan sopo sebagai

bangunan dengan 3 tingkat lantai (level). Lantai tanah di kolong

rumah digunakan untuk kandang ternak. Lantai kedua berjarak

±1.60 m di atas tanah, merupakan lantai untuk aktivitas sehari-hari

atau tempat para pemuda tidur di malam hari. Lantai ketiga

merupakan loteng di bawah atap yang ditopang tiang kokoh yang

19

Page 20: arsitektur tradisonal

berjumlah biasanya 6 buah, digunakan untuk menyimpan beras.

Sedangkan ruma dikenali dengan adanya tangga dan pintu tingkap

di lantai, meskipun ada beberapa rumah yang memiliki tangga dan

pintu masuk di depan; serta dinding yang melingkupi ruang dalam.

Tinggi lantai dari atas tanah ±1.60 m dan kolong juga digunakan

untuk kandang hewan ternak.

Tahapan membangun ruma dijelaskan dalam Boer (1920),

dimulai dengan memilih kualitas kayu melalui uji suara batang

kayu. Batang kayu yang bersuara paling jernih ketika dipukul akan

diletakkan pada pojok kanan rumah, atau posisi A pada Gambar

2.11. Terbaik kedua akan diletakkan pada posisi O, kemudian

posisi G dan yang paling jelek diletakkan pada posisi H. Peletakan

kolom ini selaras dengan pembagian ruang dimana pemilik rumah

akan tidur di pojok kanan rumah (Jabu bona) dekat perapian, sisi

terpenting dari rumah ada di sebelah kanan. Setelah memosisikan

dan mendirikan keempat tiang pada posisi masing-masing,

selanjutnya tiang yang lainnya akan didirikan dan dijajarkan dari

bagian depan rumah.

Gambar 2.11 Denah peletakan kolom pada jabu

Sumber: Boer (1920)

20

Page 21: arsitektur tradisonal

Rumah tempat penyimpanan sopo di kerjakan secara gotong

royong sesuai dengan prinsip prinsip adat.Bahan bahan

bangunan yangdigunakan di perbuat dari kayu dengan tiang

tiang yang besar da kokoh,tipeya seperti rumah tempat

tinggal.Pada ujung atapnya sebelah muka sering diletakan

tanduk kerbau jantan

Rumah tempat penyimpanan(lumbung) letaknya persis

dihadapan tapi ada juga di samping rumah tempat tinggal yang

hanya diantarai halaman rumah lebih kurang 10 atau 20

m,maksudnya agar lumbung dapat di awasi sewaktu waktu

oleh pemiliknya dari tempt tinggalnya

1.Tipologi

Tipologi sopo adalah seperti halnya rumah adat tempat tinggal

yakni jenis rumah panggung atau berkolong.Lantainya bikan

di atas kolong tetapi di dekat atap Dari kolong orang masuk ke

sopo harus memakai tangga,pertama yakni tangga yang

menhubungkan tanah dengan lantai sopo dan kedua tangga

yang menghubungkan lantai sopo dengan lantai atas inilah

pada umumnya yang dipergunakan sebagai tempat menyimpan

dan jumlah anaktangganyapun harus ganjil yaitu antara

5,7,dan 9. Bentuk sopo terdiri dari tga bagian yaitu:bagian

bawah disebut kolong sebagai tempat ternak,bagian tengah di

atas kolong mempunyai lantai digunakan sebagai tempat

menenun,menganyam dan lain lain dan bagian atas terdapat

ruangan antara lantai tas dengan atap dan digunakan sebagai

tempat padi dan lain lain. Hal ini melambangkan tri tunggal

benua juga seperti halnya ruah tempat tinggal,ada kalanya

21

Page 22: arsitektur tradisonal

sopo dijadikan tempat tinggal dengan melengketkan dengan

halnya melengketkan dinding pada tiap-tiap sisi.

A. Bentuk bagian – bagian.

Pada umumnya bentuk bagian – bagian yang terdapat pada rumah

hampir sama dengan sopo, kalaupun ada perbedaan itu ihanya perbedaan

kecil saja. Di samping itu ada juga bentuk bagian – bagian yang terdapat

ruma, tetapi tidak ada pada sopo dan sebaliknya. Kalau di perhatikan denah

dari sopo, jenis sopo siualu sopo yang jumlah tiangnya delapan lebar 5,875

m dan panjang 10,725 m/

Tiang soo bentuknya bulat, pangkalnya ke atas ujungnya ke bawah

yakni ke pondasi atau batu ojahan. Tiang ini makin ke atas makin besar

sedang makin ke bawah makin kecil. Garis menengah pada umumnya 15

inci 40 cm, tinggi 3,45 m di ukur mulai dari atas batu ojahan. Sedang batu

ojahan tingginya dan tanah 0,50 m.

Sopo siualu, tiang besarnya berjumlah delapan, empat di sebelah kana

dan empat di sebelah kiri. Tiang-tiang pembantu berjumlah dua puluh

enam, yakni tiga belas di sebelah kanan dan tiga belas di sebelah kiri dan

tambah lagi dengan tiang pembantu yakni 6 di muka dan 6 di belakang.

Jadi secara keseluruhan tiang pembantunya berjumlah 2 x 13 + 2 x 6 buah

= 38 buah, di samping tiang rumahnya delapan buah, tinggi tiang pembantu

1,95 m garis tengah 8 inci 20 cm, bentuknya bulat.

22

Page 23: arsitektur tradisonal

Gambar denah sopo

23