Askep Stroke

Embed Size (px)

Citation preview

1 BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan baik fisik, mental, sosial, maupun ekonomi, karena kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif, namun seiring dengan kemajuan pembangunan perilaku kesehatan mengalami kemunduran kecenderungan masyarakat kurang baik seperti: merokok, mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol yang belebihan, minum minuman berkafein, serta memakan sayu ran hijau yang berlebihan tentunya hal ini akan mengakibatkan penyakit hipertensi dan apabila hipertensi tidak diatasi dengan baik maka akan mengakibatkan stroke.

Namun demikian stroke merupakan satu jenis penyakit yang sebenarnya dapat dicegah karena banyak faktor penyebab resiko stroke resiko stroke dapat dimodifikasi, pada kasus stroke penting ditangani secara multi disiplin dengan memanfaatkan waktu kritikal dimana kasus stroke sedang progresif melalui pemberian asuhan yang paripurna. Sehingga kematian jaringan otak progresif dapat dihambat dan kematian serta kecacatan mungkin dapat dikurangi.

Stroke aalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai arah ke bagian otak (Brunner dan Sudarth, 2001).

Stroke merupakan masalah neurologik primer didunia, meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir. Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18 37 % untuk stroke 1

2 pertama dan sebesar 62 % untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2.000.000 orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan dari angka 40 % memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (patofisiologi konsep klinis penyakit, 2005).

Setiap tahun stroke menyerang sekitar 15 juta orang diseluruh dunia. Di Amerika Serikat lebih kurang 5 juta orang pernah mengalami stroke. Sementara di Inggris terdapat 250.000 orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia, khususnya di Indonesia setiap tahun diperkirakan 500.000 orang mengalami serangan stroke. Di jumlah itu sekitar 2,5 % diantaranya meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami cacat ringan maupun berat.

Di kota besar seperti Jakarta dengan tingkat stress yang tinggi karena adanya tuntutan hidup yang meningkat dan pola yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan siap saji atau instan merupakan salah satu faktor dapat menyebabkan penyakit stroke. Menurut catatan medical record jumlah klien yang dirawat di ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto dengan Stroke Haemoragic selama 1 minggu dari tanggal 06-11 Juni 2011 sebanyak 1 orang dari 12 pasien yang ada.

Melihat angka kejadian tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. N Dengan Stroke Haemoragic di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

3 B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mendapatkan informasi atau gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke haemoragik di ruang ICU RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien Tn. N dengan dengan stroke haemoragik. b. Penulis mampu menentukan masalah keperawatan pada klien Tn. N dengan dengan stroke haemoragik. c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. N dengan dengan stroke haemoragik. d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. N dengan dengan stroke haemoragik. e. Penulis mampu melaksanakan evaluasi pada klien Tn. N dengan dengan stroke haemoragik. f. Penulis mampu mengidentifikasikan kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus. g. Penulis mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambar serta dapat mencari alternatif atau jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. h. Penulis Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

C. Ruang Lingkup Penulis hanya membahas asuhan keperawatan pada klien Tn. N dengan stroke haemoragik diruang ICU RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat.

4 D. Metode Penulisan Metode yang digunakan oleh penulis dalam menyusun makalah ini adalah metode deskripsi dengan menggunakan teknik: 1. Observasi Yaitu penulis melakukan pengamatan langsung dalam mencari data penunjang masalah kesehatan klien dengan stroke haemoragik. 2. Wawancara Penulis melakukan wawancara langsung kepada klien dan keluarga terdekat. 3. Pemeriksaan Fisik Penulis memeriksa kondisi klien melalui inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. 4. Teknik Dokumentasi Yaitu penulis melihat dan mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan dan catatan perkembangan mengenai kasus klien. 5. Studi Pustaka Penulis mempelajari buku-buku literature untuk mendapatkan konsep dasar dalam proses penyusunan makalah secara teoritis yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk kasus kelolaan.

E. Sistematika Penulisan Penulisan laporan ini terdiri dari lima bab yaitu: BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan teoritis, terdiri dari pengertian, klasifikasi stroke, etiologi, patofisiologi (proses penyakit, manifestasi klinis, komplikasi) penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi)

5 BAB III Tinjauan kasus terdiri dari, pengkajian (data dasar, resume, data fokus, dan analisa data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. BAB IV Pengkajian, Diagnosa keperawatan,Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi. BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

6 BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Stroke adalah sindrom klinis awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa deficit neurologist fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatic. (Arief Mansjoer, 2000).

Stroke adalah defisit neorogi yang mempunyai kaitan mendadak, dan berlangsung 24 jam, sebagai akibat dari CVD (Hudak Gallo, 2000).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh terhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner & Suddarth, 2001).

Stroke adalah cidera vaskuler akut pada otak berarti bahwa stoke adalah suatu cidera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. (Valery, 2006).

Stroke ialah bencana atau gangguan peredaran darah di otak. (Lumbantobing, 2007).

B. Klasifikasi Stroke 1. Menurut etiologinya : a. Stroke Hemoragik Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat

6

7 melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (pendarahan intraserebral, pecahnya aneunisme dan tomur otak yang mengalami pendarahan). b. Stroke Non Hemoragik Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli serebral, biasanya terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi askemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik. 2. Sroke menurut perjalanan penyakitnya a. TIA (Transient Ischemic Attoks) Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala hilang < 24 jam b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit) Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang < 24 jam tapi tidak lebih dari 1 minggu. c. Progesif Stroke Inevaluation Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala makin lama semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai beberapa hari. d. Stroke Lengkap Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit memperlihatkan perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke inevaluatior. Bentuk kelainan sudah menetap, gangguan neurologis sudah maksimal/berat sejak awal serangan.

8 C. Etiologi 1. Trombosis Trombosis merupakan penyebab utama dari stroke, sering terjadi pada pembuluh darah yang mengalami arterosktesosis. Terbentuknya trombosis biasanya

dipercabangan arteri dan umumnya pada permukaan antara arteri karetis internal dan arteri vertebra atau antara arteri vertebra dan arteri basiler. Trombus sering terjadi pada usia dan jantung asterosklerosis. Stroke karena trombosis akan lebih berat bila didahului TIA. 2. Emboli Serebral Emboli yang terjadi berupa bekuan darah, lemak, bakteri, tumor dan udara sehingga menyebabkan sumbatan. Tempat disangkutnya/berhentinya embelus umumnya di pembuluh darah kecil. Emboli berasal dari jantung kiri atau plaqe di arteri karotis yang mengalami arterosklerosis. Daerah yang mengalami stroke adalah daerah yang dialiri oleh arteri serebral medials. 3. Iskemia/TIA Iskemia yang terjadi karena trombus atau ploqi arteresklerosis yang terlepas sehingga menggangu aliran darah atau menyumbat. TIA merupakan keadaan awal atau serangan sebelum stroke atau sering disebut anginaserebral stroke yang terkena iskemia dapat terjadi 6 bulan setelah menderita TIA atau mengalami TIA secara berulang. 4. Perdarahan Serebral Berdasarkan serebral merupakan penyebab stroke yang paling total pembuluh darah yang pecah menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak atau area sekitarnya. a. Perdarahan ekstradural (perdarahan epidural) Terjadi karena fraktur tengkorak dan sobekan pada arteri serebral media

9 b. Perdarahan Subdusal (antara durameter dan subarakhnoid) Pada dasarnya sama dengan perdarahan epidual, tapi pembuluh darah yang pecah adalah vena, terjadi dalam periode yang lama sehingga terjadi hemator menyebabkan di dalam otak meningkat. c. Perdarahan Intraserebral Terjadi karena klien dengan hipertensi atau arterosklerosis serebral terjadi juga karena perubahan degeneratif penyakit yang biasanya ruptur pembuluh darah. Faktor Resiko 1. Non Rovensible a. b. c. d. 2. Usia Ras Kelurahan Jenis kelamin

Reversible a. b. c. d. e. f. Hipertensi Penyakit jantung DM Hiperlipidema Obesitas Kebiasaan kehidupan : diet, merokok, alkohol, dan kurang aktivitas/olah raga.

D. Patofisiologi 1. Proses Penyakit Trombosis serebral yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami akluis sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan

10 kongesti. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak adalah ateroskerosis (mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas dinding pembuluh darah) dan hiper kuagulasi pada policytemia.

Stroke juga dapat terjadi karena adanya emboli yang merupakan penyumbat pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri cerebral.Emboli dapat terjadi karena katup-katup jantung yang rusak akibat RHD, MCI, hibrilaasi dan endokarditis

Perdarahan intra cranial dan intra cerebral juga merupakan salah satu penyebab stroke. Perdarahan dapat terjadi karena arteriosclerosis dan hipertensi, akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenchim yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin herniasis otak.

Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh rupture arteri serebri ekstravasasi darah terjadi didaerah otak dan atau sub arachnoid, sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar tempat bekuan darah yang semula lunak dan menyerupai sel merah akhirnya akan terlarut dan semakin mengecil. Otak terletak disekitar tempat bekuan mungkin akan membengkak dan mengalami nekrosia karena kerja enzyim akan terjadi proses pencairan sehingga terbentuk suatu rongga. Akibat dari perdarahan intra serebri akan menyebabkan

11 edema pada otak. Peningkatan tekanan intrakranial dan vasi spsme. Bila hal ini terjadi pada otak akan mengkibatkan parise gangguan bicara, bahkan sampai koma. Penyebab-penyebab lain dari stroke adalah hipoksia umum dan hipoksia setempat

patofisiologi Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral

Gangguan aliran darah ke otak Kerusakan neuromotorik

Pecahnya pembuluh darah otak Perdarahan Intra Kranial

Transmisi impuls UMN ke LMN terganggu

Darah merembes ke dalam parenkim otak Penekanan pada jaringan otak

fungsi otak menurun

Kerusakan pada lobus frontael/area broca Dan Kelemahan otot progresif lobus temporalo/area weriek Mobilitas terganggu

Peningkatan TIK GANGGUAN MOBILITAS FISIK GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL ADL dibantu DEFISIT PERAWATAN DIRI

apasia global

GANGGUAN PERFUSI JARINGAN OTAK Pasien bedrest penekanan lama pada daerah punggung dan bokong Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

12 2. Manifestasi Klinis a. b. c. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah. Mual muntah Fotofobia, terjadi karena perdarahan subara chnoid akibat pecahnya aneurisma intrakanial. d. e. f. Kaku kuduk Penurunan kesadaran Kerusakan motorik. Stroke menyebabkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. g. h. Kerusakan komunikasi. Stroke merupakan penyebab afasia yang paling umum. Manifestasi disfungsi bahasa dan komunikasi dapat berupa : 1) Disatria ( kesulitan bicara ) 2) Disfasia atau afasia ( kehilangan bicara ) 3) Apraksia yaitu ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya. i. j. k. Gangguan persepsi. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis. Disfungsi Kandung kemih.

Untuk mempermudah mengenal gejala stroke, dapat digunakan Prehospital Stroke Scale : a. Mulut Mengok ( Facial drop ) Abnormal bisa satu sisi wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau memperlihatkan gigi.

13 b. Arm Drift Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun kebawah apalagi bila disertakan pronasi : ketika pasien disuruh menutup mata dan mengangkat kedua lengan selama 10 detik. c. Bicara Abnormal Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara pelo. 3. Komplikasi a. b. c. d. Hipoksia serebral Aliran darah serebral Emboli serebral Komplikasi lanjut 1) Imobilitas 2) Kontraktur 3) Tromboflebilitas 4) ISK 5) Abrosi kornea 6) Nyeri karena tekanan 7) Himiporose atau defisit neurologi

E. Penatalaksanaan Medis 1. Mengatasi kerusakan iskemia serebral: beri O2 sesuai program, glukosa dan aliran darah yang adekuat. 2. Mengendalikan TD (mencegah TIK): posisi kepala 15-30, hindari fleksi rotasi kepala, diuretik osmotik (manitol), pemberian dexameason (anti inflamasi).

14 3. Terapi farmakologi: a. b. c. d. e. Mempertahankan perfusi dan oksigenisasi otak: tonral. Mempertahankan metabolisme jaringan otak: nicolin, nootropil. Mempertahankan daya tahan tubuh: neurobion. Hemodinamik: menurunkan viskositas darah. Pembedahan (craniotomi).

F. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktifitas/istirahat Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis, Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot). Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spatis);paralitik dan terjadi kelemahan umum Gangguan penglihatan Gangguan tingkat kesadaran b. Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat penyakit janting, polisitemia, riwayat hipotensi postural Tanda : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya

embolisme/malformasi vascular Disritmia, perubahan EKG Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal

15 c. Integritas Ego Gejala Tanda : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa. : Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan mengekspresikan diri. d. Eliminasi Gejala : Inkontenensia urine, anuria Distensi abdomen, bising usus negative e. Makanan/cairan Gejala : Nafsu makan hilang Mual dan muntah selama fase akut (peningkatan TIK) Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, tenggorok, disfagia Tanda f. : Kesulitan menelan (gangguan palatum dan faringeal).

Neurosensori Gejala : Sinkope/ pusing Sakit kepala akan sangat berat dengan adanya perdarahan intra serebral/subaraknoid. Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi serangan TIA, yang dikemukakan dalam berbagai derajat stroke jenis yang lain), sisi yang terkena terlihat seperti mati/lumpuh/ penglihatan menurun. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Sentuhan: hilangnya rasa sensorik kolateral pada ekstremitas Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, biasanya terjadi koma pada tahap riwayat hemoragis: ketidaksadaran akan tetap jika penyebabnya adalah trombosit yang bersifat alami, gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang). Gangguan fungsi kognitif

16 (seperi penurunan memori, pemecahan masalah) ekstrimitas kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis stroke) gangguan tidak sama, reflek tanda melemah secara kontralateral. Pada wajah seperti paralysis atau parase (ipsilateral). Afasia: gangguan/kehilangan fungsibahasa mungkin afasia motorik (kesulitan mengungkap motorik kata-kata) saat pasien kehilangan ingin kemampuan

menggunakan (apraksia). Kehilangan

menggerakkannya

kemampuan

untuk

mengenali

atau

menghayati

masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik Ukuran atau reaksi pupil tidak sama Kekakuan nukal dan kejang g. Nyeri Kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda (karena arteri karotis terkena). Tanda h. : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah ketegangan pada otot/fasia.

Pernafasan Gejala Tanda : Merokok/ faktor resiko. : Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas. Timbulnya pernapasan sulit dan/atau teratur Suara napas terdengar/ ronkhi (Aspirasi sekresi)

17 i. Keamanan Tanda : Motorik atau sensorik, masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh dan, kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (stroke kanan) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik j. Interaksi Sosial Tanda k. : Kesukaran bicara, berkomunikasi.

Pendidikan kesehatan Gejala : Riwayat hipertensi/ stroke dalam keluarga.

l.

Pemeriksaan diagnostik 1) Tomografi Komputer Untuk mengetahui penyebab dan lokasi stroke 2) Angiografi Serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik okulasi atau rupture. 3) CT Scan Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark. Catatan : mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan tersebut. 4) Fungsi Lumbal Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intrakranial.

18 Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. 5) MRI Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena ( MAV ) 6) Ultrasonografi Doppler Mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah sistem arteri korotis ( aliran darah / Muncul plak ) arteriosklerotik ) 7) EEG Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 8) Sinar X tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas : kalsifikasi krorotis interna te rdapat pada trombosis serebral : kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.

2.

Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan sereral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular: kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif c. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral

19 d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi f. g. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perceptual Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif.

3.

Intervensi Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat. Kriteria hasil : 1) Mempertahankan motorik/sensori 2) Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK 3) Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan deficit Intervensi : 1) Temukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK. R: kerusakan/kemunduran tanda dan gejala neurologist atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan. 2) Pantau status neurologist dan bandingkan dengan keadaan normal tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif dan

20 R : mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP 3) Pantau tanda-tanda vital R: variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada daerah vasomotor otak 4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. R : reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam keadaan baik. 5) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral) R : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat seperti antikoagulasi, antifibrolitik dan antihipertensi 7) Kolaborasi dengan petugas laboratorium seperti pemeriksaan nasa protrombin dan kadar dilantin

b.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular : kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan mobilitas fisik teratasi. Kriteria hasil : 1) Mempertahankan posisi optimal dengan tidak adanya kontraktur, footdrop 2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena

21 3) Mempertahankan integritas kulit Intervensi : 1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur R : mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan 2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam R : menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan 3) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas R : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur, menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis 4) Tinggikan tangan dan kepala R : meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema 5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi R : mempertahankan posisi fungsional 6) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda lain dari gangguan sirkuasi R : jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma 7) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang meonjol secara teratur R : titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia. 8) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan resistif R : menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan 9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot seperti

baklofen dan dantrolen

22

c.

Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan komunikasi teratasi. Kriteria hasil : 1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi 2) Membuat metode komunikasi Intervensi : 1) Kaji tipe/derajat disfungsi R : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi 2) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik 3) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik 4) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek R : menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) 5) Berikan metode komunikasi alternative seperti menulis di papan tulis, menggambar. R : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan.

23 6) Diskusikan mengenai hal-hal yang dikebal pasien seperti pekerjaan dan hobi R : meningkatkan percakapan yang bermakna 7) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara R : pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi.

d.

Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan perubahan sensori persepsi teratasi. Kriteria hasil : 1) Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual 2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual Intervensi : 1) Lihat kembali proses patologis individual R : kesadaran akan tipe/daerah yang terkena mengkaji/mengantisipasi deficit spesifik dan perawatan 2) Evaluasi adanya gangguan penglihatan R : berdampak negative pada kemampuan pasien untuk menerima lingkungan 3) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabitan yang berbahaya R : menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan 4) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul membanty dalam

24 R : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuain dari gerak yang mengganggu ambulasi. 5) Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan. R : meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma 6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan R : menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan 7) Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek. Pertahakan kontak mata R : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang pertahian atau masalah pemahaman.

e.

Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan defisit perawatan diri teratasi. Kriteria hasil : 1) Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. 2) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri Intervensi :

25 1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari. R : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual. 2) Sadari perilaku/aktivitas impulsive karena gangguan dalam mengambil keputusan. R : dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien 3) Letakkan makanan dan alat-alat lainnya pada sisi pasien yang tidak sakit R : memudahkan pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri 4) Gunakan alat bantu pribadi R : pasien dapat menangani diri sendiri, meningkatkan kemandirian dan harga diri 5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi R : memberi bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

f.

Resiko kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/ perceptual Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi kerusakan menelan. Kriteria hasil : 1) Mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah 2) Mempertahankan berat badan yang ideal

26 Intervensi : 1) Catat luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan melindungi jalan nafas. Timbang BB secara teratur sesuai kebutuhan. R : untuk menentukan intervensi nutrisi/pilihan rute 2) Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan. R : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi. 3) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu. R : memberikan simulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan. 4) Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang. R : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar. 5) Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk minum. R : menguatkan otot fasial dan menurunkan resioko terjadinya tersedak. 6) Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk. R : jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi, harus dicarikan metode alternative lain untuk makan. 7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian makanan melalui IV dan/atau makanan melalui selang R : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

27 g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien dan keluarga bertambah. Kriteria hasil : 1) Berpartisipasi dalam proses belajar 2) Mengungkapkan terapeutik 3) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan Intervensi : 1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori R : deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas intruksi. 2) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang. R : aktivitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi. Mengikuti cara tersebut merupakan suatu hal penting pada kemajuan pemulihan/pencegahan komplikasi. 3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri R : berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan/perlu direncanakan berdasarkan pada kebutuhan secara individual 4) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berpikir R : simulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berpikir. pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan

28 5) Indentifikasi factor-faktor resiko individual seperti hipertensi, obesitas, merokok, arterioklerosis dan perubahan pola hidup yang penting R : meningkatkan kesehatan secara umum dan menurunkan resiko kambuh. 6) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan control secara medis, contohnya perubahan fungsi penglihatan, sensorik, motorik, gangguan respon mental atau perilaku dan sakit kepala yang hebat. R : evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan resiko terjadinya komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.

4.

Implementasi Keperawatan Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawa dengan tan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawata harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak hak dari klien serta dalam memahami tingkat perkembangan klein. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.

Tujuan dari pelaksaan keperawatan yaitu membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.

29 5. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap mekanisme umpan balik diman perawat menilai tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dengan demikian evaluasi dapat berupa evaluasi formatif maupun evaluasi sumatif.

Evaluasi formatif dilakukan terus menerus selama melakukan tindakan keperawatan. Evaluasi ini berguna untuk menilai setiap dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam menentukan keefektifan rencana atau menentukan apakah rencana tersebut dapat diteruskan, perlu diubah, atau sudah tercapai.

Evaluasi sumatif adalah evaluasiakhir yang menggambarkan apakah tujuan akhiir tercapai atau tidak sesuai dengan rencana tindakan atau hanya tercapai sebagian atau bahkan timbul masalah keperawatan yang baru.

Adapun hasil evaluasi yang diharapkan pada klien dengan stroke haemoragik diantaranya ialah: a. b. c. d. e. f. g. perfusi jaringan serebral adekuat. kerusakan mobilitas fisik teratasi. kerusakan komunikasi teratasi perubahan sensori persepsi teratasi defisit perawatan diri teratasi. tidak terjadi kerusakan menelan. pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

30 BAB III TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian Ruang/ Kelas Nomor Register Diagnosa Medis Tanggal Masuk

: 07 Juni 2011 : ICU : 37 40 70 : Stroke Haemoragic : 07 Juni 2011

A. Pengkajian 1. Identitas Klien Klien bernama Tn. N berusia 50 tahun, berjenis kelamin laki laki, status pernikahan kawin, beragama Islam, suku bangsa Sunda, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir klien SMA, klien bekerja sebagai TNI, dengan pangkat Tamtama. Klien bertempat tinggal di Kampung Panancangan Desa Cimenteng Jaya. Sumber biaya berasal dari Askes. Informasi didapat dari keluarga klien, dan status klien. 2. Resume Tn. N datang ke ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat diantar oleh perawat IGD pukul 22.00 WIB dengan keadaan tidak sadar. Kesadaran klien sopor, terpasang infuse RL pada kedua tangan kanan dan kirinya, terpasang keteter dengan volume urine 300 cc, NGT, dan ETT, serta di lakukan bantuan nafas dengan menggunakan ambubag.

30

31 3. Riwayat Keperawatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto karena keluar busa dari mulut klien sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit, keluarga tidak mengetahui factor pencetusnya, timbulnya secara mendadak, upaya yang dilakukan keluarga klien selama ini yaitu pergi berobat di rumah sakit. b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi, baik alergi obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien tidak memiliki riwayat kecelakaan, klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien tidak memiliki riwayat alergi obat. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM. c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keterangan: : laki laki : hubungan keluarga

32 : perempuan : hubungan perkawinan

: meninggal

: tinggal satu rumah

: klien

d.

Riwayat Psikososial Dan Spiritual Keluarga klien mengatakan orang terdekat klien saat ini adalah istri klien. Interaksi dalam keluarga harmonis dengan pola komunikasi terbuka, pembuat keputusan adalah keluarga atau secara musyawarah, dan klien mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Dampak penyakit klien terhadap keluarga ialah keluarga menjadi sangat khawatir dengan kondisi klien saat ini. Keluarga klien terlihat sangat mensupport klien agar cepat sembuh. Keluarga perhatian penuh terhadap perawatan klien dan menginginkan perawatan yang terbaik untuk kesembuhan klien. Tugas perkembangna klien menurut usia saat ini ialah bekerja. Tidak ada nilai nilai yang bertentangan kesehatan klien, aktivitas keagamaan yang biasa dilakukan klien ialah shalat lima waktu dan berdoa kepada Allah SWT.

e.

Kondisi Lingkungan Rumah Keluarga klien mengatakan kondisi rumahnya bersih, selalu disapu dan dipel setiap hari. Lingkungan sekitar rumah klien padat, tetapi tidak kumuh. Rumah klien jauh dari polusi udara dan bising perusahaan atau pabrik.

f.

Pola Kebiasaan Di Rumah Sakit Saat dirumah sakit klien makan melalui NGT dengan D 5% 6 x 50 cc dan Peptisol 6 x 100 cc. BB klien 60 kg dan TB 170 cm.

33 Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan oleh perawat ruangan, oral hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh perawat ruangan dengan menggunakan Gargarisma, klien tidak mencuci rambut.

4.

Pengkajian Fisik a. Sistem Penglihatan Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, korne normal, sklera anikterik, pupil isokor, otot otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda tanda radang, tidak menggunakan kaca mata maupun lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik. b. Sistem Pendengaran Daun telinga normal, kondisi telingan normal, tidak ada cairan dari telinga, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu pendengaran. c. Sistem Wicara Tidak terkaji karena kesadaran klien sopor. d. Sistem Pernapasan Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum kental berwarna kuning, klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15, irama teratur, klien tidak batuk, suara napas ronkhi. e. Sistem Kardiovaskular Sirkulasi perifer, nadi 98 x/ menit dengan irama teratur dan denyut kuat, TD: 174/90 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis pada kanan dan kiri, temperatur kulit dingin, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada

34 edema. Kecepatan denyut apical 102 x/ menit dengan irama teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung. f. Sistem Hematologi Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Januari 2010, yaitu: Hb : 8,9 gr/ dl Ht : 27 vol% leukosit: 13, 7 ribu/ ul

Trombosit: 271 ribu/ul g. Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran klien sopor, GCS 4, terjadi peningkatan tekanan intra kranial. h. Sistem Pencernaan Keadaan mulut klien tidak ada caries pada gigi, tidak menggunakan gigi palsu, ada stomatitis, lidah kotor, salifa normal, bising usus 10 x/ menit, klien tidak megalami diare, warna feses cokelat dengan konsistensi lembek, hepar tidak teraba, dan abdomen baik. i. Sistem Endokrin Napas tidak berbau keton, klien tidak mengalami poliuri, polidipsi, poliphagia, dan polinefritis. j. Sistem Urogenital Klien terpasang kateter, BAK dengan volume 1300 cc/ hari, warna kuning jernih, tidak ada distensi pada kandung kemih k. Sistem Integumen Turgor kulit sedang, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, keadaan rambut bersih dengan tekstur baik. l. Sistem Muskuloskeletal Tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi. Keadaan tonus otot 0000 0000 0000 0000

35 m. Sistem Kekebalan Tubuh Suhu 35, 7O C, BB sebelum sakit 62 kg, BB setelah sakit 60 kg, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. 5. Data Penunjang Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri generalisata.

6.

Penatalaksanaan a. IVFD 1) RL : NaCl 0,9 % (1:2) 60 % 2) Gelofusin 60 % 3) Perdipin 10/50 4) Myloz 45/45 5 cc/ jam 5) Manitol 4 x 125 cc 6) Dipeptiven untuk 5 hari 100 cc b. Obat 1) Ceftriaxone 1 x 2 gr 2) OMZ 2 x 40 mg 3) Phenitoin 3 x 100 mg 4) Citicolin 2 x 500 mg 5) Sohobion 5000 1 x 1 amp 6) Vit. C 1 x 400 mg

36 DATA FOKUS Nama Klien/ Umur No. Kamar/ Ruang : Tn. N/ 50 tahun : D3/ ICU Data Obyektif 1. Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum kental berwarna kuning. 2. Klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15. 3. Suara napas ronkhi. 4. Tingkat kesadaran klien sopor. 5. GCS 4. 6. Terjadi peningkatan tekanan intra kranial. 7. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan oleh perawat ruangan. 8. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh perawat ruangan dengan menggunakan Gargarisma. 9. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7 oC. 10. Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel generalisata. disertai edema serebri

Data Subyektif

37 11. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 07 Juni 2011 Hb : 8,9 Ht : 27 Eritrosit : 3,3 Leukosit : 13.700 Trombosit : 271.000 MCV : 83 MCH : 27 MCHC : 33 Albumin : 2,5 Ureum : 75 Kreatinin : 145 Natrium : 2,9 Kalium : 99 Klorida : 178 pH : 7,477 PCO2 : 27,8 PO2 : 212,2 HCO3 : 20,8 Base exces : -1,8 O2 saturation : 98,8

38 ANALISA DATA

Nama Klien/ Umur No. Kamar/ Ruang No. 1. DS : DO:

: Tn. N/ 50 tahun : D3/ ICU Data Masalah Bersihan jalan Etiologi Akumulasi

nafas secret

a. Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum kental inefektif berwarna kuning. b. Klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15. c. Suara napas ronkhi. d. Tingkat kesadaran klien sopor. e. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7 oC.

2.

DS : DO: a. Tingkat kesadaran klien sopor. b. GCS 4. c. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7 oC. d. Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri generalisata.

Perubahan perfusi jaringan serebral

Hemoragi, edema serebral.

3.

DS : DO:

Kerusakan mobilitas

Paralisis

a. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan fisik oleh perawat ruangan. b. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh perawat ruangan dengan menggunakan Gargarisma.

39 B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, ditemukan pada tanggal 07 Juni 2011. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral, ditemukan pada tanggal 07 Juni 2011. 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis, ditemukan pada tanggal 07 Juni 2011.

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi 1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan jalan nafas efektif. Kriteria hasil: a. b. c. d. TTV dalam batas normal Kesadaran klien membaik. GCS 15 Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.

Perencanaan: a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan. R/ : Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas.

40 b. Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler R/ : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang dan mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan napas. c. Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat warna dan kekeruhan dari secret. R/ : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan. d. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll). R/ : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama). e. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien). R/ : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung hidung mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan perifer. f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit R/ : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat menurunkan

hipoksemia jaringan. pemberian oksigen nasal untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh yang kekurangan untuk kebutuhan miokard untuk melawan hipoksia/iskemia.

41 g. Monitor analisis gas darah R/ : Memantau kecukupan kebutuhan oksigen, pemeriksaan AGD dapat diketahui terjadinya hipoksia ataupun gangguan keseimbangan asam basa, sehingga dapat membantu dalam pemberian terapi. Pelaksanaan: Selasa, 07 Juni 2011 Pukul 22.10 WIB Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit, klien terpasang ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15. Pukul 22.15 WIB Memonitor frekuensi dan kedalaman pernapasan, klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15. Pukul 22.20 WIB Meninggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler, klien berbaring dengan posisi semi fowler. Pukul 22.30 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam

melakukan suction, secret berwarna kuning kental. Pukul 22.40 Mengauskultasi suara paru, suara paru ronkhi. Pukul 22.45 WIB Mengkaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien), tidak ada tanda-tanda sianosis. Pukul 04.00 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam mengambil darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,477, PCO2 : 27,8, PO2 : 212,2, HCO3 : 20,8, Base exces : -1,8, O2 saturation : 98,8. Rabu, 08 Juni 2011 Pukul 21.00 WIB Memonitor frekuensi dan kedalaman pernapasan, klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15. Pukul 21.15 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam melakukan suctionm, secret berwarna kuning kental. Pukul 21.30 WIB Mengauskultasi suara paru, suara paru masih ronkhi. Pukul 21.45 WIB Mengkaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien), tidak ada tanda-tanda sianosis. Pukul 04.00 WIB

42 Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam mengambil darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2: 145,8, HCO3 : 21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7. Evaluasi: Rabu, 09 Juni 2011 pukul 07.30 WIB S O : : Klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15, secret berwarna kuning kental, suara nafas ronkhi, tidak ada tanda-tanda sianosis, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2: 145,8, HCO3 : 21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7 A P : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai. : Intervensi dilanjutkan

2.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat. Kriteria hasil: a. b. c. d. TTV dalam batas normal Kesadaran klien membaik. GCS 15 Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.

Perencanaan: a. Kaji status neuralgis R/ : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial penurunan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan resolusi kerusakan SSP.

43 b. Tentukan factor factor yang berhubungan dengan penyebab khusus selama penurunan perfusi. R/: Mengetahui keadaan umum klien, memantau adanya peruabahan yang mencolok dan untuk penetapan intervensi. c. Ukur TTV R/ : Mengetahui keadaan umum klien dan memantau adanya perubahan yang mecolok d. Posisikan klien dengan posisi kepala agak ditinggikan dalam posisi anatomis R/ : Menurunkan tekanan arteri dengan menaikan drainage dan menaikan sirkulasi/ perfusi serebral. e. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan (batuk terus) R/ : Manuver valvasa dapat menaikan TIK dan memperbesar resiko perdarahan . Pelaksanaan: Selasa, 07 Juni 2011 Pukul 22.25 WIB Mengkaji status neurologis. Dengan cara menilai GCS, kesadaran spoor, GCS px E2 M2 V0 = 4. Pukul 22.35 WIB Menentukkan factor factor yang berhubungan dengan penyebab khusus selama penurunan perfusi, dari hasil CT Scan didapatkan data adanya hematoma pada thalamus kiri. Pukul 23.00 WIB Mengukur TTV tiap 1 jam, TD : 175/84 mmHg, N : 95 x/mnt, S : 35,8 oC, RR : 12 x/mnt. Pukul 05.00 WIB Memposisikan klien dengan posisi kepala agak di dirikan dan dalam posisi anatomis, klien belum bisa untuk merubah posisi. Pukul 05.15 WIB Mencegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa ( batuk batuk terus), klien tidak mengejan ataupun batuk karena kesadaran klien sopor.

44 Rabu, 08 Juni 2011 Pukul 21.40 WIB Mengkaji status neurologis. Dengan cara menilai GCS, kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6. Pukul 22.00 WIB Mengukur TTV tiap 1 jam, TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt.Pukul 05.30 WIB Memposisikan klien dengan posisi kepala agak di dirikan dan dalam posisi anatomis, klien belum bisa untuk merubah posisi. Evaluasi: Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB S O : : kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6, TTV: TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt, A P : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai. : Intervensi dilanjutkan

3.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik dapat terpenuhi. Kriteria hasil: a. b. c. Klien dapat untuk merubah posisi (miring kanan). Klien dapat menggerakkan tangan kanan dan kaki kanan. Klien tidak dibantu dalam melakukan aktivitas sehari hari (makan,mandi).

Perencanaan: a. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang,miring) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. R/ : Menurunkan terjadinya trauma jaringan

45 b. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas. R/ : meminimalkan atrofi otot menaikan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. c. Gunakan penyangga lengan ketika klien berada posisi tegak sesuai indikasi R/ : selama paralisis flaksid penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasio lengan dan sindrom bahu-lengan d. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. R/ : Mempertahankan posisi fungsional e. Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi. R/ : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat. f. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak sesuai kebutuhan. R/ : Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya dekubitus. Pelaksanaan: Selasa, 07 Juni 2011 Pukul 24.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring ) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah.Pukul 05.30 WIB Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien sopor. Pukul 06.00

46 WIB Menggunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam posisi tegak sesuai indikasi, klien tidak dapat melakukan posisi tegak, kesadaran klien sopor, klien hanya terlentang. Pukul 06.20 WIB Memposisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi, posisi lutut ekstensi. Rabu, 08 Juni 2011 Pukul 05.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring ) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah. Pukul 06.00 WIB Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien sopor. Pukul 06.30 WIB Mengobservasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi, tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik. Pukul 06.40 WIB Menginspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak sesuai kebutuhan, tidak ada luka pada daerah-daerah yang menonjol. Evaluasi: Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB S O :: Klien bisa dimiringkan namun harus disanggah, klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien spoor, tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada luka pada daerah-daerah yang menonjol. A P : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai. : Intervensi dilanjutkan

47 BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus, menganalisa faktor faktor pendukung dan penghambat, serta alternativ pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan disetiap tahapannya. Pembahsan ini mecakup pengkajian, diagnovsa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian merupakan satu langkah awal dalam proses keperawatan. Pada tahap ini penulis melakukan pemgkajian pada klien secara menyeluruh yang penulis dapatkan melalui tehnik anamnesa, tehnik observasi, pemeriksaan fisik, study kepustakaan, dan study dokumentasi.

Penyebab stroke menurut teori yaitu trombosis, emboli serebral, iskemia/TIA, perdarahan serebral, faktor resiko stroke terdiri dari non revensible yaitu usia, ras, jenis kelamin, dan reversible yaitu hipertensi, penyakit jantung, DM, hiperlipidemia, obesitas, kebiasaan kehidupan : diet, merokok, alkohol, dan kurang aktivitas/olah raga.Pada kasus penyebab stroke Tn. N berdasarkan hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri generalisata dan menurut keluarga klien Tn. N memiliki penyakit hipertensi dan DM. Gejala klinik yang dialami klien tidak jauh berbeda dengan teori yaitu penurunan kesadaran, kerusakan motorik, kerusakan komunikasi.

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan stroke haemoragik yaitu tomografi computer, angiografi serebral, CT Scan, fungsi lumbal, MRI, ultrasonografi Doppler, EEG, sinar 47

48 x tengkorak. Pada klien hanya dilakukan pemeriksaan CT Scan dengan hasil adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri generalisata. Penatalaksanaan medis yang diberikan pada Tn. N tidak jauh berbeda dengan teori.

Adapun faktor pendukung saat dilakukan pengkajian ini adalah keluarga klien sangat kooperatif dalam memberikan informasi tentang masalah kesehatan yang dialami Tn.N, serta tersedianya alat alat pengkajian fisik yang memadai diruangan. Sedangkan faktor penghambat nya adalah tidak kooperatif karena saat dalam pengkajian pasien dalam keadaan tidak sadar atau sopor.

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang terdapat pada teori ada 7 yaitu perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular: kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif, kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral, perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis, deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi, kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perceptual, kurang pengetahuan

berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif.

49 Sedangkan pada kasus ditemukan hanya 3 diagnosa yaitu bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.

Adapun faktor pendukung pada penyusunan diagnosa yaitu tersedianya literatur (referensi) dan data yang menunjang atau mendukung untuk penetapan diagnosa

keperawatan. Penulis tidak menemukan faktor penghambat pada tahap ini.

C. Perencanaan Pada tahap ketiga ini ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan perawatat, yaitu penentuan prioritas, penentuan tujuan dan kriteria hasil, serta penentuan masalah. Penentuan prioritas masalah keperawatan secara teori ditentukan berdasarkan masalah yang mengancam jiwa dan berdasarkan kebutuhan Maslow. Pada kasus Tn. N penulis menetapkan masalah keperawatan yaitu bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret.

Langkah kedua yaitu menentukan tujuan dan kriteria hasil. Penentuan tujuan meng acu pada masalah keperawatan klien dan penentuan kriteria hasil mengacu berdasarkan data data yang ada pada klien. Penentuan kriteria hasil mengacu pada prinsip SMART.

Langkah ketiga yaitu menyusun rencana tindakan yaitu untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada langkah ketiga ini penulis menyusun rencana tindakan berdasarkan teori.

50 Pada tahap ini juga penulis tidak menemukan hambatan. Banyak literatur dan bimbingan perawat ruangan dan bimbingan institusi sangat membantu penulis melakukan tahap perencanaan ini.

D. Pelaksanaan Tahap ini merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat namun tidak semua tindakan mampu dilakukan sesuai rencana karena waktu interaksi dengan klien tidak dalam waktu 24 jam, melainkan kurang lebih 8 jam per hari, oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Secara teori ada tiga langkah dalam proses ini, yaitu tindak keperawatan mandiri, an tindakan keperawatan kolaborasi, dan mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan yang diberikan pada klien. Penulis melakukan tindakan keperwatan mandiri dan kolaboratif dan semua yang penulis lakukan didokumentasikan dalam catatan keperawatan klien. Faktor pendukung yang membuat pelaksanaan tersebut dapat

dilakukan karena kerja sama antara mahasiswa dengan perawat ruangan dalam melakukan setiap tindakan.

E. Evaluasi Evaluasi merupakan umpan balik untuk menilai keberhasilan suatu rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Evaluasi ini meliputi 2 hal, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses didokumentasikan dalam catatan keperawatan berupa respon klien setalah dilakukan tindakan keperawatan, sedangkan evaluasi hasil adalah tahap akhir untuk menilai apakah tujuan tercapai, tercapai sebagian, atau tidak tercapai.

51

Evaluasi proses penulis dokumentasikan dalam bentuk respon klien pada setiap tindakan keperawatan yang penulis lakukan evaluasi hasil didokumentasikan dalam catatan perkembangan dalam bentuk SOAP. Adapun hasil evaluasi sumatif yang dilakukan penulis pada tanggal 09 Juni 2011 bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret masalah belum tertasi dan tujuan tidak tercapai karena k lien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15, secret berwarna kuning kental, suara nafas ronkhi, tidak ada tanda-tanda sianosis, Ph: 7,393, PCO2 : 35,1, pO2 : 145,8, HCO3: 21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral evaluasi pada tanggal 09 Juni 2011 masalah belum teratasi dan tujuan tidak tercapai karena kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6, TTV: TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt,

S : 36 oC, RR : 12 x/mnt. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis evaluasi pada tanggal 09 Juni 2011 masalah belum teratasi dan tujuan tida tercapai karena klien bisa dimiringkan namun harus disanggah, klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien spoor, tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada luka pada daerah-daerah yang menonjol.

Faktor pendukung dalam evaluasi yaitu kerja sama antara mahasiswa dengan perawat ruangan dalam melakukan setiap tindakan dan menilai perkembangan kondisi klien, sedangkan faktor penghambat yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki oleh perawat sehingga masalah belum teratasi.

.

52 BAB V PENUTUP

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. N selama dua hari mulai dari tanggal 07 Juni 2011 sampai dengan 09 Juni 2011 diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta maka penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan dari pengkajian sampai evaluasi. A. Kesimpulan Pada tahap pengkajian ada beberapa hal yang menjadi kesenjangan antara teori dan kasus yaitu pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya CT Scan. Penegakkan diagnosa medis berdasarka gejala klinis yang terjadi pada Tn. N. Tanda dan gejala serta pengobatan yang didapat Tn. N sesuai dengan teori.

Pada kasus Tn. N diagnosa keperawatan yang muncul yaitu bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.

Pada kasus Tn. N penulis menetapkan masalah keperawatan yaitu Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret Penetapan rencana keperawatan sesuai dengan teori.

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis menemui kesulitan dalam melakukan tindakan karena keterbatasan waktu yaitu hanya kurang lebih 8 jam per hari saja, tetapi

52

53 penulis mengatasi hal itu dengan bekerja sama dengan perawat ruangan untuk melanjutkan rencana tindakan.

Pada tahap evaluasi ketiga diagnosa belum teratasi tindakan keperawatan masih dilanjutkan.

B. Saran Adapun saran yang penulis sampaikan untuk rumah sakit, perawat ruangan, serta mahasiswa/ i adalah sebagai berikut: 1. Untuk rumah sakit Supaya mempertahankan serta dapat lebih meningkatkan pelayanan rumah sakit sehingga terwujud rumah sakit berstandar internasional. 2. Untuk perawat ruangan a. b. Untuk dapat memaksimalkan perannya sebagai perawat profesional; Mempertahankan serta meningkatkan asuhan keperawatan yang berkualitas diruangan. 3. Untuk mahasiswa/ i a. Untuk dapat lebih meningkatkan serta menetapkan apa yang telah didapatkan di akademik sesuai SOAP yang ada; b. Harus lebih banyak bertanya apabila kurang mengerti sebelum melakuakn tindakan agar terhindar dari kesalahan.

54 DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. E, dkk. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih bahasa: I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. (2000). Keperawatan kritis. Alih Bahasa: Monica, ED, Adiyanti. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief. (2000). Kapita selekta kedokteran, edisi 3, jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Smeltzer & Bare. (2002). Brunner & Suddarth: Buku ajar keperawatan bedah. Alih Bahasa: Waluyo Agung. (2001)., edisi 8. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi, edisi 6, vol 2. Jakarta: EGC