ASMA Field Trip Fix

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit asma merupakan salah satu penyakit pernapasan kronis yang umum diderita penduduk dunia. Secara global satu dari 20 orang mengidap penyakit asma. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Sehingga proporsi kejadian asma yang terus meningkat diperkirakan dari 45 persen menjadi 59 persen di tahun 2025. Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 % menjadi 5,4 %. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 % hingga 10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2005 yang lalu sudah terdapat 255 ribu penderita yang meninggal dunia karena asma. Sedangkan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), di Indonesia terdapat 4% prevalensi Asma. Sehingga dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 240 juta jiwa berarti terdapat sekitar 10 juta jiwa penderita asma. Dari beberapa penelitian tersebut sudah jelas bahwa penyakit asma ini semakin memburuk dari tahun ke tahun baik dari segi prevalensi penderita maupun dari segi prevalensi mortalitas yang dikarenakan penyakit asma. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yaitu perawat, sudah menjadi tugas seorang perawat untuk ikut memperhatikan kondisi global yang semakin memburuk karena adanya penyakit asma. Sebagai perawat yang profesional kita harus mampu menganalisis dengan jeli berbagai faktor pencetus timbulnya asma, perjalanan penyakitnya, serta manifestasi klinis dari penyakit asma. Dengan menggunakan suatu sistem pengkajian yang runtut, diharapkan seorang perawat mampu mengenali tanda dan gejala dari penyakit asma serta mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita.

1

1.2 Tujuan Dalam membuat laporan ini tujuan yang ingin kami capai adalah : Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui gambaran klinis mengenai asma Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tahap-tahap pengkajian yang tepat untuk penyakit asma Mahasiswa diharapkan mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat untuk penyakit asma 1.3 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan laporan ini antara lain : Mahasiswa mampu memahami patofisiologi beserta manifestasi klinis dari penyakit asma Mahasiswa mampu memahami manajemen farmakologi dan non-farmokologi untuk mengatasi penyakit asma Mahasiswa mampu melakukan pengkajian yang tepat untuk mengkaji penyakit asma Mahasiswa mengetahui asuhan keperwatan beserta intervensi keperawatannya untuk mengatasi penyakit asma Mahasiswa mengetahui implikasi keperawatan yang berkaitan dengan kasus asma

1.4 Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran klinis penyakit asma? 2. Bagaimana pengkajian yang tepat pada kasus penyakit asma? 3. Bagaimana asuhan keperawatan yang muncul untuk mengatasi penyakit asma? 4. Bagaimana implikasi keperawatan pada kasus penyakit asma?

1.5 Metode penelitian 1. Metode kajian pustaka (library research), yaitu dengan mencari, mengumpulkan, dan mengkaji berbagai literatur atau pustaka yang terkait dan sesuai dengan kasus penyakit asma. 2. Metode Wawancara, yaitu memperoleh informasi tentang kasus dari pasien yang sedang mengalami penyakit asma.

2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

RESPIRASI

A. Anatomi Paru-paru Paru adalah struktur 3ucus3n yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam, dan mengemabngkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang 3ucus3n tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan 3ucus3; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.

B. Fisiologi Pernapasan Sel sel tubuh mendapatkan 3ucus3 yang mereka butuhkan dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein. Seperti halnya pada semua jenis kombusion, proses ini membutuhkan oksigen. Jaringan vital tertentu, seperti jaringan pada otak dan jantung, tidak dapat bertahan lama tanpa suplai oksigen kontinu. Sebagai hasil oksidasi dalam jaringan tubuh, dibentuk katbondioksida dan harus di buang dari sel sel untuk mencegah pembentukan produk sampah asam. 1. Transpor oksigen: Oksigen dipasok ke sel dan karbondioksida di buang dari sel melalui sirkulasi darah. Sel sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dengan kapiler, menembus dinding kapiler ke cairan interstisial, dan kemudian melalui 3ucus3ni sel sel jaringan, tempat dimana oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernapasan selular. Gerakan karbondioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang berlawanan, dari sel ke dalam darah. 2. Pertukaran gas: setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik (disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsetrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru leibh rendah 3ucus3nia3 dengan konsentrasi dalam kantung3

udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai akibat 4ucus4ni konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Karbondioksida, yang mempunyai konsentrasi dalam darah lebih tinggi dari konsentrasinya dalam alveoli, berdifusi dari dalam ke dalam alveoli. Gerakan udara 4ucus4 keluar jalan napas (disebut ventilasi) secara kontinu memurnikan oksigen dan membuang karbondioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini disebut respirasi.

C. Mekanisme Ventilasi Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, brokus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan udara. Udara mengalir dari region yang tekananya tinggi ke region dengan tekanan rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain membesar rongga thoraks dan dengan demikian menurunkan tekanan di dalam toraks sampai tingkat di bawah tekanan atmosfir.karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi nrmal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatikan penurunan ukuran rongga thoraks. Tekanan alveolar kemudain melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir. Resistensi jalan udara. Resistensi ini ditemukan terutama oleh diameter dan ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran 4ucus4nia akan mempengaruhi resisten jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai 4ucus4ni tekanan tertentu selama respirasi. Faktor-faktor umum yang dapat mengubah diameter 4ucus4nia termasuk kontraksi otot polos 4ucus4nia, sperti pada asma; penebalan mukosa bronkus, seperti pada 4ucus4nia4 kronis; atau obstruksi jalan udara akibat 4ucus4, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter 4ucus4nia karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirai dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari ormal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.4

Kompliens. Gradien tekanan antara rongga toraks dan atsmosfir menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalm paru normal, maka terjadi perubahan yang proporsional dalam volume paru. Ukuran elsatisitas, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru dan struktur torak disebut kompliens. Faktor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli(normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis; kolagen dan elastin) paru-paru. Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paruparu da toraks. Dalam kompliens normal (1,0 L.cm H20) paru-paru dan torak dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elstisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis; emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan kaku, terjadi kompliens yang rendah dan turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hematorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal, dan ARDS. Pengukuran kompliens merupakan salah satu metoa yang digunakan untuk mengkaji kemajuan dan perbaikan dlama ARDS. Paru-paru dengangan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan 5ucus5 lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal. Kompliens baisanya diukur dengan dalam kondisi 5ucus5 Fungsi paru, yang mencerminkan mekanisme ventilasi, disebut dengan istilah volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tial, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, dan volume residual. Kapasitas paru dievaluasi dalam hal yang disebut kapasitas vital, kapasitas inspirasi, kapasitas residual fungsioanl, dan kapasitas paru total. Dalam posisi tegak, ventilasi paling besar dalam region paru yang paling rendah dan berkurang 5ucus5n apeks. Ketidaksamaan regional ii disebabkan oleh gaya gravitasi. Kapiler pada dasra paru paru menerima lebih banyak aliran darah 5ucus5nia5 dari bangian apeks karena tekanan yang diperlukan untuk memompa darah ke atas. Selain ketidakmerataan ventilasi diantara alveoli, sehingga memungkinkan udara untuk didistribusikan lebih merata diantara alveoli.

D. Difusi dan Perfusi

5

Difusi adalah proses dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondiksida pada tempat pertemuan udara-darah. Mebran alveolar-kapiler merupakan tempat yang ideal untuk difusi karena 6ucus6ni ini mempunyai permukaan yang luas dan tipis. Pada orang dewasa normal, oksigen dan karbondioksida mengalir menembus 6ucus6ni alveolar kapiler tanpa mengalami kesulitan. Perfusi pulmonal adalah aliran darah 6ucus6 melalui sirkulasipulomonal. Darah dipompakan ke dalam paru-paru oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonal. Arteri pulmonal terbagi menjadi cabang kanan dan kiri untuk mesuplai kedua paru. Normalnya sekitar 2% darah dipompa oleh ventrikel kanan tidak berperfusi melalui kapiler pulmonal. Darah terpirau ini mengalir ke dalam jantung kiri tanpa ikut serta dalam pertukaran gas alveolar. Sirkulasi pulmonal dianggap 6ucus6 tekanan darah rendah karena tekanan darah sistlik dalam arteri pulmonalis sekitar 20 sampai 30 mm Hg dan tekanan 6ucus6nia adalah 5 sampai 15 mm Hg. Karena tekanan yang rendah ini, 6ucus6ni pulmonal normalnya dapat meragamkan kapasitasnya untuk mengakomodasi aliran darah yang diterimanya. Namun demikian ketika seseoran dalam posisi tegak, tekanan arteri pulmonal tidak cukup besar untuk mensuplai darah ke bagian apeks paru terhadap kekuatan gaya gravitasi. Dengan demikian, ketika individu dalamposisi tegak, paru dapat dianggap terbagi menjadi tiga bagian. Bagian atas dengan suplai darah yang buruk, bagian bawah dengan suplai darah maksimal, dan bagian diantar keduanya dengan suplai darah sedang. Ketika seseorang berbaring dan miring ke salah satu sisi, lebih banyak darahb yang melewati paru terendah. Perfusi juga dipengaruhi oleh tekanan alveolar. Kapiler pulmonal tertumpuk diantara perbatasan alveoli. Jika tekanan alveolar cukup tinggi, kapiler akan tergencet. Tergantung pada besarnya tekanan, beberapa kapiler dapat benar-benar kolaps, sementara yang lainnya akan menyempit. Tekanan arteri pulmonal, tekanan alveolar dan gravitasi menentukan pola perfusi. Pada penyakit paru 6ucus6 ini beragam dan perfusi paru dapat menjadi sangat abnormal.

E. Keseimbangan dan Ketidakseimbangan Ventilasi dan Perfusi Ventilasi adalah aliran gas masuk dan keluar paru-paru, dan perfusi adalah pengisian kapiler pulmonal dengan darah. Pertukaran darah yang adekuat tergantung pada rasio ventilasi perfusi yang adekuat. Pada area paru yang berbeda, rasio ini dapat beragam.6

Perubahan dalam perfusi dapat terjadi dengan perubahan tekanan arteri, tekanan alveolar, dan gaya gravitasi. Perubahan dalam ventilasi dapat terjadi dengan sumbatan jalan udara, perubahan setempat kompliens paru, dan gaya gravitasi. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi terjadi jika terdapat ketidakcukupan ventilasi atau perfusi, atau keduanya. Terdapat empat kemungkinan keadan ventilasi-perfusi dalam paru; rasio ventilasi-perfusi normal, rasio ventilasi-perfusi rendah (pirau), rasio ventilasiperfusi tinggi (ruang rugi), dan ventilasi perfusi rendah (unit silent). 1. Normal: ventilasi sesuai dengan perfusi. Pada paru yang sehat, sejumlah tertentu darah melewati alveolus dan bertemu dengan gas dengan jumlah yang sama. Rasionya adalah 1:1 (ventilasi sesuai dengan perfusi) 2. Rasio ventilasi-perfusi rendah: gangguan yang mengakibatkan pirau. Ketika perfusi melebihi ventilasi, terjadi pemirauan. Darah melewati alveoli tanpa terjadi pertukaran gas. Hal ini terjadi bersamaan dengan obstruksi jalan udara distal, seperti pada 7ucus7nia, atelektasis, tumor, atau plug 7ucus. 3. Rasio ventilasi-perfusi tinggi: gangguan yang menimbulkan ruang rugi. Ketika ventilasi melebihi perfusi, terjadi ruang rugi. Alveoli tidak memiliki supali darah yang mencukupi untuk memungkinkan adanya pertukaran gas.keadaan ini terlihat pada berbagai kelainan, termasuk emboli pulmonal, infark pulmonal, dan syok kardiogenik. 4. Unit silent: tidak terdapatnya ventilasi dan perfusi. Ketika terdapat ventilasi dan perfusi yang terbatas, terjadi unit silent. Kondisi ini tampak pada pneumothoraks dan ARDS berat.

Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi menyebabkan pemirauan darah, yang mengakibatkan hipoksia. Ketidakseimbangan tersebut tampaknya menjadi penyebab utama hipoksia setelah bedh toraks dan tipe yang paling umum adalah gagl napas. Hipoksia berat terjadi ketika jumplah pirau darah melebihi 20%. Oksigen dapat menghilangkan hipoksia, tergantung pada jenis ketidakseimbangan ventilasi.

F. Pertukaran Gas Udara yang kita hirup untuk bernapas adalah campuran gas-gas yangterutama terdiri atas nitrogen (78,62%) dan oksigen (20,84%), dengan renik karbondioksida (0,04%), uap air (0,05%), helium, argon, dan sebagainya. Tekanan atmosfir pada ketinggian laut adalah sekitar 760 mm Hg. Tekanan parsial adalah tekanan yang dikeluarkan oleh setiap gas dalam campuran gas-gas. Tekanan parsial gas adalah7

proporsional terhadap konsentrasi gas-gas yang terdapat dalam campuran gas-gas adalah sebanding dengan jumlah tekanan-tekanan parsial.

2.2 ASMA A. Pengertian Asma Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversible. Eksaserbasi akut dapat saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam, diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi bersamaan, obstrukti yang diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronchitis asmatik kronik.

B. Insiden Asma Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hamper 17% dari semua rakyat Amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik, dan lain-lain.

C. Macam Asma Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi, atau gabungan. Asma menurut penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Asma Alergik Yaitu asma yang disebabkan oleh allergen seperti serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur. 2. Asma Idiopatik atau Nonalergik Yaitu asma yang tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens antiinflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi factor. 3. Asma Gabungan8

Merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

D. Patofisiologi Asma Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ) Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik9

yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ). Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).

E. Manifestasi Klinis Asma Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat. Mengi, laborious. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mucus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejalagejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi. Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Adapun reaksi yang berhubungan, kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk eczema, ruam, dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodic setelah pemajanan terhadap allergen spesifik, obat tertentu, latihan fisik, dan kegairahan emosional.

10

F. Evaluasi Diagnostik Asma Tidak ada satu tes yang dapat menegakkan diagnosis asma. Riwayat kesehatan yang lengkap dapat mengungkapkan factor-faktor atau substansi yang mencetuskan serangan asma. Tes kulit positif yang menyebabkan reaksi lepuh dan hebat mengidentifikasi allergen spesifik. Selama episode akut, rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma. Pemeriksaan sputum dan darah dapat menunjukkan eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Terjadi peningkatan kadar serum immunoglobulin E (IgE) pada asma alergik. Sputum dapat jernih atau berbusa (alergik) atau kental dan putih (nonalergik) dan berserabut (nonalergik). Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut. Awalnya, terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi lebih letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang normal dapat menunjukkan gagal nafas yang mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat berdifusi dibanding dengan oksigen, adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal atau meningkat pada individu yang bernafas dengan sangat cepat. Fungsi pulmonary biasanya normal antar serangan. Selama serangan akut, terdapat suatu peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual fungsional (FRV) sekunder terhadap terjebaknya udara. FEV dan kapasitas vital kuat (FVC) sangat menurun.

G. Penatalaksanaan Asma 1. Farmakologis a. Agonis Beta (agen beta adrenergik) Obat ini merupakan medikasi awal yang digunakan untuk mengobati asma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronkial. Selain itu, agen ini dapat meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dan kortikosteroid. Yang paling umum digunakan yaitu epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasanya diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi. b. Metilsantin

11

Agen ini merilekskan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas, dan meningkatkan kontraksi diafragma. Obat yang digunakan seperti aminofilin dan teofilin. Aminofilin diberikan secara intravena dan teofilin diberikan per oral. c. Antikolinergik Antikolinergik, seperti atropin, tidak pernah digunakan untuk pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya. Tetapi obat dari derivatif amonium kuaternari, seperti atropin metilnitrat dan ipratropium bromida (Atrovent), telah menunjukkan efek bronkodilator yang sangat baik dengan efek samping sistemik minimal. d. Kortikosteroid Medikasi ini diberikan secara intravena (hidroortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau melalui inhalasi (beklometason, deksametason). Medikasi ini diduga mengurangi inflamasi dan bronkostriktor. Kortikosteroid yang dihirup mungkin efektif dalam mengobati pasien dengan asma tergantung steroid. Akan tetapi, penggunaan kortikosteroid berkepanjangan dapat mengakibatkan terjadinya efek samping yang serius, termasuk ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan katarak. e. Inhibitor Sel Mast Inhibitor sel mast seperti natrium kromolin diberikan melalui inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas. Natrium

kromolin sangat bermanfaat diberikan antar serangan atau sementara asma dalam remisi. f. Zat-zat Antileukotrien Leukotrien adalah mediator biokimia poten yang berperan dalam terjadinya obstruksi saluran nafas dan gejala asma dengan menimbulkan kontraksi otot halus saluran nafas, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan sekresi mukus serta menarik atau mengaktifkan sel inflamasi saluran nafas (Tierney et al., 2002). Kerja antileuketrien dapat berdasarkan penghambatan sintesis leukotrien dengan jalan memblok enzim lipooksigenase seperti setrizin, loratadin, azelastin dan ebastin, atau atas dasar penempatan reseptor lukotrien seperti zafirlukast, pranlukast, montelukast yang menempati reseptor LTB4 dan resptor LT-cysteinyl (C4, D4 dan E4) (Tjay dan Raharja, 2002).12

g. Mukolitika dan Ekspektoransia Obat mukolitik dan ekspektoransia mengurangi kekentalan dahak. Mukolitik seperti asetil/karbosistein, bromkhesin, mesno merombak mukoprotein dan ekspektoran seperti ambroxol, kalium iodida, amonium klorida mengencerkan dahak, sehingga pengeluarannya dipermudah. Obat ini dapat meringankan perasaan sesak napas dan terutama berguna untuk serangan asma hebat yang dapat mematikan bila sumbatan lendir sedemikian kental hingga tidak dapat dikeluarkan (Tjay dan Raharja, 2002). h. Antibiotik Antibiotik berguna untuk asma jika diduga infeksi bakteri pada saluran pernapasan turut berperan dan ditandai dengan terdapatnya demam, sputum purulen serta terbukti adanya pneumonia atau sinusitis bakterial (Tierney et al., 2002).

13

2. Non Farmakologis Pengobatan asma non farmakologi dengan memberikan edukasi pasien dan keluarga, pengukuran peak expiratory flow meter, identifikasi dan menghindari faktor pencetus, pemberian cairan fisioterapi, kontrol secara teratur, pola hidup sehat dan pemberian oksigen bila perlu. (Depkes, 2007).14

Selain itu bisa dilakukan dengan meningkatkan kebugaran jasmani dengan berolahraga secara teratur. Dengan berolahraga maka kemampuan otot napas akan meningkat. Olahraga yang dianjurkan untuk penderita asma yaitu renang, senam asma, dan bersepeda. Dengan senam asma ini diharapkan dapat mengurangi frekuensi serangan asma dan dapat meringankan gejala. Penatalaksanaan non farmakologis dengan melakukan fisioterapi dada dan batuk efektif dapat membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. Memberikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler) untuk pasien dapat dilakukan juga untuk memperlancar jalan pernafasannya. Selain itu, pasien dianjurkan untuk minum hangat 1500-2000 ml/hari dan mengusahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari.

H. Pencegahan Asma Setiap penderita asma harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk

menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma. 1. Menjaga Kesehatan Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai. Penderita dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit lain seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat. Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran pernapasan, sehingga dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan. Pada serangan penyakit asma berat banyak penderita yang kekurangan cairan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran napas akibat bernapas cepat dan dalam. 2. Menjaga kebersihan lingkungan Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari.

Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang15

barang untuk menghindari debu rumah. Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya. 3. Menghindari Faktor Pencetus Pencegahan dengan cara menghindarkan pasien terpajan alergen yang telah diketahui merupakan tindakan yang penting. Tindakan ini termasuk menyingkirkan barangbarang di rumah yang diketahui memicu alergi seperti mengeluarkan binatang peliharaan, menghindari asap rokok dan asap kayu terbakar, dan penggunaan AC untuk meminimalkan membuka jendela, terutama musim saat udara mengandung banyak serbuk sari. Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan penyakit asma. Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit asma. Perhatikan obat-obatan yang diminum, khususnya obat-obat untuk pengobatan darah tinggi dan jantung (beta-bloker), obat-obat antirematik (aspirin, dan sejenisnya). Zat pewarna (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat) juga dapat menimbulkan penyakit asma. 4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma Selain itu pemakaian kortikosteroid oral atau inhalasi di awal periode serangan dapat menjadi terapi pencegahan asma. Kortikosteroid bekerja sebagai agens anti-inflamasi yang poten. Demikian juga, obat-obat inhalasi yang dapat menstabilkan sel mast efektif digunakan untuk mencegah serangan asma. Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang, penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat hilang, pemilihan aerosol lebih baik.

16

Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid. Pada penyakit asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan

2.3 NILAI NORMAL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Tekanan Darah Diambil dari The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, National Institutes of Health. Classification of Blood Pressure * Category Optimal Normal High-normal Hypertension Stage 1 Stage 2 Stage 3 * Untuk dewasa berusia 18 atau lebih yang tidak dalam pengobatan anti hipertensi dan tidak dalam kondisi akut. Ketika tekanan sistole dan diastole masuk ke dalam kategori lain, maka kategori di atasnya harus dipilih untuk menentukan klasifikasi status tekanan darah penderita. Sebagai tambahan dalam menentukan stadium hipertensi, seorang praktisi medis harus menentukan ada atau tidaknya penyakit pada target organ serta faktor resiko lainnya. Reference value Systolic (mm Hg) < 120 < 130 130139 140159 160179 180 Diastolic (mm Hg) And And Or Or or or < 80 < 85 8589 9099 100109 110

17

1

Tekanan darah yang optimal terhadap resiko kardiovaskular adalah dibawah 120/88 m

Hg. Namun demikian, nilai rendah yang tidak wajar harus dievaluasi untuk menemukan kelainan klinis yang signifikan.2

Berdasarkan atas pembacaan sebanyak 2 kali atau lebih pada pemeriksaan awal Darah, Plasma atau Serum

Determination

Normal Reference Value Conventional units SI units

Blood, Plasma or Serum Ammonia (NH3) diffusion Ammonia Nitrogen Amylase Anion gap (Na+-[Cl - + HCO3- ]) (P) Antithrombin III (AT III) Bicarbonate Arterial Venous Bilirubin Conjugated (direct) Total & 0.11 mg/dl Calcitonin < 100 pg/ml 0.2 mg/dl & 218 mcmol/L < 100 ng/L 4 mcmol/L 2128 mEq/L 2229 mEq/L 2128 mmol/L 2229 mmol/L 20-120 mcg/dl 15-45 g/dl 35-118 IU/L 7-16 mEq/L 80120 U/dl 12-70 mcmol/L 11-32 mol/L 0.58-1.97 mckat/L 7-16 mmol/L 8001200 U/L

Glucose Tolerance Test (Oral) (mg/dl) Normal Fasting 60 min 90 min 120 min 70105 120170 100140 70120 Diabetic > 140 200 200 140 (mmol/L) Normal 3.95.8 6.79.4 5.67.8 3.96.7 Diabetic > 7.8 11.1 11.1 7.8

18

Tes Kimia Darah Lain Kolesterol Total, Konsensus lipid ( < 200 mg/dl =Yang diinginkan, 200-239 mg/dl = batas tinggi, > 240 mg/dl = Tinggi) Kolesterol Alfa (HDL), Konsensus lipid ( < 40 mg/dl = rendah, > = 60 mg/dl = Tinggi) Kolesterol LDL (Direk), Konsensus lipid ( < 100 mg/dl = Optimal, 100-129 mg/dl = mendekati optimal, 130-159 mg/dl = Batas tinggi, 160-189 mg/dl = Tinggi) Trigliserida, Konsensus lipid ( < 150 mg/dl = Normal, 150-199 mg/dl = Batas tinggi, 200-499 mg/dl = Tinggi, > = 500 mg/dl = Sangat Tinggi) Rasio Kolesterol Total/C.HDL, Berdasarkan Cardio risk index ratio (CRI) (6 = High Risk)

19

BAB III PEMBAHASAN

(Lokasi pengkajian, rumah ibu Walijah)

1. PELAKSANAAN Hari / Tanggal Tempat Waktu Pembimbing : : : : Kamis / 22 September 2011 Ngaglik Rt 35 Rw 12 10.00 13.00 WIB Uki Noviana S.Kep., Ns.

2. PENGKAJIAN RIWAYAT PASIEN DENGAN GANGGUAN RESPIRASI Tanggal pengkajian : Kamis, 22 September 2011 I. Identitas pasien Nama Tanggal lahir Agama Status : Walijah : 31 Desember 1969 : Islam : Menikah20

Alamat Pekerjaan Jenis kelamin

: Ngaglik Rt 35 Rw 12 : Pengumpul barang bekas : Perempuan

Kewarganegaraan : WNI Suku bangsa Tinggi badan Berat badan Diagnose medis : Jawa : 159 cm : 77 kg : asma

Status Sosial Ekonomi Jumlah anak Lingkungan tempat tinggal Jumlah anggota keluarga serumah Kebiasaan merokok : 3 orang : pedesaan : 5 orang : tidak merokok

II.

Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan sebelumnya Klien mengalami sakit asma sejak 15 tahun yang lalu. Pernah masuk rumah sakit karena terserempet sepeda motor. Mata kiri mengalami katarak. Keluhan saat ini Saat ini klien mengalami sesak nafas dan nyeri. Serangan timbul jika klien terpapar dengan debu dan kondisi tubuh dalam keadaan kelelahan. Tingkat keparahan yang di alami pada level moderate. Klien mengalami alergi terhadap debu. Riwayat kesehatan keluarga Anggota keluarga sebelumnya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit asma maupun penyakit yang lain. Riwayat Psikososial Lingkungan tempat tinggal Kering, banyak debu sampah kering berserakan ada kandang ayam di depan rumah

21

kurangnya ventilasi pencahayaan kurang kamar mandi kotor dan sempit

denah rumah

KETERANGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kamar I Kamar II Kamar III Ruang keluarga Ruang ? Dapur Kamar madi WC Kandang ayam

-

Nutrisi Makan Pantangan Alergi Minum : 2x sehari (tidak pernah sarapan, menu seadanya) : tidak ada pantangan untuk konsumsi makanan. : tidak mempunyai riwayat alergi makanan : air putih, teh (kadang kadang )

22

Genogram

Keterangan : laki laki : laki laki (meninggal) : perempuan : perempuan (meninggal) : klien

III.

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Warna kulit Tingkat kenyamanan Tingkat kesadaran Pola pernafasan Verbal respon Posisi duduk/tidur : homogen : nyaman : CM : terengah-engah : baik : posisi duduk tegap

System Integumen Turgor Mobilitas : normal, tidak ada oedem. : baik.23

Ekstremitas Vaskularisasi Jari clubbing Pengisian kapiler Edema : normal < 2 detik : jari tangan clubbing : < 2 dtk : negative

Pengukuran Tekanan Darah Posisi berbaring Posisi duduk : 80 / 120 mmHg : 80 / 120 mmHg

Nadi Posisi duduk Posisi berbaring : 68 x / menit : 72 x / menit

Frekuensi pernapasan Posisi duduk Posisi berbaring Kelainan pernapasan : 36 x / menit : 24 x / menit : asma

A. Inspeksi Berdasarkan hasil observasi klien dan respon klien terhadap pertanyaan, didapatkan hasil sebagai berikut : Posisi yang tegap merupakan posisi yang nyaman bagi klien Mulut tidak membuka saat inspirasi maupun ekspirasi Tidak terlihat dispnea Warna wajah dan bibir tidak pucat Tidak terlihat otot bantu pernafasan Terlihat agak terengah-engah Pergerakan cuping hidung tidak tampak

A.1. kepala dan Leher Konjungtiva tidak anemis

24

-

Sklera tidak ikterik tidak ada bau nafas tidak ada sputum

A.2. Dada - pergerakan dada simetris, tidak ada ketertinggalan gerak. - tidak ada thoracic kyphoscoliosis

A.3. Jari tangan dan Kaki Jari tangan mengalami clubbing Warna kuku pucat WPK normal

B. Palpasi Untuk pemeriksaan palpasi, klien tidak bersedia dilakukan pemeriksaan pada bagian depan dada hanya bersedia pada bagian belakang/punggung . Berdasarkan pemeriksaan didapatkan hasil : Pegerakan dada simetris dan tidak ada ketertinggalan gerak. Tactile Fremitusnya terasa.

C. Perkusi Untuk pemeriksaan perkusi, klien tidak bersedia dilakukannya pemeriksaan ini.

D. Auskultasi Berdasarkan hasil pemeriksaan auskultasi paru didapatkan hasil yang normal pada karakter suara nafas maupun suara adventisiusnya. Auskultasi pada jantung di dapatkan suara normal dan tidak ada bising jantung.

IV.

Obat Yang Di Konsumsi Salbutamol Prednisolon Gricerilis guaiacolas (GG)

25

V.

Persepsi Nilai Kepercayaan dan Pemahaman Pasien Akan Penyakit yang Diderita Klien paham tentang penyakit yang dideritanya dan klien juga menerima dirinya sebagai penderita asma.

VI.

Tindakan Pencegahan Klien tidak melakukan tindakan pencegahan untuk mengatasi timbulnya serangan sesak nafas, tetapi pada saat serangan terjadi klien langsung mengkonsumsi obat dan memeriksakan diri ke puskesmas untuk mencegah serangan menjadi lebih parah.

Analisis Pengkajian 1. Riwayat kesehatan sebelumnya Analisis Berdasarkan etiologi, asma Ny.W disebabkan

Klien mengalami sakit asma sejak 15 tahun yang oleh faktor presipitasi dari alergen. lalu 2. Keluhan saat ini Klien mengalami sesak nafas Bedasarkan penyebabnya, asma Ny.W dan nyeri. muncul dikarenakan terpapar alergen berupa

Serangan timbul jika terpapar dengan debu dan debu. Selain itu, adanya aktivitas fisik yang kondisi tubuh dalam keadaan kelelahan. Klien mengalami alergi terhadap debu. berlebihan akan mempengaruhi imunitas ny.W sehingga meningkatkan resiko munculnya asma yang diderita pasien. 3. Riwayat kesehatan keluarga Anggota keluarga sebelumnya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit asma maupun penyakit yang lain 4. Riwayat Psikososial - Lingkungan tempat tinggal Kering, banyak debu sampah kering berserakan ada kandang ayam di depan rumah Kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal Ny. W, mempunyai pengaruh yang besar terhadap munculnya serangan asma klien. Seperti yang telah diketahui bahwa factor presipitasi serangan asma dari Ny. W. adalah debu. Berdasarkan pengamatan kami26

Penyakit asma yang diderita Ny.W bukan disebabkan oleh factor genetic.

kurangnya ventilasi pencahayaan kurang kamar mandi kotor dan sempit

lingkungan tempat tinggal Ny. W banyak terdapat debu yang meningkatkan timbulnya resiko munculnya asma. Kurangnya ventilasi dan pencahayaan dalam

- Nutrisi Makan : 2x sehari (tidak pernah

rumah menyebabkan tidak adanya sirkulasi udara yang baik, sehingga suplay oksigen di dalam rumah tidak adekuat.

sarapan, menu seadanya) Pantangan : tidak ada pantangan untuk konsumsi makanan. Alergi : tidak mempunyai : air putih, teh (kadang

riwayat alergi makanan Minum kadang )

5. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Warna kulit : homogen

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda yang berarti dikarenakan pada saat kami melakukan pengkajian pada pasien, kondisi pasien stabil

Tingkat kenyamanan : nyaman Tingkat kesadaran Pola pernafasan engah Verbal respon Posisi duduk/tidur tegap System Integumen Turgor : normal, tidak ada oedem. Mobilitas: baik. : baik : posisi duduk : CM :terengah-

Ekstremitas Vaskularisasi : normal < 2 detik Jari clubbing : jari tangan clubbing Pengisian kapiler: < 2 dtk Edema : negative

27

Pengukuran Tekanan Darah Posisi berbaring Posisi duduk : 80 / 120 mmHg : 80 / 120 mmHg

Nadi Posisi duduk Posisi berbaring : 68 x / menit : 72 x / menit

Frekuensi pernapasan Posisi duduk Posisi berbaring : 36 x / menit : 24 x / menit : asma

Kelainan pernapasan

6. A. Inspeksi Berdasarkan hasil observasi klien dan respon klien terhadap

pertanyaan, didapatkan hasil sebagai berikut : Posisi yang tegap merupakan posisi yang nyaman bagi klien Mulut tidak membuka saat

inspirasi maupun ekspirasi Tidak terlihat dispnea Warna wajah dan bibir tidak pucat Tidak terlihat otot bantu

pernafasan Terlihat agak terengah-engah Pergerakan cuping hidung tidak tampak A.1. kepala dan Leher Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik

28

-

tidak ada bau nafas tidak ada sputum

A.2. Dada - pergerakan dada simetris, tidak gerak. tidak ada thoracic ada ketertinggalan

kyphoscoliosis A.3. Jari tangan dan Kaki Jari tangan mengalami

clubbing Warna kuku pucat WPK normal

B. Palpasi Untuk pemeriksaan palpasi, klien tidak bersedia dilakukan

pemeriksaan pada bagian depan dada hanya bersedia pada bagian

belakang/punggung . Berdasarkanpemeriksaan didapatkan hasil : Pegerakan dada simetris dan tidak gerak. Tactile Fremitusnya terasa. ada ketertinggalan

C. Perkusi Untuk pemeriksaan perkusi, klien tidak bersedia dilakukannya

pemeriksaan ini. D. Auskultasi

29

Berdasarkan hasil pemeriksaan auskultasi paru didapatkan hasil yang normal pada karakter suara nafas maupun suara

adventisiusnya. Auskultasi pada jantung di dapatkan suara normal dan tidak ada bising jantung.

7. Obat Yang Di Konsumsi Salbutamol Prednisolon Gricerilis guaiacolas (GG)

Obat-obatan yang dikonsumsi pasien adalah obat-obatan untuk mengatasi serangan asma

Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola nafas Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat Batasan karakteristik: 1. Pasien mengeluh sesak nafas atau nafas pendek-pendek. 2. Perubahan tekanan inspirasi/ekspirasi 3. Ortopnea 4. Fase ekspirasi lama Faktor yang berhubungan: 1. Posisi tubuh 2. Penurunan energy/terjadi kelelahan 3. Obesitas 4. Hiperventilasi NOC 1. Status Respirasi : Ventilasi : pergerakan udara masuk dan keluar paru 2. Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan dari individu30

NIC 1. Pengelolaan jalan nafas: fasilitasi untuk kepatenan jalan nafas 2. Pemantauan pernafasan : pengumpulan dan analisi data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pertukaran gas. Aktivitas: Pantau efek obat terhadap status respirasi Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisannya, penggunaan otot bantu serta retraksi otot spraklavikular dan interkostal. Pantau pola pernafasan : bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, pernafasan Cheyne-stokes Auskultasi bunyi nafas, perhatikan area penurunan sampai tidak adanya bunyi nafas tambahan Pantau kegelisahan, ansietas dan tersnegal-sengal.

Pendidikan untuk pasien dan keluarga Ajarkan pada pasien dan keluarga teknik relaksasi untuk meningkatkan pola nafas. Spesifikan teknik yang digunakan, missal: nafas dalam Diskusikan perencanaan perawatan di rumah (pengobata,peralatan) dan anjurkan untuk mengawasi dan melaporkan jika ada komplikasi yang muncul. Aktivitas kolaboratif Rujuk pada ahli terapi pernafasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis Laporkan adanya perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai AGD, sputum, dst sesuai kebutuhan atau protocol Berikan tindakan )missal pemberian bronkodilator) sesuai program terapi Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau protocol. Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola nafas, spesifikkan jadwal.

31

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Penatalaksanaan farmakologis asma antara lain adalah dengan obat obatan Agonis Beta (agen beta adrenergik), Metilsantin, Antikolinergik, Kortikosteroid, Inhibitor Sel Mast, Zat-zat Antileukotrien, Mukolitika dan Ekspektoransi, dan Antibiotik. Sedangkan penatalaksaan non farmakologis adalah dengan memberikan edukasi pasien dan keluarga, pengukuran peak expiratory flow meter, identifikasi dan menghindari faktor pencetus, pemberian cairan fisioterapi, kontrol secara teratur, pola hidup sehat dan pemberian oksigen bila perlu. (Depkes, 2007). Dalam kasus asma ini, diagnosa keperawatan yang muncul yaitu Ketidakefektifan pola nafas.

4.2 Saran a. Keluarga Keluarga sebaiknya melakukan pemeriksaan sejak dini sehingga penyakit dapat diketahui lebih dini dan dapat dilakukan treatment yang sesuai dan efektif. Keluarga hendaknya memberikan suport kepada anggota keluarga yang lain agar dapat mendukung dalam treatmentnya. b. Mahasiswa Menggunakan evidence based dan melakukan penelitian terbaru terkait dengan penyakit asma.

32

4.3. Implikasi Keperawatan a. Perawat sebagai peneliti harus dapat : Mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penyakit asma Menganalisis kemajuan jaman sebagai faktor penyebab apa saja yang dapat menimbulkan penyakit asma. Mengkaji asuhan keperawatan yang tepat untuk masalah kesehatan sistem kardiovaskuler terutama pada penderita asma.

b.

Perawat sebagai advokat harus dapat : Memberikan alternative terapi kepada klien dan keluarga klien berhubungan dengan adanya penyakit asma. Perawat melindungi hak-hak pasien dalam mendapatkan pelayanan dan pengobatan yang sesuai. Perawat memberikan saran - saran kepada klien jika klien dihadapkan pada suatu permasalahan, dengan membantu menyelesaikannya dan tidak lupa menjelaskan tentang baik buruknya dari setiap pilihan.

c.

Perawat sebagai pendidik harus dapat : Memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga klien mengenai berbagai gangguan sistem respirasi salah satunya yaitu asma.

33

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S.C., dan Bare G.B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah: Brunner and Suddart. Edisi 8. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

34