58
LAPORAN KASUS ATRESIA DUODENUM Pembimbing: dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp.BA Disusun oleh: Sylvia Cahyadi 100100093 Edric Chandra 100100095 Monika Ayuningrum 100100239 William Purba 100100354 Dinda Hanifah 100100182 Sucianty 100100005 Shecia Vinka 100100088 Tomy Kesuma Putra 100100248 Eka Putra Pratama 100100368 Lee Mun Kiat 100100266 DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Atresia Duodenum.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Atresia Duodenum.docx

LAPORAN KASUS

ATRESIA DUODENUM

Pembimbing:

dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp.BA

Disusun oleh:

Sylvia Cahyadi 100100093Edric Chandra 100100095Monika Ayuningrum 100100239William Purba 100100354Dinda Hanifah 100100182Sucianty 100100005Shecia Vinka 100100088Tomy Kesuma Putra 100100248Eka Putra Pratama 100100368

Lee Mun Kiat 100100266

DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Page 2: Atresia Duodenum.docx

2015

Page 3: Atresia Duodenum.docx

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI..................................................................................................................

KATA PENGANTAR...................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................

1.1. Latar Belakang.................................................................................1

1.2. Tujuan Penulisan..............................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................

2.1. Definisi.............................................................................................3

2.2. Etiologi.............................................................................................3

2.3. Embriologi Duodenum.....................................................................3

2.4. Anatomi dan Fisiologi......................................................................4

2.5. Faktor Risiko..................................................................................12

2.6. Klasifikasi.......................................................................................13

2.7. Patogenesis.....................................................................................14

2.8. Diagnosis........................................................................................16

2.8.1 Gejala Klinis.......................................................................16

2.8.2. Pemeriksaan Penunjang.....................................................17

2.9. Penatalaksanaan..............................................................................18

BAB 3 LAPORAN KASUS........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

Page 4: Atresia Duodenum.docx

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan

Kasus yang berjudul Atresia Duodenum ini.

Adapun tujuan penulisan Makalah Ilmiah ini adalah untuk memenuhi

tugas kepaniteraan klinik senior pada Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp.BA atas kesediaan beliau

sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Sampe Tua atas

bimbingannya dalam proses penyempurnaan makalah ini. Besar harapan, melalui

makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Atresia Duodenum

semakin bertambah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan

Kasus ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan

kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran dari semua pihak untuk menyempurnakan Laporan Kasus ini. Semoga

Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015

Penulis

Page 5: Atresia Duodenum.docx

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usus manusia secara umum terdiri atas usus besar dan usus halus. Segmen

pada usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan

bagian pertama dari usus setelah lambung. Duodenum akan diikuti oleh bagian

usus yang panjang yang disebut jejunum. Jejunum diikuti oleh ileum yang

merupakan bagian akhir dari usus halus yang akan menghubungkan usus halus

dengan usus besar. Apabila bagian dari usus ini gagal untuk berkembang pada

fetus akan mengakibatkan terjadinya sumbatan pada usus. Kondisi ini disebut

dengan atresia intestinal.1, 2

Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonates

yang baru lahir. Dari 100% kejadian atresia intestinal 50% merupakan atresia

duodenum, 36% atresia jejunum dan 14% atresia ileum.Atresia intestinal dapat

terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai

tempat pada usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum

dengan 57% perempuan dan 43% laki-laki. 46% kasus terjadi pada jejunoileal

dengan 61% laki-laki dan 39% perempuan.3, 4

Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran Obstruksi

duodenum congenital intrinsic merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi

duodenal congenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pancreas

anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak dapat predileksi rasial dan

gender pada penyakit ini. Sekitar setngah dari bayi lahir dengan obstruksi

duodenum mempunyai kelainan kingenital dari sistem organ lain.5

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang

baik. Duodenal atresia terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Beberapa penelitian

juga menyebutkan insiden dari duodenal atresia mencapai 1 dari 2000 kelahiran

sampai 1 dari 40.000 kelahiran. Di afrika, insiden dari duodenal atresia terjadi

Page 6: Atresia Duodenum.docx

2

pada 1 dari 5000-10.000 kelahiran. Sementara di Amerika Serikat kejadian atresia

duodenum 1 per 6000 kelahiran.3

1.2. Tujuan Penulisan

1. Memahami tentang atresia duodenum dan penanganannya dari sisi ilmu

bedah.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang

kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi

Dokter (P3D) di Departeman Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

Page 7: Atresia Duodenum.docx

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang

dengan baik dan merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang baru

lahir.1

2.2. Etiologi

Walaupun tidak diketahui penyebab dari atresia duodenum,

patofisiologinya sudah sangat jelas. Hubungan erat antara atresia atau stenosis

duodenum dengan malformasi neonatus lainnya menguatkan bahwa anomali

disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan pada tahap awal dari

kehamilan.6 Atresia duodenum berbeda dengan atresia lainnya dari usus besar dan

kecil, dimana anomali tunggal yang disebabkan oleh gangguan vascular

messentrik selama tahap akhir dari perkembangan. Tidak terdapat faktor risiko

maternal yang diketahui. Walaupun sepertiga dari pasien dengan atresia memiliki

Down syndrome (trisomi 21), Down syndrome bukan merupakan faktor risiko

dalam perkembangan atresia duodenum.7

2.3. Embriologi Duodenum

Sistem pencernaan berdasarkan embriologinya dibagi menjadi foregut,

midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian

bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta

pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik

kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari

midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka

dan ektoderm dari protoderm. Usus terbentuk mulai minggu keempat yaitu mulai

dari pembentukan organ esophagus. Bagian akhir usus depan (foregut) dan bagian

sefalik usus tengah (midgut) membentuk duodenum. Kedua bagian ini terletak

Page 8: Atresia Duodenum.docx

4

tepat dari distal dari asal tunas hati. Sewaktu lambung berputar, duodenum

mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan. Pada perputaran ini,

bersama dengan pertumbuhan pesat ke kaput pankreas, menggeser duodenum dari

posisinya yang semula di garis tengah menjadi ke sisi kiri rongga abdomen.

Duodenum dan kaput pankreas menekan dinding tubuh dorsal, dan permukaan

kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum di dekatnya. Kedua

lapisan kemudian lenyap, dan duodenum dan kaput pankreas terfiksasi dalam

posisi retroperitonium. Karena itu, seluruh pankreas terletak retroperitonium.

Mesoduodenum dorsal lenyap seluruhnya kecuali region pylorus lambung, tempat

sebagian kecil duodenum (duodenal cap) mempertahankan mesentriumnya dan

terletak intraperitonium.2

Selama bulan kedua, lumen duodenum mengalami obliterasi akibat poliferasi sel-

sel dindingnya. Namun, setelah itu lumen segera mengalami rekanalisasi, karena usus

depan mendapatkan vaskularisasi dari arteri celiac dan usus tengah mendapatkan

vaskularisasi dari arteri mesentrika superior sehingga duodemum mendapatkan

vaskularisasi dari cabang-cabang kedua arteri tersebut.2

Page 9: Atresia Duodenum.docx

5

2.4. Anatomi dan Fisiologi

Page 10: Atresia Duodenum.docx

6

Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung,

disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk

C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan

dengan yeyunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian

paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya

dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:

 

1. Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1 

2. Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2 

3. Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3 

4. Bagian keempat / obliq / ascending / D4

Page 11: Atresia Duodenum.docx

7

a. Bagian pertama (duodenal cap)

Bebas bergerak dan ditutupi oleh peritoneum kecuali jika terdapat

ulkus duodenum. Bagian ini mempunyai cekungan mukosal longitudinal

sementara bagian lain hanya cekungan transversal. Lapisan anterior dan

posterior dari peritoneum yang meliputi bagian atas dari duodenal cap

akan melanjutkan diri menjadi ligamentum hepatoduodenale, yang berisi

Portal Triad (duktus koledokus, arteri hepatica, dan vena porta). Tepi

anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh karena adanya tepi bebas

dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap terdapat kantong empedu

dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari duodenal

cap adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi gastroduodenal

menjadi lebih mudah jika pilorus dan duodenum dimobilisasikan kearah

depan didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena

kedekatan duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan

adanya batu empedu yang sering secara spontan masuk kedalam

duodenum melalui kolesistoduodenal fistula. Selanjutnya peritoneum

hanya melapisi bagian ventral dari duodenum sepanjang 2,5 cm

berikutnya.

b. Bagian kedua

Bagian kedua dari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena

adanya fusi dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale

lateral dinding abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral

kanan (manuver Kocher), dapat memobilisasi duodenum desending

sehingga dapat mencapai retroduodenal dan saluran empedu

intrapankreatik. Disebelah belakang dari bagian kedua duodenum ini

terletak ginjal kanan dan struktur hilusnya, kelenjar adrenal dan vena cava.

Tepat dipertengahan duodenum, mesokolon akan melintang secara

horizontal, karena bersatunya peritoneum dari arah atas dan arah bawah.

Diatas dari fleksura duodenalis, duodenum bagian pertama dan duodenum

bagian kedua akan membentuk sudut yang tajam dan berlanjut berkisar 7-8

Page 12: Atresia Duodenum.docx

8

cm dibawah fleksura duodenalis. Kolon tranversum akan melintang daerah

tersebut di sebelah depannya. Untuk memobilisasi duodenum secara

menyeluruh yang harus dilakukan adalah membuka fleksura hepatis pada

sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan dari bagian kedua

duodenum dinding posteromedial adalah papila vateri, yang terdiri atas

gabungan antar duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi.

Letak dari duktus pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang

superior pankreatikoduodenal yang berasal dari arteri gastroduodenalis,

berjalan didalam cekungan antara kaput pankreas dan duodenum bagian

kedua atau desending.

c. Bagian ketiga

Bagian ketiga dari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan

horizontal ke arah kiri didepan dari aorta, vena cava inferior, columna

vertebra L2 dan ureter, dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3

Radiks yeyunoileum menyilang dekat akhir duodenum bagian ketiga.

Arteri mesenterika superior berjalan kebawah diatas depan dari duodenum

bagian ketiga dan masuk kedalam radiks mesenterii. Arteri

pankreatikoduodenale inferior membatasi pankreas dantepi atas dari

duodenum bagian ketiga.

d. Bagian keempat

Bagiam keempat dari duodenum berjalan kearah atas samping kiri

sepanjang 2-3cm disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut

duodenoyeyunal pada radiks mesokolon transversal. Disebelah kiri dari

vertebra lumbal II, bagian terakhir dari duodenum menurun ke arah kiri

depandan membentuk fleksura duodenoyeyunalis. Pada daerah ini,

ligamentum suspensorium duodenum (ligamentum Treitz) berawal,

tersusun atas jaringan fibrous dan pita triangular, berjalan ke arah

retroperitoneal, dibelakang pankreas dan vena lienalis, didepan vena

renalis, dariarah kiri atau kanan dari krus diafragma. Fleksura

duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan mencari

Page 13: Atresia Duodenum.docx

9

obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari yeyunum

untuk dilakukan gastro yeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini

dapat ditemukan dengan cara menekan daerah dibawah mesokolon

tranversal ke arah belakang sampai ke dinding abdomen bagian belakang

sementara tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari

pada tulang belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda

adanya perabaan yang keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara

peritoneum visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal

posterior yang tersisa akan menutupi semuaduodenum kecuali sebagian

dari bagian pertama duodenum. Variasi gabungan tadi ke dinding

abdomen bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas

duodenum. Fleksura kolonkanan, bagian dari mesokolon tranversalis yang

terfiksir, hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum

dapat dilihat dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini menunjukkan

bahwa duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi

kadang-kadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya

penekanan dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma

tumpul abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh

peritoneum.

Vaskularisasi

Vaskularisasi duodenum berasal dari cabang arteri

pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini

akan menghubungkan sirkulasi antara trunkus seliakus denganarteri

mesenterika superior. Arteri ini membagi aliran darahnya ke

kaput pankreas, sehingga reseksi terhadap pankreas atau duodenum secara

terpisah adalah satu hal yang hampir tidak mungkin dan dapat berakibat

fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior adalah cabang dari

arterigastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal inferior adalah

cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini bercabang

menjadi dua dan berjalan disebalah anterior dan posterior pada cekungan

antara bagian descending dan bagian transversal duodenum dengan

Page 14: Atresia Duodenum.docx

10

kaput pankreas, kemudian beranastomosis sehingga bagian anterior dan

posterior masing-masing membentuk cabang sendiri.

Vena tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal

anterior dan posterior. Anastomosis cabang psterior berakhir di atas vena

porta, dibawahnya vena mesenterika superior(SMV). Vena posterosuperior

pankreatikoduodenal mungkin akan mengikuti arterinya disebelah depan

dari saluran empedu, atau mungkin berjalan di belakang saluran tadi. Vena

ini akan berakhir pada tepi kiri sebelah bawah dari SMV. Pada tempat

tersebut, vena tadi akan bergabung dengan vena yeyunalis atau dengan

vena pankreatioduodenal inferior anterior. Sebagian besar aliran vena pada

cabang anterior ini berasal dari Trunkus gastrokolika atau (Henle’s trunk).

Pada saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari

vena kolika hubungannya dengan SMV tepat dibawah dari collum

pankreas. Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan dengan cara

insisi pada daerah avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi bawah dari

pankreas. Disebelah atas dari pankreas, vena porta akan terekspos dengan

jelas bilaarteri gastroduodenal dan duktus koledokus dipisahkan. Kadang-

kadang arteri hepatika sering salah di identifikasi dengan

arteri gastroduodenal, sehingga untuk kepentingan tersebut, sebelum

dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal, harus dilakukakan oklusi

sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah sambil mempalpasi

pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.

Pembuluh arteri yang memperdarahi separuh bagian atas

duodenum adalah arteri pancreatikoduodenalis superior yang merupakan

cabang dari arteri gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum

diperdarahi oleh arteri pancreatikoduodenalis inferior yang

merupakancabang dari arteri mesenterika superior. Vena-vena duodenum

mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena superior

bermuaralangsung pada vena porta dan vena inferior bermuara pada vena

mesenterika superior.

Pembuluh limfe

Page 15: Atresia Duodenum.docx

11

Aliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan

vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan

cairan limfe keatas melalui nodulilymphatici pancreatikoduodenalis ke noduli

lymphatic gastroduodenalis dan kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke

bawah melalui noduli lymhatici pancreatico duodenalis ke noduli lymphatici

mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior.

Karsinomaduodenum primer mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau

melalui infiltrasi limfatik, tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar

pertama kali ke limfonodus periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura

duodenalis superior serta nodul pada retroduodenal biasanya berhubungan dengan

adanya metastasis karsinoma pancreas.

Innervasi

 Persarafan GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat

dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik). Inervasi

ekstrinsik dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus Vagus

(anterior dan cabang celiac) dan simpatis yang berasal dari nervus splanikus pada

ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterik Aurbach’s dan plexus

submucosal Meissner. Sel-sel saraf ini menginervasi terget sel seperti sel-sel otot

polos,sel-sel sekretorik dan sel- sel absorptive, dan juga sel-sel saraf tersebut

berhubungan dengan reseptor-reseptor sensoris dan interdigitatif yang juga

menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang terletak baik didalam maupun di

luar plexus. Sehingga pathway dari sistim saraf enterik bisa saja multisinaptik,

dan integrasi aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh bersamaan dengan sistim

saraf enterik.

 Krypteepitelium

 Paling sedikit tersusun atas 4 jenis sel yang berbeda; Paneth, goblet,

undefferentieted cell dan sel-sel endokrin. Pada bagian pertama duodenum

ditutupi oleh banyak lipatan sirkuler yang di namakan plica circularis, tempat

saluran empedu & duktus pancreatikus mayor menembus dinding medial bagian

ke dua duodenum. Duktus pankreatikus accesorius (bila ada) bermuara ke

duodenum pada papila yang kecil yang jaraknya sekitar 1,9 cm di atas

Page 16: Atresia Duodenum.docx

12

papilladuodeni mayor. Dinding duodenum sebelah posterior dan lateral letaknya

retoperitoneal sehingga tidak ditemukan lapisan serosa.

 1. Motilitas.

Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali

kontraksi, danmendorong makanan sepanjang usus kecil melalui

segmentasi (kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur ke depan

dan belakang) dan  peristaltik (migrasi aboral dari gelombang kontraksi dan

bolus makanan). Kolinergik vagal  bersifat eksitasi. Peptidergik

vagal bersifatinhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas

muskular; sedangkan sekretin dan dihambat oleh glukagon.

2. Pencernaan dan Absorpsi

a. Lemak lipase

Pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung

dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati

membran sel secara pasif dengan difusi, lalu mengalami disagregasi,

melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan asam

lemakmserta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk

kembali trigliserida dan menggabungkannya dengan kolesterol,

fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron. Asam lemak kecil

memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu diresorbsi ke

dalam sirkulasi enterohepatik diileum distal. Dari 5 gr garam

empedu, 0,5 gr hilang setiap hari, dankumpulan ini bersirkulasi ulang

enam kali dalam 24 jam.

b. Protein

Didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease

pancreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin,

dan endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein.

Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor aktif

membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif.

c. Karbohidrat

Page 17: Atresia Duodenum.docx

13

Amilase pancreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam

duodenum.

d. Air dan Elektrolit

Air, cairan empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10 L/hari,

kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik

diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida

diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan

transpor aktif.

e. Bikarbonat

Diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen.

f. Kalsium

Diabsorpsi melalui transpor aktif dalam duodenum, jejunum,

dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.

g. Fungsi Endokrin

Mukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah

(endokrin) melalui pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai

neurotransmiter.

h. Sekretin

Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil

melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang

menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan hambat

pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.

i. Kolesistokinin

Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino dan

asam lemak kontraksi kandung empedu dengan relaksasi sfingter Oddi

dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa usus dan

pankreas, merangsang motilitas, melepaskan insulin.

j. Fungsi Imun

Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari

imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria

Page 18: Atresia Duodenum.docx

14

2.5. Faktor Risiko8

1. Faktor genetik

Defek ini berhubungan dengan delesi kromosom 2q11 dan 12q4.3 yang

diyakini sebagai kromosom untuk pembentukan sistem pencernaan.

2. Faktor demografi dan reproduktif

Beberapa penelitian menyatakan bahwa angka kejadian atresia duodenal

lebih tinggi pada ras Afrika-Amerika daripada ras kulit putih. Risiko

atresia duodenal juga lebih besar pada bayi dengan berat lahir rendah dan

usia kehamilan yang lebih muda.

3. Gaya hidup dan lingkungan

Penyakit yang menular melalui kandungan dapat meningkatkan risiko

atresia duodenal

2.6. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan morfologi:9

1. Tipe I atresia (23%)

Septum transluminal dengan dilatasi usus proksimal dengan usus bagian

distal kolaps. Panjang usus biasanya normal

2. Tipe II atresia (10%)

Melibatkan dua ujung atresia yang dipisahkan oleh fibrous cord sepanjang

tepi mesenterium dengan mesenterium intak.

3. Tipe IIIa atresia (15%)

Serupa dengan tipe II atresia tetapi ada defek pada mesenteric dan panjang

usus bisa sedikit memendek.

4. Tipe IIIb atresia (19%) – Apple peel or Christmas tree deformity

Page 19: Atresia Duodenum.docx

15

Terdiri dari atresia pada jejunum proksimal, sering disertai malrotasi

dengan tidak adanya sebagian besar mesenterium dan panjang ileum yang

bertahan pada perfusi dari aliran retrograde sepanjang arteri tunggal

bervariasi.

5. Tipe IV atresia

Merupakan beberapa atresia tipe I, II, dan III, seperti sosis. Panjang usus

selalu berkurang.

Gambar 1. Klasifikasi Atresia Berdasarkan Morfologi

2.7. Patogenesis

Ada faktor ekstrinsik serta ekstrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya

atresia duodenal. Faktor intrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya anomali

ini karena kegagalan rekanalisasi lumen usus. Duodenum dibentuk dari bagian

akhir 5 foregut dan bagian sefalik midgut. Selama minggu ke 5-6 lumen tersumbat

Page 20: Atresia Duodenum.docx

16

oleh proliferasi sel dindingnya dan segera mengalami rekanalisasi pada minggu ke

8- 10. Kegagalan rekanalisasi ini disebut dengan atresia duodenum.2, 10

Perkembangan duodenum terjadi karena proses ploriferasi endoderm yang

tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi ploriferasinya atau disebabkan

kegagalan rekanalisasi epitelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak penelitian

yang menunjukkan bahwa epitel duodenum berploriferasi dalam usia kehamilan

30-60 hari ataupada kehamilan minggu ke 5 atau minggu ke 6, kemudian akan

menyumbat lumen duodenum secara sempurna. Kemudian akan terjadi proses

vakuolisasi. Pada proses ini sel akan mengalami proses apoptosis yang timbul

pada lumen duodenum. Apoptosis akan menyebabkan terjadinya degenerasi sel

epitel, kejadian ini terjadi pada minggu ke 11 kehamilan. Proses ini

mengakibatkan terjadinya rekanalisasi pada lumen duodenum. Apabila proses ini

mengalami kegagalan, maka lumen duodenum akan mengalami penyempitan.2, 10,

11, 12

Pada beberapa kondisi, atresia duodenum dapat disebabkan karena faktor

ekstrinsik. Kondisi ini disebabkan karena gangguan perkembangan struktur

tetangga, seperti pankreas. Atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular.

Pankreas anular merupakan jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling

duodenum, terutama deodenum bagian desenden. Kondisi ini akan mengakibatkan

gangguan perkembangan duodenum.10, 11, 12

Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi intrinsic and

exterinsic lesion. Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan pada tabel

dibawah ini.5

Ladd Classification: Beberapa lesi kongenital baik intrinsik ataupun

ekstrinsik dapat menyebabkan obstruksi parsial maupun total.

Intrinsic Lesion Extrinsic Lesion

Duodenal atresia Annular Pancreas

Duodenal stenosis Malrotation

Duodenal Web Peritoneal bands

Page 21: Atresia Duodenum.docx

17

Anterior Portal Vein

2.8. Diagnosis

2.8.1 Gejala Klinis

Muntah yang terus menerus merupakan gejala yang paling sering terjadi

pada atresia duodenal. Muntah yang terus-menerus ditemukan pada 85% pasien..

Muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan empedu

(biliosa). Akan tetapi pada 15% kasus, muntah yang timbul yaitu non-biliosa

apabila atresia terjadi pada proksimal dari ampula veteri. Apabila anak terus

menerus muntah pada hari pertama kelahiran ketika diberikan susu dalam jumlah

yang cukup sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti

roentgen dan harus dicurigai mengalami obstruksi usus.13

Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat, maka anak akan

mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit.

Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau

hipokloremia. Pemasangan tuba orogastrik akan mengalirkan cairan berwarna

empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.13

Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Akan tetapi distensi

ini tidak selalu ada, tergantung pada level atresia dan lamaya pasien tidak dirawat.

Jika obstruksi pada duodenum, distensi terbatas pada epigastrium. Distensi dapat

tidak terlihat jika pasien terus menerus muntah. Pada kasus lain, distensi tidak

nampak sampai neonatus berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah susu yang

dikonsumsi neonatus dan muntah yang dapat menyebabkan traktus alimentari

menjadi kosong. Neonatus dengan atresia duodenum memiliki gejala khas perut

yang berbentuk skafoid. Saat auskultasi, terlihat gelombang peristaltik gastrik

yang melewati epigastrium dari kiri ke kanan atau gelombang peristaltik

duodenum pada kuadran kanan atas. Apabila obstruksi pada jejunum, ileum

maupun kolon, maka gelombang peristaltik akan terdapat pada semua bagian

dinding perut.13

Page 22: Atresia Duodenum.docx

18

2.8.2. Pemeriksaan Penunjang

Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis atresia

duodenum. Gambaran udara yang tampak pada foto polos abdomen cukup

dijadikan patokan untuk mencari letak obstruksi. Pada atresia duodenum, foto

polos abdomen memperlihatkan gambaran double bubble sign dan tidak tampak

udara mengisi usus halus dan kolon. Seperti halnya juga dengan stenosis

duodenum, gambaran radiologis menunjukkan gambaran double bubble tetapi

masih tampak adanya udara di usus bagian distal.14, 15

Page 23: Atresia Duodenum.docx

19

Gambar 1. Foto polos abdomen atresia duodenum. Tampak adanya

gambaran double bubble sign.

Prenatal ultrasonografi dapat digunakan sebagai diagnosis pada saat masa

prenatal. Sonografi dapat mengevaluasi adanya polihidramnion dengan melihat

adanya struktur echo yang berisi dua cairan dengan gambaran double bubble pada

44% kasus.11

Pemeriksaan laboratorium yang diperiksa pada kasus atresia duodenum

meliputi pemeriksaan darah lengkap, dan elektrolit. Pada pasien yang muntahnya

progresif dapat mengalami gangguan elektrolit. Biasanya muntah yang lama akan

menyebabkan terjadinya metabolik alkalosis dengan hipokalemia atau

hipokloremia. Disamping itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan darah lengkap

untuk mengetahui apakah pasien mengalami demam oleh karena peritonitis.11

2.9. Penatalaksanaan

Tata Laksana Preoperatif

Setelah diagnosis ditegakkan, maka resusitasi yang tepat diperlukan dengan

melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan abnormalitas elektrolit serta

Page 24: Atresia Duodenum.docx

20

melakukan kompresi pada gastrik. Dilakukan pemasangan orogastrik tube dan

menjaga hidrasi IV. Managemen preoperatif ini dilakukan mulai dari pasien lahir.

Sebagian besar pasien dengan duodenal atresia merupakan pasien premature dan

kecil, sehingga perawatan khusus diperlukan untuk menjaga panas tubuh bayi dan

mencegah terjadinya hipoglikemia, terutama pada kasus berat badan lahir yang

sangat rendah, CHD, dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya pesien dirawat dalam

inkubator.11, 12, 16

Tata Laksana Intraoperatif

Sebelum tahun 1970, duodenojejunostomi merupakan teknik yang dipilih

untuk mengoreksi obstruksi yang disebabkan karena stenosis maupun atresia.

Kemudian, berdasarkan perkembangannya, ditemukan berbagai teknik yang

bervariasi, meliputi side-to-side duodenoduodenostomi, diamnond shape

duodenoduodenostomi, partial web resection with heineke mikulick type

duodenoplasty, dan tapering duodenoplasty. Side-to-side duodenoplasty yang

panjang, walaupun dianggap efektif, akan tetapi pada beberapa penelitian teknik

ini memyebabkan terjadinya disfungsi anatomi dan obstruksi yang lama. Pada

pasien dengan duodenoduodenostomi sering mengalami blind-loop syndrome.11, 12,

16

Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi maupun open

duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada bagian

proksimal secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond

shape. Dilakukan anastomosis diamond-shape pada bagian proksimal secara

tranversal dan distal secara longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan

diamater anatomosis yang lebih besar, dimana kondisi ini lebih baik untuk

mengosongkan duodenum bagian atas. Pada beberapa kasus,

duodenoduodenostomi dapat sebagai alternatif dan menyebabkan proses

perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan minimal. Untuk open

duodenoduodenostomi, dapat dilakukan insisi secara tranversal pada kuadran

kanan atas pada suprambilikal. Untuk membuka abdomen maka diperlukan insisi

pada kulit secara tranversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas umbilikus dari garis

Page 25: Atresia Duodenum.docx

21

tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas. Setelah kita

menggeser kolon ascending dan tranversum ke kiri, kemudian kita akan melihat

duodenal yang mengalami obstruksi. Disamping mengevaluasi duodenal stresia,

dapat dievaluasi adanya malrotasi karena 30% obstruksi duodenal kongenital

dihubungkan dengan adanya malrotasi. Kemudian dilakukan duodenotomi secara

tranversal pada dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang

terdilatasi serta duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada

batas antimesenterik pada duodenum distal. Kemudian akan dilakukan anstomosis

dengan menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.10, 11, 12

Gambar 2. Diamond-shaped duodenoduodenostomy

Disamping melakukan open duodenoduodenostomi, pada negara maju

dapat dilakukan teknik operasi menggunakan laparoscopic. Teknik dimulai

dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi, kemudian akan diinsersikan

dua instrument. Satu pada kuadran kanan bayi, dan satu pada mid-epigastik kanan.

Duodenum dimobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami obstruksi.

Kemudian dilakukan diamond shape anastomosis. Beberapa ahli bedah melakukan

laparoscopik anatomosis dengan jahitan secara interrupted, akan tetapi teknik ini

memerlukan banyak jahitan. Metode terbaru yang dilaporkan, kondisi ini dapat

diselesaikan dengan menggunakan nitinol U-clips untuk membuat

duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan bayi akan lebih untuk dapat

Page 26: Atresia Duodenum.docx

22

segera menyusui dibandingkan open duodenoduodenostomi secara

konvensional.12

Untuk duodenal obstruksi yang disebabkan annular pankreas, maka dilakukan

duodenoduodenostomi antara segmen duodenum diatas dan dibawah area cincin

pankreas. Operator tidak boleh melakukan pembedahan pada pancreas karena

akan menyebabkan pankreatik fistula, kondisi demikian menyebabkan stenosis

atau atresia duodenum akan menetap.12

Gambar 3. Foto intraoperatif atresia duodenum (kanan) dan setelah

duodenoduodenostomy (kiri)

Tata Laksana Postoperatif

Pada periode postoperatif, maka infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien

menggunakan transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien dapat mulai

menyusui setelah 48 jam pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang,

maka dapat dipasang kateter intravena baik sentral maupun perifer apabila

transanastomotic enteral tidak adekuat untuk memberi suplai nutrisi serta tidak

ditoleransi oleh pasien. Semua pasien memiliki periode aspirasi asam lambung

yang berwarna empedu. Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efektif

atau distensi pada duodenum bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral

tergantung pada penurunan volume gastrik yang diaspirasi.10, 11, 12

2.10. Prognosis

Page 27: Atresia Duodenum.docx

23

Angka harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%.

Mortalitas yang tinggi disebabkan karena prematuritas serta abnormalitas

kongenital yang multiple. Komplikasi post operatif dilaporkan pada 14-18%

pasien, dan beberapa pasien memerlukan operasi kembali. Beberapa kondisi yang

sering terjadi dan menyebabkan pasien perlu dioperasi kembali, yakni kebocoran

anstomosis, obstruksi fungsional duodenal, serta adanya adhesi.12

Page 28: Atresia Duodenum.docx

24

BAB 3

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : ZR

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 18/ 05/ 2015/ 5hari

Pekerjaan : -

RM : 00.64.31.07

Tanggal masuk : 22 Mei 2015

II. ANAMNESIS

Pasien konsul dari Bagian Departemen anak ke Bedah anak tanggal 4 Juni 2015

Keluhan utama: Muntah

Telaah: - Hal ini dialami sejak pasien berusia 1 hari, frekuensi 3 kali sehari

dengan volume kurang lebih 20cc. Muntah setiap kali pasien diberi susu,

berwarna kuning. Kesan tidak menyemprot.

- Demam (-), sesak nafas (-)

- BAB (+) warna hitam, mekonium sudah keluar

- Menangis lemah, mengisap lemah, tonus otot lemah, gerakan aktif

- Riwayat kehamilan: usia 38 tahun, selama hamil kontrol teratur ke

dokter, DM (-), riw HT (-), selama hamil tidak minum obat obatan,

jamu jamuan, riwayat demam (-)

Page 29: Atresia Duodenum.docx

25

- Riwayat kelahiran: os anak ketiga lahir SC karena sungsang, lahir

langsung menangis, riwayat biru (-), riwayat ketuban hijau (-), BBL =

2500gram

RPT : -

RPO : -

III. PEMERIKSAAN FISIK

Sens : CM, T: 36.9oC ; BB = 1800gram

Anemis (-), ikhterik (-), dispone (-), cyanosis (-), oedem (-)

Kepala : ubun ubun besar terbuka rata; mata : RC +/+, pupil isokor, conj

palpebra inferior pucat (-/-) ; Telinga/mulut : normal/ terpasang OGT ;

hidung = O2 nasal kanul terpasang

Dada : simetris fusiformis, retraksi (-)

HR : 140 x/menit regular, tanpa desah

RR : 40x/ menit regular Rh -/-

Perut : soepel, scaphoid, kontur usus terlihat jelas, turgor kulit kembali lambat,

peristaltic(+) N H/L : tidak teraba ; tali pusat layu, bau tidak ada

Anggota gerak : nadi : 14x/menit t/v: kuat/ cukup, akral hangat CRT<3 detik

Sianosis tidak ada, SaO2 : 96%

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin : Hb : 13.8,5 g/dL

Page 30: Atresia Duodenum.docx

26

Ht : 45.30 %

RBC : 4,46 x106/mm3

Leu : 48.60 103/mm3

Trom : 72/mm3

Kalsium ion : 1.163 mmol/L (1.11 – 1.31)

Albumin : 3.4 g/dl (3.8 – 6.4)

Glukosa Darah Sewaktu : 77.10 mg/dl

Trigliserida : 523 mg/dl (40 – 200)

Na/K/Cl : 130/3.9/100

Kesan : Trombositopenia, hipoalbuminemia, hiponatremia, hipertrigliserida

Page 31: Atresia Duodenum.docx

27

Foto BNO/Abdomen

Kesan : Neonatal penumonia

Menyokong gambaran Hyperthropic Stenosis Pyloric

Tidak tampak kelainan tulang kranium dan maksilofasial/tulang pelvis dan

ekstremitas

Page 32: Atresia Duodenum.docx

28

USG Lower Abdomen/Pelvic (3/6/2015)

Kesan : dilatasi gaster dengan 2 kantongan berisi minuman menggambarkan

atresia duodenum

Page 33: Atresia Duodenum.docx

29

V. DIAGNOSIS

Suspek Atresia duodenum dd Hyperthropic Stenosis Pyloric

VI. TATALAKSANA

- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5

- Terpasang Nasal Kanul

- Kebutuhan parenteral : 275 cc/hari

o IVFd D5% NaCl 0.45% (430cc) + D40% (70cc) + Kcl 10mg + Ca

Gluoknas 10cc 72.5cc/hari

o Aminosteril 6% 4g/kgbb/hari = 10g/hari = 166cc/hari 6.9

cc/jam

o Ivelip 20% 3g/kgbb/hari = 7.5g/hari = 37.5 cc/hari -> 1.5 cc/jam

- Kebutuhan enteral 40cc/kgbb/hari = 100cc/hari

Diet ASI/PASI 2cc/2jam/OGT

- Inj Ceftazidime 45mg//12jam/iv

- Inj gentamicyn 10mg/24jam/iv

- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv

- Rawat tali pusat dengan kasa steril

- Popok basah segera ganti

Page 34: Atresia Duodenum.docx

30

VII. FOLLOW UP

5/6/2015 S : muntah (+), BAB (+) hitamO : abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Suspect Atresia Duodenum dd HPSP : - Rencana Barium Enema Follo Through hari ini di RS luar

- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parenteral : 275 cc/hari

o IVFD D5% NaCl 0.45% (430cc) + D40% (70cc) +

KCl 10mg + Ca Gluoknas 10cc 72.5cc/hari o Aminosteril 6% 4g/kgbb/hari = 10g/hari =

166cc/hari 6.9 cc/jamo Ivelip 20% 3g/kgbb/hari = 7.5g/hari = 37.5 cc/hari -

> 1.5 cc/jam- Kebutuhan enteral 40cc/kgbb/hari = 100cc/hari

Diet ASI/PASI 2cc/2jam/OGT- Inj Ceftazidime 45mg//12jam/iv- Inj Gentamicyn 10mg/24jam/iv- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Rawat tali pusat dengan kasa steril- Popok basah segera ganti- Koreksi Trombositopenia 10cc/kg selama 3 hari berturut

turut : 25cc/24jam - Koreksi hiponatremia : NaCl 0.45% 7cc/jam IVFD

D5% NaCl 0.45% + 10 meq KCl + 10cc Ca Glukonas dengan kecepatan 7cc/jam (selama 24 jam)

Hasil laboratorium darah :Hb/Ht/Leu/Ht : 10.60/22.19/30.90/18

6/6/2015s/d8/6/2015

S : muntah (+), BAB (+) hitamO : abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : Soepel

A : Suspect Atresia Duodenum dd HPSP : - Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5

- Terpasang Nasal Kanul

Page 35: Atresia Duodenum.docx

31

- Kebutuhan parenteral : 275 cc/hario IVFD D5% NaCl 0.45% (430cc) + D40% (70cc) +

Kcl 10mg + Ca Gluoknas 10cc 72.5cc/hari o Aminosteril 6% 4g/kgbb/hari = 10g/hari =

166cc/hari 6.9 cc/jamo Ivelip 20% 3g/kgbb/hari = 7.5g/hari = 37.5 cc/hari -

> 1.5 cc/jam- Kebutuhan enteral 15cc/kgbb/hari

Diet ASI/PASI 2cc/2jam/OG dengan syringe pump - Inj Amikacin 19mg/8jam/iv- Inj Cefotaxim 125mg/8jam/iv- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Rawat tali pusat dengan kasa steril- Popok basah segera ganti

9/6/2015 S : Muntah (+), BAB (+) hitamO : Abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Suspect Atresia Duodenum dd HPSP : - Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5

- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 290cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.45%(430cc) + D40% (10ccc) + KCL 10MeQ + Ca Glukonas 10cc 6cc/jam

Aminofusin 5.3cc/jam Ivelip 20% 28cc/jam

- Diet 15cc/kgBb/hari Diet ASI/PASI 2cc/2jam/OG dengan syringe pump

- InjAmikacin 19mg/8jam/iv- Inj Cefotaxim 125mg/8jam/iv- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Rawat tali pusat dengan kasa steril- Popok basah segera ganti

Hasil laboratorium :Hb/Leu/Ht/Plt : 5.7/ 4.44/17.20/7PT/aPTT/TT/INR : 13.2/24.6/15.3/0.98

Page 36: Atresia Duodenum.docx

32

AST/ALT/Albumin : 18/15/2.4KGD : 83.60Na/K/Cl/Mg : 133/3/100/2.27Procalcitonin : 119.90

10/6/2015 S : muntah (+), BAB (+) hitamO : abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Suspect Atresia Duodenum dd HPSP : - Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5

- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 290cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.45%(430cc) + D40% (10ccc) + KCl 10meq + Ca Glukonas 10cc 6cc/jam

Aminofusin 5.3cc/jam Ivelip 20% 28cc/jam

- Diet 15cc/kgBB/hari Diet ASI/PASI 2cc/2jam/OG dengan syringe pump

- Inj Amikacin 19mg/8jam/iv- Inj Cefotaxim 125mg/8jam/iv- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Popok basah segera ganti

11/6/2015 S : muntah (-), BAB (+) hitam

O : abdomen : I : distensi (-)A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Suspect Atresia Duodenum dd HPSP : - Rawat inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5

- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 290cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.225%(430cc) + D40% (10cc) + KCl 10 meq + Ca Glukonas 10cc 7cc/jam

Aminofusin 5.3cc/jam Ivelip 20% 28cc/jam

- Diet Tropic Feeding 2cc/2jam/OGT dengan Pregistimil

Page 37: Atresia Duodenum.docx

33

- Inj Amikacin 19mg/8jam/iv- Inj Metronidazole MD 15mg/12jam- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Albumin 25% 5cc- Popok basah segera ganti- Transfusi PRC dan Trombosit

12/6/2015s/d 14/6/2015

S : muntah (+), Pucat (+)O : abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Atresia DuodenumP : - Perbaikan KU

- Koreksi trombosit sesuai departemen pediatrik- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 290cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.225%(430cc) + D40% (10ccc) + KCl 10meq + Ca Glukonas 10cc 7cc/jam

Aminofusin 5.3cc/jam Ivelip 20% 28cc/jam

- Diet Tropic Feeding 2cc/2jam/OGT dengan Pregistimil- Inj Amikacin 19mg/8jam/iv- Inj Metronidazole MD 15mg/12jam- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Popok basah segera ganti

Hasil laboratorium darah tgl 12/6/2015 :Hb/Leu/Ht/Plt : 10.50/ 10.29/30.40/34Albumin : 3.6Na/K/Cl : 140/2.4/100Hasil laboratorium darah tgl 14/6/2015 :Hb/Leu/Ht/Plt : 10.10/11.47/30/11

15/6/2015s/d

17/6/2015

S : muntah (-), BAB (+)O : abdomen : I : distensi (-)

A : peristaltik (+) NP : TympaniP : soepel

A : Atresia Duodenum

Page 38: Atresia Duodenum.docx

34

P : - perbaikan KU- Koreksi trombosit sesuai TS pediatric- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 290cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.225%(430cc) + D40% (10cc) + KCl 10meq + Ca Glukonas 10cc 7cc/jam

Aminofusin 5.3cc/jam Ivelip 20% 28cc/jam

- Diet Tropic Feeding 2cc/2jam/OGT dengan Pregistimil- InjAmikacin 19mg/8jam/iv- Inj Metronidazole MD 15mg/12jam- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv- Popok basah segera ganti- Transfusi trombosit 45cc/kgBB =30cc/12jam sebanyak 3x

pemberian- Transfusi PRC = 20cc

Hasil Laboratorium darah tgl 16/6/2015:Hb/leu/Ht/Plt : 11.9/9.61/34.7/57KGD : 59.70Na/K/Cl : 136/4.2/98

18/6/2015 Pasien dilakukan tindakan laparatomi duodenumS = lemah, POD 1O : sens CM ; T: 37oCAbdomen : I : distensi (-)A : peristaltik : (-)P : tympaniP : soepelA : post kimura procedure d/t atresia duodenumP : - Puasa

- Diet TPN sesuai Departemen pediatric- Cek Lab RL, Elektrolit, RFT, Albumin post op

Hb/Leu/Ht/Plt/ : 7.6/11.89/21.90/26PT/aPTT/TT/INR : 13.9/29.7/13.8/1.01Albumin : 3.4KGD ad Random : 202.20Kolestrol total/TG/HDL/LDL : 166/66/24/111Ur/Cr/Asam Urat : 23.10/0.30/4.4Ca/Na/K/Cl : 9.7/ 129/3.3/98

Page 39: Atresia Duodenum.docx

35

Procalcitonin : 1.4ng/ml19/6/2015 S = muntah (-), OGT: bersih

O : sens : CM t: 37oCAbdomen : I : distensi (+) minimalA : peristaltik (-)P : timpaniP : soepelA : post kimuta procedure d/t atresia duodenumP : - Puasa +TPN

- Observasi tanda tanda obstruksi- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 – 37.5- Terpasang Nasal Kanul - Kebutuhan parentral 150cc/hari

IVFD D5% NaCl 0.225%(430cc) + D40% (70ccc) + KCL 10MeQ + Ca Glukonas 10cc 8cc/jam

Aminosteril 6% 4g/hari 5cc/jam- Diet enteral sementara puasa- InjAmikacin 19mg/8jam/iv- Inj Metronidazole MD 15mg/12jam- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv- Nystatin 4x1cc- Myconazole zalf oles tipis 3x/hari- Inj Paracetamol 20mg/8jam- Transfusi PRC 15cc- Transfusi trombosit 20cc/12jam (3x pemberian)- Popok basah segera ganti

Page 40: Atresia Duodenum.docx

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Dalla Vecchia L.K., Grosfeld J.L., West K.W., Rescorla F.J., Scherer L.,

Engum S.A. Intestinal atresia and stenosis: a 25-year experience with 277

cases. Archives of Surgery. 2007;133(5):490-497.

2. Sekmenli T., Koplay M., Alabalik U., Kivrak A.S. Duodenal Atresia and

Hirschsprung Disease in a Patient with Down Syndrome. Eur J Gen Med.

2011;8(2):157-159.

3. Free E., GERALD B. Duodenal obstruction in the newborn due to annular

pancreas. American Journal of Roentgenology. 2004;103(2):321-325.

4. Sundari T.A., Retayasa W., Kardana M., Sukarena N., Sudira N. Duodenal

Atresia in a Newborn Baby. Journal of the Indonesian Medical

Association. 2011;58(11).

5. Merkel M. Postoperative outcome after Small Bowel Atresia:

Medizinische Universität; 2011.

6. Applebaum H., Lee S., Puapong D. Duodenal atresia and stenosis-annular

pancreas. Grosfeld JL, O’Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran A. Pediatric

Surgery, 6th ed. Mosby: Philadelphia. 2006:1260-1268.

7. Akinloye O., Truong W., Giacomantonio M., Mateos D., El-Naggar W.

Coexistence of meconium ileus with duodenal atresia and trisomy 21 in a

newborn: a case report. Journal of Perinatology. 2014;34(11):875-876.

8. Texas Department of State Health Services. BIRTH DEFECT RISK

FACTOR SERIES: Atresia-Stenosis of the Small Intestine. 2005.

9. Millar A.J.W., Gosche J.R., Lakhoo K. Intestinal Atresia and Stenosis.

Pediatric Surgery: Saunders; 2003. p. 385-388.

10. Kessel D., De Bruyn R., Drake D. Ultrasound diagnosis of duodenal

atresia combined with isolated oesophageal atresia. The British journal of

radiology. 2011;66(781):86-88.

Page 41: Atresia Duodenum.docx

37

11. Hayden Jr C., Schwartz M., Davis M., Swischuk L. Combined esophageal

and duodenal atresia: Sonographic findings. American Journal of

Roentgenology. 2003;140(2):225-226.

12. Lees R.F., Alford B.A., Brenbridge A., Buschi A.J., Williamson B.

Sonographic appearance of duodenal atresia in utero. American Journal of

Roentgenology. 2001;131(4):701-702.

13. Ladd A.P., Madura J.A. Congenital duodenal anomalies in the adult.

Archives of Surgery. 2001;136(5):576-584.

14. Sjamsuhidajat R., De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. 2010.

15. Rasad S., Kartoleksono S., Ekayuda I. Radiologi diagnostik. 2 ed. 2005.

16. Eckoldt-Wolke F., Hesse A.A., Krishnaswami S. Duodenal Atresia and

Stenosis. 2009.