Upload
erika-pratami
View
63
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Autisme F48
Citation preview
REFERAT
AUTISME F84
Pembimbing :
dr. Eliyati, Sp.KJ
Penyusun :
Erika Pratami
030.07.083
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ MAgelang
Periode 21 Januari – 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
1
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul “Autisme F84” telah diterima dan disetujui
pada tanggal Januari 2013
oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehtan Jiwa RSJ Magelang
Jakarta, Januari 2013
dr. Eliyati , Sp.KJ
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Autisme F84” ini
dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Jiwan di RSJ Magelang Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil
referensi dari literatur dan jaringan internet.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr.
Eliyati, Sp.KJ yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian karya tulis
ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari referensi yang
lebih baik.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama atas dukungan dan bantuan mereka selama
saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi
suatu inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada
kedua orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan kasihnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis,
Erika Pratami
3
BAB I PENDAHULUAN
Autisme adalah kelainan yang kompleks. Pada dasarnya kelainan seorang autistik
meliputi tiga bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Di dalam bidang
komunikasi, autisme menyebabkan gangguan kemampuan penderita untuk mengerti arti dan
tujuan bahasa badan, tulisan dan bicara. Bagi seorang autistik, interaksi sosial adalah hal yang
sulit, membingungkan dan menakutkan. Kelainan interaksi sosial dan komunikasi
menyebabkan gangguan perilaku yang berkaitan dengan spektrum kelainan autistik, meliputi
kelainan bicara, kepekaan sensorik, obsesi, keterikatan pada kesatuan dan kesamaan, dan
tantrum. Menurut Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder edisi ke-4 (DSM-
IV), fungsi abnormal ini harus ditemukan pada anak dengan usia lebih dari 3 tahun.1,2,3
Tanda dan gejala dari gangguan autis ini mulai terlihat pada awal sebelum tahun
ketiga kehidupan dan akan berlanjut semasa hidupnya. Pada banyak kasus, problem dalam
komunikasi dan interaksi sosial anak dengan gangguan autis paling mudah dibedakan dengan
anak normal lainnya yang sebaya.2,3
Diagnosis yang tepat sangat tergantung pada riwayat perkembangan yang akurat
dengan fokus tipe perilaku yang khas untuk autisme dan juga pada keterampilan fungsional
yang ditampakkan. Upaya pengobatan untuk autisme hingga kini belum ada, meskipun
demikian, beberapa obat psikotropik yang mengarah pada gejala khusus dapat memberikan
efek yang substansial.2,3
Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia.
Di Kanada dan Jepang pertambahan mencapai 40 persen sejak trahun 1980. Meskipun hingga
saat ini etiologi masih belum diketahui dengan baik, namun ada beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab autis antara lain abnormalitas genetik, komplikasi obstetrik, paparan
agen-agen yang toksik, dan juga infeksi prenatal, perinatal, dan postnatal.1,2,3
4
BAB II PEMBAHASAN
AUTISME F84
II.1. SEJARAH
Pada tahun 1867 Henry Maudsley merupakan dokter psikiatrik pertama yang
memberikan perhatian yang serius pada anak- anak yang memiliki gangguan mental yang
parah yang berupa penyimpangan, keterlambatan, distorsi yang jelas pada proses
perkembangannya. Pada awalanya, gangguan ini dianggap sebagai gangguan psikosis.1
Tahun 1943 Leo Kanner dalam tulisannya “Austistic Disturbance of Affective
Contact”, menyebutkan istilah “autism infantil” yang member sumbangan yang besar dan
jelas serta menyeluruh untuk sindrom masa anak-anak awal. Ia menggambarkan anak-anak
yang menunjukkan kesepian autistic yang ekstrim, gagal untuk menerima sikap antisipasi,
perkembangan bahasayang terlambat atau menyimpang dengan ekolalia dan pemakaian kata
sebutan yang terbalik, pengulangan ungkapan verbal atau bunyi yang monoton, stereotipik,
mannerisme, keinginan obsesif untuk mempertahankan kesamaan dan takut akan perubahan,
kontak mata yang buruk dan hubungan abnormal dengan orang dan lebih menyukai gambar
dan benda mati. Kanner menyatakan bahwa beberapa anak dengan sindrom tersebut
diklasifikasikan sebagai retardasi mental atau skizofrenia.1
II.2. DEFINISI
Autisme merupakan salah satu kelompok gangguan pada anak yang ditandai dengan
munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan
pada interaksi sosial, dan perilakunya. Schreibmann juga menjelaskan bahwa autism disebut
juga “the ultimate learning disability” karena mereka mempunyai kesulitan besar dalam
pemahaman bahasa dan interaksi social.2
Istilah autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah
pada diri sendiri atau berdiri sendiri. Istilah ini ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943
seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang
mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah perilaku. Anak-
anak ini menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitif
dan stereotipik serta senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain.2,3,4
5
II.3. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000-150.000 anak di bawah usia
15 tahun. Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention, di Amerika
diperkirakan autis mengenai 1 dari 150 kelahiran. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa
anak dengan autism di Amerika Serikat mengalami peningkatan sebanyak 754%, dari 22.664
pada tahun 1994 menjadi 193.637 di tahun 2005. Di California sendiri pada tahun 2002
disimpulkan terdapat 9 kasus autis per harinya.2,5
Kepustakaan lain menyebutkan prevalensi autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang,
bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002
melaporkan angka kejadian autis meningkat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita
autis.1,2,3,4
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa
persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-
200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.1,2,3
II.4. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Kausa dari autis disorder masih belum diketahui. Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab autis antara lain komplikasi obstetrik, infeksi, genetik, faktor biologis,
psikososial dan keluarga, neuroanatomis, biokimia dan paparan zat-zat toksik.
1. Faktor Psikodinamika
Dalam laporan awalnya Kanner menulis bahwa beberapa orang tua dengan anak
autism yang cenerung kurang memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Namun
temuan ini tidak ditiru lagi sejak 50 tahun terakhir. Teori lainnya dikemukakan oleh Bruto
Bettelheim (1967) menyatakan bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua
terhadap anaknya.1 Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan persaan negatif
mereka. Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak apapun pada dunia
sehingga menciptakan “benteng kekosongan” untuk melindungi dirinya dari penderitaan
dan kekecewaan tentang penolakan dan kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak
dengan autisme. Namun teori ini juga tidak jelas sebagai etiologi utama autisme ini.2,4
Penelitian terakhir membandingkan orangtua dari anak autisme dengan orangtua
dari anak normal ternyata tidak juga menunjukkan perbedaan dalam kemampuan
6
membesarkan anak. Tidak ada bukti memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu
fungsi keluarga yang menyimpang atau kumpulan factor psikodinamika yang
menyebabkan gangguan autistic. Namun beberapa anak autistic berespon terhadap stresor
psikososial, seperti kelahiran seorang adik atau pindah rumah dengan eksaserbasi gejala.1
2. Kelainan organik-neurologis-biologis
Tingginya angka retardasi mental pada anak dengan gangguan autistik dan angka
gangguan bangkitan yang lebih tinggi dari yang diharapkan menunjukkan adanya dasar
biologis untuk gangguan autistik. Kira-kira 75 persen anak dengan gangguan autistik
memiliki retardasi mental. Kira-kira sepertiga anak-anak ini memiliki retardasi mental
ringan hingga sedang, dan hampir setengah dari anak-anak ini mengalami retardasi
mental berat atau sangat berat. Anak dengan gangguan autistik dan retardasi mental
secara khas menunjukkan defisit yang lebih nyata di dalam pemberian alasan abstrak,
pemahaman sosial, dan tugas verbal dibandingkan dengan tugas kinerja seperti rancangan
balok dan mengingat angka, dengan rincian yang dapat diingat, tanpa mengacu pada
pengertian “keseluruhan”.2,4
Empat hingga 32 persen orang dengan autisme memiliki bangkitan grand mal
pada suatu waktu, dan kira-kira 20 hingga 25 persen menunjukkan pembesaran ventrikel
pada pemindaian computed tomography (CT). Berbagai kelainan elektroensefalogram
(EEG) ditemukan pada 10 hingga 83 persen anak dengan autisme, dan meskipun tidak
ada temuan EEG yang spesifik untuk gangguan autistik, ada beberapa indikasi lateralisasi
serebral yang gagal. Baru-baru ini, satu studi magnetic resonance imaging (MRI)
mengungkapkan adanya hipoplasia lobulus vermis serebeli VI dan VII, serta studi MRI
yang lain mengungkapkan adanya kelainan korteks, terutama polimikrogiria pada
beberapa pasien autistik. Kelainan ini dapat mencerminkan migrasi sel abnormal pada 6
bulan pertama usia gestasi. Suatu studi autopsi mengungkapkan adanya penurunan jumlah
sel purkinje dan studi lain menemukan peningkatan metabolisme korteks difus selama
pemindaian positron emission tomography (PET).1,2,3,4
|”””””””””””””””””””””"
Gangguan autistik juga dikaitkan dengan keadaan neurologis, khususnya rubela
kongenital, fenilketouria (PKU), sklerosis tuberosa, dan gangguan Rett. Anak autistik
menunjukkan lebih banyak bukti adanya komplikasi perinatal dibandingkan kelompok
anak normal serta mereka dengan gangguan lain. Temuan bahwa anak autistik memiliki
lebih banyak anomali fisik kongenital minor yang signifikan dibandingkan yang
7
diperkirakan menunjukkan adanya perkembangan abnormal dalam trimester pertama
kehamilan.2,4
3. Faktor Genetik
Pada beberapa survei, antara 2 dan 4 persen saudara kandung anak autistik juga
mengalami gangguan autistik. Suatu angka yang 50 kali lebih besar dibandingkan
populasi umum. Laporan klinis mengesankan bahwa pada keluarga yang memiliki
anggota autistik, anggota nonautistiknya mempunyai gangguan pelafalan bahasa atau
kognitif lainnya dengan angka kejadian yang lebih tinggi. Sindrom X rapuh, yaitu suatu
gangguan genetik berupa patahnya kromosom X, tampak terkait dengan autistik. Kira-
kira 1% anak dengan gangguan autistik juga memiliki sindrom X rapuh. Sklerosis
tuberosa, yaitu gangguan genetik yang ditandai oleh berbagai tumor jinak dengan
penurunan autosom dominan ditemukan pada frekuensi yang lebih tinggi pada anak
dengan gangguan autistik. Hingga 2 persen anak dengan gangguan autistik juga memiliki
sklerosis tuberosa.1
Baru-baru ini, peneliti menapis lebih dari 150 pasang DNA milik saudara kandung
anak dengan autisme. Mereka menemukan bukti yang sangat kuat bahwa dua regio pada
kromosom 2 dan 7 mengandung gen yang terlibat autisme. Lokasi yang lain juga
ditemukan pada kromosom 16 dan 17, meskipun kekuatan hubungan ini lebih lemah.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko lebih tinggi
dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung yang juga autis sekitar
3% Kelainan dari gen pembentuk metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis.
Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh
terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi
logam berat, pematangan saluran cerna, dan penguat sistem imun. Disfungsi metalotianin
akan menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan tubuh untuk
membuang logam berat dan kelainan sisten imun yang sering ditemukan pada orang autis.
Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih berisikonya laki-laki dibanding
perempuan. Hal ini disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen
dan progesteron.2,3,4
4. Faktor Imunologis
Terdapat beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan imunologis
(antibodi maternal yang ditunjukkan pada janin) dapat turut berperan dalam gangguan
autistik. Limfosit beberapa anak autistik bereaksi dengan antibodi maternal, suatu fakta
8
yang meningkatkan kemungkinan jaringan saraf embrionik atau ekstraembrionik rusak
selama gestasi.1
5. Faktor Perinatal
Komplikasi obstetrik berhubungan dengan meningkatnya resiko autis disorder.
Adapun komplikasi obstetrik ini dapat menyebabkan terjadinya autis ini belum jelas
mekanismenya. Ibu dengan riwayat diabetes, hipertensi, atau obesitas selama masa
kehamilan lebih beresiko melahirkan anak dengan autism spectrum disorders dan
kelainan neurodevelopmental lainnya. Penggunaan obat-obatan SSRIs (selective
serotonin-reuptake inhibitors) oleh ibu pada kehamilan trimester pertama dapat
meningkatkan resiko didapatkan anak dengan autism spectrum disorder.1,4
Infeksi sebagai salah satu kausa autism didasarkan pada banyaknya anak yang
menderita autis yang dilahirkan dari wanita yang terinfeksi oleh rubella.1,4
Insiden komplikasi perinatal melebihi yang diperkirakan tampaknya dialami oleh bayi
yang kemudian didiagnosis mengalami gangguan autistik. Perdarahan ibu setelah
trimester pertama dan mekonium di dalam cairan amnion dilaporkan lebih sering di dalam
riwayat anak dengan gangguan autistik dibanding dengan populasi umum. Pada periode
neonatus, anak autistik memiliki insiden sindrom gawat napas serta anemia neonatus yang
tinggi.1
6. Faktor Neuroanatomis
Studi MRI yang membandingkan orang autistik dengan kontrol normal
menunjukkan bahwa volume total otak meningkat pada orang dengan autisme, meskipun
anak autistik dengan retardasi mental berat umumnya memiliki kepala yang lebih kecil.
Peningkatan presentase rata-rata ukuran terbesar terdapat pada lobus oksipitalis, lobus
parietalis, dan lobus temporalis. Peningkatan volume dapat terjadi akibat tiga
kemungkinan mekanisme yang berbeda: meningkatnya neurogenesis, menurunnya
kematian neuron, dan meningkatnya produksi jaringan otak non neuronal seperti sel glia
atau pembuluh darah. Pembesaran otak dijadikan sebagai kemungkinan penanda biologis
untuk gangguan autistik.1,2,4
Lobus temporalis diyakini merupakan area yang penting pada kelainan otak di
dalam gangguan autistik. Hal ini didasarkan pada laporan mengenai sindrom mirip
autistik pada beberapa orang dengan kerusakan lobus temporalis.1,2,3,4 Jika lobus
temporalis dirusak, maka perilaku social yang diharapkan menghilang, muncul
kegelisahan, perilaku motorik berulang. Ditemukan juga penuruna jumlah sel Purkinje di
serebelum yang menyebabkan gangguan atensi, kesadaran dan fungsi sensorik.1,3
9
7. Faktor Biokimia
Sekurangnya sepertiga pasien gangguan autistic mengalami peningkatan serotonin
plasma. Pada beberapa anak autistik, meningkatnya asam homovanilat (metabolit
dopamin utama) di dalam cairan serebrospinal menyebabkan meningkatnya stereotipe dan
penarikan diri. Beberapa bukti menunjukkan bahwa keparahan gejala berkurang ketika
terjadi peningkatan rasio asam 5-hidroksi-indolasetat CSF (5-HIAA, metabolit serotonin)
terhadap asam homovanilat CSF. CSF 5-HIAA dapat berbanding terbalik dengan kadar
serotonin darah; kadar ini meningkat pada sepertiga pasien gangguan autistik, temuan
nonspesifik yang juga terdapat pada orang dengan retardasi mental. Kadar asam 5-
hidroksi-indolasetat CSF mungkin berbanding terbalik dengan kadar serotonin darah.
Kadar tersebut meningkat pada pasien dengan gangguan autistic namun juga ditemukan
pada pasien dengan retardasi mental.1,2,4
II.5. GAMBARAN KLINIS
Adapun gambaran klinis yang dapat ditemukan pada penderita autisme antara lain:
1. Ciri Khas Fisik
Anak dengan gangguan autistik sering digambarkan sebagai anak yang atraktif,
dan pada pandangan pertama, tidak menunjukkan adanya tanda fisik yang menunjukkan
gangguan autistik. Mereka memiliki angka kelainan fisik minor yang tinggi, seperti
malformasi telinga. Anomali fisik minor mungkin merupakan cerminan periode tertentu
perkembangan janin saat munculnya kelainan, karena pembentukan telinga terjadi kira-
kira pada waktu yang sama dengan pembentukan bagian otak.1,3,4
Anak autistik juga memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami
dermatoglifik (contoh, sidik jari) yang abnormal dibandingkan populasi umum. Temuan
ini dapat mengesankan adanya gangguan perkembangan neuroektodermal. 1,3,4
Anak dengan gangguan autistic memiliki insidensi lebih tinggi mengalami infeksi
saluran nafas atas, bersendawa yang berlebihan, kejang demam, konstipasi. Tidak jarang
anak dengan gangguan ini tidak mengeluhkan sakitnya secara verbal atau dengan isyarat.
Perilakunya terkadang membaik saat mereka sakit dan hal ini menjadi petunjuk adanya
penyakit fisik.1
2. Ciri Khas Perilaku
Gangguan kualitatif di dalam interaksi sosial
Semua anak austistik gagal menunjukkan keakrabannya yang lazim dengan
orang tua. Saat bayi, jarang menunjukkan senyum social dan tidak mau digendong
10
jika orang dewasa mendekati serta sering ditemukan kontak mata abnormal. Anak
autistik sering tidak memahami atau membedakan orang-orang yang penting dalam
hidupnya-orangtua, saudara kandung, dan guru- serta dapat menunjukkan ansitas yang
berat ketika rutinitas biasanya terganggu, dan tidak menunjukkan cemas perpisahan
jika ditinggalkan dengan seorang yang asing di lingkungan asing.1,
Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan perkembangan yang
normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian gejala-gejala autisme mulai timbul.
Individu demikian ini sering disebut sebagai menderita autisme “regresif”.
Dibandingkan teman-teman sebayanya, anak-anak autistik seringkali ketinggalan
dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping itu, perilaku
disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan perilaku yang
tidak bertujuan (non-goal directed behavior) (mengayun-ayunkan badan tiada
hentinya, melipatlipat tangan), mencederai diri sendiri, bermasalah dalam makan dan
tidur, tidak peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri sendiri seperti
menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin merupakan bentuk
stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan oleh peningkatan
endorphin (Rapin, 1997).6
Defisit jelas di dalam kemampuannya untuk bermain dengan teman sebaya
dan berteman; perilaku sosial aneh dan tidak dapat sesuai. Secara kognitif anak
dengan gangguan autistik lebih terampil dalam tugas visual-spasial, tidak demikian
dengan tugas yang memerlukan ketrampilan dalam pemberian alasan secara verbal.
Anak dengan autisme, mereka tidak mampu menghubungkan motivasi atau tujuan
orang lain, sehingga tidak dapat memberikan empati.
Gangguan Komunikasi dan Bahasa
Defisit perkembangan bahasa dan kesulitan menggunakan bahasa untuk
mengkomunikasikan gagasan adalah kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan
autistik. Anak autistik memiliki kesulitan yang signifikan di dalam menggabungkan
kalimat yang bermakna dan memahami makna kata maupun kalimat tersebut
meskipun memiliki kosakata yang luas.1,6
Kelompok anak-anak autistik lain yang kepandaian bicaranya terlambat,
mungkin dapat berkembang cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan
kalimat-kalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung repetitif,
non-komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia yang berkelebihan.1,3,4,6
Perilaku Stereotipik
11
Anak autistik umumnya tidak menunjukkan permainan pura-pura atau
menggunakan pantomim abstrak. Aktivitas dan permainan anak ini sering kaku,
berulang, dan monoton. Manerisme, stereotipik, dan menyeringai paling sering jika
seorang anak ditinggalkan sendiri dan dapat berkurang pada situasi yang terstruktur.1,5
Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah
perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk melakukan atau berada dalam
keadaan yang sama terus-menerus. Apabila seseorang berusaha untuk mengubah
aktivitasnya, meskipun kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu
perilaku ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum).1,5
Ketidakstabilan Mood dan Afek
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba. Dengan ledakan
tertawa atau tangisan tanpa alasan dan tidak mengekspresikan pikiran yang serasi
dengan afek.1
Respon Terhadap Stimulasi Sensorik
Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang paradoksikal terhadap suatu
stimuli sensori; kadang-kadang hipersensitif dan kadang-kadang tidak menghiraukan
suara atau bunyi tertentu, stimuli taktil atau rasa sakit.1,5 Tetapi, mereka juga mungkin
menunjukkan minat yang tidak lazim terhadap bunyi detik jam tangan ataupun
memiliki peningkatan ambang nyeri dan sangat memungkinkan bahwa anak dengan
gangguan autistic melukai dirinya sendiri.1
Persepsi visual biasanya jauh lebih baik dari pada persepsi auditorik. Ketidak
mampuan untuk menerjemahkan stimuli akustik menyebabkan anak-anak autistik
mengalami agnosia auditorik verbal; mereka tidak mengerti bahasa atau hanya
mengerti sedikit sehingga tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi
nonverbal.1
Gejala Perilaku Terkait
Hiperkinesis adalah masalah perilaku yang lazim pada anak autistik yang
masih kecil. Hipokinesis lebih jarang; jika ada, hipokinesis sering bergantian dengan
hiperaktivitas. Agresi dan ledakan kemarahan dapat diamati, sering disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan. Perilaku mencederai diri mencakup membenturkan kepala,
menggigit, menggaruk, dan menarik rambut. Rentang perhatian yang pendek,
kemampuan yang buruk untuk berfokus pada tugas, insomnia, masalah makan, dan
enuresis juga lazim ditemukan pada anak dengan autisme.1
12
3. Fungsi Intelektual
Kemampuan visuomotor atau kognitif yang tidak biasa atau prekoks terjadi pada
beberapa anak autistik yang disebut sebagai splinter functions atau islet of precocity.
Contoh menonjol adalah, pelajar autistik atau idiot, yang memiliki daya ingat menghafal
atau kemampuan berhitung yang luar biasa, biasanya di luar kemampuan sebaya yang
normal. Kemampuan lain mencakup hiperleksia, kemampuan awal untuk membaca
dengan baik (meskipun tidak mengerti), mengingat dan menceritakan kembali, serta
kemampuan musikal (bernyanyi atau memainkan nada atau memainkan alat musik).1,5
II.6. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa gangguan autistik dibutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan psikiatri sebagai berikut:
1. Anamnesis
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian
anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Ada beberapa gejala
yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia:
a. Usia 0-6 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4) Sulit bila digendong
5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
6) Tidak ditemukan senyum sosial
7) Tidak ada kontak mata
8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun
1) Kaku bila digendong
13
2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Tidak tertarik pada boneka
5) Memperhatikan tangannya sendiri
6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun
1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2) Melihat orang sebagai “benda”
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu
5) Kaku bila digendong
e. Usia 4-5 tahun
1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
5) Temperamen tantrum atau agresif
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak
telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:2
a. Interaksi sosial2
1) tidak tertarik bermain bersama teman2
2) lebih suka menyendiri2
3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan2
4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan2
b. Komunikasi2
1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada2
2) senang meniru atau membeo (ekolali) 2
3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian
sirna2
4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti
orang lain2
14
5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa
mengerti artinya2
6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit bicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa2
c. Pola bermain2
1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya2
2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, gasing. 2
3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau rodanya diputar-
putar.2
4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.2
d. Gangguan sensoris2
1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga2
2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang mencium-
cium, menjilat mainan atau benda-benda2
3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk2
4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit2
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal2
1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya dalam
keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi2
2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemusian menurun
atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat bicara kemudian hilang2
f. Penampakan gejala2
1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Biasanya
sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada2
2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak berkurang2
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :
a. Perilaku2
1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan
tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan
bolak-balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.2
2) tidak suka pada perubahan2
3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong2
15
b. Emosi2
1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan2
2) kadang suka menyerang dan merusak.2
3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri2
4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain2
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa2
b. Kesadaran : compos mentis2
c. Sikap : hipoaktif2
d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipik2
e. Orientasi : baik/buruk2
f. Bentuk pikir : autistik2
g. Isi pikir : waham bizarre2
h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi2
i. Roman muka : sedikit mimik2
j. Afek : inappropiate2
k. Persepsi : halusinasi (+)2
l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum2
m. Hubungan jiwa : sulit2
n. Insigth : buruk2
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Autistik1,2,4
A. Keenam (atau lebih) hal dari (1), (2), (3), dengan sedikitnya dua dari (1), dan satu
masing-masing dari (2) dan (3) : 1,2,4
(1) Hendaya kualitatif dalam hal interaksi sosial, seperti yang ditunjukkan oleh sedikitnya
dua dari hal berikut: 1,2,4
(a) Hendaya yang nyata dalam hal penggunaan berbagai perilaku non verbal seperti
pandangan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan sikap untuk mengatur interaksi
sosial1,2,4
(b) Kegagalan mengembangkan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkat
perkembangan1,2,4
16
(c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
pencapaian dengan orang lain (cth., dengan tidak menunjukkan, membawa, atau
menunjukkan objek minat) 1,2,4
(2) Hendaya kualitatif dalam hal komunikasi seperti yang ditunjukkan dengan sedikitnya
salah satu dari di bawah ini: 1,2,4
(a) Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa lisan (tidak disertai
dengan upaya untuk mengompensasikan melalui cara komunikasi alternatif seperti
sikap atau mimik) 1,2,4
(b) Pada orang dengan pembicaraan yang adekuat, hendaya yang nyata dalam hal
kemampuannya untuk memulai atau mempertahankan pembicaraan dengan orang
lain. 1,2,4
(c) Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang atau bahasa yang aneh1,2,4
(d) Tidak adanya berbagai permainan sandiwara spontan atau permainan pura-pura
sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan1,2,4
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang, dan terbatas, yang
ditunjukkan oleh sedikitnya salah satu dari berikut: 1,2,4
(a) meliputi preokupasi terhadap salah satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan
terbatas yang abnormal baik dalam intensitas atau fokus1,2,4
(b) tampak terlalu lekat dengan rutinitas atau ritual yang spesifik serta tidak
fungsional1,2,4
(c) manerisme motorik berulang dan stereotipik (cth., ayunan atau memuntir tangan
atau jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks)1,2,4
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sedikitnya salah satu area ini, dengan onset
sebelum usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi
sosial, atau (3) permainan simbolik dan khayalan1,2,4
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegeratif masa
kanak-kanak.1,2,4
Pedoman diagnosis anak autis menurut PPGDJ-III adalah :
Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau hendaya
perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam
tiga bidang : interkasi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, dan berulang.2
17
Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada,
kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis
sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya (sindrom) dapat didiagnosis pada semua
kelompok umur.2
Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal social
interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat yang sosio-
emosional, yang tampak sebagai kurangnya respons terhadap orang lain dan/atau
kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan
isyarat sosial dan integrasi yang lemah dalam perliaku sosial, emosional, dan
komunikatif; dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.2
Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya
penggunaan ketrampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial; hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial; keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi
timbal balik dalam percakapan; buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan
kreativitas, dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang; kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain; hendaya dalam
menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif; dan
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam
komunikasi lisan.2
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang,
dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam
berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan juga
kebiasaan sehari-hari serta pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak yang dini,
dapat terjadi kelekatan yang khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda
yang tidak lunak. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang
sebetulnya tidak perlu; dapat terjadi preokupasiyang stereotipik terhadap suatu minat
seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering menunjukkan
minat khusus terhadap segi-segi non-fungsional dari benda-benda (misalnya bau atau
rasanya); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari
lingkungan hidup pribadi (seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah).2
Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada
tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.2
II.7. DIAGNOSIS BANDING
18
Diagnosis banding utama adalah skizofrenia dengan onset masa kanak-kanak,
retardasi mental dengan gejala perilaku, gangguan campuran reseptif-ekspresif, tuli
kongenital atau gangguan pendengaran berat, ketidakadekuatan psikososial, serta psikosis
disintegratif (reaktif).1,2,3,4
1. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak
Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan
halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah
dan dengan IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.1
Tabel 1. Gangguan Austistik dan Skizofrenia dengan Onset Masa Anak-Anak1
19
20
Kriteria Autisme Infantil Skizofrenia dengan
onset masa anak-anak
Usia onset <36 bulan >5 tahun
Insidensi 2-5 dalam 10.000 Tidak diketahui,
kemungkinan sama
atau bahkan lebih
jarang
Rasio jenis kelamin
(Laki-laki:Perempuan)
3-4:1 1,67:1
Status sosioekonomi Lebih sering pada
sosioekonomi tinggi
Lebih sering pada
sosioekonomi rendah
Penyulit prenatal dan
perinatal dan disfungsi
otak
Lebih sering pada
gangguan
Autistic
Lebih jarang pada
skizofrenia
Karakteristik perilaku Gagal untuk
mengembangkan
hubungan : tidak ada
bicara (ekolalia);
frasa stereotipik;
tidak ada atau
buruknya
pemahaman bahasa;
kegigihan atas
kesamaan dan
stereotipik.
Halusinasi dan waham,
gangguan pikiran
Fungsi adaptif Biasanya selalu
terganggu
Pemburukan fungsi
Tingkat inteligensi Pada sebagian besar
kasus
subnormal, sering
terganggu parah
(70%)
Dalam rentang normal
Kejang grand mal 4-32% Tidak ada atau
insidensi rendah
2. Retardasi Mental (RM)
Hal yang tidak mudah untuk membedakan autisme infantil dengan retardasi
mental, sebab autisme juga sering disertai retardasi mental. Kira-kira 40% anak autistik
adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin
memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik. Pada retardasi mental tidak terdapat
3 ciri pokok autism secara lengkap. Retardasi mental adalah gangguan intelegensi,
biasanya diketahui setelah anak sekolah karena ketidaksanggupan anak mengikuti
pelajaran formal. Pembagian retardasi mental mental dilihat dari kemampuan Intelligent
Quetient (IQ), retardasi mental ringan IQ 55-70, RM sedang IQ 40-55, RM berat 25-40,
RM sangat berat IQ < 25.1,2,4
Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan retardasi mental
adalah:1
a. Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau anak-anak lain
dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya.1
b. Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain.1
c. Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi1
3. Afasia didapat dengan kejang
Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang kadang sulit
dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan disintegratif masa anak-anak. Anak-anak
dengan kondisi ini normal untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan
ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebagian akan
mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada saat onset, tetapi tanda tersebut
biasanya tidak menetap. Suatu gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang
terjadi kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan gangguan bicara.
Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa residual yang cukup besar.1
4. Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah
Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anak-anak tersebut sering
membisu atau menunjukkan tidak adanya minat secara selektif terhadap bahasa ucapan.
Ciri-ciri yang membedakan yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi
yang tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya secara bertahap
menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan-1 tahun.1
Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras, sedangkan anak autistik
mungkin mengabaikan suara keras atau normal dan berespon hanya terhadap suara lunak
atau lemah. Hal yang terpenting, audiogram atau potensial cetusan auditorik menyatakan
21
kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak seperti anak-anak autistik, anak-
anak tuli biasanya dekat dengan orang tuanya, mencari kasih sayang orang tua dan
sebagai bayi senang digendong.1
5. Pemutusan psikososial
Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti pemisahan dari
ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit, dan gagal tumbuh) dapat
menyebabkan anak tampak apatis, menarik diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan
motorik dapat terlambat. Anak-anak dengan tanda tersebut hamper selalu membaik
dengan cepat jika ditempatkan dalam lingkungan psikososial yang menyenangkan dan
diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.1
6. Gangguan perkembangan pervasif yang lainnya
Beberapa kelainan yang dimasukkan dalam kelompok ini adalah anak-anak yang
mempunyai ciri-ciri autisme, yaitu gangguan perkembangan sosial, bahasa, dan perilaku,
namun ciri lainnya berbeda dengan autism infantil. Gangguan ini adalah sebagai berikut:
a. Sindroma Rett
Sindroma Rett adalah penyakit otak yang progresif tapi khusus mengenai anak
perempuan. Perkembangan anak sampai usia 5 bulan normal, namun setelah itu
mundur. Umumnya kemunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan
bahasa, interaksi social maupun motoriknya.
b. Sindroma Asperger
Pada sindroma Asperger mempunyai ketiga ciri autism namun masih memiliki
intelegensia yang baik dan kemampuan bahasanya juga hanya terganggu dalam
derajat ringan. Oleh karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai “high
functioning autism”.1,2,4
Gangguan Asperger berbeda berbeda dengan autism infantil. Onset usia
autisme infantile terjadi lebih awal dan tingkat keparahannya lebih parah
dibandingkan gangguan Asperger. Pasien autisme infantil menunjukkan penundaan
dan penyimpangan dalam kemahiran berbahasa serta adanya gangguan kognitif. Oral
vocabulary test menunjukkan keadaan yang lebih baik pada gangguan Asperger.
Defisit sosial dan komunikasi lebih berat pada autisme. Selain itu ditemukan adanya
manerisme motorik sedangkan pada gangguan Asperger yang menonjol adalah
perhatian terbatas dan motorik yang canggung, serta gagal mengerti isyarat nonverbal.
Lebih sulit membedakan gangguan Asperger dengan autisme infantil tanpa retardasi
mental. Gangguan Asperger biasanya memperlihatkan gambaran IQ yang lebih baik
22
daripada autisme infantil, kecuali autisme infantil high functioning. Batas antara
gangguan Asperger dan high functioning autism untuk gangguan berbahasa dan
gangguan belajar sangat kabur. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence
yang normal sedangkan autisme infantil mempunyai verbal intelligence yang kurang.
Gangguan Asperger mempunyai empati yang lebih baik dibandingkan dengan autisme
infantil, sekalipun keduanya mengalami kesulitan berempati1,2,4
c. Sindroma Disintegratif
Sindroma ini ditandai dengan kemunduran dari apa yang telah dicapai setelah
umur 2 tahun, paling sering sekitar umur 3-4 tahun. Gangguan ini sangat jarang
terjadi dan paling sering mengenai anak laki-laki dibanding perempuan.1,2,4
7. Gangguan perkembangan bahasa (disfasia)
Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer kiri, sebagai daerah
pusat berbahasa. Ada beberapa subtipe gangguan ini yang menyerupai dengan autism
infantil khususnya ditinjau dari perkembangan bahasa wicaranya. Bedanya pada disfasia
tidak terdapat perilaku repetitive maupun obsesif.2
Tabel 2. Perbandingan Kriteria Autisme Infantil dan Disfasia2
Kriteria Autisme Infantil Disfasia
Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000
Ratio jenis kelamin
(Laki-laki:Perempuan)
3-4 : 1 sama atau hampir
sama
Riwayat keluarga adanya
keterlambatan bicara /
gangguan bahasa
25 % kasus 25 % kasus
Ketulian yang
berhubungan
sangat jarang tidak jarang
Komunikasi nonverbal tidak ada/rudimenter Ada
Kelainan bahasa
(misalnya ekolalia, frasa
stereotipik di luar
konteks)
lebih sering lebih jarang
Gangguan artikulasi lebih jarang lebih sering
Tingkat intelegensia sering terganggu
parah
walaupun mungkin
terganggu, seringkali
23
kurang parah
Pola test IQ tidak rata, rendah
pada skor verbal,
rendah pada sub test
pemahaman
lebih rata, walaupun
IQ verbal lebih
rendah dari IQ
kinerja
Perilaku autistik,
gangguan kehuidupan
sosial, aktivitas
stereotipik dan ritualistik
lebih sering dan
lebih parah
tidak ada atau jika
ada, kurang parah
Permainan imaginatif tidak ada/rudimenter biasanya ada
24
Tabel 3. Perbandingan Kriteria Diagnosa Gangguan Perkembangan Pervasif6
25
II.8. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi khusus yang digunakan untuk menangani gangguan autis. Deteksi
dan penanganan dini dapat memperbaiki gejala dan perkembangan dengan signifikan. Tujuan
terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk meningkatkan perilaku proposial
dan perilaku yang secara sosial dapat diterima, untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh,
dan untuk memperbaiki komunikasi verbal serta non verbal. Perbaikan bahasa dan akademik
sering diperlukan. Anak dengan retardasi mental memerlukan intervensi perilaku yang sesuai
secara intelektual untuk mendorong perilaku yang dapat diterima secara sosial dan
mendorong ketrampilan perawatan diri. Orang tua, yang sering putus asa, membutuhkan
dukungan dan konseling. Psikoterapi individual yang berorientasi tilikan terbukti tidak
efektif. Intervensi edukasi dan perilaku dianggap terapi pilihan. Pelatihan di dalam ruang
kelas yang terstruktur dikombinasikan dengan metode perilaku adalah metode terapi yang
paling efektif untuk banyak anak autistik.1,2,3,4,6
Pelatihan yang teliti pada orang tua mengenai konsep dan ketrampilan modifikasi
perilaku serta resolusi perhatian orang tua dapat menghasilkan cukup keuntungan di dalam
bahasa, kognitif, dan area perilaku sosial anak.1,2,3,4,6
1. Psikofarmaka
Tidak ada pengobatan spesifik untuk mengobati gejala inti gangguan autistik; meskipun
demikian, psikofarmakoterapi merupakan terapi tambahan yang bernilai untuk mengurangi
gejala perilaku terkait. Obat-obat telah dilaporkan memperbaiki gejala berikut yang mencakup
agresi, ledakan kemarahan hebat, perilaku mencederai diri sendiri, hiperaktivitas, dan perilaku
obsesif-kompulsif serta stereotipik. Obat anti psikotik dapat mengurangi agresi atau perilaku
mencederai diri. 1,2,3,4,6,7
Agonis serotonin-dopamin (SDA) memiliki resiko rendah dalam menimbulkan efek
samping ekstrapiramidal, meskipun beberapa individu yang sensitif tidak dapat menoleransi
efek samping ekstrapiramidal atau anti kolinergik dari agen antipsikotik atipikal. SDA
mencakup risperidone (Risperdal), olanzapine (Zyprexa), quetiapine (Seroquel), Clozaril
(Clozapine), dan ziprasidone (Geodon).1,2,3,4,6,7
Risperidone (Risperdal)
Merupakan anti psikotik atipikal yang diindikasikan untuk kasus iritabilitas yang
berhubungan dengan gangguan autistik pada anak umur 5-16 tahun. Risperidone terikat
pada dopamin D-2 reseptor dan memiliki afinitas yang lebih rendah sebanyak 20 kali
dibandingkan dengan anti psikotik tipikal pada 5-HT-2 reseptor. Risperidone
26
meningkatkan simptom negatif pada psikosis. Efek samping pada ekstrapiramidal lebih
sedikit jika dibandingkan dengan anti psikotik konvensional.2,4,6,7
Ziprasidone (Geodon)
Merupakan antagonis dopamin D2, D3, 5-HT2A, 5-HT2C, 5-HT1A, 5-HT1D, alpha1-
andrenergik dan efek antagonis yang sedang untuk histamin H1. Obat ini dapat
menginhibisi reuptake dari serotonin dan norepinefrin. Obat ini digunakan untuk
menangani gangguan perilaku yang serius seperti perilaku menciderai diri. 2,4,6,7
Anti depresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) digunakan
secara luas untuk anak autis dan kondisi yang berhubungan. Golongan ini digunakan
untuk membantu perilaku yang repetitif dan kaku seperti kompulsi. Pemanjangan
gelombang QT akibat penggunaan obat ini dilaporkan pada citalopram.2,4,6,7
Dosis rekomendasi :
umur 5-16 tahun (<20 kg) mulai 0,25 mg/hari PO, dapat dinaikkan setelah kira-kira 4 hari
menjadi 0,5 mg/hari7
umur 5-16 tahun (20kg atau lebih) mulai 0,5 mg/hari PO, dapat dinaikkan setelah kira-
kira 4 hari menjadi 1mg/hari7
Jika tidak ada respon terhadap dosis rekomendasi :
setelah 14 hari tidak berespon < 20 kg: 0,25 mg/hari tidak lebih dari 1 mg/hari7
> 20 kg: 0,5 mg/hari tidak lebih dari 2,5 mg/hari7
Fluoxetine (Prozac)
Selektif dalam inhibisi presinaptik serotonin reuptake, dengan efek yang minimal atau
tidak ada pada norepinefrin atau dopamin.2,4,6,7
Citalopram (Celexa)
Menaikkan aktivitas serotonin dari inhibisi selektif reuptake pada mambran neuron.
Kontraindikasi pada congenital long QT syndrome. 2,4,6,7
Escitalopram (Lexapro)
Merupakan golongan SSRI dan S-enantiomer dari citalopram. Digunakan untuk
pengobatan depresi. Mekanisme kerjanya adalah potensiasi dari aktivitas serotonergik di
CNS, hasil dari inhibisi CNS neuronal reuptake dari serotonin.2,4,6,7
2. Terapi Perilaku
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan
autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang bersifat seratogenik dapat
27
mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih
diperlukan suatu penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini.3
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling penting.
Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode modifikasi
tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan
yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar,
yaitu:2,3,4
1. Kemampuan memperhatikan
Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan
pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata.
Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau objek yang ada
disekelilingnya.2,3,4
2. Kemampuan menirukan
Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan
halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang
disertai bunyi-bunyian.2,3,4
3. Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap
seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada
suara dan akhirnya mengerti kata-kata.2,3,4
4. Bahasa ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi
preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan
tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal.2,3,4
5. Kemampuan praakademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang
mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di
lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan
imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di
sekitarnya.2,3,4
6. Kemampuan mengurus diri sendiri
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk
28
bisa buang air kecil atau yang disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih
mengenakan pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi. 2,3,4
II.9. PROGNOSIS
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.7
2. Usia7
Diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya
terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.7
3. Kecerdasan7
Makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya.7 Sebagai aturan umum, anak-
anak autistik dengan IQ di atas 70 dan mereka yang dapat menggunakan bahasa
komnikatif pada usia 5-7 tahun memiliki prognosis terbaik.1
4. Bicara dan bahasa7
20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya
mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.7
5. Terapi yang intensif dan terpadu7
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan intensif
dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak.
Penanganan anak autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari
berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara
dan pendidik.7
Gangguan anak autistik umumnya merupakan gangguan seumur hidup dengan
prognosis terbatas. Prognosis pasien dengan autisme besar hubungannya dengan IQ mereka.
Pasien dengan fungsi-fungsi yang rendah tidak dapat hidup mandiri. Mereka rata-rata
membutuhkan perawatan di rumah selama hidupnya. Sedangkan pada pasien dengan fungsi
yang masih baik dapat hidup dengan mandiri, memiliki pekerjaan yang sukses, dan bahkan
dapat menikah dan mempunyai anak. 1,2,4,6,7
Area gejala yang tidak nampak membaik seiring waktu adalah gejala yang terkait
perilaku berulang atau ritualistik. Umumnya, studi hasil saat dewasa menunjukkan bahwa
kira-kira dua pertiga orang dewasa dengan autistik tetap mengalami hendaya berat dan hidup
benar-benar bergantung, baik dengan kerabatnya atau di institusi jangka panjang.
Prognosisnya membaik jika lingkungan atau rumah bersifat suportif dan dapat memenuhi
29
kebutuhan ekstensif anak tersebut. Meskipun pengurangan gejala dicatat pada banyak kasus,
mutilasi diri yang berat atau agresivitas serta regresi dapat terjadi pada yang lain.1,2,4,6,7
30
BAB III KESIMPULAN
1. Autisme merupakan gangguan pada anak yang ditandai dengan munculnya gangguan
dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial,
dan perilakunya.
2. Beberapa faktor diduga menjadi penyebab autisme infantil antara lain teori psikoanalitik,
genetik, serta berdasarkan studi biokimia dan riset neurologis
3. Terapi perilaku merupakan tata laksana yang paling penting dengan menggunakan
metode Lovaas.
4. Faktor yang mempengaruhi prognosis autisme infantil antara lain berat ringannya gejala,
usia, kecerdasan, bicara dan bahasa, serta terapi intensif dan terpadu.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, B. J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioural
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. University School of Medicine New York;
Chapter 42.
2. Sartika, Dinda. 2011. Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)
Medan. Skripsi: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kasran, Suharko. 2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang. Bagian Ilmu Kesehatan
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol. 22 No. 1;
24-30.
4. Lubis, Misbah. 2009. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis. Diambil dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14528/1/09E01232.pdf. Diakses tanggal: 23
Januari 2012.
5. Fombonne, Eric. 2009. Epidemiology of Pervasive Developmental Disorders. Pediatrics
Research, 6 (65); 591-8.
6. Rapin, I. 1997. Autism. New Journal English Medicine, Vol 337; 97-104.
7. Brasic, J.R. 2012. Autism. Dalam: http://emedicine.medscape.com/article/912781-treatment.
Diakses tanggal: 23 Januari 2012.
32
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................................2
II.1. SEJARAH......................................................................................................................................2
II.2. DEFINISI.......................................................................................................................................2
II.3. EPIDEMIOLOGI...........................................................................................................................3
II.4. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS...............................................................................................3
II.5. GAMBARAN KLINIS..................................................................................................................7
II.6. DIAGNOSIS................................................................................................................................10
II.7. DIAGNOSIS BANDING.............................................................................................................16
II.8. PENATALAKSANAAN.............................................................................................................23
II.9. PROGNOSIS...............................................................................................................................26
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................29
33