53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang mempelajari bahasa agar dapat menemukan ciri kata atau kalimat dan gaya bahasa yang dapat menyentuh hati nurani orang-orang di sekitar sehingga dapat mempengaruhi mereka.Demikian juga bahasa dipelajari disekolah-sekolah dengan segala tingkat pendidikan, mempelajari bahasa sebagai salah satu mata pelajaran pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Kesalahan berbahasa yang masih sering ditemukan adalah kesalahan penggunaan kosakata, gaya bahasa dan kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca, khusus-nya dalam menulis karangan nasari. Dalam menulis karangan narasi

BAB-1-3 NETI H

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB-1-3 NETI H

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Orang mempelajari bahasa agar dapat menemukan ciri kata atau kalimat dan gaya

bahasa yang dapat menyentuh hati nurani orang-orang di sekitar sehingga dapat

mempengaruhi mereka.Demikian juga bahasa dipelajari disekolah-sekolah dengan

segala tingkat pendidikan, mempelajari bahasa sebagai salah satu mata pelajaran

pokok dalam kegiatan belajar mengajar.

Kesalahan berbahasa yang masih sering ditemukan adalah kesalahan penggunaan

kosakata, gaya bahasa dan kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca, khusus-

nya dalam menulis karangan nasari. Dalam menulis karangan narasi penggunaan

tanda baca sangat penting diperhatikan karena karangan narasi adalah cerita yang

dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Karangan narasi cenderung dilakukan melalui

proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Sehingga

untuk menghidupi suatu karangan narasi penting diperhatikan keberbahasaan siswa.

Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau

Page 2: BAB-1-3 NETI H

kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang

menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik

merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu

disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau

alur. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Narasi yang berisi fakta disebut narasi

ekspositoris, se-dangkan narasi yang berisi fiksi disebut narasi sugestif. Contoh narasi

ekspositoris adalah biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan contoh

narasi sugestif adalah novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam

Selain keberbahasaan karangan narasi juga mengikuti alur cerita atau pola narasi

secara sederhana berbentuk susunan dengan urutan awal – tengah – akhir, atau

langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan

melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh

karena itu, cerita dirangkai dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H, (What, Where,

When, Who,Why, How). Akan tetapi dalam hal ini penulis hanya akan membahas

pada bagian kesalahan berbahasa dalam mengarang narasi. Kesalahan yang dimaksud

seperti tercantum diatas adalah penggunaan EYD, tanda baca, dan aturan menulis

menurut system bahasa Indonesia baku.

Mengarang berasal dari kata dasar karang yang menurut artinya adalah batuan yang

tersusun dari partikel-partikel kecil dan menjadi karang, sedangkan mengarang arti-

nya menyusun sesuatu menjadi arti tertentu yang dapat dilihat atau dinikmati. Berda-

sarkan pengertian ini maka dalam pelajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia,

2

Page 3: BAB-1-3 NETI H

mengarang berarti menyusun kata menjadi kalimat dan menyusun kalimat menjadi

suatu tulisan yang dapat dinikmati oleh yang membaca atau yang mendengar dari

orang yang membaca karangan tersebut.

Karangan sendiri terdiri dari bermacam-macam bentuk berdasarkan maksud, tujuan,

dan kegunaan suatu karangan. Salah satu bentuk karangan yang akan penulis angkat

dalam karya tulis ini adalah karangan narasi. Karangan narasi adalah suatu bentuk

tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk, per-

buatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung

dalam suatu kesatuan waktu. Narasi berasal dari kata narration atau bercerita.

Karangan narasi sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang baik dan mudah

dipahami oleh yang membaca dan dimengerti oleh yang mendengarkan. Bagi yang

membaca karangan narasi akan dapat menggunakan intonasi yang tepat sesuai dengan

yang tertulis dan yang mendengar memahami maksud dan tujuan karangan yang

dibacakan tersebut. Sehingga kesalahan berbahasa dalam karangan narasi akan

sangan berpengaruh terhadap hasil, maksud, dan tujuan penulisan karangan tersebut.

Penulis melihat permasalah kesalahan berbahasa dalam karangan narasi di tingkat

sekolah menengah pertama sangat besar, kesalahan yang dapat berakibat fatal jika

tidak segera diperbaiki atau disadari, khususnya sebagai pendidik. Penulis mengamati

pada pra penelitian, di tingkat SMP, kesalahan berbahasa yang terjadi adalah penggu-

naan kata yang tidak tepat, penggunaan tanda baca, penggunaan huruf dan sebagai-

3

Page 4: BAB-1-3 NETI H

nya yang seharusnya tidak dipergunakan atau yang seharusnya dipergunakan tidak

ditulis atau digunakan. Kesalahan berbahasa yang sederhana, akan mengubah arti dari

tulisan tersebut, mengingat pentingnya kemampuan menulis atau mengarang maka

dalam penelitian ini penulis harapkan mendapar mesukan yang berguna baik bagi

penulis sendiri maupun bagi sekolah tempat penulis melakukan penelitian.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah

sebagai berikut:

1) Minat mengarang khususnya mengarang narasi pada siswa kelas VII semester

genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung

Barat Tahun Ajaran 2009/2010 masih rendah.

2) Kemampuan mengarang narasi pada siswa kelas VII semester genap SMP Negeri

3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran

2009/2010 masih kurang.

3) Kesalahan berbahasa dalam karangan narasi pada siswa kelas VII semester genap

SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat

Tahun Ajaran 2009/2010 masih lemah.

4) Kemampuan mengarang narasi dan kesalahan berbahasa pada siswa kelas VII

semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten

Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010 belum optimal.

4

Page 5: BAB-1-3 NETI H

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah dalam penulisan ini, penulis membatasi pada butir 3, yaitu

analisis kesalahan berbahasa dalam karangan narasi pada siswa kelas VII semester

genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung

Barat tahun pelajaran 2009/2010.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis karangan

narasi dan kesalahan berbahasanya?”

1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini antara lain bertujuan untuk:

1 Mengetahui pemahaman menulis karangan narasi pada siswa kelas VII

semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten

Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.

2 Mengajarkan cara-sara menulis karangan narasi yang benar pada siswa kelas

VII semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong

kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.

3 Mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan tata bahasa, pola kalimat

atau diksi dalam menulis karangan narasi pada siswa kelas VII semester genap

5

Page 6: BAB-1-3 NETI H

SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat

tahun pelajaran 2009/2010.

4 Mengetahui ketepatan penggunaan EYD dalam menulis karangan narasi pada

siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way

Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.

5 Mengetahui kemampuan siswa dalam memahami struktur kalimat ata tata

bahasa Indonesia dalam menulis karangan narasi pada siswa kelas VII semester

genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten

Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut:

1) Tambahan ilmu pengetahuan bagi siswa tentang kesalahan berbahasa dalam

menulis karangan narasi.

2) Melatih siswa menulis karangan narasi yang benar menurut aturan mengarang

yang baik dan benar.

3) Meningkatkan kemampuan mengarang narasi yang akan berguna bagi siswa

untuk mengetahui kesalahan berbahasa, khususnya bahasa Indonesia.

4) Sebagai bahan masukan bagi guru dalam pengajaran mengarang narasi.

5) Bahan masukan bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia mengenai kesalahan

berbahasa dan membuat langkah-langkah perbaikan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya mengarang narasi.

6

Page 7: BAB-1-3 NETI H

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah “analisis kesalahan berbahasa dalam karangan narasi“.

1.6.2 Subjek Penelitian

Kelas yang akan menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3

Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran

2009/2010.

1.6.3 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2009/2010.

7

Page 8: BAB-1-3 NETI H

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bahasa

Bahasa adalah system lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap)

yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat

komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Hal yang sama juga dikatakan

bahasa adalah perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa,

Negara, daerah dan sebagainya). (KBBI, 2002 ; 66)

2.1.1 Berbahasa

Keterampilan berbahasa atau language skill dalam kurikulum sekolah biasanya men-

cakup empat segi yaitu: a) keterampilan menyimak, b) keterampilan berbicara, c) ke-

terampilan membaca, dan d) keterampilan menulis. (Silabus bahasa Indonesia SMP)

Setiap keterampilan tersebut saling berkaitan dalam perkembangan anak didik untuk

mencapai kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Dengan kemampuan berba-

hasa dalam hal ini menulis karangan yang baik akan memudahkan bagi siswa untuk

menuangkan gagasan, pikiran dan ide-idenya dengan baik.

8

Page 9: BAB-1-3 NETI H

Literatur bahasa yang ada menyatakan bahwa fungsi bahasa bagi setiap orang ada

empat, yaitu: (1) sebagai alat/media komunikasi; (2) sebagai alat untuk ekspresi diri;

(3) sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial; (4) sebagai alat control sosial. (Keraf,

dari L Finoza, 2003 ; 2).

Berdasarkan kenyataan ini maka berbahasa merupakan suatu cara atau tingkah laku

manusia untuk menunjukkan jati diri, ekspresi, dan adaptasi sosial yang dapat di-

lakukan secara langsung (komunikasi) atau secara tertulis (kata, kalimat, atau

karangan)

2.1.2 Berbahasa yang Baik dan Benar

Bahasa sudah dapat dikatakan baik apabila dapat dimengerti oleh komunikasi kita dan

ragamnya harus sesuai dengan situasi pada saat bahasa itu digunakan.(L. Finoza,

2003 : 11).

Bahasa tulis ditandai dengan kecermatan menggunakan ejaan dan tanda baca (yang

secara tepat dapat melambangkan intonasi), kosa kata, penggunaan tata bahasa dalam

pembentukan kata, penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana.(Widjono, 2005 : 18).

Pendapat di atas menyatakan bahwa pentingnya berbahasa yang baik dan benar,

dengan demikian siapapun yang akan membacanya dapat memahami maksud dari

karya tulis atau karangan tersebut. Karangan yang dihasilkan tidak akan menimbul-

kan multi tafsir bagi yang membacanya dalam berbagai situasi dan tingkat pendidikan

9

Page 10: BAB-1-3 NETI H

atau pengetahuan pembacanya.

2. 2 Karangan Narasi

Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau

kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang meng-

hadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan

unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot

atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Narasi

dapat berisi fakta atau fiksi. Contoh narasi yang berisi fakta adalah biografi, auto-

biografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan contoh narasi yang berupa fiksi adalah

novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.

Pola narasi secara sederhana berbentuk susunan dengan urutan awal – tengah – akhir.

Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh.

Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Bagian tengah

meru-pakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju

klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur

cerita akan mereda. Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan

bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat,

ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan

pembaca untuk menebaknya sendiri.

Menurut Keraf (2007: 135) menyatakan bahwa : karagan narasi adalah suatu bentuk

10

Page 11: BAB-1-3 NETI H

wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan

menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Atau dapat

dirumuskan dengan cara lain narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha

menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah

terjadi.

Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian

dengan tujuan agar pembaca seolah-olah sudah menyaksikan atau mengalami

kejadian yang diceritakan. (Djuharmie, 2009:12)

Narasi adalah teks yang di dalamnya menceritakan suatu kejadian secara runtut dalam

satu kesatuan waktu. (Damayanti, 2007: 12)

Narasi adalah suatu karangan yang isinya mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian

itu sendiri. Peristiwa yang dikisahkan dalam proa narasi berupa serangkaian tindakan

atau perbuatan yang memiliki hubungan kausalitas dan terikat oleh satu kesatuan

ruang dan waktu. (Suryanto, 2007: 36-39)

Langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan

melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh

karena itu, cerita dirangkai dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H.

1 (Where) Di mana seting/lokasi ceritanya,

2 (Who) Siapa pelaku ceritanya,

3 (What) Apa yang akan diceritakan,

11

Page 12: BAB-1-3 NETI H

4 (When) Kapan peristiwa-peristiwa berlangsung,

5 (Why) Mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan

6 (How) Bagaimana cerita itu dipaparkan.( Djuharmie, 2009 : 112)

2.2.1 Tujuan Menulis Karangan Narasi

Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental menurut Suparno dan Yunus,

yaitu:

1) Hendak memberikan informasi atau memberi wawasan dan memperluas penge-

tahuan pembaca.

2) Hendak memberikan pengalaman etis kepada pembaca. (Suparno dan Yunus,

2004 : 4,49)

Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa mengarang narasi ber-

tujuan untuk memberikan informasi yang berisi tentang wawasan dan pengetahuan

pembaca. Melalui karangan narasi juga dapat memberikan pengalaman estetis penulis

kepada pembaca. Sehingga pembaca dapat memahami karangan yang dibuat penulis.

2.2.2 Jenis-Jenis Karangan Narasi

Lamuddin Finoza berpendapat bahwa menurut sifatnya karangan narasi ada dua jenis

yaitu:

1) Narasi ekspositoris/narasi faktual adalah narasi yang hanya bertujuan untuk

memberi informasi kepada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas.

Contoh narasi ekspositoris adalah kisah perjalanan, otobiografi, kisah

perampokan, dan cerita tentang pembunuhan.

12

Page 13: BAB-1-3 NETI H

2) Narasi Sugesti/narasi berplot adalah narasi yang mampu menimbulkan daya

khayal pembaca, mampu menyampaikan makna kepada pembaca melalui daya

khayal.

3) Contoh narasi sugestif adalah novel dan cerpen. (Finoza, 2006 : 222)

Menurut Gorys Keraf, perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dengan narasi

sugestif adalah:

Narasi Ekspositori

1. Memperluas pengetahuan

2. Menyampaikan informasi mengeani

suatu kejadian.

3. Didasarkan pada penalaran untuk

mencapai kesepakatan rasional.

4. Bahasa lebih condong ke bahasa in-

formasi dengan titik berat dari pada

penggunaan kata-kata denotative.

Narasi Sugestif

1. Menyampaikan suatu makna atau se-

suatu amanat yang tersirat.

2. Menimbulkan daya khayal

3. Penalaran hanya berfungsi sebagai

alat untuk menyampaikan makna se-

hingga kalau perlu penalaran dapat

dilanggar.

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa

figuratif dengan menitik beratkan

penggunaan kata-kata konotatif.

(Gorys Keraf, 2007 : 138)

Menurut Atar Semi (2003: 38 ) jenis-jenis karangan narasi meliputi:

1) Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)

Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi

secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang

tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu

peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu

13

Page 14: BAB-1-3 NETI H

orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atay sampai terakhir dalam

kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi

juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan

penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsure

sugestif atau bersifat objektif.

Contoh karangan narasi Ekspositorik

ADOPSI ANAK INDONESIA OLEH ORANG

ASING, MENGAPA TIDAK

 Suryati Wianata

Beberapa tahun yang lalu, di Bandara Halim Perdana Kusuma sekali –

sekali kelihatan sepasang suami istri yang jelas berkebangsaan asing,

mendorong kereta bayi berisi seorang bayi berkulit sawo matang, yang jelas

berbeda dari rupa pasangan ‘orang tua ‘-nya. pemandangan seperti ini

kemudian menjadi langka dan lenyap sama sekali, setelah beberapa orang

yang berpengaruh di kalangan pemerintahan mulai angkat bicara soal citra

pribadi dan harga diri bangsa yang direndahkan melalui praktek adopsi anak

Indonesia oleh orang asing. Orang-orang pun mulai menjadi sibuk

memberikan penilaian yang cenderung senada dengan bicara ‘bapak’ dan

‘Ibu’ yang berpengaruh itu, dan ramai-ramai mulailah kita menentang

praktek-praktek adopsi seperti itu. namun, dari realita yang ada,

kelihatannya adopsi anak di Indonesia oleh orang asing tidaklah seburuk

yang dinilai oleh banyak orang. mengapa kita harus omong besar soal harga

diri dan hal abstrak lainnya kalau dalam kenyataan belum ada kesejahteraan

yang merata dan memadai disini, sedangkan jaminan sosial yang lebih baik

14

Page 15: BAB-1-3 NETI H

menanti anak-anak yang malang itu disana ? dilain pihak, praktek ini jelas

menunjang program pemerintah yang telah kewalahan menahan lajunya

pertumbuahan penduduk.

Bicara soal harga diri suatu bangsa memang bukanlah masalah yang

sederhana. siapa pula yang mau dianggap kepribadian dan bermental

‘penjual anak’ pada bangsa lain dan masalahnya menjadi semakin kompleks

ketika pihak yang menetang praktek adopsi ini memandangnya sebagai

salah satu bentuk ekspor komoditi non-migas yang memberi keuntungan

bagi segelintir manusia yang tidak punya harga diri. Tetapi rasanya

anggapan ini salah kaprah, dan bisa diluruskan asalkan ada penataan

administrasi yang lebih bertanggung jawab .

Sebuah survey dan studi perlu dilakukan untuk meneliti dampak

sosial, budaya, dan psikologis dari praktek adopsi ini sebelum orang-orang

keburu menilai yang jelek-jeknya saja. Oleh karena itu, kalau kita memang

ingin konsekuen menjadi bangsa yang berkepribadian yang mandiri,

mungkin praktek-praktek seperti pinjaman dari luar negeri, penanaman

modal asing, studi keluar negeri dan segala bentuk hubungan serta ‘produk’

yang berbau luar negeri lebih baik dijauhkan. Hal ini tentu saja mustahil.

kalau kita mau jujur tentang keberadan bangsa dan negara kita, kita ini

sebenarnya masih jauh sekali dari impian mejadi negara yang mandiri, yang

sejahtera dan mampu tampil sebagai negara yang menetukan di dalam

percaturan dunia.

Jadi, jangan malu-malulah menerima uluran tangan pihak asing yang

secara tidak langsung memperbaiki taraf hidup sebagaian bocah-bocah kita

yang dinegaranya sendiri sukar mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Apalagi jika uluran tangan tadi didasarkan pada rasa kasih sayang yang

15

Page 16: BAB-1-3 NETI H

tulus untuk menyayangi buah hati yang berlainan ras ini, dan bukan hanya

sekedar take and give ; mereka cuma take babies dan give money saja.

Prosedur pengangkatan anak yang benar dan bertanggung jawab akan

diulai dengan mendeteksi keberadaan calon orang tua angkat, untuk

memperoleh data mengenai kemungkinan jaminan kehidupan dan tunjangan

pendidikan yang layak bagi anak yang akan diadopsi itu. Keinginan dan

kerinduan untuk memelihara dan menyayangi anak itu sendiri pun dapat

pula dipakai sebagai pegangan bahwa anak itu tidak akan ditelantarkan, apa

lagi jika kita lihat kegigihan calon orang tua memperjuangkan ‘anak’

mereka selama ini. dengan kata lain, hari depan yang lebih cerah diajanjikan

disana, dibandingkan jika anak-anak itu tetap tinggal disini. tentunya ini

tidak berlaku bagi keluarga-keluarga yang mapan. Tetapi bagaimana dengan

keluarga yang tidak mampu, yang broken home, anak-anak diluar nikah,

serta ribuan anak lain yang tidak mempunyai jaminan masa depan yang

cerah dinegeri sendiri? salahkah jika ada pihak asing yang denan tulus

bersedia mengasuh mereka?

Adopsi anak Indonesia oleh orang asing seperti ini bukanlah pelarian tanggung jawab

sosial di negara kita. Hal ini sebaiknya dipandang sebagai salah satu alternatif

pemecahan-pemecahan masalah-masalah besar yang kita hadapi, seperti peledakan

jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan keluarga yang tidak mampu, serta

perluasan kesempatan bagi sebagian anak

2) Narasi Sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud

16

Page 17: BAB-1-3 NETI H

tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau

pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat atau berada didalam kejadian itu.

Penggunaan bahasa dan gaya bahasa sangat besar pengaruhnya agar pembaca dapat

terbawa dalam pengalaman penulisnya.

Contoh Karangan Narasi Sugestif

Mbok Inah

Cerpen Elmas.Dienal Ha2 Adwijaya

SMAN I GARUT

             Mbok Inah adalah pembantu rumah tangga kami. Kami sekeluarga

sangat menyayanginya. Mbok inah sudah seperti saudara bagi kami karena dia

sudah lebih dari dua puluh tahun tinggal bersama kami.bagi saya sendiri,

mbok inah sudah seperti ibu, dilah yang mengurus saya sejak kecil. Selama

ini, tidak ada masalah dengan mbok inah, sampai pada suatu waktu terjadilah

sebuah peristiwa.

            Mbok Inah menangis tersedu-sedu setelah aku pulang dari sekolah.

Aku merasa kaget melihat hal itu.

            “Mbok,kenapa nangis ada apa sich?” tanyaku.

            Mbok Inah tidak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya

sambil tetap menangis tersedu-sedu.

            “Mbok, apa sebenarnya yang terjadi ?” tanyaku kembali.

            Mbok Inah berhenti sesaat. Di pandangnya wajahku dalam-dalam.

17

Page 18: BAB-1-3 NETI H

            “enggak ada apa-apa, Den,” jawabnya perlahan-lahan.

            Aku tak percaya. Tidak mungkin kalau tidak ada masalah, Mbok Inah

akan menangis akan menangis. Selama ini, kami melihat Mbok Inah sebagai

sosok yang periang,suka humor, bahkan penuh optimis. Selama bekerja pada

keluarga kami, saya tak pernah mendengar Mbok Inah mengelu. Semua

situasi dihadapinya dengan tabah.

            “Akh, yang bener Mbok. Saya tahu benar Mbok. Bagi saya Mbok

sudah seperti ibu. Oleh karena itu apa yang Mbok rasakan, dapat saya

rasakan,” kataku sambil memeluk Mbok Inah.

            Merasa dirinya dipeluk Mbok Inah bukanya diam.tangisanya makin

menjadi. Dan tak terasa air mataku juga ikut meleleh.

            “Mbok, ada apa? Katakan padaku!” kataku sambil merengek.

            Mbok Inah berusaha menghentikan tangisannya.

            “Eh… anu Den, Mbok akan berhenti bekerja. Mbok akan pulang

kampung!”

            Saat itu saya merasa terkejut seperti ada petir di siang bolong.

            “Mbok, apa yang Mbok katakana? Mengapa Mbok pulang kampong?

Mbok tidak betah lagi tinggal di rumah ini ?” tanyaku beruntun.

            Sejenak Mbok Inah terdiam. Tapi akhirnya dia berkata juga,

            “Mbok tidak enak, karena tadi pagi tuan dan nyonya bertengkar.

Mereka bertengkar saat Aden sekolah. Katanya, nyonya kehilangan perhiasan.

Nyonya menuduh tuan telah menjualnya untuk diberikan kepada teman

18

Page 19: BAB-1-3 NETI H

selingkuhannya. Nyonya menuduh tuan. Sedangkan tuan tidak merasa

mengambilnya,”

            “Lalu apa hubungannya dengan Mbok Inah?” tanyaku tak mengerti.

            Mbok Inah diam sejenak. Tiba-tiba air matanya kembali merembes

melalui sela-sela mata.

            “Anu, Den Mbok Inah yang mengambil perhiasan tersebut !”

Jawabnya terbata-bata.

            Pengakuan Mbok Inah ini lebih mengejutkan lagi. Saya sama sekali

tidak mempercayainya walaupun keluar dari mulut Mbok Inah. Selama ini,

Mbok Inah orang yang sangat jujur. Mbok Inah tidak pernah melakukan

kecurangan, apalagi mencuri. Mbok Inah sangat tekun beribadah.

            “Berapa gram, Mbok ?”

            “Lima gram ?”

            “Hanya lima gram? Untuk apa Mbok melakukan semua itu ?”

            Mbok Inah diam lagi. Kemudian dipandangnya wajahku dalam-dalam.

Lalu merunduk kembali sambil berkata perlahan.

            “Mbok melakukan untuk menolong si Inem, pembantu rumah sebelah.

Kemarin Inem datang kesini. Inem menangis, kata dia sering disiksa oleh

tuannya, bahkan sering disulut oleh roko, dan bahkan disetrika. Dia mau

kabur tapi dia tak punya uang. Dia minjem kepada Mbok, tapi tak ada,”

            Mbok Inah diam sebentar. Lalu melanjutkan pembicaraannya.

19

Page 20: BAB-1-3 NETI H

            “Karena kasihan, Mbok mencari uang ke laci kaca hias Nyonya. Tapi

tak ada. Tiba-tiba Mbok melihat cincin Nyonya tergeletak di atas meja. Tak

pikir panjang Mbok mengambilnya dan menyerahkannya kepada si Inem

untuk dijual agar dia bisa pulang,”

            Aku terenyuh mendengar kata-kata Mbok Inah. Ternyata Mbok Inah

melakukan semuanya untuk menolong orang lain. Secara spontan aku

memeluk kembali Mbok Inah kuat-kuat, lalu menciumnya. Mbok Inah tanpak

heran.

            “Mbok, ternyata Mbok berhati mulia. Aku bangga diasuh dan

dibesarkan oleh Mbok. Jangan menyesali perbuatan yang sudah dilakukan,

Aku punya tabungan Mbok,kita beli lagi cincin itu, ke toko mana si Inem

menjualnya ?”

            “katanya ke toko Mustika !”

            Aku dan Mbok Inah pergi ke toko Mustika, tak lama, cincin itu masih

ada. Aku membelinya kembali. Mbok Inah terlihat gembira,

“Mbok, jangan pulang ya ?” kataku sambil tersenyum, kulihat mata Mbok

Inah berkca-kaca.

Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pokok-pokok perbedaan

seperti yang dikemukakan di atas merupakan garis yang ekstrim antara narasi ekspo-

sitoris dan narasi sugestif antara kedua ekstrim itu masih terdapat percampuran-per-

campuran, dari narasi ekspositoris yang murni berangsur-angsur mengandung ciri-ciri

narasi sugestif yang semakin meningkat hingga ke narasi sugestif yang murni.

20

Page 21: BAB-1-3 NETI H

2.2.3 Langkah-langkah Menulis Karangan Narasi

Langkah-langkah praktis mengembangkan karangan narasi, menurut Suparno dan

Yunus yaitu:

1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.2) Tetapkan sasaran pembaca kita. Siapa yang akan membaca karangan kita, orang

dewasa, remaja ataukah anak-anak?3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema

alur, kejadian-kejadian apa yang akan dimunculkan?. Apakah kejadian-kejadian yang disajikan itu penting?. Adakah kejadian penting yang belum ditampilkan?

4) Bagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok untuk setiap bagian cerita?. Apakah peristiwa-peristiwa itu telah tersusun secara logis dan wajar?

5) Susunan tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang. (Suparno dan Yunus, 2004 : 4,45)

Menurut Atar Semi (2003: 37 ) langkah-langkah menulis karangan narasi yaitu

1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan2) Tetapkan sasaran pembaca kita3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema

alur4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita5) Rincian peristia-peristiwa uatama ke dalam detail-detail peristiwasebagai

pendukung cerita6) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang

Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam mengarang narasi

agar memperhatikan langkah-langkah dalam mengembangkan karangan narasi, sebab

karangan narasi yang dibuat dengan sistematis dan sesuai dapat dipahami oleh pem-

baca dan memahami suasana dan situasi cerita itu dibuat.

21

Page 22: BAB-1-3 NETI H

2.2.4 Prinsip-Prinsip Narasi

Menurut Suparno dan Yunus prinsip-prinsip narasi antara lain:1) Alur (Plot), yaitu jalan cerita sebuah kejadian yang ada sebab dan alasannya.

Alur dalam narasi memang sulit dicari. Alur bersembunyi dibalik jalannya cerita. Alur sering dikupas menjadi elemen-elemen sebagai berikut:(a) Penge-nalan, (b) Timbulnya konflik, (c) Konflik, (c) Konflik memuncak, (d) Klimaks, dan (e) Pemecahan masalah.

2) Penokohan, ciri khas narasi adalah mengisahkan tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian.

3) Latar (Setting), adalah tempat dan waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peris-tiwa yang dialami tokoh.

4) Sudut pandang (Point of view), sudut pandang dalam narasi menjawab per-tanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Kedudukan pencerita (narrator) dalam cerita secara pokok ada empat macam yaitu: (a) narator serba tahu (omniscient point of view), (b) narrator betindak objektif (objective point of view), (c) narrator (ikut) aktif (narrato acting), (d) narrator sebagai peninjau.

5) Pemilihan detail peristiwa, salah satu ciri khas karangan narasi jika dibanding-kan dengan karangan yang lain adalah organisasi detail-detail ke dalam urutan ruang waktu yang menyarankan adanya bagian awal, tengah, dan akhir cerita. (Suparno dan Yunus, 2004 : 4,35)

Karangan Narasi menurut Keraf (2000:136)

1. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.

2. Dirangkai dalam urutan waktu.

3. Berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?

4. Ada konfiks.

Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada

konfiks. Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronlogis, ciri-ciri narasi lebih leng-

kap lagi diungkapkan oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:

22

Page 23: BAB-1-3 NETI H

1 Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.2 Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar- benar

terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.3 Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.4 Memiliki nilai estetika.5 Menekankan susunan secara kronologis.

Ciri yang dikemikakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi

memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke

waktu dan memiliki konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjol-

kan pelaku secara tegas atau penonjolan tokoh utama lebih ditekankan secara men-

dalam dan tegas.

2.2.5 Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental

Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental menurut Atar Semi (2003: 34 )

yaitu:

1. Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan,

2. Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.

Karangan narasi secara fundamental bertujuan menonjolkan situasi tokoh atau situasi,

sehingga pembaca seolah-olah berada dalam situasi cerita atau memahami informasi

yang disampaikan dalam karangan tersebut. Karangan narasi bentuk ini lebih banyak

menggambarkan hal yang ada dengan penekanan bahasa propokatif, dalah hal ini

penegasan dengan maksud agar pembaca dapat memahami informasi yang didapatnya

dengan jelas dan tegas.

23

Page 24: BAB-1-3 NETI H

2.3 Pengertian Mengarang

Karangan adalah karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan

gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.

Lima jenis karangan yang umum dijumpai dalam keseharian adalah narasi, deskripsi,

eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

Mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat dan alinea dalam rangka men-

jabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa

karangan. (Finoza, 2008 : 211). Pengertian lain dikemukakan oleh Martaya dan

Sudiarti dalam Finoza (2008 : 77) menurut mereka mengarang adalah keseluruhan

rangkaian kegiatan untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui baha-

sa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Penulis karangan adalah kegiatan mewu-

judkan karangan yang utuh. (Suparno dan Yunus, 2004:3.38)

Pendapat di atas, penulis menyimpulkan mengarang adalah suatu kegiatan yang dila-

kukan untuk menuangkan gagasan atau ide seseorang dengan cara merangkai kata

dalam bentuk tulisan untuk dapat dipahami pembaca. Setiap karangan yang ideal

pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.

Mengarang juga hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu

topik atau pokok bahasan.

2.4 Jenis-Jenis Karangan

Jenis-jenis karangan berdasarkan cara penyajian dan tujuan penyampaiannya,

Menurut Finoza sebagai berikut :

24

Page 25: BAB-1-3 NETI H

1) Karangan deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas penge-tahuan dan pengalaman pembaca dengan jelas melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.

2) Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, me-ngisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peris-tiwa dalam sebuah kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.

3) Karangan eksposisi adalah wacana yang bertujan untuk memberitahu, me-ngupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.

4) Karangan argumentasi adalah karangan yang dibuat bertujuan untuk me-yakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan ting-kah laku tertentu.

5) Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang memungkinkan berupa fakta, suatu pen-dirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang.

6) Karangan campuran merupakan karangan yang isinya dapat berupa gabungan eksposisi dengan deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi. (Finoza, 2008 : 217)

Pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa penyajian karangan dapat disajikan

dengan enam bentuk yang berbeda dalam cara penyajiannya. Perbedaan ini dapat di-

lihat berdasarkan jenis karangan narasi, karangan eksposisi, dan karangan persuasi

sering ditemukan sebagai karangan yang utuh berdiri sendiri. Sedangkan karangan

deskripsi dan argumentasi jarang ditemukan sebagai karangan yang utuh, biasanya

karangan ini ada dalamjenis karangan tersebut sebelumnya. Hal ini disebabkan karena

kedua bentuk karangan ini sering merupakan bagian karangan lain.

2.5 Contoh Karangan Narasi

1. Karangan narasi berupa fakta:

Ir. Soekarno

Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia me-

mimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di

25

Page 26: BAB-1-3 NETI H

tempat pengasingan karena keberaniannya menantang penjajah. Soekarno mengucap-

kan pidato tentang dasar-dasar Indonesia merdeka yang dinamakan Pancasila pada

sidang BPUPKI tanggal I Juni 1945.

Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memprok-

lamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap

Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke

Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.

Jiwa kepemimpinan dan perjuangannya tidak pernah pupus. Soekarno bersama pe-

mimpin-pemimpin negara lainnya menjadi juru bicara bagi negara-negara nonblok

pada Konfrensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Hampir seluruh perjalanan

hidupnya dihabiskan untuk berbakti dan berjuang.

2. Karangan narasi berupa fiksi

Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang menerpa, membuat

tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak. Kumasukkan kedua telapak tangan ke

dalam saku jaket, mencoba memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.

Wangi kayu cadar yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan

pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke tanah air. Tapi

wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?

Ada yang berdegup keras di dalam dada, namun kuusahakan untuk menepiskannya.

Jangan, Bowo, sergah hati kecilku, jangan biarkan hatimu terbagi. Ingatlah Ratri, dia

tengah menunggu kepulanganmu dengan segenap cintanya

26

Page 27: BAB-1-3 NETI H

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, sehingga

yang dimaksud dengan metode adalah : “Secara umum metode penelitian diartikan

sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu

rasional, empiris, dan sistematis.

Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis ambil, maka dalam penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kuantitatif, karena data yang diperoleh lalu dianalisis

dan dideskripsikan berdasarkan kenyataan yang didapat pada saat pengumpulan data.

Penulis juga mengacu pada pengertian metode deskriptip kuantitatif adalah metode

yang menggambarkan dengan kata-kata menurut kategori untuk memperoleh kesim-

pulan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deskriptip sendiri adalah : “Suatu

metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.” Tujuan dari

penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan,

27

Page 28: BAB-1-3 NETI H

secara sistematis, faktual (nyata) dan akurat (teliti) mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.2 Variabel Penelitian

Pengertian dari veriabel adalah, “ Gejala-gejala yang menunjukkan variasi, baik

dalam jenisnya maupun dalam tingkatannya. Variabel di dalam penelitian ini hanya

satu yaitu “ kesalahan berbahasa dalam karangan narasi”.

3.2.1 Defenisi Oprasional Variabel

Defenisi oprasional variabel perlu dirumuskan untuk keperluan pengukuran variabel

dalam penelitian ini. Defenisi oprasional variabel penelitian ini adalah sebagai beri-

kut: Kesalahan berbahasa dalam hal ini adalah memahami kesalahan berbahasa siswa

dalam mengarang narasi guna meningkatkan kemampuan pemahaman kesalahan

berbahasa dalam karangan narasi pada siswa.

3.2.2 Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel penelitian di dalam penelitian ini adalah dengan memberikan

tugas mengarang narasi, dengan mempertimbangkan unsur-unsur penilaian yakni:

a) pemahaman penulisan karangan narasi; b) menentukan cara-cara menulis karangan

yang benar; c) tata bahasa dan pola kalimat atau diksi; d) ketepatan penggunaan unsur

EYD dalam soal uraian; e) struktur kalimat dalam tata bahasa Indonesia. Tiap indi-

kator diberi skor 20, sehingga rentang skor berada antara 0 – 100. Penelitian ini

berlaku untuk penilaian sebelum diberi pemahaman tentang unsur intrinsik maupun

28

Page 29: BAB-1-3 NETI H

sesudah diberikan pemahaman unsur intrinsik pada siswa.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 3

Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran

2009/2010 yang berjumlah 192 siswa. Sebaran populasi pada tiap kelas tergambar

pada tabel di bawah ini:

Tabel 1Daftar Jumlah Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 3

Way Tenong Kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2009/2010

NO KELASPembagian siswa

Laki-laki Perempuan Jumlah

1

2

3

4

5

6

VII A

VII B

VII C

VII D

VII E

VII F

15

16

17

16

15

16

17

16

15

16

17

16

32

32

32

32

32

32

TOTAL 95 97 192

Sumber: Data SMP Negeri 3 Way Tenong

Jadi, berdasarkan tabel 1 di atas, jumlah populasi penelitian ini adalah 1192 orang

siswa, terdiri dari 95 orang siswa dan 97 orang siswi.

29

Page 30: BAB-1-3 NETI H

3.3.2. Sampel

Menurut Arikunto (1989: 104) yang dimaksud dengan sample adalah, “Sebagian

atau wakil-wakil populasi yang diteliti”. Penentuan jumlah sample penelitian ini

mengacu pada pendapat Arikunto (1989: 94) yang mengatakan bahwa, “Untuk ancer-

ancer jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi, jika subjeknya lebih dari 100 diambil antara 10% -

15% atau 20%-25%. Sampel dalam penelitian ini penulis tetapkan sebesar 25 %, jadi

jumlahnya = 25% x 144 = 36 siswa.

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik Stratifed

Proporsional Random Sampling, digunakan teknik tersebut karena populasi peneliti-

an bersifat heterogen, yakni kemampuan antar siswa yang berbeda.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik Stratifed Proporsional Random

Sampling adalah sebagai berikut:

1) Hasil skor siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, kelompok tinggi,

kelompok sedang, dan kelompok rendah.

Strata Prestasi Jumlah Perbandingan

Tinggi 39 39 : 144 = 0,27

Sedang 69 69 : 144 = 0,48

Rendah 36 36 : 144 = 0,25

2) Berdasarkan perhitungan di atas, kemudian ditetapkan sample sebagai berikut:

30

Page 31: BAB-1-3 NETI H

Kelompok tinggi 0,27 x 36 = 10 siswa

Kelompok sedang 0,48 x 36 = 17 siswa

Kelompok rendah 0,25 x 36 = 9 siswa

3) Kemudian sampel tersebut dirandom berdasarkan kelompoknya masing-masing,

Kelompok tinggi 10 siswa dirandom dari 39 siswa

Kelompok sedang 17 siswa dirandom dari 69 siswa

Kelompok rendah 9 siswa dirandom dari 36 siswa

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian ini digunakan teknik-teknik :

3.4.1 Teknik Pokok

Teknik pokok yang digunakan adalah teknik tes tertulis, dengan cara menugasi siswa

membuat karangan narasi dengan melihat pemahaman menulis karangan narasi pada

siswa kelas VII SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten

Lampung Barat.

3.4.2 Teknik Pelengkap

Untuk melengkapi data yang diperlukan dalam hal keadaan sekolah, jumlah guru, ke-

adaan ruang, siswa, serta fasilitas lainnya, maka digunakan teknik observasi, serta

wawancara dengan pihak-pihak yang berwenang sesuai bidangnya masing-masing.

31

Page 32: BAB-1-3 NETI H

3.4.3 Teknik Observasi

Teknik observasi ini dilakukan untuk mengamati kegiatan belajar mengajar di seko-

lah penelitian untuk mendapatkan data secara real dalam menunjang penelitian ini.

Observasi dilakukan kepada siswa, guru, dan segala hal yang menunjang penelitian.

3.4.4 Teknik Kepustakaan

Teknik kepustakaan ini digunakan untuk mengkaji teori-teori yang mendukung pene-

litian ini, agar penelitian ini mencapai tujuan yang diharapkan. Teori didapatkan dari

para ahli yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.

3.4.5 Teknik Dokumentasi

Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh data seperti: mengetahui keadaan siswa,

data jumlah siswa, tingkan kemampuan atau daya serap siswa dalam pelajaran bahasa

Indonesia, kesesuaian guru dalam mengajar matapelajaran yang dikuasainya, dan

sarana prasarana yang mendukung berlangsungnya penelitian dan pengajaran.

3.5 Analisis Instrumen Penelitian

Mengingat pentingnya kedudukan dan peranan instrumen dalam penelitian, maka ins-

trumen haruslah dipersiapkan agar dinyatakan layak dipergunakan dan tujuan dalam

penelitian dapat tercapai. Untuk mencapai hal itu maka instrumen penelitian yang

akan digunakan tersebut haruslah melalui kegiatan uji coba instrumen penelitian. Jadi

instrumen yang berupa tes yang dipersiapkan sebelum diberikan kepada sample ter-

lebih dahulu diujicobakan pada siswa di luar sampel.

32

Page 33: BAB-1-3 NETI H

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian penulis melakukan penganalisisan data dengan

menganalisis tingkat kesalahan yang dilakukan siswa dalam menentukan berita dari

wacana yang disediakan. Hal-hal yang dianalisis adalah kesalahan-kesalahan yang

terdapat dalam menentukan informasi-informasi dan tema pokok dalam wacana yang

tersedia dan dijadikan bahan penelitian. Adapun langkah-langkah yang dapat dilaku-

kan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data dari sample yang telah ditetapkan,

2) Mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan kesalahan yang dilakukan siswa

atau sample,

3) Mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan keunggulan yang dilakukan oleh

siswa atau sample,

4) Menghitung persentase jawaban benar dengan rumus persentae sebagai berikut:

Keterangan:

P = Persentase

F = Jumlah jawaban benar

N = Nilai maksimal

5) Hasil perhitungan data di atas kemudian dikonsultasikan dengan kriteria tingkat

kemampuan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

33

Page 34: BAB-1-3 NETI H

Tabel 2KRITERIA TINGKAT KEMAMPUAN HASIL BELAJAR

PERSENTASEPENGUASAAN

NILAI MUTUTINGKATKEMAMPUAN

≥ 86 A 4 Sangat Baik74 - 85 B 3 Baik63 - 73 C 2 Sedang50 - 61 D 1 Kurang

< 50 E 0 Sangat Kurang Sumber: Effendi Sanusi (1998 : 119)

34