22
7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada penelitian seputar gaya kepemimpinan, arah aliran informasi, dan iklim komunikasi yang telah dilakukan. Berikut adalah beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya: Tabel 2.1 Penelitian Lokal Nama Penulis Lidia Wati Evelina, Mia Angeline Judul Jurnal Komunikasi Vertical dan Horizontal dalam Membentuk Gaya Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal: Studi Pada Binus University Nama Jurnal/ Tahun/ Negara Jurnal Humaniora / 2014 / Indonesia Kesimpulan Gaya kepemimpinan di Binus University melakukan komunikasi vertical dan horizontal dengan menggunakan bantuan teknologi komunikasi dibandingkan dengan tatap muka. Kemudian Binus University juga telah menerapkan tiga hal pembentuk kearifan lokal perusahaan. Pertama, kepemimpinan transformasional terlihat dari budaya spiritualitas yang ada pada nilai Binus “trust in God”. Kedua, budaya dan struktur kegiatan dengan menggunakan media komunikasi berbasis IT, Binus menghilangkan batasan birokrasi dan hierarki. Ketiga, metode knowledge transfer yang efektif dilakukan Binus melalui program induksi, rapat, sosialisasi, dan program Global Learning System. Iklim komunikasi pada Binus University positif dan sangat terbuka, hal tersebut dijelaskan berdasarkan keterbukaan yang terus dibina oleh Binus melalui event, termasuk rapat dosen setiap awal semester yang dapat mendorong keakraban antar dosen. Binus University juga menerapkan penyebaran komunikasi gabungan dan serentak kepada seluruh Binusian jika terkait dengan pengumuman acara atau hal-hal lainnya. Sedangkan penyebaran informasi berurutan terkait dengan implementasi kebijakan per jurusan.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-01311-MC Bab2001.pdf9 Inspektorat Jendral Kementrian Keuangan tidak melihat peranan dari

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)

Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada penelitian seputar gaya

kepemimpinan, arah aliran informasi, dan iklim komunikasi yang telah dilakukan.

Berikut adalah beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya:

Tabel 2.1 Penelitian Lokal

Nama Penulis Lidia Wati Evelina, Mia Angeline

Judul Jurnal Komunikasi Vertical dan Horizontal dalam Membentuk Gaya

Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal: Studi Pada Binus

University

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

Jurnal Humaniora / 2014 / Indonesia

Kesimpulan Gaya kepemimpinan di Binus University melakukan komunikasi

vertical dan horizontal dengan menggunakan bantuan teknologi

komunikasi dibandingkan dengan tatap muka. Kemudian Binus

University juga telah menerapkan tiga hal pembentuk kearifan lokal

perusahaan. Pertama, kepemimpinan transformasional terlihat dari

budaya spiritualitas yang ada pada nilai Binus “trust in God”.

Kedua, budaya dan struktur kegiatan dengan menggunakan media

komunikasi berbasis IT, Binus menghilangkan batasan birokrasi dan

hierarki. Ketiga, metode knowledge transfer yang efektif dilakukan

Binus melalui program induksi, rapat, sosialisasi, dan program

Global Learning System. Iklim komunikasi pada Binus University

positif dan sangat terbuka, hal tersebut dijelaskan berdasarkan

keterbukaan yang terus dibina oleh Binus melalui event, termasuk

rapat dosen setiap awal semester yang dapat mendorong keakraban

antar dosen. Binus University juga menerapkan penyebaran

komunikasi gabungan dan serentak kepada seluruh Binusian jika

terkait dengan pengumuman acara atau hal-hal lainnya. Sedangkan

penyebaran informasi berurutan terkait dengan implementasi

kebijakan per jurusan.

8

Perbedaannya, penelitian Komunikasi Vertical dan Horizontal dalam

Membentuk Gaya Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal: Studi Pada Binus

University mencari tahu bentuk gaya kepemimpinan seperti apa yang akan dibentuk

dari suatu situasi komunikasi vertikal, sedangkan penelitian “Aliran Informasi

Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT

Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat

komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi pada

divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Selain itu, iklim

komunikasi lebih dibahas secara mendalam. Persamaan kedua penelitian yaitu sama-

sama meneliti arah aliran informasi vertikal serta gaya kepemimpinan walaupun

penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya

Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate

Communication)” tidak meneliti gaya kepemimpinan berbasis kearifan lokal.

Tabel 2.2 Penelitian Lokal

Nama Penulis Syarifah Alia

Judul Jurnal Analisis Aliran Informasi Vertical dan Horizontal dalam

Komunikasi Internal melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi

Humas Inspektorat Jendral Kementrian Keuangan

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

2014 / Indonesia

Kesimpulan Jenis informasi vertikal yang disampaikan berupa informasi

mengenai arahan yakni penentuan PIC (Person in Charge),

informasi mengenai kebijakan, kinerja, dan penilaian perilaku,

informasi mengembangkan rasa memiliki tugas serta informasi dari

bawahan kepada atasan berupa keluhan, saran, laporan capaian kerja

dan pendapat. Fungsi komunikasi horizontal diantaranya untuk

koordinasi penugasasn, kerja tim, berbagi ide dan gagasan program,

menengahi perbedaan pendapat, dan menumbuhkan dukungan antar

personal. Gaya kepemimpinan kepala humas, yaitu gaya

kepemimpinan partisipatif.

Perbedaannya, penelitian Analisis Aliran Informasi Vertical dan Horizontal

dalam Komunikasi Internal Melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas

9

Inspektorat Jendral Kementrian Keuangan tidak melihat peranan dari gaya

kepemimpinan dengan komunikasi vertikal. Dan penelitian tersebut tidak melihat

iklim komunikasi yang terbentuk. Seadngkan, pada penelitian “Aliran Informasi

Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT

Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat

komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi pada

divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Persamaan kedua

penelitian yaitu sama-sama meneliti arah aliran informasi vertikal serta gaya

kepemimpinan. Dan metode yang digunakan keduanya adalah kualitatif.

Tabel 2.3 Penelitian Internasional

Nama Penulis Belas Jaroslav

Judul Jurnal The Leadership Style and The Productiveness of Employees in The

Banking Sector in Slovakia

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

Journal of Competitiveness / 2013 / Slovakia

Kesimpulan Gaya kepemimpinan directive tidak dapat menciptakan dan menjaga

optimalisasi produktivitas karyawan dalam dunia perbankan di

Slovakia karena gaya kepemimpinan tersebut tidak dapat

memotivasi performa karyawan dan menimbulkan rendahnya

tingkat kepuasan karyawan terhadap perusahaan.

Perbedaannya, penelitian The Leadership Style and the Productiveness of

Employees in the Banking Sector in Slovakia menguji pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap produktifitas karyawan dalam dunia perbankan di Slovakia dan

menggunakan metode kuantitatif. sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal

dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT Pertamina

(Persero) pada Divisi Corporate Communication)” tidak hanya meneliti gaya

kepemimpinan saja, namun juga komunikasi vertikal yang terjaid antara pemimpin

dengan bawahan, serta iklim komunikasi yang ada. Persamaan kedua penelitian

adalah sama-sama terdapat unsur gaya kepemimpinan sebagai bahan penelitian.

10

Tabel 2.4 Penelitian Internasional

Nama Penulis Dr. Priti Verma

Judul Jurnal Relationship between Organisational Communication Flow and

Communication Climate

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

International Journal of Pharmaceutical Sciences and Business

Management/ 2013 / India

Kesimpulan Ketidakpastian dalam suatu organisasi, dapat dipecahkan melalui

komunikasi dari atas ke bawah, yaitu melalui rapat. Dalam rapat

pemimpin dapat mengarahkan bawahan untuk membahas persoalan

dan diselesaikan pada saat itu juga. Iklim komunikasi positif dapat

tercipta, ketika senior dalam organisasi tersebut mudah untuk

dicapai, dalam arti mudah untuk dimintakan pendapat dan

persetujuan. Begitupun dengan komunikasi yang terbuka dan

transparan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Selain

itu, cara komunikasi yang suportif dari pemimpin akan membuat

bawahan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah.

Pemimpin yang cenderung merasa pendapatnyalah yang paling

benar, akan menghambat terciptanya suasana suportif dan

kooperatif dalam organisasinya. Sebaliknya, keterbukaan pemimpin

kepada pendapat bawahan akan menimbulkan kepuasan dari para

bawahan sehingga mereka merasa lebih termotivasi dalam

melakukan pekerjaan. Dalam hal memberikan evaluasi kepada

bawahan pun, seorang pemimpin perlu memperhatikan nada dan

bahasa yang digunakan. Pemimpin yang terlalu menyalahkan, akan

membentuk sikap bawahan yang tidak jujur. Dalam arti, bawahan

hanya akan menyampaikan informasi baik kepada pemimpin agar

dirinya terlihat baik dimata pemimpin tersebut.

Perbedaannya, penelitian Relationship between Organisational

Communication Flow and Communication Climate tidak mengklasifikasikan gaya

kepemimpinan seperti apa yang dapat mempengaruhi iklim komunikasi, karena

memang penelitian tersebut dalam membahas mengenai keterkaitannya dengan

pemimpin, tidak membahas suatu gaya kepemimpinan yang spesifik. Sedangkan

penelitian sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi

11

melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi

Corporate Communication)” akan melihat secara lebih spesifik gaya kepemimpinan

seorang pemimpin dan melihat pernannya terhadap komunikasi vertikal dan iklim

komunikasi yang ada pada divisi tersebut. Persamaan kedua penelitian adalah, unsur

pembahasan serupa dan metode yang digunakan kedua penelitian ini yaitu kualitatif.

Tabel 2.5 Penelitian Internasional

Nama Penulis M.L. Voon, M.C. Lo, K.S. Ngui, N.B. Ayob

Judul Jurnal Influence of Leadership Style on Employees’ Job Satisfaction in

Public Sector Organizations in Malaysia.

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

Journal of Business, Management, and Social Sciences / 2011 /

Malaysia.

Kesimpulan Penelitian ini membandingkan antara gaya kepemimpinan

transactional dan transformational serta melihat pengaruhnya

terhadap kepuasan karyawan, dimana gaya kepemimpinan

transformational lebih menghasilkan kepuasan karyawan

dibandingkan transactional dan kepuasan karyawan tersebut juga

berpengaruh positif pada kinerja karyawan. Oleh sebab itu

organisasi perlu mengoptimalkan kepemimpinan untuk

meningkatkan performa organisasi.

Perbedaannya, penelitian Influence of Leadership Style on Employees’ Job

Satisfaction in Public Sector Organizations in Malaysia menggunakan gaya

kepemimpinan transformational dan transactional sebagai acuannya dan

membandingkan keduanya terhadap loyalitas karyawan, sedangkan penelitian

“Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan.

(Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan

melihat komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi

pada divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Selain itu,

juga tidak mengacu pada gaya kepemimpinan tertentu di awal penelitian. Persamaan

kedua penelitian adalah sama-sama terdapat unsur gaya kepemimpinan sebagai

bahan penelitian.

12

Tabel 2.6 Penelitian Internasional

Nama Penulis Eva Tariszka- Semegine, PhD

Judul Jurnal Organizational Internal Communication as a Means of Improving

Efficiency

Nama Jurnal/

Tahun/ Negara

Europan Scientific Journal / Hungary/ 2012

Kesimpulan Organisasi dewasa ini, telah menyadari bahwa tingkatan komunikasi

dalam organisasi menentukan efisiensi organisasi tersebut. Fokus

pembelajaran telah berubah mengenai komunikasi organisasi.

Kebanyakan pembelajaran, berfokus pada efek kinerja staff yang

ditentukan melalui, sebaik apa staff ditunjang oleh informasi, dan

tingkat kepuasan melalui komunikasi secara langsung baik

horizontal maupun vertikal.

Perbedaannya, penelitian Organizational Internal Communication as a

Means of Improving Efficiency berfokus hanya kepada komunikasi internal dalam

organisasi, termasuk faktor apa yang mendukung komunikasi yang efisien dalam

organisasi. Sedangkan penelitian penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim

Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero)

pada Divisi Corporate Communication)” akan berfokus pada tiga hal, komunikasi

internal yang dibahas hanyalah komunikasi vertikal yang memliki kesinambungan

dengan gaya kepemimpinan, lalu juga membahas mengenai iklim komunikasi, serta

peranan antar ketiganya pada divisi Corporate Communication. Persamaan kedua

penelitian adalah, keduanya menyadari bahwa komunikasi internal organisasi

berperan penting dalam suatu organisasi dan memberikan pernanan tersendiri dalam

mengelola suatu organisasi yang baik.

2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Teori Sistem

Scott dalam (Pace & Faules, 2013) menyatakan bahwa “satu-satunya cara

yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem”. Ia

mengemukakan bahwa bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem adalah

individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi, struktur formal, pola

interaksi informal, pola status dan peranan yang menimbulkan pengharapan-

13

pengharapan, dan lingkungan fisik pekerjaan. Semua bagian itu saling berhubungan

dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Dikatakan juga, bahwa proses

penghubung utama dari organisasi adalah komunikasi.

Fisher dalam (Pace & Faules, 2013) berpendapat bahwa “teori sistem adalah

seperangkat prinsip yang terorganisasikan secara longgar dan sangat abstrak, yang

berfungsi mengarahkan pikiran kita namun terikat pada berbagai penafsiran”. Setiap

pembahasan mengenai sistem disangkutkan pada interdependensi. Lebih jelasnya,

interdependensi menunjukkan bahwa terdapat suatu ketergantungan di antara

komponen-komponen atau satuan-satuan suatu sistem. Suatu perubahan pada suatu

komponen membawa perubahan pada setiap komponen lainnya.

2.2.2 Teori 3-D

Reddin dalam (Pace & Faules, 2013) mengemukakan teori berdasarkan tiga

pola dasar atau dimensi yang digunakan untuk menentukan perilaku kepemimpinan,

Ketiga dimensi itu didefinisikan sebagai berikut:

a. Orientasi-kerja: tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk

mencapai tujuan.

b. Orientasi-hubungan: tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan

bawahan, ditandai oleh adanya saling mempercayai, menghormati

gagasan dan memperhatikan perasaan bawahan.

c. Keefektifan: tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer telah

ditetapkan.

Teori 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan, dimana

empat gaya digolongkan kedalam gaya yang kurang efektif dan empat gaya lainnya

digolongkan kedalam gaya yang efektif. Namun, Reddin berpendapat bahwa

keefektifan tersebut pada dasarnya sama nilainya, karena hal tersebut bergantung lagi

pada situasi yang dihadapi. Gaya yang dinilai lebih efektif diantaranya yaitu:

1. Eksekutif

Gaya ini menekankan pada tugas yang berat, hubungan yang kuat juga

antara pemimpin dengan bawahan, serta pemimpin yang menerapkan

gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, yang memperlakukan setiap

orang dengan cara tersendiri dan mengedepankan manajemen tim.

14

2. Otokrat Lunak (Benevolent Autocrat)

Gaya ini memberikan pengawasan ketat terhadap tugas dan juga

hubungan yang lemah antara pemimpin dengan bawahan. Seorang

pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan ini mengetahui cara

tersendiri untuk mencapai yang terbaik bagi tim nya tanpa menimbulkan

ketidaksenangan.

3. Pengembang (Developer)

Gaya ini memberikan pengawasan minimum terhadap tugas, namun

memiliki hubungan kuat antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin

mempercayai bawahan secara terselubung dan perhatian utamanya adalah

pengembangan hubungan yang selaras.

4. Birokrat

Orientasi minimum pada tugas serta hubungan yang lemah anatra

pemimpin dengan bawahan. Pemimpin yang menerapkan gaya

kepemimpinan ini menaruh perhatian pada aturan-aturan dan prosedur

demi kepentingan tim, dan karena ingin menjaga serta mengawasi situasi

dengan menggunakan aturan dan prosedur itu menyebabkan kehati-

hatian.

Sedangkan, untuk gaya kepemimpinan yang dinilai kurang efektif,

diantaranya adalah:

1. Pencari Kompromi (Compromiser)

Orientasi tinggi pada tugas, hubungan kuat antara pemimpin dengan

bawahan dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi.

Pemimpin yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang

kurang baik karena banyak tekanan yang mempengaruhinya.

2. Otokrat

Pengawasan ketat pada tugas, hubungan yang lemah antara pemimpin

dengan bawahan dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin tidak

memiliki kepercayaan kepada orang lain dan hanya tertarik pada

pekerjaan yang langsung dapat diselesaikan.

3. Pembawa Misi (Missionary)

Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang- orang dan

hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap

15

tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin semacam ini hanya

menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya.

4. Penyendiri (Deserter)

Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun

pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji,

karena pemimpin seperti ini menunjukkan sikap pasif dan tidak mau ikut

campur secara aktif dan positif.

2.2.3 Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan

penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu

organisasi tertentu. (Pace & Faules, 2013). Definisi komunikasi organisasi lain yang

serupa dengan definisi diatas yaitu definisi dari Goldhaber dalam (Romli, 2014),

“organizational communication is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”.

Dengan bahasa lain, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan

saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu

sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-

ubah.

Komunikasi organisasi biasa dipandang melalui dua perspektif, yaitu

perspektif objektif dan subjektif. Persepktif objektif melihat organisasi sebagai suatu

wadah berkumpulnya berbagai unit kerja yang memiliki keterkaitan antara satu

dengan yang lainnya, dan memiliki tradisi kerja mekanistik dengan aturan kerja yang

ketat dan hubungan hierarkis yang jelas. Sedangkan perspektif subjektif tidak lagi

melihat organisasi sebagai suatu sistem yang kaku, namun diklaim sebagai suatu

institusi yang memiliki aturan dan mekanisme kerja yang merupakan hasil dan

produk kolektif anggota organisasi lewat proses interaksi dan kesepakatan. (Rohim,

2009).

Adapun fungsi komunikasi dalam suatu organisasi terbagi menjadi empat,

(Rohim, 2009) yaitu:

1. Fungsi Informatif: organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem

pemrosesan informasi. Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua

orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.

16

Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk

membuat suatu kebijakan organisasi ataupun mengatasi konflik.

Sedangkan karyawan membutuhkan informasi untuk melaksanakan

pekerjaan di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, sosial

dan kesehatan, dan lain-lain.

2. Fungsi Regulatif: fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang

berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh dalam

fungsi ini. Pertama, orang-orang yang berada dalam tataran manajemen

yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua

info yang disampaikan. Disamping itu, sikap bawahan untuk menjalankan

perintah bergantung pada keabsahan pimpinan dalam menyampaikan

perintah, kekuatan pimpinan dalam memberi sangsi, kepercayaan

bawahan terhadap atasan, dan tingkat kredibilitas pesan yang diterima.

Kedua, pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.

Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan

yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3. Fungsi Persuasif: Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan

kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang

diharapkan. Kenyataan ini membuat beberapa pimpinan lebih suka untuk

mempersuasif bawahannya daripada memberi perintah.

4. Fungsi Integratif: Ada dua saluran komunikasi yang memungkinkan

karyawan untuk dapat melaksanakan tugasnya, yaitu saluran komunikasi

formal seperti penerbitan khusus (newsletter, bulletin) dan laporan

kemajuan organisasi; serta saluran komunikasi informal seperti

perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan

olahraga, ataupun kegiatan darmawisata.

2.2.4 Komunikasi Organisasi Internal

Komunikasi internal saat ini merupakan suatu hal yang dianggap penting oleh

tiap organisasi. Hal tersebut disebabkan, semakin banyak pemimpin yang menyadari

bahwa komunikasi yang baik adalah salah satu kunci kesukesan organisasi.

Komunikasi internal memfokuskan kepada berbagi informasi, membangun

pengertian dan komitmen, serta untuk mencapai tujuan organisasi. (FitzPatrick &

Valskov, 2014).

17

Komunikasi internal adalah suatu proses, untuk menyebarakan informasi

organisasi, membangun komitmen, dan mengatur jika terdapat perubahan. Sebagai

faktor utama dalam hal motivasi serta kinerja karyawan, komunikasi bermain penting

dalam tingkat kompetitif sebuah organisasi. Pada praktiknya, komunikasi organisasi

internal juga dipahami sebagai bagian dari fungsi kepemimpinan. (Semegine, 2012)

Serupa dengan sebelumnya, komunikasi organisasi internal dapat

didefinisikan sebagai bentuk pertukaran informasi dan juga ide di dalam organisasi

meliputi hubungan antar karyawan dan juga pimpinan. Pembahasan mengenai

komunikasi organisasi internal tidak dapat terlepas dari bentuk aliran informasi yang

berjalan di dalamnya yaitu komunikasi vertikal dan horizontal. (DeVito, 2011).

2.2.5 Aliran Informasi

Aliran informasi dalam komunikasi organisasi dibagi dalam dua bagian

utama, yaitu komunikasi vertikal dan horizontal. Arah komunikasi vertikal dapat

dibagi menjadi dua (Robbins & Judge, 2012), yaitu:

1. Arus komunikasi dari atas ke bawah: yaitu komunikasi yang mengalir

dari satu tingkatan dalam kelompok atau organisasi ke tingkatan yang

lebih rendah. Komunikasi ke bawah tidak harus dalam bentuk lisan atau

kontak tatap muka. Digunakan untuk:

a. Menetapkan tujuan dan keputusan

b. Menyampaikan instruksi

c. Menginformasikan kebijakan serta prosedur kepada karyawan

d. Menunjukkan persoalan yang membutuhkan perhatian

e. Menawarkan umpan balik mengenai kinerja

2. Arus komunikasi dari bawah ke atas: yaitu mengalir menuju tingkatan

yang lebih tinggi dalam suatu kelompok atau organisasi. Komunikasi ke

atas membuat para pemimpin selalu mengerti apa yang dirasakan para

karyawan terkait pekerjaan mereka, rekan kerja, dan organisasi secara

umum. Digunakan untuk:

a. Memberikan umpan balik kepada orang-orang yang memegang

kekuasaan

b. Memberi mereka informasi mengenai proses pencapaian tujuan

c. Menyampaikan masalah-masalah terkini

18

d. Dimanfaatkan oleh pemimpin untuk memperoleh ide-ide tentang

bagaimana memperbaiki kinerja.

Dalam komunikasi dari bawah ke atas, perilaku senior atau pemimpin

memainkan peranan penting. Jika senior atau pemimpin benar-benar peduli dan

mendengarkan informasi dari bawah (karyawan), maka kualitas komunikasi akan

meningkat. Disamping itu, berikut hambatan-hambatan yang biasa terjadi dalam

komunikasi dari bawah ke atas. (Verma, 2013).

a. Kesalahan senior atau pemimpin dengan tidak memberikan respon secara

baik.

b. Jarak yang lama antara komunikasi dengan aksi

c. Hambatan fisik

d. Penundaan yang panjang untuk menyetujui pendapat karyawan karena

adanya sistem administrasi yang terlalu rumit.

2.2.6 Kepemimpinan

Bass dalam (Pierce & Newstorm, 2006) mengatakan pemimpin adalah

“agents of change” maksudnya, pemimpin merupakan seseorang yang dapat

memberikan pengaruh atau perubahan bagi orang lain. Pemimpin dan kepemimpinan

merupakan dua hal yang berbeda namun berkesinambungan. Pemimpin adalah

seseorang yang dapat memberikan pengaruh kepada yang lain dan memiliki

kekuasaan untuk mengatur. Sedangkan kepemimpinan merupakan proses seorang

pemimpin dalam memimpin dan mempengaruhi tim nya untuk mencapai tujuan tim.

(Robbins & Coulter, 2014). Serupa dengan definisi kepemimpinan di atas, Northouse

dalam (Ricketts & Ricketts, 2011) mendefinisikan kepemimpinan adalah proses

dimana seorang individu dapat memberikan pengaruh bagi kelompok atau

organisasinya untuk mencapai tujuan.

“Leadership is the very big toll or the weapon of the organization to accomplish its goals and its necessary objectives and without it, it is impracticable for the organization to attain its main target. Without the leadership the implementation of tasks and their achievements are impossible.” (Mills, 2005).

Dengan bahasa lain, Kepemimpinan adalah titik utama atau senjata bagi

sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya dan tanpa adanya kepemimpinan akan

sulit bagi sebuah organisasi untuk setidaknya mencapai target utamanya. Dan tanpa

19

adanya kepemimpinan akan mustahil bagi organisasi untuk mengimplementasikan

tugas dengan baik dan mendapatkan suatu penghargaan.

(Harris & Nelson, 2008) membagi karakteristik kepemimpinan kedalam tujuh

konsep, yaitu fokus kepada visi, menjaga hubungan dengan bawahan, mempengaruhi

bawahan atau anggota, kepandaian emosional, pencari informasi, kemampuan

adaptasi dengan situasi, dan komunikasi.

a. Menyalurkan visi

Sebuah organisasi maupun tim tidak akan mencapai tujuan utama tanpa

adanya visi yang jelas dan dipahami oleh seluruh bagian dari organisasi.

Pemimpin senantiasa menyalurkan visi kedepan yang akan berguna

sebagai arahan, penyajian makna, dan memotivasi bawahan. Visi

diibaratkan sebagai tolak ukur sebuah organisasi atau tim dalam

melaksanakan seluruh kegiatannya.

b. Menjaga hubungan dengan bawahan

Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan bawahan adalah suatu

hal yang penting. Kepemimpinan adalah hubungan interpersonal antara

pemimpin dengan bawahannya. Keduanya saling bergantung stau sama

lain, kepemimpinan sangat bergantung pada respon dari bawahan begitu

pula bawahan bergantung pada pemimpin. digunakan untuk membentuk

interaksi antara pemimpin dan bawahannya.

c. Mempengaruhi bawahan atau anggota

Kepemimpinan adalah segala bentuk usaha untuk mempengaruhi perilaku

dari orang lain atau anggota tim. Kepemimpinan adalah kemampuan

pemimpin dalam mempengaruhi anggota atau bawahan untuk

melaksanakan tugasnya sesuai dengan cara pandang pemimpin.

d. Kepandaian Emosional

Kemampuan pemimpin dalam menjaga kondisi emosional dalam internal

organisasinya merupakan suatu hal yang sangat penting. Penelitian

membuktikan, pemimpin yang dapat menciptakan dan menjaga

lingkungan kerja yang diliputi oleh suasana positif akan bermanfaat bagi

kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang. Walaupun seorang

pemimpin telah mengatur sedemikian rupa visi, strategi, pengetahuan, dan

lain sebagainya, pemimpin yang baik adalah yang dapat bekerja dengan

manajemen emosi yang baik.

20

e. Pencari Informasi

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat membuat keputusan

secara cepat dan tepat. Namun, tidak hanya itu, pemimpin yang baik juga

adalah yang paham bahwa keputusan penting dapat diambil dengan

melibatkan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi, keputusan

alternatif, maupun pengaruhnya bagi pihak internal maupun external

organisasi. Dimana hal tersebut dapat dicapai hanya dengan pengumpulan

informasi sebanyak-banyaknya agar keputusan tersebut tepat.

f. Situasional

Kepemimpinan diartikan sebagai apa yang individu lakukan di situasi

tertentu. Pemimpin yang baik adlaah yang dapat menyesuaikan gaya

kepemimpinannya esuai dengan situasi tertentu. Ia dapat berperan sebagai

seorang pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan disituasi yang

genting, namun ia juga dapat menjadi pemimpin yang bersahaja dan dapat

mendengarkan keluhan tiap bawahannya ketika menghadapi konflik.

g. Komunikasi

Komunikasi adalah kunci utama untuk mencapai kepemimpinan yang

sukses. Seluruh aspek kepemimpinan tidak luput dari komunikasi.

Komunikasi yang digunakan pemimpin tidak hanya dilakukan secara

verbal namun juga non-verbal. Seperti misalnya, seorang pemimpin

mengadakan aktivitas diluar jam kerja bersama dengan para bawahannya

yang kadang digunakan untuk lebih mendekatkan diri dengan para

bawahannya dan juga memotivasi bawahan.

Selain konsep kepemimpinan, terdapat 14 fungsi kepemimpinan yang

diutarakan oleh Yukl dalam (Bass, 2008), yaitu: (1) Menjalin relasi, (2) Memberikan

dukungan, (3) Manajemen konflik dan pembentukan tim, (4) Motivasi, (5)

Mengetahui dan mengenali segala hal, (6) Memberikan penghargaan, (7)

Perencanaan dan pengorganisasian, (8) Pemecahan masalah, (9) Wadah untuk

berkonsultasi, (10) Pendelegasian, (11) Monitor, (12) Informasi, (13) Klarifikasi,

(14) Pengembangan dan mentor.

2.2.7 Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja atau cara bekerjasama dengan

orang lain. Konsep gaya disini maksudnya adalah kombinasi antara bahasa dan

21

tindakan. Berikut adalah beberapa pendekatan yang digunakan seseorang sebagai

pedoman gaya kepemimpinan: (Pace & Faules, 2013)

a. Mengendalikan atau mengarahkan orang lain

b. Memberi tantangan atau rangsangan kepada orang lain

c. Menjelaskan atau memberikan instruksi kepada orang lain

d. Mendukung atau mendorong orang lain

e. Memohon atau membujuk orang lain

f. Melibatkan atau memberdayakan orang lain

g. Memberi ganjaran atau memperkuat orang lain.

Gaya Kepemimpinan menurut (Kartono, 2006), “sebagai suatu pola perilaku

manajemen profesional yang dirancang untuk memadukan minat dan usaha pribadi

serta organisasi untuk mencapai tujuan”. (Evelina & Angeline, 2014) menambahkan,

gaya kepemimpinan disuatu perusahaan terkait dengan iklim komunikasi di

perusahaan tersebut.

Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan

mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, Sosro, Putong, &

Hidayat, 2010):

1. Otoriter

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang

akan dilakukan oleh pimpinan semata-mata. Kepemimpinan gaya otoriter

antara lain berciri:

a. Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan

b. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

c. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan

d. Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan

e. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan

para bawahannya dilakukan secara ketat

f. Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan

g. Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,

pertimbangan, atau pendapat

h. Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif

i. Lebih banyak kritik daripada pujian

j. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat

22

k. Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman

l. Kasar dalam bertindak dan kaku dalam bersikap

m. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan

n. Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan

2. Demokratis

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan

yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:

a. Wewenang pimpinan tidak mutlak

b. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada

bawahan

c. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

d. Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

e. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara

pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan

f. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan

para bawahan dilakukan secara wajar

g. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan

h. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran,

pertimbangan, atau pendapat

i. Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat

permintaan daripada instruktif

j. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas

kemampuan masing-masing

k. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak

l. Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling

menghargai

m. Tangggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan

dan bawahan

3. Laissez-Faire

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan

yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. “Laissez-

23

faire” secara harafiah berarti “allow (them) to do” (mengizinkan mereka

bekerja), atau “to leave alone” (biarkan sendiri), “free-rein” berasal dari

kata “free” (bebas), dan “rein” (kendali), secara harafiah berarti bebas

kendali. Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri:

a. Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan

b. Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

c. Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

d. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya

e. Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan,

atau kegiatan yang dilakukan para bawahan

f. Prakarsa selalu datang dari bawahan

g. Hampir tiada pengarahan dari pimpinan

h. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok

i. Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok

j. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang

2.2.8 Iklim Komunikasi

Iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai

peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya,

harapan-harapan, konflik-konflik antarpersonal, dan kesempatan bagi pertumbuhan

dalam organisasi tersebut. (Pace & Faules, 2013). Iklim komunikasi adalah persepsi

mengenai seberapa jauh anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat

dipercaya, mendukung, terbuka, menaruh perhatian, dan secara aktif meminta

pendapat, serta memberi penghargaan atas standar kinerja yang baik (Kriyantono,

2008).

Proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi secara otomatis akan

menciptakan iklim komunikasi. Di dalam perusahaan perlu mengkondisikan iklim

komunikasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasi

berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota lainnya. (Evelina

& Angeline, 2014). Guzley dalam (Pace & Faules, 2013) mengatakan, iklim

komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu.

Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan

pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi,

untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih kesempatan dalam organisasi

24

secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya,

untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasan-gagasan

inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya, semua ini bersangkutan

dengan iklim komunikasi.

Dimensi iklim komunikasi menurut Redding dalam (Verma, 2013) terbagi

kedalam 5 (lima) yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) kemudahan

anggota untuk berhubungan dengan atasan (3) kelancaran dalam hal pemberian

timbal balik, (4) keterbukaan dan keterusterangan, (5) tujuan kinerja tinggi dan

evaluasi. Lingkungan organisasi yang penuh ketidakpastian akan berkaitan dengan

perilaku komunikasi pada anggota organisasi. Solusi dari hal tersebut yaitu peranan

seorang pemimpin. Pemimpin perlu mengklarifikasi setiap ketidakpastian dan dapat

menggunakan metode rapat sebagai sarana penyelesaiannya. Keterbukaan untuk

berpendapat juga merupakan indikator terbaik dalam menciptakan kepribadian yang

sehat. Namum keterbukaan dalam berpendapat juga tetap harus dibatasi oleh

pemimpin. Selain itu, diperlukan juga adanya kepercayaan dan kredibilitas terkait

informasi dari kedua belah pihak. Untuk menciptakan iklim komunikasi positif, hal

dasar yang perlu diperhatikan yaitu kemudahan anggota untuk berhubungan dengan

senior ataupun pemimpin. Hal tersebut akan bermanfaat dalam klarifikasi, atau hal-

hal lain yang berhubungan dengan aturan kerja, persetujuan, pengawasan, dan hal-hal

lainnya yang dibutuhkan oleh bawahan. Dalam memberikan evaluasi, pemimpin

perlu memperhatikan dengan baik. Evaluasi akan menghasilkan penolakan jika

dilakukan dengan nada menyalahkan, memojokkan, ataupun dengan

mempertanyakan standar, nilai, dan motif. Hal tersebut dapat menyebabkan

ketakutan pada pekerja, yang akhirnya pekerja menjauhi laporan negatif kepada

pemimpin dan hanya melaporkan hal-hal baik. Timbal balik yang baik dan lancar

juga sangat dibutuhkan dalam membentuk iklim komunikasi positif. (Verma, 2013).

2.2.9 Aliran Informasi, Iklim Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan dalam

Organisasi

Jesaya Setia Budi Soekamto, melakukan penelitian pada sebuah perusahaan

dimana ia menemukan bahwa gaya kepemimpinan dari pemimpin pada divisi

general service termasuk dalam tipe penasihat dan pengajak serta. Gaya

kepemimpinan tersebut memfokuskan pada hubungan dua arah antara karyawan

dengan pimpinan. Selain itu, tipe penasihat melibatkan interaksi yang cukup sering

25

antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan menaruh kepercayaan besar dan

keyakinan kepada bawahan. Sementara tipe pengajak serta meyakini, bahwa tujuan

agar organisasi berjalan dengan baik adalah dengan melalui partisipasi nyata pegawai

serta informasi berjalan ke segala arah. Disebutkan dalam kesimpulan penelitian

bahwa pada objek penelitiannya, setiap orang punya hak dan bebas berkomunikasi

dengan nyaman tanpa ada tekanan. Semua pihak memiliki hak yang sama untuk

menyampaikan informasi baik bertatap muka maupun melalui media lainnya. Jesaya

mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa, gaya kepemimpinan dan arah aliran

informasi memiliki hubungan yang erat dan saling melengkapi satu sama lainnya.

Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa gaya kepemimpinan turut berperan dalam

menciptakan aliran informasi yang baik dan lancar.

Pada penelitian Dr. Priti Verma, dijelaskan bahwa ketidakpastian dalam suatu

organisasi, dapat dipecahkan melalui komunikasi dari atas ke bawah, yaitu melalui

rapat. Dalam rapat pemimpin dapat mengarahkan bawahan untuk membahas

persoalan dan sebaiknya dapat diselesaikan pada saat itu juga. Selain itu, iklim

komunikasi positif dapat tercipta, ketika senior dalam organisasi tersebut mudah

untuk dicapai, dalam arti mudah untuk dimintakan pendapat dan persetujuan.

Begitupun dengan komunikasi yang terbuka dan transparan, dapat menciptakan

lingkungan kerja yang sehat. Disamping itu, komunikasi yang suportif dari

pemimpin akan membuat bawahan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan

masalah. Pemimpin yang cenderung merasa pendapatnyalah yang paling benar, akan

menghambat terciptanya suasana suportif dan kooperatif dalam organisasinya.

Sebaliknya, keterbukaan pemimpin kepada pendapat bawahan akan menimbulkan

kepuasan dari para bawahan sehingga mereka merasa lebih termotivasi dalam

melakukan pekerjaan. Dalam hal memberikan evaluasi kepada bawahan pun, seorang

pemimpin perlu memperhatikan nada dan bahasa yang digunakan. Pemimpin yang

terlalu menyalahkan, akan membentuk sikap bawahan yang tidak jujur. Dalam arti,

bawahan hanya akan menyampaikan informasi baik kepada pemimpin agar dirinya

terlihat baik dimata pemimpin tersebut. Penelitian tersebut menegaskan bahwa gaya

kepemimpinan, aliran informasi pada organisasi, dan iklim komunikasi memang

saling berperan satu dengan lainnya.

Gaya kepemimpinan memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap loyalitas

karyawan. Penelitian Laksmi Sito Dwi Irvianto dan Kokoh Chandranegara

menjelaskan bahwa adanya dominasi kuat dari pemimpin mengenai pekerjaan

26

mengakibatkan loyalitas karyawan rendah. Selain itu, sistem penghargaan yang

diterapkan untuk seluruh karyawan membantu meningkatkan motivasi, kepuasan,

dan tingkat kinerja ke arah yang lebih baik. Namun, masih sangat dibutuhkan adanya

umpan balik dari pimpinan seperti pimpinan menanyakan kepada karyawan

mengenai deskriptif pekerjaan, apakah sudah jelas atau belum. Lalu kesulitasn

pekerjaan apa saja yang dihadapi, dan info mengenai deadline. Karena pada

kenyataannya kuranganya umpan balik dari pemimpin diakibatkan oleh sifat kaku

dan kuno pada aturan-aturan perusahaan membuat kinerja perusahaan menjadi turun

dikarenakan ketidakterbukaan terhadap masalah-masalah pekerjaan yang dialami

oleh karyawan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, gaya kepemimpinan

memiliki hubungan yang cukup kuat dengan loyalitas karyawan dan juga hal-hal

lainnya yang termasuk juga dalam iklim komunikasi organisasi. Ketidakterbukaan

karyawan akan adanya masalah kepada pimpinan juga dijelaskan menimbulkan

turunnya kinerja perusahaan.

27

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber: Hasil pemikiran peneliti

Kerangka konseptual diatas menggambarkan bahwa penelitian ini akan

meneliti bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan di dalam divisi Corporate

Communication yang mengacu kepada teori 3-D oleh Reddin. Selain itu, bagaimana

gaya kepemimpinan itu berperan dalam pembentukan aliran informasi vertikal dan

iklim komunikasi pada divisi Corporate Communication PT Pertamina (Persero).

Aliran Informasi

Vertikal

(Robbins & Judge,

2012)

Komunikasi

Organisasi Internal

Gaya

Kepemimpinan

Teori 3-D

(Pace & Faules,

2013)

Iklim Komunikasi

(International Journal of

Pharmaceutical Sciences

and Business Management,

2013)

28