10

Click here to load reader

BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

5

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian Perancangan Tata Letak

Perancangan fasilitas dapat dibagi menjadi dua bagian, lokasi fasilitas dan tata letak fasilitas (Afrazeh, Keivani, & Farahani, 2010, p. 249). Pengertian perencanaan fasilitas dapat dikemukakan sebagai proses perencanaan fasilitas, termasuk di dalamnya analisis, perencanaan, desain dan susunan fasilitas, peralatan fisik, dan manusia yang ditunjukkan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan sistem pelayanan (Purnomo, 2004, p. 1).

Perencanaan fasilitas merupakan rancangan dari fasilitas-fasilitas industri yang akan didirikan atau dibangun. Di dunia industri, perencanaan fasilitas dimaksudkan sebagai sarana untuk perbaikan layout fasilitas, digunakan dalam penanganan material (material handling) dan untuk menentukan peralatan dalam proses produksi, juga digunakan dalam perencanaan fasilitas keseluruhan. Ada dua hal pokok dalam perencanaan fasilitas, yaitu berkaitan dengan perencanaan lokasi pabrik (plant location) dan perancangan fasilitas produksi yang meliputi perancangan struktur pabrik, perancangan tata letak fasilitas dan perancangan sistem penanganan material (Purnomo, 2004, p. 2).

Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu fasilitas penting, karena pabrik atau industri akan beroperasi dalam jangka waktu yang lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan menyebabkan kegiatan produksi berlangsung tidak efektif dan efisien. Perencanaan tata letak fasilitas selalu berkaitan dengan minimasi total cost. Di samping itu, perencanaan yang teliti dari layout fasilitas akan memberikan kemudahan-kemudahan saat diperlukannya ekspansi pabrik atau kebutuhan supervisi (Ekoanindiyo & Wedana, 2012, p. 49).

2.1.2 Tujuan Perancangan Tata Letak

Tujuan perancangan fasilitas, yaitu untuk memenuhi kapasitas produksi dan kebutuhan kualitas dengan cara yang paling ekonomis melalui pengaturan dan koordinasi yang efektif dari fasilitas fisik. Adapun secara rinci beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas di antaranya adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004, pp. 3 dan 117-120): 1. Memanfaatkan area yang ada. 2. Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja, dan fasilitas produksi lebih

besar. 3. Meminimumkan material handling. 4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan dan

kesimpangsiuran. 5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi tenaga

kerja. 6. Mempersingkat proses manufaktur. 7. Mengurangi persediaan setengah jadi. 8. Mempermudah aktivitas supervisi.

Perancangan sistem fasilitas merupakan perancangan bangunan dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti sistem pencahayaan, kelistrikan, sistem komunikasi, suasana kerja, sanitasi, pembuangan limbah dan

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

6

sebagainya. Aspek yang perlu diperhitungkan secara matang dalam perancangan tata letak antara lain meliputi peralatan-peralatan yang digunakan, mesin-mesin, dan semua perabotan perusahaan. Sedangkan dalam perancangan sistem material handling meliputi mekanisme yang dibutuhkan agar interaksi antara fasilitas yang ada seperti material, personal, informasi dan peralatan untuk mendukung produksi berjalan sempurna (Purnomo, 2004, p. 3).

2.1.3 Tahapan Dalam Perancangan Tata Letak

Tahapan-tahapan proses perancangan tata letak dapat dijabarkan mengikuti urutan kegiatan yang dikembangkan oleh Richard Murther, yaitu melalui pendekatan yang dikenal sebagai Systematic Layout Planning (SLP). Berikut ini akan dibahas langkah-langkah dasar dari SLP. Secara sistematis prosedur pelaksanaan SLP dapat digambarkan sebagai berikut (Purnomo, 2004, pp. 120-121).

Gambar 2.1 Langkah-langkah dasar SLP

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

7

2.2 Storage dan Warehousing 2.2.1 Fungsi Warehouse

Ada beberapa alasan untuk membangun dan mengoperasikan gudang. Dalam beberapa kasus adalah kebutuhan untuk memberikan servis yang lebih baik kepada customer dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan customer. Walaupun hal tersebut terlihat seperti fungsi utama warehouse, terdapat juga beberapa fungsi lain. Berikut adalah beberapa fungsi lain yang penting (Heragu, 2008, p. 369): 1. Provide temporary storage of goods. Untuk mencapai skala ekonomi dalam

produksi, transportasi, dan penanganan produk, sering diperlukan untuk menyimpan produk di gudang dan mengeluarkan kepada customer saat terdapat permintaan.

2. Put together customer orders. Untuk menyimpan order dari customer dalam jumlah besar.

3. Serve as customer service facility. Karena gudang merupakan tempat penyimpanan produk yang akan dikirim kepada customer, gudang dapat memberikan fasilitas jasa kepada customer dan menangani pergantian serta kerusakan produk, melakukan survey pasar, dan menyediakan jasa after-sales.

4. Protect goods. Gudang biasanya dilengkapi dnegan sistem keamanan, sehingga barang hasil manufaktur dapat dilindungi dari bahaya seperti pencurian, kebakaran, banjir dan masalah cuaca lainnya.

5. Segregate hazardous or contaminated materials. Kode keamanan tidak memperbolehkan bahan material yang berbahaya berada di dekat lantai produksi, sehingga gudang menjadi tempat yang baik untuk memisahkan dan meletakkan material yang berbahaya dan terkontaminasi.

6. Perform value-added services. Beberapa gudang melakukan servis penambahan nilai seperti pengepakan produk, persiapan order customer berdasarkan persyaratan spesifik customer, inspeksi material, dan pengetesan produk.

7. Inventory. Karena sulit untuk melakukan peramalan produk sesuai dengan permintaan, dalam beberapa bisnis, penting untuk mengadakan inventaris dan safety stock untuk menjaga permintaan tak terduga.

2.2.2 Desain Warehouse Sama seperti fasilitas lain, banyak sekali masalah yang perlu ditangani

saat mendesain warehouse. Kebanyakan masalah yang ada berbeda dengan fasilitas manufaktur (Heragu, 2008, p. 395).

2.2.3 Model Desain Untuk Alokasi Ruang Gudang

Dua fungsi utama warehouse termasuk (i) penyimpanan sementara dan perlindungan barang (ii) menyediakan value-added servis seperti pemenuhan dari pesanan customer, pengepakan barang-barang, servis setelah penjualan, perbaikan, pengetesan, inspeksi, dan perakitan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, sebuah warehouse biasanya dibagi menjadi area berikut: reverse storage area, forward area, dan cross-docking area.

Desain dari sebuah warehouse adalah masalah yang kompleks. Mencakup sejumlah besar keterkaitan antara proses warehouse, sumber daya warehouse, dan organisasi warehouse. Rouwenhorst et al (2000)

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

8

mengklasifikasikan desain warehouse dan perencanaan masalah menjadi tiga level penentuan yaitu strategis, taktis, dan operasional (Heragu, 2008, p. 400).

Konfigurasi Warehouse termasuk bagian dari lima area fungsional seperti area penerimaan, pengiriman, cross-docking, reserve, dan forward.

Berikut adalah arus bahan yang mungkin pada sebuah warehouse (Heragu, 2008, p. 401):

Arus 1 : Penerimaan – cross-docking – pengiriman Arus 2 : Penerimaan – reverse – pengiriman Arus 3 : Penerimaan – reverse – forward – pengiriman Arus 4 : Penerimaan – forward – pengiriman

2.2.4 Perencanaan Storage dan Warehouse Tujuan dari perancangan tata letak untuk departemen penyimpanan dan

pergudangan adalah (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, p. 424): 1. Untuk memanfaatkan ruang secara efektif. 2. Untuk menyediakan material handling yang efisien. 3. Untuk meminimasikan biaya penyimpanan saat menyediakan level yang

dibutuhkan dari servis. 4. Untuk menyediakan fleksibilitas maksimum. 5. Untuk menyediakan kerumahtanggaan yang baik.

Untuk memenuhi tujuan tersebut, beberapa prinsip penyimpanan harus diintegrasikan. Prinsip-prinsip yang berhubungan adalah sebagai berikut: 1. Popularitas

Hukum Pareto menyatakan bahwa “85% dari kekayaan dunia dimiliki oleh 15% manusia.” Hukum Pareto sering diaplikasikan untuk popularitas dari material yang disimpan. Untuk memaksimalkan, 15% dari material harus disimpan sedemikian rupa sehingga jarak perjalanan dapat diminimalkan. Material harus disimpan sehingga jarak perjalanan berbanding terbalik dengan popularitas material. Jarak perjalanan dapat diminimalisasikan dengan menyimpan barang popular pada area penyimpanan dalam dan memposisikan material untuk meminimasikan total jarak perjalanan. Jika material yang masuk dan keluar dari departemen penyimpanan atau gudang menggunakan lokasi yang sama, material yang populer harus diletakkan sedekat mungkin dengan lokasi tersebut (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, pp. 424 - 427).

2. Kesamaan Prinsip kedua untuk membuat tata letak ruang penyimpanan dan

gudang adalah kesamaan dari barang yang disimpan. Barang yang diterima dan dikirim bersama seharusnya disimpan bersamaan. Meskipun barang tidak diterima bersama, jika dikirim bersama sebaiknya disimpan bersama. Dengan menyimpan barang yang memiliki kemiripan pada area bersama, waktu perjalanan untuk pengambilan pesanan akan menjadi minimum (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, p. 429).

3. Ukuran Memiliki bagian-bagian kecil yang disimpan pada penyimpanan yang

didesain untuk bagian-bagian besar akan memboroskan ruangan. Untuk mengurangi masalah tersebut, variasi ukuran dari lokasi penyimpanan harus disediakan. Jika terdapat ketidakpastian mengenai ukuran barang yang akan disimpan, adjustable rack dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kebutuhan perubahan.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

9

Secara umum, material yang berat, besar, dan sulit untuk ditangani seharusnya disimpan dekat dengan lokasi penggunaan. Bagaimanapun, penggunaan ruang sebaiknya berdasarkan dengan kemudahan menangani dan popularitas dari barang tersebut. Jika kedua barang sama populer, yang terbesar dan paling sulit di tangan sebaiknya diberikan posisi terdekat dengan lokasi penggunaan. Jika sebuah barang lebih populer dari yang lain, tetapi lebih mudah untuk ditangani, maka popularitas relatif dan kemudahan penanganan harus ditukar. Barang yang berat harus disimpan pada area yang mempunyai tinggi penumpukan terendah. Barang yang lebih ringan dan lebih mudah ditangani disimpan pada tumpukan yang lebih tinggi (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, p. 429).

4. Karakteristik Beberapa karakteristik material yang penting termasuk (Tompkins,

White, Bozer, & Tanchoco, 2010, pp. 429 - 430): a. Bahan yang mudah rusak. Bahan yang mudah rusak membutuhkan

penyediaan kontrol lingkungan. b. Barang yang berbentuk aneh dan mudah hancur. Beberapa barang tidak

pas untuk diletakkan pada area penyimpanan bahkan pada saat variasi ukuran tersedia. Barang yang berbentuk aneh sering membuat penanganan dan penyimpanan yang signifikan. Jika dihadapi dengan barang yang berbentuk aneh, harus disediakan ruang terbuka untuk penyimpanannya.

c. Material yang berbahaya. Material seperti cat, pernis, propane, dan bahan kimia yang mudah terbakar memerlukan tempat penyimpanan yang terpisah. Kode-kode keamanan harus diperiksa dan diikuti secara ketat untuk barang yang mudah terbakar dan eksplosif.

d. Barang keamanan. Sebenarnya semua barang dapat dicuri. Namun, barang dengan harga tinggi per unit dan atau ukuran kecil sering menjadi target pencurian. Barang ini harus diberikan proteksi tambahan pada area penyimpanan.

e. Kompatibilitas. Beberapa bahan kimia tidak berbahaya saat disimpan sendiri, tetapi dapat menjadi volatil jika terjadi kontak dengan bahan kimia lain. Beberapa material tidak membutuhkan penyimpanan spesial, namun menjadi mudah terkontaminasi jika terjadi kontak dengan beberapa material lain. Oleh karena itu, barang tersebut memerlukan area penyimpanan yang perlu dipertimbangkan dengan matang.

5. Pemanfaatan Ruang Perencanaan ruang termasuk dengan penentuan dari kebutuhan ruang

untuk penyimpanan material. Namun, saat mempertimbangkan popularitas, kesamaan, ukuran, dan karakteristik material, sebuah tata letak harus dikembangkan dengan memaksimalkan pemanfaatan ruang serta memaksimalkan tingkat pelayanan yang diberikan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan saat mengembangkan tata letak (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, pp. 430 - 431): a. Konservasi Ruang. Konservasi ruang termasuk memaksimalkan

konsentrasi dan pemanfaatan kubus dan meminimalisasi honeycombing. Memaksimalkan konsentrasi ruang meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan penanganan dari penerimaan besar.

b. Keterbatasan ruang. Pemanfaatan ruang akan menjadi terbatas dengan adanya penopang, alat penyiram, ketinggian atap, beban lantai, tiang dan

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

10

kolom, dan tinggi penyusunan material yang aman. Beban lantai adalah bagian penting dari fasilitas penyimpanan bertingkat.

c. Aksesibilitas. Penekanan yang berlebihan pada penempatan ruang dapat berakibat buruk pada aksesibilitas material. Lorong harus direncanakan luasnya untuk penanganan material handling yang efisien dan dilokasikan pada setiap tempat sehingga setiap penyimpanan memiliki akses lorong. Setiap lorong utama harus lurus dan menuju ke pintu sehingga mayoritas dari material disimpan sepanjang sumbu panjang area penyimpanan. Lorong seharusnya tidak diposisikan sepanjang dinding kecuali terdapat pintu pada dinding.

d. Keteraturan. Prinsip keteraturan menekankan fakta bahwa baik penjagaan gudang dimulai dengan housekeeping. Gang harus ditandai dengan pita lorong atau cat. Jika tidak, bahan akan mulai melanggar ke luar gang dan akses ke material akan berkurang. Ruang kosong dalam area penyimpanan harus dihindari, dan harus dikoreksi bila terdapat kejadian ruang kosong.

2.2.5 Automated Retrieval and Storage Equipment

Peralatan penyimpanan bisa dalam bentuk rak, laci, keranjang, dan lemari. Di antaranya, rak penyimpanan mungkin adalah bentuk yang paling umum dari peralatan penyimpanan. Terdapat banyak varian dan konfigurasi dari rak penyimpanan, seperti rak kedalaman tunggal, kedalaman double, cantilever, dan konfigurasi yang dirancang untuk memudahkan penyimpanan khusus dan operasi drive-through, flow-through, dan lain-lain. Sistem pengambilan dan penyimpanan yang lebih canggih menggabungkan penggunaan peralatan penyimpanan, menyimpan dan pengambilan mesin serta kontrol yang diwujudkan dalam sistem modern otomatisasi penyimpanan atau pengambilan (Aized, 2010, p. 130).

2.3 Material Handling

Material handling adalah satu aktivitas dimana banyak perbaikan dapat dicapai, menghasilkan penghematan biaya yang signifikan. Tujuan yang ideal adalah benar-benar menghilangkan aktivitas material handling. Definisi dari material handling adalah (Tompkins, White, Bozer, & Tanchoco, 2010, p. 176): 1. Material handling adalah seni dan ilmu pengetahuan yang terkait dengan

perpindahan, penyimpanan, kontrol, dan proteksi dari barang-barang dan material selama proses manufaktur, distribusi, konsumsi, dan pembuangan.

2. Material handling berarti menyediakan jumlah yang tepat dari material yang tepat, dalam kondisi yang tepat, pada tempat yang tepat, waktu yang tepat, posisi yang tepat, urutan yang tepat, dan harga yang tepat, dengan menggunakan metode yang tepat. Secara natural, jika metode yang tepat digunakan, maka sistem material handling akan aman dan bebas dari bahaya.

2.3.1 Prinsip Material Handling

Berikut adalah sepuluh prinsip material handling yang dikumpulkan oleh College-Industry Council on Material Handling bekerja sama dengan Material Handling Institute (Kay, 2012, pp. 2 - 3):

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

11

1. Prinsip Perencanaan. Semua material handling harus menjadi hasil dari rencana dimana kebutuhan, tujuan, dan spesifikasi fungsional dari metode yang diusulkan benar-benar ditetapkan dari awal.

2. Prinsip Standarisasi. Metode material handling, peralatan, kontrol dan software harus distandarisasi untuk mencapai tujuan kinerja secara keseluruhan tanpa mengorbankan fleksibilitas yang dibutuhkan.

3. Prinsip Kerja. Kerja material handling harus diminimalkan tanpa mengurangi produktivitas atau tingkat layanan yang diperlukan operasi.

4. Prinsip Ergonomis. Kemampuan dan keterbatasan manusia perlu dipertimbangkan dalam desain tugas material handling untuk memastikan operasi yang aman dan efektif.

5. Prinsip Unit Load. Unit muatan harus tepat ukuran dan dikonfigurasi dengan cara yang mencapai aliran material dan tujuan persediaan pada setiap tahap dalam rantai pasokan.

6. Prinsip Pemanfaatan Ruang. Penggunaan ruang yang efektif dan efisien harus dilakukan dengan semua ruang yang tersedia.

7. Prinsip Sistem. Kegiatan gerakan material dan penyimpanan harus terintegrasi.

8. Prinsip Otomatisasi. Operasi material handling harus mekanik dan atau otomatis untuk meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan respon, meningkatkan konsistensi dan prediktabilitas, menurunkan biaya operasi, dan menghilangkan tenaga kerja manual berulang.

9. Prinsip Lingkungan. Dampak lingkungan dan kondisi energi harus dianggap sebagai criteria ketika merancang atau memilih peralatan alternatif dan sistem material handling.

10. Prinsip Biaya Siklus Hidup. Sebuah analisis ekonomi menyeluruh harus memperhitungkan seluruh siklus hidup dari semua peralatan material handling dan sistem yang dihasilkan.

2.4 Standard Operating Procedures (SOP)

Standard Operating Procedures atau SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif dan efisien, konsisten, standar, dan sistematis (Tambunan, 2008, p. 79).

2.4.1 Unsur-unsur Standard Operating Procedures

Ada beberapa unsur dalam Standard Operating Procedures adalah sebagai berikut (Tambunan, 2008, p. 121): 1. Tujuan 2. Kebijakan 3. Petunjuk Operasional 4. Pihak yang Terlibat 5. Formulir 6. Masukan 7. Proses 8. Laporan 9. Validasi 10. Control

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

12

2.4.2 Teknik-Teknik Penyusunan Standard Operating Prosedures Dalam konteks penyusunan dan pengembangan SOP yang efektif, kata

teknik diartikan sebagai sistematika tindakan-tindakan yang sangat spesifik dalam pola sistematis untuk menyusun prosedur-prosedur operasional standar suatu organisasi (Tambunan, 2008, p. 268).

Ada beberapa teknik dalam penyusunan Standard Operating Procedures adalah sebagai berikut (Tambunan, 2008, pp. 271-294): 1. Teknik Naratif

Teknik naratif adalah teknik yang menggunakan kekuatan narasi dan penjelasan dengan kalimat sesuai kaidah bahasa yang benar ditambah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam organisasi untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan di dalam organisasi, baik terkait dengan kegiatan operasional maupun administrasi.

2. Teknik Bagan Arus Teknik bagan arus (flowchart) adalah teknik spesifik yang sangat

dikenal dalam pengembangan sistem informasi dan penyusunan prosedur operasional standar. Teknik bagan arus menggunakan simbol-simbol khas, dimana tiap simbol merepresentasikan makna tertentu dari kegiatan atau keputusan atau dokumen atau laporan atau media penyimpanan atau tanda penghubung tertentu, dan sebagainya.

3. Teknik Tabular Teknik tabular atau tabulasi sangat jarang digunakan dan

ditampilkan di dalam penyusunan dan penyajian SOP organisasi. Teknik ini biasanya digunakan untuk melakukan analisis kegiatan dalam penyususan SOP, tetapi bukan berarti tidak dapat ditampilkan sebagai bagian dari prosedur operasional tertentu. Dalam proses analisis kegiatan, teknik tabular digunakan untuk menghitung efektivitas dan efisiensi proses kerja.

4. Teknik Campuran (Gabungan) Teknik ini merupakan gabungan dari ketiga teknik yang telah

dijelaskan di atas, yaitu teknik naratif, teknik bagan arus serta teknik tabular. Dalam prakteknya, gabungan atau kombinasi ketiga teknik ini memang banyak digunakan, terutama dengan tujuan menyajikan SOP yang dapat dipahami oleh semua yang terlibat dan juga berkepentingan.

Penggunaan campuran teknik naratif, teknik bagan arus, serta teknik tabular dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Tambunan, 2008, p. 294): a. Digunakan bersamaan untuk semua prosedur operasional standar yang

ada di dalam pedoman SOP. Dengan cara ini, maka setiap prosedur mencakup teknik naratif dan teknik bagan arus dan tambahan teknik tabular sesuai dengan kebutuhan.

b. Digunakan sesuai kebutuhan setiap prosedur opersional standar. Bila menggunakan campuran ini, maka akan ada prosedur yang hanya menggunakan teknik naratif, ada yang hanya menggunakan teknik bagan arus, dan ada yang menggunakan gabungan dari keduanya.

2.5 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) Menurut Linstiani (2010) penjabaran dari metode “5S” adalah sebagai

berikut (Siska & Henriadi, 2012, pp. 135-136):

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

13

1. Seiri (Sisih/ Ringkas) Menyisihkan barang-barang yang tidak diperlukan di tempat kerja. Prinsip dalam menerapkan konsep yang pertama ini adalah mengidentifikasi dan menjauhkan barang yang tidak diperlukan di tempat kerja.

2. Seiton (Penataan) Menata barang-barang yang diperlukan supaya mudah ditemukan oleh siapa saja bila diperlukan. Setiap barang mempunyai tempat yang pasti, jelas dan diletakkan pada tempatnya. Adapun metode yang dapat digunakan adalah pengelompokkan barang, penyiapan tempat, memberi tanda batas, memberi tanda pengenal barang, membuat denah atau peta pelaksanaan barang.

3. Seiso (Pembersihan) Membersihkan tempat kerja dengan teratur sehingga tidak terdapat debu di lantai, mesin dan peralatan. Prinsip: bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja. Membersihkan berarti memeriksa dan menjaga.

4. Seiketsu (Pemantapan) Memelihara taraf kepengurusan rumah tangga yang baik dan organisasi tempat kerja setiap saat. Prinsip: semua orang memperoleh informasi yang dibutuhkan tepat waktu. Pertahankan lingkungan 3S (Sisih, Susun, Sasap) yang telah dicapai, cegah kemungkinan terulang kotor/ rusak.

5. Shitsuke (Pembiasaan) Memberikan penyuluhan kepada semua orang agar mematuhi disiplin pengurusan rumah tangga yang baik atas kesadaran diri sendiri. Prinsip: berikan pengarahan kepada orang-orang untuk berdisiplin mengikuti cara dan aturan penanganan house keeping atas dasar kesadaran. Lakukan apa yang harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan.

2.6 Inventory Management System (IMS) dan Warehouse Management System (WMS)

Manajemen inventaris adalah inti dari aktivitas manajemen operasi. Manajemen inventaris yang buruk menghambat operasi, mengurangi kepuasan pelanggan, dan meningkatkan biaya operasi (Stevenson, 2009, p. 549).

Warehouse Management System (WMS) adalah bagian penting dari logistik dan supply chain management. Secara fungsional adalah penyimpanan barang di gudang dan distribusi barang kepada pelanggan. WMS menyediakan real time information dan membuat real time transactions. WMS menyediakan lingkungan yang memungkinkan supplier, seluruh penjual dan pedagang eceran pada jaringan lingkungan ini dan berperan sebagai jaringan komunikasi yang membantu supplier dan pelanggannya dalam hal komunikasi. Sistem ini berisikan informasi mengenai supplier dan pelanggannya, dan mempunyai data penyimpanan. Pengimplementasian WMS mengurangi biaya keseluruhan dan memberikan keuntungan ekonomi terhadap bisnis (Naseeb, Younis, Hussain, & Kausar, 2013, p. 79). Warehouse Management System adalah sebuah database penggerak aplikasi komputer, untuk meningkatkan efisiensi dari gudang dan untuk menjaga akurasi dari inventaris dengan mencatat transaksi gudang (Ramaa, Subramanya, & Rangaswamy, 2012, p. 14).

2.6.1 Persyaratan Untuk Manajemen Inventaris yang Efektif

Agar menjadi efektif, manajemen harus mempunyai (Stevenson, 2009, p. 553):

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00468-TI Bab2001.pdf · 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Tata Letak 2.1.1 Pengertian

14

1. Sebuah sistem untuk menjaga inventaris yang ada dan pada pesanan. 2. Forecast dari permintaan yang dapat dipercaya termasuk indikasi dari

kemungkinan forecast error. 3. Pengetahuan dari lead times dan variabilitas lead time. 4. Estimasi yang pantas dari inventaris holding costs, ordering costs, dan

shortage costs. 5. Klasifikasi sistem untuk sistem inventaris.

2.6.2 Perbandingan Inventory Management System (IMS) dengan Warehouse Management System (WMS)

IMS dan WMS merupakan sistem yang mengatur inventaris dari barang. IMS dan WMS mencatat transaksi inventori dan jumlah stok. IMS hanya melihat stok atau jumlah dari barang, tidak melihat barang secara fisik atau kemasan dan isi per kemasan, dan tidak merincikan dimana letak dari barang tersebut. Sedangkan WMS melihat fisik dari barang, mengontrol proses seperti shipping, receiving, putaway, move dan picking.