Upload
lamkhuong
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan
Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi
bisnis. Dalam pabrik (manufacturing), persediaan dapat terdiri dari: persediaan bahan
baku, bahan pembantu, barang dalam proses (work in proses), barang jadi, dan
persediaan suku cadang. Dalam sebuah organisasi, seperti rumah sakit, salon
kecantikan, hotel, kebanyakan memilki persediaan agar mampu memberikan
pelayanan yang terbaik pada pelanggan. Toko pengecer seperti pasar swalayan, harus
mempertahankan persediaan barang jadi, agar dapat memenuhi permintaan
pelanggan.
Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan baik perusahaan
yang menghasilkan suatu barang atau jasa. Dengan kata lain persediaan adalah
barang-barang yang harus ada sebelum diperlukan.
2.1.1 Fungsi dan Tujuan Persediaan
Ada 3 alasan perlunya persediaan bagi perusahaan maupun organisasi (Zulian
Yamit, 2003):
1. Adanya unsur ketidakpastian permintaan (permintaan mendadak)
2. Adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier
3. Adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu pemesanan.
12
Menghadapi ketiga unsur ketidakpastian tersebut, pihak perusahaan harus melakukan
manajemen persediaan proaktif, dalam arti mampu untuk mengantisipasi keadaan
maupun menghadapi tantangan dalam manajemen persediaan.
Tantangan manajemen persediaan dapat berasal dari luar maupun dari dalam
perusahaan. Tantangan tersebut berkait erat dengan tujuan diadakannya persediaan,
yaitu:
1. Untuk memberikan layanan yang terbaik pada pelanggan
2. Untuk memperlancar proses produksi
3. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stokout)
4. Untuk menghadapi fluktuasi harga
Pencapaian tujuan tersebut, menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan, yaitu harus
menanggung biaya maupun resiko yang berkaitan dengan keputusan persediaan. Oleh
karena itu, sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah menghasilkan keputusan
tingkat persediaan, yang menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan
biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, sasaran akhir manajemen persediaan
adalah meminimumkan total biaya dalam perubahan tingkat persediaan.
2.1.2 Jenis Permintaan
Perhatian utama suatu perusahaan adalah permintaan pelanggan atau pengguna
barang. Pelanggan disini dapat berarti pelanggan internal (pabrik, bagian teknik, dan
sebagainya) atau pelanggan external (orang-orang yang membeli hasil perusahaan
tersebut) yang merupakan pelanggan sebenarnya. Pada dasarnya ada dua jenis
13
permintaan, yaitu permintaan independent (bebas) dan permintaan dependent
(tergantung atau tidak bebas). Permintaan dependent timbul apabila kebutuhan dipicu
oleh kejadian spesifik. Di pabrik, kejadian spesifik ini berupa keperluan suatu rakitan
(assembly) yang menggunakan barang dimaksud. Contoh yang dapat diberikan disini
misalnya rakitan bolpoin yang terdiri dari komponen:
1. Lower barrel
2. Ink cartridge
3. Upper barrel
Permintaan terhadap lower barrel atau ink cartridge atau upper barrel adalah
permintaan dependent, karena tergantung dari kebutuhan bolpoin. Permintaan
independent, dipihak lain, timbul apabila kebutuhan barang tersebut tidak
berhubungan dengan barang lain atau kejadian tertentu. Contohnya adalah permintaan
atas bolpoin dalam hal diatas. Permintaan ini bersifat independent. Beberapa
karakteristik dan contoh dari kedua permintaan ini dapat dilihat dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik Permintaan Independent dan Dependent
Independent Dependent Definisi Permintaan yang tidak
berhubungan dengan kejadian lain
Permintaan yang berkaitan dengan atau sebagai akibat dari kejadian lain
Peramalan Dihitung secara rata-rata Diperhitungkan dari kebutuhan Contoh Bolpoin
Upper barrel dari bolpoin Lower barrel Ink cartridge
14
2.1.3 Sistem Pemesanan Kembali
Sebagaimana telah dinyatakan bahwa, sasaran akhir dari manajemen persediaan
adalah meminimumkan biaya dalam perubahan tingkat persediaan. Untuk
mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu keputusan
mengenai kapan dan berapa jumlah yang harus dipesan yang tergantung kepada
waktu dan tingkat persediaan.
Pendekatan sistem pemesanan kembali, antara lain (Zulian Yamit, 2003) adalah:
1. Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach)
Dalam pendekatan ini dikehendaki jumlah persediaan yang tetap setiap kali
melakukan pemesanan. Apabila persediaan mencapai jumlah tertentu, maka
pemesanan kembali harus dilakukan seperti diperlihatkan pada gambar 2.1
Q Q
L L
Waktu
R
Sedi
aan
di ta
ngan
R = titik pemesanan ulang (reorder point / ROP)Q = quantity order (diperoleh dari EOQ)L = tenggang waktu (lead time)
Gambar 2.1 Reorder Point (ROP)
15
Dalam gambar 2.1 ditunjukan bahwa ROP dilakukan apabila persediaan
cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu (lead time).
Jumlah yang harus dipesan berdasarkan pada economic order quantity (EOQ).
2. Pendekatan tinjauan periodik (periodic review approach)
Dalam pendekatan tinjauan periodik, tingkat persediaan ditinjau pada interval
waktu yang sama. Pada setiap tinjauan dilakukan pemesanan kembali agar
tingkat persediaan mencapai jumlah yang diinginkan.
Diagram periodic review approach di tunjukan pada gambar 2.2 berikut
Sedi
aan
di ta
ngan
Q1
Q1
T
Q2
Q2
Q3
Q3
L L L
p p p
Waktu
T = target tingkat sediaan (max)Q = quantity orderL = tenggang waktu (lead time)p = interval waktu pemesanan
Gambar 2.2 Periodic Review Approach
Dalam gambar 2.2 ditunjukan bahwa periode peninjauan selalu tetap dengan
jumlah yang dipesan selalu bervariasi
16
3. Material requirement planning approch (MRP)
Jika jenis dari permintaan merupakan dependent demand, maka secara
optimum model pemesanan kembali adalah menggunakan alat analisis yang
disebut dengan Material Requirement Planning (MRP).
2.1.4 Biaya Keputusan Persediaan
Terdapat lima kategori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan yaitu
(Zulian Yamit, 2003):
1. Biaya pemesanan (order cost)
Biaya pemesanan (order cost) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha
untuk mendapatkan bahan atau barang dari luar. Biaya pemesanan dapat
berupa: biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai
atau perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya
transportasi. Sifat biaya pemesanan adalah semakin besar frekuensi pembelian
semakin besar biaya pemesanan.
2. Biaya penyimpanan (carrying cost)
Komponen utama dari biaya simpan terdiri dari:
a. Biaya modal, meliputi: opportunity cost, atau biaya modal yang
diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang
diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.
b. Biaya simpan, meliputi: biaya sewa gudang,perawatan dan perbaikan
bangunan, listrik, gaji personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak
dan asuransi peralatan, biaya penyusutan, biaya pengawasan, dan
17
biaya perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada yang bersifat tetap
(fixed), variabel, semi fixed atau semi variabel.
c. Biaya resiko, meliputi: biaya keusangan, asuransi persediaan, biaya
susut secara fisik, dan resiko kehilangan.
Beberapa komponen biaya penyimpanan secara relatif sangat kecil, tetapi
secara total biaya penyimpanan ini cukup besar. Sebagian besar biaya
penyimpanan merupakan biaya modal atau opportunity cost.
Sifat biaya penyimpanan adalah semakin besar frekuensi pembelian
bahan, semakin kecil biaya penyimpanan.
3. Biaya kekurangan persediaan
Biaya kekurangan persediaan (stockout) terjadi apabila persediaan tidak
tersedia di gudang ketika dibutuhkan untuk produksi atau ketika pelanggan
memintanya. Biaya yang dikaitkan dengan stockout meliputi: biaya penjualan
atau permintaan yang hilang (biaya ini sangat sulit dihitung), biaya yang
dikaitkan dengan proses pemesanan kembali seperti, biaya ekspedisi khusus,
penanganan khusus, biaya penjadwalan kembali produksi, biaya penundaan,
dan biaya bahan pengganti.
4. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas
Biaya ini terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi. Perubahan
kapasitas produksi diperlukan perusahaan karena untuk memenuhi fluktuasi
dalam permintaan. Perubahan kapasitas produksi, menghendaki adanya
perubahan dalam persediaan. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas dapat
18
berupa: biaya kerja lembur untuk meningkatkan kapasitas, latihan tenaga kerja
baru, dan biaya perputaran tenaga kerja (labour turn over).
5. Biaya bahan atau barang
Biaya bahan atau barang adalah harga yang harus dibayar atas item yang
dibeli. Biaya ini akan dipengaruhi oleh besarnya potongan harga yang
diberikan oleh supplier. Oleh karena itu biaya bahan atau barang akan
bermanfaat dalam menentukan apakah perusahaan sebaiknya menggunakan
potongan harga atau tidak.
2.2 Material Requirement Planning
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu set teknik yang dipakai untuk
merencanakan pembuatan atau pembelian Sub-Assembly, komponen dan bahan baku
yang diperlukan untuk melaksanakan Jadwal Produksi atau Master Production
Schedul (MPS).
MRP merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan
bergelombang, yang secara tipikal karena permintaan tersebut dependent. Oleh
karena itu tujuan sistem MRP adalah:
1. Menjamin tersedianya material, item atau komponen pada saat dibutuhkan
untuk memenuhi jadwal produksi, dan menjamin tersedianya produk jadi bagi
konsumen
2. Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum
3. Merencanakan aktivitas pengiriman, penjadwalan dan aktivitas pembelian
19
2.2.1 MRP sebagai Alat Pengendalian Persediaan
Perencanaan dengan MRP adalah tipikal perencanaan dalam suatu usaha
manufaktur, khususnya mengenai penjadwalan aliran. Yang dimaksud dengan barang
disini adalah barang baik yang berupa barang jadi atau keluaran dari proses
pembuatan maupun barang dalam bentuk bahan baku atau bahan setengah jadi, yang
merupakan masukan proses pembuatan barang.
Tabel 2.2 Perbedaan Sistem Konvensional dan MRP
Sistem Konvensional Sistem MRP • Dihitung berdasarkan
permintaan independent • Dihitung berdasarkan
permintaan perolehan (derived demand) atau permintaan dependent
• Pemesanan kembali hanya untuk penggantian barang yang dipakai
• Didasarkan atas pemakaian yang laludan keperluan yang akan datang
• Perencanaan lebih
didasarkan atas suatu keperluan yang telah berlalu
• Lebih didasarkan atas keperluan yang akan datang
• Pemesananan dimaksudkan untuk pengisian kembali persediaan
• Pemesanan dimaksudkan untuk keperluan nyata
• Peramalan dilakukan untuk semua barang persediaan
• Peramalan dilakukan untuk barang yang dijadwalkan
• Tinjauan persediaan atas dasar titik pemesanan
• Tinjauan persediaan atas dasar berkala
• Untuk berjaga-jaga (just-in-case)
• Diperlukan secara tepat waktu (just-in-time)
• Berorientasi pada setiap barang
• Berorientasi pada rencana produksi atau rencana pemeliharaan
Dari segi lain, perencanaan dan penjadwalan arus barang disebut pula sebagai
pengendalian manajemen persediaan, sepanjang barang itu dikelola melalui suatu
proses pengadaan, pengangkuatan, dan penyimpanan barang. Namun, pengertian
20
persediaan barang itu tidak lagi hanya barang yang betul-betul secara fisik ada di
gudang, tetapi seringkali termasuk juga barang yang sedang dipesan atau barang yang
sedang diangkut dan sebagainya, termasuk juga pengertian persediaan maya (virtual
inventory). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa MRP juga merupakan suatu
teknik atau metoda pengendalian persediaan.
MRP sebenarnya adalah teknik pengendalian persediaan yang dikembangkan
untuk memperbaiki teknik atau sistem pengendaliaan persediaan konvensional, yang
memiliki perbedaan-perbedaan seperti pada tabel 2.2.
Karakteristik dari manajemen persediaan sistem MRP adalah sebagai berikut:
1. Perhatian terhadap kapan akan dibutuhkan
Integrasi pemikiran antara fungsi pengawasan produksi dan manajemen
persediaan mengakibatkan pergeseran perhatian terhadap kapan dibutuhkan
ketimbang perhatian terhadap kapan melakukan pemesanan. Jika manajer
operasi memiliki informasi tunggal permintaan, maka pemesanan dan
penjadwalan komponen untuk merakit produk merupakan masalah kapan
dibutuhkan.
2. Perhatian terhadap prioritas pemesanan
Adanya kesadaran bahwa semua pesanan konsumen tidak memiliki prioritas
yang sama. Produk yang satu lebih penting jika dibandingkan dengan produk
yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya penjadwalan untuk memenuhi
prioritas pesanan.
21
3. Penundaaan pengiriman permintaan
Konsekuensi dari prioritas pesanan menghasilkan konsep penundaan
pengiriman yaitu menunda produksi atau pesanan terhadap item yang telah
dijadwal, untuk memaksimumkan keseluruhan operasi.
4. Fungsi integrasi
Pengawasan produksi dan manajemen persediaan dipandang sebagai fungsi
yang terintegrasi.
2.2.2 Arus Informasi Sistem MRP
Arus informasi dalam sistem MRP di lukiskan dalam gambar 2.1 dimana dalam
proses MRP membutuhkan tiga sumber informasi, yaitu:
Gambar 2.3 Proses Kerja MRP
1. Jadwal Produksi
Jadwal Produksi merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk
periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau
Bill Of Material Jadwal induk
produksi Item
Master
Perencanaan kebutuhan material
Rencana produksi jangka pendek
Rencana pembelian
22
ramalan permintaan. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang
dicatat dalam Jadwal Produksi adalah pasti, kendatipun hanya merupakan
ramalan.
2. Bill Of Material (BOM)
BOM adalah daftar dari semua material, parts, sub-assemblies, serta kuantitas
dari masing-masing yang diperlukan untuk memproduksi satu unit.
3. Item Master
Item Master merupakan suatu file yang berisi informasi status tentang
material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan
kuantitas on-hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu
tunggu yang direncanakan (planned lead time), ukuran lot (lot size), stok
pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai
informasi penting lainnya yang berkaitan dengan suatu item.
2.2.3 Format MRP
Penjelasan yang berkaitan dengan format tampilan horizontal dari MRP seperti
pada gambar 2.2 adalah sebagai berikut:
• Part No, merupakan informasi dari kode material
• Level, merupakan informasi struktur BOM antara produk akhir dan bahan
bakunya
• BOM Parts, merupakan informasi komponen pembentuk dari Part Number
beserta kuantitasnya.
23
• Lead Time, merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP
menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap digunakan.
• Lot Size, merupakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang
memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta
teknik lot-sizing apa yang dipakai.
Part No Period Past Due 1 2 3 Level Gross Requirements BOM Parts Scheduled Receipts Lead Time Projected On-hand Lot Size Projected Available Safety Stock Net Requirements Planned Order Receipts Planned Order Release
Gambar 2.4 Tampilan Horizontal dari MRP (Paul A. Jensen 2004 – Internet)
• Safety stock, merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP
untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan atau penawaran
(supply). MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stock pada level
ini (safety stock level) pada semua periode waktu.
• Planning Horizon, merupakan banyaknya waktu ke depan (masa mendatang)
yang tercakup dalam perencanaan. Dalam praktek, horizon perencanaan harus
ditetapkan paling sedikit sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan
item yang terlibat dalam proses manufakturing.
• Gross Requirement, merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk
kebutuhan kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirements), untuk
24
setiap periode waktu. Suatu part tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor
(gross requirements) yang mencakup dependent dan independent demand.
Sebagai contoh, proses pembuatan komputer yang menggunakan disk drives,
keyboards, dan power supplies secara langsung ke pelanggan sebagai parts
pengganti (indpendent demand). Dalam contoh ini: disk drives, keyboards,
dan power supplies merupakan dependent dan independent demand.
• Scheduled Receipt, adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode
tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat.
• Projected On-Hand, merupakan projected avaliable balance (PAB), dan tidak
termasuk planned orders. Projected on-hand dihitung berdasarkan formula
(Vincent Gaspersz, 2005):
Projected On-Hand = On-hand pada awal periode + Scheduled Receipts –
Gross Requirements.
• Projected Available, merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam
inventori pada akhir periode, dan tersedia untuk penggunaan dalam periode
selanjutnya. Projected avaliable dihitung berdasarkan formula berikut
(Vincent Gaspersz, 2005):
Projected Avaliable = On-Hand pada awal periode (atau Projected Available
periode sebelumnya) + Scheduled Receipts periode sekarang + Planned Order
Receipts periode sekarang – Gross Requirements periode sekarang.
25
• Net Requirements, merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk
periode ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan planned
order receipts agar menutupi kekurangan material pada periode itu. Net
Requirements dihitung berdasarkan formula berikut (Vincent Gaspersz, 2005):
Net Requirements = Gross Requirements + Allocations + Safety Stock –
Scheduled Receipts – Projected Available pada akhir periode lalu.
Allocations adalah item material yang telah dialokasikan untuk keperluan
produksi spesifik di masa mendatang tetapi belum dipergunakan. Item ini
sering disebut sebagai allocated items.
• Planned Order Receipts, merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali
(pesanan manufakturing dan atau pesanan pembelian) yang telah
direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi
kebutuhan bersih (net requirements). Apabila menggunakan teknik lot-for-lot,
maka planned order receipts dalam setiap periode selalu sama dengan net
requirements pada periode itu. Jika planned order di modifikasi melalui
kebijaksanaan lot sizing, maka planned orders dapat melebihi net reqirements.
Setiap kelebihan diatas net requirements akan dimasukkan ke dalam projected
avaliable inventory untuk penggunaan pada periode berikutnya.
• Planned Order Release, merupakan kuantitas planned orders yang
ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan
itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat
26
dibutuhkan itu tidak lain adalah kuantitas planned order receipts yang
ditetapkan menggunakan lead time offset.
2.2.4 Langkah-Langkah MRP
Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini
harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item.
Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Netting, adalah menentukan kebutuhan bersih, merupakan selisih antara
kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan atau on hand yang sedang
diperiksa
2. Lotting, yaitu menentukan besarnya pesanan individu yang optimal
berdasarkan kebutuhan bersih.
3. Offsetting, adalah menentukan kapan suatu order harus sudah di-released atau
di manufaktur, kapan suatu order harus di-released ditetapkan berdasarkan
lead time period sebelum saat dibutuhkan.
4. Exploison, adalah perhitungan untuk kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih
rendah dalam struktur produk berdasarkan rencanan pemesanan.
2.2.5 Teknik Lotting
Teknik lotting adalah proses menentukan ukuran pemesanan. Pemesanan ini harus
tersedia di awal periode produksi. Adapaun permintaan yang terjadi tidak setiap
periode. Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik
diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan, ada juga yang
27
bersifat sederhana dengan menggunakan konsep jumlah atau periode pemesanan yang
tetap.
Beberapa alternatif dari teknik lotting yang biasa digunakan, antara lain (Eddy
Herjanto, 2006) adalah:
1. Lot for Lot (LFL)
Metode Lot untuk Lot (Lot for Lot, LFL), atau dikenal juga sebagai metode
persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau
memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan
diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah yang
sesungguhnya diperlukan (lot untuk lot) ini menghasilkan tidak adanya
persediaan yang disimpan. Sehingga, biaya yang timbul berupa biaya
pemesanan saja.
Metode ini mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam
pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa bahan baku, mengakibatkan
terhentinya produksi. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan
tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun, bagi perusahaan tertentu,
seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable products),
metode ini merupakan pilihan yang terbaik.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem
persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap.
28
Untuk menghitung EOQ secara matematik menggunakan rumus sebagai
berikut:
HDSEOQ 2
=
Dimana:
D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
S = biaya pemesanan atau biaya set-up (rupiah/pesanan)
h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
C = harga barang (rupiah/unit)
H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
3. Period Order Quantity (POQ)
Metode POQ sering disebut juga sebagai metode Uniform Order Cycle,
merupakan pengembangan dari metode EOQ untuk jumlah permintaan yang
tidak sama dalam beberapa periode. Perhitungan dengan metode POQ
menggunakan rumus sebagai berikut:
usageweeklyaverageEOQPOQ=
Rata-rata kebutuhan mingguan = Jumlah kebutuhan selama 1 tahun / Jumlah
minggu dalam 1 tahun
Hasil dari perhitungan POQ ini menunjukan jumlah periode waktu yang
dicakup dalam setiap kali pemesanan.
29
4. Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot
untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam, yang bertujuan
memperkecil biaya total persediaan. Meskipun tidak menjamin diperolehnya
biaya total yang minimum, metode ini memberikan pemecahan yang cukup
baik.
Seperti model EOQ, metode ini berusaha untuk membuat biaya penyimpanan
sama dengan biaya pemesanan. Namun, berbeda dengan model EOQ, metode
ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan,
yang dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama, ukuran lot
dicari dengan menggunakan pendekatan sebagian periode ekonomis
(economic part period, EPP) yaitu membagi biaya pemesanan (biaya set-up
untuk kasus produksi) dengan biaya penyimpanan per unit per periode
periodeunitpernpenyimpanabiayapemesananbiayaEPP
/=
Kebutuhan diakumulasi periode demi periode sampai mendekati nilai EPP.
Akumulasi persediaan yang mendekati nilai EPP merupakan ukuran lot yang
dapat memperkecil biaya persediaan.