Upload
dinhkiet
View
227
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.3. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Flippo (2000), manajemen sumber daya manusia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga
kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan
kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi
dan masyarakat.
Manajemen sumber daya manusia juga bisa dilihat secara mendalam menurut
Gomes (2000), manajemen sumber daya manusia berasal dari dua pengertian utama
yaitu (1) manajemen dan (2) sumber daya manusia. Manajemen berasal dari kata to
manage yang artinya mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan
sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat di organisasi,
meliputi semua orang yang melakukan aktivitas.
2.1.4. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Arep dan Tanjung (2003), membagi fungsi manajemen sumber daya manusia
menjadi dua bagian, yaitu :
1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan
aspek-aspek manajerial seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian.
9 Universitas Sumatera Utara
10
a. Fungsi perencanaan, yaitu melaksanakan tugas dalam hal merencanakan
kebutuhan, pengadaan pengembangan dan pemeliharaan SDM. Termasuk
dalam hal ini adalah merencanakan karir bagi para karyawan.
b. Fungsi pengorganisasian, yaitu menyusun suatu organisasi dengan
membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh
tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi yang bersangkutan.
c. Fungsi pengarahan, yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan
kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.
d. Fungsi pengendalian, yaitu melakukan pengukuran antara kegiatan yang
telah dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang
tenaga kerja.
2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek
operasional sumber daya manusia di organisasi atau perusahaan meliputi
rekruitmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan,
kompensasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Fungsi operasional
ini merupakan tindakan pengoperasian yang harus dipertanggungjawabkan oleh
manajer personalia kepada manajemen puncak.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2. Teori tentang Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai
dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi
perhatian para pemimpin organisasi. Kinerja ini menggambarkan sejauh mana
aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan.
Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan
dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang
berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,
kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable
adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan
organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan
dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja
merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan
dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (ability).
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi (motivation).
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara
garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang
memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1. Variabel Individual, terdiri dari:
a) Kemampuan dan Keterampilan
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau
pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
13
b) Latar belakang
Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental
seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman
dimasa lalu.
c) Demografis
Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut
berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari:
a) Sumber Daya
Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan
dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.
b) Kepemimpinan
Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi
pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
c) Imbalan
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di
dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara
intrinsik maupun ekstrinsik.
d) Struktur
Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi,
dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
14
e) Desain Pekerjaan
Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari:
a) Persepsi
Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya.
b) Sikap
Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman
dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap
orang lain.
c) Kepribadian
Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.
d) Belajar
Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan
memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan
pekerjaan.
Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam
Universitas Sumatera Utara
15
mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang
menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang
bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi
kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung
prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.2.3. Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis
tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan
proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian
prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang
Universitas Sumatera Utara
16
berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari
yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif
yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya
penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang
berhubungan dengan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
17
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating
cale=BARS)
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis
SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu
mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan
dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut
berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja
yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung
diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan
suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama
menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan
secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk
Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai
oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan
oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel
disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai
contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai
sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara
personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari
bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering
Universitas Sumatera Utara
19
melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa
atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam
kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian
dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil
penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya
perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan
gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias
dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian
yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem
penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil
penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang
yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu,
seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang
dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).
2.2.4. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.
a. Tujuan Evaluasi
Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan
Universitas Sumatera Utara
20
mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja
karyawan.
b. Tujuan Pengembangan
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti
promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan
2.2.6. Kinerja Bidan
Kinerja bidan di desa dapat dinilai dari kesesuaian target cakupan pelayanan
yang dilakukannya dengan jumlah sasaran yang ada di wilayah kerjaannya. Oleh
karena itu, bidan di desa harus mengetahui jumlah sasaran program KIA (ibu hamil,
bersalin, bayi). Apabila hasil pendataan yang sebenarnya tidak dimiliki, maka dapat
Universitas Sumatera Utara
21
dilakukan perkiraan jumlah ibu hamil (2,7-3% dari jumlah penduduk), dan jumlah
bayi (2,5-2,7% dari jumlah penduduk) per tahun. Untuk validasi data maka jumlah
yang dicatat bidan di desa tidak boleh berbeda (10%) dari patokan di atas. Untuk
cakupan K1 pertahun tidak boleh kurang dari 90%, bila kurang di asumsikan
pemahaman tentang indikator cakupan dan penghitungan oleh bidan desa masih
kurang, maka perlu ditindak lanjuti dalam supervisi dengan pembinaan intensif dan
sebagai bahan informasi mengenai kinerja bidan di desa (Depkes RI, 2003).
2.3. Motivasi
2.3.1. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan
memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya
orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang
tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan
sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu
tujuan tertentu (Rivai, 2004). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian,
2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah
Universitas Sumatera Utara
22
penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri
manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah
lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan,
baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.
Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:
a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan
dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota
organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan
yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka
tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.
b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila
seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.
c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha
tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan
menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu
pada diri seseorang.
Universitas Sumatera Utara
23
Gitosudarmo dan Sudita (1997), menyatakan motivasi atau dorongan kepada
karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan
perusahaan ini terdapat dua macam yaitu: (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang
dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut
sering disebut Insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang
diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
2.3.2. Teori Motivasi
a. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow
Robbin (2006), teori ini mula-mula dipelopori oleh Maslow pada tahun 1954.
Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai keperluan dan mencoba
mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam
beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk memenuhi
kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan
mengikut Maslow adalah kebutuhan: (1) Faali (fisiologis): antara lain rasa lapar,
haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2)
Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional, (3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan
persahabatan, (4) Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-
diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat ekstemal seperti status, pengakuan, dan
perhatian. (5) Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi;
mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Universitas Sumatera Utara
24
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori
rendah, kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan
kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan, dan
aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori
ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi secara internal (di
dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi secara
eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja).
2.3.5. Jenis-jenis Motivasi
Handoko (2001), motivasi terdiri atas: (a) motivasi intrinsik, yaitu motivasi
yang berfungsinya tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut
sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (b) motivasi ekstrinsik, yaitu
motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari
luar diri individu.
Herzberg dalam (Hasibuan, 2005), menjelaskan bahwa motivasi pada
prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini
kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci
dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan
atau bawahan.
2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi
motivasi yang "subjective" atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor
"objective" atau faktor ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
25
Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas
dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai "job content factor". Faktor
tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh
pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan
memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya
itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya
motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi
Herzberg (dalam Hasibuan, 2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.
Faktor yang bersifat internal (motivatorfactor), antara lain:
1) Tanggung jawab (Responsibility).
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
tanggung jawab yang lebih besar.
2) Prestasi yang diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan orang lain (Recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
Universitas Sumatera Utara
26
4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,
merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (Thepossibility of Growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
27
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1) Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2) Keamanan dan keselamatan kerja.
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3) Kondisi kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
4) Hubungan kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
atasan dan bawahan.
5) Prosedur perusahaan.
Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
Universitas Sumatera Utara
28
6) Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa
yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
2.3.5. Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan
membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,
hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang
termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.
Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep
dan Tanjung, 2003).
Universitas Sumatera Utara
29
2.4. Bidan
2.4.1. Sejarah Bidan
Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertua di
dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai perempuan
terpercaya dalam mendampingivdan menolong ibu- ibu yang melahirkan. Profesi ini
telah mendudukkan peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di masyarakat,
karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam upaya memeberikan semangat dan
membesarkan hati ibu-ibu. Disamping itu, bidan dengan setia mendampingi dan
menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai sang ibu mampu merawat bayinya
dengan baik. Sejak zaman prasejarah, dalam naskah kuno telah tercatat bidan dari
mesir (Siphrah dan Poah), yang berani mengambil resiko membela keselamatan bayi-
bayi laki-laki bangsa Yahudi (sebagai orang-orang yang terjajah oleh bangsa Mesir),
yang diperintahkan oleh firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap
etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang
berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut peran advokasi.
Dalam jalan menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pada
pandangan filosofi yang dianut, keilmuan, metode kerja, standart praktik pelayanan
dan kode etik profesi yang dimilikinya (Asrinah et all, 2010).
2.4.2. Definisi Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional
dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian Bidan dan bidang prakteknya
secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM)
Universitas Sumatera Utara
30
tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and
Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada
pertemuan dewan di Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian
disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Bidan
yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan
supervisi, asuhan dan memberikanerikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita
selama masa hamil, persalinan desa ,masa pasca persalinan (postpartum period),
memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru
lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi
abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan
tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya.
Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya.
Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua,
dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana, dan asuhan anak.
Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau
tempat-tempat pelayanan lainnya. (PP IBI, 2005).
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara RI serta memiliki
Universitas Sumatera Utara
31
kompetensi dan mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan. (Permenkes,
2007).
Bidan adalah seorang yang telah secara teratur mengikuti suatu program
pendidikan kebidanan yang diakui negara. Program tersebut diselenggarakan dan
telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang ditetapkan dan
telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa didaftarkan dan secara
hukum memperoleh ijin untuk melakukan praktek kebidanan. (Helen Varney, 2007).
Bidan menurut WHO adalah seorang yang telah diakui secara reguler dalam
pendidikan diakui secara yuridis, ditempatkan dan mendapat kualifikasi, serta
terdaftar di sektor dan memperoleh ijin melaksanakan praktek kebidanan ( Salmah,
2006).
Demikian luas dan dalamnya profesi bidan maka dapat dikatakan bahwa bidan
Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku.
Jika melakukan praktek, yang bersangkutan harus mempunyai kualifikasi agar
mendapatkan lisensi untuk praktek (PP IBI, 2005).
2.4.3. Bidan Desa
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik
Indonesia (Depkes RI,1991).
Universitas Sumatera Utara
32
Bidan Desa adalah Bidan yang di tempatkan, diwajibkan tinggal serta
bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai 2 desa.
Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada kepala
Puskesmas setempat dan bekerjasama dengan perangkat desa (Depkes RI, 1995).
Prinsip pelayanan kebidanan di desa ; 1) pelayanan di komunitas desa sifatnya
multidisiplin meliputi ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran,sosial, psikologi,
komunikasi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung peran bidan di
komunitas. 2) Dalam memberikan pelayanan didesa bidan tetap berpedoman pada
standart etika profesi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. 3) Dalam
memberikan pelayanan bidan senantiasa memeperhatikan dan memberi penghargaan
terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sepanjang tidak merugikan dan tidak
bertentangan dengan prinsip kesehatan. Bidan didesa juga membuat laporan kegiatan
bidan setiap bulan dan diserahkan kepada bidan koordinasi pada saat bidan di desa
melaksanakan tugasnya di Puskesmas. (Lisnawati, 2013).
2.4.4. Tugas dan Fungsi Bidan
Menurut Depkes tugas popok dan fungsi (TUPOKSI) bidan desa adalah
sebagai berikut :
1. Tugas pokok :
a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa di wilayah kerjanya berdasarkan
urutan proritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki dan diberikan.
Universitas Sumatera Utara
33
b. Menggerakkan dan membina masyarakat kerjanya, agar tumbuh kesadaran
untuk dapat berprilaku sehat.
2. Funsi Bidan di wilayah kerjanya :
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
menangani persalinan, pemberian kontrasepsi dan penganyoman medis
keluarga berencana.
b. Menggerakkan dan membina peran sera masyarakat dalam bidang kesehatan
setempat.
c. Membina dan memberikan bimbingan tekhnis kepada kader serta dukun bayi.
d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. Membina kerjasama
lintas program lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.
e. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan Puskesmas atau bila
mana dalam keadaan darurat dapat merujuk kefasilitas kesehatan lainnya.
f. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain, dan berusaha untuk
mengatasi sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 1995)
Implementasi tugas dan fungsi pokok bidan di desa dapat dilihat dari
pelaksanaan program KIA di wilayah kerja Puskesmas yang bertujuan
memantapkandan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif
dan efesien. Program pelayanan KIA Puskesmas dewasa ini diutamakan pada
kegiatan pokok sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
34
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai
standart serta menjangkau seluruh sasaran.
2. Peningkatan pertolongan persalinan diajukan kepada peningkatan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan,baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan
pengamatannya secara terus menerus.
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan
secara terus menerus oleh tenaga kesehatan
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standart dan
menjangkau seluruh sasaran.
2.5. Puskesmas
Fase persiapan pembangunan dibidang kesehatan, yaitu akhir tahun 1960-an,
ditandai dengan suatu inovasi yang fundamentalnya dan monumental berupa
dicetuskannya pembentukan Pusat Kesehatan Masyarakat di Kecamatan-Kecamatan
(Departemen Kesehatan, 1995) Semula pelayanan kesehatan dasar kepadsa
masyarakat diselenggarakan melalui berbagai bentuk sarana seperti Balai Pengobatan
(BP), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), Klinik KB, dan lain-lain. Hal ini
dirasakan kurang efesien dan efektif, sehingga dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional (Rakernas)tahun 1968 ditetapkan penyatuan dari semua pelayanan
Universitas Sumatera Utara
35
kesehatan dasar tersebut ke dalam suatu lembaga yang disebut Pusat Kesahatan
Masyarakat (Puskesmas)
Secara nasional ditetapkan bahwa standart wilayah kerja puskesmas adalah
suatu kecamatan. Tetapi apabila disuatu kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskesmas , maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi di antara Puskesmas tersebut,
dengan memerhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau rukun warga) .
Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2.6. Landasan Teori
Landasan teori adalah menggunakan teori Herzberg yang melihat ada dua
faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik,
yang merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan
faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari
organisasi tempatnya bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi intrinsik
yaitu tanggung jawab, penghargaan, pekerjaan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu
daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempat
bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah gaji,
kebijakan, hubungan kerja, lingkungan kerja, supervise.
Universitas Sumatera Utara
36
2.7. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu kepada landasan teori yang
telah diuraikan di atas, dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini ;
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pada Gambar 2.1. diatas, dapat kita ketahui bahwa dalam penelitian ini,
variabel penelitian diatas terdiri atas variabel independen Motivasi intrinsik
(Tanggunh jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri)
dan ekstrinsik (Imbalan, Kondisi kerja, hubungan kerja) dan variabel dependen, yaitu
kinerja bidan (Cakupan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini resiko
tinggi/komplikasi, rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas)
Motivasi 1. Intrinsik
a. Tanggungjawab b. Prestasi yang lain c. Pengakuan orang lain d. Pekerjaan itu sendiri
2. Ekstrinsik a. Imbalan b. Kondisi kerja c. Hubungan kerja
Kerja Bidan a. Antenatal (Pemeriksaan
Kehamilan) b. Pertolongan Persalinan c. Deteksi Dini Resiko Tinggi
Komplikasi d. Rujukan Komplikasi
Kebidanan e. PelayananNeonatal dan Ibu
nifas f
Universitas Sumatera Utara