28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.3. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Flippo (2000), manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat. Manajemen sumber daya manusia juga bisa dilihat secara mendalam menurut Gomes (2000), manajemen sumber daya manusia berasal dari dua pengertian utama yaitu (1) manajemen dan (2) sumber daya manusia. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat di organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. 2.1.4. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Arep dan Tanjung (2003), membagi fungsi manajemen sumber daya manusia menjadi dua bagian, yaitu : 1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek manajerial seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. 9 Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Manajemen Sumber …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45501/4/Chapter II.pdf · Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.3. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Flippo (2000), manajemen sumber daya manusia adalah

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga

kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan

kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi

dan masyarakat.

Manajemen sumber daya manusia juga bisa dilihat secara mendalam menurut

Gomes (2000), manajemen sumber daya manusia berasal dari dua pengertian utama

yaitu (1) manajemen dan (2) sumber daya manusia. Manajemen berasal dari kata to

manage yang artinya mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan

sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat di organisasi,

meliputi semua orang yang melakukan aktivitas.

2.1.4. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Arep dan Tanjung (2003), membagi fungsi manajemen sumber daya manusia

menjadi dua bagian, yaitu :

1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan

aspek-aspek manajerial seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengendalian.

9 Universitas Sumatera Utara

10

a. Fungsi perencanaan, yaitu melaksanakan tugas dalam hal merencanakan

kebutuhan, pengadaan pengembangan dan pemeliharaan SDM. Termasuk

dalam hal ini adalah merencanakan karir bagi para karyawan.

b. Fungsi pengorganisasian, yaitu menyusun suatu organisasi dengan

membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh

tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi yang bersangkutan.

c. Fungsi pengarahan, yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan

kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

d. Fungsi pengendalian, yaitu melakukan pengukuran antara kegiatan yang

telah dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang

tenaga kerja.

2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek

operasional sumber daya manusia di organisasi atau perusahaan meliputi

rekruitmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan,

kompensasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Fungsi operasional

ini merupakan tindakan pengoperasian yang harus dipertanggungjawabkan oleh

manajer personalia kepada manajemen puncak.

Universitas Sumatera Utara

11

2.2. Teori tentang Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai

dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi

perhatian para pemimpin organisasi. Kinerja ini menggambarkan sejauh mana

aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan

dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan

menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang

berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,

kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable

adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan

organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan

dengan sekerja dan pemberian imbalan.

Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara

kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya

karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui

dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja

merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan

dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

Universitas Sumatera Utara

12

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk

mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu

karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara

garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu

dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang

memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari:

a) Kemampuan dan Keterampilan

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau

pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

13

b) Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental

seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman

dimasa lalu.

c) Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana

lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut

berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari:

a) Sumber Daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan

dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.

b) Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi

pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c) Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di

dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara

intrinsik maupun ekstrinsik.

d) Struktur

Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi,

dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

14

e) Desain Pekerjaan

Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat

melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari:

a) Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan

memahami dunia sekitarnya.

b) Sikap

Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman

dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap

orang lain.

c) Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.

d) Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan

memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan

pekerjaan.

Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja

adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara

psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas

rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam

Universitas Sumatera Utara

15

mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang

menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang

bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi

kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan

kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung

prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.2.3. Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah

prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja

memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis

tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan

dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan

proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,

meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian

prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang

Universitas Sumatera Utara

16

berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari

yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau

pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,

penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif

yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya

penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang

berhubungan dengan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

17

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating

cale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku

karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis

SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu

mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan

dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut

berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja

yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung

diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

Universitas Sumatera Utara

18

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek

perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan

suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama

menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan

secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai

oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan

oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel

disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai

contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai

sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara

personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari

bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering

Universitas Sumatera Utara

19

melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa

atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam

kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian

dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil

penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya

perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan

gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias

dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian

yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem

penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil

penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang

yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu,

seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang

dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

2.2.4. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam

tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang

karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.

Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan

Universitas Sumatera Utara

20

mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja

karyawan.

b. Tujuan Pengembangan

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan

di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong

perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti

promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan

menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka

menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan

2.2.6. Kinerja Bidan

Kinerja bidan di desa dapat dinilai dari kesesuaian target cakupan pelayanan

yang dilakukannya dengan jumlah sasaran yang ada di wilayah kerjaannya. Oleh

karena itu, bidan di desa harus mengetahui jumlah sasaran program KIA (ibu hamil,

bersalin, bayi). Apabila hasil pendataan yang sebenarnya tidak dimiliki, maka dapat

Universitas Sumatera Utara

21

dilakukan perkiraan jumlah ibu hamil (2,7-3% dari jumlah penduduk), dan jumlah

bayi (2,5-2,7% dari jumlah penduduk) per tahun. Untuk validasi data maka jumlah

yang dicatat bidan di desa tidak boleh berbeda (10%) dari patokan di atas. Untuk

cakupan K1 pertahun tidak boleh kurang dari 90%, bila kurang di asumsikan

pemahaman tentang indikator cakupan dan penghitungan oleh bidan desa masih

kurang, maka perlu ditindak lanjuti dalam supervisi dengan pembinaan intensif dan

sebagai bahan informasi mengenai kinerja bidan di desa (Depkes RI, 2003).

2.3. Motivasi

2.3.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan

memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya

orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang

tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan

sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu

tujuan tertentu (Rivai, 2004). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan

seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk

keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai

kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam

rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian,

2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah

Universitas Sumatera Utara

22

penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan

dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi

merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri

manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah

lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan,

baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:

a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan

berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan

dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota

organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan

yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka

tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.

b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan

tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila

seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha

tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan

menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu

pada diri seseorang.

Universitas Sumatera Utara

23

Gitosudarmo dan Sudita (1997), menyatakan motivasi atau dorongan kepada

karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan

perusahaan ini terdapat dua macam yaitu: (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang

dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut

sering disebut Insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang

diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,

penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.

2.3.2. Teori Motivasi

a. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow

Robbin (2006), teori ini mula-mula dipelopori oleh Maslow pada tahun 1954.

Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai keperluan dan mencoba

mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam

beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk memenuhi

kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan

mengikut Maslow adalah kebutuhan: (1) Faali (fisiologis): antara lain rasa lapar,

haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2)

Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan

emosional, (3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan

persahabatan, (4) Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-

diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat ekstemal seperti status, pengakuan, dan

perhatian. (5) Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi;

mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.

Universitas Sumatera Utara

24

Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori

rendah, kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan

kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan, dan

aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori

ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi secara internal (di

dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi secara

eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja).

2.3.5. Jenis-jenis Motivasi

Handoko (2001), motivasi terdiri atas: (a) motivasi intrinsik, yaitu motivasi

yang berfungsinya tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut

sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (b) motivasi ekstrinsik, yaitu

motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari

luar diri individu.

Herzberg dalam (Hasibuan, 2005), menjelaskan bahwa motivasi pada

prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini

kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci

dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan

atau bawahan.

2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi

motivasi yang "subjective" atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor

"objective" atau faktor ekstrinsik.

Universitas Sumatera Utara

25

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas

dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai "job content factor". Faktor

tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh

pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan

memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya

itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya

motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi

Herzberg (dalam Hasibuan, 2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.

Faktor yang bersifat internal (motivatorfactor), antara lain:

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,

dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul

tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian

prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan

untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan

bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

Universitas Sumatera Utara

26

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma

tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,

tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,

merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi

motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (Thepossibility of Growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya

misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang

pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih

giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai

dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan

pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan

menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

27

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja

menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara

lain :

1) Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada

tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem

kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi

pegawai.

2) Keamanan dan keselamatan kerja.

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.

3) Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh

peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam

bekerja sehari-hari.

4) Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh

suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun

atasan dan bawahan.

5) Prosedur perusahaan.

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian

evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh

terhadap motivasi pekerja.

Universitas Sumatera Utara

28

6) Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan

kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja

memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari

pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa

yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan

statusnya.

2.3.5. Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja

dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan

membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,

hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang

termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena

dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan

membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep

dan Tanjung, 2003).

Universitas Sumatera Utara

29

2.4. Bidan

2.4.1. Sejarah Bidan

Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertua di

dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai perempuan

terpercaya dalam mendampingivdan menolong ibu- ibu yang melahirkan. Profesi ini

telah mendudukkan peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di masyarakat,

karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam upaya memeberikan semangat dan

membesarkan hati ibu-ibu. Disamping itu, bidan dengan setia mendampingi dan

menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai sang ibu mampu merawat bayinya

dengan baik. Sejak zaman prasejarah, dalam naskah kuno telah tercatat bidan dari

mesir (Siphrah dan Poah), yang berani mengambil resiko membela keselamatan bayi-

bayi laki-laki bangsa Yahudi (sebagai orang-orang yang terjajah oleh bangsa Mesir),

yang diperintahkan oleh firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap

etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang

berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut peran advokasi.

Dalam jalan menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pada

pandangan filosofi yang dianut, keilmuan, metode kerja, standart praktik pelayanan

dan kode etik profesi yang dimilikinya (Asrinah et all, 2010).

2.4.2. Definisi Bidan

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional

dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian Bidan dan bidang prakteknya

secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM)

Universitas Sumatera Utara

30

tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and

Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada

pertemuan dewan di Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian

disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Bidan

yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk

menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan

supervisi, asuhan dan memberikanerikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita

selama masa hamil, persalinan desa ,masa pasca persalinan (postpartum period),

memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru

lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi

abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan

tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya.

Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak

hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya.

Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua,

dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana, dan asuhan anak.

Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau

tempat-tempat pelayanan lainnya. (PP IBI, 2005).

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang

diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara RI serta memiliki

Universitas Sumatera Utara

31

kompetensi dan mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan. (Permenkes,

2007).

Bidan adalah seorang yang telah secara teratur mengikuti suatu program

pendidikan kebidanan yang diakui negara. Program tersebut diselenggarakan dan

telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang ditetapkan dan

telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa didaftarkan dan secara

hukum memperoleh ijin untuk melakukan praktek kebidanan. (Helen Varney, 2007).

Bidan menurut WHO adalah seorang yang telah diakui secara reguler dalam

pendidikan diakui secara yuridis, ditempatkan dan mendapat kualifikasi, serta

terdaftar di sektor dan memperoleh ijin melaksanakan praktek kebidanan ( Salmah,

2006).

Demikian luas dan dalamnya profesi bidan maka dapat dikatakan bahwa bidan

Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku.

Jika melakukan praktek, yang bersangkutan harus mempunyai kualifikasi agar

mendapatkan lisensi untuk praktek (PP IBI, 2005).

2.4.3. Bidan Desa

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai

kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik

Indonesia (Depkes RI,1991).

Universitas Sumatera Utara

32

Bidan Desa adalah Bidan yang di tempatkan, diwajibkan tinggal serta

bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai 2 desa.

Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada kepala

Puskesmas setempat dan bekerjasama dengan perangkat desa (Depkes RI, 1995).

Prinsip pelayanan kebidanan di desa ; 1) pelayanan di komunitas desa sifatnya

multidisiplin meliputi ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran,sosial, psikologi,

komunikasi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung peran bidan di

komunitas. 2) Dalam memberikan pelayanan didesa bidan tetap berpedoman pada

standart etika profesi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. 3) Dalam

memberikan pelayanan bidan senantiasa memeperhatikan dan memberi penghargaan

terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sepanjang tidak merugikan dan tidak

bertentangan dengan prinsip kesehatan. Bidan didesa juga membuat laporan kegiatan

bidan setiap bulan dan diserahkan kepada bidan koordinasi pada saat bidan di desa

melaksanakan tugasnya di Puskesmas. (Lisnawati, 2013).

2.4.4. Tugas dan Fungsi Bidan

Menurut Depkes tugas popok dan fungsi (TUPOKSI) bidan desa adalah

sebagai berikut :

1. Tugas pokok :

a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa di wilayah kerjanya berdasarkan

urutan proritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan

yang dimiliki dan diberikan.

Universitas Sumatera Utara

33

b. Menggerakkan dan membina masyarakat kerjanya, agar tumbuh kesadaran

untuk dapat berprilaku sehat.

2. Funsi Bidan di wilayah kerjanya :

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,

menangani persalinan, pemberian kontrasepsi dan penganyoman medis

keluarga berencana.

b. Menggerakkan dan membina peran sera masyarakat dalam bidang kesehatan

setempat.

c. Membina dan memberikan bimbingan tekhnis kepada kader serta dukun bayi.

d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. Membina kerjasama

lintas program lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.

e. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan Puskesmas atau bila

mana dalam keadaan darurat dapat merujuk kefasilitas kesehatan lainnya.

f. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian

kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain, dan berusaha untuk

mengatasi sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 1995)

Implementasi tugas dan fungsi pokok bidan di desa dapat dilihat dari

pelaksanaan program KIA di wilayah kerja Puskesmas yang bertujuan

memantapkandan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif

dan efesien. Program pelayanan KIA Puskesmas dewasa ini diutamakan pada

kegiatan pokok sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

34

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai

standart serta menjangkau seluruh sasaran.

2. Peningkatan pertolongan persalinan diajukan kepada peningkatan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur

3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan,baik oleh tenaga

kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan

pengamatannya secara terus menerus.

4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan

secara terus menerus oleh tenaga kesehatan

5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standart dan

menjangkau seluruh sasaran.

2.5. Puskesmas

Fase persiapan pembangunan dibidang kesehatan, yaitu akhir tahun 1960-an,

ditandai dengan suatu inovasi yang fundamentalnya dan monumental berupa

dicetuskannya pembentukan Pusat Kesehatan Masyarakat di Kecamatan-Kecamatan

(Departemen Kesehatan, 1995) Semula pelayanan kesehatan dasar kepadsa

masyarakat diselenggarakan melalui berbagai bentuk sarana seperti Balai Pengobatan

(BP), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), Klinik KB, dan lain-lain. Hal ini

dirasakan kurang efesien dan efektif, sehingga dalam Rapat Kerja Kesehatan

Nasional (Rakernas)tahun 1968 ditetapkan penyatuan dari semua pelayanan

Universitas Sumatera Utara

35

kesehatan dasar tersebut ke dalam suatu lembaga yang disebut Pusat Kesahatan

Masyarakat (Puskesmas)

Secara nasional ditetapkan bahwa standart wilayah kerja puskesmas adalah

suatu kecamatan. Tetapi apabila disuatu kecamatan terdapat lebih dari satu

Puskesmas , maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi di antara Puskesmas tersebut,

dengan memerhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau rukun warga) .

Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.6. Landasan Teori

Landasan teori adalah menggunakan teori Herzberg yang melihat ada dua

faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik,

yang merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan

faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari

organisasi tempatnya bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi intrinsik

yaitu tanggung jawab, penghargaan, pekerjaan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu

daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempat

bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah gaji,

kebijakan, hubungan kerja, lingkungan kerja, supervise.

Universitas Sumatera Utara

36

2.7. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu kepada landasan teori yang

telah diuraikan di atas, dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini ;

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pada Gambar 2.1. diatas, dapat kita ketahui bahwa dalam penelitian ini,

variabel penelitian diatas terdiri atas variabel independen Motivasi intrinsik

(Tanggunh jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri)

dan ekstrinsik (Imbalan, Kondisi kerja, hubungan kerja) dan variabel dependen, yaitu

kinerja bidan (Cakupan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini resiko

tinggi/komplikasi, rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas)

Motivasi 1. Intrinsik

a. Tanggungjawab b. Prestasi yang lain c. Pengakuan orang lain d. Pekerjaan itu sendiri

2. Ekstrinsik a. Imbalan b. Kondisi kerja c. Hubungan kerja

Kerja Bidan a. Antenatal (Pemeriksaan

Kehamilan) b. Pertolongan Persalinan c. Deteksi Dini Resiko Tinggi

Komplikasi d. Rujukan Komplikasi

Kebidanan e. PelayananNeonatal dan Ibu

nifas f

Universitas Sumatera Utara